Nilai Tambah pada Rantai Pasok Beras di Penebel Tabanan Bali.

NILAI TAMBAH PADA RANTAI PASOK BERAS
DI PENEBEL TABANAN BALI

SKRIPSI

OLEH :
NI LUH PUTU RAVI CAKSWINDRYANDANI
1211205024

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

NILAI TAMBAH PADA RANTAI PASOK BERAS
DI PENEBEL TABANAN BALI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana


Oleh :
Ni Luh Putu Ravi Cakswindryandani
1211205024

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

Ni Luh Putu Ravi Cakswindryandani. 1211205024. 2016. Nilai Tambah Pada
Rantai Pasok Beras di Penebel Tabanan Bali. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. I
Ketut Satriawan, M.T dan Prof. Dr. Ir. G. P. Ganda Putra, M.P.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rantai pasok beras, menentukan
nilai tambah pada masing-masing elemen rantai pasok beras, dan membuat
alternatif rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan nilai tambah pada petani
beras di Penebel Tabanan Bali. Penelitian dilakukan dari Februari hingga April
2016. Penelitian menggunakan metode survei dengan penyebaran kuisioner
kepada petani, penebas, pengepul, penggiling, pedagang besar dan pengecer.

Analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami untuk menentukan besar nilai
tambah tiap elemen rantai pasok. Alternatif rekomendasi ditentukan dengan
menggunakan metode Focuss GroupDiscussion. Terdapat 3 pola rantai pasok
beras Penebel Tabanan Bali, pola 1 petani – penebas – pengepul – penggiling –
pedagang besar – pengecer, pola 2 petani – pengepul – penggiling – pedagang
besar – pengecer, dan pola 3 petani – penggiling – pedagang besar – pengecer.
Aliran barang bergerak dari petani dan berakhir di pengecer, sedangkan aliran
uang dan informasi bergerak dari pengecer dan berakhir di petani. Nilai tambah
tingkat petani sebesar Rp.679/Kg GKP untuk petani pada pola rantai 1,
Rp.1.121/Kg GKP untuk petani pada pola rantai 2, dan Rp.1.241/Kg GKP pada
petani pola rantai 3. Penebas memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 327/Kg GKP.
Pengepul memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 650/Kg GKP. Penggiling
menghasilkan nilai tambah sebesar Rp.877/Kg untuk beras grade 1, Rp.595/Kg
untuk beras grade 2, dan Rp.538/Kg untuk beras grade 3. Pedagang besar
mendapat nilai tambah sebesar Rp.480/Kg – Rp.737/Kg yang berasal dari beras
grade 1, 2, dan 3, sedangkan elemen pengecer memperoleh nilai tambah sebesar
Rp. 461/Kg beras. Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah dirumuskan
beberapa alternatif rekomendasi utuk meningkatkan nilai tambah di petani
diantaranya pemberian bantuan modal petani, penggunaan tenaga kerja lokal dalm
proses pemanenan, pemberlakuan suatu kreasi nilai, dan pemeliharaan hubungan

baik antar elemen rantai pasok.
Kata kunci

: beras, rantai pasok, nilai tambah, Metode Hayami

Ni Luh Putu Ravi Cakswindryandani. 1211205024. 2016. Value Added of Rice
Supply Chain in Penebel Tabanan Bali. Under the guidance of Prof. Dr. Ir. I Ketut
Satriawan , M.T and Prof. Dr. Ir. G. P. Ganda Putra , M.P.
ABSTRACT
The purpose of the study is to determine the rice supply chain, determine
the value added at each element in the rice supply chain, and make some
alternative policy recommendations to increase the value added to the rice farmers
in Penebel Tabanan Bali. The study was conducted from February to April 2016.
The study used survey method with questionnaires to farmers, penebas, collectors,
grinders, wholesalers and retailers. The data analysis is uses Hayami Method to
determine the added value of each element of the supply chain. Focuss group
discussion use to get some alternative policy recommendations. There are three
patterns of the supply chain of rice Penebel Tabanan, Bali, the first pattern is
farmer - penebas - the mediator - grinder - wholesalers - retailers, the second
pattern is farmers - the mediator - grinder - wholesalers - retailers, and the third

pattern is farmers - grinder - wholesalers - retailers. The flow of product moving
from farmers and ending at retailers, while the flow of money and information
move from retailers and end up in farmers. The added value of the farm level
amounting to Rp.679 / Kg to farmers on the first pattern of the chain , Rp.1.121 /
Kg to farmers in the second pattern of the chain, and Rp.1.241 / Kg to farmers in
the third pattern of the chain. The builders slash rice get Rp.327/Kg of value
added. Collectors obtain added value of Rp. 650 / Kg. Grinder generate an added
value of Rp.877 / kg for rice of grade 1, Rp.595 / kg for rice grade 2, and Rp.538 /
kg for rice grade 3. Wholesalers gets an added value of Rp.480 / kg - Rp. 737 / kg
which is derived from rice grade 1, 2, and 3, while the element retailers gain
added value of Rp. 461 / Kg. Based on the results of the calculation of valueadded alternatives formulated several recommendations to increase the added
value in the provision of such farmers among farmers, use the local labor in the
harvesting process, use the value creation, and maintenance of good relations
between elements of the supply chain.
Keywords: rice, supply chain, value-added, Hayami Method.

