artikel sopa sugiarto editan

(1)

PERATAAN LABA DALAM MENGANTISIPASI LABA MASA DEPAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA

SOPA SUGIARTO

Universitas Gajah Mada Abstract

In detecting income smoothing previous research only considers current earnings. Our study considers not only current earnings but future earnings. Recent theory argues that concern about job security creates an incentive for managers to smooth earnings in consideration of both current and future relative performance. We found support for this theory. Our evidence suggests that when current earnings are “poor” and expected future earnings are “good,” managers “borrow” earnings from the future for use in the current periode. Conversely, when current earnings are “good” and expected future earnings are “poor,” managers “save” current earnings for possible use in the future

I. PENDAHULUAN.

Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemamnpuan laba yang representatif dalam jangka panjang, meramalkan laba, menaksir resiko dalam berinvestasi. Hal ini disadari oleh manajemen, sehingga manajemen cenderung melakukan disfunctional behavior (perilaku tak semestinya) yaitu dengan melakukan perataan laba untuk mengatasi berbagai konflik yang timbul antara manajemen dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Informasi akuntansi yang kurang benar yang dihasilkan dari “tindakan tak semestinya” akan merugikan perkembangan pasar modal.

Kebijakan akuntansi konvensional membatasi manager untuk membuat “discretionary accounting” untuk meratakan laba yang dilaporkan (reported earnings) (Smith, at. All, 1994; Ronen and Sadan, 1981). Teori baru yang dikembangkan oleh Fudenberg dan Tirole (1995) yang memberikan perhatian pada “keamanan pekerjaan” mendorong manajer untuk meratakan laba dengan mendasarkan pada kinerja masa kini (current performance) dan masa depan (future performance). Asumsi yang dikembangkan teori ini adalah kinerja yang buruk akan meningkatkan kemungkinan pemecatan. Teori ini menyatakan bahwa jika kinerja masa kini buruk, manajer mempunyai dorongan untuk merubah laba masa depan (future earnings) menjadi laba masa kini (current earnings) untuk mengurangi kemungkinan pemecatan. Dan sebaliknya jika kinerja masa depan (future performance) diperkirakan buruk, maka manajer merubah laba masa kini menjadi laba masa depan. Implikasi dari teori ini ada dua, yaitu 1) jika laba masa kini relatif rendah, dan diperkirakan laba masa depan tinggi, maka manajer akan menggunakan pilihan prosedur akuntansi untuk meningkatkan discretionaryaccruals masa kini. Akibatnya manajer akan “meminjam” laba masa depan; 2) jika laba masa kini relatif tinggi dan diperkirakan laba masa depan rendah, maka manajer akan memakai pilihan prosedur akuntansi untuk menurunkan discretionary accruals masa kini. Akibatnya manajer akan “menabung” laba masa kini untuk kemungkinan digunakan masa depan.

Perataan laba telah banyak menjadi topik penelitian dan telah di deteksi dalam beberapa tingkat antar sampel yang berbeda. Bryshaw dan Eldin (1989) menemukan bukti bahwa alasan manajemen melakukan praktek perataan laba adalah: 1) skema kompensasi manajemen yang dihubungkan dengan kinerja perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi yang dilaporkan; 2) Fluktuasi dalam kinerja manajemen dapat mengakibatkan intervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan cara pengambil-alihan atau penggantian manajemen secara langsung. Ancaman penggantian tersebut mendorong manajemen untuk membuat laporan kinerja yang sesuai dengan keinginan pemilik.

Moses (1987) tidak berhasil menemukan bahwa praktek perataan laba berhubungan dengan kendali kepemilikan, pangsa pasar, kekuatan serikat pekerja dan variabilitas pada masa lalu. Dia hanya menemukan bahwa praktek perataan laba berhubungan dengan ukuran perusahaan, keberadaan perencanaan bonus, perbedaan laba aktual dengan laba normal serta pengaruh perubahan kebijakan akuntansi.

Defond dan Park (1997) juga menemukan bukti bahwa 27,3% dari jumlah sampel perusahaan telah melakukan praktek perataan laba dengan cara menaikkan atau menurunkan tingkat discretionary


(2)

accruals masa kini atau masa depan untuk menghindari resiko pemecatan oleh pemilik. Temuan inilah yang menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian.

Khusus di Indonesia, beberapa penelitian memperlihatkan hasil yang tidak konsisten, Ilmainir (1993) menemukan bukti bahwa perataan laba didorong oleh harga saham, perbedaan antara laba aktual dan laba normal dan pengaruh perubahan kebijakan akuntansi yang dipilih oleh manajemen. Ashari et al. (1994) memperoleh bukti bahwa perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar di Singapore Stock Exchange (SSE) berkaitan dengan profitabilitas. Sedangkan Zuhroh (1996) menemukan bukti bahwa faktor yang berpengaruh terhadap perataan laba adalah Leverage Operasi. Naim dan Hartono (1996) menemukan manajer yang menghadapi investigasi pelanggaran undang-undang antitrust akan menurunkan laba untuk menghindari pinalti pelanggaran antitrust. Wimbari (1998) mendapatkan hasil bahwa perataan laba disebabkan oleh faktor profitabilitas dan jenis industri. Jin (1998) menemukan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap praktek perataan laba adalah ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas, sektor industri dan Leverage-nya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya hubungan antara peningkatan atau penurunan discretionary accruals dengan kinerja masa kini dan ekspektasi kinerja masa depan dalam praktek perataan laba. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan laba masa depan sebagai faktor yang mempengaruhi perataan laba.

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 PERATAAN LABA

2.1.1 Definisi perataan laba

Menurut Fudenberg dan Tirole (1995), perataan laba adalah proses manipulasi waktu terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil. Sedangkan Barnea et al. (1976) membuat definisi perataan laba sebagai pengurangan yang disengaja terhadap fluktuasi terhadap beberapa level laba supaya dianggap normal bagi perusahaan.

