EFIKASI ISOLAT Trichoderma spp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI DAN HAWAR PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TURUNAN PERTAMA VARIETAS PIONER 27

(1)

ABSTRAK

EFIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI DAN PENYAKIT HAWAR PADA TANAMAN JAGUNG (Zea

mays) TURUNAN PERTAMA VARIETAS PIONER27

Oleh

IKA AYUNINGSIH

Penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis dan penyakit hawar daun jagung yang disebabkan oleh Helminthosporium sp. merupakan masalah dalam budidaya jagung di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma spp.dengan cara perlakuan benih terhadap penyakit bulai dan hawar dan jagung. Penelitian dilaksanakan di

Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun Percobaan dalam Kampus Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, dari Maret sampai Juni 2014. Perlakuan terdiri atas tujuh, yang disusun secara acak kelompok dengan tiga ulangan. Varietas jagung yang digunakan yaitu, turunan pertama jagung hibrida varietas Pioner 27 dan digunakan enam isolat Trichoderma yaitu, T. viride, T. koningii, dan Trichoderma isolat M21 (T. reseei), M22 (T. koningii), M23 (T. koningii), dan M24 (T. koningii). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunaka n sidik ragam (Anova) dan uji duncan pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi T. koningi dan Trichoderma isolat M23 pada turunan pertama jagung hibrida varietas Pioneer27 mampu menekan


(2)

maydis dan Helminthosporium sp. serta mampu meningkatkan tinggi dan bobot kering tanaman jagung.

Kata kunci : Bulai, Hawar daun, Jagung, Ketahanan, Peronosclerospora maydis, Helminthosporium sp. , Trichoderma spp.


(3)

(4)

EFIKASI ISOLAT

Trichoderma

spp. UNTUK

MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI DAN HAWAR PADA

TANAMAN JAGUNG (

Zea mays)

TURUNAN

PERTAMA VARIETAS PIONER 27

(

Skripsi

)

Oleh

IKA AYUNINGSIH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(5)

(6)

(7)

(8)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak petak percobaan. . ... 14

2. Benih jagung yang diberi perlakuan benih. ... 16

3. Tata letak perlakuan dengan tanaman bergejala bulai dan hawar daun. ... 17

4. Isolat Trichoderma spp. secara mikroskopis dan makroskopis. ... 21

5. Isolat Trichoderma spp. secara mikroskopis dan makroskopis. .... 22

6. Gejala dan tanda penyakit bulai. ... 24

7. Keterjadian penyakit penyakit dari pengamatan ke 1-8. ... 25

8. Gejala lanjut penyakit hawar daun jagung. ... 26

9. Keparahan penyakit dari pengamatan ke 1-9. ... 27

10. Tinggi tanaman dari pengamatan ke-1-10. ... 28

11. P. maydis secara mikroskopis. ... 56

12. Gejala lanjut penyakit hawar daun jagung. ... 56

13. Helminthosporium turcicum secara mikroskopis. ... 57

14. Pencucian akar untuk isolasi dan bobot brangkasan kering. ... 57

15. Skor keparahan penyakit hawar daun jagung. ... 58

16. Hasil isolasi akar tanaman jagung. ... 58


(9)

18. Persiapan pengovenan brangkasan jagung. ... 59 19. Lahan penelitian. ... 60 20. Perbandingan tanaman jagung dengan aplikasi Trichoderma


(10)

DAFTAR ISI

`

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xxi

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2Tujuan Penelitian ... 2

1.3Kerangka Pemikiran ... 3

1.4Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung ... 5

2.2 Penyakit Bulai ... 7

2.3 Penyakit Hawar Daun Jagung ... 9

2.4 Jamur Trichoderma spp. ... 11

III. BAHAN DAN METODE 3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

3.2Bahan dan Alat ... 13

3.3Metode Penelitian ... 14

3.4Pelaksanaan Penelitian ... 15

3.4.1 Pembuatan media PDA-R ... 15

3.4.2 Penyiapan Isolat Trichoderma spp. dari tanah . ... 15

3.4.3 Penyiapan media tanam dan penanaman jagung ... 15

3.4.4 Perlakuan benih dengan Trichoderma sp. ... 16

3.4.5 Inokulasi alami dengan tanaman bergejala penyakit bulai dan hawar serta pembuatan suspensi P. Maydis. .. 17


(11)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian ... 20

4.1.1 Identifikasi isolat Trichoderma spp. dan aplikasi Trichoderma spp. ... 21

4.1.2 Masa inkubasi dan masa keterjadian penyakit bulai ... 23

4.1.3 Keparahan penyakit hawar daun jagung ... 25

4.1.4 Tinggi tanaman dan bobot brangkasan tanaman jagung .... 27

4.2 Pembahasan ... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 31

5.2Saran ... 31

PUSTAKA ACUAN ... 32


(12)

xv

xv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kerapatan spora isolat Trichoderma spp. yang diaplikasikan

pada benih. ... 23 2. Masa inkubasi penyakit bulai tanaman jagung turunan pertama

varietas Pioner 27 yang diaplikasi Trichoderma dan kontrol. ... 23 3. Keterjadian penyakit bulai pada tanaman jagung

turunan pertama varietas Pioner 27 dengan beberapa perlakuan.

... 25 4. Keparahan penyakit hawar daun tanaman jagung

turunan pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi

Trichoderma spp. dan kontrol. ... 26 5. Tinggi tanaman jagung turunan pertama varietas Pioner 27 yang

diaplikasi Trichoderma spp. dan kontrol. ... 27 6. Bobot brangkasan kering tanaman jagung turunan pertama

varietas Pioner 27 yang diaplikasi Trichoderma dan kontrol. .... 28 7. Masa inkubasi penyakit bulai tanaman jagung turunan pertama

varietas Pioner 27 yang diaplkasi isolat Trichoderma dan

kontrol (10 tanaman /pot). ... 37 8. Analisis ragam masa inkubasi penyakit bulai tanaman jagung

turunan pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol (10 tanaman /pot). ... 37 9. Persentase keterjadian penyakit bulai tanaman jagung turunan

pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 1 HSI (%). ... 38 10.Analisis ragam persentase keterjadian penyakit bulai tanaman

jagung turunan pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi isolat


(13)

iv 11. Persentase keterjadian penyakit bulai tanaman jagung turunan

pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 2 HSI (%). ... 38 12. Analisis ragam persentase keterjadian penyakit bulai tanaman

jagung turunan pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi

isolat Trichoderma dan kontrol pada 2 HSI (%). ... 39 13. Persentase keterjadian penyakit bulai tanaman jagung turunan

pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 3 HSI (%). ... 39 14. Analisis ragam persentase keterjadian penyakit bulai tanaman

jagung turunan pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi

isolat Trichoderma dan kontrol pada 3 HSI (%). ... 39 15. Persentase keterjadian penyakit bulai tanaman jagung turunan

pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 4 HSI (%). ... 40 16. Analisis ragam persentase keterjadian penyakit bulai tanaman

jagung turunan pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi

isolat Trichoderma dan kontrol pada 4 HSI (%). ... 40 17. Persentase keterjadian penyakit bulai tanaman jagung turunan

pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 5 HSI (%). ... 41 18. Analisis ragam persentase keterjadian penyakit bulai tanaman

jagung turunan pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi

isolat Trichoderma dan kontrol pada 5 HSI (%). ... 41 19. Persentase keterjadian penyakit bulai tanaman jagung turunan

pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 6 HSI (%). ... 41 20. Analisis ragam persentase keterjadian penyakit bulai tanaman

jagung turunan pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi

isolat Trichoderma dan kontrol pada 6 HSI (%). ... 41 21. Persentase keterjadian penyakit bulai tanaman jagung turunan

pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 7 HSI (%). ... 42

22. Analisis ragam persentase keterjadian penyakit bulai tanaman jagung turunan pertama varietas Pioner 27 yang diaplikasi