RINGKASAN

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 90% penduduk dunia dan
menyumbang 40% - 80% kalori. Indonesia merupakan negara produsen beras

terbesar ketiga setelah Cina dan India. Tabanan merupakan kabupaten penghasil
beras terbesar dan dikenal sebagai lumbung padi di Bali. Kabupaten Tabanan
memiliki tingkat produksi padi tertinggi dengan luas lahan pertanian sebesar
62.432 Ha dan 21.962 Ha merupakan lahan sawah. Hingga tahun 2014, produksi
beras Kabupaten Tabanan telah mencapai 214.192 ton. Kabupaten Tabanan terdiri
dari 10 kecamatan, salah satunya Kecamatan Penebel yang merupakan kecamatan
dengan lahan sawah tertinggi sebesar 4.362 Ha dengan produksi mencapai 51.560
ton hingga akhir tahun 2014.
Rantai pasok beras secara umum meliputi petani, penebas, dilanjutkan
dengan penggiling yang kemudian menjualnya ke pedagang besar ataupun Bulog,
hingga berakhir di pengecer. Penelitian mengenai rantai pasok beras di Kecamatan
Penebel Kabupaten Tabanan – Bali hingga saat ini belum dilakukan, sehingga
belum diketahui secara jelas bagaimana aliran beras yang diproduksi oleh petani
Penebel hingga sampai ke tangan konsumen. Rantai pasok yang terbentuk juga
belum secara tepat diketahui apakah menimbulkan nilai tambah yang seimbang
antar elemen rantai pasok.
Rantai pasok beras di Penebel yang terbentuk dapat mengetahui
bagaimana aliran beras yang diproduksi petani hingga sampai ke konsumen dan
pihak-pihak yang terlibat. Aliran ini dapat membantu mengetahui elemen rantai
pasok untuk menghitung nilai tambah yang terbentuk dan mengetahui besarnya


balas jasa yang diterima. Alternatif rekomendasi kebijakan diperlukan untuk
menyeimbangkan nilai tambah yang diterima oleh setiap elemen rantai pasok
beras agar sistem dapat berkelanjutan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu mengetahui rantai pasok beras di
Penebel Tabanan Bali, menentukan nilai tambah pada masing-masing elemen
rantai pasok beras di Penebel Tabanan Bali, dan membuat alternatif rekomendasi
kebijakan untuk meningkatkan nilai tambah pada petani beras. Penelitian
dilakukan di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan dari bulan Februari hingga
April 2016 dengan menggunakan metode Hayami dalam melakukan analisis data
penentuan nilai tambah masing – masing elemen rantai pasok.
Hasil penelitian ini diperoleh terdapat tiga pola rantai pasok beras Penebel
Tabanan Bali. Pola pertama dimulai dari petani – penebas – pengepul –
penggiling – pedagang besar – pengecer, pola kedua dimulai dari petani –
pengepul – penggiling – pedagang besar – pengecer, dan pola ketiga dimulai dari
petani – penggiling – pedagang besar – pengecer. Sistem rantai pasok beras terdiri
dari tiga aliran, dimana aliran barang dimulai dari petani dan berakhir di pengecer,
sedangkan aliran uang dan informasi dimulai dari pengecer dan berakhir di petani.
Berdasarkan perhitungan nilai tambah dengan metode Hayami diketahui
bahwa besarnya nilai tambah yang diperoleh pada rantai I sebesar Rp. 3.874/Kg,

Rp. 3.989/Kg pada pola rantai III, dan Rp. 3.459/Kg untuk pola rantai III.
Perhitungan tersebut dijabarkan dimana besarnya nilai tambah yang diperoleh
petani adalah Rp. 679/Kg untuk petani pada pola rantai I. Petani pada pola rantai
II menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 1.121/Kg dan Rp. 1.241/Kg untuk
petani pola III. Elemen penebas memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 327/Kg

Gabah Kering Panen (GKP). Pengepul memperoleh nilai tambah sebesar Rp.
650/Kg. Penggiling menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. Rp. 538 – Rp. 877 per
kilogramnya yang berasal dari 3 jenis grade beras. Pedagang besar yang menjual
beras menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 480 – Rp. 737/Kg, sedangkan
elemen pengecer memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 461/Kg beras.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah dirumuskan beberapa alternatif
rekomendasi utuk meningkatkan nilai tambah di petani diantaranya pemberian
bantuan modal petani, penggunaan tenaga kerja lokal dalm proses pemanenan,
pemberlakuan suatu kreasi nilai, dan pemeliharaan hubungan baik antar elemen
rantai pasok.
Berdasarkan

penelitian


yang

dilakukan

maka

disarankan

perlu

dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai nilai tambah pada beras jenis lain
dan yang didistribusikan ke BULOG, petani hendaknya memiliki rincian biaya
yang dikeluarkan selama melakukan proses produksi, dan petani hendaknya
melakukan kegiatan pascapanen seperti perontokan dan pengeringan gabah sendiri
untuk meningkatkan nilai tambah. Selain itu pemerintah perlu memberikan
bantuan kepada petani untuk mendukung produksi padinya.

