ANALISIS KINERJA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI LUWAK DI KECAMATAN BALIK BUKIT, KABUPATEN LAMPUNG BARAT
ANALISIS KINERJA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI LUWAK DI KECAMATAN BALIK BUKIT,
KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Oleh
RICO PAHLEVI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
(2)
ANALISIS KINERJA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI LUWAK DI KECAMATAN BALIK BUKIT,
KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Oleh Rico Pahlevi
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis kinerja produksi agroindustri kopi luwak, (2) menganalisis kelayakan usaha agroindustri kopi luwak, dan (3) menganalisis strategi pengembangan agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat.
Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja yaitu di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode survei. Responden terdiri dari 7 pelaku agroindustri kopi luwak. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2012. Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis (1) kinerja adalah pendapatan, return of investement, produktivitas dan kapasitas (2) kelayakan usaha menggunakan metode analisis finansial dan (3) strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Agroindustri kopi luwak baik yang berskala kecil maupun mikro memiliki kinerja yang baik dan menguntungkan dengan nilai R/C rasio >1. (2) Agroindustri kopi luwak baik yang berskala kecil maupun mikro merupakan usaha yang menguntungkan dan layak untuk
dikembangkan dengan tingkat suku bunga 14% untuk agroindustri berskala kecil dan 22% untuk agroindustri berskala mikro. (3) Strategi pengembangan
agroindustri kopi luwak didapat tiga strategi prioritas yaitu menghasilkan produk yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan penduduk seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat, menghasilkan produk yang berkualitas sehingga mampu besaing dengan agroindustri kopi luwak yang lain, dan menentukan kebijakan dalam menghadapi pesaing bisnis kopi luwak.
(3)
(4)
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10
A.Tinjauan Pustaka ... 10
1. Konsep Agribisnis dan Agroindustri ... 10
2. Agroindustri Berbasis Kopi ... 12
3. Pohon Agroindustri Kopi ... 14
4. Kopi Luwak ... 15
5. Pembuatan Kopi Luwak ... 17
6. Kinerja ... 19
7. Pendapatan usaha ... 21
8. Return Of Investement (ROI) ... 23
9. Analisis proyek/Kelayakan usaha ... 24
10. Analisis sensitifitas ... 28
11. Strategi Pengembangan Usaha ... 30
B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 32
C. Kerangka Pemikiran ... 35
(6)
v
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 38
B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 41
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 41
D. Metode Analisis Data ... 42
1. Kinerja ... 42
2. Analisis Kelayakan Agroindustri ... 45
3. Analisis Strategi Pengembangan ... 51
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 59
A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian ... 59
B. Potensi Demografi Daerah Penelitian ... 62
C. Gambaran Agroinndustri Kopi Luwak ... 64
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67
A. Keadaan Umum Responden ... 67
1. Umur ... 67
2. Tingkat Pendidikan responden ... 68
3. Lama usaha kopi luwak ... 69
4. Skala usaha ... 69
B. Agroindustri Kopi Luwak ... 71
1. Pengadaan ... 71
a. Bahan baku ... 71
b. Tenaga kerja ... 73
c. Modal ... 74
2. Proses Pembuatan Kopi Luwak ... 75
3. Produksi ... 78
4. Biaya Agroindustri Kopi Luwak ... 79
C. Analisis Kinerja Produksi ... 83
1. AnalisisPendapatan ... 83
2. Analisis Return of Investement (ROI) ... 85
3. Produktivitas Tenaga Kerja ... 86
4. Kapasitas ... 87
D. Analisis Kelayakan Agroindustri Kopi Luwak ... 88
1. Aspek Pasar ... 88
2. Aspek Teknis ... 89
3. Aspek Manajemen dan Organisasi ... 90
4. Aspek Sosial dan Lingkungan ... 91
5. Aspek Finansial ... 92
6. Analisis Sensitifitas ... 98
(7)
vi
1. Produksi... 104
2. Manajemen dan Pendanaan ... 105
3. Sumber Daya Manusia ... 105
4. Lokasi Agroindustri ... 106
5. Pemasaran ... 106
F. Analisis Lingkungan Eksternal ... 107
1. Sosial, Ekonomi dan Budaya ... 107
2. Teknologi ... 107
3. Pesaing ... 107
4. Iklim dan Cuaca ... 109
5. Kebijakan Pemerintah ... 109
G. Analisis SWOT... 110
1. Matrik Faktor Internal ... 111
2. Matrik Faktor Eksternal ... 115
VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 125
A. Simpulan ... 125
B. Saran ... 126
DAFTAR PUSTAKA ... 127
(8)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kopi merupakan komoditi perkebunan yang masuk dalam kategori komoditi strategis di Indonesia. Indonesia adalah produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam dengan menyumbang sekitar 6% dari produksi total kopi dunia, dan Indonesia merupakan pengekspor kopi terbesar keempat dunia dengan pangsa pasar sekitar 11% di dunia (Raharjo, 2013). Produksi kopi Indonesia telah mencapai 600.000 ton pertahun dan lebih dari 80% berasal dari perkebunan rakyat. Devisa yang diperoleh dari ekspor kopi dapat mencapai ± US $ 824,02 juta (2009), dengan melibatkan ± 1,97 juta KK yang menghidupi 5 juta jiwa keluarga petani. (Dirjen Perkebunan, 2011).
Potensi ekonomi yang dimiliki tanaman kopi membuat pemerintah sadar akan pentingnya komoditas perkebunan tersebut. Pemerintah mulai menunjukkan dukungannya terhadap komoditas perkebunan kopi sehingga mulai terjadi peningkatan ekspor kopi di indonesia. Volume dannilaiekspor kopi di Indonesia, tahun 2000-2012 dapat dilihat pada tabel 1.
(9)
Tabel 1. Volume dan nilai ekspor kopi di Indonesia, tahun 2000-2012
Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2013
Tabel 1 menunjukkan bahwa volume dan nilai devisa ekspor kopi Indonesia mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001 volume ekspor kopi Indonesia
menurun menjadi 250.818 ton dari tahun sebelumnya 2000 sebanyak 340.887 ton. Hasil ekspor komoditas kopi yang cukup tinggi terjadi tahun 2009
dengan volume 510.898 ton dengan pendapatan devisa sebesar US $ 824,015. Nilai ekspor kopi Indonesia berfluktuatif tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya adalah harga kopi yang fluktuatif di pasar dunia
Berdasarkan data Dinas Perkebunan tahun 2013, secara umum perkembangan luas areal kopi di Indonesia pada periode tahun 2000-2012 cenderung
mengalami peningkatan yaitu dari 1.260.687 ha tahun 2000 menjadi
1.305.895 ha di tahun 2012. Begitu pula dengan produksi perkebunan kopi di Indonesia dari tahun 2000-2012 telah mengalami peningkatan. Pada tahun
Tahun Ekspor
Volume (Ton) Nilai( 000 US$)
2000 340,887 326,256
2001 250,818 188,493
2002 325,009 223,916
2003 323,520 258,795
2004 344,077 294,113
2005 445,829 503,836
2006 413,500 586,877
2007 321,404 636,319
2008 468,749 991,458
2009 510,898 824,015
2010 2011 2012
432,721 338,817 446,279
812,360 1,019,513 1,252,523
(10)
2000 produksi kopi di Indonesia mencapai 554.574 ton dan pada tahun 2012 jumlah produksi kopi menjadi 748.109 ton. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan luas areal dan produksi kopi perkebunan, tahun 2000–2012
Sumber: DinasPerkebunan, 2013
Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi kopi di Indonesia yang memiliki potensi untuk memajukan pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas kopi. Provinsi Lampung memiliki luas areal yang besar dan produksi yang cukup tinggi untuk perkebunan kopi sehingga kopi mempunyai prospek yang baik untuk kedepannya dalam membantu perekonomian Lampung. Produksi tanaman perkebunan rakyat menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tahun LuasLahan
(Ha)
Produksi (Ton)
2000 1.260.687 554.574
2001 1.313.383 569.234
2002 1.372.184 682.019
2003 1.291.910 671.255
2004 1.303.943 647.386
2005 1.255.272 640.365
2006 1.308.731 682.158
2007 1.295.911 676.476
2008 1.295.110 698.016
2009 2010 2011 2012
1.266.235 1.268.476 1,252.523 1.305.895
682.290 684.076 633.991 748.109
(11)
Tabel 3. Luas areal dan produksi kopi robusta per kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2012
No. Kota/Kabupaten Luas Areal
(Ha) Produksi (Ton) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu Mesuji
Tulang Bawang Barat Bandar Lampung Metro 59.629 44.883 1.392 1.085 1.590 16.240 22.371 94 5.149 9.063 404 125 222 - 61.215 36.763 924 625 875 12.201 19.307 38 4.120 8.579 276 75 11 -
Provinsi Lampung 162.247 145.009
Sumber: Dinas Perkebunan, 2013
Tabel 3 menunjukan bahwa Kabupaten Lampung Barat merupakan sentra produksi kopi di Provinsi Lampung dengan jumlah produksi kopi 61.215 ton. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Lampung mempunyai potensi untuk mengembangkan agroindustri kopi karena didukung dengan adanya ketersediaan bahan baku biji kopi. Cukup melimpahnya sumberdaya domestik di wilayah ini didukung dengan jaringan pemasaran yang luas diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan agribisnis kopi di Provinsi Lampung.
Salah satu produk kopi olahan yang dihasilkan di Kabupaten Lampung Barat yang dinilai memiliki potensi bisnis yang besar di Indonesia bahkan di dunia adalah kopi luwak. Kopi luwak merupakan kopi yang dihasilkan dari proses fermentasi melalui perut binatang luwak atau musang yang memakan buah
(12)
kopi matang kemudian dikeluarkan dalam bentuk feses. Kopi luwak memiliki nilai jual yang sangat tinggi di pasar, terutama di pasar dunia.
Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI) mencatat harga kopi luwak robusta di pasar Indonesia mencapai Rp 750.000 hingga Rp 1.500.000 per Kg. Bahkan di pasar dunia satu kilogram kopi luwak dapat mencapai harga 5-8 juta rupiah. Menurut Febrianty (2011),Peluang pasar kopi luwak sangat menjanjikan dan terbuka luas dengan ketersediaan bahan baku yang melimpah di Kabupaten Lampung Barat. Daerah sentra agroindustri kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat berada di Kecamatan Balik Bukit. Kecamatan Balik Bukit memiliki tujuh pelaku usaha agroindustri kopi luwak yang berpusat di Pekon Way Mengaku. Beberapa pelaku usaha agroindustri kopi luwak yang diidentifikasi di Lampung Barat dapat disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Data pelaku usaha agroindustri kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat Kecamatan Balik Bukit tahun 2010
No Nama pengusaha
Jumlah luwak (ekor)
Produksi kopi bubuk (kg/bulan) Merk dagang 1 2 3 4 5 6 7 Gunawan Hermawan Kasmun Sapri Sukardi Ujang Ujen 31 8 8 70 40 7 5 100 30 25 175 60 30 20 Raja Luwak Mahkota Luwak - Ratu Luwak Musong Liwa Rizky Luwak -
Total 169 440
Sumber: Diskoperindag Kabupaten Lampung Barat, 2011
Tabel 4 menunjukkan bahwa kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat teridentifikasi tujuh pelaku usaha yang mempunyai potensi untuk
(13)
dikembangkan. Dari ketujuh pelaku usaha agroindustri kopi luwak tersebut dapat menghasilkan kopi luwak bubuk sebanyak 440 kg/bulan dari 169 ekor luwak yang dipelihara para pengusaha. Kopi luwak memiliki aroma yang khas dibandingkan kopi bubuk lainnya sehingga banyak diminati para penikmat kopi di dalam maupun di luar negeri. Produksi kopi luwak dalam bentuk kopi bubuk perlu ditingkatkan karena kopi luwak dalam bentuk kopi bubuk memiliki harga yang cukup tinggi. Sedangkan data produksi rata-rata agroindustri kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat Kecamatan Balik Bukit dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Produksi rata-rata agroindustri kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat Kecamatan Balik Bukit tahun 2012
No Tahun Jumlah Produksi (Kg)
1 2007 270
2 2008 300
3 2009 792
4 2010 1.200
5 2011 1.320
Sumber: Astrahadi, 2012
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2008 mengalami peningkatan dari tahun 2007. Tahun 2008 mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2011 meskipun tidak terlalu besar. Produksi kopi luwak yang belum menunjukkan peningkatan terlalu besar tersebut menyebabkan agroindustri sulit untuk berkembang menjadi agroindustri yang besar. Padahal dari tahun 2007 sampai 2011 merupakan waktu yang sudah cukup untuk mengembangkan agroindustri menjadi lebih besar mengingat peluang besar kopi luwak di pasaran.
(14)
Tidak berkembangnya agroindustri tersebut disebabkan oleh beberapa masalah yang diakui oleh beberapa pelaku agroindustri yaitu keterbatasan modal, nilai investasi yang cukup tinggi, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas sehingga permintaan pasar akan kopi luwak yang cukup tinggi belum diimbangi dengan kontinuitas produksi kopi luwak sehingga permintaan pasar akan kopi luwak menjadi fluktuatif. Pasokan bahan baku yang juga menjadi kendala bagi pengusaha. Jika bahan baku tidak tersedia maka otomatis proses produksi kopi luwak akan terhenti. Permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan agroindustri kopi luwak menjadi terhambat pengembangannya. Dengan demikian perlunya strategi-strategi untuk mengembangkan agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat untuk meminimalisir kelemahan dari kekuatan dan memanfaatkan peluang dari ancaman agroindustri kopi luwak.
Selain diperlukannya strategi tersebut pelu kita ketahui terlebih dahulu bagaimana kinerja dari agroindustri tersebut apakah sudah baik atau belum. Hal ini diperlukan agar strategi pengembangan yang digunakan tersebut tepat untuk pengembangan agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat ditentukan beberapa masalah:
(15)
1. Bagaimana kinerja agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat?
2. Bagaimana kelayakan usaha agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat?
3. Bagaimana strategi pengembangan agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memiliki tujuan antara lain:
1. Menganalisis kinerja produksi agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat?
2. Menganalisis kelayakan usaha agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat?
3. Menganalisis strategi pengembangan agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat?
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai:
1. Pertimbangan bagi pelaku agroindustri dalam menjalankan kegiatan usahanya;
2. Pertimbangan bagi instansi terkait dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan;
(16)
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A.Tinjauan Pustaka
1. Konsep Agribisnis dan Agroindustri
Agribisnis merupakan suatu kegiatan yang utuh dan tidak dapat terpisah antara satu kegiatan dan kegiatan lainnya, mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan aktifitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian (Soekartawi, 2001). Agribisnis adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (subsistem agribisnis hulu), subsistem usahatani atau pertanian primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, serta subsistem jasa dan penunjang (Badan Agribisnis, 1995). Dalam arti luas agribisnis adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.
Subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industri dan perdagangan agrokimia (pupuk, pestisida, dll), industri agrootomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih/bibit. Subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hulu untuk menghasilkan
(17)
produk pertanian primer. Termasuk ke dalam subsistem usahatani ini adalah usaha tanaman pangan, usaha tanaman hortikultura, usaha tanaman
obat-obatan, usaha perkebunan, usaha perikanan, usaha peternakan, dan kehutanan.
Subsistem agibisnis hilir (down-stream agribusiness) yang berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agibisnis hilir ini antara lain adalah industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, dan lain-lain beserta kegiatan perdagangannya. Disamping ketiga subsistem di atas, diperlukan subsistem keempat sebagai bagian dari pembangunan sistem agribisnis. Subsistem penunjang adalah seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga- keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah.
Agroindustri merupakan suatu kegiatan atau usaha yang mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman dan atau hewan melalui proses tranformasi dengan menggunakan perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Ciri penting dari agroindustri adalah kegiatannya tidak tergantung musim, membutuhkan manajemen usaha yang modern, pencapaian skala usaha yang optimal dan efisien, serta mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Hasyim dan Zakaria, 1995). Hal ini berarti agroindustri merupakan mesin
(18)
pertumbuhan dalam sistem agribisnis yang pada akhirnya akan menyumbang secara positif pada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.
Agroindustri merupakan suatu usaha yang mengolah bahan–bahan yang berasal dari tanaman dan hewan. Pengolahannya mencakup transformasi dan
preservasi melalui perubahan secara fisik dan kimiawi, penyimpanan,
pengemasan dan distribusi. Karakteristik pengolahan dan derajat transformasi dapat sangat beragam, mulai dari pembersihan, grading dan pengemasan, pemasakan, pencampuran dan perubahan kimiawi yang menciptakan makanan sayur-sayuran yang berserat (Austin,1992).
2. Agroindustri Berbasis Kopi
Tanaman kopi pada umumnya berasal dari benua Afrika. Pohon kopi termasuk famili Rubiceae, nama lainnya adalah Perpugenus coffea. Genus
Coffea merupakan salah satu genus penting dengan beberapa spesies, yang mempunyai nilai ekonomi, dan dikembangkan secara komersial. Kopi bukan produk homogen, ada banyak varietas dan cara pengolahannya, namun yang umum diperdagangkan jenis kopi arabika dan robusta.
Buah kopi terdiri dari daging, buah, dan biji. Pada daging buahnya terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan kulit luar (eksokrap), lapisan daging buah
(mesokrap), dan lapisan kulit tanduk (endokrap) yang lebih tipis tetapi keras. Biji kopi terdiri dari kulit biji dan lembaga. Lembaga (endosperm) merupakan bagian yang dimanfaatkan hingga akhirnya menjadi biji kopi yang dapat
(19)
dikonsumsi. Seperti halnya tanaman lain, pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Tanaman kopi mempunyai sifat yang sangat khusus, karena masing-masing jenis kopi menghendaki lingkungan yang agak berbeda. Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi yaitu: (1) Ketinggian tempat, dimana pada ketinggian tempat sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap tanaman kopi tetapi berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya suhu, (2) Faktor suhu inilah yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kopi. Setiap jenis kopi menghendaki suhu atau ketinggian tempat yang berbeda-beda. Misalnya kopi robusta tumbuh optimum pada ketinggian 400-700 m dpl, tetapi beberapa diantaranya juga masih
tumbuh baik dan ekonomis pada ketinggian 0–1.000 m dpl. Kopi arabika menghendaki ketinggian 500-1.700 m dpl.
Kopi merupakan salah satu komoditi yang banyak dibudidayakan di kawasan tropik di benua Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, serta di Asia Pasifik (Syaiful, 2011). Selama abad ke 19, kopi menjadi komoditi penting dalam perdagangan internasional. Bagi sebagian besar negara-negara berkembang, komoditi kopi memegang peranan penting dalam menunjang
perekonomiannya, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai mata pencaharian rakyat. Seiring dengan kemajuan teknologi dan gaya hidup yang berkembang di masyarakat, kopi tidak hanya diperdagangkan dalam bentuk biji kopi tetapi diolah menjadi kopi bubuk yang lebih bernilai ekonomis.