(14)

xvii

iv 23. Persentase keparahan penyakit hawar tanaman jagung varietas

Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 3 HSI (%). ... 42 24. Analisis ragam persentase keparahan penyakit hawar tanaman

jagung varietas Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol pada 3 HSI %). ... 43 25. Persentase keparahan penyakit hawar tanaman jagung varietas

Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 6 HSI (%). ... 43 26.Analisis ragam persentase keparahan penyakit hawar tanaman

jagung varietas Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol pada 6 HSI %). ... 43 27.Persentase keparahan penyakit hawar tanaman jagung varietas

Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 9 HSI (%). ... 44 28.Analisis ragam persentase keparahan penyakit hawar tanaman

jagung varietas Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol pada 9 HSI %). ... 44 29.Persentase keparahan penyakit hawar tanaman jagung varietas

Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 12 HSI (%). ... 44 30.Analisis ragam persentase keparahan penyakit hawar tanaman

jagung varietas Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol pada 12 HSI %). ... 45 31.Persentase keparahan penyakit hawar tanaman jagung varietas

Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 15 HSI (%). ... 45 32.Analisis ragam persentase keparahan penyakit hawar tanaman

jagung varietas Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol pada 15 HSI %). ... 45 33.Persentase keparahan penyakit hawar tanaman jagung varietas

Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 18 HSI (%). ... 46 34.Analisis ragam persentase keparahan penyakit hawar tanaman

jagung varietas Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat


(15)

iv 35. Persentase keparahan penyakit hawar tanaman jagung varietas

Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 21 HSI (%)... 46 36. Analisis ragam persentase keparahan penyakit hawar tanaman

jagung varietas Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol pada 21 HSI %)... 47 37. Persentase keparahan penyakit hawar tanaman jagung varietas

Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 24 HSI (%)... 47 38. Analisis ragam persentase keparahan penyakit hawar tanaman

jagung varietas Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol pada 24 HSI %). ... 47 39. Persentase keparahan penyakit hawar tanaman jagung varietas

Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol pada 24 HSI (%)... 48 40. Analisis ragam persentase keparahan penyakit hawar tanaman

jagung varietas Pioner 27 turunan pertama yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol pada 24 HSI %)... 48 41.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 7 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 48 42.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 7 HST yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol (cm). ... 49 43.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 10 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 49 44.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 10 HST yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol (cm). ... 49 45.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 13 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 50 46.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 13 HST yang diaplikasi isolat


(16)

xix

iv 47.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 16 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 50 48.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 16 HST yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol (cm). ... 51 49.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 19 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 51 50.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 19 HST yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol (cm). ... 51 51.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 22 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 52 52.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 22 HST yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol (cm). ... 52 53.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 25 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 52 54.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 25 HST yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol (cm). ... 53 55.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 28 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 53 56.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 28 HST yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol (cm). ... 53 57.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 31 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 54 58.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 31 HST yang diaplikasi isolat


(17)

iv 59.Tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27 turunan pertama

pada 34 HST yang diaplikasi isolat Trichoderma dan

kontrol (cm). ... 54 60.Analisis ragam tinggi tanaman jagung varietas Pioner 27

turunan pertama pada 34 HST yang diaplikasi isolat

Trichoderma dan kontrol (cm). ... 55 61.Bobot brangkasan kering yang diaplikasi isolat Trichoderma

dan kontrol (g). ... 55 62.Bobot brangkasan kering yang diaplikasi isolat Trichoderma


(18)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Al-Insyroh 94 : 5)

“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara

keduanya tanpa hikmah. Yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”

(QS Sad : 27 )

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah)

memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada

orang-orang yang berbuat baik” ( QS Al A’raf : 56 )

“Manusia diciptakan-Nya untuk menjadi khalifah di muka bumi serta wajib untuk menjagaapa yang telah dikaruniakan Allah SWT”


(19)

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan, ku persembahkan karya kecilku ini kepada

Ayahku tercinta Sumardi, Ibuku tercinta Dewi Musari, Adikku tersayang Fibi Candra Mukti,

Keluarga besarku tercinta yang selalu berdoa demi kesuksesanku, Almamater tercinta sebagai saksi perjalanan studiku.


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sindang Sari, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 29 Agustus 1992 dan merupakan anak sulung dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sumardi dan Ibu Dewi Musari.

Penulis menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Sejahtera III Tanjung Bintang, Lampung Selatan lulus tahun 2004, dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tanjung Bintang, Lampung Selatan, lulus tahun 2007 dan kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Bandar Lampung, lulus tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Ujian Masuk Lokal (UML).

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT Great Giant Pineapple, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Srimulyo Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah.

Pada semester ganjil dan genap tahun ajaran 2013/2014 penulis dipercaya untuk menjadi asisten pada praktikum mata kuliah Bioekologi Penyakit Tanaman, Bioekologi Hama Tanaman dan Penyakit Penting Tanaman. Selama menjadi


(21)

(22)

SANWACANA

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat karunia dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Dalam pembuatan skripsi ini penulis menyadari adanya kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah dan Ibu, Sumardi, dan Dewi Musari yang telah memberikan limpahan dan curahan kasih sayang, motivasi dan dukungan hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Cipta Ginting, M. Sc., selaku dosen pembimbing pertama yang telah member arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Tri Maryono, S.P., M.Sc., selaku dosen pembimbing kedua, serta Ibu

Titik Nur Aeny, M.Sc., selaku dosen pembahas yang telah banyak memberikan arahan, nasehat dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr., selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan saran, nasehat dukungan dan motivasi bagi penulis. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman


(23)

7. Bapak Dr.Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

8. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

9. Bapak/ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bekal ilmu dan bimbingan selama penulis menempuh studi di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

10.Bapak Joko Prasetyo, M.P., Mba Uum, Pak Paryadi dan Mas Iwan yang telah membantu serta memberikan motivasi kepada penulis selama melakukan penelitian di laboratorium.