RIWAYAT HIDUP

Ni Luh Putu Ravi Cakswindryandani lahir di Kupang, 23 Februari 1995.

Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari Ayah bernama Gede
Ngurah Omardani dan Ibu bernama Suryani. Penulis beragama Hindu dan
memulai jenjang pendidikan formal di TK Santo Yoseph Kupang pada tahun 1999
dan melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar pada tahun 2000 di SDN GMIT
Bonipoi 6 Kupang hingga kelas II SD. Tahun 2002 penulis pindah ke Bali dan
melanjutkan pendidikan dari kelas III hingga VI di SDN No 1,2,5 Banyuasri,
Singaraja, Bali. Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 1
Singaraja Bali hingga 2009 melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di
SMA N 1 Sukasada, Singaraja, Bali hingga tahun 2012.
Tahun 2012 penulis kemudian melanjutkaan ke jenjang perguruan tinggi
dan tercatat sebagai mahasiswi program S1 Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana melalui jalur SNMPTN Tulis.
Selama menempuh pendidikan tinggi penulis aktif dalam kegiatan akademik dan
non akademik salah satunya menjadi wakil ketua Badan Legislatif Mahasiswa
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana periode 2014-2015.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia beliaulah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang

berjudul “Nilai Tambah Pada Rantai Pasok Beras di Penebel Tabanan Bali”
disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian
di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
Skripsi ini dapat tersusun dengan baik dengan adanya bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1.

Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT., selaku dosen pembimbing I dan Prof.
Dr. Ir. G.P. Ganda Putra, M.P., selaku dosen pembimbing II sekaligus Ayah
di kampus tercinta yang ikut membantu dalam memberikan bimbingan,
masukan ataupun partisipasi selama penyusunan skripsi ini.

2.

Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, MS., selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Udayana.

3.


Seluruh dosen dan staff pegawai yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah membantu memberikan masukan dan semangat selama penulis
menempuh pendidikan.

4.

Gede Ngurah Omardani dan Suryani yang tidak lain adalah kedua orang tua
penulis dan juga Kadek Yogi Barhaspati yang tiada hentinya memberikan
dukungan, kasih sayang, ambisi, visi misi, dan bantuan keuangan.

5.

Rima Yanti, Desi Trisna Dewi, Anik Satria, Julyantika Nica Dewi, Frety
Yudharini,

Ardhi Krisnawan, Ananta Wijaya, Gustu, Alit Setiawan, dan

Ananta Wibawa yang selalu setia direpotkan.
6.

Rekan-rekan di bawah bimbingan Bapak Satriawan, dan seluruh teman-teman
Agritech 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
memberi dorongan dalam menyelesaikan skripsi.

7.

Kawan – kawan seperjuangan Badan Legislatif Mahasiswa Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Udayana periode 2014 / 2015 yang penulis
banggakan dan sebagai tempat bertukar pikiran keorganisasian mahasiswa.

8.

Kawan – kawan KKN PPM XI Banyuning yang merupakan keluarga baru
penulis dan selalu memberi semangat dan dorongan untuk selalu
berkompetisi menyelesaikan skripsi.

9.

Arnila dan Ayu Sidianthari my soul sisters serta anak-anak Angkatan
Keren’13 yang tiada hentinya memotivasi penulis untuk cepat wisuda.

10. Linda Krisdayanti, Indayani, Rizky, dan seluruh pihak yang telah membantu
selama melaksanakan penelitian sehingga skripsi dapat tersusun dengan baik.
Penulis telah berupaya dengan optimal untuk menyusun skripsi ini, namun
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaannya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Bukit Jimbaran, Juni 2016
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL .................................................................................................................

i

HALAMAN PERSYARATAN ...........................................................................

ii

ABSTRAK ...........................................................................................................

iii

RINGKASAN ......................................................................................................

v

HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................

viii

RIWAYAT HIDUP ..............................................................................................

ix

KATA PENGANTAR .........................................................................................

x

DAFTAR ISI ........................................................................................................

xii

DAFTAR TABEL .................................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................

xvii

I.

PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................

4

1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................................

4

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................

4

II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
2.1 Manajemen Rantai Pasok .........................................................................

5

2.2 Nilai Tambah ...........................................................................................

7

2.3 Beras ........................................................................................................

9

III. METODELOGI PENELITIAN .....................................................................
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................

14

3.2 Metode Penelitian ....................................................................................

15

3.2.1 Analisis Situasi,Identifikasi Masalah, dan Tujuan .........................

16

3.2.2 Penyusunan Kuisioner Penelitian ..................................................

16

3.2.3 Penentuan Populasi dan Sampel ....................................................

17

3.2.4 Survei Rantai Pasok Beras .............................................................

20

3.2.5 Analisis Nilai Tambah ...................................................................

21

3.2.6 Penyusunan Alternatif Rekomendasi .............................................

23

3.2.7 Batasan Masalah ............................................................................

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
4.1 Tinjauan Umum Wilayah Penelitian .......................................................

