Pemikiran Bertrand Russell KAJIAN TEORI

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 20 dimaksud Russell tidak hanya terarah kepada fenomena empirik melainkan merupakan ke-periada-an sifat universal. 23 Agaknya memang membingungkan, bagaimana seorang Russell dengan pandangannya mengenai realitas fakta memiliki kaitan erat dengan bahasa. Kattsoff dalam bukunya Pengantar Filsafat mengatakan bahwa pemikiran Russell didominasi oleh fakta-fakta yang berupa kejadian-kejadian, tidak berupa kebendaan. Dalam memahami Russell, Kattsoff menjelaskan bahwa Russell memakai istilah minimal events sebagai sebuah kejadian- kejadian terkecil yaitu kejadian-kejadian yang menempati lingkungan berhingga tertentu dalam gerak, ruang, dan waktu. Misalnya, meja sesungguhnya bukanlah sebuah realitas melainkan campuran proses penyerapan inderawi manusia terhadap warna, bangun dan pengalaman. 24 Jadi terlihat jelas bahwa tidak ada yang benar-benar bersifat material di dunia karena adanya indera menerima berbagai sensor dari kualitas dan kuantitas yang bersifat substansial. Materi baginya hanya merupakan sebuah reaksi inderawi belaka sehingga yang tinggal hanyalah kejadian-kejadian yang disebut fakta-fakta. 2. Proposisi Atomik dan Proposisi Majemuk Dalam pembahasan proposisi atomik dan proposisi majemuk Russell menyatakan adanya kaitan erat antara struktur realitas dan struktur bahasa. Suatu proposisi disebut proposisi atomic apabila berupa proposisi yang berdiri 23 Ibid., 100. 24 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004, 267 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 21 dalam satu kalimat yang mengandung ralitas sederhana, tidak memuat unsur- unsur majemuk. Proposisi atomik yang telah digabungkan dengan proposisi lain dengan kata penghubung, misalnya “yang, atau, dan” dan sebagainya. 25 Untuk dapat lebih memahami proposisi atomik dan proposisi majemuk sebaiknya kita sajikan misal sebagai berikut; “Socrates adalah seorang warga Athena yang bijaksana”. Contoh proposisi ini terdiri dari dua unsur proposisi atomik yaitu: a. Socrates adalah seorang warga Athena, dan b. Socrates adalah seorang bijaksana. Menurut Russell, kebenaran suatu pernyataan atau ketidakbenaran suatu pernyataan dalam suatu proposisi majemuk ialah tergantung pada kebenaran atau ketidakbenaran proposisi atomiknya. Karena proposisi majemuk ialah fungsi yang utama dalam proposisi Atomik. Didamana proposisi atomik tidak dapat dinyatakan benar atau salah, karena hal tersebut hanya bahasa yang dapat menentukan kesalahan atau kebenarannya, karena proposisi atomik hanya bisa mengutarakan bahasa dengan unsur-unsur realita yang sederhana. Misalnya seperti contoh di atas, kata Socrates, bijaksana, dan Athena, ketiga kata ini merupakan objek yang terkandung dalam proposisi atomik. 26 25 Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995, 48-49. 26 Ibid., 50. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 22

C. Kelemahan Atomisme Logis Bertrand Russell

Atomisme logis yang disusun Russell memiliki kelemahan yang tampak dari ketidakkonsistennya dalam menolak metafisika. Karena tak dapat disangkal, atomisme logis mengandung suatu metafisika, sebab teori ini ingin menjelaskan struktur hakiki dari bahasa dan dunia. Atau dengan kata lain, teori ini mau mengatakan bagaimana akhirnya dengan realitas seluruhnya. Mengatakan bahwa dunia ini diasalkan pada fakta-fakta atomis, jelas sekali merupakan suatu pendapat metafisis. Pendapat Russell tersebut juga terlihat jelas, tidak berdasar pada data-data empiris, melainkan suatu analisis tentang bahasa. Atomisme logis juga menggunakan suatu kriteria untuk menentukan makna. Suatu proposisi disebut bermakna hanya jika dapat ditunjukkan suatu fakta atomis yang sepadan dengannya. Tapi sudah jelas bahwa proposisi yang dirumuskan dalam atomisme logis itu sendiri tak dapat disamakan dengan jenis proposisi lain. Tak ada fakta atomis yang membuat proposisi-proposisi yang membentuk teori atomisme logis itu menjadi benar atau salah. Akibatnya, perlu disimpulkan bahwa proposisi-proposisi atomisme logis itu sendiri tidak bermakna. 27 27 K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Inggris-Jerman, Gramedia, Jakarta,2002, 32. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 23