11.Mas Ariyo dan Indah Puspita Dewi, S.P. yang selalu menghibur dan

memberikan dukungan bagi penulis, Ayu Dwi Lestari, Mila Safitri, S. P. dan Rizqi Widasaranti serta teman-teman Agroteknologi yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Amin.

Bandar Lampung, 14 Oktober 2014 Penulis


(24)

1

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Jagung (Zea mays) merupakan tanaman pangan yang menduduki peringkat kedua setelah padi di Indonesia. Jagung sebagai bahan pangan memiliki kandungan gizi seperti serat, vitamin B12, asam lemak esensial, isoflavon, mineral Fe, dan

provitamin A (Krisnamurthi, 2010). Selain sebagai bahan pangan, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan pakan ternak.

Produksi jagung pada 2012 sebesar 19,39 juta ton pipilan kering atau mengalami peningkatan sebesar 1,74 juta ton (9,88 %) dibandingkan dengan produksi pada 2011. Produksi jagung pada 2013 diperkirakan sebesar 18,84 juta ton pipilan kering atau mengalami penurunan sebesar 0,55 juta ton (2,83%) dibandingkan dengan produksi pada 2012. Penurunan produksi ini diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 66,62 ribu hektar (1,68%) dan penurunan

produktivitas sebesar 0,57 kwintal per hektar (1,16%) (Badan Pusat Statistik, 2013).

Salah satu penyebab menurunnya produktivitas tanaman jagung di Indonesia adalah adanya penyakit penting tanaman. Penyakit penting tanaman jagung di antaranya adalah penyakit bulai yang disebabkan Peronosclerospora maydis dan penyakit hawar daun jagung disebabkan oleh Helminthosporium sp..


(25)

Tanaman jagung yang terserang patogen P.maydis tidak menghasilkan biji pada buaahnya sehingga kehilangan hasil dapat mencapai 100% jika tidak dilakukan pengendalian (Sudjono,1988 dalam Surtikanti, 2012). Tanaman jagung yang terserang patogen Helminthosporium sp. dapat mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 50% bahkan dapat lebih besar jika serangan patogen terjadi sebelum munculnya bunga jantan pada tanaman jagung (Semangun, 2004).

Penyakit dapat dikendalikan dengan beberapa cara termasuk dengan menggunakan fungisida. Namun penggunaan fungisida (metalaksil) untuk mengendalikan penyakit bulai kadang-kadang dilaporkan tidak efektif karena patogen bulai saat ini telah tahan terhadap metalaksil (Burhanuddin, 2009). Di sisi lain hampir semua varietas jagung rentan terhadap penyebab penyakit bulai. Oleh karena itu, salah satu pendekatan dalam pengendalian penyakit bulai adalah meningkatkan ketahanan tanaman jagung terhadap penyakit bulai dan hawar. Pada penelitian ini ketahanan tanaman jagung ditingkatkan dengan menggunakan aplikasi Trichoderma spp. melalui benih. Aplikasi Trichoderma dilaporkan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen (Hoitink et al., 2006).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma sp. melalui perlakuan benih pada tanaman jagung terhadap keterjadian penyakit bulai dan keparahan penyakit hawar daun jagung.


(26)

3

1.3 Kerangka pemikiran

Trichoderma adalah salah satu agensia pengendali hayati yang memiliki kemampuan menginduksi ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen serta mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis Trichoderma yang telah digunakan sebagai agensia pengendali hayati dan memiliki kemampuan menginduksi ketahanan tanaman di antaranya T. harzianum, T. koningii, dan T. viride (Harman, 2000 dalam Nurbailis et al., 2010).

Mekanisme Trichoderma spp. dalam meningkatkan ketahanan terhadap infeksi patogen dapat melalui berbagi cara. Trichoderma dapat meningkatkan ketahanan tanaman dengan adanya peningkatan aktifitas enzim peroxidase dan khitinase yang dapat memperkuat dinding sel tanaman dari infeksi patogen (Yedidia et al., 1999). Trichoderma dapat meningkatkan ketahanan tanaman akibat adanya

ekspresi gen yang berasosiasi dengan stress biotik dan abiotik pada tanaman tomat akibat inokulasi patogen (Alfano et al., 2007). Trichoderma dapat meningkatkan ketahanan tanaman dengan modifikasi hormon ketahanan tanaman terhadap patogen (Martinez et al., 2010).

Brunner et al (2005) melaporkan bahwa T. atroviride mampu menginduksi

ketahanan tanaman kedelai secara sistemik terhadap Botrytis cinerea. Perello et al (2010) melaporkan bahwa T. harzianum dan T. koningii (T5 dan T7) mampu menginduksi ketahanan tanaman gandum, baik oleh aplikasi sebagai semprot daun atau sebagai perlakuan benih terhadap penyebab penyakit bercak coklat daun gandum yang disebabkan oleh Pyrenophora tritici-repentis.


(27)

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Isolat Trichoderma spp. mampu menekan keterjadian penyakit bulai dan hawar daun pada tanaman jagung.

2. Terdapat perbedaan kemampuan menekan penyakit penting jagung antarisolat Trichoderma spp.


(28)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman pangan yang menduduki perinkat kedua setelah padi di Indonesia dan salah satu jenis tanaman serealia dari keluarga rumput-rumputan. Jagung berasal dari Amerika Tengah yang kemudian tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Pada abad ke-16 jagung disebarkan oleh orang Portugal ke Negara-negara di Asia termasuk Indonesia (Iriyanni et al., 2006).

Tanaman jagung memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Monocotyledone Ordo : Graminae

Famili : Graminaceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Jagung yang merupakan makanan pokok kedua setelah padi bagi masyarakat Indonesia yang memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat dan protein. Secara lebih terinci kandungan gizi yang terdapat pada jagung meliputi pati (72-73%), kadar gula sederhana jagung (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisarantara 1-3%. Protein jagung (8-11%) terdiri atas lima fraksi, yaitu: albumin, globulin, prolamin, glutelin, dan nitrogen nonprotein (Suarni dan Widowati, 2012).


(29)

Jagung adalah tanaman berhari pendek atau tanaman semusim yang dapat dipanen berumur sekitar 80-150 hari. Jagung memiliki akar serabut, batang jagung terdiri atas ruas dan buku, kokoh, tegak dan tidak banyak mengandung lignin. Ruas batang terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku-buku. Jagung memiliki daun dengan bentuk memanjang yang muncul dari ruas-ruas batang, tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu tanaman sehingga dapat terjadi penyerbukan silang. Bunga jantan tumbuh di bagian pucuk tanaman, sedangkan bunga betina tersusun dalam tongkol jagung (Subekti et al., 2010).