Definisi menurut Brayshaw dan Eldin (1989) adalah tindakan sukarela manajemen yang didorong oleh aspek perilaku dalam perusahaan dan lingkungannnya. Sementara Beidleman (1973) menyatakan bahwa perataan laba adalah suatu usaha yang dilakukan manajemen untuk menekan variasi dalam laba sepanjang hal itu diperbolehkan oleh Prinsip-prinsip Akuntansi yang berlaku.

2.1.2 Faktor pendorong perataan laba

Perataan laba dalam laporan keuangan merupakan hal yang biasa dan dianggap hal yang masuk akal (Bartov, 1993). Dalam banyak literatur dinyatakan bahwa Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) sendiri memberikan banyak pilihan metode akuntansi dalam pencatatan yang dapat digunakan untuk memaksimalkan atau meminimalkan laba agar laba kelihatan stabil (Moses, 1987).

Beberapa faktor yang mendorong perataan laba oleh manajemen adalah : 1. Kompensasi bonus

Pada penelitian itu Healy menemukan bukti bahwa manajer yang tidak dapat memenuhi target laba yang ditentukan akan memanipulasi laba dengan meningkatkan discretionary accruals agar dapat mentransfer laba masa kini menjadi laba masa depan.

2. Kontrak Hutang

Defond dan Jimbalvo (1994) mengevaluasi tingkat akrual perusahaan yang melanggar perjanjian hutang. Dengan menggunakan model Jones, Defond dan Jimbalvo (1994) memproksikan normal akrual yang menemukan bukti bahwa perusahaan yang melanggar perjanjian hutang telah merekayasa labanya satu periode sebelum perjanjian utang dibuat.

3. Faktor politik

Jones (1991) yang meneliti perusahaan yang sedang diinvestigasi oleh International Trade Commision (ITC), menemukan bukti bahwa produsen domestik cenderung menurunkan laba dengan menggunakan teknik discretionary accrual untuk mempengaruhi keputusan regulasi impor. Sementara Naim dan Hartono (1996) meneliti perusahaan yang diduga melakukan monopoli dan menemukan bahwa manajer perusahaan itu melakukan perataan laba untuk menghindari UU Anti-Trust.


(3)

Penelitian yang dilakukan Dopuch dan Pincus (1988) menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan metode LIFO dalam persediaannya akan menerima jumlah pajak yang lebih besar dan sebaliknya perusahaan yang menggunakan metode FIFO akan menerima tagihan jumlah pajak yang kecil.

5. Perubahan CEO

Pourciau (1993) menemukan bukti bahwa perekayasaan laba dilakukan dengan meningkatkan unexpected accruals pada periode satu tahun sebelum penggantian tak rutin eksekutif.

6. Penawaran saham perdana

penelitian yang dilakukan oleh Clarkson et al (1992) menyatakan bahwa ada reaksi positif dari pengumuman earnings forcast yang ada di prospektus dengan tingkat penjualan saham pada waktu IPO karena publik hanya melihat laporan keuangan yang dilaporkan pada regulator. Dan banyak perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana melakukan perataan laba untuk meningkatkan sinyal positif dari publik.

2.1.3 Teknik-teknik perataan laba

Berbagai teknik yang digunakan dalam perataan laba diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi. Pihak manajemen dapat

menentukan atau mengendalikan waktu transaksi melalui kebijakan manajemen sendiri ( accruals ), misal : pengeluaran biaya riset dan pengembangan. Selain itu banyak juga perusahaan yang menerapkan kebijakan diskon dan kredit sehingga hal ini dapat menyebabkan meningkatnya jumlah piutang dan penjualan pada bulan terakhir tiap kuarter, sehingga laba kelihatan stabil pada periode tertentu.

2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer memiliki kewenangan untuk mengalokasikan pendapatan dan atau beban untuk periode tertentu. Misalnya, jika penjualan meningkat maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan penelitian serta amortisasi goodwill pada periode itu untuk menstabilkan laba.

3. Perataan melalui klasifikasi, Manajemen memiliki kewenangan dan kebijakan sendiri untuk mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda. Misalnya, jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan maka manajer dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non-operasi. Dan hal ini dapat digunakan sewaktu-waktu untuk meratakan laba melihat kondisi pendapatan periode itu.

Teknik-teknik itu memang mungkin untuk dilakukan karena Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) memberikan berbagai pilihan dalam mencatat berbagai peristiwa keuangan. Manajemen memiliki keleluasaan untuk mengganti satu metode ke metode yang lain.

Keleluasaan untuk memakai teknik-teknik akuntansi dalam mencatat terbukti telah disalahgunakan oleh manajemen untuk melakukan perataan laba. Bahkan Koeh (1981) mensinyalir bahwa perataan laba banyak dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik akuntansi yaitu dengan merubah kebijakan akuntansi. Berdasar pada kenyataan ini maka penelitian tentang perataan laba ini dilakukan dengan mengambil perubahan kebijakan akuntansi sebagai objek dihubungkan dengan antisipasi laba masa depan untuk menghindari pemecatan.

2.2 EXPECTED EARNINGS

Expected earnings adalah perkiraan dan harapan laba yang ingin dicapai perusahaan di masa yang akan datang. Perkiraan Expected earnings diambil dari lembaran prospektus yang biasanya dikeluarkan perusahaan ketika ingin terdaftar di Bursa Efek Jakarta, selain itu Expected earnings juga terdapat di laporan keuangan tahunan perusahaan.