25

4.2 Beras Penebel ...........................................................................................

27

4.3 Karakteristik Responden ..........................................................................
4.3.1 Karakteristik Petani Padi................................................................

30

4.3.2 Karakteristik Penebas....................................................................

32

4.3.3 Karakteristik Pengepul Gabah .......................................................

34

4.3.4 Karakteristik Penggiling ................................................................

35

4.3.5 Karakteristik Pedagang Beras ........................................................

37

4.3.6 Karakteristik Pengecer Beras .........................................................

38

4.4 Pola Rantai Pasok Beras di Desa Penebel Tabanan Bali .........................

39

4.5 Nilai Tambah Beras .................................................................................

45

4.6 Alternatif Rekomendasi ...........................................................................

52

V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

5.1 Kesimpulan .............................................................................................

56

5.2 Saran .......................................................................................................

57

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

58

LAMPIRAN .........................................................................................................

63

DAFTAR TABEL

No.

Judul

Halaman

1.

Cakupan kegiatan manajemen rantai pasok ................................................

6

2.

Syarat mutu beras ........................................................................................ 10

3.

Jumlah sampel terpilih ................................................................................. 20

4.

Luas lahan dan penggunaan per desa ........................................................... 26

5.

Karakteristik petani padi di Kecamatan Penebel ......................................... 32

6.

Karakteristik penebas di Penebel ................................................................. 33

7.

Karakteristik pengepul gabah di Penebel ..................................................... 34

8.

Karakteristik penggiling ............................................... ............................... 35

9.

Karakteristik pedagang beras ....................................................................... 37

10.

Karakteristik pengecer beras ...................................................................... 38

11.

Rasio nilai tambah masing – masing elemen ............................................... 48

12.

Keuntungan dan persentase keuntungan pada elemen rantai pasok beras ... 50

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Halaman

1.

Diagram alir produksi beras ......................................................................... 11

2.

Peta Kecamatan Penebel .............................................................................. 14

3.

Diagram alir penelitian................................................................................. 15

4.

Diagram alir penarikan sampel .................................................................... 19

5.

Pola rantai pasok beras Penebel Tabanan Bali ............................................... 40

6.

Ketetapan harga masing – masing elemen rantai pasok beras ....................... 45

7.

Aliran nilai tambah pada rantai pasok beras penebel ..................................... 46

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Judul

Halaman

1.

Bali dan Tabanan dalam Angka ................................................................... 64

2.

Kuisioner Penelitian untuk Petani ................................................................ 65

3.

Kuisioner Penelitian Private Sector Penebas ............................................... 68

4.

Kuisioner Penelitian Private Sector Pengepul Gabah .................................. 71

5.

Kuisioner Penelitian Private Sector Penggiling ........................................... 74

6.

Kuisioner Penelitian Private Sector Pengepul Beras ................................... 77

7.

Kuisioner Penelitian Private Sector Pedagang ................................ ........... 80

8.

Hasil Kuisioner Tingkat Petani .................................................................... 83

9.

Hasil Kuisioner Tingkat Penebas ................................................................. 90

10.

Hasil Kuisioner Tingkat Pengepul ............................................................... 91

11.

Hasil Kuisioner Tingkat Penggiling ............................................................. 92

12.

Hasil Kuisioner Tingkat Pedagang Besar .................................................... 93

13.

Hasil Kuisioner Tingkat Pengecer ............................................................... 94

14.

Hasil Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami ....................................... 95

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 90% penduduk dunia
dan menyumbang 40% - 80% kalori (Koswara, 2009). Karbohidrat beras
adalah pati sekitar 85 – 90% dan sebagian kecilnya adalah pentosa, selulosa,
hemiselulosa, dan gula, sehingga sifat fisikokimia beras ditentukan oleh
sifat fisikokimia pati (Astawan, 2004). Indonesia merupakan negara
produsen beras terbesar ketiga setelah Cina dan India (Kompas, 2015).
Tabanan merupakan kabupaten penghasil beras terbesar dan dikenal
sebagai lumbung padi di Bali. Kabupaten Tabanan memiliki tingkat
produksi padi tertinggi dengan luas lahan pertanian sebesar 62.432 Ha dan
21.962 Ha merupakan lahan sawah. Hingga tahun 2014, produksi beras
Kabupaten Tabanan telah mencapai 214.192 ton (BPS Provinsi Bali, 2015).
Kabupaten Tabanan terdiri dari 10 kecamatan, salah satunya Kecamatan
Penebel yang merupakan kecamatan dengan lahan sawah tertinggi sebesar
4.362 Ha dengan produksi mencapai 51.560 ton pada akhir tahun 2014
(Lampiran 1).
Petani di Tabanan menanam padi hibrida, lokal, dan unggul. Ratarata petani Kecamatan Penebel menanam padi dengan varietas unggul
seperti ciherang. Penanaman varietas unggul ini karena rendemen lebih
tinggi, hasil lebih tinggi, serta tahan terhadap serangan hama penyakit.
Harga beras pada tahun 2014 sampai 2015 sering kali mengalami fluktuasi.

