PERANAN PPL TERHADAP PARTISIPASI PETERNAK DALAM PROGRAM PENGUATAN SAPI BETINA BUNTING DI KECAMATAN ABUNG TIMUR KABUPATEN LAMPUNG UTARA

(1)

ABSTRAK

PERANAN PPL TERHADAP PARTISIPASI PETERNAK DALAM PROGRAM PENGUATAN SAPI BETINA BUNTING DI KECAMATAN ABUNG TIMUR KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh

Yuda Saputra

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) tingkat peranan penyuluh pertanian lapang (PPL) dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur, 2) tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur, 3) hubungan peranan PPL terhadap tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur. Sampel pada penelitian ini adalah 65 orang yang didapat dengan metode proporsional random sampling, dan metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, tabulasi, dan statistik. Hasil yang didapat adalah Peranan PPL dalam program penguatan sapi betina bunting di Kecamatan Abung Timur termasuk klasifikasi sedang, tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecamatan Abung Timur termasuk klasifikasi sedang, peranan PPL memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi peternak dalam program penguatan sapi betina bunting di Kecamatan Abung timur Kabupaten Lampung Utara.


(2)

ABSTRACT

THE ROLE OF FIELD FACILITATOR TOWARDS PARTICIPATION OF CATTLE FARMER IN PREGNANT FEMALE CATTLE STRENGTHENING

PROGRAM AT EAST ABUNG SUBDISTRICT, NORTH REGENCY By

Yuda Saputra

This research is aimed at investigating: 1) the level of field facilitator role in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict, 2) the level of cattle farmer participation in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict, 3) the influence of field facilitator role towards the level of cattle farmer participation in pregnant cattle strengthening program. The sample number of this research were 65 people which uses proportional random sampling method. The analytical methods used in this research are descriptive, tabulation, and statistical metods. The results of this research showsed that the role of field facilitator in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict includes medium classification, the level of cattle farmer participation in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict includes medium classification, and the role of field facilitator influence the level of cattle farmer participation in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict, North Lampung District.


(3)

(Skripsi)

YUDA SAPUTRA

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

DALAM PROGRAM PENGUATAN SAPI BETINA BUNTING DI KECAMATAN ABUNG TIMUR KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh

Yuda Saputra

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) tingkat peranan penyuluh pertanian lapang (PPL) dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur, 2) tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur, 3) hubungan peranan PPL terhadap tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur. Sampel pada penelitian ini adalah 65 orang yang didapat dengan metode proporsional random sampling, dan metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, tabulasi, dan statistik. Hasil yang didapat adalah Peranan PPL dalam program penguatan sapi betina bunting di Kecamatan Abung Timur termasuk klasifikasi sedang, tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecamatan Abung Timur termasuk klasifikasi sedang, peranan PPL memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi peternak dalam program penguatan sapi betina bunting di Kecamatan Abung timur Kabupaten Lampung Utara.


(5)

FARMER IN PREGNANT FEMALE CATTLE STRENGTHENING PROGRAM AT EAST ABUNG SUBDISTRICT, NORTH REGENCY

By Yuda Saputra

This research is aimed at investigating: 1) the level of field facilitator role in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict, 2) the level of cattle farmer participation in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict, 3) the influence of field facilitator role towards the level of cattle farmer participation in pregnant cattle strengthening program. The sample number of this research were 65 people which uses proportional random sampling method. The analytical methods used in this research are descriptive, tabulation, and statistical metods. The results of this research showsed that the role of field facilitator in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict includes medium classification, the level of cattle farmer participation in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict includes medium classification, and the role of field facilitator influence the level of cattle farmer participation in pregnant cattle strengthening program in East Abung Subdistrict, North Lampung District.


(6)

Oleh

Yuda Saputra

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memcapai gelar SARJANA PERTANIAN

pada Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(7)

(8)

(9)

Penulis dilahirkan di Kotabumi tanggal 14 November 1993. Penulis adalah anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Sarwani Putra, A.md dan Ibunda Yunida Wati S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negri 1 Kotabumi Udik pada tahun 2005 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2008 di SMP XAVERIUS Kotabumi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Kemala Bhayangkari Kotabumi diselesaikan pada tahun 2011. Penulis diterima pada Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2011.

Penulis melakukan kegiatan Praktik Umum (PU) di Badan Pelaksana

Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Pringsewu tahun 2014. Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Rengas

Kecamatan Bekri Kabupaten Lampung Tengah tahun 2015.

Selain dalam bidang akademik, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan kampus. Penulis pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum periode 2014/2015. Lembaga Study Mahasiswa Pertanian (LS-MATA) Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penulis menjadi anggota Himpunan


(10)

(11)

Bismillahirohmanirrohim

Alhamdulillahirobbil ‘alamin,puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang luar biasa. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan di setiap kehidupan. Penelitian iniberjudul “Peranan PPL terhadap Partisipasi Peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di

Kecamatan Abung timur Kabupaten Lampung Utara”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun, sehingga dengan tulus dan rendah hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Dewangga Nikmatullah, M.S. dan Ir. Suarno Sadar, selaku

pembimbing pertama dan ke dua atas ilmu, bimbingan, masukan, arahan, saran dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik dan sebagai Dosen Penguji Skripsi, atas masukan, saran dan kritik yang diberikan untuk menyempurnakan skripsi ini.

3. Keluarga tercinta, ayahanda Sarwani Putra, A.md dan ibunda Yunida Wati S.Pd, Kakak-kakak penulis Eka Okta Sari, S.Kep., Yoan Tara Saputra, S.Kom., Yovan Saputra, S.H., Yupiter Saputra, A.md., dan Adik penulis Yoga Saputra serta seluruh keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(12)

diberikan kepada penulis.

5. Seluruh karyawan Jurusan Agribisnis atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung. 6. Sahabat sepanjang masa, Lowry, Yandri, Asty, Ijun, Putra, Arief, Udin, Feby,

Fitra, dan Riri yang senantiasa memberikan pengertian, dorongan, semangat, doa, dan kebersamaan selama ini.

7. Keluarga Agribisnis angkatan 2011, Novita, Rini, Fadel, Endah, Juliantika, Nani, Yeni, Tiar, Puji Permata, Vany, Dita, Awi, Frisca, Ayu Pw, Ema, Sonya, Wiji, Aan, Ica, Wulan, Desta, Nadia, Niken, Faridatu, Ari, Gustam, Kautsar, Didit, Ade, Fe’i, Aldino, Fachira, Elsa, Yanuar, Haliana, Elisa, Arif, Fadloli, Adiguna, Agun, Intan, Misil, Ester, Furi, Fadlan, Wigeta, Namira, Sartika, Dian Ika, Bayu, Pumai, Rafika, Azmi, Graha dan seluruh teman lainnya, terima kasih atas bantuan, semangat, dan kebersamaannya selama ini. 8. Keluarga Rengas, Ado, Hera, Emil, Oyen, Bram, Rahma, dan Meta yang

senantiasa memberikan semangat, dukungan dan kebersamaannya selama ini. 9. Keluarga Agribisnis angkatan 2009-2013 dan Almamater tercinta serta

seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun semoga karya kecil ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Juni 2016 Penulis,


(13)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 9

C. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10 A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Peranan... 11

2. Penyuluh Pertanian Lapangan ... 12

3. Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan... 15

4. Partisipasi 20 5. Program Penguatan Sapi Betina Bunting 21 B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 25

C. Kerangka Pemikiran ... 29

D. Hipotesis ... 32

III. METODE PENELITIAN ... 34

A. Konsep Dasar, Definisi Operasional Variabel, Pengukuran dan Klasifikasi... 34 1. Peranan PPL... 34

a. Peranan PPL melakukan edukasi... 35

b. Peranan PPL melakukan kegiatan diseminasi... 36

c. Peranan PPL melakukan kegiatan konsultasi... 38

d. Peranan PPL melakukan kegiatan fasilitasi... 39

e. Peranan PPL melakukan kegiatan Supervisi... 40

f. Peranan PPL melakukan kegiatan pemantauan... 41

g. Peranan PPL melakukan kegiatan evaluator... 43

2. Tingkat Partisipasi Masyarakat... 44

a. Tingkat Partisipasi pada tahap Perencanaan... 45


(14)

c. Tingkat Partisipasi pada tahap melakukan Pembangunan... 47

d. Tingkat Partisipasi pada tahap monitoring dan Evaluasi... 48 e. Tingkat Partisipasi pada tahap Menerima dan Memanfaatkan Hasil-hasil Pembangunan... 49 B. Metode, Lokasi, dan Waktu Penelitian... 50

C. Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Sampel... 52

D. Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis... 54

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN... 59

A. Kecamatan Abung Timur 59 1. Geografis... 59

2. Topografi, Kondisi Penduduk dan Mata Pencaharian... 59

3. Administrasi... 60

B. Desa Bumi Jaya... 60

1. Geografis... 60

2. Kondisi Topografi dan Iklim... 61

3. Kondisi Penduduk, Lahan, dan Mata Pencaharian... 61

C. Desa Rejomulyo... 63

1. Geografi... 63

2. Kondisi Topografi dan Iklim... 63

3. Kondisi penduduk, Lahan, Mata Pencaharian... 64

D. Desa Sidomukti 65 1. Geografi... 65

2. Kondisi Topografi dan Iklim... 66

3. Kondisi penduduk, Lahan, Mata Pencaharian... 66

E. Keadaan Umum Pelaksanaan Program... 67

1. Sejarah dan Tujuan... 67

2. Persiapan dan Pelaksanaan Kegiatan 69 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 73

A. Keadaan Umum Responden... 73

B. Peranan PPL dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting... 74

1. Peranan PPL dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecamatan Abung Timur... 75 a. Peranan PPL melakukan edukasi... 75

b. Peranan PPL melakukan kegiatan diseminasi... 77

c. Peranan PPL melakukan kegiatan konsultasi... 79

d. Peranan PPL melakukan kegiatan fasilitasi... 80

e. Peranan PPL melakukan kegiatan Supervisi... 82

f. Peranan PPL melakukan kegiatan pemantauan... 84

g. Peranan PPL melakukan kegiatan evaluasi... 85

2. Tingkat Partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecamatan Abung Timur 87 a. Tingkat partisipasi pada tahap merencanakan pembangunan dan pengambilan keputusan... 88 b. Tingkat partisipasi pada tahap swadaya masyarakat... 89

c. Tingkat partisipasi pada tahap melaksanakan pembangunan 90 d. Tingkat partisipasi pada tahap monitoring dan evaluasi... 91


(15)

e. Tingkat partisipasi pada tahap menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan...

92 B. Pengujian Hipotesis... 95

1. Hubungan antara peranan PPL melakukan edukasi dengan tingkat partisipasi peternak pada Program Penguatan Sapi Betina Bunting...

95

2. Hubungan antara peranan PPL melakukan kegiatan diseminasi dengan tingkat partisipasi peternak pada Program Penguatan Sapi Betina Bunting...

97

3. Hubungan antara peranan PPL melakukan kegiatan konsultasi dengan tingkat partisipasi peternak pada Program Penguatan Sapi Betina Bunting...

