KEBERADAAN BURUNG RANGKONG (Bucerotidae) DI GUNUNG BETUNG TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN

(1)

ABSTRACT

THE EXISTANCE OF HORNBILLS (Bucerotidae) IN BETUNG MOUNTAIN OF TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN

By

ANDRY SETYAWAN ARYANTO

All species of hornbill (Bucerotidae) in Indonesia are protected by Law No. 5 of 1990 about Conservation of Natural Resources and Ecosystems and Government Regulation No. 7 of 1999 about Preservation of Plants and Animals. One of area that was identified as hornbill habitation in Sumatra is Betung Mount Tahura Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). The aims of this research are to provide the information of hornbill existence and their habitation in Betung Mount Tahura WAR. This research was conducted in May 2015 used the exploration method and concentrated area. The results showed at Betung Mount there is one species of hornbill that was observed both visually and audio, its rhinoceros hornbill (Buceros rhinoceros). Hornbill often found in steep areas and trees with high (>17 m) and diameter large (>30 cm), hornbill did their activity in the Ficus and Litsea sp tree. The trees are used as foraging, roosting, shelter and nesting for hornbills. Threats and interferences of hornbills and their habitation caused of deforestation and land expansion of coffee, cocoa and rubber plantations.


(2)

ABSRTAK

KEBERADAAN BURUNG RANGKONG (Bucerotidae) DI GUNUNG BETUNG TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN

Oleh

ANDRY SETYAWAN ARYANTO

Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Salah satu kawasan yang teridentifikasi sebagai habitat rangkong di Sumatera adalah Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang keberadaan burung rangkong dan habitatnya di Gunung Betung Tahura WAR. Penelitian dilaksanakan pada Mei 2015 dengan menggunakan metode jelajah dan area terkonsentrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Gunung Betung terdapat satu spesies rangkong yang teramati baik secara visual maupun audio, yakni rangkong badak (Buceros rhinoceros). Burung rangkong sering ditemui di daerah yang terjal dengan pohon-pohon yang tinggi (>17 m) dan berdiameter besar (>30 cm), beraktivitas pada pohon Ficus dan Litsea sp. Pohon-pohon tersebut dimanfaatkan sebagai tempat mencari makan, bertengger, berlindung dan bersarang bagi burung rangkong.


(3)

Ancaman dan gangguan terhadap burung rangkong dan habitatnya yakni perusakan hutan dan perluasan tanaman perkebunan kopi, kakao dan karet.


(4)

KEBERADAAN BURUNG RANGKONG (Bucerotidae) DI GUNUNG BETUNG TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN

Oleh

ANDRY SETYAWAN ARYANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

KEBERADAAN BURUNG RANGKONG (Bucerotidae) DI GUNUNG BETUNG TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN

(SKRIPSI)

Oleh

ANDRY SETYAWAN ARYANTO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(6)

iv DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Bagan alir penelitian keberadaan burung rangkong di Gunung

Betung Tahura WAR... 5 2. Peta lokasi penelitian di Gunung Betung Tahura WAR ... 14 3. Peta sebaran satwa liar master plan kawasan Taman Hutan

Raya Wan Abdul Rachman Register 19 ... 22 4. Titik koordinat daerah pengamatan burung rangkong di

Gunung Betung Tahura WAR ... 25 5. Habitat burung rangkong di Gunung Betung Tahura WAR ... 42 6. Pohon medang yang dapat berpotensi menjadi sarang burung

rangkong di Gunung Betung Tahura WAR ... 42 7. Burung rangkong badak yang sedang bertenger di atas tajuk

pohon di Gunung Betung Tahura WAR... 43 8. Burung rangkong badak yang sedang bertengger di atas tajuk

pohon di Gunung Betung Tahura WAR ... 43 9. Buah kiarak salah satu jenis pakan bagi burung rangkong di

Gunung Betung Tahura WAR ... 44 10.Kegiatan pengamatan burung rangkong di Gunung Betung

Tahura WAR ... 44 11.Alat-alat yang di gunakan dalam penelitian burung rangkong

di Gunung Betung Tahura WAR ... 45 12.Tim penelitian keberadaan burung rangkong di Gunung


(7)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian. ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Kerangka Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Deskripsi Burung Rangkong ... 6

2.2. Habitat Burung Rangkong ... 8

2.3. Status Konservasi ... 11

2.4. Gangguan dan Ancaman Terhadap Burung ... 11

2.5. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman ... 12

III. METODE PENELITIAN ... 14

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3.2. Alat dan Objek ... 15

3.3. Batasan Penelitian ... 15

3.4. Jenis Data ... 15

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 16

3.6. Analisis Data ... 17

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 19

4.1. Letak Geografis dan Administrasi ... 19

4.2. Keadaan Topografi ... 20

4.3. Hidrologi ... 20

4.4. Kondisi Biologi ... 21

4.5. Tanah dan Bahan Induk ... 23


(8)

ii

4.7. Penutupan Lahan... 24

4.8. Aksesbilitas ... 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1. Lokasi Keberadaan Burung Rangkong ... 25

5.2. Keberadaan Burung Rangkong ... 26

5.3. Potensi Pohon Sarang dan Ketersediaan Pohon Pakan Burung Rangkong ... 29

5.3.1. Potensi Pohon Sarang ... 31

5.3.2. Ketersediaan Sumber Pakan ... 33

5.4. Ancaman Terhadap Burung Rangkong dan Habitatnya ... 34

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1. Kesimpulan ... 36

6.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(9)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar burung rangkong di Indonesia beserta daerah penyebaran

dan statusnya ... 7 2. Frekuensi perjumpaan dengan burung rangkong badak di Gunung

Betung Tahura WAR ... 27 3. Spesies pohon yang berpotensi sebagai pohon pakan dan pohon


(10)

(11)

(12)

PERSEMBAHAN

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis persembahkan karya ini kepada:

1. Kedua orang tua tersayang Tuti Marjiati dan Agus Riyanto yang telah membesarkan, mendidik, mendoakan, serta memberikan dukungan moril dan materil.

2. Adikku Rizky Dwi Anggraeni yang memberikan semangat dan mendoakan. 3. Pada guru dan pendidik, yang telah mengajarkan banyak hal, baik ilmu

pengetahuan, ilmu hidup, maupun ilmu akhirat dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.

