Tinjauan Atas Pengawasan Pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang
2
mendasar yaitu dari sistem official assessment menjadi sistem self assessment. Dalam sistem self assessment, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajaknya. Untuk melengkapi sistem self assessment, pemerintah berwenang untuk menunjuk pihak lain sebagai pemotong dan pemungut Pajak Penghasilan (withholding tax system).
Meskipun telah diberlakukan sistem pemungutan self assessment dan telah dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan, namun tetap saja ada kendala-kendala yang menghambat peningkatan penerimaan pajak. Kendala-kendala tersebut disebabkan oleh pengetahuan masyarakat tentang perpajakan masih relatif rendah sehingga dengan tidak sengaja telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku dan juga masyarakat yang sudah mengetahui peraturan perpajakan tetapi dengan sengaja melakukan pelanggaran. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengawasan yang efektif. Sistem pengawasan ini diperlukan agar wajib pajak senantiasa patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain pada Pajak Penghasilan Pasal 21 sangat membutuhkan pengawasan fiskus agar sasaran pengenaannya sesuai dengan subjek dan objek pajak serta tepat waktu dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya. Apabila tidak mendapatkan pengawasan yang intensif, potensi pajak yang sangat besar ini dapat mengalami penyimpangan dalam pemungutannya dan akan menghambat tercapainya tujuan yang telah direncanakan. Hal ini sangat
(2)
merugikan negara. untuk memperkecil atau bahkan meniadakan penghindaran kewajiban perpajakan oleh wajib pajak dan pemotong pajak diperlukan suatu tata cara dan tata usaha pengawasan yang memadai terhadap administrasi pajak dan penerapan sanksinya, selain dilakukan pengawasan yang intensif juga harus diikuti dengan upaya penyuluhan kepada wajib pajak. Dengan penyuluhan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan WP dalam melakukan kewajibannya melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 nya. Berdasarkan keterangan yang penulis peroleh bahwa pernah dilakukan beberapa kali penyuluhan kepada WP, namun kemudian muncul kendala dimana kesediaan wajib pajak untuk mengikuti penyuluhan tersebut sangat rendah. Berdasarkan kenyataan bahwa pernah suatu kali dilakukan penyuluhan dimana dari ratusan undangan yang dikirimkan kepada WP, hanya sedikit sekali yang bersedia hadir. Karena hal tersebut selanjutnya kegiatan penyuluhan aktif hampir tidak pernah lagi dilakukan.
Meskipun demikian banyak wajib pajak yang sehrusnya sudah terdaftar menjadi wajib pajak tetapi belum terdaftar sebagaimana seharusnya, dikarenakan Tingkat pengetahuan WP mengenai peraturan perpajakan yang masih rendah. Serta Peraturan perpajakan yang terus mengalami perubahan menyebabkan wajib pajak mengalami kesulitan dalam pelaksanaan kewajibannya
Banyaknya SPT Masa PPh Pasal 21 Nihil yang tidak dilaporkan. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan WP tentang kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 meskipun nihil. Sebagai tambahan bahwa dari dari SPT Masa PPh Pasal 21
(3)
4
yang masuk pun hampir didominasi oleh SPT Masa Nihil yaitu rata-rata 80,66%. Hal ini disebabkan dikarenakan banyak WP pemotong yang memiliki pegawai dengan penghasilan di bawah PTKP dan juga yang mendapat fasilitas Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP).
Selain itu Banyak WP dengan status belum ada usaha yang terlihat dalam surat pernyataan WP yang terlampir di SPT Masa PPh Pasal 21 dan juga terlihat dari jumlah persentase SPT Masa PPh Pasal 21 Nihil terhadap keseluruhan SPT Masuk. Dan juga banyak perusahaan yang tidak beroperasi tetapi tidak melapor ke KPP sehingga NPWP nya belum dihapus.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas maka penulis mencoba untuk mengetengahkan permasalahan yang terjadi dalam upaya Pengawasan terhadap Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagai salah satu jenis pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain. Adapun judul laporan yang penulis kemukakan adalah : “TINJAUAN ATAS PENGAWASAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SOREANG”
(4)
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN KERJA PRAKTEK 1.2.1 Maksud Kerja Praktek
Maksud tujuan ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi tentang Pengawasan pelaporan SPT PPh 21.
1.2.2 Tujuan Kerja Praktek
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran mengenai pelaksanaan Pengawasan atas Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 pada KPP Pratama Soreang
2. Untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT PPh 21 di KPP Pratama Soreang
3. Untuk meningkatkan pengetahuan perpajakan khususnya tentang penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4. Sebagai tambahan literatur bagi almamater sehingga dapat digunakan oleh generasi berikutnya.
(5)
6
1.3 Kegunaan Kerja Praktek
Adapun kegunaan dari kerja praktek ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Pengawasan atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) PPH pasal 21
b. Bagi KPP
Dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat dan memberikan pandangan bagi instansi tentang Pengawasan atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) PPH pasal 21
c. Bagi Pihak Lain
Dapat dijadikan sumber informasi dan referensi dalam penelitian di bidang yang sama.
1.4 Metode Kerja Praktek
Dalam proses penyusunan laporan kerja praktek ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Metode Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan, membaca, dan menelaah berbagai literatur, artikel, bahan-bahan kuliah yang relevan dengan materi pembahasan, dan sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan tema penulisan.
(6)
2. Metode Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilakukan dengan dua metode, yaitu :
a. Metode wawancara, yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait.
b. Metode observasi, yaitu dengan cara melakukan pengamatan dan penelitian langsung pada Kantor Pelayanan Pajak Soreang
1.5 Lokasi dan Waktu
Lokasi kerja praktek yang dilakukan penulis ini bertempat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Soreang Jl. Raya Cimareme No. 205 Ngamprah – Kab. Bandung Barat 40552 Telp. (022) 6868787 Fax. (022) 6868427. Kerja Praktek ini dilaksanakan mulai tanggal 2 Agustus - 31 September.
(7)
8
TABEL 1.1 Waktu Penelitian
TAHAP PROSEDUR MINGGU
I Tahap Persiapan : Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 1. Mengambil surat izin
kerja praktek
2. Mencari Tempat Kerja Praktek
3. Menentukan tempat kerja praktek II Tahap Pelaksanaan
1. Mengajukan surat permohonan
2. Meminta surat pengantar ke KPP
3. Kerja praktek di KPP III Tahap pelaporan
1. Menyiapkan laporan kerja praktek
2. Menyusun laporan kerja praktek
3. Bimbingan kerja praktek 4. Penyempurnaan laporan
(8)
dan pajak atas tanah yang pada tahun 1963 dirubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun 1965 berudah lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).
Dengan keputusan Presiden RI No. 12 tahun 1976 tanggal 27 Maret 1976, Direktorat IPEDA diserahkan dari Direktorat Jendral Moneter kepada Direktorat Jendral Pajak. Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Deminkian juga unit kantor di daerah yang semula bernaman Inspeksi IPEDA diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB.
KPP Pratama Soreang merupakan tempat yang dijadikan penulis dalam pelaksanaan Kerja Praktek (KP). KPP Pratama Soreang ini pada mulanya merupakan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Bandung Tiga.
Namun sehubungan dengan adanya reorganisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 55/PMK.01/2007 tanggal 31 Mei 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak dan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-112/PJ/2007 tanggal 09 Agustus 2007 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja dan Saat Mulai Operasinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat
(9)
11
Jenderal Pajak Banten, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II, saat mulai operasional KPP Pratama Soreang secara resmi adalah tanggal 28 Agustus 2007.
Jadi KPP Pratama Soreang yang ada saat ini baru memulai kegiatan operasionalnya kurang lebih selama 2 tahun. Waktu yang belum terlalu lama, namun KPP Pratama Soreang telah dapat melaksanakan tugasnya dengan sangat baik untuk melayani masyarakat sehubungan dengan perpajakan.
Visi
“Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang yaitu menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia, yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat.”
Misi
Fiskal : Menghimpun penerimaan Dalam Negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintahan berdasarkan UU Perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi.
Ekonomi : Mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijaksanaan yang minimizing distortion.
(10)
Politik : Mendukung proses demokratisasi bangsa
Kelembagaan : Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir
2.2 Struktur Organisasi KPP Pratama Soreang
Kantor Pelayanan Pajak adalah unsur pelaksanaan Direktorat Jendral Pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Soreang mempunyai tugas yaitu melaksanakan kegiatan operasional pelayanan pajak dibidang Administrasi Perpajakan, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak tidak Langsung lainnya yang berada di Wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Soreang berdasarkan kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak, dalam menyelenggarakan tugasnya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Soreang mempunyai fungsi:
Melakukan pengumpulan dan pengolahan data serta penyajian informasi perpajakan.
Melakukan urusan tata usaha Wajib Pajak.
Melakukan Penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun Laporan Pembayaran Masa PPh, PPN, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya.
(11)
13
Melakukan urusan penagihan, penyelesaian, keberatan dan restitusi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Tidak Langsung Lainnya. Melakukan urusan pemeriksaan pajak dan penerapan sanksi perpajakan. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga KPP.
(12)
2.3 Deskripsi Jabatan KPP Pratama Soreang
KPP Pratama Soreang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Subbagian Umum;
Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, dan rumah tangga.
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi;
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing, pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG, serta penyiapan laporan kinerja.
3. Seksi Pelayanan;
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.
(13)
15
4. Seksi Penagihan;
Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
5. Seksi Pemeriksaan;
Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan;
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, IV;
Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, serta Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV, masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis
(14)
kinerja Wajib Pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding.
8. Kelompok Jabatan Fungsional.
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
a.Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
b.Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPP yang bersangkutan.
c.Jumlah Jabatan Fungsional tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
d.Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3 Aspek Kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang Bandung. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak
(15)
17
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya KPP Pratama Soreang menyelenggarakan fungsi:
a. pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan.
b. penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.
c. pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.
d. penyuluhan perpajakan.
e. pelaksanaan registrasi wajib pajak. f. pelaksanaan ekstensifikasi.
g. penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. h. pelaksanaan pemeriksaan pajak.
i. pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. j. pelaksanaan konsultasi perpajakan.
k. pelaksanaan intensifikasi.
(16)
(17)
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Pada hakikatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya yang mempunyai tujuan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan dan meningkatkan pembangunan itu maka bangsa Indonesia harus menghimpun segala potensi dan kemampuan yang ada untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu sumber dana yang sangat potensial pada saat ini adalah dari penerimaan pajak.
Besarnya potensi pajak ini menjadikan pajak sebagai sarana yang efektif sebagai sumber pendanaan pembangunan. Bahkan saat ini pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat diandalkan. Hal ini tercermin dari kenaikan persentase penerimaan dari sektor pajak yang ditetapkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Republik Indonesia dari tahun ke tahun.
Untuk mencapai target penerimaan pajak yang telah ditetapkan serta untuk menggali kemungkinan potensi penerimaan yang lebih besar dari sektor pajak, pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan yang antara lain adalah dengan melakukan reformasi sistem perpajakan pada tahun 1983 yang kemudian mengalami beberapa kali perbaikan sampai dengan yang terakhir pada tahun 2000. Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak telah mengalami perubahan yang cukup
(18)
(19)
9 BAB II
GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA SOREANG
2.1 Sejarah KPP Pratama Soreang
Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap wajib pajak atas obyek pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia diantaranya adalah Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Hadiah dan lain-lain.
Organisasi Direktorat Jenderal Pajak Pada mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu :
Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas Bendaharawan Pemerintah.
Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara.
Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan
Jawatan Pajak hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Dirjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi
(20)
18
3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek
Bidang pelaksanaan kerja praktek yang penulis kerjakan selama melaksanakan kerja praktek di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Soreang adalah di bagian pengolahan data dan informasi, yaitu merekam Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Penghasilan orang pribadi dan Pajak Penghasilan Badan.
3.2 Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek
Adapun langkah-langkah secara teknis dalam melaksanakan tugas di seksi pengolahan data dan informasi adalah sebagai berikut:
1. Sebelum melaksanakan perekaman Surat Pemberitahuan (SPT) terlebih dahulu harus diperiksa kelengkapan datanya seperti tanggal, bulan , dan tahun Masa Pajaknya.
2. Memeriksa apakah data pribadi dari Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya tersebut sudah lengkap.
3. Memeriksa apakah data dari perusahaan yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya tersebut sudah lengkap.
4. Memeriksa apakah Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya (PPN,PPH OP DLL) tersebut Lebih Bayar (LB), Kurang Bayar (KB), atau NIHIL.
5. Memeriksa apakah Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya tersebut sudah e-SPT atau belum.
(21)
19
1. Apabila sudah diperiksa dan datanya sudah lengkap, selanjutnya Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya tersebut siap untuk direkam.
2. Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya tersebut telah selesai direkam, selanjutnya disusun sesuai dengan nomor urutnya.
Apabila Surat Pemberitahuan Masa Pajaknya tersebut telah selesai disusun sesuai dengan nomor urutnya, selanjutnya diserahkan ke pembimbing Kerja Praktek untuk dilakukan tinjauan lebih lanjut
3.2.1 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21
a. Pemotong pajak harus sudah menerima laporan jumlah tanggungan pegawainya pada permulaan tahun takwim atau pada saat pegawainya tersebut mulai bekerja.
b. Pemotong pajak memotong penghasilan yang dibayarkan kepada pegawainya berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.
c. Pemotong pajak memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun pada saat dilakukannya pemotongan. Sedangkan untuk pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan, bukti pemotongan yang diberikan adalah Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Tahunan yang diberikan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah
(22)
tahun takwim berakhir. Atau apabila pegawai tetap tersebut berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan diberikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. Bukti pemotongan tersebut terdiri dari 3 rangkap, yaitu :
o Lembar 1 untuk WP
o Lembar 2 untuk KPP sebagai lampiran SPT PPh Pasal 21 o Lembar 3 untuk pemotong pajak
d. Menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dalam 5 rangkap yang rinciannya adalah sebagai berikut :
o Lembar 1 untuk arsip WP
o Lembar 2 untuk KPP melalui KPKN
o Lembar 3 untuk KPP yang dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 21 o Lembar 4 Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro
o Lembar 5 untuk arsip pemotong pajak
e. Pemotong pajak kemudian melaporkan penyetoran tersebut dengan menggunakan SPT PPh Pasal 21 dengan disertai lampiran- lampiran berikut : o SSP Lembar 3
(23)
21
o Lembar 2 Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (untuk bukan pegawai tetap) Pemotong pajak tetap berkewajiban melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 meskipun PPh Pasal 21 yang dipotong adalah nihil.
3.2.2 Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Pajak Penghasilan Pasal 21
Pihak pihak yang terkait dalam tata cara penerimaan dan pengolahan SPT tahunan pajak penghasilan ini antara lain :
1. Kepala Seksi Pelayanan
2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) 3. Pelaksana Seksi Pelayanan
4. Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 5. Account Representative
6. Wajib Pajak
Prosedur Kerja :
1. Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan /e-SPT baik langsung maupun melalui Pos/Ekspedisi ke Kantor Pelayanan Pajak.
2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima SPT Tahunan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak dan SPT Tahunan yang disampaikan melalui Pos/Ekspedisi. Untuk SPT Tahunan Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP lain yang diterima secara langsung harus ditolak
(24)
sedangkan yang melalui Pos/Ekspedisi diteruskan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan Surat Pengantar.
3. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mengecek kelengkapan SPT berdasarkan ketentuan:
a. Untuk SPT Tahunan lengkap, dilanjutkan dengan merekam data SPT Tahunan atau kelengkapannya, menerbitkan BPS/LPAD, menyampaikan langsung atau mengirimkan BPS ke Wajib Pajak atau kuasanya, menggabungkan LPAD dengan SPT Tahunan atau dokumen kelengkapannya.
b. Untuk SPT Tahunan tidak lengkap yang diterima langsung harus ditolak sedangkan yang melalui Pos/Ekspedisi diteruskan ke Wajib Pajak dengan disertai Surat Penolakan SPT Tahunan.
c. Untuk SPT Tahunan tidak lengkap diterima dibuatkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan, yang disampaikan secara langsung atau dikirimkan ke Wajib Pajak.
4. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu meneruskan konsep Surat Pengantar Penerusan SPT Tahunan ke Kantor Pelayanan Pajak lain, Surat Penolakan SPT Tahunan, dan Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan ke Kepala Seksi Pelayanan, serta meneruskan SPT Tahunan beserta Register Harian Penerimaan SPT Tahunan ke Seksi Pengolahan Data dan Informasi.
(25)
23
5. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan menandatangani konsep surat yang diterima. Proses atas surat yang telah ditandatangani dilanjutkan dengan penatausahaan dokumen dan penyampaian dokumen oleh Pelaksana Seksi Pelayanan melalui Subbagian Umum dengan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP.
6. Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi merekam elemen-elemen SPT Tahunan dan membuat Transkrip Kutipan Elemen-Elemen dari Laporan Keuangan Wajib Pajak, mencetak Lembar Penelitian SPT Tahunan untuk SPT Tahunan Unbalance serta menggabungkannya dengan SPT Tahunan yang bersangkutan (selanjutnya diproses dengan SOP Tata Cara Himbauan Perbaikan Surat Pemberitahuan (SPT)), kemudian mengirim SPT Tahunan/Kelengkapan Data Surat Pemberitahuan Tahunan yang sudah direkam ke Pelaksana Seksi Pelayanan.
7. Account Representative melakukan penelitian sesuai dengan ketentuan dan memproses SPT yang terdapat kesalahan matematis dan/atau terlambat disampaikan/dibayar berdasarkan data hasil perekaman SPT. Dalam hal terdapat kesalahan matematis, Account Representative membuat Surat Himbauan (SOP Tata Cara Himbauan Perbaikan Surat Pemberitahuan) sedangkan dalam hal terjadi keterlambatan
(26)
penyampaian/pembayaran SPT, Account Representative menerbitakan STP (SOP Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)).
8. Pelaksana Seksi Pelayanan meneruskan SPT Tahunan yang termasuk Surat Pemberitahuan Tahunan Lebih Bayar untuk diproses dengan SOP Tata Cara Pemeriksaan.
9. Proses selesai.
3.3Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kerja Praktek 3.3.1 Pengertian Pengawasan
Pengertian pengawasan menurut Ilhayul Ulum MD dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik yang ditulis oleh Baswir, menyatakan bahwa;
“Pengawasan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan atau mengamati, memahamii dan menilai setiap pelaksanaan kegiatan tertentu sehingga dapat dicegah atau diperbaiki kesalahan atau penyimpangan yang terjadi.”
(2004:78)
Sedangkan Pengertian pengawasan yang ditulis oleh Sondang P. Siagian dan dikutip Ulberth Silalahi dalam bukunya Studi tentang Ilmu Administrasi Konsep dan Dimensi menyatakan beahwa :
“Pengawasan ialah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatanorganisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang
(27)
25
dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.” (2005:175)
Dari kedua pengertian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengawasan adalah proses pengamatan dan perbaikan dari seluruh kegiatan yang dilakukan oleh aparat pajak untuk mengawasi wajib pajak dalam membayar pajak, dimana pembayaran pajak tersebut untuk membiayai pengeluaran pemerintah sehingga tidak ada lagi wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak.
3.3.1.1 Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi manajemen yang juga mempunyai hubungan erat dengan fungsi-fungsi manejemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Menurut Suwanto dalam bukunya Manajemen Modern, menyatakan bahwa:
“Fungsi pengawasan yaitu:
a. Fungsi pengawasan harus terlebih dahulu direncanakan, maka [engawasan hanya dapat dilakukan jika ada perencanaan.
b. Pelaksanaan rencana akan baik, jika pengawasan dilakukan secara baik c. Tujuan baru dpat diketahui dan tercapai dengan baik atau tidak setellah
pengawasan atau pengukuraan dilakukan.”
(2000:133) Agar fungsi pengawasan mencapai hasil yang diharapkan, maka pimpinan organisasi atau unit organisasi yang melakukan fungsi pengawasan harus mengetahui prinsip-prinsip pengawasan. Adapun prinsip-prinsip pengawasan menurut Ulbert
(28)
Silalahi dalam bukunya Studi tentang Ilmu Administrasi, Konsep Teori dan Dimensi menyatakan bahwa:
“Prinsip-prinsip pengawasan adalah:
1. Pengawasan harus berlangsung terus-menerus bersama dengan pelaksanaan dengan kegiatan atau pekerjaan
2. Pengawasan harus menemukan, menilai dan menganalisis data tentang pelaksanaan pekerjaan secara objektif
3. Pengawasan bukan semata-mata untuk mencari kesalahan, tetapi juga mencari menemukan kelemahan dalam melaksanakan pekerjaan
4. Pengawasan harus member bimbingan dan mengarahkan untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan dalam pencapaian tujuan
5. Pengawasan tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan tetapi harus menciptakan efisiensi (hasil guna)
6. Pengawasan harus fleksibel
7. Pengawasan harus berorientasi pada rencana dan tujuan yang telah ditetapkan (Plan objective oriented)
8. Pengawasan dilakukan terutama pada tenmpat strategis atau kegitan-kegiatan yang sangan menentukan (control by exeption)
9. Pengawasan harus membawa dan mempermudah melakukan tindakan perbaikan (corrective action)
(2005:178) Seperti yang telah dikemukakan, bahwa proses atau pelaksanaan kegiatan dari prinsip-prinsip pengawasan tidak selalu disertai dengan tindakan koreksi melainkan hanya pada tahap menilai hasil kerja membandingkan dengan standar. Disamping itu orang-orang melakukan pengawasan tidak selalu memiliki wewenang untuk melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan atau penyelewengan yang terjadi, kecuali dengan melakukan tugas untuk menilai pelaksanaan kerja serta membandingkan hasil yang dicapai dengan standar yang sudah ditetapkan.
(29)
27
Adapun tujuan fungsi pengawasan menurut Ulbert Silalahi dalam bukunya Studi Tentang Administrasi Konsep, Teori dan Dimensi, menyatakan bahwa :
“Tujuan fungsi pengawasan adalah:
1. Mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah direncanakan
2. Agar proses kerja sesuai dengan prosedur atau ketentuan yang sudah digariskan atau ditetapkan
3. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan, sedang atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan
4. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya 5. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan.”
(2005:181) Agar tujuan tersebut tercapai, maka akan lebih baik jika tindakan pengawasan dilakukan sebelum terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat (prefentif control) disbanding dengan tindakan pengawasan sesudah terjadi penyimpangan (repressive control).
3.3.2 Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat pemberitahuan (SPT) dalam pasal 1 butir 11 UU KUP yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu dalam bukunya yang berjudul perpajakan indonesia, dijelaskan bahwa :
surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak diguunakan untuk melaporkan perhitungan perpajakan dan pembayaran pajak,objek dan atau bukan objek pajak,dan atau harta dan kewajiban sesuaii dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(30)
Fungsi SPT bagi wajib pajak adalah :
a. Memberikan data dan angka yang relevan dengan perhitungan kena pajak b. Menentukan besarnya pajak yang harus dibayar
c. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
d. Melaporkan pembayaran dari kegiatan pemotongan pemungutan pajak orang pribadi atau badan
e. Melaporkan pembayaran pajak yang dipungut dalam hal ini adalah pajak pertambahan nilai dan pajak atas pejualan barang mewah, bagi penguasaha kena pajak.
Dengan adanya surat pemberitahuan maka aparat pajak dapat mengidentifikasikan berapa pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak,tetapi surat pemberitahuan (SPT) juga mempuyai batas waktu penyampaian. Adapun batas waktu penyampaian surat pemberitahuan (SPT) menurut Siti Kurnia Rahayu dalam bukunya yang berjudul perpajakan Indonesia adalah :
o SPT masa selambat-lambatn ya 20 hari setelah akhir masa
o SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi selambat-lambatnya 3 bulan setelah akhir tahun
o SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan 4 bulan setelah akhir tahun
(31)
29
3.3.3 Pengertian PPh Pasal 21
Dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:
Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
3.3.3.1 Subjek dan Objek PPh Pasal 21
Subjek PPh Pasal 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yaitu orang pribadi yang menerima/memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemberi kerja sebagai Pemotong PPh Pasal 21 yaitu diantaranya : pegawai tetap, tenaga lepas, penerima pensiun, penerima honorarium, penerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, upah satuan, pemagang, penerima bea siswa, dan pelaku kegiatan.
Objek PPh Pasal 21 adalah :
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan
(32)
transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan;
d. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenis;
e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri, terdiri dari :
1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
(33)
31
3) Olahragawan
4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; 5) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial; 7) Agen iklan;
8) Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan;
9) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; 10)Peserta perlombaan;
11)Petugas penjaja barang dagangan; 12)Petugas dinas luar asuransi;
13)Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;
14)Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud diatas termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak atau wajib pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
(34)
3.3.4 Prosedur Pengawasan Pembayaran dan Pelaporan PPh Pasal 21 Prosedur untuk pengawasan pembayaran dan pelaporan SPT PPh Pasal 21 :
a. Petugas TPT menerima SPT Masa PPh Pasal 21 baik yang disampaikan langsung oleh WP maupun yang dikirimkan melalui pos. Petugas kemudian mengecek kelengkapan SPT Masa PPh 21 tersebut beserta lampiran-lampirannya. Jika sudah lengkap maka kemudian direkam untuk selanjutnya mencetak Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan memberikannya kepada WP. Untuk SPT Masa PPh Pasal 21 yang dikirimkan melalui pos, tanda bukti dan tanggal pengiriman pos tersebut dianggap sebagai tanda terima dan tanggal diterimanya SPT Masa PPh Pasal 21 tersebut. Jika ternyata tidak lengkap maka SPT Masa PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan atau dikirimkan kembali kepada WP untuk dilengkapi.
b. Mencetak register harian atas penerimaan SPT Masa PPh Pasal 21 satu hari tersebut.
c. Petugas kemudian mengirimkan seluruh SPT Masa PPh Pasal 21 yang diterima pada hari tersebut beserta register hariannya ke petugas pemegang buku tabelaris di Seksi Pemotongan dan Pemungutan. Selain SPT Masa PPh Pasal 21, juga dikirim SPT lain yang ditangani oleh Seksi Pemotongan dan Pemungutan yaitu SPT Tahunan PPh Pasal 21, SPT Masa PPh Pasal 23, dan SPT Masa PPh Pasal 4(2). Sedangkan SPT Masa PPh Pasal 22 dikirim ke Seksi PPh Badan.
(35)
33
d. Petugas pemegang buku tabelaris di Seksi Pemotongan dan Pemungutan kemudian menyortir SPT Masa PPh Pasal 21 dan SSP lembar 3 berdasarkan NPWP, Jenis Pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
e. Petugas tabelaris mencatat tanggal pembayaran, pelaporan, dan jumlah rupiah dengan menggunakan pensil di buku tabelaris sebelum menerima SSP lembar 2 dari Seksi Penerimaan dan Keberatan.
f. Petugas kemudian melakukan perekaman terhadap SPT Masa PPh Pasal 21 tersebut beserta SSP Lembar 3 nya kedalam komputer.
g. Menyortir SSP lembar 2 yang diterima dari Seksi Penerimaan dan Keberatan berdasarkan NPWP, Jenis Pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
h. Membandingkan SSP lembar 3 dan SSP lembar 2 dengan mencatatnya dalam buku tabelaris dengan mengunakan tinta.
i. Memasukan kedua SSP bersama SPT ke dalam anak berkas untuk setiap masa pajak dan menggabungkan anak berkas lain kedalam induk berkas. J Terhadap WP yang tidak menyampaikan SPT Masa, petugas membuat daftar
usulan WP untuk diterbitkan STP, kemudian petugas membuat lembar perhitungan dan nota penghitungan.
k. Semua nota penghitungan diteliti oleh korlak PPM sebelum diserahkan kepada Kepala Seksi Pemotongan dan Pemungutan untuk memperoleh persetujuan. Apabila nota penghitungan tersebut disetujui selanjutnya dicatat
(36)
dalam buku produksi STP. Nota penghitungan STP kemudian dikirim ke Seksi TUP beserta surat pengantarnya sebagai dasar penetapan.
3.3.5 Penatausahaan dan Pengawasan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 Penatausahaan dan pengawasan terhadap Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah dengan melakukan kegiatan pengolahan SPT sesuai prosedur yang ada pada seksi terkait dalam hal ini dilakukan oleh Seksi Pengolahan data dan informasi serta seksi Pemotongan dan Pemungutan. Dengan penatausahaan dan pengawasan yang baik maka diharapkan akan meningkatkan jumlah pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 oleh WP.
3.4 Analisis Pengawasan Pelaporan Surat Pemberitahuan PPh Pasal 21 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang
Jika melihat pada keadaan Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan yang menangani pengawasan atas pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21, ternyata rendahnya tingkat pelaporan bukanlah disebabkan karena jumlah pegawai di seksi tersebut yang sedikit. Tetapi masalah yang terjadi dalam pengawasan yang menyangkut rendahnya tingkat pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 disebabkan salah satunya karena WP yang tidak atau kurang mengetahui Peraturan Perundang-undangan Perpajakan sehingga tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk lebih lengkapnya, berikut ini akan penulis paparkan dan bahas mengenai permasalahan-permasalahan yang terjadi . diantaranya Produktivitas STP yang masih
(37)
35
rendah dibanding dengan jumlah WP yang tidak melapor. Hal tersebut terlihat dari tabel berikut :
Tabel 1.2
Produktivitas Penerbitan STP atas SPT Masa PPh Pasal 21
Tidak atau Terlambat Dilaporkan
Masa Pajak 2008 2009
WP Tidak Lapor STP WP Tidak Lapor STP Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 928 1.152 1.242 1.324 1.215 1.280 1.192 1.252 1.266 1.233 1.324 1.299 - 193 - - 643 - - 1.291 1.264 1.357 1.327 1.326 1.390 1.443 1.377 1.461 1.491 1.429 1.523 110 47 286 1 46 205 1 58 148 211 186 243
Jumlah 14.707 836 16.679 1.542
Persentase 9,45% 9,25%
Sumber : Seksi TUP
Persentase pengawasan melalui penerbitan STP atas SPT Masa PPh Pasal 21 yang tidak atau terlambat dilaporkan sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel 6 menunjukkan angka yang masih rendah yaitu sebesar 9,45% untuk tahun 2008 dan 9,25% untuk tahun 2009. Ada beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya persentase penerbitan STP tersebut, yaitu:
(38)
a. Proses pengolahan SPT Masa PPh Pasal 21 yang terkesan lambat dimana SPT Masa yang diterima dari TPT tersebut tidak langsung segera direkam tetapi dikumpulkan dahulu baru setelah beberapa waktu kemudian baru direkam.
b. Kerusakan yang terjadi pada Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dimana data-data yang berkaitan dengan PPh Pasal 21 tidak dapat ditampilkan dengan akurat. Kerusakan ini sudah berlangsung cukup lama dan belum dilakukan perbaikan yang berarti. Dengan Sistem Informasi Perpajakan ini diharapkan dapat melakukan pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 dengan lebih intensif terutama untuk mengetahui WP yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 secara cepat. Selama ini data yang digunakan untuk menentukan WP mana yang akan dikenakan STP hanya dari data manual yaitu buku tabelaris.
c. Untuk pajak yang kurang disetor terkadang tidak diterbitkan STP dengan alasan bahwa jumlah kekurangan tersebut dianggap tidak material.
3.5 Alternatif Pemecahan Masalah
Altenatif pemecahan masalah yang dapat penulis kemukakan terhadap permasalahan-permasalahan diatas yaitu :
1. Peningkatan kegiatan penyuluhan kepada wajib pajak. Ketidaktahuan wajib pajak akan peraturan perpajakan bukanlah sepenuhnya kesalahan dari wajib pajak mengingat latar belakang pendidikan dari wajib pajak yang
(39)
berbeda-37
beda. Fiskus sebagai pelayan masyarakat di bidang perpajakan sebagaimana telah tersebut jelas dalam nama “Kantor Pelayanan Pajak” sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Agar tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya dalam hal ini pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 meningkat, perlu dilakukan kegiatan penyuluhan yang intensif. Dari pengalaman yang telah disebutkan dibagian sebelumnya pada bab ini maka perlu diadakan kegiatan penyuluhan yang lebih persuasif. Apabila tidak berhasil maka dapat dilakukan himbauan atau teguran yang bersifat tegas sehingga WP bersedia ikut dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan tersebut. Jika himbauan atau teguran tersebut juga tidak ditanggapi, maka apabila wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar dan oleh fiskus dikenakan sanksi maka tidak ada alasan lagi bagi wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya tersebut dikarenakan ia tidak mengetahuinya.
2. Meningkatkan pengawasan terhadap pendaftaran WP baru. Dimana harus dilakukan penelitian apakah WP mendaftar untuk mendapatkan NPWP karena mengetahui dan sadar akan kewajibannnya atau hanya sekedar untuk digunakan dalam keperluan tertentu saja, misalkan untuk keperluan ikut tender, pelelangan, atau keperluan lainnya. Dan juga harus diadakan pemeriksaan terhadap WP yang tidak melapor dalam jangka waktu tertentu untuk mengetahui mengapa WP tersebut tidak melapor. Apakah sudah tidak
(40)
aktif lagi, meninggal atau memang dengan sengaja tidak melapor sehingga dapat segera diambil tindakan.
3. Meningkatkan produktivitas penerbitan STP Pengolahan atas SPT Masa PPh Pasal 21 haruslah dilakukan sesuai dengan prosedur dan tepat waktu sehingga dapat dilakukan pengawasan terhadap WP yang tidak atau terlambat lapor. Dengan demikian terhadap WP yang tidak atau terlambat lapor tersebut dapat segera di terbitkan STP.
4. Meningkatkan efisiensi kerja fiskus dimana waktu yang tersedia digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada.
5. Pengenaan sanksi yang lebih tegas terhadap WP yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya.
6. Meningkatkan kerjasama dengan seksi lain agar proses yang menyangkut WP dapat berjalan dengan lancar.
(41)
(42)
39 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan kerja praktek yang penulis lakukan di KPP Pratama Soreang, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengawasan pelaporan SPT pajak penghasilan pasal 21 dapat dilakukan dengan cara mengidentisifikasi SPT yang akan diolah oleh seksi pengolahan data dan informasi,apabila ada data di dalam SPT yang tidak lengkap,maka seksi pengolahan data dan informasi dapat mengembalikan SPT tersebut kepada seksi yang bersangkutan.
2. PPh Pasal 21 adalah salah satu sistem pelunasan dalam tahun berjalan dengan cara pemotongan oleh pihak lain, yang kemudian pihak lain tersebut menyetor serta melapor PPh yang telah dipotong dalam masa pajak dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21.
3. Pengawasan yang dilakukan oleh seksi Pemotongan dan Pemungutan terhadap tingkat kepatuhan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 ternyata masih rendah dimana dapat terlihat dalam produktivitas penerbitan STP yang hanya sebesar 9,45% untuk tahun 2008, dan 9,25% untuk tahun 2009.
(43)
TINJAUAN ATAS PENGAWASAN PELAPORAN SURAT
PEMBERITAHUAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA SOREANG
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Mata Kuliah Kerja Praktek
Jenjang Strata I Program Studi Akuntansi
Oleh:
I GUSTI KETUT WISNU WARDANA 21107023
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(44)
(45)
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-545/PJ./2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
Sihaloho, Cyrus. Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta : PT Raja Grafindo, 2001.
Siti Kurnia Rahayu. Perpajakan Indonesia konsep dan aspek formal. Bandung : Graha Ilmu,2010
(46)
Data Pribadi:
Nama : I Gusti Ketut Wisnu Wardana Tempat Tanggal Lahir : Bandung,24 Juli 1989
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat di Bandung : Jln. Jumbozet 3 No.11 Rt.01/28 Kec. Cimahi selatan
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan:
TAHUN PENDIDIKAN TEMPAT
1994 – 1995 TK Nusa Indah Bandung
1996 - 2001 SD Karya Bhakti 1 Bandung
2001 - 2004 SLTP 25 Bandung Bandung
2004 - 2006 SMA Angkasa bandung Bandung
(47)
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek yang berjudul “TINJAUAN ATAS PENGAWASAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SOREANG” yang telah sesuai dengan tujuan dan tepat pada waktunya. Laporan ini merupakan salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah kerja praktek, jenjang studi strata I, program studi akuntansi.
Laporan kerja praktek ini dapat penulis selesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia Bandung.
2. Yth. Ibu Prof. Dr. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.
3. Yth. Ibu Sri Dewi Anggadini SE., M.Si., AK., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Komputer Indonesia Bandung.
4. Yth, Bapak Inta Budi SE., M.Si., AK., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kerja praktek ini.
(48)
ii Soreang
7. Yth. Bapak Bambang Trisudarma,SE selaku pembimbing di KPP
8. Kedua orang tua ku tercinta yang selalu memberikan doa dan kasih sayang serta dukungan baik secara moril maupun materil kepada penulis, yang tidak dapat diukur oleh apapun.
9. Anggi Meilani, terima kasih atas semua kasih saying, cinta, perhatian dan waktu nya selama ini. ini memberikan motivasi bagi penulis dalam penyusunan laporan kerja praktek ini.
10.Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2007 Program Studi Akuntansi, khususnya AK-1, suka duka semasa kuliah kita lalui bersama, semoga tahun 2011 kita semua lulus dan di wisuda.
11.Sahabat, rekan-rekan, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulis melakukan kerja praktek hingga selesainya laporan kerja praktek ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam laporan kerja praktek ini, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dan positif akan senantiasa diterima penulis sebagai masukan yang berarti sehingga diharapkan dalam penyusunan karya tulis lainnya,penulis dapat menyusun lebih baik
(49)
iii
Akhir kata, semoga laporan kerja praktek ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi acuan bagi penulis untuk berkarya lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Bandung, Desember 2010
I Gusti Ketut Wisnu Wardana 21107023
(1)
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-545/PJ./2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
Sihaloho, Cyrus. Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta : PT Raja Grafindo, 2001.
Siti Kurnia Rahayu. Perpajakan Indonesia konsep dan aspek formal. Bandung : Graha Ilmu,2010
(3)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi:
Nama : I Gusti Ketut Wisnu Wardana Tempat Tanggal Lahir : Bandung,24 Juli 1989
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat di Bandung : Jln. Jumbozet 3 No.11 Rt.01/28 Kec. Cimahi selatan Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan:
TAHUN PENDIDIKAN TEMPAT
1994 – 1995 TK Nusa Indah Bandung 1996 - 2001 SD Karya Bhakti 1 Bandung 2001 - 2004 SLTP 25 Bandung Bandung 2004 - 2006 SMA Angkasa bandung Bandung 2007 – Sekarang Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung
(4)
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek yang berjudul “TINJAUAN ATAS PENGAWASAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SOREANG” yang telah sesuai dengan tujuan dan tepat pada waktunya. Laporan ini merupakan salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah kerja praktek, jenjang studi strata I, program studi akuntansi.
Laporan kerja praktek ini dapat penulis selesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia Bandung.
2. Yth. Ibu Prof. Dr. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.
3. Yth. Ibu Sri Dewi Anggadini SE., M.Si., AK., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Komputer Indonesia Bandung.
4. Yth, Bapak Inta Budi SE., M.Si., AK., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kerja praktek ini.
(5)
ii
5. Yth. Ibu Elly Suhayati SE., M.Si., AK., selaku dosen wali
6. Yth. Bapak Rusman Manik selaku kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang
7. Yth. Bapak Bambang Trisudarma,SE selaku pembimbing di KPP
8. Kedua orang tua ku tercinta yang selalu memberikan doa dan kasih sayang serta dukungan baik secara moril maupun materil kepada penulis, yang tidak dapat diukur oleh apapun.
9. Anggi Meilani, terima kasih atas semua kasih saying, cinta, perhatian dan waktu nya selama ini. ini memberikan motivasi bagi penulis dalam penyusunan laporan kerja praktek ini.
10.Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2007 Program Studi Akuntansi, khususnya AK-1, suka duka semasa kuliah kita lalui bersama, semoga tahun 2011 kita semua lulus dan di wisuda.
11.Sahabat, rekan-rekan, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulis melakukan kerja praktek hingga selesainya laporan kerja praktek ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam laporan kerja praktek ini, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dan positif akan senantiasa diterima penulis sebagai masukan yang berarti sehingga diharapkan dalam penyusunan karya tulis lainnya,penulis dapat menyusun lebih baik
(6)
iii
Akhir kata, semoga laporan kerja praktek ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi acuan bagi penulis untuk berkarya lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Bandung, Desember 2010
I Gusti Ketut Wisnu Wardana 21107023