Gelombang Berdiri pada Kolom Udara

Gambar 2.2. Grafik hubungan simpangan terhadap waktu untuk osilasi teredam Penurunan tersebut mengikuti persamaan 5 berikut cos 1       t e A t y t 5 dengan, yt adalah simpangan pada waktu t, A adalah simpangan awal, adalah koefisien redaman, dan 1 adalah frekuensi sudut dari osilator teredam. Frekuensi sudut 1 dari osilator teredam dinyatakan dalam persamaan 6 2 2 1      6 dengan  adalah frekuensi tak teredam. Peredaman dari osilator biasanya dinyatakan dengan suatu besaran tak berdimensi Q yang disebut faktor kualitas akustik atau faktor Q [Tipler, 1998]. Jika E adalah energi total dan E menyatakan kehilangan energi dalam satu periode, faktor Q dinyatakan dalam persamaan 7 E E Q    2 7 Persamaan 7 di atas dapat diartikan bahwa jika energi yang hilang dalam satu periode besar maka nilai faktor kualitas akustiknya kecil, demikian juga sebaliknya, jika energi yang hilang dalam satu periode kecil maka nilai faktor kualitas akustik besar.Dari penjelasan di atas diperoleh pemahaman mengenai faktor kualitas akustik dimana faktor kualitas akustik merupakan kemampuan benda untuk mempertahankan energi pada peristiwa peluruhan osilasi.

C. Osilasi Terpaksa dan Resonansi

Dalam osilasi teredam, telah diketahui bahwa energi osilasi menurun.Untuk mempertahankan suatu sistem teredam agar tetap berosilasi, energi harus diberikan ke dalam sistem.Bila hal tersebut dilakukan, osilator dikatakan digerakkan atau dipaksa. Saat gaya penggerak mulai bekerja pada sistem yang tidak bergerak, amplitudo osilasi akan meningkat. Setelah melalui waktu yang cukup dimana energi per siklus dari gaya penggerak sama energi osilasi sistem, maka kondisi tunakpun tercapai dan osilasi akan berlangsung dengan amplitudo konstan [Serway, 2009]. Saat sebuah gaya bekerja pada sistem yang memiliki satu harmonik atau lebih, amplitudo dari gerakkan yang terbentuk maksimum ketika frekuensi dari gaya yang berkerja sama dengan frekuensi alamiah sistem. Amplitudo maksimum dibatasi oleh gesekkan di dalam sistem. Jika sebuah gaya penggerak bekerja pada sebuah sistem yang awalnya diam, energi yang masuk digunakan untuk meningkatkan amplitudo osilasi dan melawan gaya gesek. Pada saat amplitudo maksimum tercapai, usaha yang dilakukan oleh gaya penggerak digunakan hanya untuk menggantikan energi mekanik yang hilang akibat gesekan [Serway, 2009]. Gambar 2.3 adalah kurva resonansi yang menggambarkan tanggapan dari sebuah sistem yang berosilasi terhadap frekuensi penggerak. Pada gambar tersebut, frekuensi resonansi dari sistem dilambangkan dengan dengan f . Frekuensi sudut  sebanding dengan frekuensi linear f seperti yang terlihat pada persamaan 8 f   2  8 Oleh sebab itu, pada pembahasan selanjutnya, frekuensi yang digunakan adalah frekuensi linear Gambar 2.3. Grafik amplitudo tanggapan sebuah osilator terhadap frekuensi penggerak Pada gambar 2.3 dapat dilihat bahwa amplitudo osilasi sistem maksimum ketika frekuensi gaya penggerak sama dengan frekuensi resonansi. Pada redaman kecil, osilator akan menyerap lebih banyak energi dari gaya paksa pada frekuensi resonansi daripada yang diserap pada frekuensi lain. Lebar kurva resonansi untuk redaman kecil adalah sempit dan dapat dikatakan bahwa resonansinya tajam.Bila redaman besar, maka kurva resonansi lebar. Rasio frekuensi resonansi f terhadap lebar resonansi f  dapat ditunjukkan dengan faktor kualitas akustik [Tipler, 1998] dalam persamaan 9. 1 2 f f f f f Q     9 dengan Q adalah faktor kualitas akustik, f adalah frekuensi resonansi sistem, dan adalah f 1 dan f 2 adalah frekuensi saat nilai amplitudo 2 1 amplitudo maksimum. Dari grafik pada gambar 2.3 dapat ditentukan nilai f , f 1 , f 2 seperti gambar 2.4 Gambar 2.4 f , f 1 , f 2 pada grafik hubungan amplitudo tanggapan terhadap gaya penggerak untuk sistem yang berosilasi