4. Pada teman-teman yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama masa kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 18 Agustus 1993 dari pasangan Bapak Agus Riyanto dan Ibu Tuti Marjiati. Penulis memulai pendidikannya dari Taman Kanak-kanak Al-Huda 1 pada tahun 1998 dan Sekolah Dasar di SDN 4 Sumberrejo pada tahun 1999 dan selesai pada tahun 2005. Penulis lalu melanjutkan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 14 Bandarlampung dan selesai pada tahun 2008. Pendidikan Sekolah Menengah Atas penulis selesaikan di SMAN 3 Bandarlampung dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Kehutanan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah mengikuti Praktek Umum pada tahun 2014 di BKPH Selogender, KPH Randublatung, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah selama 40 hari. Pada awal tahun 2015 penulis mengikuti Kulih Kerja Nyata (KKN) di Desa Bangun Mulyo, Kecamatan Simpang Pematang, Kabupaten Mesuji selama 40 hari.


(14)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Keberadaan Burung Rangkong (Bucerotidae) di Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman” adalah salah satu syarat untuk memeproleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung.

Kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan dan Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya memberikan nasehat, motivasi, dukungan serta arahan dalam penyusunan skripsi.

2. Bapak Jani Master, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya memberikan nasehat, motivasi, dukungan serta arahan dalam penyusunan skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Pembahas Skripsi yang telah banyak memberikan masukan serta kritik yang membangun.

4. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis dan menjadi orang tua selama menuntut ilmu di Jurusan Kehutanan Universitas Lampung.


(15)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, akan tetapi semoga berguna bagi kita semua. Aamiin.

Bandarlampung, November 2015 Penulis


(16)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Rangkong merupakan kelompok burung yang mudah dikenali. Secara umum ciri yang dimiliki burung rangkong adalah ukuran tubuhnya yang besar dengan panjang total antara 381 sampai 1600 mm. Memiliki paruh yang sangat besar dan kokoh tetapi ringan yang dinamakan

hornbilll, berwarna merah atau kuning, melengkung dan beberapa menyerupai cula. Bulu berwarna coklat, hitam, putih, atau hitam dan putih. Kulit dan bulu disekitar tenggorokan berwarna terang, sayap kuat, ekor panjang, kaki pendek, jari-jari kaki besar dan sindaktil (MacKinnon, Philipps dan Balen, 2010).

Indonesia memiliki 13 spesies burung rangkong dari 45 spesies burung rangkong yang ada di dunia. Spesies tersebut tersebar di lima pulau besar, yaitu di Sumatera 9 spesies, Jawa 3 spesies, Kalimantan 8 spesies, Sulawesi 2 spesies, dan Irian Jaya 1 spesies (Sukmantoro, Irham, Novarino, Hasudungan, Kemp dan Muchtar, 2007). Wilayah penyebaran global satwa ini adalah Asia Tenggara, termasuk Semenanjung Malaysia, Pulau Sumatera, Borneo, dan Jawa. Salah satu kawasan


(17)

2

yang yang teridentifikasi sebagai daerah penyebaran burung rangkong di Sumatera adalah di Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Tahura WAR merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan iklim mikro, penghasil udara bersih, menjaga siklus makanan dan pusat pengawetan keanekaragaman hayati (UPTD Tahura WAR, 2009).

Hutan alami pada Gunung Betung menjadi habitat penting bagi keberadaan burung rangkong di Tahura WAR, akan tetapi dengan meningkatnya pembukaan hutan menjadi perkebunan dan pertanian, mengakibatkan semakin berkurangnya habitat bagi satwa terutama burung rangkong. BKSDA Lampung (2014) menyatakan ancaman dan gangguan pada habitat burung rangkong berupa adanya perluasan tanaman perkebunan seperti kopi, coklat, dan pisang, serta perburuan liar. Kebun dan tanaman pertanian di dalam kawasan Tahura merupakan areal kawasan yang di rambah oleh masyarakat dan dijadikan lahan usaha pertanian, tanaman semusim dan pemeliharaan tanaman komoditas perkebunan seperti kopi, cokelat dan tanaman buah-buahan (UPTD Tahura WAR, 2009).

Penelitian tentang keberadaan burung rangkong di Gunung Betung Tahura WAR masih sedikit dilakukan sehingga informasi terbaru tentang keberadaan burung rangkong di lokasi tersebut masih terbatas. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi terbaru tentang keberadaan burung rangkong dan habitatnya di Gunung Betung Tahura WAR.


(18)

3

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana keberadaan burung rangkong ?

2. Bagaimana ketersediaan pohon pakan dan potensi pohon sarang bagi burung rangkong ?

3. Bagaimana ancaman terhadap burung rangkong dan habitatnya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui keberadaan burung rangkong.

2. Mengetahui ketersediaan pohon pakan dan potensi pohon sarang bagi burung rangkong.

3. Mengetahui ancaman terhadap burung rangkong dan habitatnya.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang keberadaan burung rangkong di Tahura WAR sebagai refrensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai data dan informasi bagi UPTD Tahura WAR serta pihak terkait lainnya dalam upaya pelestarian burung rangkong.


(19)

4

1.5. Kerangka Penelitian

Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

Gunung Betung Tahura WAR merupakan kawasan yang teridentifikasi terdapat burung rangkong. Burung rangkong merupakan satwa yang di lindungi melalui PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa, namun keberadaannya terancam oleh aktivitas manusia dan informasi keberadaan burung rangkong masih terbatas. Untuk mengetahui informasi mengenai jenis rangkong apa saja yang ada di Tahura WAR dan potensi pohon sarang dan ketersediaan pohon pakan burung rangkong serta ancamannya maka dilakukan penelitian tentang keberadaan burung rangkong di Gunung Betung Tahura WAR dengan menggunakan metode titik terkonsentrasi (concentration counts).

Penelitian keberadaan rangkong di Gunung Betung Tahura WAR bertujuan untuk memberikan informasi terbaru tentang burung rangkong. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk mendukung kegiatan konservasi dan pengembangan penelitian lebih lanjut di Kawasan Tahura WAR. Berikut bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.


(20)

5

Gambar 1. Bagan alir penelitian keberadaan burung rangkong di Gunung Betung Tahura WAR.