Prospektus merupakan gambaran umum perusahaan secara tertulis memuat keterangan secara lengkap dan jujur tentang keadaan perusahaan dan prospek perusahaan di masa mendatang serta informasi yang diperlukan lainnya. Informasi proyeksi ini diperlukan bagi investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam memberikan manfaat di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan tujuan laporan keuangan yang tercantum dalam SFAC No 1. Oleh karena itu proyeksi earnings ini diambil dari prospektus dan laporan keuangan tahunan perusahaan. Meskipun pengungkapan earnings projection dalam prospektus bukanlah kewajiban tetapi hal ini dapat menjadi indikator yang baik bagi investor untuk


(4)

men-disclose informasi yang perlu untuk menarik investor. Sesuai dengan UU no 8 tahun 1995 BAB IX pasal 78 dan 79 dan dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan BAPEPAM NO IX C.2, hal ini dipandang perlu untuk mengumumkan earnings projection agar menjadi sinyal positif bagi investor tentang keterbukaan informasi perusahaan.

Ekspektasi laba yang tercantum di prospektus juga merupakan tantangan bagi manajer untuk mencapainya karena jika manajer tidak bisa mencapainya atau kinerjanya dibawah rata-rata industri maka kemungkinan tindakan pemecatan akan semakin besar (Morck et al, 1989;dan Blackwell et al, 1994)

2.3 PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Fudenberg dan Tirole (1995) mengembangkan model teori yang mendorong manajer memperkirakan laba masa depan dengan berdasarkan pada pemakaian discretionary accrounting. Pengembangan teori ini berdasarkan pada 3 asumsi :

1. Manajer mengasumsikan bahwa mereka akan menerima keuntungan yang bersifat Non-moneter dengan menjalankan perusahaan. Dugaan bahwa motivasi manajer didorong lebih dari hanya sekedar bonus dan gaji didukung penelitian yang dilakukan Merchant (1989), yang mengatakan bahwa jika manajer gagal mencapai taget yang ditentukan maka manajer akan mengutamakan agar tidak kehilangan kredibilitas dari pada hilangnya bonus.

2. Kinerja yang buruk akan memperbesar kemungkinan pemecatan terhadap manajemen. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Murphy dan Zimmerman (1993), Warner et al. (1988) dan Weisbach (1988) yang menunjukkkan bahwa pergantian manajemen yang tak rutin biasanya disebabkan oleh kinerja yang buruk. Implikasi yang muncul dari asumsi kedua adalah selama tahun yang kinerjanya buruk, manajer mempunyai dorongan untuk meratakan laba yang dilaporkan (reported earnings) dengan cara merubah laba masa depan menjadi laba masa kini. Skenario ini dilakukan dengan memakai prosedur akuntansi untuk meningkatkan discretionary accruals, yang akibatnya dapat merubah laba masa depan menjadi laba masa kini.

H1: Peningkatan discretionary accruals mempunyai hubungan dengan perusahaan yang mempunyai kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang baik. 3. Asumsi ketiga yang dipakai Fudenberg dan Tirole adalah Laba masa kini mempunyai arti yang lebih

penting dari pada laba masa lalu. Implikasinya adalah kinerja yang baik pada masa kini tidak akan dikompensasikan pada kinerja buruk dimasa depan, begitu juga dengan kinerja yang baik dimasa lalu tidak akan dikompensasikan pada kinerja buruk di masa kini. Oleh karena itulah, jika kinerja masa depan diekspektasikan buruk maka manajer akan merubah laba masa kini menjadi laba masa depan untuk mengurangi kemungkinan pemecatan. Hal ini dilakukan dengan cara menurunkan laba masa kini dengan menggunakan prosedur akuntansi yaitu penurunan discretionary accruals masa kini yang akibatnya dapat “menyimpan” laba masa kini untuk digunakan di masa yang akan datang.

H2: Penurunan discretionary accruals mempunyai hubungan dengan perusahaan yang mempunyai kinerja masa kini yang baik dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk. Hipotesis diatas konsisten dengan hipotesis bonus yang memprediksi bahwa manajer akan membuat discretionary accruals sebagai respon terhadap kompensasi banus yang berdasar pada laba (Healy, 1985)

3. METODE PENELITIAN 3.1 DATA

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekun der yang berupa laporan keuangan tahunan dan prospektus yang didapat dari Indonesian Capital MarketDirectory dan Pusat Referensi Pasar Modal BEJ.

3.1.1 Pemilihan sampel

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan berbagai kriteria. Dan kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Perusahaan yang telah go public sebelum 31 Desember 1994.

2. Emiten yang telah menyertakan laporan keuangan auditan per 31 Desember untuk tahun 1994–1996. 3. Perusahaan yang transaksi sahamnya masih aktif diperdagangkan selama tahun 1994-1996. 4. Perusahaan tahun bukunya 31 Desember untuk tahun 1994-1996


(5)

5. Perusahaan dengan data ekstrem yang berhubungan dengan discretionary accrual, arus kas dan non-discretionary accrual akan dikeluarkan dari sampel.

3.1.2 Seleksi sampel

Sebagaimana kriteria yang telah ditentukan , didapatkan perusahaan manufaktur yang go public sebelum Desember 1994 sebanyak 118 perusahaan. Berdasar kriteria keaktifan, perusahaan yang sahamnya tidak aktif diperdagangakan tahun 1994 sebanyak 19 perusahaan, tahun 1995 sebanyak 21 perusahaan, tahun 1996 sebanyak 24 perusahaan sehingga didapatkan perusahaan yang benar-benar aktif diperdagangakan sebanyak 54 perusahaan.