98

4. Hubungan antara peranan PPL melakukan kegiatan fasilitasi dengan tingkat partisipasi peternak pada Program Penguatan Sapi Betina Bunting...

99

5. Hubungan antara peranan PPL melakukan kegiatan Supervisi dengan tingkat partisipasi peternak pada Program Penguatan Sapi Betina Bunting...

100

6. Hubungan antara peranan PPL melakukan kegiatan pemantauan dengan tingkat partisipasi peternak pada Program Penguatan Sapi Betina Bunting...

101

7. Hubungan antara peranan PPL melakukan kegiatan Evaluator dengan tingkat partisipasi peternak pada Program Penguatan Sapi Betina Bunting...

102

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 104 A. Kesimpulan ... 104 B. Saran ... 104


(16)

Tabel Halaman 1. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan

utama di Provinsi Lampung tahun 2012-2014... 3

2. Populasi Sapi Tingkat Provinsi Lampung tahun 2013-2015... 5 3. Daftar Nama Desa yang mendapatkan Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Lampung Utara tahun 2011 sampai 2014... 6

4. Penelitian Terdahulu ... 25

5. Pengukuran variabel peranan PPL melakukan kegiatan edukasi (X1)... 35

6. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan diseminasi informasi/inovasi (X2)... 37 7. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan konsultasi (X3)... 38

8. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan fasilitasi (X4)... 39 9. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan supervisi (X5)... 41

10. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan pemantau (X6)... 42

11. Pengukuran Peranan PPL melakukan kegiatan evaluator (X7)... 43

12. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahap perencanaan... 45

13. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahapan swadaya masyarakat.. 46

14. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahapan melaksanakan pembangunan... 47


(17)

15. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahapan monitoring dan

evaluasi... 48 16. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahapan menerima dan

memanfaatkan hasil-hasil pembangunan... 49 17. Klasifikasi dan Luas Wilayah Desa di Kecamatan Abung Timur

Tahun 2014...

60 18. Mata Pencarian Penduduk Desa Bumi Jaya...

62 19. Mata Pencarian Penduduk Desa Rejomulyo...

65 20. Mata Pencarian Penduduk Desa Sidomukti...

67 21. Sebaran responden berdasarkan kelompok umur...

74 22. Klasifikasi peranan PPL dalam Program Penguatan Sapi Betina

Bunting di Kecamatan Abung Timur... 75 23. Sebaran peranan PPL dalam melakukan kegiatan edukasi... 76 24. Sebaran peranan PPL dalam melakukan kegiatan Diseminasi

Informasi/inovasi... 78 25. Sebaran peranan PPL dalam melakukan kegiatan Konsultasi... 79 26. Sebaran responden berdasarkan peranan PPL dalam melakukan

kegiatan fasilitasi... 81 27. Sebaran responden berdasarkan peranan PPL dalam melakukan

kegiatan supervisi... 82 28. Sebaran responden berdasarkan peranan PPL dalam melakukan

kegiatan pemantauan... 84 29. Sebaran responden berdasarkan PPL dalam melakukan

kegiatan evaluasi... 85 30. Sebaran peranan PPL dalam Program Penguatan Sapi Betina

Bunting di Kecamatan Abung Timur... 86 49. Tingkat pasrtisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi

Betina Bunting di Kecamatan Abung Timur... 87 50. Tingkat partisipasi pada tahap merencanakan pembangunan

dan pengambilan keputusan... 88 51. Tingkat partisipasi pada tahap swadaya masyarakat...

89 52. Tingkat partisipasi pada tahap melaksanakan pembangunan...

90 53. Tingkat partisipasi pada tahap monitoring dan evaluasi...

91 54. Tingkat partisipasi pada tahap menerima dan memanfaatkan


(18)

55. Tingkat Partisipasi dalam Program penguatan sapi betina

bunting di Kecamatan Abung Timur... 94 56. Hasil uji korelasirank spearmanhubungan antar variabel...


(19)

Gambar Halaman 1.Paradigma Peranan Penyuluh Pertanian Lapang(PPL) terhadap

Partisipasi Masyarakat dalam Program Penguatan Sapi Betina


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan di Provinsi Lampung. Pembangunan pertanian memiliki tujuan yaitu untuk mewujudkan visi dan misi serta target utama Kementrian Pertanian tahun 2015-2019 yang telah ditetapkan berupa: (1) pencapaian swasembada daging sapi; (2) Terpenuhinya akses pangan masyarakat terhadap pangan; (3) peningkatan stabilitas produksi, stabilitas harga, dan pendapatan petani; serta (4) peningkatan kesejahteraan petani.

Pembangunan pertanian dalam arti luas meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan peternakan. Salah satu aspek penting dalam pembangunan pertanian adalah peternakan.

Pembangunan peternakan menjadi salah satu aspek penting dalam

pembangunan pertanian terutama di saat adanya krisis ekonomi dan moneter. Salah satu komoditas peternakan yang terus ditingkatkan adalah sapi betina. Sapi betina merupakan salah satu sumber daya penghasil anakan sapi yang memiliki nilai budidaya yang tinggi dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi juga serta besar manfaatnya bagi peningkatan budidaya peternakan sapi. Seekor atau sekelompok sapi bisa menghasilkan berbagai macam


(21)

pemenuhan kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, serta hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit dan tulang.

Proses pembangunan peternakan menunjukkan secara nyata mengenai peranan pendidikan sebagai unsur yang esensial dalam proses pembangunan peternakan itu sendiri. Keberhasilan pembangunan peternakan itu sendiri ditentukan oleh kemampuan sumberdaya manusia dalam mengelola sistem peternakan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, pemberdayaan sumberdaya manusia di bidang pertanian perlu ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pertanian.

Menurut Effendi (2005), penyuluhan pertanian adalah suatu cara atau sistem pendidikan nonformal (diluar bangku sekolah) untuk para petani dan

keluarganya di pedesaan.

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya alam yang besar untuk dikembangkan terutama sektor peternakan untuk dijadikan lapangan pekerjaan utama. Seperti dapat kita lihat pada bidang usaha, sektor pertanian atau sub sektor tanaman

pangan/palawija, hortikultura, perkebunan, peternakan, jasa pertanian, perikanan, dan kehutanan. Sektor peternakan merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi Lampung khususnya penyedia lapangan kerja dan devisa negara melalui ekspor. Berdasarkan data BPS (2013), di Provinsi Lampung sektor pertanian yang di dalamnya terdapat subsektor peternakan


(22)

merupakan lapangan pekerja utama sebagaian besar penduduk yang bekerja yaitu 48,51 persen terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Provinsi Lampung tahun 2012-2014.

Lapangan Pekerjaan 2012 2013 2014

Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, Perikanan

51,98 49,80 48,51

Pertambangan dan penggalian 0,76 0,84 1,12

Industri 8,28 7,36 8,21

Listrik, Gas, Air Minum 0,21 0,17 0,08

Konstruksi 2,85 3,71 3,57

Perdagangan, pergudangan dan komunikasi

18,93 19,63 19,77 Lembaga keuangan, Resi Estate, Usaha

Persewaan, & Jasa Perusahaan

1,06 0,85 1,66 Jasa Kemasyarakatan, Sosial &

Perorangan

12,78 13,88 133,56 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2014

Provinsi Lampung tidak terlepas dari visi pembangunan peternakan yang ingin dicapai pada tahun 2014 yaitu terwujudnya Provinsi Lampung sebagai lumbung ternak melalui peternakan tangguh, berdaya saing, berkelanjutan, untuk kemakmuran dan ketahanan masyarakat Lampung.

Usaha pencapaian Provinsi Lampung dalam pembangunan peternakan salah satunya dilakukan dengan cara meningkatkan pemberdayaan kelompok tani dan menumbuhkembangkan kelompok melalui program peningkatan hasil peternakan dengan aspek pendukung program tersebut dapat dijalankan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pertanian dengan adanya peranan penyuluh pertanian lapang (PPL). Pencapaian tujuan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan asas manfaat dan efektifitas dalam pelaksanaan kegiatan. Bantuan program yang diberikan pada kelompok tani


(23)

disuatu kecamatan dilaksanakan melalui Program Penguatan Sapi Betina Bunting, yaitu suatu program bantuan pemerintah yang diberikan kepada kelompok-kelompok tani ternak yang terseleksi (memenuhi kriteria lokasi, kriteria kelompok) dengan mekanisme bantuan sosial.

Pemanfaatan alokasi anggaran program Penguatan Sapi Betina Bunting ini digunakan sesuai prioritas komponen kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Di antaranya untuk memberikan penguatan kepada peternak yang memiliki sapi betina bunting sehingga termotivasi untuk

membuntingkan ternaknya kembali, mendorong dan menumbuhkan calon kelompok pembibit sapi. Tujuan tersebut dilakukan di suatu desa dengan bantuan penyuluh pertanian lapang yang telah ditetapkan untuk membantu membimbing, memfasilitasi serta memberikan arahan agar melancarkan program yang telah diberikan.

Kabupaten Lampung Utara memiliki potensi pengembangan sapi yang cukup besar, terlihat populasi ternak di Kabupaten Lampung Utara mengalami peningkatan setiap tahunnya yang dijelaskan pada Tabel 2.


(24)

Tabel 2. Populasi Sapi Tingkat Provinsi Lampung

No. Kab/Kota Populasi Sapi

2013 2014 2015

1 Lampung Barat 4.781 5.087 5.181

2 Tanggamus 4.453 4.510 4.600

3 Lampung Selatan 95.172 110.214 112.260 4 Lampung Timur 100.636 114.366 116.489 5 Lampung Tengah 226.003 205.980 209.812

6 Lampung Utara 25.614 25.764 26.242

7 Way Kanan 26.320 33.200 33.316 8 Tulang Bawang 22.261 18.955 19.311 9 Pringsewu 14.647 15.354 15.639 10 Pesawaran 11.502 10.691 10.889

11 Mesuji 7.692 10.650 10.848

12 Tulang Bawang Barat 14.366 15.878 16.173 13 Pesisir Barat 12.903 9.110 9.279 14 Kota Bandar Lampung 2.065 2.103 2.142 15 Kota Metro 5.068 5.949 6.059

Jumlah 573.483 587.827 598.740 Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bandar Lampung

Populasi ternak di Kabupaten Lampung Utara termasuk sedikit, hal ini di sebabkan kurangnya petani peternak sapi, sehingga Kabupaten Lampung Utara merupakan salah satu daerah yang menjadi sasaran pembangunan peternakan. Desa Bumi Jaya Kecamatan Abung Timur merupakan satu-satunya desa di Kabupaten Lampung Utara yang mendapatkan Program Penguatan Sapi Betina Bunting pada tahun 2014–2015 dapat dilihat pada Tabel 3.


(25)

Tabel 3. Daftar Nama Desa yang mendapatkan Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Lampung Utara tahun 2011 sampai 2014.