(20)
3. Pohon Agroindustri Kopi
Industri pengolahan kopi pada umumnya menggunakan bahan baku biji kopi Arabika dan Robusta dengan komposisi perbandingan tertentu. Kopi Arabika digunakan sebagai sumber citra rasa, sedangkan kopi Robusta digunakan sebagai campuran untuk memperkuat daya tahan. Kopi Arabika memiliki citra rasa yang lebih baik, tetapi memiliki daya tahanyang lebih lemah
dibandingkan kopi Robusta. Selain biji kopi, industri pengolahan kopi juga membutuhkan bahan tambahan seperti gula, jagung, dan lain-lain; serta bahan penolong seperti bahan kemasan (packing), pallet, krat dan lain-lain (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian Jakarta, 2009).
Jenis diversifikasi produk kopi meliputi kopi bubuk, kopi instan, kopi biji matang (roasted coffee), kopi tiruan, kopi rendah kafein (decaffeinated coffee), kopi mix, kopi celup, ekstrak kopi, minuman kopi dalam botol dan produk turunan lainnya. Pohon industri pengolahan kopi seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
(21)
Gambar 1. Pohon Agroindustri Kopi (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian Jakarta, 2009)
4. Kopi Luwak
Kopi luwak adalah biji kopi matang yang dimakan oleh binatang luwak (Viverridae) dan dikeluarkan berbarengan dengan kotoran binatang tersebut. Dalam pencernaan luwak, biji kopi tetap utuh tidak tercerna karena keras, tetapi mengalami proses pencampuran serta fermentasi dengan makanan luwak
(22)
lainnya.
Luwak sebagai pemakan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan bunga-bungaan. Luwak adalah binatang yang pintar memilih makanan yang baik untuknya. Maka, proses fermentasi di dalam pencernaan luwak itulah yang membuat rasa kopi ini berbeda. Aromanya lebih harum serta ada rasa pahit dan getir asam yang lebih khas dan spesial (Syaiful, 2011).
Proses pembuatan kopi luwal diawali dengan para petani mulai memetik buah kopi yang sudah matang di pohon, yang berwarna merah. Setelah buah kopi terkumpul, dipilah lagi yang bagus-bagus saja, soalnya hanya buah kopi matang (warna merah) yang akan disantap musang sebagai makanannya. Selanjutnya luwak dipersilakan memakan buah kopi terbaik yang sudah dipilih oleh para petani. Kemudian tubuh luwak hanya akan mencerna daging
buahnya saja, sementara bijinya nanti akan tetap utuh saat dikeluarkan kembali dalam bentuk feces.
Secara fisik biji kopi luwak dan kopi lain bisa dibedakan dari warna dan aromanya. Biji kopi luwak berwarna kekuningan dan wangi, sedangkan biji kopi biasa berwarna hijau dan kurang harum. Selanjutnya biji kopi yang tercampur dalam feces dipisahkan, dikumpulkan, dibersihkan, kemudian dijemur, dan jadilah biji kopi luwak. Dalam beberapa penelitian, dapat dipastikan biji kopi luwak merupakan biji kopi terbaik karena sifat musang yang hanya memilih biji kopi yang berwarna merah matang untuk dijadikan makanannya.
(23)
5. Pembuatan Kopi Luwak
Proses pembuatan kopi luwak sama dengan proses pembuatan kopi biasa, perbedaan hanya pada proses fermentasi yang digantikan oleh luwak di dalam perutnya. Biji kopi yang di makan oleh luwak tercampur dengan enzim-enzim yang ada di dalam perut luwak dengan suhu 26o C yang membantu proses fermentasi sempurna. Kemudian dilakukan proses pengolahan standar antara lain pencucian, pengeringan, penggorengan, penyortiran, penggilingan, pengemasan (Dinas Perkebunan Lampung Barat, 2010).
Menurut Gunawan (2011), tahapan proses pembuatan kopi luwak yang di lakukan oleh pengusaha kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat yaitu :
a. Luwak memakan buah kopi yang matang yang terdapat sejenis aroma yang sangat khas hingga disukai luwak. Secara naluri luwak hanya memakan buah kopi yang benar-benar matang dan punya aroma khusus.
b. Buah kopi yang dimakan oleh luwak di proses melalui sistem pencernaan dan fermentasi terjadi dalam perut luwak. Biji kopi becampur dengan enzim-enzim yang ada di perut luwak. Suhu dalam perut luwak yang mencapai > 26oC membantu proses fermentasi sempurna. Kemudian dikeluarkan dalam bentuk kotoran berupa gumpalan memanjang biji kopi yang bercampur lendir.
c. Kotoran tersebut kemudian diambil biji kopinya, dibersihkan dengan cara mencuci sehingga tersisa biji kopi yang masih utuh.
d. Proses selanjutnya adalah dikeringkan dengan sinar matahari.
e. Biji kopi luwak yang sudah kering kemudian dikupas dari cangkangnya manjadi biji kopi luwak yang berbentuk green bean.
(24)
f. Kopi tersebut kemudian diambil biji kopinya, dibersihkan dengan cara mencuci sehingga tersisa biji kopi yang masih utuh.
g. Proses penggorengan green bean menjadi roasted bean. h. Penggilingan roasted bean menjadi kopi bubuk.
i. Pengemasan dengan menggunakan alumunium foil.
Urutan tahapan pembuatan kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses pengolahan kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat (Hadi, 2012).
Pengumpulan feses
Pencucian feses
Pengeringan biji kopi
Pengupasan kulit
Pencucian biji mentah kopi luwak
Pengeringan biji mentah kopi luwak
Pengorengan biji mentah kopi luwak
Penggilingan
Pengemasan
(25)
6. Kinerja
Pengertian kinerja menurut Bernardin dan Russel (1993) adalah kinerja dilihat dari hasil pengeluaran produksi atas fungsi dari pekerjaan tertentu atau
aktivitas selama periode tertentu. Dalam melakukan kegiatan usaha, ada berbagai faktor yang harus dikelola yang disebut sebagai faktor faktor produksi, yaitu : material atau bahan, mesin atau peralatan, manusia atau karyawan, modal atau uang, dan manajemen yang akan mengfungsionalkan keempat faktor yang lain.
Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan,2001). Ada enam tipe pengukuran kinerja, yaitu produktivitas, kapasitas, kualitas,
kecepatan pengiriman, fleksibel dan kecepatan proses (Prasetya dan Fitri,2009)
a. Produktivitas
Produktivitas adalah suatu ukuran seberapa naik kita mengonversi input
dari proses transformasi ke dalam output.
input output tas
produktivi
b. Kapasitas
Kapasitas adalah suatu tingkat keluaran atau output maksimum dari suatu sistem produksi dalam periode tertentu dan merupakan kuantitas keluaran tertinggi yang mungkin selama periode waktu itu (Handoko, 1984).
(26)
Capacity Design Output Actual n Utilizatio
Capacity
c. Kualitas
Kualitas dari proses pada umumnya diukur dengan tingkat ketidaksesuaian dari produk yang dihasilkan.
d. Kecepatan Pengiriman
Kecepatan pengiriman ada dua ukuran dimensi, pertama jumlah waktu antara produk ketika dipesan untuk dikirimkan ke pelanggan, kedua adalah variabilitas dalam waktu pengiriman.
e. Fleksibel
Ada tiga dimensi dari fleksibel, pertama bentuk dari fleksibel menandai bagaimana kecepatan proses dapat masuk dari memproduksi satu produk atau keluarga produk untuk yang lain. Kedua adalah kemampuan bereaksi untuk berubah dalam volume. Ketiga,
kemampuan dari proses produksi yang lebih dari satu produk secara serempak.
f. Kecepatan Proses
Kecepatan proses adalah perbandingan nyata melalui waktu yang diambil dari produk untuk melewati proses yang dibagi dengan nilai tambah waktu yang dibutuhkan untuk melengkapi produk atau jasa.
time added Value time put through Total Velocity Proses
(27)
7. Pendapatan Agroindustri
Soekartawi (1986), berpendapat bahwa penerimaan dalam usahatani merupakan perkalian antara produksi fisik dengan harga jual atau harga produksi. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman pokok. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani.
Selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan, dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi, 1995). Untuk menganalisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Tujuan analisis pendapatan adalah untuk
menggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha dan keadaan yang akan datang melalui perencanaan yang dibuat.
Pendapatan usahatani adalah selisih penerimaan dengan semua biaya produksi, dirumuskan sebagai berikut:
(28)
π = TR – TC = Y. PY – (X . Px ) – BTT
Keterangan:
π : Keuntungan (pendapatan) TR : Total penerimaan
TC : Total biaya
Y : Produksi
Py : Harga satuan produksi X : Faktor produksi Px : Harga faktor produksi BTT : Biaya tetap total
Kriteria pengambilan keputusan :
1. Jika R/C < 1 , maka usahatani yang dilakukan belum menguntungkan 2. Jika R/C >1 , maka usahatani yang dilakukan menguntungkan
3. Jika R/C = 1 , maka usahatani yang dilakukan berada pada titik impas
8. Return Of Investement (ROI)
Return on Investment atau return on assets menunjukan seberapa banyak laba bersih yang bisa dipoles dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektifitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan.