1

Harga beras Kabupaten Tabanan pada akhir tahun 2014 rata-rata mencapai
Rp.11.667/kg (BPS Kabupaten Tabanan, 2015). Peningkatan harga beras
secara

langsung,

tidak

2

diikuti

oleh

peningkatan kesejahteraan para petani yang merupakan produsen padi
sebagai bahan baku beras.
Rantai pasok beras secara umum meliputi petani, penebas,
dilanjutkan dengan penggiling yang kemudian menjualnya ke pedagang
besar ataupun Bulog, hingga berakhir di pengecer. Penelitian mengenai
rantai pasok beras di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan – Bali hingga
saat ini belum dilakukan, sehingga belum diketahui secara jelas bagaimana
aliran beras yang diproduksi oleh petani Penebel hingga sampai ke tangan
konsumen. Rantai pasok yang terbentuk juga belum secara tepat diketahui
apakah menimbulkan nilai tambah yang seimbang antar elemen rantai
pasok.
Awal tahun 2016 tercatat 570.000 petani Indonesia jatuh miskin
(Kompas, 2016). Rendahnya nilai tambah atau balas jasa produk yang
dinikmati petani menyebabkan kesejahteraan petani menurun. Petani padi
di Kabupaten Tabanan hingga saat ini masih menggunakan sistem panen
tebasan dan mengikuti program AUTP yang dilaksanakan pemerintah.
Program ini diikuti untuk memperkecil resiko gagal panen. Nilai tambah
yang sangat kecil akan diterima petani terutama saat panen yang sedikit
akibat faktor alam. Pada penelitian Sihombing (2015) di desa Tatengesan
Minahasa Tenggara mendapatkan bahwa petani memperoleh nilai tambah
yang kecil dan cenderung minus. Nilai output yang dihasilkan lebih kecil
dibandingkan nilai input yang digunakan. Petani cenderung melakukan
proses pra panen saja, sedangkan proses pasca panen mulai dari

3

penyimpanan hingga distribusi produk yang dalam hal ini beras cenderung
dilakukan oleh pihak lain, sehingga nilai tambah yang tinggi terletak di
pihak lain.
Menurut Hidayat, dkk (2012) nilai tambah merupakan selisih dari
nilai output dengan biaya bahan dan pengolahan input. Nilai tambah dari
masing-masing segmen dalam suatu sistem manajemen rantai pasok salah
satunya dapat diketahui menggunakan metode Hayami. Metode ini dapat
menghitung nilai tambah, nilai output, produktivitas, serta besarnya balas
jasa yang diterima oleh pemilik faktor produksi.
Sistem yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan,
distribusi, dan penjualan produk hingga sampai ke tangan konsumen
disebut dengan manajemen rantai pasok (Wuwung, 2013). Rantai pasok
dapat mengetahui siapa saja yang bertindak dalam pendistribusian produk
hingga sampai ke tangan konsumen. Sihombing (2015) menyebutkan,
penelitian mengenai analisis nilai tambah pada rantai pasok beras di Desa
Tatengesan Kecamatan Pusoman Kabupaten Minahasa merupakan hal yang
penting karena dapat mengetahui jaringan rantai pasok yang terbentuk dan
nilai tambah yang dimiliki. Menurut Sharma et al (2013), penggunaan
manajemen rantai pasok atau supply chain management dapat membantu
unit pengolahan beras agar lebih kompetitif. Penelitian lebih lanjut
mengenai nilai tambah pada rantai pasok beras dengan menggunakan
metode Hayami di Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali, perlu dilakukan

4

sehingga dapat diketahui nilai tambah masing-masing elemen rantai pasok
beras.
Rantai pasok beras di Penebel yang terbentuk dapat mengetahui
bagaimana aliran beras yang diproduksi petani hingga sampai ke konsumen
dan pihak-pihak yang terlibat. Aliran ini dapat membantu mengetahui
elemen rantai pasok untuk menghitung nilai tambah yang terbentuk dan
mengetahui besarnya balas jasa yang diterima. Alternatif rekomendasi
kebijakan diperlukan untuk menyeimbangkan nilai tambah yang diterima
oleh setiap elemen rantai pasok beras agar sistem dapat berkelanjutan.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka didapatkan perumusan
masalah sebagai berikut :
1.

Bagaimanakah rantai pasok beras di Penebel Tabanan Bali?

2.

Berapakah nilai tambah pada masing-masing elemen rantai pasok beras
di Penebel Tabanan Bali?

3.

Bagaimanakah alternatif rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan
nilai tambah pada petani beras?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk :
1.

Mengetahui rantai pasok beras di Penebel Tabanan Bali.

2.

Menentukan nilai tambah pada masing-masing elemen rantai pasok
beras di Penebel Tabanan Bali.

5

3.

Membuat alternatif rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan nilai
tambah pada petani beras.

1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.