Dari 54 perusahaan terdapat perusahaan yang akhir tahun bukunya tidak 31 Desember sebanyak 3 perusahaan. Dan terrdapat juga perusahaan yang datanya tidak lengkap sebanyak 10 perusahaan, sehingga didapatkan jumlah perusahaan yang layak diolah sebanyak 41 perusahaan.perhitungan sistematisnya tercantum dalam tabel berikut :

TABEL 3.2 DISTRIBUSI SAMPEL

NO KATEGORI ATAU KRITERIA JUMLAH 1

2 3 4 5 6

Perusahaan yang go publik sebelum Des 1994 Tidak aktif selam 1994

Tidak aktif selam 1995 Tidak aktif selam 1996

Tahun bukunya bukan 31 Desember Datanya tidak lengkap

118 (19) (21) (24) (3) (10) TOTAL 41

3.2 MODEL, VARIABEL PENELITIAN DAN PENGUKURANNYA

1. Laba bersih sebelum extraordinary item (Net Earnings) 2. Leverage (LEV)

LEV: Total Hutang/Total Aset 3. Total Aset (ASSET)

4. Discretionary Accrual (DA)

TAit/Ait-1 = at [1/A it-1]+b1t [(∆REVit-∆ARit)/A it-1]+b2t [PPEit/A it-1]+eit

Keterangan :

TA it = total akrual A it-1 = total aset REV it = total revenue AR it = piutang

∆REVit-∆ARit = perubahan revenue dengan basis kas PPE it = jumlah kotor nilai bangunan dan peralatan e it = tingkat kesalahan

5. Total akrual (TA)

TA it = ∆CA it- ∆CL it- ∆Cash it+∆STD it-Dep it

keterangan :

∆CA it = perubahan dalam aktiva lancar ∆CL it = perubahan dalam kewajiban lancar

∆Cash it = perubahan dalam kas dan yang sama dengan kas ∆STD it = perubahan dalam utang termasuk kewajiban lancar Dep it = depresiasi dan amortisasi

6. Median net earnings (MNE)


(6)

7. Median expected earnings (MENE)

Median net earning dihitung dari median expected earnings pada tahun t+1 8. Pre-managed earnings (NDE)

Merupakan pengurangan dari net earnings dengan discretionary accrual NDE : NE-DA

9. Expected future earnings ENE)

Ekspektasi earnings dihitung dan diambil dari prospektus dengan tahun t+1

4. ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 UJI ASUMSI KLASIK

4.1.1 Uji kenormalan

Kenormalan data ditunjukkan dengan hasil uji Kolmogorov-Smirnov yang menujukkan hasil sebesar 0,883 dan Asymp. Sign (2-tailed) sebesar 0,417, signifikansi angka itu lebih besar dari nilai α (0,05), sehingga data itu dikatakan normal.

TABEL 4.1.1

UJI KOLMOGOROV-SMIRNOV

N UJI KOLMOGOROV-SMIRNOV Asymp. Sign (2-tailed)

123 0,883 0,417

4.1.2 Uji multikolinieritas

Salah satu asumsi klasik yang harus dicermati dan sangat vital adalah multikolinieritas. Uji multikolinieritas ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang berarti antara masing-masing variabel independen dalam model regresi. Metode untuk menguji adanya multikolinieritas dapat dilihat pada tolerance value atau variance inflation factor (VIF) yang dapat dihitung melalui program SPSS. Batas dari tolerance value adalah 0,10 dan batas VIF adalah 10. Jika tolerance value dibawah 0,10 dan nilai VIF diatas 10 maka terjadi multikolinieritas (Hair et. al., 1992).

Tabel 4.1.2 menunjukkan gejala multikolinieritas. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi multikolinieritas. Hal ini ditunjukkan dengan tolerance value masing-masing variabel independen yang berada diatas 0,10 dan nilai VIF dibawah 10. Dengan demikian, model regresi dalam penelitian ini terbukti terbebas dari gejala multikolinieritas.

TABEL 4.1.2

HASIL UJI MULTIKOLINIERITAS

Variabel Independen Collinierity Statistics Tolerance Value VIF

INVERSE-ASSET 0,427 2,343

DELTA REVENUE 0,402 2,489

PPE 0,569 1,757

4.2 ANALISIS DISCRETIONARY ACCRUAL

Karena untuk mencari DACit = TACit - NDACit sehingga analisis selanjutnya dilakukan dengan

metode Ordinary Least Square (OLS) untuk mencari konstantadengan persamaan sebagai berikut :

TACit/TAt-1 = a1 [1/TAit-1] + b1 [ΔREVit/TAit-1] + b2 [PPEit/TAit-1] + e1

TABEL 4.2 HASIL REGRESI


(7)

MODEL UNSTANDARDIZED CONSTANTA

t Sign

B Std error

Delta Reveneu 0,252 0,239 1,054 0,29

PPE 0,146 0,083 1,753 0,08

1/Ait-1 -15099,1 7551,801 -1,999 0,05

Konstanta diatas dimasukkan dalam persamaan berikut :

NDACit = a1 [1/ TAit-1] + b1 [(ΔREVit – ΔRECit)/ TAit-1] + b2 [PPEit/ TAit-1]

Nilai Total akrual yang telah dihitung sebelumnya dikurangkan dengan non-discretionary accruals untuk mendapatkan nilai discretionary accruals.

4.3 PENGUJIAN HIPOTESIS

Untuk mengetahui proporsi pada tiap kotak maka dilakukan analisis Two By two dengan hasil 10 perusahaan pada posisi kinerja masa kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk, 6 perusahaan pada posisi kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus.

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, perlu dilakukan tes normalitas untuk menetukan apakah memakai uji beda atau Wilcoxon sign-rank. Karena hipotesis yang akan diuji terlaetak pada kotak II dan III. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terdapat pada tabel berikut

TABEL 4.3.1

UJI KOLMOGOROV SMIRNOV PADA DISCRETIONARY ACCRUAL

KONDISI KOLMOGOROV-SMIRNOV Asymp. Sign (2-tailed)

Good-Poor 0,503 0,838 0,962 0,484

Poor-Good 0,505 0,577 0,961 0,893

Karena data discretionary accrual yang terdapat pada Kotak II dan III normal maka uji selanjtnya dilakukan dengan T-test. Kenormalan terlihat dari nilai Asymp sign yang lebih besar dari nilai 0,05

H1: Peningkatan discretionary accruals berhubungan dengan perusahaan yang mempunyai kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus.