Keberadaan Rangkong Potensi Pohon Sarang

Keberadaan Burung Rangkong Gunung Betung

Tahura WAR

Burung Rangkong

Rapid assessment Sumber Pohon Pakan

Terbatasnya data dan informasi mengenai keberadaan burung

rangkong dalam upaya konservasi

Rapid assessment Consentration count

 Jenis pohon  Tinggi  Diameter  Jenis pohon

 Tinggi  Diameter  Jenis Rangkong

 Jenis Perjumpaan  Jumlah individu


(21)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Burung Rangkong

Menurut MacKinnon dkk. (2010), burung rangkong diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves Super ordo : Neognathae Ordo : Coraciiformes Family : Bucerotidae

Terdapat 45 jenis burung rangkong yang tersebar luas di seluruh dunia. Di Indonesia terdapat 13 jenis yang terdiri dari 7 genus yaitu: Annorhinus, Penelopides, Berenicornis, Rhyticeros, Anthracoceros, Buceros, dan Rhinoplax

yang tersebar luas di hutan-hutan Sumatera (9 jenis), Jawa (3 jenis), Kalimantan (8 jenis), Sulawesi (2 jenis) dan Irian Jaya (1 jenis) (Sukmantoro dkk, 2007).


(22)

7

Tabel 1. Daftar burung rangkong di Indonesia beserta daerah penyebaran dan statusnya.

No Nama Ilmiah Nama Inggris Nama Indonesia Daerah

Penyebaran

Status (CITES) 1 Rhinoplax vigil

(Buceros vigil)

Hermeted Hornbill

Enggang Raja S, K I

2 Anthracoceros albirostris

Asian Piet Hornbill

Kengkareng Perut Putih

J, S II

3 Rhyticeros cassidix

Knobbed Hornbill

Julang Sulawesi Sul II

4 Rhyticeros undulatus (Aceros undulatus)

Wreathred Hornbill

Julang Jambul Coklat J, K, S II

5 Rhyticeros corrugatus

Wrinkled Hornbill

Julang Jambul Hitam S, K II

6 Rhyticeros everitti

Sumba Hornbill

Julang Sumba NT (Sumba) II

7 Rhyticeros plicatus

Blythis Hornbill

Julang Irian Maluku, Irian II

8 Annorhinus galeritus

Bush-created Hornbill

Kengkareng Ekor Abu S, K II

9 Penelopides exhalarus

Sulawesi Hornbill

Julang Kecil Sulawesi Sul II

10 Berenicornis cornatus

White-croowned Hornbill

Enggang Jambul Putih S, K II

11 Anthracoceros malayanus

Black Hornbill Kengkareng Hitam S, K II

12 Buceros rhinoceros

Rhinoceros Hornbill

Rangkong Badak J, S, K II

13 Buceros bicornis Great Hornbill Rangkong Papan S I Sumber: Sukmantoro dkk, 2007

Keterangan:

I = Spesises mendekati kepunahan, pemanfaatan spesises perlu perlakuan intensif yang ketat

II = Spesies langka, pemanfaatan spesies perlu pengawasan intensif S = Sumatera

K = Kalimantan J = Jawa

NT = Nusa Tenggara Sul = Sulawesi


(23)

8

Enggang klihingan memiliki ciri bulu utama hitam dan ekornya dua warna. Betina memiliki paruh kekuningan suram. Enggang jambul memiliki ekor panjang berwarna putih, jambulnya kucel berwarna putih, ujing sayap putih. Betina bagian bawahnya berwarna hitam. Julang jambul hitam memiliki ciri jantan tanduk merah, mahkota hitam, pangkal ekor hitam, ekor biasanya bernoda kekuningan. Julang emas kulit sekitar mata merah jambu, paruh bawahnya berkerut, pada kantung tenggorokan ada garis berwarna hitam biru gelap. Julang dompet berukuran lebih kecil dari julang emas, tidak ada kerutan pada paruh bawahnya, juga tidak ada garis gelap pada kantung tenggorokannya. Kangkareng hitam bulu utama hitam,ujung putih pada ekor. Tanduk pada jantan berwarna gading dan betina hitam, kadang-kadang mempunyai garis putih mulai dari mata sampai tengkuk. Kangkareng perut putih perut dan totol di bawah mata berwarna putih, tanduk pada betina lebih kecil dan lebih kehitaman dari pada jantan. Rangkong badak jantan memiliki tanduk melengkung ke atas, ekor bergaris hitam. Pada betina mirip dengan jantan, tetapi matanya berwarna keputih-putihan sampai biru pucat. Rangkong papan pada jantan memiliki tanduk datar berwarna kuning, sayap bergaris pucat, ekor bergaris hitam. Betina mirip jantan, mata putih, pada tanduk terdapat warna hitam lebih banyak. Rangkong gading memiliki ciri jantan bulu ekor sangat panjang, kulit leher merah tidak berbulu dan pada betina leher berwarna biru pucat.

2.2. Habitat Burung Rangkong

Habitat merupakan kawasan yang merupakan tempat tinggal satwa liar yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yakni fisik dan biologi dan memiliki


(24)

9

keterkaitan antara satu dengan yang lainnya (Alikodra, 2002). Tipe habitat utama pada jenis burung sangat berhubungan dengan kebutuhan hidup dan aktivitas hariannya. Tipe burung terdiri dari tipe burung hutan (forest birds), burung hutan kayu terbuka (open woodland birds), burung lahan budidaya (cultivated birds), burung pekarangan rumah (rural area birds), burung pemangsa (raptor birds) dan burung air atau perairan (water birds) (Kurnia, 2003).

Hutan memberikan fasilitas bagi burung sebagai tempat bersarang, istirahat, berkembangbiak, dan mencari makan. Beberapa kawasan di Sumatera yang masih berhutan yang dijadikan sebagai lokasi survei adalah hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur atau zona penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, Bungo (Jambi); hutan Batang Toru, Tapanuli (Sumatera Utara); hutan lindung Bukit Rigis, Sumberjaya (Lampung) dan hutan lindung Bartong Asahan dan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Pematang Siantar (Sumatera Utara). Enggang cula (Buceros rhinoceros), julang emas (Rhyticeros undulatus),

rangkong gading (Rhinoplax vigil), kuau raja (Argusianus argus), elang bondol (Haliastur indus), elang brontok (Spizaetus cirrhatus) dan elang ular bido

(Spillornis cheela) merupakan burung yang teridentifikasi sebagai burung khas dari Hutan Sumatra (Ayat, 2011).

