Pengaruh panjang pipa terhadap faktor kualitas akustik pipa silinder
grafik FFT tersebut adalah frekuensi sumber bunyi. Pada saat sumber bunyi diatur pada AFG, nilai frekuensi yang muncul pada counter masih memiliki
ketidakpastian sebesar ± 1 Hz. Nilai frekuensi sumber bunyi secara tepat ditampilkan pada grafik FFT.
Data yang diperoleh disajikan pada tabel data frekuensi sumber bunyi, frekuensi dan amplitudo tanggapan pada tabel 4.1.Dari tabel tersebut dapat
dilihat bahwa data diambil pada frekuensi sumber bunyi yang berselang 5 Hz agar data yang diperoleh lebih akurat.Selain itu, dari tabel 4.1 juga tampak
data bunyi tanggapan berupa frekuensi dan amplitudo diambil sebanyak dua kali. Pengambilan data frekuensi dan amplitudo tanggapan dilakukan
sebanyak dua kali agar hasil yang di peroleh lebih presisi. Kemudian amplitudo tanggapan dirata-ratakan dan dikurangi dengan amplitudo pada
saat frekuensi sumber bunyi 0 Hz. Hal ini dilakukan karena sebelum pengambilan data sudah ada noise yang berasal dari lingkungan sekitar,
sehingga untuk memperoleh amplitudo tanggapan yang sesungguhnya, amplitudo yang diperoleh harus dikurangi dengan amplitudo dari noise
sekitar. Saat nilai frekuensi bunyi dan amplitudo tanggapan pada tabel 4.1
diperhatikan lebih teliti, terdapat suatu pola dimana semakin besar frekuensi, nilai amplitudo tanggapan naik hingga mencapai puncak pada frekuensi 94,97
Hz dan kemudian nilainya menurun. Pada saat amplitudo tanggapan mencapai nilai maksimum itulah peristiwa resonansi terjadi. Dari penjelasan
diatas dapat dikatakan bahwa pada tabel 4.1, pipa dengan diameter 3,97 cm
dan panjang 180 cm peristiwa resonansi terjadi pada frekuensi 94,97 Hz. Data yang lain memiliki pola yang sama dengan tabel 4.1.
Peristiwa resonansi yang digunakan pada penelitian ini adalah peristiwa resonansi pertama. Hal ini diketahui pada saat eksperimen pendahuluan telah
dicoba pengambilan data dari frekuensi terkecil yaitu 0 Hz, 5 Hz, 10 Hz dan seterusnya hingga ditemukan nilai amplitudo tertinggi untuk pertama kali,
dan nilai amplitudo tertinggi tersebut ditetapkan sebagai resonansi pertama. Jika nilai frekuensi bunyi terus diperbesar, maka akan ditemukan resonansi
kedua, ketiga dan seterusnya, tetapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah resonansi pertama dengan memperhitungkan waktu yang tersedia
untuk pengambilan data singkat. Dari data frekuensi dan amplitudo tanggapan dibuat kurva resonansi pada
gambar 4.2. Kurva resonansi tersebut memiliki pola data yang sama seperti tabel 4.1. Dari kurva tersebut dicari nilai f
, f
1
, dan f
2
yang digunakan untuk menghitung nilai faktor kualitas akustik. Nilai faktor kualitas akustik yang
diperoleh, disajikan dalam tabel hubungan faktor kualitas akustik terhadap diameter yang ada pada tabel 4.2 dan 4.3, serta tabel hubungan faktor kualitas
akustik terhadap panjang pipa pada tabel 4.4 ddan 4.5. Dari tabel-tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai faktor kualitas akustik yang diperoleh
10.Hal tersebut menandakan bahwa sistem mengalami redaman kecil [Moloney, 2001].
Hubungan faktor kualitas akustik terhadap diameter pipa dapat dilihat pada tabel nilai faktor kualitas akustik untuk setiap diameter pipa dalam tabel
4.2 dan 4.3. Dari kedua tabel tersebut tampak bahwa untuk panjang pipa yang sama, semakin besar diameter pipa nilai faktor kualitas akustiknya membesar
hingga mencapai maksimum pada diameter pipa tertentu kemudian kembali menurun. Hal tersebut tersebut juga terlihat pada grafik hubungan faktor
kualitas akustik terhadap diameter di gambar 4.3 dan 4.4. Pola tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Moloney, dimana pada diameter
yang kecil, pertambahan nilai faktor kualitas hampir linear, kemudian mencapai maksimun, dan kembali menurun secara kasar mengikuti 1 pada
diameter pipa yang besar. Hasil fitting data yang telihat pada gambar 4.3 dan 4.4 menandakan
bahwa pola data yang terjadi mengikuti persamaan 16 berupa persamaan hubungan faktor kualitas terhadap diameter. Dari persamaan 16, untuk nilai
D kecil, nilai
2
D C
r
jauh lebih besar daripada nilai C
d
.D, sehingga nilai penyebutnya menjadi hampir sama dengan
2
D C
r
. Oleh sebab itu, pada D yang kecil, nilai Q mendekati nilai C
d
.D. Untuk nilai D yang besar, nilai C
d
.D jauh lebih besar daripada
2
D C
r
sehingga nilai penyebutnya menjadi hampir sama dengan nilai C
d
.D. Oleh sebab itu, pada D yang besar nilai Q mendekati
2
D C
r
. Hal di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Moloney dimana pada diameter yang kecil, nilai faktor kualitas akustik lebih
dipengaruhi oleh efek dinding.Pada diameter yang besar, nilai faktor kualitas lebih dipengaruhi oleh radiasi bunyi.
Dari hasil fitting data pada gambar 4.3 dan 4.4, untuk panjang 160 cm diperoleh nilai koefisien yang menyatakan kebergantungan faktor kualitas
akustik yang dipengaruhi oleh efek dinding terhadap diameter C
d
sebesar 5,74 cm
-1
dan nilai koefisien yang menyatakan kebergantungan faktor kualitas akustik yang dipengaruhi oleh radiasi bunyi terhadap diameter C
r
sebesar 3382 cm
2
. Sedangkan untuk panjang pipa 180 cm diperoleh nilai C
d
sebesar 6,46 cm
-1
dan C
r
sebesar 3417 cm
2
. Nilai C
d
dan C
r
yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Moloney.Hal tersebut dapat dilihat pada tabel
4.6. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai C
d
hasil penelitian berbeda 1 orde dari hasil penelitian milik Moloney. Sedangkan, nilai C
r
hasil penelitian memiliki orde yang sama dengan hasil penelitian milik Moloney. Perbedaan
terjadi karena diameter pipa dan panjang pipa yang digunakan pada penelitian ini berbeda dengan milik Moloney.
Tabel 4.6. Perbandingan nilai C
d
dan C
r
milik Moloney dan hasil penelitian
Moloney Hasil percobaan
anjang pipa 160 cm
anjang pipa 180 cm
C
d
20,1 cm
-1
5,74 cm
-1
6,46 cm
-1
C
r
4000 cm
2
3382 cm
2
3417 cm
2
Hubungan faktor kualitas akustik terhadap panjang pipa dapat dilihat pada tabel nilai faktor kualitas akustik untuk setiap panjang pipa dalam tabel
4.4 dan 4.5.Dari kedua tabel tersebut nampak bahwa semakin panjang pipa