Budidaya tanaman jagung hibrida dapat dilakukan dengan cara berikut. Benih jagung dipilih dari varietas tahan dan memiliki daya berkecambah minimal 90%, disiapkan lahan dengan membajak tanah 15-20 cm, digemburkan dan diratakan serta dibersihkan dari sisa tanaman dan gulma, penanaman jagung dilakukan dengan cara tanah ditugal dengan alat tugal sedalam 5 cm dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm dan dimasukkan benih ke dalam lubang tanam tersebut,

pemupukan dilakukan dengan takaran dosis ± 450 kg urea/ha + 150 kg SP36/ha + 50 s.d. 100 kg KCL/ha untuk satu kali musim tanam, pemupukan dilakukan 2 kali yaitu pada 7-10 hari setelah tanam (HST) (150 kg urea/ha + 150 kg SP36/ha + 50 s.d. 100 kg KCL/ha) dan pada 30-35 HST (300 urea kg/ha), pemeliharaan

tanaman seperti penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada 15 HST dan 28 s.d. 30 HST, pengendalian hama dan penyakit yang umum dilakukan

menggunakan fungisida dan pestisida kimia berdasarkan ada tidaknya serangan hama dan penyakit, penyiraman dilakukan jika musim kemarau, pemanenan dilakukan ketika klobot sudah mengering dan berwarna coklat muda, biji


(30)

7

mengkilap dan jika ditekan dengan tangan terasa sangat keras (Rahmi et al., 2009).

2.2 Penyakit Bulai

Penyakit bulai pada tanaman jagung masih menjadi masalah utama dalam budidaya tanaman jagung. Hal ini karena penyakit bulai dapat mengakibatkan puso dan penyebarannya yang sangat luas di beberapa negara penghasil jagung di dunia. Negara- negara pengahsil jagung di dunia seperti Filipina, Thailand, India, Afrika, Indonesia, dan Amerika (Shurtleff, 1980 dalam Semangun, 2004).

Gejala sistemik terjadi jika infeksi ini meluas dan mencapai titik tumbuh tanaman jagung sedangkan gejala lokal infeksi hanya sebatas pada daun saja tidak

mencapai titik tumbuh tanaman. Gejala yang ditimbulkan pada tanaman jagung dapat berupa bercak berwarna klorotik memanjang searah tulang daun dengan batas yang jelas dan adanya tepung berwarna putih di bawah permukaan daun tersebut (terlihat lebih jelas saat pagi hari). Ciri-ciri lain dari gejala penyakit bulai pada tanaman jagung yaitu daun yang mengalami klorosis karena infeksi patogen bulai menjadi sempit dan kaku, petumbuhan tanaman terhambat, bahkan tidak menghasilkan tongkol, dan tanaman muda yang terserang bulai biasanya akan mati (umur tanaman dibawah 1 bulan (Semangun, 2004)

Intensitas penyakit bulai akan tinggi pada tanaman jagung saat musim hujan. Hal ini terjadi karena patogen bulai akan lebih cepat bersporulasi sehingga penyebaran penyakit bulai akan lebih merata dan lebih merugikan petani pada musim tanam tersebut (Semangun, 2004). Menurut Sudjadi (1976, dalam Semangun, 2004),


(31)

intensitas penyakit bulai dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang saling berkaitan yaitu kelembaban dan suhu.

Penyakit bulai disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. P. maydis akan dapat menginfeksi tanaman jagung jika tersedia air, baik air embun maupun air hujan dan air gutasi. Dalam proses infeksi penyakit bulai oleh P. maydis dipengaruhi oleh umur tanaman dan daun yang diinfeksi. Tanaman jagung yang berumur lebih dari 3 minggu dan daun yang berumur tua cukup tahan terhadap infeksi dan jika semakin muda tanaman atau daun yang terinfeksi maka semakin rentan terhadap infeksi P. maydis (Semangun, 2004).

P. maydis bersifat parasit obligat sehingga tidak dapat bertahan hidup pada tanah ataupun seresah (saprofitik). Oleh karena itu P. maydis harus bertahan dari musim ke musim pada tanaman hidup atau pada benih jagung. Infeksi konidiofor P. maydis dari permukaan daun menembus jaringan tanaman melalui stomata tanaman muda dan lesio lokal berkembang ke titik tumbuh yang menyebabkan infeksi sistemik. Konidia dan konidiofor yang terbentuk keluar dari stomata daun pada malam hari yang lembab. Jika biji jagung terinfeksi oleh konidiofor P. maydis maka daun kotiledon maka daun kotiledon akan selalu terinfeksi tetapi daun kotiledon akan tetap sehat ktika terinfeksi oleh spora P. maydis (Wakman dan Burhanudin, 2007).

Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, kondisi gelap, dan suhu yang berkisar antara 200C – 260 C, P. maydis di bawah suhu 24 oC. Faktor yang

mendorong percepatan perkembangan penyakit bulai yaitu, suhu udara yang relatif tinggi yang disertai kelembaban tinggi dan tanaman inang. Beberapa jenis


(32)

9

serealia yang dilaporkan sebagai inang lain dari patogen penyebab bulai jagung adalah Avena sativa (oat), Digitaria spp. (jampang merah), Euchlaena spp. (jagung liar), Heteropogon contartus, Panicum spp.(millet, jewawut), Setaria spp.(pokem/seperti gandum), Saccharum spp.(tebu), Sorghum spp., Pennisetum spp. (rumput gajah), dan Zea mays (jagung). (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Pengendalian penyakit bulai pada jagung yang sering dilakukan dengan fungisida metalaksil pada benih jagung, menanam varietas jagung tahan penyakit bulai, eradikasi tanaman jagung terserang penyakit bulai, penanaman jagung secara serempak dan periode bebas tanaman jagung (Wakman dan Burhanudin, 2007).

2.3 Penyakit Hawar Daun Jagung

Penyakit hawar daun jagung pertama kali ditemukan di Amerika pada 1950-an yang menyebabkan kehilangan hasil berkisar antara 20-90%. Tiga spesies dari Helminthosporium yang menyebabkan penyakit daun di Amerika diantaranya H. Turcicum, H. Masydis, dan H. carbonum, di mana pada bagian utara dikenal sebagai penyabab penyakit hawar daun dan pada bagian selatan sebagai penyebab penyakit bercak daun (Shurtleff, 1980 dalam Semangun, 2004). Penyakit hawar daun ini mampu menyebabkan kehilangan hasil hingga 50% bahkan dapat menyebabkan kerugian besar bila serangan patogen terjadi sebelum pemunculan bunga jantan (Semangun, 2004).

Gejala awal penyakit hawar daun ditandai dengan muncul bercak-bercak kecil, jorong, hijau tua/hijau kelabu kebasahan. Selanjutnya, bercak-bercak tadi berubah warna menjadi coklat kehitaman. Bercak kemudian membesar dan mempunyai


(33)

bentuk yang khas, berupa kumparan atau perahu. Lebar bercak 1-2 cm dan panjang 5-10 cm, tetapi lebar dapat mencapai 5 cm dan panjang 15 cm. Spora banyak terbentuk pada kedua sisi bercak pada kondisi banyak embun atau setelah turun hujan, yang menyebabkan bercak berwarna coklat tua beledu, yang makin ke tepi warnanya makin muda. Beberapa bercak dapat bersatu membentuk bercak yang lebih besar sehingga dapat mematikan jaringan daun.