Menurut MacKinnon dkk. (2010), burung rangkong dapat dijumpai di hutan dataran rendah dan perbukitan. Hutan dataran rendah pada tajuk utamanya di dominasi oleh jenis-jenis tumbuhan dari suku Dipterocarpaceae, tetapi jenis-jenis

Leguminoceae seperti Kempas kompassia dan Merbau intsia, membentuk tajuk yang menjulang tinggi dan lebih menonjol. Batangnya yang besar dan tidak


(25)

10

bercabang didukung oleh akar banir, seluruhnya dihiasi oleh tumbuhan yang merambat, epifit dan pohon ara yang melimpah. Pada hutan perbukitan

Dipterocarpaceae mendominasi punggung bukit. Sisi bukit yang terjal ditutupi oleh hutan campuran kaya dengan relung burung. Tanah longsor yang sering terjadi membentuk susunan komunitas tumbuhan dalam berbagai tahap suksesi yang berbeda. Hutan ini merupakan hutan yang paling kaya dengan beranekaragam burung termasuk rangkong.

Ketersediaan pohon yang berfungsi sebagai tempat sarang merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi julang emas untuk membesarkan anak dan mendukung eksistensinya agar tidak mengalami kepunahan. Salah satu syarat pohon yang dijadikan habitat sarang julang emas adalah ukuran diameter batang yang sesuai dengan ukuran tubuh julang emas. Julang emas merupakan

frugivorous di samping juga mengkonsumsi beberapa jenis binatang seperti kumbang sehingga ada yang mengelompokkannya sebagai binatang omnivora (Himmah, Utami dan Baskoro, 2010).

Salah satu sumber makanan yang disukai burung rangkong yaitu tumbuhan Ficus,

dengan melimpahnya tumbuhan Ficus maka burung rangkong akan berpindah ke habitat tersebut secara berkelompok (Rahma, Novarino dan Nurdin, 2013). Selama ini yang menjadi makanan pokok bagi julang emas adalah buah ara dari pohon Ficus yang merupakan pohon kunci bagi kelestarian julang emas. Ketersediaan pohon Ficus sebagai sumber pakan utama bagi julang emas di Gunung Unggaran Jawa Tengah (Himmah dkk., 2010).


(26)

11

2.3. Status Konservasi

Menurut UU No.7 tahun 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa, seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) merupakan satwa yang dilindungi. Menurut Daftar Merah IUCN, rangkong termasuk spesies yang hampir mengalami kelangkaan. CITES juga mengklasifikasikan satwa burung ini ke dalam kategori Appendix II (spesies yang dilarang untuk perdagangan komersial internasional karena hampir mengalami kelangkaan, kecuali jika perdagangan tersebut tunduk pada peraturan ketat, sehingga pemanfaatan yang tidak sesuai dapat dihindari) (Widjojo, 2011).

2.4. Gangguan dan Ancaman Terhadap Burung

Burung adalah salah satu jenis satwa yang sangat terpengaruh keberadaannya akibat alih guna lahan hutan, terutama pada lahan-lahan monokultur seperti perkebunan kelapa sawit dan karet. Hilangnya pohon hutan dan tumbuhan semak, menyebabkan hilangnya tempat bersarang, berlindung dan mencari makan berbagai jenis burung. Sementara, burung memiliki peran penting dalam ekosistem antara lain sebagai penyerbuk, pemencar biji, pengendali hama. Burung juga seringkali digemari oleh sebagian orang dari suara dan keindahan bulunya. Sampai saat ini Sumatera masih memiliki kawasan berhutan, meskipun sebagian besar sudah terfragmentasi dan mengalami tekanan yang cukup tinggi (Sirait, 2007 dikutip oleh Ayat, 2011).

Kerusakan hutan yang terjadi pada kawasan hutan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor yang sebagian besar dikarenakan oleh aktivitas manusia dan sebagian lainnya dikarenakan bencana alam. Pertumbuhan penduduk yang tidak


(27)

12

seimbang dengan persediaan lahan akan mendorong terjadinya penjarahan pada kawasan hutan (Indriyanto, 2008). Meningkatnya pembukaan hutan menjadi perkebunan dan pertanian, mengakibatkan semakin berkurangnya habitat bagi satwa terutama burung rangkong. Selain tekanan terhadap habitatnya, rangkong juga mendapatkan ancaman lainnya seperti perburuan liar untuk diperdagangkan sebagai binatang peliharaan, dan sebagai hiasan rumah (Rahma dkk., 2013).

Gangguan terhadap burung terbagi atas gangguan langsung pada populasi burung dan gangguan tidak langsung atau tekanan pada habitat burung. Gangguan langsung terhadap burung yaitu dengan membunuh burung untuk bahan makanan, bulu, minyak, olahraga berburu. Sedangkan gangguan tidak langsung adalah perubahan atau modifikasi lingkungan alami oleh manusia menjadi lahan pertanian, kebun, perkotaan, jalan raya, dan industri (Utama, 2011).

2.5. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman

Berdasarkan SK Menhut No.742/Kpts-VI/1992 tanggal 21 Juli 1992, kawasan hutan Register 19 Gunung Betung (Hutan Lindung) diubah fungsinya menjadi Taman Hutan Raya, selanjutnya pada tahun 1993, Menteri Kehutanan dengan pertimbangan untuk menjamin pelestarian lingkungan dan konservasi alam, status hutan lindung Register 19 Gunung Betung ditingkatkan menjadi hutan konservasi berupa Taman Hutan Raya (Tahura) dengan nama Tahura Wan Abdul Rachman dengan luas 22.249,31 Ha, melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 408/Kpts-II/1993 tanggal 10 Agustus 1993 (UPTD Tahura WAR, 2009).


(28)

13

Jenis-jenis flora yang terdapat di kawasan Tahura WAR terutama pada hutan primer antara lain jenis merawan (Hopea mangarawan), medang (Litsea firmahoa), rasamala (Altingia excelsa), bayur (Pterospermum sp), jabon (Antocepalus cadamba), cempaka (Beilschildia sp), pulai (Alstonia scholaris), kenanga (Cananga odorata) dan lain-lain, serta jenis anggrek hutan dan paku-pakuan. Pada hutan sekunder dapat dijumpai jenis durian (Durio sp), makaranga (Macaranga gigantea), kenanga (Cananga odorata), jabon (Antocepalus cadamba), vitex (Vitex sp) dan lain-lain. Satwa yang terdapat dikawasan ini dan diperkirakan menghuni di hutan primer seperti siamang (Symphalagus syndactilus), kera (Macaca fascicularis), beruang madu (Helarctos malayanus), babi hutan (Suscrofa sp), ayam hutan (Galus galus), burung rangkong (Bucerotidae) serta berbagai jenis burung (UPTD Tahura WAR, 2009).