Analisis Return On Investment (ROI) dalam analisis keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat
(29)
menyeluruh/komprehensif. Analisa Return On Investment (ROI) ini sudah merupakan tehnik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return On Investment (ROI) itu sendiri adalah salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian Return On Investment (ROI) menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan (Net Operating Income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut (Net Operating Assets). Sebutan lain untuk ROI adalah “Net Operating profit Rate Of Return” atau “Operating Earning Power” (Husnan dan Enny, 2006). Formulasi dari
return on investment atau ROI adalah sebagai berikut:
9. Analisis proyek/Kelayakan usaha
Studi kelayakan pada hakikatnya adalah untuk menetapkan layak atau tidaknya suatu gagasan usaha. Dengan kata lain, studi kelayakan harus dapat
memutuskan apakah suatu gagasan usaha perlu diteruskan atau tidak
(Nitisemito, 2004). Menurut Ibrahim (2004) ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan dalam pengembangan suatu proyek. Tahapan-tahapan tersebut antara lain tahapan pengujian dan tahapan evaluasi. Tahapan pengujian digolongkan dalam beberapa aspek antara lain sebagai berikut:
ROI = Pendapatan setelah pajak x 100% Investasi
(30)
1) Aspek Pasar
Aspek pasar dan pemasaran melingkupi peluang pasar, perkembangan pasar, penetapan pangsa pasar, dan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengambil kebijakan yang diperlukan.
2) Aspek Teknis
Aspek teknis mencakup lokasi proyek yang diusahakan, sumber bahan baku, jenis teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, dan jumlah investasi yang diperlukan serta membuat rencana untuk produksi selama umur ekonomis proyek.
3) Aspek Organisasi dan Manajemen
Aspek organisasi dan manajemen mencakup bentuk organisasi dan jumlah tenaga kerja, serta keahlian yang diperlukan.
4) Aspek Sosial dan Lingkungan
Aspek sosial dan lingkungan mencakup pengelolaan yang dapat diterima oleh masyarakat sekitar tentang limbah yang dihasilkan, dan pengaruh yang ditimbulkan oleh usahatani tersebut.
5) Aspek Finansial
Aspek finansial mencakup perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan,
perhitungan kriteria investasi (Net B/C, Gross B/C, Payback period, NPV, IRR, dan analisis sensitifitas, serta analisis titik impas (BEP).
Biaya dalam evaluasi proyek dapat dikelompokkan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kepentingan proyek seperti biaya investasi, biaya operasi dan
(31)
biaya pemeliharaan proyek. Biaya tidak langsung adalah biaya yang perlu diperhitungkan dalam menganalisis proyek, seperti polusi udara, bising, perubahan nilai-nilai (norma) dalam masyarakat.
Tahap evaluasi dilakukan dengan perhitungan kelayakan proyek sebagai berikut :
a Net Benefit Cost Ratio B/C
n t t n t t i bt ct i ct bt C NetB 1 1 1 1 /Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara net benefit yang telah didiscount positif net benefit yang telah didiscount negatif. Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah:
a) net B/C > 1, maka investasi dikatakan layak (feasible);
b) net B/C < 1, maka investasi dikatakan tidak layak (no feasible); c) net B/C = 1, maka investasi berada pada posisi Break Event Point.
b Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
n t t t n i t t t i C i b C GrossB 1 1 1 /Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan antara penerimaan manfaat dari suatu investasi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah :
(32)
a) Gross B/C > 1, maka investasi dikatakan layak (feasible);
b) Gross B/C < 1, maka investasi dikatakan tidak layak (no feasible); c) Gross B/C = 1, maka investasi berada pada posisi Break Event
Point.
c Payback Period
PP = x 1 tahun
Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang
didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari proyek. Kriteria kelayakan:
a) Bila masa pengembalian (PP) lebih pendek dari umur ekonomis proyek, maka proyek menguntungkan dan layak untuk dijalankan; b) Bila masa pengembalian (PP) lebih lama dari umur ekonomis
proyek, maka proyek tidak layak untuk dikembangkan/dijalankan.
d Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) atau nilai tunai bersih, merupakan metode yang menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan dengan biaya atau pengeluaran. Perhitungan itu diukur dengan nilai uang sekarang dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
a) NPV > 0, maka investasi dikatakan layak (feasible);
b) NPV < 0, maka investasi dikatakan tidak layak (no feasible);
n
t
t t t
i C B NPV
1 1
Ab K0
(33)
c) NPV = 0, maka investasi berada pada posisi Break Event Point.
e Internal Rate of Return (IRR)
2 1
2 1
1
1 i i
NPV NPV
NPV i
IRR
Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau dengan kata lain tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol.
Kriteria penilaiannya sebagai berikut:
a) IRR > i, maka investasi dinyatakan layak (feasible);
b) IRR < i, maka investasi dinyatakan tidak layak (no feasible); c) IRR = i, maka investasi berada pada posisi Break Event Point.
10.Analisis Sensitifitas
Analisis sensitivitas adalah suatu kegiatan menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apakah yang akan terjadi pada proyek tersebut bila suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana. Analisis sensitivitas mencoba melihat realitas suatu proyek yang didasarkan pada kenyataan bahwa proyeksi suatu rencana proyek sangat dipengaruhi unsur-unsur ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Semua proyek harus diamati melalui analisis sensitivitas.
Menurut Gittinger (1993), dalam bidang pertanian, proyek-proyek sensitif untuk berubah yang diakibatkan oleh empat masalah utama yaitu:
(34)
1 Harga, terutama perubahan dalam harga hasil produksi yang disebabkan oleh turunnya harga dipasaran.
2 Keterlambatan pelaksanaan proyek, dalam proyek-proyek pertanian dapat terjadi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan teknis atau inovasi baru yang diterapkan atau karena keterlambatan dalam pemesanan dan penerimaan peralatan.
3 Kenaikan biaya, baik dalam biaya konstruksi maupun operasional yang diakibatkan oleh perhitungan-perhitungan yang terlalu rendah.
4 Kenaikan hasil, dalam hal ini kesalahan perhitungan hasil.
Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apakah yang akan terjadi pada analisis usaha jika terdapat suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya maupun manfaat atau penerimaan. Analisis kepekaan ini dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan usaha, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat adanya keadaan yang berubah-ubah atau jika ada kesalahan dalam dasar perhitungan biaya dan manfaat. Hal ini dikarenakan dalam menganalisis kelayakan suatu usaha, biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan
perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Variabel harga jual dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Analisis finansial menggunakan harga produk dan biaya pada tahun pertama analisis sebagai nilai tetap, walaupun dalam keadaan nyata kedua variabel tersebut dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Dengan demikian analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai berapa
(35)
persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. (Kasmir, 2003).
11.Strategi Pengembangan Usaha
Menurut Porter (1996), strategi sebagai penciptaan posisi unik dan berharga yang didapatkan dengan melakukan serangkaian aktivitas. Sedangkan menurut Riyanto (1991), pengembangan usaha adalah sebagian perluasan modal, baik perluasan modal kerja saja/modal kerja dan modal tetap yang digunakan secara tetap dan terus menerus di dalam perusahaan. Artinya perusahaan butuh modal untuk perluasan/penambahan aktiva berupa aktiva tetap untuk menambah peralatan produksi yang ada.
Manajemen strategis secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang berorientasi masa depan yang memungkinkan organisasi untuk membuat keputusan hari ini untuk memposisikan diri untuk kesuksesan di masa mendatang. Pandangan yang lebih tradisional dari manajemen strategis menggunakan pendekatan linear dimana pertama dilakukan pemantauan terhadap lingkungan organisasi (baik internal dan eksternal), strategi dirumuskan, strategi yang diimplementasikan dan kemajuan organisasi terhadap strategi kemudian dievaluasi (David, 2004).
Menurut Rangkuti (1997), analisis SWOT adalah intensifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini
(36)
peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan
keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengambilan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada pada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.
Kinerja suatu perusahaan termasuk agroindustri dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal strength dan weaknesses serta lingkungan eksternal
opportunities dan threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT
membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman
(threats) dengan faktor internal kekuatan (strength) dankelemahan
(weaknesses). Kombinasi tersebut dapat diterangkan pada diagram berikut.
Gambar 3. Diagram Analisis SWOT BERBAGAI PELUANG
KELEMAHAN INTERNAL
BERBAGAI ANCAMAN
KEKUATAN INTERNAL
3. Mendukung strategi turn around
1. Mendukung strategi agresif
4. Mendukung strategi defensif
2. Mendukung strategi diversifikasi
(37)
B.Kajian Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Andika (2012) tentang kinerja usaha dan strategi
pengembangan agroindustri skala kecil kopi bubuk di Kota Bandar Lampung menunjukkan kinerja usaha agroindustri secara keseluruhan sudah baik, di mana nilai rata-rata R/C rasio, BEP, produktivitas, kapasitas, dan kualitas termasuk dalam kategori baik. Nilai tambah rata-rata agroindustri sebesar Rp 9.967,89 per kilogram bahan baku biji kopi atau sebesar 33,42 persen. Strategi pengembangan yang dihasilkan yaitu menghasilkan produk yang berkualitas sehingga mampu besaing dengan agroindustri kopi bubuk yang lain,
memanfaatkan tenaga kerja yang sudah berpengalaman dalam menghadapi pesaing bisnis agroindustri kopi bubuk, dan mengoptimalkan kinerja karyawan sehingga kopi bubuk yang dihasilkan dapat bersaing dengan minuman sejenis lainnya.
Hasil penelitian Hadi (2012) tentang analisis nilai tambah, kelayakan finansial dan prospek pengembangan pada agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat menunjukkan agroindustri kopi luwak memberikan nilai tambah sebesar 28,66%.
Agroindustri kopi luwak secara finansial layak dijalankan dengan nilai NPV 3.052.843.716,56, IRR 52,35%, Net B/C 4,73, Gross B/C 2,01 dan Pp 4,07. Agroindustri kopi luwak merupakan usaha yang memiliki prospek
pengembangan yang sangat baik karena secara finansial usaha kopi luwak layak dijalankan dan dilihat dari aspek pasar dan pemasaran kopi luwak diminati diberbagai daerah baik di dalam Provinsi Lampung maupun diluar Provinsi Lampung.