Penyebab penyakit hawar daun adalah Helminthosporium sp.. Helminthosporium sp. tidak hanya dapat bertahan pada tanaman jagung atau inang lain yang masih hidup tetapi juga pada biji dan sisa tanaman. Penyebaran konidium melalui udara umunya terjadi pada malah hari dan suhu 200 C - 320C serta kondisi lembab. Siklus hidup Helminthosporium sp. dimulai dengan menempel pada permukaan daun jagung kemudian konidium bekecambah lalu pembuluh kecambah dari konidium menginfeksi jaringan daun jagung melalui stomata dan merusak jaringan sel pada daun setelah itu memperbanyak diri dan menyebar keseluruh jarngan tanaman serta menyebar dan mengnfeksi tanaman jagung sehat lainnya melalui bantuan angin ataupun air (Wakman dan Burhanudin, 2007).

Pengendalian penyakit hawar daun pada umumya dilakukan dengan cara

penggunakan varietas tahan, pemupukan dengan dosis seimbang dan tepat waktu, sanitasi areal budidaya, rotasi tanaman, menggunakan fungisida sintetik


(34)

11

1.4 Jamur Trichoderma spp.

Trichoderma merupakan salah satu jamur antagonis yang hidup di dalam tanah (soil borne). Trichoderma sering digunakan di dalam pengendalian hayati terhadap patogen tular tanah maupun patogen daun.

Klasifikasi ilmiah Trichoderma spp. Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycota Kelas : Ascomycetes Ordo : Hypocreales Famili : Hypcreaceae Genus : Trichoderma

Spesies : T. koningii, dan T. viride. (Soesanto, 2008).

Menurut Woo dan Matteo, (2007) Trichoderma spp. memiliki sifat anti jamur yaitu dengan menghasilkan toksik dan enzim hirdrolitik seperti endochitinase, Nacetyl-β-glucosaminidase (exochitinases), protease, endo- and exo-glucan β-1,3-glucosidase, endoglucan β-1,6-glucosidase, lipase, xylanase, mannanase,

pectinase, amylase, phospholipase, RNase, DNase, dll.

Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak diuji coba untuk mengendalikan penyakit tanaman (Lilik et al., 2010 dalam Ismail dan Tenrirawe, 2012). Jamur ini terdapat pada hampir semua jenis tanah dan sisa-sisa tanaman yang telah mati. Inokulasi Trichoderma spp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di persemaian. Hal ini

disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan cendawan ini (Khairul, 2000 dalam Ismail dan Tenrirawe, 2012).

Trichoderma adalah salah satu jamur tanah yang bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah bahkan telah dilaporkan juga bahwa jamur ini mampu


(35)

menginduksi ketahanan tanaman terhadap berbagai penyakit dan dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman (Windham et al., 1985). Trichoderma spp. yang mampu menginduksi ketahanan tanaman terhadap serangan patogen

antaralain T. viride, T. harzianum, T. atroviride, T. hamatatum, T.koningi, dan T. virens ( Harman, 2006).

Aplikasi Trichoderma spp. menghasilkan metabolit sekunder yang berperan sebagai pengatur tumbuh tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman. Beberapa contoh aplikasi Trichoderma yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman dan pertumbuhan tanaman, yaitu mentimun yang diberi perlakuan dengan

Trichoderma spp. strain T-203 menyebabkan dinding sel akar menjadi lebih kuat. T. harzianum mampu menginduksi ketahanan tanaman, dapat menekan sejumlah penyakit yang disebabkan patogen tular tanah, serta dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman dan (Harman (2000 dalam Nurbailis et al., 2010). Tomat dan tembakau diberi perlakuan Trichoderma spp. pada tanah steril dapat

meningkatkan kecepatan perkecambahan tomat dan tembakau. Berat kering akar dan pucuk tomat meningkat 213-275% dan tembakau meningkat 259-318% (Harman et al., 2004).


(36)

13

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun Percobaan dalam Kampus Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung turunan varietas Pioner 27 (P27), biakan Trichoderma yang diperoleh dari sampel tanah asal kota Metro dan koleksi di Laboratorium, media Potato Dextrose Agar- asam laktat (PDA-L), media Potato Dextrose Agar-Rosebengal (PDA-R), larutan gula, daun jagung yang terserang patogen bulai dan hawar, alkohol 70%, aquades, antibiotik tirmizin, chloropenichol tanah steril, tisu, air steril dan aquades.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, tabung erlenmeyer, autoklaf, bor gabus, lampu bunsen, timbangan, plastik tahan panas, alumunium foil, meteran, rotamixer, laminar air flow, bunsen, jarum ose, jarum T, pinset, plastik tahan panas, plastik wrap, kertas label, nampan,

timbangan elektrik, gelas ukur, pipet tetes, mikropipet, tissu, gelas ukur, pot, dan kompor.


(37)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan tujuh perlakuan yaitu, pertama tanpa perlakuan Trichoderma atau kontrol (K), kedua dengan aplikasi T. viride (TV), ketiga dengan aplikasi T. koningi (TK), keempat dengan aplikasi Trichoderma reseei isolat 3 (M21), kelima dengan aplikasi T. koningi isolat 4 (M22), keenam dengan aplikasi T. koningi isolat 5 (M23), ketujuh dengan aplikasi T. koningi isolat 6 (M24).

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 21 unit satuan percobaan, yang kemudian disusun secara acak berdasarkan hasil

pengacakan dengan menggunakan undian. Pada setiap unit percobaan ditanam 10 benih jagung. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tata letak petak percobaan

Peubah yang diamati adalah kerapatan spora, masa inkubasi, keterjadian penyakit, keparahan penyakit, tinggi tanaman, dan bobot kering brangkasan. Hasil

pengamatan dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji duncan pada taraf nyata 5%.

TV U2


(38)

15

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan media PDA-R

Media Potato Dextrose Agar-Rosebengal (PDA-R) dibuat dengan komposisi 200 g kentang, 20 g agar batang, 20 g gula, dan ditambahkan 20 mg rosebengal untuk menghambat pertumbuhan koloni jamur. Setelah kentang ditimbang sebanyak 200 g lalu dikupas dan dicuci bersih kemudian

dipotong-potong dan direbus dalam 1 liter aquades. Sari dari rebusan kentang tersebut dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer dan ditambahkan potongan agar, gula, dan rosebengal serta volumenya disesuaikan menjadi 1 liter dengan menambahkan aquades. Kemudian media PDA-R yang berada di erlenmeyer tersebut diautoklaf pada suhu 1210 C dan 1 atm selama 30 menit. Sebelum media dituangkan ke dalam cawan petri, ditambahkan antibiotik streptomycin sebanyak 50 mg dan chlorophenicol sebanyak 50 mg.