Tanpa melakukan perataan laba, maka TAC = NDAit dan DAit akan sama dengan nol. Perataan

laba untuk menaikkan laba akan diindikasikan dari nilai discretionary accruals yang positif

Uji beda yang dilakukan mengindikasikan adanya usaha perataan laba dengan menaikkan discretionary accruals, ditunjukkan dengan nilai mean dan standar deviasi yang positif sebesar 0,1757 dan 0,220 dengan nilai sign (2-tailed) 0,974. Nilai sign (2-tailed) 0,974 berarti lebih besar dari 0,05, ini artinya H0 diterima dan HA ditolak.Indikasi lebih jauh menujukkan bahwa kenaikan discretionary accruals pada perusahaan tidak berhubungan dengan kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus.

Tabel 4.3.2 akan menunjukkan hasil uji beda yang memberikan kesimpulan bahwa hipotesis yang dipaparkan diatas ditolak.

TABEL 4.3.2


(8)

N MEAN STANDAR

DEVIASI Sign(2-tailed) Perusahaan dengan kinerja masa

kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus

12 0,1757 0,220 0,974

t-stat -0,034 sign 0,186

Hasil ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sri Ernawati (2002) yang menyatakan dalam hipotesisnya bahwa perusahaan yang mengungkap proyeksi laba dengan kesalahan proyeksi positif melakukan praktek perataan laba. Dalam penelitian itu, hipotesis diatas tak tebukti sehingga terdapat besar kemungkinan hal yang sama terjadi pada penelitian ini.

H2: Penurunan discretionary accruals berhubungan dengan perusahaan yang mempunyai kinerja masa kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk.

Ringkasan Uji beda dapat dilihat pada tabel 4.4.4. T-test itu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara penurunan discretionary accrual dengan kinerja masa kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata yang minus dan standar deviasi yang positif sebesar –0,157 dan 0,1489 dengan nilai sign (2-tailed) sebesar 0,01. Nilai (2-tailed) sebesar 0,01 lebih kecil 0,05, hal ini berarti H0 ditolak dan HA diterima. Indikasi lebih jauh menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penurunan discretionary accrual dengan kinerja bagus dimasa kini dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk.

TABEL 4.3.3

HASIL UJI BEDA HIPOTESIS II

N MEAN STANDAR

DEVIASI Sign(2-tailed) Perusahaan dengan kinerja masa

kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk

20 -0,1570 0,1489 0,01

t-stat -3,964 sign 0,071

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mark L Defond dan Chul W Park yang menemukan adanya 92 % dari 1800 tahun observasi perusahaan yang melakukan penurunan discretionary accruals untuk melakukan antisipasi kinerja buruk dimasa depan untuk memnghindari pemecatan.

5. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN

Penelitian ini menganalisa sampel yang terdiri 41 perusahaan mulai ahun 1994 sampai 1996 untuk melihat hubungan antara penurunan atau peningkatan discretionary accruals dengan kinerja masa kini dan ekspektasi kinerja masa depan.

Penelitian ini mengindikasikan adanya (1) tidak terdapat hubungan antara peningkatan discretionary accruals dengan kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus; (2) terdapat hubungan antara penurunan discretionary accruals dengan kinerja masa kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk.


(9)

5.2 KETERBATASAN DAN SARAN

Hasil penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu (1) Penelitian ini hanya melihat hubungan antara discretionary accruals dengan kinerja masa kini dan ekspektasi kinerja masa depan pada perusahaan manufaktur, padahal penyebab perusahaan melakukan perataan laba begitu banyak sehingga perlu ditambahnya variabel untuk lebih memperjelas hubungan itu; (2) Dalam penelitian ini hanya digunakan 3 tahun sampel dengan 41 perusahaan yang yang layak untuk diteliti.

Adapun saran untuk penelitian berikutnya adalah (1) Perlu ditambahnya variabel lain seperti faktor-faktor yang memotivasi manajer untuk melakukan perataan laba sehingga bisa diketahui hubungan yang jelas antara berbagai faktor yang berhubungan dengan perataan laba dan tidak terbatas pada perusahaan manufaktur saja; (2) Perlunya menambah periode pengamatan dan jumlah perusahaan yang jadi obyek penelitian, karena dengan menambah periode pengamatan dan jumlah perusahaan sebagai sampel mungkin akan meningkatkan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Nasuhiyah, Hian C koh, Soh L tan and Wei H, Wong, 1994. Factors affecting income smoothing among listed companies in singapore. Accounting and Business Rsearch, vol 24 no 96, 291-301

Barnea, Amir,. Josua Ronen,. Simcha saden,. 1976. Clasificatory smoothing of income with extraordinary items. The Accouting Review, 110-122

Beidlemen, C.1973. Income smoothing the role of management. The Accounting Review, 653-668

Blackwell D, Brickley J. Weisbach M. 1994. Accounting information and internal control evaluation performance. Journal of Accounting and Economics, 17,331-358

Brayahaw, R E And Ahmed Eldin, 1989. The smoothing hipothesisand the role of exchange differences. Journal of busness, finance and Accounting, 621-633

Dechow, P., Sloan, R,. Sweeney, 1995. A. Detecting earning management. The accounting Review 70, 193-225

Dwiatmini S, Nurkholis, 2001. Analisis reaksi pasar terhadap informasi laba:kasus praktik perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di BEJ. TEMA.Universitas Brawijaya. Malang

Fudenberg D, Tirole J, 1995. A Theory of income and devidend smoothingbased on incumbency rent. Journal of political economy 103, 75-93

Foster, G. Financial statement analysis, second edition, Englewood Clifts New Jersey, Prentice Hall International.

