Teater Kontemporer Indonesia Teater Modern

44 unsur pertunjukan yang lain. Dengan demikian, wilayah jelajah ekspresi menjadi semakin luas dan kemungkinan bentuk garap semakin banyak.

3. Unsur Pembentuk Teater

Dalam khasanah teater dewasa ini dapat disimpulkan unsur utama teater adalah naskah lakon, sutradara, pemain, dan penonton. Tanpa keempat unsur tersebut pertunjukan teater tidak bisa diwujudkan. Untuk mendukung unsur pokok tersebut diperlukan unsur tata artistik yang memberikan keindahan dan mempertegas makna lakon yang dipentaskan

3.1 Naskah Lakon

Salah satu ciri teater modern adalah digunakannya naskah lakon yang merupakan bentuk tertulis dari cerita drama yang baru akan menjadi karya teater setelah divisualisasikan kedalam pementasan. Naskah Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa kata. Mementaskan drama berdasarkan naskah drama berarti memindahkan karya seni dari media bahasa kata ke media bahasa pentas. Dalam visualisasi tersebut karya sastra kemudian berubah esensinya menjadi karya teater. Pada saat transformasi inilah karya sastra bersinggungan dengan komponen-komponen teater, yaitu sutradara, pemain, dan tata artistik. Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting, dan tokoh. Akan tetapi, naskah lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik. Struktur ini pertama kali di rumuskan oleh Aristoteles yang membagi menjadi lima bagian besar, yaitu eksposisi pemaparan, komplikasi, klimaks, anti klimaks atau resolusi, dan konklusi catastrope. Kelima bagian tersebut pada perkembangan kemudian tidak diterapkan secara kaku, tetapi lebih bersifat fungsionalistik.

3.2 Sutradara

Di Indonesia penanggung jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsur–unsur lainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan sutradara. 45 Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan tugas– tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang luas agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan. Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul. Menurut Harymawan 1993 Ada beberapa tipe sutradara dalam menjalankan penyutradaraanya, yaitu: x Sutradara konseptor. Ia menentukan pokok penafsiran dan menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb. x Sutradara diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot – robot yang tetap buta tuli. x Sutradara koordinator. Ia menempatkan diri sebagai pengarah atau polisi lalulintas yang mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok penafsirannya. x Sutradara paternalis. Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya.Teater disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara.

3.3 Pemain

Untuk mentransformasikan naskah di atas panggung dibutuhkan pemain yang mampu menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi sosok yang nyata. Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh. tetapi bukan sekedar alat yang harus tunduk kepada naskah. Pemain mempunyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya. Agar bisa merefleksikan tokoh menjadi sesuatu yang hidup, pemain dituntut menguasai aspek-aspek pemeranan yang dilatihkan secara khusus, yaitu jasmani tubuhfisik, rohani jiwaemosi, dan intelektual. Memindahkan naskah lakon ke dalam panggung melalui media pemain tidak sesederhana mengucapkan kata - kata yang ada dalam naskah lakon atau sekedar memperagakan keinginan penulis melainkan proses pemindahan mempunyai karekterisasi tersendiri, yaitu harus menghidupkan bahasa kata tulis menjadi bahasa pentas lisan.