3.4.2 Penyiapan isolat Trichoderma spp.

Isolat Trichoderma spp. diisolasi dari tanah pertanaman jagung yang diambil di Kabupaten Metro. Tanah yang diambil adalah tanah di sekitar pertanaman jagung sehat di antara tanaman jagung sakit. Sampel tanah sebanyak 1 g dilakukan seri pengenceran berseri 10-3 dan 10-5, kemudian sebanyak 1 ml ditumbuhkan pada media PDA-R dengan dua kali ulangan. Isolat Trichoderma spp. yang didapatkan dimurnikan pada media PDA-L untuk mendapatkan kultur murni.

3.4.3 Penyiapan media tanam dan penanaman jagung

Media tanam yang digunakan adalah tanah steril sebanyak 73,5 kg pada 21 pot. Tanah disterilkan dengan menggunakan otoklaf. Tanah yang telah disterilkan


(39)

dimasukkan ke dalam pot 3,5 kg. Benih jagung ditanam sebanyak 10 benih dalam satu pot.

3.4.4 Perlakuan benih dengan Trichoderma spp.

Suspensi Trichoderma spp. dibuat dengan cara jamur Trichoderma sp. dikeruk dengan mengunakan scalpel kemudian ditambahkan air steril ± 0,5 ml. Tiga cawan biakan Trichoderma sp. yang telah dikeruk dimasukkan ke dalam plastik untuk dicampurkan secara merata dengan 33 benih jagung untuk setiap perlakuan (Gambar 2), begitu pula selanjutnya untuk lima isolat Trichoderma spp. yang lainnya yang digunakan untuk perlakuan benih. Tiga benih jagung yang disisakan untuk setiap perlakuannya kemudian dihitung kerapatan sporanya agar dapat diketahui berapa banyak Trichoderma sp. yang dapat diaplikasikan pada benih jagung.


(40)

17

3.4.5 Inokulasi alami dengan tanaman bergejala penyakit bulai dan hawar serta pembuatan suspensi P. maydis

Inokulasi penyakit dilakukan dengan dua cara yaitu secara alami dan buatan Inokulasi alami tanaman jagung dilakukan dengan cara meletakkan tanaman jagung yang bergejala bulai dan hawar daun jagung dalam pot di sekitar tanaman uji pada petak percobaan (Gambar 3). Inokulasi alami dilakukan pada umur tanaman 3 hari setelah tanam (HST).

Gambar 3. Tata letak perlakuan dengan tanaman bergejala bulai dan hawar daun (TB).

Inokulasi buatan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 10 HST dan 11 HST, hal tersebut dilakukan agar dapat mengurangi resiko kegagalan dalam menginokulasi penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung sehat. Suspensi P. maydis dibuat dengan cara diambil spora P. maydis yang ada di bawah permukaan daun jagung dengan menggunakan scalpel di dalam 100 ml aquades hingga aquades menjadi keruh. Inokulasi buatan pertama pada 10 HST dimulai dari pukul 02.00 - 05.00 WIB, dengan disemprotkan suspensi inokulum pada titik tumbuh setiap tanaman

TB

TB TB

TB TB


(41)

dengan menggunakan sprayer. Inokulasi pada 11 HST dilakukan dengan cara yang sama namun yang membedakan adalah cara pembuatan suspensi P. maydis. Suspensi P. maydis dibuat dengan cara daun-daun jagung yang bergejla penyakit bulai dipotong-potong dengan ukuran 10 cm lalu direndam selama 6 jam dalam larutan gula (250 g gula : 2000 ml aquades) untuk disemrotkan pada dua petak percobaan tanaman jagung secara merata. Spora P. maydis diserut dengan menggunakan scalpel di dalam larutan gula dan daun-daun bergejala bulai yang sudah diserut maka dipisahkan dari nampan yang berisi larutan gula tersebut.

3.4.6 Pengamatan dan pengumpulan data

Variabel yang diamati adalah masa inkubasi, keterjadian penyakit bulai,

keparahan penyakit hawar daun jagung, tinggi tanaman, dan bobot berangkasan kering. Tinggi tanaman jagung diamati mulai dari 7 HST dengan interval 3 hari sekali dengan cara menggunakan meteran yang diukur dari pangkal batang

tanaman jagung hingga daun jagung yang tertinggi. Masa inkubasi dan keterjadian penyakit bulai dilakukan setiap hari setelah inokulasi (HSI). Pengamatan

keparahan penyakit hawar dilakukan setelah inokulasi patogen bulai dengan interval 3 hari sekali. Penimbangan bobot brangkasan dilakukan setelah tanaman jagung sudah banyak daunnya yang mengering dan setelah dilakukan pengovenan selama 3 hari.


(42)

19

Untuk menghitung keterjadian penyakit bulai digunakan rumus sebagai berikut :

Untuk menghitung persentase keparahan penyakit hawar daun jagung dengan menggunakan skor keparahan penyakit dan digunakan rumus sebagai berikut (Efri, 2010) :

∑( n x v) N x V

Skor penyakit yang digunakan untuk menghitung keparahan penyakit hawar daun tanaman jagung adalah sebagai berikut (Efri, 2010) :

Skor penyakit : 0= Tidak ada infeksi 1= < 20 %

2= 21 - 40 % 3= 41 – 60 % 4= 61 – 80 % 5= 80 – 100 %

KT = n X 100%

N

KP

Keterangan :

n = Jumlah daun yang bergejala setiap skor v = Skor keparahan

N = Jumlah daun yang diamati V = Skor tertinggi

KP = Keparahan penyakit (%) Keterangan:

KT : Keterjadian penyakit (%) n : Jumlah tanaman yang terserang N : Jumlah tanaman yang diamati


(43)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa: 1. Aplikasi T.koningi dan T. koningii isolat M23 pada jagung hibrida varietas

Pioner 27 turunan pertama memiliki kemampuan lebih baik dalam menekan penyakit bulai dan penyakit hawar daun jagung jika dibandingkan dengan kontrol dan aplikasi isolat Trichoderma lainnya.

2. Aplikasi T.koningi pada jagung hibrida varietas Pioner 27 turunan pertama dapat meningkatkan tinggi dan bobot kering brangkasan tanaman jagung lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol dan aplikasi isolat Trichoderma lainnya.

5.2 Saran

Penulis menyarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme induksi ketahanan tanaman jagung dan perbedaan respon tanaman jagung


(44)

1

PUSTAKA ACUAN

Martinez-Medina Ainhoa, Jose Antonio Pascual, Francisco Perez-Alfocea, Alfonso Albacete, and Antonio Roldan. 2010. Trichoderma harzianum and Glomus intraradices modify the hormone discruption induced by Fusarium oxysporum infection in melon plants.Phytopthology 100:682-688.

Alfano, G., Lewis Ivey, M.L., Cakir, C., Bos, J.I.B., Miller, S.A, Madden, L.V., S. Kamoun, and Hoitink, H.A.J.. 2007. Systemic modulation of gene expression in tomato by Trichoderma hamatum 382. Phytopathology 97:429-437.