(29)

14

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachma. Waktu penelitian Mei 2015. Berikut adalah peta lokasi penelitian di Gunung Betung Tahura WAR (Gambar 2).


(30)

15

3.2. Alat dan Objek

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah teropong binokular, kamera digital, jam tangan, buku panduan lapangan burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan, haga meter, pita meter, tally sheet, alat tulis kantor, GPS (Global Positioning System) dan peta wilayah. Objek yang diamati adalah burung rangkong dan pohon yang berpotensi sebagai pohon sarang dan sumber pohon pakan yang ada di Gunung Betung Tahura WAR.

3.3. Batasan Penelitian Batasan penelitian ini adalah:

1. Pengamatan dilakukan selama 14 hari pada pagi (07.00-09.00), siang (11.00-13.00) dan sore (15.00-17.00).

2. Objek penelitian adalah burung rangkong yang ada di Gunung Betung Tahura WAR Blok Pendidikan 23 dan 24.

3. Mengamati pohon yang berpotensi menjadi sumber pakan dan pohon sarang di sekitar lokasi penelitian.

3.4. Jenis Data 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan yaitu data mengenai keberadaan burung rangkong di Gunung Betung Tahura WAR.


(31)

16

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari pustaka, jurnal dan terbitan lainnya yang berkaitan dengan keberadaan burung rangkong untuk melengkapi data primer yang diambil di lapangan.

3.5. Metode Pengumpulan Data 1. Survei pendahuluan

Melakukan observasi lapangan atau menanyakan kepada masyarakat atau petugas tentang jenis-jenis satwa liar yang seringkali dijumpai, berkumpul di suatu tempat dan lokasi berkumpulnya (padang rumput dan sumber air atau feeding ground). Menentukan titik-titik pengamatan dan waktu dimulai dan berakhirnya pengamatan. Penentuan waktu pengamatan harus mempertimbangkan perilaku dan aktivitas setiap jenis satwa liar yang berkumpul serta menentukan luas cakupan areal konsentrasi untuk menduga rata-rata daya tampung areal (Bismark, 2011).

2. Pengumpulan data di lapangan

Data yang diambil yaitu nama jenis rangkong, waktu perjumpaan, jumlah individu, jenis perjumpaan (langsung/tidak langsung) dan lokasi perjumpaan.

Metode yang digunakan adalah metode pengamatan terkonsenterasi (concentration count). Pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga sebagai tempat dengan peluang perjumpaan satwa tinggi (Bismark, 2011).


(32)

17

Pengumpulan data untuk potensi pohon sarang dan ketersedian pohon pakan dilakukan dengan menggunakan metode Rapid assessment di sekitar daerah pengamatan. Rapid assessment adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan serta mencatat secara cepat dan akurat data pengamatan secara relevan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada lokasi pengamatan untuk mengetahui jenis pohon tidur, pohon pakan dan pohon tempat melakukan prilaku sosial (IUCN, 2007).

3. Pengumpulan data sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi literatur dengan menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan sedang diteliti. Informasi tersebut diperoleh dari buku ilmiah, laporan penelitian, karangan ilmiah, skripsi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik.

3.6. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini yaitu menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu peneliti menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan hasil data yang di dapat di lapangan dan disusun dalam bentuk kalimat ilmiah secara sistematis. Data yang akan dianalisis meliputi :

1. Keberadaan burung rangkong

Data disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif untuk jenis rangkong, jumlah rangkong yang teramati dan keberadaan burung rangkong di Gunung Betung Tahura WAR.


(33)

18

2. Potensi pohon sarang dan ketersediaan pohon pakan

Data disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif yaitu menguraikan dan menggambarkan karakteristik pohon yang berpotensi menjadi pohon sarang dan pohon pakan burung rangkong meliputi jenis pohon, tinggi, diameter dan keberadaan jenis pohon tersebut di Gunung Betung Tahura WAR.


(34)

19

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis dan Administrasi

Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 105⁰02’ 42,01” s/d 105⁰ 13’ 42,09” BT dan 05⁰ 23’ 47,03” s/d 05⁰ 30’ 34,86” LS. Berdasarkan administrasi pemerintahan kawasan ini berada di lintas Kota Bandarlampung dan Kabupaten Pesawaran (dahulu masuk Kabupaten Lampung Selatan), dengan 7 (tujuh) wilayah kecamatan. Kawasan Tahura yang masuk Kota Bandar Lampung ± seluas 300 ha di wilayah Kec. Teluk Betung Barat, Teluk Betung Utara dan Kec. Kemiling. Selebihnya ± 21.949,31 ha berada di Kab. Pesawaran, meliputi Kec. Padang Cermin, Kec. Gedong Tataan, Kec. Way Lima dan Kec. Kedondong (UPTD Tahura WAR, 2009).

Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman dibagi habis menjadi blok-blok pengelolaan (UPTD Tahura WAR, 2009), yaitu:

1. Blok Koleksi tumbuhan, sesuai dengan fungsi Tahura pada blok ini diarahkan untuk koleksi tanaman asli dan bukan asli serta langka atau tidak langka. 2. Blok Pemanfaatan, bentuk pemanfatan dalam kawasan Tahura adalah untuk

kegiatan pendidikan, penelitian dan wisata alam, pada blok ini juga dapat dibangun sarana dan prasarana kegiatan tersebut (Maksimal 10% dari luas blok pemanfatan)


(35)

20

3. Blok Perlindungan, bagian dari kawasan Tahura sebagai tempat perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem serta penyangga kehidupan.

4. Blok lainnya (pendidikan, penelitian, dan social forestry), pada blok ini dapat dilakukan aktivitas pendidikan dan penelitian serta pengelolaan hutan bersama masyarakat terbatas dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi.

4.2. Keadaan Topografi

Kawasan Tahura WAR di bentuk oleh daerah perbukitan dan pegunungan dengan topografi kawasan bervariasi mulai dataran landai, curam dan sangat curam. Dataran landai meliputi kawasan dengan luas ± 675 ha, bergelombang - agak curam ± 3.650 ha dan curam ± 17.924,31 ha. Kawasan ini memiliki ketinggian mulai 50 meter s/d 1661 meter dari permukaan air laut (dpl). Daerah tertinggi terdapat di puncak pegunugan Gunung Pesawaran (1.661 meter), Gunung Betung (1.240 meter) dan Gunung Tangkit Ulu Padang Ratu (1.660 meter) (UPTD Tahura WAR, 2009).