BAB III PENYAJIAN DATA

A. Pengertian Ushul Fiqh

Kata ushul fiqh adalah kata ganda yang terdiri dari kata “ushul” dan kata “fiqh”. Secara etimologi berarti “paham yang mendalam” kata ini muncul sebanyak 20 kali dalam Al-qur’an dengan arti pahan itu, umpamanya dalam Surat al-Kahfi 18:93. “Hingga ketika dia sampai diantara dua gunung, didapatinya dibelakang kedua gunung itu suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan”. Arti dalam ayat itu “mereka memahami”. Arti fiqh dari segi istilah hukum sebenarnya tidak jauh berbeda dalam arti etimologi sebagaimana disebutkan di atas, yaitu “ilmu tentang hukum- hukum syara’” yang bersifat amaliyah yang digali dan dirumuskan dari dalil- dalil tafsili”. 28 Kata ushul yang merumakan jama’ dari kata “ashal” secara etimologi berarti “sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainnya”, arti etimologi ini tidak jauh dari kata ashal tersebut karena ushul fiqh itu adalah suatu ilmu yang kepadanya didasarkan fiqh. Dengan demikian ushul fiqh secara istilah teknik 28 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jakarta: Kencana, 2011, 35 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 24 hukum berarti: “ilmu tentang kaidah-kaidah yang membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dalilnya yang terinci, “atau artian sederhana adalah: ”kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya”. Umpama dalam kitab-kitab fikih ditemukan ungkapan,”mengerjakan shalat itu hukumnya wajib”. Wajibnya melakukan shalat itu disebut “hukum syara’”. Tidak pernah disebut dalam Al-qur’an maupun hadits bahwa shalat itu hukumnya wajib. Yang tersebut dalam Al-qur’an hanyalah perintah mengerjakan shalat yang berbunyi: َة َ ﻼ ﱠﺻ ﻟا ِمِﻗأ “Kerjakanlah shalat”. Ayat Al-qur’an mengandung perintah mengerjakan shalat itu disebut “dalil syara’”. Untuk merumuskan kewajiban shalat yang disebut hukum syara’ dari Firman Allah: ة َ ﻼ ﱠﺻ ﻟا ِمِﻗا yang disebut ”dalil syara’” itu ada aturannya dalam bentuk kaidah, umpamanya “setiap perintah menunjukkan wajib”. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang menjelaskan tentang cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil syara’ tersebut, itulah yang disebut hukum ushul fiqh. 29 29 Ibid,. 36. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 25 Ilmu ushul fiqh adalah ilmu tentang kaidah-kaidah atau bahasan- bahasan sebagai metodologi untuk memahami hukum-hukum syari’ah. Dalam bahasa non Arab, ushul fiqh ini sering diterjemahkan dengan teori hukum legal theory, karena memang didalamnya berisi tentang teori-teori dalam memahami hukum syari’ah. 30 Dari penjelasan di atas dapat diketahui perbedaan ushul fiqh dan fiqh. Ushul fiqh merupakan pedoman atau aturan-aturan yang membatasi dan menjelaskan ketentuan atau aturan yang harus diikuti seorang fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’ dan dalilnya. Sedangkan fiqh merupakan hukum-hukum syara’ yang sudah digali dan dirumuskan melalui dalil-dalil menurut aturan yang sudah ditentukan. Adapun menurut istilah, ashal mempunyai beberapa arti berikut ini: a. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama’ ushul fikih bahwa ashal dari wajibnya shalat lima waktu adalah firman Allah SWT dan Sunnah Rasul. b. Qa’idah, yaitu dasar atau pondasi sesuatu, seperti sabda Nabi Muhammad SAW: َﻋ ُمَﻼ ْﺳ ِْ ﻻ ا َﻲ ِﻧُﺑ ٍل ْ و ُﺻ ُأ ِﺔَﺳ ْﻣ َﺧ ﻰ َﻠ . “Islam itu didirikan atas lima ushul dasar atau pondasi”. 30 Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah Bogor: Kencana, 2003, 33. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 26 c. Rajih, yaitu yang terkuat, seperti dalam ungkapan para ahli ushul fiqih: “Yang terkuat dari kandungan suatu hukum adalah arti hakikatnya”. Maksudnya yang menjadi patokan dari setiap perkataan adalah makna hakikat dari perkataan tersebut. 31 d. Mustashab, yakni memberlakukan hukum yang sudah ada sejak semula selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Misalnya, seseorang yang hilang, apakah ia tetap mendapatkan haknya seperti warisan atau ikatan perkawinannya?. Orang tersebut harus dinyatakan masih hidup sebelum ada berita tentang kematiannya. Ia tetap terpelihara haknya seperti tetap mendapatkan waris, begitu juga ikatan perkawinannya dianggap tetap. e. Far’u cabang, seperti perkataan ulama ushul: ِب َ ْ ﻸ ِﻟ ٌع ْرَﻓ ُدَﻟ َوْﻟَا “Anak adalah cabang dari ayah”. Al-Ghazali, I: 5. Dari kelima pengertian ashal di atas, yang bisa digunakan adalah dalil, yakni dalil-dalil fikih. Adapun fikih, secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal. Pengertian tersebut dapat ditemukan dalam Al-qur’an, yakni dalam Surat Thaha 20: 27-28, An- Nisa 4: 78. Hud 11: 91. Dan terdapat pula dalam hadits, seperti sabda Rasulullah SAW: 31 Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh Bandung: CV Pustaka Setia, 1998, 17-18