Nama Kegiatan Kelompok Penerima Tahun Pemberian

Alamat Penguatan Sapi

Betina Bunting

1. Kelompok Karya Remaja

2011 Desa Suka Maju Kecamatan Abung Semuli

2. Kelompok. Timbul Jaya

2012 Desa Kemalo Abung Kecamatan Abung Selatan 3. Kelompok

Tani Sido Muncul

2013 Desa Sukoharjo Kecamatan Abung Surakarta

4. Kelompok Tani Sumber Jaya

2014 Desa Bumi Jaya

Kecamatan Abung Timur Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lampung Utara, 2014.

Program Penguatan Sapi Betina Bunting pada tahun 2014 di Desa Bumi Jaya Kecamatan Abung Timur berupa bantuan biaya insentif dari pemerintah berupa uang senilai Rp 750.000,- per ekor. Program ini hanya dapat diberikan satu tahun sekali dan hanya satu kelompok per tahun (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lampung Utara, 2014). Akan tetapi dikarenakan Desa Bumi jaya memiliki populasi sapi terbatas yang memenuhi keriteria program, maka diputuskan untuk memenuhi hal tersebut diambilah sapi-sapi yang berada didaerah desa sekitar Desa Bumi jaya yang memenuhi keriteria program, yaitu Desa Rejo Mulyo dan Desa Sidomukti.

Desa Bumi Jaya, Desa Rejo Mulyo dan Desa Sidomukti mempunyai potensi yang baik untuk pembangunan peternakan, potensi tersebut adalah:

1. Sumber daya alam atau lahan di desa masih memungkinkan untuk lokasi pemeliharaan ternak sapi betina bunting.


(26)

2. Pakan tersedia dalam jumlah yang cukup, baik pakan hijauan seperti rumput dan jerami padi, pakan tambahan seperti kulit singkong, ampas singkong, dan pakan penguat yang mudah di dapat di kios-kios yang ada di dekat ketiga desa tersebut.

3. Sumberdaya manusia, sebagian besar penduduk di desa ketiga tersebutberusaha di bidang pertanian termasuk di dalamnya bidang

peternakan yang dapat diarahkan kepada pemeliharaan sapi betina bunting.

Berdasarkan potensi tersebut ketiga desa tersebut memerlukan peranan PPL agar dapat memaksimalkan sumber daya yang telah ada. Penyuluhan

pertanian merupakan proses pendidikan non-formal bagi petani agar memiliki kualitas perilaku sesuai pembangunan. Mardikanto (1998) mengemukakan beragam peranan atau tugas penyuluhan dalam satu kata yaitu edfikasi, yang merupakan akronim dari: edukasi, diseminasi, informasi atau inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi. Dalam kegiatan penyuluhan tidak boleh lepas dari kemandirian petani, agar para petani tidak mengalami ketergantungan, sehingga bisa mengembangkan apa yang telah diberikan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat yang ada.

Berdasakan keadaan di ketiga desa tersebut dalam menjalankan Program Penguatan Sapi Betina Bunting yang diberikan oleh pemerintah sangat tergantung pada peranan PPL agar program yang dijalankan dapat lebih terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan.

Mardikanto, (2009) mengemukakan perubahan sistem pemerintahan seiring dengan bergulirnya otonomi daerah juga telah berdampak pada desentralisasi


(27)

penyuluhan pertanian yang telah diserahkan kepada pemerintah

kabupaten/kota. Kebijakan desentralisasi penyuluhan pertanian ini sangat penting untuk menggantikan sistem penyuluhan yang bersifat regulatif sentralistis ke arah sistem penyuluhan yang partisipatif. Penyuluhan partisipatif telah membuka peluang besar bagi petani dan pelaku usaha lainnya untuk menyalurkan aspirasinya, harapan, kebutuhan, potensi serta peran aktif mereka dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Berawal dari hal tersebut, maka muncullah penyuluh-penyuluh swadaya yang mendukung peran penyuluh pertanian lapangan dan diakui keberadaannya oleh Undang Undang No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

Menurut Mardikanto, (2009) mengenai penyuluhan partisipatif diatas, peran penyuluh pertanian lapang (PPL) dikatakan berhasil jika dalam melakukan kegiatan penyuluhan adanya partisipasi dari petani, karena kegiatan

penyuluhan pertanian harus dapat mengakomodasikan aspirasi, harapan, kebutuhan, potensi dan peran aktif petani melalui pendekatan partisipatif.

Beberapa Uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikt : 1. Sejauh mana tingkat peranan penyuluh pertanian lapang (PPL) dalam

Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur. 2. Sejauh mana tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi


(28)

3. Sejauh mana hubungan peranan penyuluh pertanian lapang (PPL) terhadap partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat peranan penyuluh pertanian lapang (PPL) dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur. 2. Mengetahui tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi

Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur.

3. Mengetahui hubungan peranan penyuluh pertanian lapang (PPL) terhadap tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecammatan Abung Timur.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:

1. Sumbangan pemikiran bagi pemerintah khususnya Dinas Pertanian dan Peternakan dalam peningkatan produksi ternak.

2. Bahan Pertimbangan dan merangsang petani ternak memelihara sapi betina.


(29)

(30)

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Peranan

Menurut Mardikanto (1998), peranan mencakup seluruh pola kebudayaan yang dihubungkan dengan kedudukan tertentu, mencakup sikap, nilai, prilaku yang ditentukan oleh masyarakat terhadap anggotanya yang berada pada posisi tertentu. Berdasarkan pada konsep ini maka peranan penyuluh pertanian lapang dipengaruhi oleh faktor dalam (kepribadian penyuluh itu sendiri) dan faktor luar (lingkungan masyarakat dan tempat tinggal).

Demikian juga pendapat Soekanto (1990) menyatakan bahwa peranan sebagai dinamisasi dari status. Dalam suatu sistem sosial, setiap orang memiliki posisi, setiap posisi memiliki fungsi yang berbeda satu dengan yang lain. Peranan merupakan fungsi yang melekat pada posisi.

Lebih lanjut Soekanto (1990) mengatakan bahwa peranan merupakan pola perilaku yang dikaitkan dengan status/kedudukan sebagai pola perilaku. Peranan melekat pada diri seseorang sesuai dengan status dan kedudukannya di


(31)

masyarakat sebagai pola perilaku, peranan mempunyai beberapa unsur antara lain:

(1) Peranan ideal sebagaimana dirumuskan/diharapkan oleh masyarakat terhadap status tertentu. Ideal tersebut merumuskan hak-hak dan kewajibannya yang terkait pada status tertentu.

(2) Peranan yang dianggap oleh diri sendiri. Peranan ini merupakan hal yang oleh individu harus dilakukan pada situasi tertentu.

(3) Peranan yang dilaksanakan/dikerjakan. Ini merupakan peranan yang sesungguhnya dilaksanakan oleh individu di dalam kenyataannya yang terwujud dalam pola perikelakuan yang nyata. Peranan ini senantiasa dipengaruhi oleh kepribadian yang bersangkutan.

Menurut Sajogyo (1985) peranan adalah pola kebudayaan yang berhubungan dengan posisi atau kedudukan tertentu yang mencakup nilai dan perilaku seseorang yang diharapkan oleh masyarakat pada kedudukan tertentu. Menurut Sayogya (1985) terdapat beberapa konsep peranan yaitu : a. Role Presciption

Rumusan tertulis harus dilakukan seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu dalam sistem sosialnya.

b. Role Perception

Peranan seseorang terhadap peranan yang harus dilakukannya berdasarkan peranan yang telah dirumuskan.


(32)

Peranan yang dapat diperagakan oleh seseorang sehubungan dengan

kedudukannya yang berdasarkan atas persepsinya terhadap peranannya yang telah dirumuskan dan kemampuan melaksanakan pernanannya.

d. Role Expection

Peranan seseorang sesuai dengan kedudukannya yang diharapkan oleh pihak lain, dapat dilakukan untuk kepentingan pihak lain.

2. Penyuluh Pertanian Lapangan

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, atau penyuluh kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta maupun swadaya yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan. Penyuluh pertanian sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Bersama Mendagri-Mentan Nomor: 54 Tahun 1996 dan Nomor: 301/Kpts/LP.120/4/96 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian, bahwa Penyuluh Pertanian adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas melakukan kegiatan penyuluhan pertanian secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian (Departemen Pertanian, 2006).

Berkaitan dengan penyuluhan sebagai pendidikan non-formal di bidang pertanian, penyuluh pertanian tidak lain sebagai aparatur pertanian yang berfungsi sebagai pendidik nonformal pada masyarakat petani-nelayan/ pedesaan. Menurut Abbas (1999), bahwa penyuluh pertanian dapat


(33)

menampilkan dirinya sebagai penasehat, komunikator dan motivator dalam rangka proses alih ilmu dan teknologi, pembinaan keterampilan serta

pembentukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai dasar dan kebutuhan dinamik yang membangun. Peranan dari penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam

memberikan penyuluhan kepada petani nelayan akan pentingnya berusaha tani dengan memperhatikan kelestarian dari sumber daya alam. Kesalahan dalam memberikan penyuluhan kepada petani-nelayan akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan.

Penyuluh pertanian lapangan merupakan ujung tombak dalam pembangunan pertanian di Indonesia karena penyuluh pertanian lapangan merupakan barisan terdepan dalam penyuluhan pertanian yang selalu berkomunikasi secara langsung dengan petani di pedesaan. Komunikasi antara penyuluh pertanian dengan para petani diharapkan memberi hasil berupa perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku petani dalam hal cara bercocok tanam (Setiana, 2005).

Menurut Mardikanto (2009), penyuluh sebagai motivator berperan mendorong petani mandiri melakukan perubahan dengan menggunakan ide baru untuk memperbaiki taraf hidupnya. Penyuluh adalah seorang professional garis depan yang berinisiatif melakukan perubahan, membantu masyarakat sasaran

melaksanakan aktivitas usaha taninya, memperkenalkan dan menyebarkan ide-ide baru, mendorong partisipasi dan mendukung kepentingan masyarakat sasaran.


(34)

Menurut Katsapoetra (1994), para penyuluh pertanian lapangan akan mengemban tugas pokok yaitu menyebarkan informasi pertanian yang bemanfaat,

mengajarkan keterampilan yang lebih baik, memberikan saran-saran atau rekomendasi bagi usahatani yang lebih baik, memberikan saran-saran atau rekomendasi bagi usahatani yang lebih menguntungkan, membantu

mengikhtiarkan sarana produksi, fasilitas kerja serta bahan informasi pertanian yang diperlukan para petani agar taraf kehidupannya dapat lebih meningkat.