4.3. Hidrologi

Kawasan Tahura WAR merupakan wilayah Catchment Area (tangkapan air) dari beberapa sungai/anak sungai yang terdapat di kawasan ini. Di bagian selatan kawasan mengalir Sungai Way Sabu yang merupakan aliran sungai yang cukup panjang di kawasan ini dan bermuara di Teluk Ratai. Sungai Way Ngeluk, Way Langka dan Way Berenung yang bermuara di Sungai Way Sekampung terdapat di


(36)

21

bagian utara kawasan. Sedangkan Way Semah, Way Harong, Way Padang Ratu, Way Kedondong dan Way Awi merupakan sungai atau anak sungai yang terdapat di barat kawasan. Sisi timur kawasan mengalir sungai atau anak sungai Way Balak, Way Betung, Way Jernih dan Way Simpang Kanan. (UPTD Tahura WAR, 2009).

4.4. Kondisi Biologi

Flora yang terdapat di kawasan Tahura WAR terutama pada hutan primer antara lain jenis merawan (Hopea mangarawan), medang (Litsea firmahoa), rasamala (Altingia excelsa), bayur (Pterospermum sp), jabon (Antocepalus cadamba), cempaka (Michelia sp), pulai (Alstonia scholaris), kenanga (Cananga odorata) dan lain-lain, serta jenis anggrek hutan dan paku-pakuan. Pada hutan sekunder dapat dijumpai jenis durian (Durio sp), makaranga (Macaranga gigantea), kenanga (Cananga odorata), jabon (Antocepalus cadamba), vitex (Vitex sp), bambu betung (Dendrocalamus asper) dan lain-lain. Fauna yang terdapat di kawasan ini dan diperkirakan menghuni di hutan primer seperti siamang (Symphalagus syndactilus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruang madu (Helarctos malayanus), babi hutan (Sus scrofa), ayam hutan (Gallus gallus) serta berbagai jenis burung (UPTD Tahura WAR, 2009). Berikut adalah peta sebaran satwa liar master plan Tahura WAR Register 19 (Gambar 3).


(37)

22 Gambar 3. Peta sebaran satwa liar master plan kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Register 19


(38)

23

4.5. Tanah dan Bahan Induk

Kawasan Tahura WAR di bentuk dari komposisi geologi basalt endesit dan lapisan tufa intermedier dengan bahan plato basalt dan sedikit endapan kwarter dan sedimen tufa masam. Bedasarkan komposisi geologi tersebut, jenis tanah yang di bentuk di kawasan Tahura terdiri dari jenis tanah andosol coklat kekuningan, jenis tanah latosol cokelat tua kemerahan dan latosol kemerahan (UPTD Tahura WAR, 2009).

4.6. Tipe Iklim

Klasifikasi iklim menurut Koppen dikenal dan digunakan secara internasional. Klasifikasi ini didasarkan pada curah hujan dan temperatur. Berdasarkan klasifikasi Koppen, daerah dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1.627,5 mm dan temperature lebih dari 18⁰ C secara umum diklasifikasikan ke dalam tipe iklim A. dengan rata-rata hujan pada bulan kering lebih besar dari 60 mm (yakni bulan Juni, Juli, dan Agustus) maka wilayah Tahura WAR termasuk pada zona iklim A (iklim monsoon tropis) (UPTD Tahura WAR, 2009).

Klasifikasi iklim Schmidt Ferguson umumnya digunakan dalam bidang kehutanan dan perkebunan. Klasifikasi ini memerlukan paling sedikit data hujan selama 10 tahun. Klasifikasi ini didasarkan pada banyaknya bulan basah (>100mm) bulan lembab (60-100 mm) dan bulan kering (<60 mm) dalam areal penelitian terdapat 5 bulan basah, 6 bulan lembab, dan 1 bulan kering. Oleh karena itu, berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah Tahura WAR termasuk zona iklim B yakni daerah basah (UPTD Tahura WAR, 2009).


(39)

24

4.7. Penutupan Lahan

Hasil interpretasi citra Quick Bird hasil pemotretan Juli 2006 memperlihatkan bahwa keadaan vegetasi kawasan Tahura WAR terdiri luas hutan lahan kering primer 5.778,00 ha (26%), hutan lahan kering sekunder 7.892.42 ha (13%), lading/tanah terbuka 1.019,12 ha (5%), kebun campuran/pertanian 12.306,97 (55%), dan semak belukar 252.80 ha (1%) (UPTD Tahura WAR, 2009).

4.8. Aksesibilitas

Tahura Wan Abdul Rachman relatif mudah dicapai dari Kota Bandar Lampung karena dilingkari oleh poros jalan Kota Bandar Lampung ke Padang Cermin (kota kecamatan) sepanjang ± 40 km di sebelah selatan kawasan, dan rute jalan raya Kota Bandar Lampung-Gedong Tataan-Kedondong (kota kecamatan) sepanjang ± 50 km di sebelah utara kawasan (UPTD Tahura WAR, 2009).

Dengan demikian untuk mencapai bagian tertentu dari kawasan ini seperti air terjun di Hurun, Wiyono dan lokasi Youth Camp Center (areal wisata perkemahan) dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil) dan kendaraan roda dua (sepeda motor), dengan waktu tempuh ± 30 menit. Beberapa areal lain seperti lokasi pemanfaatan hutan kemasyarakatan (social forestry) di lokasi Sumber Agung dapat ditempuh ± 15 menit (jarak ± 15 km) (UPTD Tahura WAR, 2009).


(40)

37

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Bedasarkan penelitian keberadaan burung rangkong di Gunung Betung Tahura Wan Abdul Rachman yang telah dilakukan di peroleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat satu spesies rangkong di Gunung Betung Tahura WAR yakni rangkong badak (Buceros rhinoceros).

2. Potensi pohon sarang bagi burung rangkong di Gunung Betung terdapat pohon medang (Litsea sp) dengan diameter >65cm. Adapun pohon-pohon lain yang memiliki diameter cukup besar yakni sawo-sawoan, beringin, dan gondang.