Bahan informasi perencanaan jaringan distribusi beras.

2.

Bahan informasi bagi pengambil kebijakan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan petani.

6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Rantai Pasok
Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling
terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi,
pengecer, dan konsumen secara efisien (Herjanto, 2008). Melalui hal ini,
barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang
tepat sehingga meminimkan biaya.
Supply Chain Management atau Manajemen Rantai Pasok menurut
Heizer (2004) adalah suatu kegiatan pengelolaan kegiatan-kegiatan dalam
memperoleh bahan mentah menjadi barang dalam proses atau barang
setengah jadi dan barang jadi yang kemudian dikirim ke konsumen melalui
suatu sistem distribusi. Terdapat 3 komponen dari suatu manajemen rantai
pasok (Turban, 2004) diantaranya upstream supply chain, internal supply
chain, dan downstream supply chain.
Pembentukan rantai pasokan dalam suatu sistem pertanian pangan
didorong oleh keinginan untuk meningkatkan daya saing. Pengembangan
rantai pasok terutama rantai pasok beras dapat digunakan pendekatan
integral serta kerangka kebijakan strategi yang melibatkan petani, importir,
grosir, pengecer, dan seluruh elemen rantai pasok lainnya (Nee, 2008).
Menurut Pujawan (2005), dalam sebuah rantai pasok terdapat 3 aliran yang
harus dikelola yaitu : (1) aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir, (2)

5

aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu, dan (3) aliran
informasi yang mengalir dari hulu ke hilir atau hilir ke hulu.
Pujawan (2005) menyatakan untuk dapat memenangkan persaingan
pasar sebuah rantai pasokan harus dikoordinir dengan sistem yang jelas dan
menyediakan produk yang murah, berkualitas, tepat waktu, dan bervariasi.
Menurut Indrajit (2003), pemain utama dalam sebuah rantai pasok
diantaranya supplier, manufacturer, distributor atau wholesaler, retail
outlets, serta customers.
Dari penjelasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa
rantai pasok atau supply chain merupakan sebuah jaringan yang saling
berintegrasi untuk menyalurkan produk yang dihasilkan dari tangan
produsen hingga ke konsumen. Kemampuan memberikan nilai tambah
terbaik dalam suatu rantai pasok merupakan sarana terpenting untuk
memenangkan sebuah persaingan (Verma and Seth, 2010). Manajemen
rantai pasok mencangkup hal-hal seperti yang disajikan dalam Tabel 1
(Pujawan, 2005).
Tabel 1. Cakupan kegiatan manajemen rantai pasok
Bagian
Pengembangan produk

Cakupan Kegiatan
Riset pasar, merancang produk baru, dan
melibatkan supplier dalam perancangan produk
baru

Pengadaan

Memilih supplier, evaluasi kinerja supplier,
melakukan pembelian bahan baku dan komponen,
monitor supply risk, dan membina hubungan
dengan supplier

Perencanaan dan pengendalian

Perencanaan permintaan, peramalan permintaan,
perencanaan kapasitas, serta perencanaan
produksi dan persediaan

Operasi atau produksi

Eksekusi produksi dan pengendalian kualitas

Pengiriman

Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan
distribusi, membina hubungan dengan jasa
distribusi, dan monitor service level di tiap pusat
distribusi

Sumber : Pujawan (2005)

6

2.2. Nilai Tambah
Nilai tambah dapat meningkat akibat adanya pengolahan serta
perlakuan

yang diberikan terhadap produk.

Hapsari,

dkk (2008)

menyebutkan bahwa nilai tambah dapat meningkat bila dilakukannya suatu
pengolahan terhadap produk seperti pada pengolahan buah salak.
Perhitungan nilai tambah dapat membantu apakah suatu usaha layak atau
tidak. Nilai tambah > 0 berarti suatu usaha pengolahan terhadap produk
memberikan nilai tambah (Novia dkk, 2013). Pengolahan tersebut dapat
meningkatkan harga jual serta pendapatan dari produsen. Nilai tambah
terbentuk akibat adanya penanganan pasca panen pada setiap saluran
distribusi (Baihaqi dkk, 2014).
Hayami

(1987)

menyebutkan

pengertian

serta

faktor

yang

mempengaruhi nilai tambah. Nilai tambah diartikan sebagai selisih yang
diperoleh antara komoditas yang mendapat perlakuan tertentu dengan nilai
pengorbanan yang diberikan selama proses berlangsung. Terdapat 2 faktor
yang mempengaruhi nilai tambah, yaitu :
a. Faktor Teknis
Pada faktor ini hal-hal yang mempengaruhi nilai tambah terdiri dari
kapasitas produksi, jumlah tenaga kerja, pengemasan dan pelabelan,
distribusi, serta jumlah bahan baku yang digunakan.
b. Faktor Pasar
Hal-hal yang mempengaruhi nilai tambah dari segi faktor pasar
diantaranya harga output, upah kerja, harga bahan baku, transportasi,

7

serta nilai input lain selain tenaga kerja dan bahan baku seperti biaya
modal dan gaji tenaga kerja tak langsung.
Hidayat dkk (2012) menyebutkan perhitungan nilai tambah dapat
dimodifikasi dan disesuaikan dengan jumlah pelaku usaha, jumlah komoditi
yang ditangani, serta siklus kegiatan usaha. Secara garis besar perhitungan
nilai tambah dapat dilakukan dengan rumus di bawah ini (Sihombing,
2015):
NT = NP – (NBB + NBP)
dimana :
NT

: Nilai Tambah (Rp/kg)

NP

: Nilai Produk (Rp/Kg)

NBB : Nilai Bahan Baku (Rp/kg)
NBP

: Nilai Bahan Penunjang (Rp/kg)
Perhitungan nilai tambah dikenalkan oleh Hayami sehingga dikenal

dengan metode Hayami. Tujuan adanya nilai tambah adalah untuk
mengetahui balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja langsung maupun
pengelolanya. Maharani dkk (2013) menyebutkan nilai tambah berdasarkan
Hayami ini memiliki kekurangan serta kelebihan diantaranya :
a. Kelebihan
1. Dapat mengetahui besarnya output dan nilai tambah
2. Dapat mengetahui besarnya balas jasa
3. Dapat digunakan pada subsistem lain selain pengolahan.
b. Kekurangan

8

1. Tidak dapat menjelaskan nilai output dari produk samping
2. Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diaplikasikan pada suatu unit
usaha dengan banyak produk dari satu jenis bahan baku
3. Sulit menemukan pembanding apakah balas jasa sudah layak atau
belum.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nilai tambah
merupakan suatu nilai yang terbentuk akibat selisih dari nilai output
dikurangi nilai input untuk menghasilkan sebuah produk. Nilai tambah
timbul akibat adanya suatu perlakuan yang diberikan pelaku produksi
sehingga timbul perubahan baik perubahan fisik, kimia, serta biologi.

2.3. Beras
Beras merupakan hasil utama yang diperoleh dari proses
penggilingan gabah hasil tanaman padi yang dimana seluruh lapisan
sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan lapisan
bekatulnya telah dipisahkan (Standar Nasional Indonesia, 2008). Beras
adalah gabah yang bagian kulitnya dibuang dengan cara digiling dan
disosoh menggunakan alat pengupas, penggiling, serta alat penyosoh
(Astawan, 2004). Beras juga merupakan bagian bulir padi yang telah
dipisahkan dari sekamnya (Tarwotjo, 2008). Secara garis besar beras
merupakan bagian dari gabah yang telah terlepas dari kulit atau sekamnya.
Beras berasal dari bahasa jawa kuno yaitu weas. Kebiasaan makan beras
dalam bentuk nasi sudah melalui waktu yang lama dan dijadikan pangan

9

pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaan beras
dalam jumlah yang cukup, mudah, serta cepat dalam pengolahannya.
Haryadi (2006) menyebutkan terdapat ciri dari dasar pengelompokan
beras diantaranya :
1.

Daerah

asal,

misalnya

beras

banyuwangi

yang

berasal

dari

Banyuwangi.
2.

Varietas padi, misalnya beras IR.

3.

Cara pengolahan, misalnya beras giling dan beras tumbuk.

4.

Gabungan varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang berbeda
dan berlaku pada suatu daerah.
Damardjati (1995) menyebutkan mutu beras ditentukan oleh sifat

fisik dan giling, cita rasa dan sifat tanak, serta sifat gizi. Beras yang beredar
di Indonesia menurut SNI 6128 – 2008 secara umum harus bebas dari
kotoran, hama dan penyakit, bau, asam, apek dan lainnya. Standar mutu
beras berdasarkan SNI 6128-2008 disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Syarat mutu beras
No

Syarat Mutu Beras

Satuan

Mutu

1

Syarat Umum
Bebas hama dan penyakit
Bebas bau apek, asam, dan bau asing lainnya
Bebas dari campuran dedak dan bekatul

,,,-

I
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

II
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

III
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

IV
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

V
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Bebas dari bahan kimia

,-

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Derajat sosoh (min)
Kadar air (maks)
Butir kepala (min)

%
%
%

100
14
95

100
14
89

95
14
78

95
14
73

85
15
60

Butir patah (maks)
Butir menir (maks)
Butir merah (maks)

%
%
%

5
0
0

10
1
1

20
2
2

25
2
3

35
5
3

Butir kuning (maks)
Butir mengapur (maks)
Benda asing (maks)
Butir gabah (maks)

%
%
%
butir/100g

0
0
0
0

1
1
0,02
1

2
2
0,02
1

3
3
0,05
2

5
5
0,20
3

2

Syarat Khusus

Sumber : SNI 6128 - 2008
Proses produksi padi menjadi beras melalui beberapa tahap
diantaranya pemanenan, perontokan dan pembersihan gabah, pengeringan

10

gabah, dan proses penggilingan yang terdiri dari pemecahan kulit dan
penyosohan yang dilakukan di unit penggilingan. Beras yang sudah melalui
tahapan proses tersebut kemudian dikemas dengan menggunakan kemasan
seperti karung ataupun plastik. Diagram alir proses produksi padi menjadi
beras berdasarkan survei awal disajikan seperti pada Gambar 1.
Pengangkutan
Pengangkutan

Padi

Pengeringan
Pengeringan

Panen

Pemecahan
Pemecahan Kulit
Kulit
Perontokan
Pengayakan
Pembersihan

Penyosohan
Penyosohan

Beras
Beras

Gabah
Gabah

Gambar 1. Diagram alir produksi beras.