Griffin, Paul A. 1977. The time series behavior of quarterlyearning preliminary evidence, Journal of Accounting Research 71-83

Heally,P.M,. 1985. The effect of bonus scheme on accounting decisions, journal of Accounting and economics7, 85-107

Hartono, J. 1998. Teori portofolio dan analisis investasi. Edisi kedua, BPFE-UGM, Yogyakarta.

Ilmainir, 1993. Perataan laba dan faktor-faktor pendorongnya pada perusahaan publik di Indonesia, Tesis, Program pasca sarjana, UGM, Yogyakarta

Jones, J. 1991. Earning management during imports relief investigation. Journal of Accounting Research 29, 193-228

Morck R,. Schlifer, A. Vishny, R. 1989. Alternative mechanism for corporate control. American Economics Review 79, 842-852

Moses, O D. 1987. Income smoothing and incentive empiicaltest usingAccounting changes. The Accounting Review. Vol LXII, no 2 , 358-377

Murphy, K. Zimmerman, J,. 1993. Financial performance surrounding CEO turover. Journal of Accounting and Economics 16, 273-316

Park Chul W,Defond M, 1997. Smoothing Income in Anticipation Of Future Earning.Journal of Accounting and Economics 23.


(10)

Ronen, J. sadan, S,. 1981. Smoothing income numbers: Objective, means and implications.Adison-Wesley, Reading MA.

Setiawati L, Na’im A, 2000. Penilaian kesehatan bank oleh Bank Indonesia dan manajemen laba dalam perbankan. SOSIOHUMANIKA UGM. Yogyakarta

Statement of Financial Concept no 1 tahun 1992

Wimbari, W. 1998. Analisis Faktor-faktor Ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, devident payout, pertumbuhan dan jenis industri sebgai penjelas prilaku Income Smoothing, Skripsi, Fakultas Ekonomi, UGM

Zuhroh, D. 1997. Faktor-faktor yang berpengaruh pada indakan perataan laba pada perusahaan Go Publik di Indonesia. Tesis, Program pasca sarjana Fakultas Ekonomi , UGM


(1)

5. Perusahaan dengan data ekstrem yang berhubungan dengan discretionary accrual, arus kas dan

non-discretionary accrual akan dikeluarkan dari sampel.

3.1.2 Seleksi sampel

Sebagaimana kriteria yang telah ditentukan , didapatkan perusahaan manufaktur yang go public

sebelum Desember 1994 sebanyak 118 perusahaan. Berdasar kriteria keaktifan, perusahaan yang sahamnya tidak aktif diperdagangakan tahun 1994 sebanyak 19 perusahaan, tahun 1995 sebanyak 21 perusahaan, tahun 1996 sebanyak 24 perusahaan sehingga didapatkan perusahaan yang benar-benar aktif diperdagangakan sebanyak 54 perusahaan.

Dari 54 perusahaan terdapat perusahaan yang akhir tahun bukunya tidak 31 Desember sebanyak 3 perusahaan. Dan terrdapat juga perusahaan yang datanya tidak lengkap sebanyak 10 perusahaan, sehingga didapatkan jumlah perusahaan yang layak diolah sebanyak 41 perusahaan.perhitungan sistematisnya tercantum dalam tabel berikut :

TABEL 3.2 DISTRIBUSI SAMPEL

NO KATEGORI ATAU KRITERIA JUMLAH

1 2 3 4 5 6

Perusahaan yang go publik sebelum Des 1994 Tidak aktif selam 1994

Tidak aktif selam 1995 Tidak aktif selam 1996

Tahun bukunya bukan 31 Desember Datanya tidak lengkap

118 (19) (21) (24) (3) (10) TOTAL 41

3.2 MODEL, VARIABEL PENELITIAN DAN PENGUKURANNYA

1. Laba bersih sebelum extraordinary item (Net Earnings) 2. Leverage (LEV)

LEV: Total Hutang/Total Aset 3. Total Aset (ASSET)

4. Discretionary Accrual (DA)

TAit/Ait-1 = at [1/A it-1]+b1t [(∆REVit-∆ARit)/A it-1]+b2t [PPEit/A it-1]+eit

Keterangan :

TA it = total akrual

A it-1 = total aset

REV it = total revenue

AR it = piutang

∆REVit-∆ARit = perubahan revenue dengan basis kas PPE it = jumlah kotor nilai bangunan dan peralatan

e it = tingkat kesalahan

5. Total akrual (TA)

TA it = ∆CA it- ∆CL it- ∆Cash it+∆STD it-Dep it

keterangan :

∆CA it = perubahan dalam aktiva lancar ∆CL it = perubahan dalam kewajiban lancar

∆Cash it = perubahan dalam kas dan yang sama dengan kas ∆STD it = perubahan dalam utang termasuk kewajiban lancar Dep it = depresiasi dan amortisasi

6. Median net earnings (MNE)


(2)

7. Median expected earnings (MENE)

Median net earning dihitung dari median expected earnings pada tahun t+1 8. Pre-managed earnings (NDE)

Merupakan pengurangan dari net earnings dengan discretionary accrual

NDE : NE-DA

9. Expected future earnings ENE)

Ekspektasi earnings dihitung dan diambil dari prospektus dengan tahun t+1

4. ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 UJI ASUMSI KLASIK

4.1.1 Uji kenormalan

Kenormalan data ditunjukkan dengan hasil uji Kolmogorov-Smirnov yang menujukkan hasil sebesar 0,883 dan Asymp. Sign (2-tailed) sebesar 0,417, signifikansi angka itu lebih besar dari nilai α (0,05), sehingga data itu dikatakan normal.