3. Ketersediaan sumber pakan bagi burung rangkong di Gunung Betung didukung dengan adanya beberapa spesies Ficus yang menjadi sumber pakan utamanya yakni gondang, luwingan dan beringin.

4. Ancaman dan gangguan terhadap burung rangkong dan habitatnya yakni adanya aktivitas manusia seperti perusakan hutan dan perluasan tanaman perkebunan kopi, kakao dan karet.


(41)

37

6.2. Saran

Saran terkait hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan terhadap kegiatan perusakan hutan dan perluasan tanaman perkebunan di kawasan blok lindung Tahura WAR.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai studi populasi burung rangkong di Gunung Betung Tahura WAR.


(42)

38

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, F. R. dan N. L. Winarni. 2007. Prefrensi dan interaksi burung rangkong terhadap ketersediaan buah ara (Ficus spp) di Way Cungguk, Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung. Jurnal Indonesian

Ornithologists’ Union (IdOU). 5 (1) 85-92 p.

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar, Jilid 1. Buku. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ayat, A. 2011. Burung-burung Agroforest di Sumatera. Buku. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. Bogor. 112 p.

BKSDA Lampung. 2014. Inventarisasi Rangkong (Bucerotidae) di Kesatuan

Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Gunung Rajabasa.

(http://www.krakatau.co.id). Diakses 18 Januari 2015.

_______________. 2014. Menyusuri Kepakan Sayap si Penjaga Hutan. (http://www.krakatau.co.id). Diakses 18 Januari 2015.

Bismark, M. 2011. Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Survei Keragaman Jenis Pada Kawasan Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 40 p.

Hadiprakarsa, Y. dan N. L. Winarni. 2007. Fragmentasi hutan di Lampung, Sumatera vs burung rangkong: mampukah burung rangkong bertahan hidup? Jurnal Indonesian Ornithologists’ Union (IdOU).5 (1) 94-102 p.

Himmah, J., S. Utami. dan K. Baskoro. 2010. Struktur dan komposisi vegetasi habitat julang emas (Aceros undulatus) di Gunung Unggaran Jawa Tengah. Jurnal Sains dan Matematika (JSM). 18 (3) 104-110 p.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 209 p.

________. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 234 p. IUCN, The World Conservation Union. 2007. Pedoman dan Metodologi Rapid

Assessment untuk Kerusakan Ekosistem Darat Pesisir Akibat Tsunami. IUCN Publications Service Unit. Cambridge. 30 p.


(43)

39

Kurnia, I. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung Untuk Pengembangan Wisata Birdwatching di Kampus IPB Darmaga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 137 p.

MacKinnon, J., K. Philipps dan B. V. Balen. 2010. Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam). Buku. Puslitbang-Biologi. Jakarta. 521 p.

Mangangantung, B., Deidy. Y. Katili., Saroyo dan Pience V. Maabuat. 2015. Densitas dan jenis pakan burung rangkong (Rhyticeros cassidix) di Cagar Alam Tangkoko Batuangus. Jurnal MIPA UNSRAT Online. 4 (1) 88-92 p. Mudappa, D.C. dan R. Kannan. 1997. Nest characteristics anf nesting success of

the Malabar Gray hornbill in the Shouthern Ghats, India. Wilson bull. 109 (1) 102-111 p.

Nugroho, H. 2000. Ekologi Julang Emas (Aceros Undulatus, Shaw 1811) pada musim tidak berbiak di Nusakambangan, Jawa Tengah. Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI. Bogor.

Poonswad, P. and Kemp, A. 1993. Manual to The Conservation of Asian Hornbills. Buku. Sirivatana Interprint. Bangkok. 26-74 p.

Rahma, F. N., W. Novarino dan J. Nurdin. 2013. Kelimpahan dan Pola Distribusi Burung Rangkong (Bucerotidae) di kawasan PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan, Sumatra Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas.

2 (1) 27-33 p.

Rachmawati, Y., M. Rahayuningsih dan N. E. Kartijono. 2013. Populasi julang emas (Aceros undulatus) di Gunung Ungaran Jawa Tengah. Unnes Journal of Life Science. 2 (1) 43-49 p.

Republik Indonesia. 1990. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Lembaran Negara RI Tahun 1990 No. 49. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.

_______________. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 14. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.

Sirait, M.A. 2007. Field Test of the Rapid Land Tenure Assessment (RATA) on the Batang Toru Watershed, North Sumatera. ICRAF. Bogor.

Sukmantoro, W., M. Irham, W. Novarino., F. Hasudungan., N. Kemp. dan M. Muchtar. 2007. Daftar Burung Indonesia no. 2. Buku. Indonesian Ornithologists’ Union. Bogor. 157 p.


(44)

40

Supriyadi, B. 2009. Populasi Burung Julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix) di Areal Hutan Pendidikan UNTAD Desa Wanagading Kecamatan Bolano Lambunu Kabupaten Parigi Moutong. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako. Palu.

UPTD Tahura WAR. 2009. Buku Informasi Tahura. Buku. Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Bandar Lampung. 43 p.

_______________________. Peta Sebaran Satwa Liar Master Plan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Register 19. Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Utama, M. T. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan Mangrove Desa Sungai Burung, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Widjojo, N. 2011. Rangkong badak. Factsheet Yayasan WWF Indonesia. (http://awsassets.wwf.or.id). Diakses tanggal 2 Januari 2015.


(1)

24

4.7. Penutupan Lahan

Hasil interpretasi citra Quick Bird hasil pemotretan Juli 2006 memperlihatkan bahwa keadaan vegetasi kawasan Tahura WAR terdiri luas hutan lahan kering primer 5.778,00 ha (26%), hutan lahan kering sekunder 7.892.42 ha (13%), lading/tanah terbuka 1.019,12 ha (5%), kebun campuran/pertanian 12.306,97 (55%), dan semak belukar 252.80 ha (1%) (UPTD Tahura WAR, 2009).

4.8. Aksesibilitas

Tahura Wan Abdul Rachman relatif mudah dicapai dari Kota Bandar Lampung karena dilingkari oleh poros jalan Kota Bandar Lampung ke Padang Cermin (kota kecamatan) sepanjang ± 40 km di sebelah selatan kawasan, dan rute jalan raya Kota Bandar Lampung-Gedong Tataan-Kedondong (kota kecamatan) sepanjang ± 50 km di sebelah utara kawasan (UPTD Tahura WAR, 2009).

