SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
SESI
Perataan Laba dalam Mengantisipasi Laba Masa Depan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Penelitian   yang   dilakukan   Dopuch   dan   Pincus   1988   menyatakan   bahwa   perusahaan   yang menggunakan metode LIFO dalam persediaannya akan menerima jumlah pajak yang lebih besar dan
sebaliknya perusahaan yang menggunakan metode FIFO akan menerima tagihan jumlah pajak yang kecil.
5.  Perubahan CEO Pourciau   1993   menemukan   bukti   bahwa   perekayasaan   laba   dilakukan   dengan   meningkatkan
unexpected accruals pada periode satu tahun sebelum penggantian tak rutin eksekutif. 6.   Penawaran saham perdana
penelitian   yang   dilakukan   oleh   Clarkson   et   al   1992   menyatakan   bahwa   ada   reaksi   positif   dari pengumuman earnings forcast yang ada di prospektus dengan tingkat penjualan saham pada waktu
IPO karena publik hanya melihat laporan keuangan yang dilaporkan pada regulator. Dan banyak perusahaan   yang   akan   melakukan   penawaran   saham   perdana   melakukan   perataan   laba   untuk
meningkatkan sinyal positif dari publik.
2.1.3 Teknik-teknik perataan laba
Berbagai teknik yang digunakan dalam perataan laba diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Perataan   melalui   waktu   terjadinya   transaksi   atau   pengakuan   transaksi.   Pihak   manajemen   dapat
menentukan atau mengendalikan waktu transaksi melalui kebijakan manajemen sendiri    accruals , misal   :   pengeluaran   biaya   riset   dan   pengembangan.   Selain   itu   banyak   juga   perusahaan   yang
menerapkan kebijakan diskon dan kredit sehingga hal ini dapat menyebabkan meningkatnya jumlah piutang dan penjualan pada bulan terakhir tiap kuarter, sehingga laba kelihatan stabil pada periode
tertentu.
2. Perataan   melalui   alokasi   untuk   beberapa   periode   tertentu.   Manajer   memiliki   kewenangan   untuk mengalokasikan   pendapatan   dan   atau   beban   untuk   periode   tertentu.   Misalnya,   jika   penjualan
meningkat maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan penelitian serta amortisasi goodwill pada periode itu untuk menstabilkan laba.
3. Perataan   melalui   klasifikasi,   Manajemen   memiliki   kewenangan   dan   kebijakan   sendiri   untuk mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda. Misalnya, jika pendapatan non-
operasi sulit untuk didefinisikan maka manajer dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non-operasi. Dan hal ini dapat digunakan sewaktu-waktu untuk meratakan
laba melihat kondisi pendapatan periode itu.
Teknik-teknik   itu   memang   mungkin   untuk   dilakukan   karena   Prinsip  Akuntansi   Berterima Umum PABU memberikan berbagai pilihan dalam mencatat berbagai peristiwa keuangan. Manajemen
memiliki keleluasaan untuk mengganti satu metode ke metode yang lain. Keleluasaan   untuk   memakai   teknik-teknik   akuntansi   dalam   mencatat   terbukti   telah
disalahgunakan oleh manajemen untuk melakukan perataan laba. Bahkan Koeh 1981 mensinyalir bahwa perataan  laba  banyak  dilakukan  dengan  menggunakan  teknik-teknik akuntansi  yaitu  dengan  merubah
kebijakan akuntansi. Berdasar pada kenyataan ini maka penelitian tentang perataan laba ini dilakukan dengan mengambil perubahan kebijakan akuntansi sebagai objek dihubungkan dengan antisipasi laba
masa depan untuk menghindari pemecatan.
2.2 EXPECTED EARNINGS
Expected earnings adalah perkiraan dan harapan laba yang ingin dicapai perusahaan di masa yang akan datang. Perkiraan   Expected earnings diambil dari lembaran prospektus yang biasanya
dikeluarkan perusahaan ketika ingin terdaftar di Bursa Efek Jakarta, selain itu  Expected earnings  juga terdapat di laporan keuangan tahunan perusahaan.