TABEL 4.1.1

UJI KOLMOGOROV-SMIRNOV

N UJI KOLMOGOROV-SMIRNOV Asymp. Sign (2-tailed)

123 0,883 0,417

4.1.2 Uji multikolinieritas

Salah satu asumsi klasik yang harus dicermati dan sangat vital adalah multikolinieritas. Uji multikolinieritas ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang berarti antara masing-masing variabel independen dalam model regresi. Metode untuk menguji adanya multikolinieritas dapat dilihat pada tolerance value atau variance inflation factor (VIF) yang dapat dihitung melalui program SPSS. Batas dari tolerance value adalah 0,10 dan batas VIF adalah 10. Jika tolerance value dibawah 0,10 dan nilai VIF diatas 10 maka terjadi multikolinieritas (Hair et. al., 1992).

Tabel 4.1.2 menunjukkan gejala multikolinieritas. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi multikolinieritas. Hal ini ditunjukkan dengan tolerance value masing-masing variabel independen yang berada diatas 0,10 dan nilai VIF dibawah 10. Dengan demikian, model regresi dalam penelitian ini terbukti terbebas dari gejala multikolinieritas.

TABEL 4.1.2

HASIL UJI MULTIKOLINIERITAS

Variabel Independen Collinierity Statistics

Tolerance Value VIF

INVERSE-ASSET 0,427 2,343

DELTA REVENUE 0,402 2,489

PPE 0,569 1,757

4.2 ANALISIS DISCRETIONARY ACCRUAL

Karena untuk mencari DACit = TACit - NDACit sehingga analisis selanjutnya dilakukan dengan

metode Ordinary Least Square (OLS) untuk mencari konstantadengan persamaan sebagai berikut :

TACit/TAt-1 = a1 [1/TAit-1] + b1 [ΔREVit/TAit-1] + b2 [PPEit/TAit-1] + e1

TABEL 4.2 HASIL REGRESI


(3)

MODEL UNSTANDARDIZED CONSTANTA

t Sign

B Std error

Delta Reveneu 0,252 0,239 1,054 0,29

PPE 0,146 0,083 1,753 0,08

1/Ait-1 -15099,1 7551,801 -1,999 0,05

Konstanta diatas dimasukkan dalam persamaan berikut :

NDACit = a1 [1/ TAit-1] + b1 [(ΔREVit – ΔRECit)/ TAit-1] + b2 [PPEit/ TAit-1]

Nilai Total akrual yang telah dihitung sebelumnya dikurangkan dengan non-discretionary accruals untuk mendapatkan nilai discretionary accruals.

4.3 PENGUJIAN HIPOTESIS

Untuk mengetahui proporsi pada tiap kotak maka dilakukan analisis Two By two dengan hasil 10 perusahaan pada posisi kinerja masa kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk, 6 perusahaan pada posisi kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus.

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, perlu dilakukan tes normalitas untuk menetukan apakah memakai uji beda atau Wilcoxon sign-rank. Karena hipotesis yang akan diuji terlaetak pada kotak II dan III. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terdapat pada tabel berikut

TABEL 4.3.1

UJI KOLMOGOROV SMIRNOV PADA DISCRETIONARY ACCRUAL

KONDISI KOLMOGOROV-SMIRNOV Asymp. Sign (2-tailed)

Good-Poor 0,503 0,838 0,962 0,484

Poor-Good 0,505 0,577 0,961 0,893

Karena data discretionary accrual yang terdapat pada Kotak II dan III normal maka uji selanjtnya dilakukan dengan T-test. Kenormalan terlihat dari nilai Asymp sign yang lebih besar dari nilai 0,05

H1: Peningkatan discretionary accruals berhubungan dengan perusahaan yang mempunyai kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus.

Tanpa melakukan perataan laba, maka TAC = NDAit dan DAit akan sama dengan nol. Perataan

laba untuk menaikkan laba akan diindikasikan dari nilai discretionary accruals yang positif

Uji beda yang dilakukan mengindikasikan adanya usaha perataan laba dengan menaikkan

discretionary accruals, ditunjukkan dengan nilai mean dan standar deviasi yang positif sebesar 0,1757 dan 0,220 dengan nilai sign (2-tailed) 0,974. Nilai sign (2-tailed) 0,974 berarti lebih besar dari 0,05, ini artinya H0 diterima dan HA ditolak.Indikasi lebih jauh menujukkan bahwa kenaikan discretionary accruals pada perusahaan tidak berhubungan dengan kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus.

Tabel 4.3.2 akan menunjukkan hasil uji beda yang memberikan kesimpulan bahwa hipotesis yang dipaparkan diatas ditolak.

TABEL 4.3.2


(4)

N MEAN STANDAR

DEVIASI Sign(2-tailed)

Perusahaan dengan kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus

12 0,1757 0,220 0,974

t-stat -0,034 sign 0,186

Hasil ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sri Ernawati (2002) yang menyatakan dalam hipotesisnya bahwa perusahaan yang mengungkap proyeksi laba dengan kesalahan proyeksi positif melakukan praktek perataan laba. Dalam penelitian itu, hipotesis diatas tak tebukti sehingga terdapat besar kemungkinan hal yang sama terjadi pada penelitian ini.

H2: Penurunan discretionary accruals berhubungan dengan perusahaan yang mempunyai kinerja masa kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk.

Ringkasan Uji beda dapat dilihat pada tabel 4.4.4. T-test itu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara penurunan discretionary accrual dengan kinerja masa kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata yang minus dan standar deviasi yang positif sebesar –0,157 dan 0,1489 dengan nilai sign (2-tailed) sebesar 0,01. Nilai (2-tailed) sebesar 0,01 lebih kecil 0,05, hal ini berarti H0 ditolak dan HA diterima. Indikasi lebih jauh menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penurunan discretionary accrual dengan kinerja bagus dimasa kini dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk.