(38)
Hasil penelitian Putri (2010) tentang analisis nilai tambah, kelayakan finansial dan strategi pengembangan agroindustri kopi bubuk organik di Desa Gunung Terang Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat. Penelitian ini menunjukkan bahwa usaha agroindustri kopi bubuk organik di Desa Gunung Terang menguntungkan dengan nilai tambah sebesar Rp 20.743,54 per kilogram bahan baku biji kopi organik kering. Usaha agroindustri kopi bubuk organik di Desa Gunung Terang secara finansial layak untuk dikembangkan dan menguntungkan. Peneltian menghasilkan tiga strategi prioritas yaitu (a) Meningkatkan pengalaman pemilik agroindustri dalam usahanya untuk dapat menangkap peluang pasar yang masih terbuka lebar, (b) Mengadakan
perekrutan karyawan untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas yang memiliki keahlian dan keterampilan, sehingga dapat meningkatkan produksi kopi bubuk organik yang berdaya saing dalam upaya menembus pangsa pasar internasional, (c) Menjaga produk kopi bubuk organik supaya tetap baik bagi kesehatan tubuh untuk menangkap peluang pasar dalam dan luar negeri yang masih terbuka.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2006) tentang Analisis Kelayakan Agroindustri Kopi Bubuk Skala Kecil di Bandar Lampung. Penelitian ini menyatakan bahwa agroindustri tersebut menguntungkan dan secara finansial layak diusahakan pada suku bunga 12%. Nilai NPV dari tiga agroindustri yang dipilih yaitu CV Sinar Baru Lampung, CV Arya Duta, dan CV Kopi Bubuk Intan masing-masing sebesar Rp 3.558.066.648,68, Rp 68.703.728,39, dan Rp 68.703.728,39. Payback periode agroindustri kopi masing-masing sebesar 8 tahun, 3 bulan18 hari , 6 tahun, 1 bulan, 7 hari; dan 3
(39)
tahun, 1 bulan, 7 hari. B/C ratio sebesar 1,217, 1,040, dan 1,128. IRR masing-masing adalah 30,03%, 21,13%, dan 90,93%. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa agroindustri kopi bubuk skala kecil di Bandar Lampung sensitif
terhadap perubahan biaya produksi dan harga jual kopi bubuk.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu khususnya penelitian Hadi yaitu penelitian ini tidak hanya mengetahui kelayakan dan prospek
pengembangannya dalam agroindustri pengolahan kopi luwak, tetapi juga mengidentifikasi lingkungan agroindustri baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal agroindustri untuk menciptakan strategi pengembangan yang dilakukan agar agroindustri dapat berkembang. Selain itu bila
dibandingkan dengan penelitian Andika (2012) penelitian ini mempunyai perbedaan yaitu untuk mencari pendapatan tidak hanya dilakukan dengan mencari pendapatan agroindustri saja namun dilakukan analisis secara finansial. Dengan demikian kelebihan dari penelitian ini selain mengetahui besarnya pendapatan yang dilakukan dengan analisis finansial, tetapi juga mengetahui besarnya kapasitas produksi yang harus dihasilkan dan strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk keberlangsungan agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit Lampung Barat.
C.Kerangka Pemikiran
Pengembangan agroindustri diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif penggerak untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Salah satu contoh agroindustri yang berkembang di masyarakat Lampung adalah agroindustri kopi luwak. Agroindustri kopi luwak merupakan kegiatan pengolahan atau
(40)
perubahan bentuk dimana komoditi kopi diolah menjadi kopi luwak. Proses perubahan bentuk yang dilakukan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan.
Tujuan dari setiap usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal maka haruslah dibarengi dengan kinerja yang baik sehingga tujuan dapat tercapai. Untuk mengetahui apakah agroindustri kopi luwak ini
menguntungkan atau tidak, maka dilakukan suatu analisis. Dalam analisis ini dilakukan perhitungan yang diukur dari besarnya penerimaan dan biaya bagi industri kopi luwak. Selain itu, tingkat kapasitas produksi yang dihasilkan dalam setiap periode produksinya harus dapat direncanakan dimana output yang dihasilkan sesuai dengan biaya total yang dikeluarkan. Hal ini perlu diperhatikan sehingga produksi yang dilakukan tidak mengalami kerugian atau bahkan dapat memberikan kontribusi laba terhadap agroindustri kopi luwak.
Dalam kegiatan agroindustri, faktor lingkungan juga akan sangat mempengaruhi pengembangan agroindustri kedepannya. Untuk
pengembangan agroindustri kopi luwak, para pelaku agroindustri harus memperhatikan faktor-faktor lingkungan baik lingkungan internal maupun eksternal. Strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan agroindustri yaitu dengan menganalisis lingkungan internal meliputi produksi, manejemen dan pendanaan, sumber daya manusia, lokasi agroindustri dan pemasaran, sedangkan analisis lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi, sosial dan budaya, teknologi, pesaing, iklim dan cuaca serta kebijakan pemerintah .Variabel internal dan eksternal tersebut kemudian diringkas dan dijabarkan
(41)
dalam matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) dan matriks Eksternal Strategic Factors Analysis Summary (EFAS). Matriks IFAS untuk mengidentifikasi faktor internal sedangkan matriks EFAS untuk faktor eksternal, dan hasil dari kedua matriks tersebut dimasukkan ke dalam diagram SWOT. Kerangka pemikiran analisis kinerja dan strategi pengembangan agroindustri kopi luwak disajikan pada Gambar 4.
(42)
Gambar 4. Bagan Alir Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan Agroindustri Kopi Luwak di Kabupaten Lampung Barat.
Analisis Kelayakan
Sistem Agribisnis Kopi Luwak Harga Output
Harga Input
PASAR Persaingan Pasar Pendapatan Proses Produksi Biaya Produksi
Output Pemasaran
Input
Penerimaan
Analisis SWOT
Lingkungan Internal: 1. Produksi
2. Manajemen dan pendanaan 3. Sumber daya manusia 4. Lokasi agroindustri
Lingkungan Eksternal: 1. Ekonomi, sosial, budaya 2. Teknologi
3. Pesaing 4. Iklim, cuaca
Matriks IFAS Matriks EFAS
S T R A T E G I P E N G E M B A N G A N
(43)
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional
Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor produksi seperti bahan baku dan tenaga kerja untuk menghasilkan output berupa kopi luwak
Input adalah faktor produksi (bahan) yang digunakan dalam proses produksi kopi luwak. Input dapat berupa biji kopi luwak, modal, dan tenaga kerja.
Keluaran (Output) adalah hasil dari proses produksi yaitu berupa kopi luwak, diukur dalam jumlah satuan kilogram (kg).
Harga produk (output) adalah harga kopi luwak yang diterima oleh pengusaha agroindustri dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Bahan baku adalah bahan utama yaitu biji kopi yang diolah menjadi kopi luwak, diukur dalam jumlah satuan kilogram (kg).
(44)
Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja, baik dari dalam maupun luar keluarga, yang digunakan dalam proses produksi kopi luwak yang diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK).
Penerimaan adalah nilai produksi kopi luwak yang diterima pengusaha dari penjualan kopi luwak dalam satu periode (satu tahun)yang diukur dalam satuan kilogram (Kg) dikalikan dengan harga jual kopi luwak per kilogram, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam satu periode (satu tahun) yang dihitung dari banyaknya input yang dikeluarkan dikalikan dengan harga, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak bergantung pada besar kecilnya produksi dan dapat digunakan lebih dari satu kali proses produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan dengan besar kecilnya produksi dan habis dalam satu kali proses produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan investasi usaha kopi luwak, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
(45)
Umur ekonomis adalah jumlah tahun peralatan selama digunakan, terhitung sejak tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun.
Pendapatan adalah balas jasa yang diterima pengusaha agroindustri kopi luwak dari pengelolaan biji kopi menjadi kopi luwak. Besarnya pendapatan dihitung dengan mengurangi penerimaan agroindustri kopi luwak dengan total biaya–biaya yang dikeluarkan (biaya total), diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Pengembalian atas investasi atau asset (Return Of Investment-ROI) adalah perbandingan dari pemasukan (income) pertahun terhadap dana investasi.
Kinerja merupakan hasil kerja dari suatu agroindustri yang dilihat dari aspek produktivitas (Kg/HOK), kapasitas (%), pendapatan, dan ROI.
Strategi pengembangan agroindustri adalah serangkaian kegiatan dalam pengambilan keputusan dengan menganalisis faktor-faktor strategis dalam agroindustri baik faktor-faktor dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal).
Faktor lingkungan eksternal agroindustri adalah suatu analisis untuk mencari faktor-faktor strategis dari luar agroindustri yang mempengaruhi keberhasilan misi, tujuan dan kebijakan agroindustri baik faktor yang menguntungkan (peluang/opportunities) maupun faktor yang merugikan (ancaman/threats) dalam suatu agroindustri.
(46)
Faktor lingkungan internal agroindustri adalah suatu untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis dari dalam agroindustri yang mempengaruhi
keberhasilan misi, tujuan, dan kebijakan agroindustri baik faktor-faktor yang menguntungkan (kekuatan/strength) maupun faktor yang merugikan
(kelemahan/weakness) dalam suatu agroindustri.
B. Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu sentra produksi kopi di Provinsi Lampung. Selain itu, Kecamatan Balik Bukit merupakan sentra agroindustri kopi luwak di Lampung Barat.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu semua populasi dijadikan responden dalan penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah para pelaku agroindustri kopi luwak. Populasi yaitu seluruh para pelaku agroindustri kopi luwak yang berjumlah 7 orang. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012 sampai dengan November 2012.