Lebih lanjut Katsapoetra (1994) mengatakan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki penyuluh pertanian yang sebenarnya dapat menggambarkan kinerja penyuluh adalah memilih disiplin kerja yang kuat, tekun tahu akan tugasnya, dan tidak cepat putus asa. Menurut Suhardiyono (1992), syarat-syarat yang harus ada dalam diri penyuluh pertanian adalah:

a. Kemampuan berkomunikasi dalam bertani. Agar dapat berkomunikasi dengan petani, maka seorang penyuluh harus memiliki dasar-dasar

pengetahuan praktik usahatani, dapat memahami bagaimana kehidupan petani, kemampuan mengenal orang desa dan mau mendengarkan serta mau mengerti terhadap keluhan-keluhan yang disampaikan oleh mereka.

b. Kemampuan bergaul dengan orang lain. Agar dapat menyatu dengan petani, maka seorang penyuluh harus memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain.

c. Antusias terhadap tugas. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang penyuluh memerlukan tanggung jawab yang besar, karena sebagian besar waktunya


(35)

dipergunakan untuk bekerja sendiri dengan bimbingan dan pengawasan yang sangat minim, sehingga sebelum bertugas seorang penyuluh harus mengerti dan menghargai betapa besar tanggung jawab yang harus dipikulnya.

d. Berpikir logis dan inisiatif. Berpikir logis merupakan pengertian praktis yang harus dimiliki oleh seseorang, biasanya diperoleh dari pengalaman hidup, sedangkan inisiatif adalah kemampuan seseorang untuk melihat apakah ada sesuaru hal yang perlu dilakukan dan mempunyai keberanian untuk berusaha melakukan sesuatu hal tersebut tanpa perintah atau saran dari orang lain.

3. Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan

Menurut Van Den Ban dan Hawkins (1999), agen penyuluhan dapat membantu petani memahami besarnya pengaruh struktur sosial ekonomi dan teknologi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, dan menemukan cara mengubah struktur atau situasi yang menghalanginya untuk mencapai tujuan tersebut. Mereka dapat membantu petani meramalkan peluang keberhasilan dengan segala konsekuensinya, dengan memberikan wawasan luas yang dapat dipengaruhi oleh berbagai aspek sosial dan aspek ekonomi.

Secara rinci, Samsudin (1994) membagi peranan penyuluh pertanian menjadi: (1) menyebarkan ilmu dan teknologi pertanian,

(2) membantu petani dalam berbagai kegiatan usahatani,

(3) membantu dalam rangka usaha meningkatkan pendapatan petani, (4) membantu petani untuk menambah kesejahteraan keluarganya,


(36)

(5) mengusahakan suatu perangsang agar petani lebih aktif,

(6) menjaga dan mengusahakan iklim sosial yang harmonis, agar petani dapat dengan aman menjalankan kegiatan usahataninya, dan

(7) mengumpulkan masalah-masalah dalam masyarakat tani untuk bahan penyusunan program penyuluhan pertanian.

Kartasapoetra (1994) juga menjelaskan tentang peranan penyuluh yang sangat penting bagi terwujudnya pembangunan pertanian moderen yaitu pembangunan pertanian berbasis rakyat. Peranan penyuluh tersebut adalah:

a. Sebagai peneliti, mencari masukan terkait dengan ilmu dan teknologi,

penyuluh menyampaikan, mendorong, mengarahkan dan membimbing petani mengubah kegiatan usahataninya dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi. b. Sebagai pendidik, meningkatkan pengetahuan untuk memberikan informasi

kepada petani, penyuluh harus menimbulkan semangat dan kegairahan kerja para petani agar dapat mengelola usaha taninya secara lebih efektif, efisien, dan ekonomis.

c. Sebagai penyuluh, menimbulkan sikap keterbukaan bukan paksaan, penyuluh berperan serta dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup para petani beserta keluarganya.

Secara garis besar ada 2 (dua) peranan penyuluh, yaitu pertama sabagaitransfer teknologi atau menyampaikan inovasi dan memepengaruhi sasaran agar sasaran dapat mengadopsi inovasi yang disampaikan. Kedua,sebagai jembatan atau


(37)

penghubung antara pemerintah (Lembaga Penyuluhan) yang diwakili dengan masyarakat sasarannya.

Mosher (1968) menguraikan tentang peranan penyuluh pertanian, yaitu: sebagai guru, penganalisa, penasehat, sebagai organisator, sebagai pengembang

kebutuhan perubahan, penggerak perubahan, dan pemantap hubungan

masyarakat petani. Dalam kaitannya dengan peranan penyuluh, setiap penyuluh harus mampu melaksanakan 4 (empat) peran ganda sebagai berikut:

(1) Sebagai guru, dapat mempengaruhi masyarakat sasaran untuk berubah perilakunya.

(2) Sebagai penganalisa, melakukan pengamatan dan memberi solusi terhadap keadaan dan masalah atau kebutuhan masyarakat sasarannya.

(3) Sebagai konsultan/penasehat, memeberi alternatif pilihan perubahan yang tepat baik dilihat dari segi teknis, ekonomis, maupun nilai-nilai sosial budaya setempat.

(4) Organisator, mampu menjalin hubungan dan kerjasama yang baik dengan segenap lapisan masyarakat dalam upaya untuk melakukan perubahan-perubahan yang direncanakan.

Mardikanto (1998) mengemukakan beragam peranan/tugas penyuluh yaitu edukasi, diseminasi informasi/inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi, yaitu:


(38)

(1) Edukasi, yaitu untuk memfasilitasi proses belajar yang dilakukan oleh para penerima manfaat penyuluhan dan ataustakeholderspembangunan yang lainnya. Seperti telah dikemukakan, meskipun edukasi berarti pendidikan, tetapi proses pendidikan tidak boleh menggurui apalagi memaksakan kehendak (indoktrinasi), melainkan harus benar-benar berlangsung sebagai proses belajar bersama yang partisipatif dan dialogis.

(2) Diseminasi Informasi/Inovasi, yaitu penyebarluasan informasi/ inovasi dari sumber informasi dan atau penggunanya. Tentang hal ini, seringkali kegiatan penyuluhan hanya terpaku untuk lebih mengutamakan penyebaran informasi/inovasi dari pihak luar, akan tetapi dalam proses pembangunan, informasi dari dalam seringkali justru lebih penting, utamanya yang terkait dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, pengambilan keputusan kebijakan dan atau pemecahan masalah yang segera memerlukan penanganan.

(3) Fasilitasi, atau pendampingan, yang lebih bersifat melayani kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh seseorang yang bersangkutan. Fungsi fasilitasi tidak harus selalu dapat mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan atau memenuhi sendiri kebutuhan-kebutuhan klien, tetapi seringkali justru hanya sebagai penengah/ mediator.

(4) Konsultasi, yang tidak jauh berbeda dengan fasilitasi, yaitu membantu memecahkan masalah atau sekadar memberikan alternatif-alternatif

pemecahan masalah. Dalam melaksanakan peran konsultasi, penting untuk memberikan rujukan kepada pihak lain yang lebih mampu dan atau lebih


(39)

kompeten untuk menanganinya. Dalam melaksanakan fungsi konsultasi, penyuluh tidak boleh hanya menunggu tetapi harus aktif mendatangi sasarannya.

(5) Supervisi, atau pembinaan. Dalam praktek, supervisi seringkali disalah-artikan sebagai kegiatan pengawasan atau pemeriksaan, akan tetapi

sebenarnya adalah lebih banyak pada upaya untuk bersama-sama masyarakat melakukan penilaian (self assesment), untuk kemudian memberikan saran alternatif perbaikan atau pemecahan masalah yang dihadapi.

(6) Pemantauan, yaitu kegiatan evaluasi yang dilakukan selama proses kegiatan sedang berlangsung. Pemantauan tidak jauh berbeda dengan supervisi, perbedanya adalah kegiatan pemantauan lebih menonjolkan peran penilaian, sedangkan supervisi lebih menonjolkan peran upaya perbaikan.

(7) Evaluasi, yaitu kegiatan pengukuran dan penilaian yang dapat dilakukan pada sebelum (formatif), selama (on-going, pemantauan) dan setelah kegiatan selesai dilakukan (sumatif,ex-post). Meskipun demikian, evaluasi seringkali hanya dilakukan setelah kegiatan selesai, untuk melihat proses hasil kegiatan (output), dan dampak (outcome) kegiatan, yang menyangkut kinerja


(40)

4. Partisipasi

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan aktif dan bermakna dari massa

penduduk pada tingkatan yang berbeda di dalam proses pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan yang telah ditentukan dalam pelaksanaan program dan proyek secara sukarela. Serta pembagian dalam pemanfaatan hasil tergantung pada tingkat partisipasi masing-masing individu dalam pelaksanaan

pembangunan (Slamet, 1999).

Effendi (2007) mengemukakan bahwa untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui program pemberdayaan masyarakat yaitu sebagai tingkat keikutsertaan atau keterlibatan warga masyarakat dalam proses (1) merencanakan pembangunan dan ikut dalam pengambilan keputusan. Pada tahap perencaan, masyarakat di ajak ikut terlibat dalam pengambilan keputusan yang mencakup pengelompokan masalah, potensi desa, dan pembangunan yang akan dilaksanakan, (2) swadaya masyarakat yaitu

keterlibatan masyarakat dalam aktifitasketerlibatan masyarakat dalam memilkul beban pembangunan seperti memberikan sumbangan tenaga dan materi, (3) melaksanakan pembangunan yaitu keterlibatan masyarakat dalam aktivitas-aktivitas fisik yang merupakan perwujudan program, yakni masyarakat menjadi tenaga kerja yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan, (4) monitoring dan evaluasi, yaitu keikutsertaan masyarakat dalam mengukur atau memberikan penilaian sampai seberapa jauh tujuan program


(41)

dapat dicapai dan penilaian terhadap bidang pembangunan misalnya fasilitas umum dan lainnya, dan (5) menerima dan memanfaatkan hasil-hasil

pembangunan yaitu keterlibatan warga masyarakat dalam menerima hasil, menikmati keuntungan atau menggunakan fasilitas-fasilitas yang telah dibangun secara langsung dari kegiatan yang telah dilakukan.

5. Program Penguatan Sapi Betina Bunting

Pengendalian Sapi atau Kerbau Betina Produktif telah dimulai sejak tahun 2010, dan pada tahun 2013 dan 2014 ditekankan pada kegiatan penguatan sapi atau kerbau betina bunting. Upaya ini dilakukan dalam rangka mendukung program swasembada daging melalui program pemberdayaan masyarakat dengan dana bantuan sosial pertanian. Evaluasi tahun 2011 sampai 2013 menunjukkan bahwa kegiatan penguatan memberikan dampak positif terhadap motivasi peternak untuk membuntingkan ternaknya kembali, sehingga dapat memperpendek jarak kelahiran, dan meningkatkan populasi ternak lebih cepat.

Penguatan ini dilakukan oleh kelompok tani ternak yang terseleksi (memenuhi kriteria lokasi, kriteria kelompok) dengan mekanisme bantuan sosial. Tujuan kegiatan penguatan ini yaitu: 1) untuk memberikan penguatan kepada peternak yang memiliki sapi atau kerbau betina bunting sehingga termotivasi untuk membuntingkan ternaknya kembali, 2) mendorong terlaksananya identifikasi status reproduksi (memilah sapi atau kerbau produktif dan tidak produktif),


(42)

inventarisasi, dan registrasi sapi atau kerbau betina bunting, 3) menumbuhkan calon kelompok pembibit sapi atau kerbau.