Prospektus merupakan gambaran umum perusahaan secara tertulis memuat keterangan secara lengkap dan jujur tentang keadaan perusahaan dan prospek perusahaan di masa mendatang serta
informasi   yang   diperlukan   lainnya.   Informasi   proyeksi   ini   diperlukan   bagi   investor   untuk   memprediksi kemampuan perusahaan dalam memberikan manfaat di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan
tujuan laporan keuangan yang tercantum dalam SFAC No 1. Oleh karena itu proyeksi earnings ini diambil dari prospektus dan laporan keuangan tahunan perusahaan. Meskipun pengungkapan earnings projection
dalam prospektus bukanlah kewajiban tetapi hal ini dapat menjadi indikator yang baik bagi investor untuk
96
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
SESI
Perataan Laba dalam Mengantisipasi Laba Masa Depan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
men-disclose   informasi yang perlu untuk menarik investor. Sesuai dengan UU no 8 tahun 1995 BAB IX pasal 78 dan 79 dan dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan BAPEPAM NO IX C.2, hal ini dipandang perlu
untuk mengumumkan  earnings projection  agar menjadi sinyal positif bagi investor tentang keterbukaan informasi perusahaan.
Ekspektasi laba yang tercantum di prospektus juga merupakan tantangan bagi manajer untuk mencapainya karena jika manajer tidak bisa mencapainya atau kinerjanya dibawah rata-rata industri maka
kemungkinan tindakan pemecatan akan semakin besar Morck et al, 1989;dan Blackwell et al, 1994
2.3 PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Fudenberg   dan   Tirole   1995   mengembangkan   model   teori   yang   mendorong   manajer memperkirakan   laba   masa   depan   dengan   berdasarkan   pada   pemakaian  discretionary   accrounting.
Pengembangan teori ini berdasarkan pada 3 asumsi : 1. Manajer   mengasumsikan   bahwa   mereka   akan   menerima   keuntungan   yang   bersifat   Non-moneter
dengan menjalankan perusahaan. Dugaan bahwa motivasi manajer didorong lebih dari hanya sekedar bonus dan gaji didukung penelitian yang dilakukan Merchant 1989, yang mengatakan bahwa jika
manajer   gagal   mencapai   taget   yang   ditentukan   maka   manajer   akan   mengutamakan   agar   tidak kehilangan kredibilitas dari pada hilangnya bonus.
2. Kinerja   yang   buruk   akan   memperbesar   kemungkinan   pemecatan   terhadap   manajemen.   Hal   ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Murphy dan Zimmerman 1993, Warner et al. 1988 dan
Weisbach   1988   yang   menunjukkkan   bahwa   pergantian   manajemen   yang   tak   rutin   biasanya disebabkan oleh kinerja yang buruk. Implikasi yang muncul dari asumsi kedua adalah selama tahun
yang kinerjanya buruk, manajer mempunyai dorongan untuk meratakan laba yang dilaporkan reported earnings  dengan cara merubah laba masa depan menjadi laba masa kini. Skenario ini dilakukan
dengan memakai prosedur akuntansi untuk meningkatkan discretionary accruals, yang akibatnya dapat merubah laba masa depan menjadi laba masa kini.
H1:
Peningkatan discretionary accruals mempunyai hubungan dengan          perusahaan yang mempunyai kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang baik.
3.   Asumsi ketiga yang dipakai Fudenberg dan Tirole adalah Laba masa kini mempunyai arti yang lebih penting dari pada laba masa lalu. Implikasinya adalah kinerja yang baik pada masa kini tidak akan
dikompensasikan pada kinerja buruk dimasa depan, begitu juga dengan kinerja yang baik dimasa lalu tidak akan dikompensasikan pada kinerja buruk di masa kini. Oleh karena itulah, jika kinerja masa
depan diekspektasikan buruk maka manajer akan merubah laba masa kini  menjadi laba masa depan untuk mengurangi kemungkinan pemecatan. Hal ini dilakukan dengan cara menurunkan laba  masa kini
dengan   menggunakan   prosedur   akuntansi   yaitu   penurunan  discretionary   accruals  masa   kini   yang akibatnya dapat “menyimpan” laba masa kini untuk  digunakan di masa yang akan datang.
H2:
Penurunan  discretionary   accruals  mempunyai   hubungan   dengan   perusahaan   yang mempunyai kinerja masa kini yang baik dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk.
Hipotesis diatas konsisten dengan hipotesis bonus yang memprediksi bahwa manajer akan membuat discretionary accruals sebagai respon terhadap kompensasi banus yang berdasar pada laba Healy, 1985
3. METODE PENELITIAN 3.1 DATA