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. Oleh karena jumlah pengusaha kopi luwak hanya 7 orang maka seluruh pengrajin diambil sebagai sampel.
(47)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pemilik usaha berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi-instansi (Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pusat Statistik, dan lain-lain) yang dapat mendukung ketersediaan data penelitian.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai pendekatan metode analisis data penelitian.
1. Kinerja
Kinerja produksi dilihat dari aspek produktivitas,kapasitas, dan pendapatan agroindustri.
a. Produktivitas agroindustri
Produktivitas dari agroindustri dihitung dari unit yang diproduksi (output) dengan masukan yang digunakan (tenaga kerja) yang dirumuskan sebagai berikut:
(HOK) digunakan
yang masukan
(kg) diproduksi yang
unit tas
Produktivi
Standar nilai produktivitas tenaga kerja menurut Render dan Heizer (2001) adalah 7,2 kg kopi bubuk/HOK.
(48)
1) Jika produktivitas > 7,2 kg kopi bubuk/HOK, maka kinerja agroindustri tersebut sudah baik;
2) Jika produktivitas < 7,2 kg kopi bubuk/HOK, maka kinerja agroindustri tersebut kurang baik.
b. Kapasitas agroindustri
Kapasitas yaitu suatu ukuran yang menyangkut kemampuan dari output
dari suatu proses. Kapasitas agroindustri diperoleh dari actual output
yaitu output berupa kopi luwak yang di produksi dengan satuan kg dan
design capacity yaitu kapasitas maksimal memproduksi kopi luwak dengan satuan kg. Kapasitas agroindustri dapat dirumuskan sebagai berikut :
Capacity Design
Output Actual
n Utilizatio
Capacity
Keterangan:
Actual output : output yang diproduksi (Kg)
Design capacity : kapasitas maksimal memproduksi (Kg)
Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah:
1) Jika kapasitas > 0,5 atau 50%, maka agroindustri telah berproduksi secara baik;
2) Jika kapasitas < 0,5 atau 50%, maka agroindustri berproduksi kurang baik.
c. Pendapatan agroindustri
Tujuan akhir suatu usaha adalah mendapatkan laba (sisa usaha).
Pendapatan dalam agroindustri kopi luwak diperoleh dari hasil penjualan kopi luwak. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat
(49)
pendapatan agroindustri kopi luwak. Pendapatan diperoleh dengan menghitung selisih antara penerimaan yang diterima dari hasil usaha dengan biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu tahun. Penerimaan merupakan jumlah uang yang diterima dari hasil penjualan produk yang dihasilkan. Biaya merupakan jumlah uang yang dikeluarkan selama proses pengolahan kopi luwak. Secara matematis untuk menghitung besarnya pendapatan dari agroindustri kopi luwak dapat ditulis sebagai berikut :
π = Y.Py - ∑ Xi Pxi.BTT
Keterangan:
π : Pendapatan (Rp)
Y : Produksi kopi luwak (Kg) Py : Harga Produk (Rp/Kg) Xi : Faktor Produksi (1,2,3,…,n) Pxi : Harga Faktor Produksi ke i (Rp) BTT : Biaya Tetap Total (Rp)
d. Return Of Investement (ROI)
Pengembalian atas investasi atau asset (Return Of Investment - ROI)
adalah perbandingan dari pendapatan bersih pertahun terhadap dana investasi. Dengan demikian memberikan indikasi profitabilitas suatu investasi.
(50)
Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah:
a) ROI > i (suku bunga yang berlaku pada saat penelitian), maka investasi agroindustri kopi luwak dinyatakan mengalami keuntungan;
b) ROI < i (suku bunga yang berlaku pada saat penelitian), maka investasi agroindustri kopi luwak dinyatakan mengalami kerugian.
2. Analisis Kelayakan Agroindustri
Untuk mencari kelayakan usaha agroindustri kopi luwak maka digunakan alat analisis finansial yaitu dengan menggunakan kriteria investasi Net Benefit Cost Ratio (B/C), Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C), Payback Period, Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR),
1) Net Benefit Cost Ratio B/C
Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara net benefit yang telah didiscount positif net benefit yang telah didiscount negatif. Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut :
n t t n t t i bt ct i ct bt C NetB 1 1 1 1 / Keterangan:Net B/C = Net benefit cost ratio
Bt =Benefit/ penerimaan bersih tahun t
ROI = Pendapatan setelah pajak x 100% Investasi
(51)
Ct = Cost/biaya pada tahun t I = Tingkat bunga
t = Tahun (waktu ekonomis)
Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah :
a) net B/C > 1, maka investasi agroindustri kopi luwak dikatakan layak secara finansial (feasible);
b) net B/C < 1, maka investasi agroindustri kopi luwak dikatakan tidak layak secara finansial (no feasible);
c) net B/C = 1, maka investasi agroindustri kopi luwak dikatakan berada pada posisi Break Event Point.
2) Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan antara penerimaan manfaat dari suatu investasi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Gross B/C dapat dirumuskan sebagai berikut:\
n t t t n i t t t i C i b C GrossB 1 1 1 / Keterangan :Gross B/C = Gross Benefit Cost Ratio
Bt =Benefit/ penerimaan bersih tahun t Ct = Cost/biaya pada tahun t
I = Tingkat bunga
T = Tahun (waktu ekonomis)
(52)
a) Gross B/C > 1, maka investasi agroindustri kopi luwak dikatakan layak secara finansial (feasible);
b) Gross B/C < 1, maka investasi agroindustri kopi luwak dikatakan tidak layak secara finansial (no feasible);
c) Gross B/C = 1, maka investasi agroindustri kopi luwak berada pada posisi Break Event Point.
3) Net Present Value (NPV)
Perhitungan Net Present Value merupakan net benefit yang telah didiskon dengan Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) sebagai
discount factor. Rumus dari Net Present Value adalah:
NPV = PVBenefit–PVCost
Keterangan:
PVBenefit = PV Pendapatan (+)
PVCost = PV Pendapatan (-)
Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah:
a) NPV > 0, maka investasi agroindustri kopi luwak dikatakan layak secara finansial (feasible);
b) NPV < 0, maka investasi agroindustri kopi luwak dikatakan tidak layak secara finansial (no feasible);
c) NPV = 0, maka investasi agroindustri kopi luwak berada pada posisi Break Event Point.
4) Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau dengan kata lain tingkat bunga yang
(53)
menghasilkan NPV sama dengan nol. IRR dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
2 1
2 1
1
1 i i
NPV NPV
NPV i
IRR
Keterangan:
NPV = Net Present Value
i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1 i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2
Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah:
c) IRR > i, maka investasi agroindustri kopi luwak dinyatakan layak secara finansial (feasible);
d) IRR < i, maka investasi agroindustri kopi luwak dinyatakan tidak layak secara finansial (no feasible);
e) IRR = i, maka investasi agroindustri kopi luwak berada pada posisi Break Event Point.
5) Analisis Sensitifitas
Analisis sensitivitas adalah suatu kegiatan menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apakah yang akan terjadi pada proyek tersebut bila suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana. Analisis sensitivitas mencoba melihat realitas suatu proyek yang didasarkan pada
kenyataan bahwa proyeksi suatu rencana proyek sangat dipengaruhi unsur-unsur ketidakpastian mengenai apa yang terjadi di masa mendatang (Gittinger, 1993).
(54)
Dalam pelaksanaan suatu proyek, besarnya NPV, Gross B/C, Net B/C, IRR dan PP dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan biaya.
Perubahan NPV, Gross B/C, Net B/C, IRR dan PP dapat terjadi karena adanya perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat. Dalam penelitian ini, analisis sensitifitas dilakukan pada arus
penerimaan dan pengeluaran.
Adapun perubahan-perubahan yang akan dikaji pada analisis sensitifitas adalah sebagai berikut:
i. Kenaikan biaya produksi yang telah terjadi dan batas kelayakan produksi.
ii. Penurunan penerimaan yang diakibatkan karena gagal produksi atau produk rusak yang telah terjadi dan batas kelayakan usaha.
Perubahan biaya total berdasarkan pada kenaikan bahan bakar minyak, bahan baku (buah-buahan dan umbi), bahan tambahan (minyak goreng, BBM dan lainnya), tarif dasar listrik, serta perubahan harga jual
didasarkan pada harga jual kopi luwak yang terendah di produsen dan perubahan produksi yang terendah yang mungkin terjadi.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan memperhitungkan kemungkinan di atas yang mungkin akan terjadi. Tingkat kenaikan biaya suatu produksi yang akan menyebabkan nilai NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR tidak lagi menguntungkan, maka pada titik itulah proyek tersebut tidak layak. Selain itu perlu juga dihitung setiap penurunan harga jual
(55)
suatu produk jadi akan menyebabkan nilai NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR tidak meyakinkan, maka itulah batas kelayakan proyek.
% 100 % 100 0 1 0 1 x Y Y Y x X X X an LajuKepeka Keterangan : 1
X = NPV/IRR/Net B/C ratio setelah terjadi perubahan
0
X = NPV/IRR/Net B/C ratio sebelum terjadi perubahan X = rata-rata perubahan NPV/IRR/Net B/C ratio
1
Y = harga jual/biaya produksi/produksi setelah terjadi perubahan
0
Y = harga jual/biaya produksi/produksi sebelum terjadi perubahan Y = rata-rata perubahan harga jual/biaya produksi/produksi Kriteria laju kepekaan :
(i) Jika laju kepekaan > 1, maka hasil usaha atau proyek peka / sensitif terhadap perubahan.
(ii) Jika laju kepekaan < 1, maka hasil usaha atau proyek tidak peka / tidak sensitif terhadap perubahan.