Perello A.,, Virginia M., Cecilia Mo´naco, and Marı´a R. S.. 2007. Effect Of Trichoderma spp. isolates for biological control of tan spot of wheat caused By Pyrenophora Tritici-Repentis under field conditions In

Argentina. International Organization for Biological Control (IOBC) Vol. 53, No. 7, Hal. 895–904.

Badan Pusat Statistik. 2013. Ramalan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai. Badan http://www.bps.go.id/proses_pgnxls.php Diakses tanggal 31 Agustus 2013 pukul 22.00 WIB.

Bonjorkman, T., Lisa M. B., and Gray E. H. 1998. Growth enhancement of shrunken-2 (sh2) Sweet corn by Trichoderma harzianum 1295-22: Effect of Environmental Stress. J. AMER. SOC. HORT. SCI. Vol. 123, No.1, Hal. 35-40.

Burhanudin. 2009. Fungisida metalasil tidak efektif menekan Penyakit Bulai (Perenosclerospora maydis) di Kalimantan Barat dan Alternatif Pengendaliannya. Disampaikan dalam Prosiding Seminar Nasional

Serealia ISBN :978-979-8940-27-9395Balai Penelitian Tanaman Serealia. Fungisida Mksl tidak Efektif Menekan Penyabkit Bulai


(45)

Brunner K., Susanne, Z., Rosalia, C., Sheridian, L. W., Matteo, L., Christian P. K., dan Robert L. M.. 2005. Improvement of the fungal biocontrol agent trichoderma atroviride to enhance both antagonism and induction of plant systemic disease resistance. American Society for Microbiology. Vol. 71(7), Hal. 3959-3965.

Efri. 2010. Pengaruh Ekstrak berbagai bagian tanaman mengkudu ( Morinda citrifolia) terhadap perkembangan penyakit antraknosa pada tanaman cabe (Capsicum annuum l.). J. HPT Tropik. 10 (1): 52-58.

Guest, D. 2005. Induced disease resistance in plants. In Program and Abstract The 1st. International Conference of Crop Security, Brawijaya University, Malang.

Harman, G.E., and Kubicek, C. P. 1998. Trichoderma and Gliocladium. Volume 1. CRC Press.

Harman, G.E., Howel,l C.R., Viterbo A., Chet, I., and Lorito, M.. 2004. Trichoderma Species: Opportunistic, Avirulent Plant Symbionts. Nature Reviews : Microbiology 2 : 43-56.

Harman, G.E.2006. Overview of Mechanisms and Uses of Trichoderma spp. Phytopathology 96:190-194.

Hoitink, H. A. J., Madden, L. V., and Dorrance, A. E. 2006. Sistemic resistance induced by Trichoderma spp. interactions between the host , the pathogen, the biocontrol agent, and soil organic matter quality. Phytophatology. 96:186-189.

Iriyanni, R. N., M. Yasin H. G., dan Andi T. M. 2006. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Dalam: http://www.balitseral.litbang.deptan.go. id/bpp/lengkap/tiga. Pdf. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.00 WIB.

Ismail, N. dan A. Tenrirawe. 2012. Potensi Agen Hayati Trichoderma spp. Sebagai Agen Pengendali Hayati. Disampaikan dalam Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan

Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sulawesi Utara.

Jones, J.R., P. Crill, and R.B. Volin. 1979. Effect of light duration on Verticilium wilt of cotton. Phytophatology 61: 198-203.

Krisnamurti, B. 2010. Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia dalam Menghadapi Krisis Pangan, Pakan, dan Energi di Indonesia. Disampaikan dalam Prosiding Seminar Nasional Serealia


(46)

3

Nurbailis, Trizelia, Reflin, dan H. Rahma. 2010. Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Medium Perbanyakan Trichoderma harzianum dan Aplikasinya pada Tanaman Cabai. Kumpulan Artikel Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Andalas.

Rahmi, M. Aqil, dan Syuryawati. 2009. Teknologi Budidaya Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Dalam:http://www. balitseral.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/sereal21. Pdf. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.55 WIB.

Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Suarni dan S. Widowati. 2012. Jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangn Pascapanen Pertanian. Bogor. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.53.

Subekti, N. A., Syafruddin, R. Effendi., dan S. Sunarti. 2010. Marfologi

Tanaman Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Dalam: http://www.balitseral.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/ /bpp10232. Pdf. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.45 WIB. Sudantha, I Made. 2010. Pengujian Beberapa Jenis Jamur Endofit dan Saprofit

Trichoderma spp.Terhadap Layu Penyakit Fusarium Pada Tanaman Kedelai. Agroteksos Vol. 20,No.2-3.

Surtikanti.2012. Suara perlindungan tanaman.E-Jurnal balai penelitian tanaman serealia.Vol.2,No.1. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.43.

Wakman, W., A.H. Talanca, Surtikanti, dan Azri. 2007. Pengamatan penyakit bulai pada tanaman jagung di lokasi Prima Tani di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalbar pada 26-27 Juni. Seminar Mingguan Balitsereal. Jumat, 8 Oktober 2007 pukul 21.03 WIB.

Wakman, W. Dan Burhanudin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Dalam: http://www.balitseral. litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 21 Maret 2014 pukul 15.45.

Windham, M T., Y. Elad, dan R. Baker. 1985. A Mechanism for Increased Plant Growth Induced by Trichoderma spp. Phytopathology. 76: 518-521. Woo, S. L. and Matteo L. 2007. Exploting The Interactions Between Fungal


(47)

Yedidia I., N. Benhamou and I. Chet. 1999. Induction of defense responses in cucumber plants (Cucumis sativus L.) by Trichoderma harzianum. Appl. Environ. Microbiol. 65(3):1061.


(1)

19

Untuk menghitung keterjadian penyakit bulai digunakan rumus sebagai berikut :

Untuk menghitung persentase keparahan penyakit hawar daun jagung dengan menggunakan skor keparahan penyakit dan digunakan rumus sebagai berikut (Efri, 2010) :

∑( n x v) N x V

Skor penyakit yang digunakan untuk menghitung keparahan penyakit hawar daun tanaman jagung adalah sebagai berikut (Efri, 2010) :

Skor penyakit : 0= Tidak ada infeksi 1= < 20 %

2= 21 - 40 % 3= 41 – 60 % 4= 61 – 80 % 5= 80 – 100 %

KT = n X 100%

N

KP

Keterangan :

n = Jumlah daun yang bergejala setiap skor v = Skor keparahan

N = Jumlah daun yang diamati V = Skor tertinggi

KP = Keparahan penyakit (%) Keterangan:

KT : Keterjadian penyakit (%) n : Jumlah tanaman yang terserang N : Jumlah tanaman yang diamati


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa: 1. Aplikasi T.koningi dan T. koningii isolat M23 pada jagung hibrida varietas

Pioner 27 turunan pertama memiliki kemampuan lebih baik dalam menekan penyakit bulai dan penyakit hawar daun jagung jika dibandingkan dengan kontrol dan aplikasi isolat Trichoderma lainnya.

