Macam-macam Mantuq dan Mafhum

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 56 dengan dhalilul khitib. Atau pengertian yang dipahami berbeda dengan ucapan, baik dalam istimbaht menetapkan maupun nafi meniadakan. Oleh karena itu, hal yang dipahami selalu kebalikannya daripada bunyi lafal yang Seperti dalam firman Allah SWT seperti QS al-Jum’ah ayat: 9. “Apabila kamu dipanggil untuk mengerjakan sholat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu mengerjakan dan tinggalkan jual beli”. Dapat dipahami dari ayat ini, bahwa boleh jual beli di hari jum’at sebelum adzan si mu’adzin dan sesudah mengerjakan sholat. 77 Dan menurut pendapat ulama Hanafiyah tidak memandang mafhum mukhalafah sebagai salah satu metode penafsiran nash-nash syara’. Tegasnya menurut mereka, mafhum mukhalafah bukan suatu metode untuk penetapan hukum. Alasan mereka sebagai berikut: 1. Sesungguhnya banyak nash yang akan rusak apabila diambil mafhum mukhalaf-nya dan akan rusak pengertiannya, antara lain sebagai berikut: ِإ “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, 77 Ibid,. 217. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 57 dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. QS Surah At-taubah: 36. Apabila ayat tersebut diambil mafhum mukhalaf-nya akan mempunyai arti bahwa berbuat zalim diharamkan hanya pada empat bulan tersebut saja, sedangkan diluar itu tidak haram. Padahal berbuat zalim itu diharamkan pada setiap saat. 78 2. Sifat-sifat yang terdapat pada nash syara’, dalam banyak hal bukan untuk pembatasan hukum, melainkan untuk targib dan tarhib, seperti ayat: 22 َن ِﻣ ْمُﻛُﺗا َوَﺧ َأ َو ْمُﻛ َﻧْﻌ َﺿ ْرَأ ﻲ ِﺗ ﱠن َح ﺎَﻧُﺟ َ ﻼ َﻓ اًرو ُﻔَﻏ َن ﺎَﻛ َﱠ ا ﱠن ِإ َف َﻠَﺳ ْدَﻗ ﺎَﻣ 23 Artinya: 22. “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh”. 23. “Diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu 78 Ibid,. 218. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 58 yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu mertua; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu dan sudah kamu ceraikan, maka tidak berdosa kamu mengawininya; dan diharamkan bagimu isteri-isteri anak kandungmu menantu; dan menghimpunkan dalam perkawinan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.QS. Surah An- nisa’: 22-23. Sifat anak tiri pada ayat tersebut, adalah anak tiri yang ada dalam pemeliharaan. Apabila diambil mafhum mukhalaf-nya, hal itu berarti mengawini anak tiri yang diluar pemeliharaan adalah halal. Padahal syara’ tetap mengharamkan. 3. Seandainya mafhum mukhalaf-nya itu dapat dijadikan hujjah syara’ maka suatu nash yang telah menyebut suatu sifat tidak perlu lagi disebut nash yang menerangkan hukum kemalikan hukum dari sifat tersebut. Pada kenyataannya penyebutan seperti itu banyak ditemukan. Menurut jumhur ulama; ushuliyyin, mafhum mukhalafah dapat dijadikan sebagai hujjah syara’. Alasannya antara lain: a. Berdasarkan logika, setiap syara’ atau sifat tidak mungkin dicantumkan tampa tujuan dan sebab. Sebabnya itu tidak lain adalah untuk qayyid pembatasan hukum selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa dicantumkannya suatu sifat itu tidak targib, tarhib, dan tanfir. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 59 b. Sikap Rasullah yang tidak menyalahkan Umar Ibnu Khattab dalam memahami mafhum mukhalafah dari ayat 101 An-Nisa’ perjalanan dibolehkan sekalipun dalam keadaan aman. 79 “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembah yang mu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir”. QS Surah An-nisa’: 101. Sebenarnya prinsip dalam hukum Islam tidak lain ialah untuk pembinaan dan membangun prinsip-prinsip hukum Islam yang mana prinsip Tauhidullah mengatakan segala hukum dan tindakan seorang Muslim mesti menuju kepada satu tujuan yaitu kesatuan dalam rangka menyatu dengan kehendak Tuhan, dan tidak bisa meraih apapun kecuali dengan kehendandak- Nya. 80 Dari berbagai penjelasan ayat di atas dapat dipahami secara teks dan kontek bahwa ayat Al-qur’an terkadang memilki arti yang lebih dari apa yang di ketahui. Dan disini tugas mantuq dan mafhum ialah memilah atau menjadikan ayat sebagai makna yang dikehendaki. 79 Ibid,. 219. 80 Juhaya, Aspek Sosiologi dalam Pembaharuan Fiqh di Indonesia. Cet II Yogyakarta: Walisongo Press, 2009, 121. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 59