Kegiatan penguatan ini merupakan pemberian dana tunai langsung kepada peternak sebagai penghargaan atas prestasinya yang telah membudidayakan sapi atau kerbau betina produktif menjadi bunting, yang dialokasikan pada 31 satuan kerja provinsi melalui mekanisme bantuan sosial kepada 252 kelompok. Dengan jumlah ternak yang diberi penguatan sebanyak 36.288 ekor.

Kegiatan penguatan sapi atau kerbau bunting tahun 2014 dilaksanakan dengan ketentuan yang sesuai kriteria lokasi, kriteria kelompok, kriteria peternak penerima penguatan, yaitu:

a. Kriteria lokasi meliputi 1) wilayah atau kawasan padat ternak sapi atau

kerbau, 2) memiliki kondisi agroekosistem sesuai usaha peternakan (didukung oleh ketersediaan sumber pakan lokal dan air), 3) diutamakan yang memiliki potensi dan diproyeksikan sebagai wilayah sumber bibit bagi rumpun sapi atau kerbau dominan di wilayah tersebut, 4) tersedia petugas lapang dan sarana pendukung.

b. Kriteria kelompok yaitu: 1) beranggotakan minimal 20 orang dan memiliki sapi atau kerbau betina produktif, 2) aktif, terdaftar dan telah mengajukan proposal kepada dinas provinsi/kabupaten/kota, 3) kelompok yang

menghadapi keterbatasan permodalan pengembangan usaha, 4) kelompok dapat berasal dari lembaga yang bergerak dalam pengembangan usaha


(43)

peternakan, 5) kelompok yang mendapat kegiatan tahun sebelumnya dan dinilai baik pada pelaksanaannya (dibuktikan dengan surat keterangan dari dinas setempat), 6) mampu mengelola dan mendata kegiatan penguatan dengan baik.

c. Kriteria peternak penerima penguatan yaitu: 1) Warga Negara Indonesia, dewasa atau sudah berkeluarga dan memiliki KTP, 2) diutamakan anggota kelompok pengelola dana penguatan, 3) memiliki dan atau memelihara ternak sapi atau kerbau sehat, kondisi baik dan bunting minimal 5 bulan, 4) memiliki pengalaman beternak atau pernah mengikuti pelatihan beternak sapi atau kerbau, 5) mampu menyediakan pakan ternak dan 6) diutamakan berdomisili dalam kawasan lokasi kelompok penerima.

Seleksi ternak yang mendapat dana penguatan diutamakan ternak asli atau lokal yang dikawinkan dengan rumpun sejenis, diutamakan sapi atau kerbau

memenuhi kriteria bibit dan sehat dan bunting minimal 5 bulan.

Penentuan kebuntingan ternak dilakukan oleh Tim Reproduksi. Dalam penilaian skor ternak bunting didasarkan yaitu 1) umur induk yang lebih muda mendapat skor lebih tinggi, sehingga lebih diprioritaskan untuk memperoleh dana terlebih dahulu, 2) umur kebuntingan lebih tua akan mendapat skor lebih tinggi, sehingga lebih diprioritaskan untuk memperoleh terlebih dahulu. Diharapkan peternak termotivasi untuk mengembangbiakkan sapi atau kerbaunya lagi.


(44)

Tata cara pemberian dana penguatan yaitu: 1) Kelompok melakukan identifikasi dan inventarisasi keberadaan sapi atau kerbau betina bunting yang ada di

kelompok dan atau di lokasi sekitar kelompok dalam wilayah yang sama, 2) kemudian dilakukan seleksi oleh Tim reproduksi dan tim teknis

kabupaten/kota untuk menilai dan menetapkan sapi atau kerbau betina bunting yang terpilih, 3) Setiap peternak hanya memperoleh penguatan maksimal 2 ekor ternak sapi atau kerbau bunting. Jika jumlah ternak yang layak mendapat penguatan pada kelompok yang bersangkutan belum mencapai target, maka penguatan diberikan pada anggota kelompok atau peternak yang ada di wilayah atau kawasan, 4) Sapi atau kerbau yang mendapat penguatan, wajib diberi marking atau tanda, dilengkapi dengan kartu ternak, hasil pemeriksaan kebuntingan dan foto copy KTP pemilik serta foto ternak, 5) Peternak yang menerima dana penguatan harus memelihara pedet sapi atau kerbau minimal sampai umur 6 bulan (tidak boleh menjaual pedet) dan mencatat serta

melaporkan ternaknya kepada kelompok (dibuktikan dengan surat pernyataan kesanggupan).

Sumber dana untuk kegiatan penguatan adalah APBD di Dinas Provinsi. Dana penguatan bagi sapi atau kerbau yang bunting 5 bulan terpilih diberi penguatan sebesar Rp.500.000–Rp 1.000.000 per ekor dengan komposisi penggunaan dana minimal 80% untuk penguatan dan maksimal 20 persen untuk biaya operasional kelompok (pemeriksa kebuntingan, pita ukur, tongkat ukur, pembuatan kandang jepit, operasional rekorder kelompok, pengecapan, kamera dan administrasi).


(45)

Proses pengajuan dilakukan dengan mengajukan Rencana Usaha Kelompok (RUK) yang disusun kelompok dan disahkan atau ditandatangani oleh ketua kelompok dan dua anggota kelompok serta diketahui oleh Tim Teknis

Kabupaten/kota. Prosedur dan tata cara dijelaskan pada saat sosialisasi. Untuk pencairan dilakukan dalam 3 tahap yaitu: 1) 40 persen dari keseluruhan dana setelah kelompok mengajukan RUK, 2) 30 persen apabila pekerjaan telah mencapai 30 persen dari RUK (yang dibuktikan dengan laporan realisasi perkembangan pekerjaan dan penggunaan dana, 3) 30 persen dari keseluruhan dana, apabila pekerjaan telah mencapai 80 persen dari RUK.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Kajian terdahulu yang meneliti tentang Peran Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Terhadap Peningkatan Partisipasi Program penguatan sapi betina bunting dalam suatu program dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Ringkasan penelitian terdahulu Nama

Peneliti

Judul Metode Kesimpulan

Nurjanah, (2012)

Kinerja Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) dan produktivita s usahatani padi di Kabupaten Tanggamus.

Metode survey Tidak ada hubungan yang nyata antara kinerja PPL di BP3K Model dengan

produktivitas padi diwilayah kerja BP3K Model. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja PPL di BP3K Model belum memberikan kontribusi yang nyata terhadap tingkat produktivitas padi di wilayah kerja BP3K Model.


(46)

Tabel 4. Lanjutan Eri Rahmawati, (2012) Peranan Anggota Kelompok Peternak Sapi Brahman Cross Dalam Program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di Desa Tanjung Tirto Kecamatan Way Bungur Kabupaten Lampung Timur.

Metode survey peranan anggota Kelompok peternak sapi Brahman Cross dalam program BLM di Desa Tanjung Tirto Kecamatan Way Bungur Kabupaten Lampung Timur meliputi peranan dalam mengembalikan bibit dan peranan dalam menerapkan pasca usaha ternak sapi potong.

Isnain Nur Islamiah, (2012) Kinerja Penyuluh Pertanian Lapang dalam Pengembangan Kelompok Tani Di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul. Metode analisis deskriptif

PPL dan petani, secara keseluruhan perkembangan kelompok tani dinilai berkembang. Menurut PPL dan petani, peran PPL sebagai motivator, edukator, dan inovator dalam pengembangan kolompok tani dikategorikan tinggi. Rizki Fathonie, (2014) Tingkat Peranan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Dalam Difusi Inovasi Budidaya Padi Metode S.R.I (System Of Rise Intensification). Metode survei dengan pengolahan data menggunakan metode deskriptif, tabulasi dan statistika.

Tingkat peranan penyuluh pertanian lapang (PPL) dalam difusi inovasi

budidaya pada metode S.R.I (Sistem Of Rise

Intensication) sudah baik, baik dalam hal melakukan peranan sebagai edukasi, desimilasi

informasi/inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi,

pemantauan, maupun dalam hal evaluasi.


(47)

Tabel 4. Lanjutan Aginia Revikasari, (2010) Peran Penyuluh Pertanian Dalam Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Di Desa Tempuran Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik studi kasus tunggal.

Penyuluh pertanian lapang aktif menghadiri

pertemuan atau musyawarah yang diadakan oleh Gapoktan, PPL aktif menyampaikan informasi dan teknologi usaha tani kepada Gapoktan, PPL membimbing dan memfasilitasi Gapoktan dalam pelaksanaan PRA, penyusunan RDK dan RDKK, PPL menyusun programa penyuluhan pertanian di tingkat desa bersama kasi pertanian, PPL mengajarkan

ketrampilan usaha tani dan penerapannya kepada petani dan Gapoktan, PPL membantu petani dan Gapoktan

mengidentifikasi masalah usaha tani dan

memberikan alternatif pemecahannya, PPL melakukan pencatatan keanggotaan dan kegiatan Gapoktan, dan PPL menumbuhkan dan membina secara rutin kemampuan manajerial, kepemimpinan, dan kewirausahaan

kelembagaan tani kepada Gapoktan tetapi pada penerapannya Gapoktan Tani Maju belum mampu mengembangkan

kemampuankemampuan tersebut.


(48)

Tabel 4. Lanjutan Andika Rismayanti Hadi, 2013 Peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Dan Partisipasi Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) Di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus Metode Survei, Metode analisis deskriptif dan Analisis statistik non-parametrik (uji Rank-Sperman)

Tingkat peranan KPMD dalam Program PNPM-MP di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus termasuk kategori cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa KPMD sudah memahami dan menghayati tugas pokok dang fungsinya daalam program PNPM-MP. Wijianto Arif, 2008 Hubungan antara peranan penyuluh dengan partisipasi Anggota dalam kegiatan tani di Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali Metode Survei, Desain korelasional.

Ada hubungan yang signifikan antara peranan penyuluh dengan partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok tani. Hal ini berarti setiap kenaikan nilai pada variabel peranan peyuluh akan diikuti oleh kenaikan nilai pada variabel partisipasi anggota.

Demikian juga sebaliknya, setiap penurunan nilai pada variabel peranan penyuluh akan diikuti oleh menurunnya nilai pada variabel partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok tani. Indrawa Rudi, 2012 Peranan penyuluh dan partisipasi petani dalam kelayakan pengembangan kegiatan sekolah lapang pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu padi di Kabupaten Jember Metode deskriptif, rumus interval, Analisis statistik non-parametrik (uji Rank-Sperman)dan alat analisis B/C ratio

hubungan antara peranan penyuluh dengan partisipasi petani secara total dalam kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Jember

mempunyai hubungan yang nyata


(49)

C. Kerangka Pemikiran

Program Penguatan Sapi Betina Bunting adalah suatu program bantuan pemerintah yang diberikan kepada kelompok-kelompok yang bertujuan untuk memberikan penguatan kepada peternak yang memiliki sapi betina bunting sehingga termotivasi untuk membuntingkan ternaknya kembali, mendorong dan menumbuhkan calon kelompok pembibit sapi di suatu desa. Pada program penguatan sapi betina bunting, peternak membutuhkan bantuan dari pihak lain yang dianggap lebih mampu untuk membantu peternak dalam mengambil keputusan.