TABEL 4.3.3

HASIL UJI BEDA HIPOTESIS II

N MEAN STANDAR

DEVIASI Sign(2-tailed)

Perusahaan dengan kinerja masa kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk

20 -0,1570 0,1489 0,01

t-stat -3,964 sign 0,071

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mark L Defond dan Chul W Park yang menemukan adanya 92 % dari 1800 tahun observasi perusahaan yang melakukan penurunan

discretionary accruals untuk melakukan antisipasi kinerja buruk dimasa depan untuk memnghindari pemecatan.

5. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN

Penelitian ini menganalisa sampel yang terdiri 41 perusahaan mulai ahun 1994 sampai 1996 untuk melihat hubungan antara penurunan atau peningkatan discretionary accruals dengan kinerja masa kini dan ekspektasi kinerja masa depan.

Penelitian ini mengindikasikan adanya (1) tidak terdapat hubungan antara peningkatan discretionary accruals dengan kinerja masa kini yang buruk dan ekspektasi kinerja masa depan yang bagus; (2) terdapat hubungan antara penurunan discretionary accruals dengan kinerja masa kini yang bagus dan ekspektasi kinerja masa depan yang buruk.


(5)

5.2 KETERBATASAN DAN SARAN

Hasil penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu (1) Penelitian ini hanya melihat hubungan antara

discretionary accruals dengan kinerja masa kini dan ekspektasi kinerja masa depan pada perusahaan manufaktur, padahal penyebab perusahaan melakukan perataan laba begitu banyak sehingga perlu ditambahnya variabel untuk lebih memperjelas hubungan itu; (2) Dalam penelitian ini hanya digunakan 3 tahun sampel dengan 41 perusahaan yang yang layak untuk diteliti.

Adapun saran untuk penelitian berikutnya adalah (1) Perlu ditambahnya variabel lain seperti faktor-faktor yang memotivasi manajer untuk melakukan perataan laba sehingga bisa diketahui hubungan yang jelas antara berbagai faktor yang berhubungan dengan perataan laba dan tidak terbatas pada perusahaan manufaktur saja; (2) Perlunya menambah periode pengamatan dan jumlah perusahaan yang jadi obyek penelitian, karena dengan menambah periode pengamatan dan jumlah perusahaan sebagai sampel mungkin akan meningkatkan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Nasuhiyah, Hian C koh, Soh L tan and Wei H, Wong, 1994. Factors affecting income smoothing among listed companies in singapore. Accounting and Business Rsearch, vol 24 no 96, 291-301

Barnea, Amir,. Josua Ronen,. Simcha saden,. 1976. Clasificatory smoothing of income with extraordinary items. The Accouting Review, 110-122

Beidlemen, C.1973. Income smoothing the role of management. The Accounting Review, 653-668

Blackwell D, Brickley J. Weisbach M. 1994. Accounting information and internal control evaluation performance. Journal of Accounting and Economics, 17,331-358

Brayahaw, R E And Ahmed Eldin, 1989. The smoothing hipothesisand the role of exchange differences. Journal of busness, finance and Accounting, 621-633

Dechow, P., Sloan, R,. Sweeney, 1995. A. Detecting earning management. The accounting Review 70, 193-225

Dwiatmini S, Nurkholis, 2001. Analisis reaksi pasar terhadap informasi laba:kasus praktik perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di BEJ. TEMA.Universitas Brawijaya. Malang

Fudenberg D, Tirole J, 1995. A Theory of income and devidend smoothingbased on incumbency rent. Journal of political economy 103, 75-93

Foster, G. Financial statement analysis, second edition, Englewood Clifts New Jersey, Prentice Hall International.

Griffin, Paul A. 1977. The time series behavior of quarterlyearning preliminary evidence, Journal of Accounting Research 71-83

Heally,P.M,. 1985. The effect of bonus scheme on accounting decisions, journal of Accounting and economics7, 85-107

Hartono, J. 1998. Teori portofolio dan analisis investasi. Edisi kedua, BPFE-UGM, Yogyakarta.

Ilmainir, 1993. Perataan laba dan faktor-faktor pendorongnya pada perusahaan publik di Indonesia, Tesis, Program pasca sarjana, UGM, Yogyakarta

Jones, J. 1991. Earning management during imports relief investigation. Journal of Accounting Research 29, 193-228

Morck R,. Schlifer, A. Vishny, R. 1989. Alternative mechanism for corporate control. American Economics Review 79, 842-852

Moses, O D. 1987. Income smoothing and incentive empiicaltest usingAccounting changes. The Accounting Review. Vol LXII, no 2 , 358-377

Murphy, K. Zimmerman, J,. 1993. Financial performance surrounding CEO turover. Journal of Accounting and Economics 16, 273-316

Park Chul W,Defond M, 1997. Smoothing Income in Anticipation Of Future Earning.Journal of Accounting and Economics 23.


(6)

Ronen, J. sadan, S,. 1981. Smoothing income numbers: Objective, means and implications.Adison-Wesley, Reading MA.

Setiawati L, Na’im A, 2000. Penilaian kesehatan bank oleh Bank Indonesia dan manajemen laba dalam perbankan. SOSIOHUMANIKA UGM. Yogyakarta

Statement of Financial Concept no 1 tahun 1992

Wimbari, W. 1998. Analisis Faktor-faktor Ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, devident payout, pertumbuhan dan jenis industri sebgai penjelas prilaku Income Smoothing, Skripsi, Fakultas Ekonomi, UGM

Zuhroh, D. 1997. Faktor-faktor yang berpengaruh pada indakan perataan laba pada perusahaan Go Publik di Indonesia. Tesis, Program pasca sarjana Fakultas Ekonomi , UGM