3. Analisis Strategi Pengembangan
Analisis strategi pengembangan pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1) Tahap pengumpulan data
Tahap ini merupakan tahap untuk mengindentifikasi dari faktor
lingkungan eksternal dan juga faktor lingkungan internal. Dimana data-data diperoleh dari faktor-faktor tersebut.
(56)
(1) Matrik faktor internal
Cara-cara penentuan faktor strategi internal (IFAS)
a) Menentukan komponen-komponen faktor dalam kolom 2 a. Produksi
Produk yang dihasilkan oleh agroindustri berupa kopi luwak yang berkualitas baik;
b. Manajemen dan pendanaan
Bagaimana agroindustri memanajemen usahanya serta bagaimana ketersediaan dana atau modal yang mendukung kegiatan operasional agroindustri, baik sumber modal dari dalam ataupun dari luar agroindustri;
c. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia dilihat dari bagaimana kualitas sumber daya manusia agroindustri baik pemilik maupun karyawan agroindustri;
d. Lokasi agroindustri
Lokasi dari agroindustri yang strategis dekat dengan bahan baku;
e. Pemasaran
Keberadaan agroindustri yang dekat dengan pasar sehingga mempermudah untuk memasarkan hasil produksi kopi luwak.
b) Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 100 (paling penting) sampai 0 (tidak penting),
(57)
berdasarkan pengaruh komponen-komponen faktor tersebut terhadap posisi strategi agroindustri (semua bobot tersebut harus berjumlah 100% yang akan menjadi bobot bagi masing-masing faktor);
c) Menghitung rating (dalam kolom 4) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 sampai dengan 1, berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi
agroindustri yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai +1 sampai +4 sangat baik. Pemberian nilai rating kelemahan adalah sebaliknya;
d) Mengalikan bobot pada kolom 3 dengan rating pada kolom 4, untuk memperoleh total skor dalam kolom 5.
Besarnya persentase dalam komponen tergantung pada besarnya pengaruh langsung komponen tersebut pada agroindustri kopi luwak, dan jumlah komponen harus 100%.
(58)
Tabel 6. Kerangka matrik faktor strategi internal untuk kekuatan (strength)
Komponen (%)
Kelemahan Bobot Rating Total Skor
Rangking
Produksi Produk yang dihasilkan berkualitasi Manajemen dan pendanaan Pimoinan produksi adalah pemilik agroindustri Sumber Daya Manusia Sebagian tenaga kerja sudah berpengalaman Lokasi agroindustri Lokasi agroindustri dekat dengan bahan baku
Pemasaran Dekat dengan pasar
Keterangan pemberian rating:
4 = Kekuatan yang dimiliki agroindustri sangat kuat 3 = Kekuatan yang dimilki agroindustri kuat
2 = Kekuatan yang dimiliki agroindustri rendah 1 = Kekuatan yang dimiliki agroindustri sangat rendah
Tabel 7. Kerangka matrik faktor strategi internal untuk kelemahan (weakness)
Komponen (%)
Kelemahan Bobot Rating Total Skor
Rangking
Produksi Harga bahan baku yang berfluktuasi Manajemen dan pendanaan Catatan pembukuan tidak baik dan keterbatasan modal Sumber Daya Manusia Jumlah karyawan terbatas Lokasi agroindustri Lokasi agroindustri dekat dengan pemukiman penduduk Pemasaran Kurangnya
jaringan pasar untuk memasarkan produk
Keterangan pemberian rating:
(59)
3 = Kelemahan yang dimiliki agroindustri mudah dipecahkan 2 = Kelemahan yang dimiliki agroindustri sulit dipecahkan 1 = Kelemahan yang dimiliki agroindustri sangat sulit dipecahkan
(2) Matrik faktor eksternal
Cara-cara penentuan faktor strategi eksternal (EFAS) yaitu : a) Menentukan komponen-komponen faktor dalam kolom 2.
1) Ekonomi, sosial dan budaya
Adanya kenaikan harga BBM yang menyebabkan kenaikan harga barang-barang sehingga agroindustri perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap kenaikan harga tersebut. Kondisi sosial budaya disekitar agroidustri dapat mempengaruhi kenaikan maupun penurunan permintaan akan kopi luwak; 2) Teknologi
Perkembangan teknologi memungkinkan pelaku agroindustri untuk menggunakan teknologi-teknologi yang ada dalam mengembakan usahanya;
3) Persaingan
Keadaan perekonomian yang semakin terbuka mendorong persaingan antar agroindustri semakin meningkat;
4) Iklim dan cuaca
Musim penghujan yang panjang menyebabkan produksi kopi menurun sehingga menyebabkan menurunnya produksi kopi luwak;
(60)
5) Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah dibidang industri kecil dan menengah mempengaruhi
perkembangan agrondustri kopi luwak.
b) Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 100 (paling penting) sampai 0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh komponen-komponen faktor tersebut terhadap posisi strategi agroindustri (semua bobot tersebut harus berjumlah 100% yang akan menjadi bobot bagi masing-masing faktor);
c) Menghitung rating (dalam kolom 4) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 sampai dengan 1,
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi
agroindustri yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori peluang) diberi nilai mulai +1 sampai +4 sangat baik. Pemberian nilai rating ancaman adalah sebaliknya;
d) Mengalikan bobot pada kolom 3 dengan rating pada kolom 4, untuk memperoleh total skor dalam kolom 5.
Besarnya komponen tergantung pada besarnya pengaruh komponen tersebut pada usaha ini, dan jumlah persentase dari komponen harus 100%.
(61)
Tabel 8. Kerangka matrik faktor strategi eksternal untuk peluang (opportunities)
Komponen (%)
Peluang Bobot Rating Total Skor
Rangking
Ekonomi, sosial dan budaya
Pertumbuhan penduduk dan kebutuhan masyarakat semakin meningkat
Teknologi Pemanfaatan teknologi oleh agroindustri
Pesaing Persaingan bisnis agroindustri kopi luwak masih relatif kecil Iklim dan
cuaca
Cuaca panas akan mendukung proses penjemuran kopi luwak Kebijakan
pemerintah
Memanfaatkan dukungan pemerintah terhadap agroindustri
Keterangan pemberian rating:
4 = Peluang yang dimiliki agroindustri sangat mudah untuk diraih 3 = Peluang yang dimiliki agroindustri mudah untuk diraih 2 = Peluang yang dimiliki agroindustri sulit untuk diraih
1 = Peluang yang dimiliki agroindustri sangat sulit untuk diraih
Tabel 9. Kerangka matrik faktor strategi ekternal untuk ancaman (threats)
Komponen (%)
Ancaman Bobot Rating Total Skor
Rangking
Ekonomi, sosial dan budaya
Kondisi sosial ekonomi yang kurang stabil Teknologi Perkembangan
Teknologi sulit diikuti karena memerlukan biaya yang tinggi Pesaing Semakin meningkatnya
pesaing minuman sejenis Iklim dan cuaca Musim penghujan yang
panjang menyebabkan produksi kopi luwak menurun
Kebijakan pemerintah
Sedikitnya dukungan dari pemerintah terhadap agroindustri
Keterangan pemberian rating:
4 = Ancaman yang sangat mudah untuk diatasi 3 = Ancaman yang mudah diatasi
(62)
2 = Ancaman yang sulit diatasi 1 = Ancaman yang sangat sulit diatasi
2) Tahap Analisis SWOT
Strengths (S) Tentukan 5-10 faktor yang
menjadi kekuatan
Weakness (W)
Tentukan 5-10 faktor yang
menjadi kelemahan
Opportunities (O) Tentukan 5-10 faktor yang
menjadi peluang
Strategi (SO) Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfatkan peluang
Strategi (WO) Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang
Threats (T)
Tentukan 5-10 faktor yang
menjadi ancaman
Strategi (ST) Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman
Strategi (WT) Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk menghindari ancaman
Gambar 5. Bentuk matrik SWOT
1) Faktor-faktor internal dan eksternal yang didapatkan dari identifikasi yaitu faktor kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang kemudian dimasukkan ke dalam matrik SWOT untuk dianalisis. Analisis SWOT ini menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi agroindustri, yang disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matrik ini akan
menghasilkan 4 set kemungkinan strategi antara lain strategi SO, strategi ST, strategi WO, dan strategi WT. Bentuk matrik SWOT dapat dilihat pada Gambar 5.
(63)
2) Silangkan masing-masing faktor sehingga didapat strategi SO, ST, WO, dan strategi WT.
(64)
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. Kecamatan Balik Bukit merupakan 1 dari 25 Kecamatan lain yang ada di Kabupaten Lampung Barat, Balik Bukit adalah Kecamatan yang terletak di jantung Kota Kabupaten Lampung Barat. Kecamatan Balik Bukit memiliki batas daerah antara lain:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukau 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ulu Krui 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Karya Penggawa 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batu Berak
Secara topografis, sebagian besar wilayah Kecamatan Balk Bukit adalah daerah pegunungan dan perbukitan, hanya sebagian kecil yang berupa dataran rendah. Potensi lahan wilayah Kecamatan Balik Bukit diperuntukkan bagi kegiatan perkebunan kopi, peternakan sapi dan kambing, sayur-mayur, buah-buahan dan hasil hutan lainnya.