Pihak tersebut salah satunya adalah seorang PPL yang selalu berinteraksi dengan para kelompok atau peternak. Oleh karena itu, PPL sangat berperan sebagai agen pembaharu bagi peternak, yang diharapkan dapat memajukan atau

mensejahterakan peternak terutama dalam program penguatan sapi betina bunting sehingga para anggotanya menjalankan program sesuai dengan tujuan yang telah ada.

Penelitian ini menelaah tentang bagaimana peranan PPL terhadap program penguatan sapi betina bunting. Peranan PPL yaitu proses pendidikan non-formal bagi petani agar memiliki kualitas perilaku sesuai pembangunan, penelitian ini mengambil teori Mardikanto (1998), yang mengemukakan beragam peranan atau tugas penyuluhan dalam satu kata yaitu edfikasi, yang merupakan akronim dari:


(50)

edukasi, diseminasi, informasi atau inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi.

Mardikanto, (2009) juga mengemukakan perubahan sistem pemerintahan seiring dengan bergulirnya otonomi daerah juga telah berdampak pada desentralisasi penyuluhan pertanian yang telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Kebijakan desentralisasi penyuluhan pertanian ini sangat penting untuk

menggantikan sistem penyuluhan yang bersifat regulatif sentralistis ke arah sistem penyuluhan yang partisipatif. Penyuluhan partisipatif telah membuka

peluang besar bagi petani dan pelaku usaha lainnya untuk menyalurkan

aspirasinya, harapan, kebutuhan, potensi serta peran aktif mereka dalam kegiatan penyuluhan pertanian.

Menurut Mardikanto, (2009) mengenai penyuluhan partisipatif di atas, PPL dikatakan berhasil jika dalam melakukan kegiatan penyuluhan adanya partisipasi dari petani, karena kegiatan penyuluhan pertanian harus dapat

mengakomodasikan aspirasi, harapan, kebutuhan, potensi dan peran aktif petani melalui pendekatan partisipatif.

Berdasarkan hubungan peranan PPL terhadap partisipasi petani tersebut penelitian ini juga menelaah tentang bagaimana peranan PPL terhadap tingkat partisipasi para petani dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting dengan menggunakan teori Effendi (2007).


(51)

Dalam teori Effendi(2007), mengemukakan bahwa untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui program pemberdayaan masyarakat yaitu sebagai tingkat keikutsertaan atau keterlibatan warga masyarakat dalam proses: (1) merencakan pembangunan dan ikut dalam

pengambilan keputusan. Pada tahap perencanaan, masyarakat diajak ikut terlibat dalam pengambilan keputusan yang mencakup pengelompokan masalah, potensi desa, dan pembangunan yang akan dilaksanakan, (2) swadaya masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam aktifitas keterlibatan masyarakat dalam memilkul beban pembangunan seperti memberikan sumbangan tenaga dan materi, (3) melaksanakan pembangunan yaitu keterlibatan masyarakat dalam aktivitas-aktivitas fisik yang merupakan perwujudan program, yakni masyarakat menjadi tenaga kerja yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan, (4) monitoring dan evaluasi, yaitu keikutsertaan masyarakat dalam mengukur atau memberikan penilaian sampai seberapa jauh tujuan program dapat dicapai dan penilaian terhadap bidang pembangunan misalnya fasilitas umum dan lainnya, dan (5) menerima dan memanfaatkan hasil-hasil

pembangunan yaitu keterlibatan warga masyarakat dalam menerima hasil, menikmati keuntungan atau menggunakan fasilitas-fasilitas yang telah dibangun secara langsung dari kegiatan yang telah dilakukan.

Uraian kerangka berfikir ini disajikan dalam paradigma yang menggambarkan peran pendamping penyuluh pertanian lapangan dalam program penguatan sapi


(52)

betina bunting di Desa Bumi Jaya Kecamatan Abung Timur Kabupaten Lampung Utara, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Paradigma peranan penyuluh pertanian lapang (PPL) Terhadap Program Penguatan Sapi Betina Bunting

D. HIPOTESIS

Adapun hipotesis yang didapatkan dari penilitian ini adalah :

a. Terdapat hubungan antara Peranan PPL dalam melakukan edukasi terhadap tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting. b. Terdapat hubungan antara Peranan PPL dalam melakukan Diseminasi

terhadap tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

Peran Penyuluh pertanian lapang (PPL). (Variabel X)

Edukasi(X1)

Diseminasi(X2)

Fasilitasi(X3)

Kunsultasi (X4)

Supervisi(X5)

Pemantauan(X6)

Evaluasi(X7)

Tingkat Partisipasi

Masyarakat pada program (Variabel Y) :

1. Perencanaan 2. Swadaya

3. Pelaksanaan Kegiatan 4. Monitoring dan

Evaluasi 5. Menerima dan


(53)

c. Terdapat hubungan antara Peranan PPL dalam melakukan konsultasi terhadap tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting. d. Terdapat hubungan antara Peranan PPL dalam melakukan fasilitasi terhadap

tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting. e. Terdapat hubungan antara Peranan PPL dalam melakukan supervisi terhadap

tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting. f. Terdapat hubungan antara Peranan PPL dalam melakukan pemantauan

terhadap tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

g. Terdapat hubungan antara Peranan PPL dalam melakukan evaluasi terhadap tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.


(54)

A. Konsep Dasar, Definisi Operasional Variabel, Pengukuran dan Klasifikasi

1. Peranan PPL (Variabel X)

Peranan adalah seluruh pola kebudayaan yang dihubungkan dengan kedudukan tertentu, mencakup sikap, nilai, perilaku yang ditentukan oleh masyarakat terhadap anggotanya yang berada pada posisi tertentu. Peranan PPL yaitu melakukan kegiatan edukasi, melakukan kegiatan diseminasi informasi/inovasi, melakukan kegiatan fasilitasi, melakukan kegiatan konsultasi, melakukan kegiatan supervisi, melakukan kegiatan pemantauan dan melakukan kegiatan evaluasi.

Peranan PPL terhadap partisipasi peternak dalam program penguatan sapi betina bunting. Variabel bebas (X) yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu peranan PPL. Peranan PPL dilihat dari peranannya sebagai melakukan kegiatan edukasi (X1), melakukan kegiatan diseminasi (X2), melakukan kegiatan fasilitasi (X3), melakukan kegiatan konsultasi (X4), melakukan kegiatan supervisi (X5), melakukan kegiatan pemantauan (X6), dan melakukan kegiatan evaluasi (X7).


(55)

a. peranan PPL melakukan edukasi yaitu kegiatan yang dilakukan oleh PPL dalam melakukan tugas dan kewajiban menyebarkan informasi,

mengajarkan para peternak akan adanya program. Indikator peranan PPL sebagai edukasi adalah: a) mengajarkan dan mendidik peternak mengenai pancausaha peternakan untuk memperoleh hasil yang maksimal,

b) keaktifan dalam mensosialisasikan program penguatan sapi betina bunting ke peternak.

Tabel 5. Pengukuran variabel peranan PPL melakukan kegiatan edukasi (X1)

No. Variabel X Indikator Kriteria Skor 1. Edukasi

(X1)

Penyuluhan pertanian a. 3-4 kali dalam 1 bulan b. 1-2 kali dalam 1 bulan c. Tidak pernah sama

sekali

3 2 1 penyuluhan tambahan materi

khusus dalam program penguatan sapi betina bunting

a. penyuluhan tambahan 3-4 kali dalam 1 bulan b. penyuluhan tambahan

1-2 kali dalam 1 bulan c. tidak pernah

mengadakan

penyuluhan tambahan 3 2 1

Pancausaha peternakan a. Menjawab semua alternatif jawaban b. Menjawab 3-4 alternatif

jawaban

c. Menjawab 1-2 alternatif jawaban

3 2 1 penyuluhan mengenai

pemilihan bibit unggul

a. Menjawab semua alternatif jawaban b. Menjawab≥5 alternatif

jawaban

c. Menjawab≥3 alternatif jawaban

3 2 1 Penyuluhan mengenai

pemilihan pemberian pakan

a. Menjawab semua alternatif jawaban b. Menjawab 2 alternatif

jawaban

c. Tidak ada alternatif jawaban 3 2 1 penyuluhan pengenai tatalaksana pemeliharaan

a. Menjawab semua alternatif jawaban b. Menjawab 3 alternatif

jawaban

c. Menjawab 1-2 alternatif jawaban

3 2 1


(56)

Lanjutan Tabel 5.

Penyuluhan mengenai penanganan reproduksi

a. Menjawab semua alternatif jawaban b. Menjawab < 5

alternatif jawaban c. Menjawab 1-2

alternatif jawaban

3 2 1 penyuluhan mengenai

pengendalian penyakit

a. Menjawab semua alternatif jawaban b. Menjawab 2 alternatif

jawaban

c. Menjawab 1 alternatif jawaban

3 2 1

Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan edukasi diketahui melalui 8 pertanyaan kuesioner yang kemudian diukur dengan satuan skor 1 sampai 3, sehingga diperoleh skor rendah (12,73-15,44), sedang (15,45–18,15), dan tinggi (18,16-20,86).

b. Peranan PPL melakukan kegiatan diseminasi informasi/inovasi yaitu kegiatan yang dilakukan PPL dalam melakukan pengamatan dan memberi solusi terhadap keadaan dan masalah atau kebutuhan masyarakat

sasarannya. Indikator peranan PPL dalam melakukan kegiatan diseminasi informasi/inovasi yaitu : a) apakah PPL sudah menyebarkan imformasi mengenai program, b) apakah PPL memberikan informasi dengan baik atau jelas, c) apakah PPL melakukan pengamatan langsung, d) apakah PPL menanyakan masalah perternakan yang sedang dihadapi dalam penyuluhan maupun di luar waktu penyuluhan, e) apakah PPL memberikan solusi terhadap permasalahan pertanian yang dihadapi, f) apakah solusi yang diberikan membantu, dan apakah PPL membantu memenuhi kebutuhan dalam bentuk informasi.