Dengan demikian untuk mencapai bagian tertentu dari kawasan ini seperti air terjun di Hurun, Wiyono dan lokasi Youth Camp Center (areal wisata perkemahan) dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil) dan kendaraan roda dua (sepeda motor), dengan waktu tempuh ± 30 menit. Beberapa areal lain seperti lokasi pemanfaatan hutan kemasyarakatan (social forestry) di lokasi Sumber Agung dapat ditempuh ± 15 menit (jarak ± 15 km) (UPTD Tahura WAR, 2009).


(2)

37

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Bedasarkan penelitian keberadaan burung rangkong di Gunung Betung Tahura Wan Abdul Rachman yang telah dilakukan di peroleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat satu spesies rangkong di Gunung Betung Tahura WAR yakni rangkong badak (Buceros rhinoceros).

2. Potensi pohon sarang bagi burung rangkong di Gunung Betung terdapat pohon medang (Litsea sp) dengan diameter >65cm. Adapun pohon-pohon lain yang memiliki diameter cukup besar yakni sawo-sawoan, beringin, dan gondang.

3. Ketersediaan sumber pakan bagi burung rangkong di Gunung Betung didukung dengan adanya beberapa spesies Ficus yang menjadi sumber pakan utamanya yakni gondang, luwingan dan beringin.

4. Ancaman dan gangguan terhadap burung rangkong dan habitatnya yakni adanya aktivitas manusia seperti perusakan hutan dan perluasan tanaman perkebunan kopi, kakao dan karet.


(3)

37

6.2. Saran

Saran terkait hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan terhadap kegiatan perusakan hutan dan perluasan tanaman perkebunan di kawasan blok lindung Tahura WAR.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai studi populasi burung rangkong di Gunung Betung Tahura WAR.


(4)

38

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, F. R. dan N. L. Winarni. 2007. Prefrensi dan interaksi burung rangkong terhadap ketersediaan buah ara (Ficus spp) di Way Cungguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung. Jurnal Indonesian Ornithologists’ Union (IdOU). 5 (1) 85-92 p.

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar, Jilid 1. Buku. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ayat, A. 2011. Burung-burung Agroforest di Sumatera. Buku. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. Bogor. 112 p.

BKSDA Lampung. 2014. Inventarisasi Rangkong (Bucerotidae) di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Gunung Rajabasa. (http://www.krakatau.co.id). Diakses 18 Januari 2015.

_______________. 2014. Menyusuri Kepakan Sayap si Penjaga Hutan. (http://www.krakatau.co.id). Diakses 18 Januari 2015.

Bismark, M. 2011. Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Survei Keragaman Jenis Pada Kawasan Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 40 p.

Hadiprakarsa, Y. dan N. L. Winarni. 2007. Fragmentasi hutan di Lampung, Sumatera vs burung rangkong: mampukah burung rangkong bertahan hidup? Jurnal Indonesian Ornithologists’ Union (IdOU).5 (1) 94-102 p. Himmah, J., S. Utami. dan K. Baskoro. 2010. Struktur dan komposisi vegetasi

habitat julang emas (Aceros undulatus) di Gunung Unggaran Jawa Tengah. Jurnal Sains dan Matematika (JSM). 18 (3) 104-110 p.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 209 p.

________. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 234 p. IUCN, The World Conservation Union. 2007. Pedoman dan Metodologi Rapid

Assessment untuk Kerusakan Ekosistem Darat Pesisir Akibat Tsunami. IUCN Publications Service Unit. Cambridge. 30 p.


(5)

39

Kurnia, I. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung Untuk Pengembangan Wisata Birdwatching di Kampus IPB Darmaga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 137 p.

MacKinnon, J., K. Philipps dan B. V. Balen. 2010. Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam). Buku. Puslitbang-Biologi. Jakarta. 521 p.

Mangangantung, B., Deidy. Y. Katili., Saroyo dan Pience V. Maabuat. 2015. Densitas dan jenis pakan burung rangkong (Rhyticeros cassidix) di Cagar Alam Tangkoko Batuangus. Jurnal MIPA UNSRAT Online. 4 (1) 88-92 p. Mudappa, D.C. dan R. Kannan. 1997. Nest characteristics anf nesting success of

the Malabar Gray hornbill in the Shouthern Ghats, India. Wilson bull. 109 (1) 102-111 p.

Nugroho, H. 2000. Ekologi Julang Emas (Aceros Undulatus, Shaw 1811) pada musim tidak berbiak di Nusakambangan, Jawa Tengah. Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI. Bogor.

Poonswad, P. and Kemp, A. 1993. Manual to The Conservation of Asian Hornbills. Buku. Sirivatana Interprint. Bangkok. 26-74 p.

Rahma, F. N., W. Novarino dan J. Nurdin. 2013. Kelimpahan dan Pola Distribusi Burung Rangkong (Bucerotidae) di kawasan PT. Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan, Sumatra Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2 (1) 27-33 p.

Rachmawati, Y., M. Rahayuningsih dan N. E. Kartijono. 2013. Populasi julang emas (Aceros undulatus) di Gunung Ungaran Jawa Tengah. Unnes Journal of Life Science. 2 (1) 43-49 p.

Republik Indonesia. 1990. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Lembaran Negara RI Tahun 1990 No. 49. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.

_______________. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 14. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.

Sirait, M.A. 2007. Field Test of the Rapid Land Tenure Assessment (RATA) on the Batang Toru Watershed, North Sumatera. ICRAF. Bogor.

Sukmantoro, W., M. Irham, W. Novarino., F. Hasudungan., N. Kemp. dan M. Muchtar. 2007. Daftar Burung Indonesia no. 2. Buku. Indonesian


(6)

40

Supriyadi, B. 2009. Populasi Burung Julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix) di Areal Hutan Pendidikan UNTAD Desa Wanagading Kecamatan Bolano Lambunu Kabupaten Parigi Moutong. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako. Palu.

UPTD Tahura WAR. 2009. Buku Informasi Tahura. Buku. Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Bandar Lampung. 43 p.

_______________________. Peta Sebaran Satwa Liar Master Plan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Register 19. Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Utama, M. T. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan Mangrove Desa Sungai Burung, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Widjojo, N. 2011. Rangkong badak. Factsheet Yayasan WWF Indonesia. (http://awsassets.wwf.or.id). Diakses tanggal 2 Januari 2015.