2. Aplikasi T.koningi pada jagung hibrida varietas Pioner 27 turunan pertama dapat meningkatkan tinggi dan bobot kering brangkasan tanaman jagung lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol dan aplikasi isolat Trichoderma lainnya.

5.2 Saran

Penulis menyarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme induksi ketahanan tanaman jagung dan perbedaan respon tanaman jagung


(3)

1

PUSTAKA ACUAN

Martinez-Medina Ainhoa, Jose Antonio Pascual, Francisco Perez-Alfocea, Alfonso Albacete, and Antonio Roldan. 2010. Trichoderma harzianum and Glomus intraradices modify the hormone discruption induced by Fusarium oxysporum infection in melon plants.Phytopthology 100:682-688.

Alfano, G., Lewis Ivey, M.L., Cakir, C., Bos, J.I.B., Miller, S.A, Madden, L.V., S. Kamoun, and Hoitink, H.A.J.. 2007. Systemic modulation of gene expression in tomato by Trichoderma hamatum 382. Phytopathology 97:429-437.

Perello A.,, Virginia M., Cecilia Mo´naco, and Marı´a R. S.. 2007. Effect Of Trichoderma spp. isolates for biological control of tan spot of wheat caused By Pyrenophora Tritici-Repentis under field conditions In

Argentina. International Organization for Biological Control (IOBC) Vol. 53, No. 7, Hal. 895–904.

Badan Pusat Statistik. 2013. Ramalan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai. Badan http://www.bps.go.id/proses_pgnxls.php Diakses tanggal 31 Agustus 2013 pukul 22.00 WIB.

Bonjorkman, T., Lisa M. B., and Gray E. H. 1998. Growth enhancement of shrunken-2 (sh2) Sweet corn by Trichoderma harzianum 1295-22: Effect of Environmental Stress. J. AMER. SOC. HORT. SCI. Vol. 123, No.1, Hal. 35-40.

Burhanudin. 2009. Fungisida metalasil tidak efektif menekan Penyakit Bulai (Perenosclerospora maydis) di Kalimantan Barat dan Alternatif Pengendaliannya. Disampaikan dalam Prosiding Seminar Nasional

Serealia ISBN :978-979-8940-27-9395Balai Penelitian Tanaman Serealia. Fungisida Mksl tidak Efektif Menekan Penyabkit Bulai


(4)

Brunner K., Susanne, Z., Rosalia, C., Sheridian, L. W., Matteo, L., Christian P. K., dan Robert L. M.. 2005. Improvement of the fungal biocontrol agent trichoderma atroviride to enhance both antagonism and induction of plant systemic disease resistance. American Society for Microbiology. Vol. 71(7), Hal. 3959-3965.

Efri. 2010. Pengaruh Ekstrak berbagai bagian tanaman mengkudu ( Morinda citrifolia) terhadap perkembangan penyakit antraknosa pada tanaman cabe (Capsicum annuum l.). J. HPT Tropik. 10 (1): 52-58.

Guest, D. 2005. Induced disease resistance in plants. In Program and Abstract The 1st. International Conference of Crop Security, Brawijaya University, Malang.

Harman, G.E., and Kubicek, C. P. 1998. Trichoderma and Gliocladium. Volume 1. CRC Press.

Harman, G.E., Howel,l C.R., Viterbo A., Chet, I., and Lorito, M.. 2004. Trichoderma Species: Opportunistic, Avirulent Plant Symbionts. Nature Reviews : Microbiology 2 : 43-56.

Harman, G.E.2006. Overview of Mechanisms and Uses of Trichoderma spp. Phytopathology 96:190-194.

Hoitink, H. A. J., Madden, L. V., and Dorrance, A. E. 2006. Sistemic resistance induced by Trichoderma spp. interactions between the host , the pathogen, the biocontrol agent, and soil organic matter quality. Phytophatology. 96:186-189.

Iriyanni, R. N., M. Yasin H. G., dan Andi T. M. 2006. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Dalam: http://www.balitseral.litbang.deptan.go. id/bpp/lengkap/tiga. Pdf. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.00 WIB.

Ismail, N. dan A. Tenrirawe. 2012. Potensi Agen Hayati Trichoderma spp. Sebagai Agen Pengendali Hayati. Disampaikan dalam Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan

Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sulawesi Utara.

Jones, J.R., P. Crill, and R.B. Volin. 1979. Effect of light duration on Verticilium wilt of cotton. Phytophatology 61: 198-203.

Krisnamurti, B. 2010. Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia dalam Menghadapi Krisis Pangan, Pakan, dan Energi di Indonesia. Disampaikan dalam Prosiding Seminar Nasional Serealia


(5)

3

Nurbailis, Trizelia, Reflin, dan H. Rahma. 2010. Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Medium Perbanyakan Trichoderma harzianum dan Aplikasinya pada Tanaman Cabai. Kumpulan Artikel Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Andalas.

Rahmi, M. Aqil, dan Syuryawati. 2009. Teknologi Budidaya Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Dalam:http://www. balitseral.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/sereal21. Pdf. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.55 WIB.

Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Suarni dan S. Widowati. 2012. Jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangn Pascapanen Pertanian. Bogor. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.53.

Subekti, N. A., Syafruddin, R. Effendi., dan S. Sunarti. 2010. Marfologi

Tanaman Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Dalam: http://www.balitseral.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/ /bpp10232. Pdf. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.45 WIB. Sudantha, I Made. 2010. Pengujian Beberapa Jenis Jamur Endofit dan Saprofit

Trichoderma spp.Terhadap Layu Penyakit Fusarium Pada Tanaman Kedelai. Agroteksos Vol. 20,No.2-3.

Surtikanti.2012. Suara perlindungan tanaman.E-Jurnal balai penelitian tanaman serealia.Vol.2,No.1. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 21 Agustus 2014 pukul 15.43.

Wakman, W., A.H. Talanca, Surtikanti, dan Azri. 2007. Pengamatan penyakit bulai pada tanaman jagung di lokasi Prima Tani di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalbar pada 26-27 Juni. Seminar Mingguan Balitsereal. Jumat, 8 Oktober 2007 pukul 21.03 WIB.

Wakman, W. Dan Burhanudin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. BalaiPenelitian Tanaman Serealia, Maros. Dalam: http://www.balitseral. litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 21 Maret 2014 pukul 15.45.

Windham, M T., Y. Elad, dan R. Baker. 1985. A Mechanism for Increased Plant Growth Induced by Trichoderma spp. Phytopathology. 76: 518-521. Woo, S. L. and Matteo L. 2007. Exploting The Interactions Between Fungal


(6)

Yedidia I., N. Benhamou and I. Chet. 1999. Induction of defense responses in cucumber plants (Cucumis sativus L.) by Trichoderma harzianum. Appl. Environ. Microbiol. 65(3):1061.