(57)

Tabel 6. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan diseminasi informasi/inovasi (X2)

No. Variabel X Indikator Kriteria Skor Desiminasi

(X2)

PPL sudah menyebarkan informasi program penguatan sapi betina bunting

a. Sudah menyebarkan

b. Hanya sekilas saja

c. Belum pernah sama sekali 3 2 1 PPL menyampaikan informasi program penguatan sapi betina bunting dengan baik

a. Baik b. Cukup baik c. Kurang baik

3 2 1 Pengamatan langsung setelah memberikan informasi mengenai program a. Melakukan pengamatan langsung b. Ketua kelompok yang

melakukan pengamatan c. Tidak pernah

3 2 1 Menanyakan permasalahan

pertanian yang dialami

a. Selalu menanyakan disetiap pertemuan b. 1-2 kali menanyakan

permasalahan, tidak setiap perkumpulan c. Tidak sama sekali

3 2 1 Memberikan solusi terhadap

permasalahan

a. Memberikan solusi setiap permasalahan yang ada

b. memberikan solusi tetapi tidak setiap permasalahan yang dihadapi

c. memberikan solusi dengan kurang baik

3

2

1 Manfaat solusi a. solusi sangat

membantu b. solusi cukup

membantu, tidak semua membantu c. solusi kurang

membantu

3 2

1 memenuhi kebutuhan dalam

bentuk suatu informasi untuk kebutuhan program

a. membantu dan memenuhi kebutuhan dengan baik

b. membantu dan memenuhi kebutuhan dengan cukup baik c. membantu dan

memenuhi kebutuhan dengan kurang baik

3

2

1

Pengukuran peranan PPL sebagai diseminasi informasi/inovasi diketahui melalui 7 pertanyaan kuesioner yang kemudian diukur dengan satuan skor


(58)

1 sampai 3, sehingga diperoleh skor rendah (9,55-12,62), sedang (12,63–

15,43), dan tinggi (15,44–18,00).

c. Peranan PPL melakukan kegiatan konsultasi/penasihat yaitu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh PPL dalam menjalankan tugasnya sebagai penasihat kepada petani. Indikator peranan PPL sebagai penasihat yaitu: a) sejauh mana peranan PPL dalam memberikan alternatif pilihan

perubahan yang tepat baik dilihat dari segi teknis, b) Apakah PPL telah menerima masukan serta memberikan solusi terhadap pendapat

peternak/kelompok tani dalam melaksanakan program penguatan sapi betina bunting yang disampaikannya.

Tabel 7. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan konsultasi (X3) No. Variabel X Indikator Keriteria Skor 3. Konsultasi

(X3)

Menanggapi permasalahan dalam menjalankan kegiatan peternakan

a. menanggapinya dengan sangat baik b. menanggapinya

dengan cukup baik c. menanggapinya

dengan kurang baik 3 2 1 Memberikan alternatif

perubahan dari segi segi teknis, ekonomis, maupun nilai-nilai budaya setempat

a. melakukan perubahan alternatif ketiga nya b. melakukan perubahan

alternatif dua saja c. hanya melakukan

perubahan alternatif satu saja

3 2

1 Aktip di lapangan dan

menanyakan permasalahan dan memberikan solusi

a. sering (3-4 kali dalam 1 bulan)

b. terkadang (1-2 kali dalam 1 bulan) c. tidak pernah

mendatangi

3 2 1

Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan konsultasi diketahui melalui 3 pertanyaan kuesioner yang kemudian diukur dengan satuan skor 1


(59)

sampai 3, sehingga diperoleh skor rendah (3,00-4,34), sedang (4,44–5,68), dan tinggi (5,69-7,02).

d. Peranan PPL melakukan kegiatan fasilitasi yaitu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh PPL dalam menjalankan tugasnya sebagai fasilitator kepada petani. Indikator peranan PPL sebagai organisator yaitu:

a) apakah PPL sering mendampingi peternak dalam proses pelaksanaan kegiatan pada program, b) apakah PPL memfasilitasi (baik berupa sarana dan prasarana informasi) kepada bapak/ibu dalam hal pelaksanaan program.

Tabel 8. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan fasilitasi (X4) No. Variabel X Indikator Keriteria Skor 4. Fasilitasi

(X4)

Membantu dalam setiap kegiatan

a. Membantu setiap kegiatan b. Membantu tetapi tidak

setiap kegiatan

c. tidak pernah membantu 3 2 1 Memfasilitasi dan memberikan keterampilan-keterampilan khusus

a. Selalu memberikan

keterampilan-keterampilan khusus 3-4 kali dalam 1 bulan b. Terkadang memberikan

keterampilan-keterampilan khusus 3-4 kali dalam 1 bulan c. Tidak pernah memberikan

keterampilan khusus

3

2

1 Mediator atau penengah a. Menanggapi dan

memecahkan suatu masalah yang terjadi dengan secara langsung b. Menanggapi dana

memecahkan suatu masalah yang terjadi dengan dibicarakan terlebih dahulu

c. Tidak menanggapi suatu masalah yang terjadi

3

2


(60)

Lanjutan Tabel 8

Memfasilitasi (baik berupa sarana dan prasarana informasi)

a. telah memfasilitasi dengan baik

(menggunakan media audio visual)

b. Memfasilitasi dengan cukup baik (hanya menggunakan 1 media saja, audio atau visual)

c. telah memfasilitasi dengan kurang baik (tidak menggunakan media elektronik)

3

2

1

media tambahan yang difasilitasi untuk membantu memahami informasi

a. sangat membantu (informasi yang diterima jelas dan mudah dimengerti) b. cukup membantu

(informasi yang diterima cukup dimengerti) c. sedikit membantu

(informasi yang diterima cukup jelas)

3

2

1

Mendampingi dalam proses penyampaian materi dari Tim teknis

a. mendampingi setiap proses penyampaian materi

b. hanya 1-2 kali mendampingi proses penyampaian materi c. tidak mendampingi

3

2

1 Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan fasilitasi diketahui melalui 6 pertanyaan kuesioner yang kemudian diukur dengan satuan skor 1 sampai 3, sehingga diperoleh skor rendah (6,00-8,31), sedang (8,32–10,62), dan tinggi (10,63-12,94).

e. Peranan PPL melakukan kegiatan supervisi yaitu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh PPL dalam menjalankan tugasnya sebagai

pengawasan kepada petani. Indikator peranan PPL sebagai supervisi yaitu: a) apakah PPL mampu mengawasi peternak dalam menjalankan program pada program penguatan sapi betina bunting, b) mampu bersama-sama


(61)

masyarakat melakukan penilaian, untuk kemudian memberikan saran alternatif perbaikan atau pemecahan masalah yang dihadapi.

Tabel 9. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan supervisi (X5) No. Variabel X Indikator Keriteria Skor 5. Supervisi

(X5)

Pengawasan berupa pemantauan dalam pelaksanaan program

a. 3-4 kali dalam 1 bulan b. 1-2 kali dalam 1 bulan c. Tidak sama sekali

3 2 1 Menilai tentang kekurangan

dan kelebihan program

a. mengajak untuk menilai kekurangan dan kelebihan dari program setiap pertemuan b. mengajak untuk

menilai kekurangan dan kelebihan dari program dalam beberapa kali pertemuan c. Tidak pernah

mengajak

3

2

1

Penilaian akan kekurangan dan kelebihan terhadap program dan memberikan solusi

a. Mengajak musyawarah mencari solusi

b. Mengambil keputusan sendiri

c. Tidak menyelesaikan permasalahan

3 2 1 Menerima suatu masukan

untuk mencari solusi

a. Maenerima dan menanggapi masukan yang diberikan b. Menerima dan tetapi

tidak di tanggapi c. Tidaak menerima dan

menanggapi

3

2

1 Menentukan solusi dalam

menentukan solusi yang tepat untuk memecahkan masalahan dalm program

a. Musyawarah b. Solusi dari PPL c. Memvoting masukan

3 2 1

Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan supervisi diketahui melalui 5 pertanyaan kuesioner yang kemudian diukur dengan satuan skor 1 sampai 3, sehingga diperoleh skor rendah (7,55-9,31), sedang (9,32-11,07), dan tinggi (11,08-12,83).

f. Peranan PPL melakukan kegiatan pemantauan yaitu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh PPL dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik


(62)

kepada petani. Indikator peranan PPL sebagai pemantau yaitu: a) mampu menilai peternak dalam keaktifan peternak di setiap kegiatan pada saat menjalankan program penguatan sapi betina bunting, b) apakah penyuluh pertanian sering melakukan pemantauan terhadap petenak pada saat kegiatan atau melakukan kegiatan terkait program penguatan sapi betina bunting.

Tabel 10. Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan pemantau (X6) No. Variabel X Indikator Keriteria Skor 6. Pemantauan

(X6)

Absensi a. setiap ada penyuluhan b. hanya 2 kali setiap

penyuluhan dalam 1 bulan

c. Tidak pernah

3 2

1 Absensi saat ada kegiatan

dari tim teknis dari dinas dalam program

a. Setiap ada kegiatan b. Hanya 2 kali saja c. Tidak pernah sama

sekali

3 2 1 Motivasi dalam program a. Ya ada, sehingga

sangat termotivasi b. Ya ada, cukup

termotivasi

c. Tidak ada, sehingga kurang termotivasi

3 2 1 mengontrol dan

mendampingi di luar waktu penyuluhan

a. Mengontrol setiap saat dilakukan

perkumpulan

b. Mengontrol akan tetapi hanya 1 kali saja dalam 3 bulan c. Tidak pernah

3 2

1 Penerima solusi atau

pendapat masalah dilapangan

a. Ketua kelompok b. Langsung ke PPL c. Kepada sesama petani

3 2 1 Pemantauan terhadap

kendala

a. Ya PPL memantau kendala yang dialami secara langsung b. Ya,PPL membicarakan

terlebih dahulu baru di pantau kembali dan diselesaikan c. Tidak pernah sama

sekali

3 2 1


(63)

Pengukuran peranan PPL melakukan kegiatan pemantau diketahui melalui 6 pertanyaan kuesioner yang kemudian diukur dengan satuan skor 1 sampai 3, sehingga diperoleh skor rendah (7,18-9,79), sedang (9,80-12,40), dan tinggi (12,41-15,02).

g. Peranan PPL melakukan kegiatan evaluator yaitu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh PPL dalam menjalankan tugasnya mengevaluasi kegiatan ke petani. Indikator peranan PPL sebagai evaluator yaitu, apakah PPL mampu mengukur pada sebelum (formatif), selama (on-going,

pemantauan) dan setelah kegiatan selesai dilakukan (sumatif,

ex-post),untuk melihat proses hasil kegiatan (output), dan dampak (outcome) kegiatan, yang menyangkut kinerja (performance) baik teknis maupun finansialnya guna meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup para peternak.

Tabel 11. Pengukuran Peranan PPL melakukan kegiatan evaluator (X7) No. Variabel X Indikator Keriteria Skor 7. Evaluator Evaluasi setelah

menyampaikan informasi atau sosialiasi mengenai program

a. Melakukan evaluasi setiap selesai sosialisasi

b. Mengevaluasi tetapi tidak setiap selesai sosialisasi

c. tidak pernah

3

2

1 Evaluasi mengenai

program

a. Ya, mengevaluasi 1 bulan sekali b. Ya, mengevaluasi 2

bulan sekali c. Tidak pernah

3 2 1


(64)

Lanjutan Tabel 11

Motivasi dalam program a. sangat termotivasi dan akan melanjutkan program ke periode selanjutnya dengan memelihara sapi dan memperbaiki kesalahan yang telah ada

b. cukup termotivasi dan hanya memelihara sapi saja tidak melanjutkan program ke periode selanjutnya dan memperbaiki kesalahan yang telah ada

c. kurang termotivasi dan tidak ingin

melanjutkan program 3

2

1

pembuatan laporan pertanggung jawaban sebagai bentuk hasil program dan beserta evaluasinya

a. Ya ikut , 3-4 kali b. Ya ikut, 1-2 kali c. Tidak pernah ikut

3 2 1

PPL melakukan kegiatan evaluator diketahui melalui 4 pertanyaan

kuesioner yang kemudian diukur dengan satuan skor 1 sampai 3, sehingga diperoleh skor rendah (4,00-6,29), sedang (6,30-8,58), dan tinggi (8,59-10,88).