1.

Pemanenan
Pemanenan padi biasanya dilakukan di pagi hari. Susut bobot selama

pemanenen sebesar 0,3% (Listyawati, 2007). Pemanenan dapat dilakukan
dengan cara manual dan mekanis. Pemanenan manual dapat menggunakan
alat berupa sabit, sedangkan secara mekanis dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin. Padi yang sudah dipotong atau dipanen diletakkan di
atas sebuah alas. Pemanenan menghasilkan gabah kering panen dengan
kadar air maksimum 25% (BPS, 2014)
2.

Perontokan

11

Tahap perontokan gabah dapat dilakukan dengan beberapa cara. Susut
bobot padaa tahap ini sebesar 4,6% (Listyawati, 2007). Perontokan dapat
dilakukan dengan cara diinjak – injak atau diiles, dipukul atau dibanting,
dan dengan menggunakan mesin perontok atau thresher machine.
Perontokan ini bertujuan memisahkan gabah dengan tangkainya.
3.

Pembersihan
Pembersihan gabah dari kotoran dilakukan dengan cara ditampi atau

menggunakan blower machine. Cara pembersihan ini dapat menghasilkan
gabah bersih (Koswara, 2009). Pembersihan gabah menghasilkan gabah
yang siap diangkut dan diberikan perlakuan selanjutnya. Menurut Sulardjo
(2014), pembersihan perlu dilakukan karena beberapa alasan yaitu agar
gabah lebih tahan jika disimpan, menghemat tempat penyimpanan, agar
terhindar dari serangan hama sewaktu penyimpanan, mengurangi kerusakan
alat processing, mengefisienkan alat processing, dan meningkatkan harga
jual per satuan berat.
4.

Pengeringan
Proses peneringan gabah merupakan tahap awal sebelum ke proses

penggilingan dengan susut bobot sebesar 1,3% (Listyawati, 2007). Tujuan
pengeringan adalah untuk mendapat gabah kering yang tahan ketika
disimpan dan memenuhi persyaratan gabah di pasaran (Sulardjo, 2014).
Gabah dapat dikeringkan dengan cara manual dan juga mekanik. Cara
pengeringan gabah secara manual dilakukan dengan cara dijemur di bawah
sinar matahari pada saat cuaca cerah. Pengeringan secara mekanik dapat

12

dilakukan di saat musim penghujan dengan menggunakan oven.
Pengeringan bertujuan menurunkan kadar air maksimum yaitu 14% GKG
(BPP Pertanian, 2015).
5.

Pemecahan Kulit
Proses pemecahan kulit merupakan salah satu tahapan proses pada

penggilingan gabah. Selama proses penggilingan susut bobot sebesar 1,8%
(Listyawati, 2007). Pada tahapan ini, terjadi pelepasan sekam atau dehulling
yang menghasilkan beras pecah kulit namun masih mengandung bekatul
atau brown rice (Budijanto dkk, 2011). Proses ini dilakukan sebanyak dua
kali untuk mendapatkan beras pecah kulit yang sempurna (Rachmat, 2012).
6.

Pengayakan
Beras pecah kulit diberikan perlakuan berupa pengayakan untuk

memisahkan kotoran yang masih tersisa. Hasil pengayakan ini adalah beras
pecah kulit yang bersih dan siap dilakukan proses penyosohan.
7.

Penyosohan
Tahap penyosohan beras dilakukan untuk mendapatkan beras dengan

warna yang lebih transparan. Proses penyosohan menggunakan dua buah
mesin yaitu mesin abrasive dan friksi (Rachmat, 2012). Menurut Koswara
(2009), penyosohan dapat terjadi karena ada gesekan antara beras dengan
batu, lempengan karet, dan antara sesama beras. Setelah proses penyosohan
dilakukan, beras diayak untuk memisahkan beras utuh ataupun beras dengan
butir patah. Kadar air beras yang ditentukan sebesar maksimal 14% (SNI
Beras, 2008).

13

8.

Pengemasan Beras

Proses

pengemasan

dilakukan

setelah

proses

penyosohan

yang

menghasilkan beras. Beras hasil giling tidak langsung dikemas namun
didiamkan beberapa saat untuk menghilangkan sisa panas akibat proses
penggilingan. Pengemas yang digunakan berbeda-beda. Kemasan untuk
beras dengan berat ≥10 kg menggunakan karung, sedangkan untuk berat di
bawah 10 kg menggunakan pengemas berbahan plastik. Kemasan yang
digunakan adalah kemasan yang kedap udara serta memperhatikan beberapa
hal seperti kekuatan kemasan dan bahan pembuatan kemasan.

14