BAB IV ANALISIS DATA

A. Kaitan Logika Formal dalam metode kebahasaan Ushul Fiqh

Fiqh didefenisikan oleh beberapa penulis modern sebagai kaidah- kaidah hukum yang terinci dalam berbagai cabangnya. Sedangkan Ushul Fiqh berhubungan dengan metode yang diterapkan dalam deduksi hukum-hukum dari sumber-sumbernya. Ringkasnya, kalau Fiqh adalah hukum itu sendiri, maka Ushul Fiqh adalah metodologi hukum. Dan oleh karena istilah metodologi berkaitan erat dengan praktek epistemologi, yaitu cabang filsafat yang mencari penjelasan mengenai proses dan tahapan sehingga menghasilkan pengetahuan, maka jelaslah bahwa Usul Fiqh bisa pula disebut Epistemologi Hukum Islam. Ushul fiqih adalah ilmu yang membahas tentang sumber-sumber pokok dan metode-metode pengambilan kesimpulan atau istimbath hukum Islam. Para fuqaha’ melakukan usahanya untuk menemukan pemecahan di bidang hukum dari sumber-sumber dan dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah. Menurut Syekh Kamaluddin Ibn Himam, ushul fiqih adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang dijadikan sarana untuk menggali hukum-hukum fiqih. Atau dengan kata lain disebutkan bahwa kaidah-kaidah yang menjelaskan tentang cara pengambilan hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalil syar’i. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 60 Dalam kontek menggelorakan ijtihad, ilmu ushul Fiqh merupakan perangkat metodologi baku yang telah dibuktikan perannya oleh para pemikir Islam semisal Imam mazhab dalam menggali hukum Islam, dan dalam bidang yang lain, dari sumber aslinya al-qur’an dan as-Sunnah. Ushul-fiqh selalu muncul dalam kerangka berfikir tertentu dan tidak bisa bebas begitu saja. Tetapi dalam penyajiannya selalu muncul nilai subjektivitas di dalamnya. Karena itu, meskipun mulanya ushul fiqh itu gagasan As-Syafi’i untuk membangun mazhabnya, tetapi dalam perkembangannya, mucullah Ushul-fiqh Zaidiyah, Ushul-fiqh Mu’tazilah, Ushul-Fiqh Syi’ah, Ushul-fiqh Hanafiyah, Ushul-fiqh Zhahiri, dan sebagainya. Bertolak dari bahasan logika yang digagas oleh Bertrand Russell yang pada intinya adalah atomisme di mana setiap pernyataan yang diungkapkan sehari-hari harus sesuai dengan kenyataan merupakan sebuah formulasi logis daripada logika yang diterapkan sebelum Russell. Dalam hubungannya dengan tema yang diambil, maka di sini akan melakukan analisa pola hubungan logika yang dikembangkan oleh Russell dengan metode pendekatan kebahasaan dalam ushul fiqh khususnya mazhab Syafi’iyah. 1. Metode atomisme Sebagai sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semua entitas bersifat kompleks yang hanya dapat dianalisis melalui nama- nama yang secara logika tepat dan berupa keadaan partikular- partikular. Russell membahas atomisme secara konsekuen bahwa digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 61 keseluruhan benda-benda dapat dipahami dari hal-hal terkecil. Sistem logika yang diajarkan oleh Russell terutama dimaksudkan bahwa antara pernyataan dan kenyataan tidak boleh saling meniadakan, dan oleh karenanya harus ada keseimbangan antara pernyataan dan kenyataan. Dalam kajian ushul fiqh, untuk dapat menetapkan hukum diperlukan pemahaman terhadap sistem kebahasaan yang logis mulai dari pola hubungan antara pernyataan dan realitas. Pola hubungan yang dimaksud merupakan pengertian atas dibentuknya sebuah hukum Islam yang dipahami melalui sistem logika yang bertumpu pada bahasa. Maka kita dapat mengetahui hubungan antara logika Russell dan metode kebahasaan dalam ushul fiqh, di mana Russell dengan teori atomismenya dan metode kebahasaan dalam ushul fiqh dengan melihat struktur lafadz dan makna, menjadi sebuah formula dalam kajian ushul fiqh dalam menetapkan sebuah hukum fikih. Russell juga mengakui kelemahannya yaitu dalam ataomisme, ia mengatakan bahwa dunia ini diasalkan pada fakta-fakta atomis, jelas sekali merupakan suatu pendapat metafisis. Pendapat Russell tersebut juga terlihat jelas, tidak berdasar pada data-data empiris, melainkan suatu analisis tentang bahasa. Jadi Russell hanya berpikiran bahasa adalah ranah manusia bisa mengerti semua yang terjadi. 2. Metode kebahasaan ushul fiqh digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 62 Metode ini dapat diperoleh melalui lughawiyah dan maknawiyah di mana keduanya dipahami sebagai asas untuk menetapkan sebuah hukum. Di sini kita akan melihat persamaan antara logika Russell dan metode kebahasaan ushul fiqh. Di mana dalam ushul fiqh sebuah nash dapat ditetapkan sebagai hukum dari segi lafadznya dan maknanya yang diketahui melalui metode induktif. Sedangkan dalam logika Russell dengan sedikit membingungkan bahwa pernyataanproposisi yang digunakan sehari-hari harus sesuai dengan fakta yang ada melalui pernyataan baik itu secara langsung atau tersembunyi dari sebuah pernyataan. Dengan demikian idealnya adalah ketika melakukan pembacaan teks kemudian dikontekkan pada fenomena sosial seharusnya tidak boleh meninggalkan disiplin ilmu yang ada pada wilayah bahasa. Jika tidak maka pemahaman atas teks tersebut akan out of date, sehingga tidak aplicable. Oleh karenanya ijtihad harus selalu digelorakan dan pintu ijtihad tidak pernah ditutup. Seperti Surah Al-Isra’ Ayat 23: ✝ ✁ ✂ ✄ þ ☎ ✆✂û ☎ ✞ ✟ ✠✂✡ ☎ ☛ ☞ ☎✌ “Janganlah kamu mengatakan kata-kata keji kepada dua orang tua”. Sedangkan kata-kata keji saja tidak boleh dilarang apalagi memukulnya. Dalam hal ini menurut Russell meningalkan disiplin ilmu yang mana ayat tersebut masih menyimpan makna yang tersirat. Russel menanggapinya hanya dengan makna teksnya saja bahwa tidak boleh digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 63 mengatakan ah mengeluh pada orang tua selain itu dia tidak mengingraukan makna lain. Karena yang terdapat secara oleh panca indera tidak mengandung makna lain.