2. Tingkat Partisipasi Masyarakat pada program (Variabel Y)

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan aktif dan bermakna pada tingkatan yang berbeda di dalam proses pembentukan atau pengambilan keputusan untuk menentukan tujuan yang telah ditentukan dalam

pelaksanaan program dan proyek secara sukarela.

Mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui program pemberdayaan masyarakat yaitu sebagai tingkat keikutsertaan


(65)

atau keterlibatan warga masyarakat dalam proses: (1) merencakan pembangunan dan ikut dalam pengambilan keputusan, (2) swadaya

masyarakat, (3) melaksanakan pembangunan, (4) monitoring dan evaluasi, dan (5) menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan.

Variabel bebas (Y) yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tingkat partisipasi para peternak. Effendi (2007) mengemukakan bahwa untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui program pemberdayaan masyarakat yaitu sebagai tingkat keikutsertaan atau keterlibatan warga masyarakat dalam proses:

a. Merencanakan pembangunan dan ikut dalam pengambilan keputusan. Indikator tingkat partisipasi pada tahap perencaan yaitu: apakah masyarakat ikut terlibat dalam pengambilan keputusan yang mencakup pengelompokan masalah, potensi desa, dan pembangunan yang akan dilaksanakan (program penguatan sapi betina bunting).

Tabel 12. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahap perencanaan No. Variabel Y Indikator Keriteria Skor 1. Merencanakan pembangunan dan ikut dalam pengambilan keputusan

Mengikuti rapat dalam pengambilan keputusan

a. Ya, ikut, 2 kali dalam 1 bulan b. Ya ikut, 1 kali dalam

1 bulan c. Tidak pernah

3 2 1 memberikan masukan dalam permasalahan untuk meningkatkan potensi desa a. memberikan masukan dalam perkumpulan b. saya memberikan

masukan secara langsung ke PPL c. tidak pernah

3

2


(66)

Lanjutan Table 12

pengambilan keputusan untuk mengajukan proposal program

a. Ya, ikut mengambil keputusan

b. Ketua kelompok yang mengambil keputusan c. Tidak, PPL yang

mengambil keputusan 3 2 1 membantu dalam pembuatan proposal program

a. Ya, ikut 3-4 kali dalam 1 bula

b. Ya, ikut 1-2 kali dalam 1 bulan

c. Tidak pernah

3 2 1 Pengukuran tingkat partisipasi pada tahap perencanaan diketahui melalui 4 pertanyaan kuesioner yang kemudian diukur dengan satuan skor 1 sampai 3, sehingga diperoleh skor rendah (5,50-8,31), sedang (8,32-11,12), dan tinggi (11,13-13,94).

b. Swadaya masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam aktifitas keterlibatan masyarakat dalam memilkul beban pembangunan seperti memberikan sumbangan tenaga dan materi. Indikator tingkat

partisipasi pada tahapan swadaya masyarakat yaitu apakah masyarakat ikut berperan dalam memilkul beban pembangunan seperti memberikan sumbangan tenaga.

Tabel 13. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahapan swadaya masyarakat

No. Variabel Y Indikator Keriteria Skor

2. Swadaya masyarakat

penyuluhan dalam perkenalan program

a. Ya ikut dalam kegiatan b. Ikut tetapi tidak

sampai selesai c. Tidak ikut

3 2 1 kegiatan

inventarisasi sapi bunting di lapangan bersama PPL dan tim teknis

a. Ya mengikuti inventarisasi sapi bunting (2-3 kali) b. Ya hanya sekali

mengikuti inventarisasi sapi bunting

c. Tidak ikut

3

2


(67)

Pengukuran tingkat partisipasi pada tahapan swadaya masyarakat diketahui melalui 2 pertanyaan kuesioner yang kemudian diukur dengan satuan skor 1 sampai 3, sehingga diperoleh skor rendah (2,00-2,85), sedang (2,86-3,70), dan tinggi (3,71-4,56).

c. Melaksanakan pembangunan yaitu keterlibatan masyarakat dalam aktivitas-aktivitas fisik yang merupakan perwujudan program, yakni apakah masyarakat berperan dalam pelaksanaan program dilapangan dan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan. Indikator tingkat partisipasi pada tahapan melaksanakan pembangunan yaitu apakah masyarakat ikut berperan dalam aktivitas-aktivitas fisik dalam perwujudan program.

Tabel 14. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahapan melaksanakan pembangunan

No. Variabel Y Indikator Keriteria Skor 3. Melaksanakan

pembangunan

menggunakan dana insentif untuk kebutuhan sapi bunting yang terdaftar di dalam program

a. Ya, digunakan untuk membeli kebutuhan sapi buntin

b. Ya, sebagian digunakan untuk membeli kebutuhan sapi bunting dan sebagian untuk kebutuhan sehari-hari c. Tidak, digunakan

untuk kebutuhan sehari-hari

3

2

1 melahirkan anakan sapi

dengan selamat dan sehat

a. Ya lahir dengan selamat dan sehat b. Ya, lahir tetapi

anakan mati c. Tidak melahirkan

3 2 1 Ketentuan anakan sapi a. Ya, tidak dijual

sebelum berumur 6 bulan

b. Ya, tetapi ada yang dijual juga

c. Tidak, begitu lahir langsung dijual

3

2 1 Pengukuran tingkat partisipasi pada tahapan melaksanakan


(1)

melakukan diseminasi terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

3. a. Apabila t hitung > t tabel (μ =0,05), makaterima H1 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam melakukan konsultasi terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

b. Tetapi apabila t hitung < t tabel (μ =0,05), makatolak H1 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam

melakukan konsultasi terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

4. a. Apabila t hitung > t tabel (μ =0,05), makaterima H1 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam melakukan fasilitasi terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

b. Tetapi apabila t hitung < t tabel (μ =0,05), makatolak H1 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam

melakukan fasilitasi terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

5. a. Apabila t hitung > t tabel (μ =0,05), makaterima H1 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam melakukan supervisi terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

b. Tetapi apabila t hitung < t tabel (μ =0,05), makatolak H1 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam


(2)

58

melakukan supervisi terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

6. a. Apabila t hitung > t tabel (μ =0,05), makaterima H1 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam melakukan pemantauan terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

b. Tetapi apabila t hitung < t tabel (μ =0,05), makatolak H1 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam

melakukan pemantauan terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

7. a. Apabila t hitung > t tabel (μ =0,05), makaterima H1 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam melakukan evaluasi terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.

b. Tetapi apabila t hitung < t tabel (μ =0,05), maka tolak H1 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara peranan PPL dalam

melakukan evaluasi terhadap tingkat partisipasi para peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting.


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan: 1. Peranan PPL dalam program penguatan sapi betina bunting di Kecamatan

Abung Timur termasuk klasifikasi sedang.

2. Tingkat partisipasi peternak dalam Program Penguatan Sapi Betina Bunting di Kecamatan Abung Timur termasuk klasifikasi sedang. 3. Peranan PPL memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi peternak

dalam program penguatan sapi betina bunting di Kecamatan Abung timur Kabupaten Lampung Utara.

B. Saran

1. Penyuluh selain memiliki pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan memahami materi sebaiknya dalam melakukan penyuluhan lebih

menambahkan sarana dan prasarana, tidak hanya menggunakan pengeras suara saja melainkan menggunakan media elekronic lainnya agar petani lebih mudah memahami materi yang disampaikan.

2. Peternak sapi sebaiknya memperhatikan kesehatan ternak sapi agar sapi-sapi yang dibudidayakan tidak mudah terkena penyakit, sebab obat-obatan untuk penyakit pada ternak sapi sulit untuk didapatkan.


(4)

105

3. Peneliti sejenis sebaiknya menambahkan faktor-faktor yang berhubungan antara peranan PPL dengan partisipasi.


(5)

Abbas, S. 1999. Sembilan Puluh Tahun Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Jakarta. BPLPP-Departemen Pertanian.

Annonim A, 2014.Hubungan Partisipasi Petani terhadap Penyuluh Pertanian Lapang.http://amineum.blogsport.com/2013/12/skripsi_peran_penyuluh_pert anian_dalam.html?m=1. Diakses pada Selasa 24 Maret 2015.

Annonim B, 2015.Tinjauan Pustaka Teori Budidaya Sapi.Repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/29158/4/chapterII.pdf. Diakses pada Kamis, 9 April 2015.

Annonim C, 2015.Penguatan Sapi Betina Bunting. http://cyber.kamarasta.web.id/ materipenyuluhan/detail/8891/ penguatan-sapi-kerbau-betina-bunting.

Diakses pada Senin, 13 April 2015.

Badan Pusat Statistik. 2014. Data Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Provinsi Lampung tahun 2012-2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

Departemen Pertanian 2006. Penyuluh Pertanian Lapangan.

http// www. deptan.net/penyuluhpertanianlapang/index.php?option=co.id. Diakses pada Senin, 13 April 2015.

Dinas Pertanian dan Peternakan. 2014. Data Program Penguatan Peternakan 2014. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lampung Utara.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014. Buku Saku Peternakan 2014. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung.

Effendi, I. 2005.Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian.Buku Ajar Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Effendi, I. 2007.Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Melalui Program Pemberdayaan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Kartasapoetra, A.G. 1994.Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara.


(6)

Mantra, I, 2004.Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mardikanto, T. 1998. Peranan Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Mardikanto, T. 2009.Sistem Penyuluhan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta

Mosher, A.T. 1968.Menggerakan Dan Membangun Pertanian-Sjarat-sjarat Mutlak Pembangunan dan Modernisasi.Jakarta.

Muhidin, S. A. 2011.Dasar-Dasar Metode Statistika untuk Penelitian. Pustaka. Bandung.

Nasir, M. 1988.Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Rakhmat, J. 2004.Metode Penelitian Komunikasi. Rosda Karya. Bandung

Samsudin S, U. 1994.Manajemen Penyuluhan Pertanian. Bina Cipta. Bandung. Sajogyo, P. 1985. Sosiologi pembangunan. Jakarta: Etasa Dinamika

Slamet, Y. 1999.Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi.Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Siegel, S. 1997.Statistik Non Parametrik. PT Gramedia. Jakarta.

Singarimbun M dan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Penerbit LP3ES. Jakarta. 336 Hlm.

Setiana, 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit : Jakarta. Universitas Indonesia (UI Press).

Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.

Sugiyono. 2004. Statistik Nonparametrik Untuk Penelitian.Alfabeta. Bandung. Sugarda, T.J. 1975. Pengantar Ilmu Pertanian. Bagian Penyuluhan Fakultas

Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Suhardiyono, L. 1992.Petunjuk Bagi Penyuluhan Pertanian. Erlangga, Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16, 2006. Sistem Penyuluhan

Pertanian,Perikanan dan Kehutanan. Jakarta. Departemen Pertanian. Van den Ban A.W dan Hawkins H.S, 1999.Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta.