83
Gb.45 Turning Point
Titik A adalah permulaan konflik atau awal cerita saat persoalan
mulai diungkapkan. Selanjutnya konflik mulai memanas dan cerita berada dalam ketegangan atau penanjakan yang digambarkan sebagai garis B.
Garis ini menuntun pada satu keadaan yang dapat dijadikan patokan sebagai titik balik perubahan yang digambarkan debagai titik C. Pada titik
ini terjadi perubahan arah laku lakon saat pihak yang sebelumnya dikalahkan atau pihak yang lemah mulai mengambil sikap atau sadar
untuk melawan. Dengan demikian, tegangan menjadi berubah sama sekali. Ketika pada titik A dan garis B pihak yang dimenangkan tidak
mendapatkan saingan maka pada titik C kondisi ini berubah. Hal ini terus berlanjut hingga sampai pada titik D yang menggambarkan klimakas dari
persoalan. Tegangan semakin menurun karena persoalan mulai mendapatkan titik terang dan pihak yang akhirnya menang telah
ditentukan. Keadaan ini digambarkan sebagai garis E yang disebut dengan bagian resolusi.
5. Tipe Lakon
5.1 Drama
Drama berasal dari kata Yunani Kuno, draomai yang berarti bertindak atau berbuat mengacu pada salah satu jenis pertunjukan dan
drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan
84
kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan
mengagungkan tragika atau kematian Bakdi Soemanto, 2001. William Froug 1993 mendefinisikan drama sebagai lakon serius yang memiliki
segala rangkaian peristiwa yang nampak hidup, mengandung emosi, konflik, daya tarik memikat serta akhir yang mencolok dan tidak diakhiri
oleh kematian tokoh utamanya.
Drama juga bisa diartikan sebagai suatu kualitas komunikasi, situasi, aksi dan segala apa saja yang terlihat dalam pentas baik secara
objektif maupun secara subjektif, nyata atau khayalan yang menimbulkan kehebatan, keterenyuhan dan ketegangan perasaan para pendengar
atau penonton. Bisa juga diartikan sebagai suatu bentuk cerita konflik sikap dan sifat manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada
pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak dihadapan pendengar maupun penonton.
Dengan mengacu pada definisi di atas dapat disimpulkan bahwa drama adalah salah satu jenis lakon serius dan berisi kisah kehidupan
manusia yang memiliki konflik yang rumit dan penuh daya emosi tetapi tidak mengagungkan sifat tragedi. Contoh lakon-lakon drama adalah
Hedda Gabler, Musuh Masyarakat, Brand, Boneka Mainan, Tiang-Tiang Masyarakat, Hantu-Hantu Henrik Ibsen, Domba-domba Revolusi B.
Sularto, Titik-titik Hitam Nasjah Djamin.
5.2 Tragedi
Tragedi berasal dari kata tragoidia bahasa Yunani, tragedy bahasa Ingggris, tragedie bahasa Perancis yaitu penggabungan kata
tragos yang berarti kambing dan kata aeidein yang berarti nyanyian. Jadi tragedi adalah nyanyian yang dinyanyikan untuk mengiringi kambing
sebelum dibaringkan di atas altar untuk dikorbankan. Pengorbanan kambing dilakukan pada saat upacara untuk menghormati dewa
Dionysos yang dianggap sebagai dewa kesuburan. Bisa juga kata tersebut berarti untuk menyebut kostum kambing yang dikenakan oleh
aktor ketika memainkan lakon satir.
Lakon tragedi menurut Aristoteles adalah lakon yang meniru sebuah aksi yang sempurna dari seorang tokoh besar dengan
menggunakan bahasa yang menyenangkan supaya para penonton merasa belas kasihan dan ngeri, sehingga penonton mengalami
pencucian jiwa atau mencapai katarsis. Kalau dikaji lebih lanjut tentang definisi tragedi menurut Aristoteles ini adalah sebagai berikut. Lakon
tragedi memerlukan aksi yang sempurna. Dengan aksi yang sempurna diharapkan mempunyai daya pikat yang tinggi, padat, kompleks, dan
sublim. Dengan aksi yang sempurna diharapkan penonton mencapai katarsis penyucian jiwa. Tokoh yang besar diharapkan mampu
menghadirkan efek tragis yang besar. Jadi lakon tragedi sebenarnya bukan lakon yang bercerita duka cita dan kesedihan tetapi lakon yang