(65)
Kecamatan Balik Bukit memiliki luas wilayah 28.085 Ha atau 3,35% dari luas kabupaten yang terdiri dari 12 Pekon atau Kelurahan, dengan luas wilayah masing-masing Pekon/Kelurahan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Luas wilayah Kecamatan Balik Bukit menurut pekon/kelurahan Tahun 2011
No Pekon/Kelurahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Kubu Perahu 3.942 14,06
2 Way Empulau Ulu 2.662 9,48
3 Watas 1.581 6,63
4 Padang Dalom 1.774 6,32
5 Gunung Sugih 883 3,14
6 Sebarus 1.999 7,12
7 Pasar Liwa 2.297 8,18
8 Way Mengaku 2.850 10,15
9 Padang Cahya 1.809 6,44
10 Sukarame 2.927 10,42
11 Bahway 4.777 17,01
12 Sedampah Indah 588 2,09
Jumlah 28.085 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat, 2012
Iklim pada Kecamatan Balik Bukit memiliki temperatur udara rata-rata 12°C-25°C dan curah hujan rata-rata 2500-3000 mm/tahun dengan curah hujan terbanyak 108 hari. Regim kelembaban tergolong basah (udic) dengan
kelembaban berkisar antara 50 - 40%. Kondisi Sumberdaya air yang cukup di Kecamatan Balik Bukit membuat daerah ini tidak kekurangan pasokan air bersih sehingga memudahkan bagi para pelaku usaha yang memang dalam pengerjaanya membutuhkan air yang cukup seperti agroindustri kopi luwak. Sebagian besar wilayah Kecamatan Balik Bukit adalah daerah perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian antara 500-1000 mdpl yang menjadikan
(66)
wilayah Kecamatan Balik Bukit sebagai daerah yang cocok untuk membudidayakan tanaman kopi. Penggunaan lahan di Kecamatan Balik Bukit adalah untuk perkampungan, pusat kantor pemerintahan, pertanian, perkebunan, industri, jasa-jasa dan lain-lain, untuk luas masing-masing penggunaan lahan terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Balik Bukit menurut Tahun 2011
No Pekon/Kelurahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Sawah 674 2,40
2 Ladang 1.447 5,15
3 Tanah perkebunan 10.229 36,42
4 Kantor Pemerintahan dan Sekolah 10 0,04
5 Hutan 8.195 29,18
6 Pemukiman 3.256 11,59
7 Perikanan 28 0,10
8 Dan lain-lain 4.246 15,12
Jumlah 28.085 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat, 2012
Tabel 11 menunjukkan bahwa luas lahan yang terbesar adalah areal
perkebunan. Hal tersebut karena di Kecamatan Balik Bukit sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani perkebunan kopi. Hampir seluruh lahan perkebunan ditanami tanaman kopi. Jenis tanaman kopi yang dominan diusahakan petani di Kecamatan Balik Bukit adalah jenis kopi robusta. Masyarakat Kecamatan balik Bukit lebih dominan memilih untuk menanam kopi jenis robusta karena cara pembudidayaan yang lebih mudah dibandingkan dengan jenis kopi lain seperti kopi arabika. Hal ini menjadi salah satu faktor pendukung bagi agroindustri kopi luwak dalam menjalankan aktivitasnya karena memudahkan untuk mendapatkan pasokan bahan baku
(1)
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Agroindustri kopi luwak baik yang berskala kecil maupun mikro di Kecamatan Balik Bukit,Kabupaten Lampung Barat memiliki kinerja yang baik dan menguntungkan, dengan masing-masing skala agroindustri memiliki nilai R/C rasio sebesar 1,92 dan 1,45, ROI 119% dan 78%, produktivitas 0,76 dan 0,65, dan kapasitas 0,87 dan 0,77.
2. Agroindustri kopi luwak baik yang berskala kecil maupun mikro di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat merupakan usaha yang menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, dengan masing-masing skala agroindustri memiliki nilai NPV 2.011.710.064 dan 256.161.778, IRR 74,60% dan 57,29%, Net B/C 5,13 dan 2,76, Gross B/C 1,47 dan 1,18, PP 4,18 dan 5,14.
3. Strategi pengembangan agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, didapat tiga strategi prioritas yaitu (a) menghasilkan produk yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan penduduk seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat (b) menghasilkan produk yang berkualitas sehingga mampu besaing dengan agroindustri kopi luwak
(2)
123
yang lain dan (c) menentukan kebijakan dalam menghadapi pesaing bisnis kopi luwak.
B. Saran
1. Pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat diharapkan dapat membina pelaku usaha kopi luwak agar produk yang mereka hasilkan berkualitas dan mampu bersaing dengan produk kopi luwak yang dihasilkan di luar Kabupaten Lampung Barat.
2. Peneliti lain, sebaiknya melakukan penelitian mengenai aspek
kelembagaan pemasaran dan struktur pemasaran kopi luwak sehingga secara komprehensif dapat diketahui lebih dalam tentang usaha kopi luwak.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, A.D.2004. Manajemen Ekuitas Merek. akarta. Mitra Utama.
Andika, M.S. 2012. Kinerja Usaha dan Strategi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Kopi Bubuk di Kota Bandar Lampung. Skripsi. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Asoiasi Ekspor Kopi Indonesia. 2010. Produktifitas Kopi Indonesia. http://www.aeki-aice.org. Diakses tanggal 1 Agustus 2013.
Austin, J.E. 1992. Agroindustrial Project Analysis. London The John Hopkins. University Press.
Badan Agribisnis. 1995. Sistem Strategi dan Program Pengembangan Agribisnis. Jakarta. Badan Agribisnis Departemen Pertanian.
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2013. Lampung Dalam Angka. Bandar Lampung. BPS Provinsi Lampung.
Bambang, R. 1991. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta. Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada.
Bernardin dan Russel. 1993. Pengembangan Kinerja karyawan. http://www.scribd.com. Diakses tanggal 10 Mei 2011.
Dina, Iryanti. 2011. Analisis Kinerja, Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Agroindustri Kecil Kelanting. Skripsi. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Lampung Barat. 2011. Jumlah Pelaku Usaha Agroindustri Kopi Luwak . Kabupaten Lampung Barat. Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Lampung Barat.
Departemen Koprasi Indonesia 2008. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM.
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com/content&view=article&id= 129. Diakses tanggal 1 Agustus 2013.
(4)
125
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian Jakarta. 2009. Roadmap Industri Pengolahan Kopi. http://www.deperindag.go.id. Diakses tanggal 22 Mei 2012.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Volume dan Nilai Ekspor, Impor
Indonesia. http://ditjenbun.deptan.go.id. Diakses tanggal 1 Agustus 2013. Ermayuli. 2011. Analisis Teknik Dan Finansial Agroindustri Skala Kecil Pada
Berbagai Proses Pembuaatan Keripik Talas Di Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Teknologi Dan Industri Hasil Pertanian Volume 16, No.1, Maret 2011. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Febrianti. 2011. Kelayakan Kopi Luwak di Kabupaten Lampung Barat. Jurnal
Teknologi Dan Industri Hasil Pertanian Volume 16, No.1, Maret 2011. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Fransisdo, T.O. 2011. Analisis Pendapatan, Nilai Tambah Dan Kelayakan Finansial Agroindustri Keripik Di Bandar Lampung. Skripsi. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Gittinger, J.P. 1993. Analisa Proyek-proyek Pertanian. Jakarta. UI Press. Hadi, R.A. 2011. Analisis Nilai Tambah, Kelayakan Finansial Dan Prospek
Pengembangan Agroindustri Kopi Luwak Di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. Skripsi. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Handoko, H. 1984. Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta. BPFE. Hasibuan, M. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi Aksara. Hasyim, H dan W.A. Zakaria. 1995. Pengembangan Agribisnis di Provinsi
Lampung dalam Era Pasca GATT. Jurnal Sosial Ekonomika Vol. 1 No. 1 Juni 1995. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Husnan Suad dan Enny Pudjiastuti. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.
Yogyakarta. UPP STIM YKPN.
Ibrahim, M.Y. 1998. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta. Rineka Cipta. Kasmir. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta. Prenada Media.
(5)
Kompas. Pemasaran Kopi Luwak Liwa Sulit.http://bisniskeuangan.kompas.com/ read/2010/10/12/02555082/. Diakses tanggal 11 Mei 2012.
Kustiari, R. 2007. Perkembangan pasar kopi dunia dan implikasinya bagi Indonesia. Bogor. Pusat analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. Masyhuri. 1994. Pengembangan Agribisnis dalam Era Globalisasi. Yogyakarta.
Fakultas Pertanian UGM.
Nitisemito, A. 2004. Wawasan Studi Kelayakan dan Evaluasi Proyek. Jakarta. Bumi Aksara
Presetya, H dan F. Lukiastuti. 2009. Manajemen Operasi. Yogyakarta. Media Pressindo.
Porter, M. 1994. Keunggulan Bersaing. Jakarta. Bina Rupa Aksara.
Purnomo, A. 2006. Analisis Kelayakan Agroindustri Kopi Bubuk Skala Kecil di Bandar Lampung. Skripsi. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
Putri, R.N. Eka. 2010. Analisis Nilai Tambah, Kelayakan Finansial, Dan Strategi Pengembangan Agroindustri Kopi Bubuk Organik di Desa Gunung Terang Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat (Studi Kasus Pada Perusahaan Waroeng Organik). Skripsi. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Raharjo, Bismo. 2013. Analisis Penentu Ekspor Kopi Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis. Malang. Universitas Brawijaya. http://ejurnal.net. Diakses tanggal 4 September 2013.
Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedakan Kasus Bisnis. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Render, B dan J. Heizer. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Jakarta. Salemba Empat.
Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Soekartawi. 1990. Prinsip-prinsip Perencanaan Pembangunan. Jakarta. PT. Raja
Rajawali Grafindo Persada.
Syaiful. Keistimewaan Kopi Luwak. http://kopiluwakindonesia.org/keistimewaan-kopi-luwak.html. Diakses tanggal 9 Mei 2012.
(6)
127
Wibisono, A. Analisis SWOT. http://aguswibisono.com. Diakses tanggal 10 Mei 2012.