SHI ANALISA HUKUM PERDATA

NAMA : FUJI ASTUTI RIZKLAH
NPM : 170410150077
ARTIKEL KASUS HUKUM PERDATA
Jika berbicara tentang kasus hukum perdata, tentunya banyak sekali kasus-kasus yang
termasuk hukum perdata contohnya seperti kasus perceraian, pembagian harta warisan dan
masih banyak lainnya. Tapi disini saya akan mencoba membahas salah satu kasus yang
termasuk hukum perdata yaitu tentang pembagian harta warisan. Contoh kasus yang akan
saya ambil adalah kasus perebutan harta warisan pesinetron Adi Firansyah yang meninggal
akibat kecelakaan motor. Seperti yang kita tau bahwa kasus perebutan harta warisan ini
adalah perebutan antara Ibu Adi Firansyah yaitu Jenni Nuraeni dengan Nielsa Lubis yaitu
mantan istri Adi Firansyah. Dimana Nielsa menuntut agar harta peninggalan Adi segera
dibagi. Nielsa beralasan ia hanya memerjuangka hak Chavia, putri hasil pekawinannya
dengan Adi. Sementara Ibunda Adi mengatakan pada dasarnya pihaknya tidak keberatan
dengan pembagian harta almarhum anaknya, namun mengenai salah satu rumah yang dimiliki
Adi yang berada di daerah Bekasi. Ibunda Adi tetap bersikeras tidak akan menjualnya
sebelum Chavia besar. Kasus perebutan harta warisan almarhum Adi Firansyah ini pun
akhirnya bergulir ke pengadilan. Karena berdasarkan hukum waris perdata, kasus diatas
sudah dapat dilaksanakan karena meninggalnya pewaris. Karena untuk mewarisi harus
adanya orang yang meninggal yang disebut pewaris. Seperti yang disebutkan dalam Pasal
830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “Peristiwa kematian menurut hukum
mengakibatkan terbukanya warisan dan sebagai konsekuensinya seluruh kekayaan (baik

berupa aktiva maupun pasiva) yang tadinya dimiliki oleh seorang peninggal harta baralih
dengan sendirinya kepada segenap ahli warisnya secara bersama-sama” yang isinya adalah
“pewarisan hanya berlangsung karena kematian”.
Dalam Kasus ini semua yang terlibat dari mulai Ibunda, Mantan Istri dan Anak
Kandung Almarhum Adi Firansyah termasuk kedalam golongan 1 dari ahli waris. Dimana
golongan 1 ini adalah golongan yang paling dekat dengan pewaris. Karena dalam kasus ini
situasinya adalah pewaris sudah bercerai dengan istrinya dan memiliki satu anak, maka anak
dari perkawinan tersebut tetap mendapatkan bagian warisan, karena anak tersebut sedarah
dengan pewaris yaitu Almarhum Adi. Lain hal dengan istri almarhumah Adi, karena mereka
sudah bercerai maka hubungan harta dan hubungan perdata antara suami dengan istri telah
berakhir dan adanya pemisahan sendiri. Jadi dalam kasus ini sudah jelas bahwa Nielsa tidak
berhak atas peninggalan harta yang ditinggalkan almarhumah Adi karena mereka sudah
bercerai. Oleh karena itu, disini Nielsa sudah sadar bahwa dia tidak bisa mendapatkan
sebagian harta peninggalan mantan suaminya, maka dalam kasus ini Nielsa mengungkapkan
bahwa semua itu semata-mata untuk memperjuangkan hak anaknya. Karena hanya itu satusatu nya cara agar Nielsa mendapatkan sebagian harta peninggalan mantan suaminya itu
untuk keberlangsungan hidup Nielsa dan anaknya.
Lalu, seperti yang sudah diberitakan diatas bahwa Ibunda dari almarhumah Adi
bersikeras untuk tidak menjual harta peninggalan Adi yang berupa rumah, sebelum Chavia
(anak kandung dari Adi) tumbuh besar. Sebenarnya untuk masalah penundaan waktu
pelaksanaan pembagian warisan atau harta peninggalan seperti kasus ini tidak ada ketentuan

tersendiri berdasakan perarturan waris perdata yaitu yang termuat dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Jadi tidak masalah sebenarnya jika Ibunda almarhumah Adi
menginginkan jika salah satu harta peninggalan Adi yaitu sebuah rumah tidak dijual sebelum
Chavia tumbuh besar. Namun adanya ketentuan mengenai tidak dibenarkan harta warisan

atau harta peninggalan dibiarkan dalam keadaan tidak terbagi yang mana dituangkan dalam
Pasal 1066 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Menurut saya solusi untuk kasus diatas adalah