Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT PETROKIMIA GRESIK Tahun 2014
PRODUKSI AMONIAK PT PETROKIMIA GRESIK TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh:
YUSUF AL AZIZ
NIM : 1110101000091
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435 H
(2)
(3)
iii
Yusuf Al Aziz, NIM : 1110101000091
TINGKAT PEMENUHAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA
BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DI UNIT PRODUKSI AMONIAK
PT PETROKIMIA GRESIK TAHUN 2014
xxiii + 220 Halaman + 47 Tabel + 2 Bagan + 14 gambar + 6 Lampiran
ABSTRAK
PT Petrokimia Gresik merupakan perusahaan produsen pupuk dan
bahan-bahan kimia berbahaya di Indonesia. Hasil produksinya beragam, dari produk pupuk
hingga bahan kimia berbahaya seperti amoniak. Hasil identifikasi bahaya kebakaran
yang dilakukan oleh Departemen Manajemen Risiko PT Petrokimia Gresik
menunjukkan Unit Produksi Amoniak memiliki peluang terjadinya kebakaran yang
tinggi (high risk), frekuensi terjadinya kebakaran yang sering (frequently) serta dampak
yang ditimbulkan juga sangat besar (catastrophic).
Data menunjukkan telah terjadi 11
kasus kebakaran dalam 5 tahun terakhir. Perusahaan telah menerapkan sistem proteksi
kebakaran namun belum mengevaluasi tingkat pemenuhannya.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat pemenuhan sistem
proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak
PT Petrokimia Gresik tahun 2014 dengan menggunakan standar acuan Permen PU No.
26/PRT/M/2008, Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
National Fire Protection
Association
(NFPA). Penelitian ini bersifat kualitatif dengan melakukan observasi,
wawancara mendalam serta dengan melakukan telaah dokumen. Informan penelitian
dalam penelitian ini yaitu 1 orang informan kunci, 5 orang informan utama dan 4 orang
informan pendukung. Penelitian ini dilakukan dari bulan April hingga Juli 2014.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran
pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak secara keseluruhan
adalah sebesar 74,22%, artinya sebagian besar komponen sistem proteksi kebakaran
dapat
berfungsi
dengan
baik, namun
masih
terdapat
sub komponen yang
(4)
iv
pusat pengendali kebakaran sebesar 70%.
Saran yang dapat diberikan adalah pihak perusahaan sebaiknya segera
menyediakan jalur khusus untuk kendaraan pemadam kebakaran dengan penandaan
khusus, menyediakan kepala springkler cadangan yang sesuai tipe dan spesifikasinya
dengan springkler yang sudah terpasang, dan menyelesaikan instalasi
central fire panel
indicator
yang ada di ruang pusat pengendali kebakaran. Selain itu pemeliharaan juga
perlu dilakukan secara berkala agar sistem proteksi kebakaran yang sudah terpasang
selalu dalam keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
Kata Kunci: Tingkat Pemenuhan, Sistem Proteksi Kebakaran, Amoniak
Daftar Bacaan: 44 (1970-2013)
(5)
v
Yusuf Al Aziz, NIM : 1110101000091
THE COMPLIANCE LEVEL OF FIRE PROTECTION SYSTEM FOR
BUILDING AND ENVIRONMENT AT AMMONIA PRODUCTION UNIT OF
PT PETROKIMIA GRESIK IN 2014
xxiii + 220 Pages + 47 Tables + 3 Graphics + 14 Pictures + 6 Appendixes
ABSTRACT
PT Petrokimia Gresik are fertilizers producer and hazardous chemicals
manufacturer in Indonesia. Its products vary from a wide range of fertilizers up to
hazardous chemical such as Ammonia. The outcome of fire hazard identification from
Risk Management Department of PT Petrokimia Gresik indicates that Ammonia
Production Unit has high probability to be caught on fire (high risk), on which its
number of fire occurrences are high (frequently), and its impact is also disastrous
(catastrophic). The data showed that 11 cases of fires have occurred in the last 5 years
(2009-2013). Although the company has implemented a fire protection system, it has
not evaluated its level of compliance yet.
This study was conducted to analyze the compliance level of fire protection
system for building and environment at Ammonia Production Unit of PT Petrokimia
Gresik in 2014 by using standards reference of Permen PU No. 26/PRT/M/2008,
Standar Nasional Indonesia (SNI) and National Fire Protection Association (NFPA).
This is a qualitative study using the observation methods, in depth interview, and
document review. The informants of this study are one person as a key informant, 5
people as main informants, and 4 people as proponent informants. This study was
conducted from April to July 2014.
The result showed that the compliance level of fire protection system for
building and environment in Ammonia Production Unit is equal to 74,22%. It can be
implied that most of the components of fire protection system have been complied, but
(6)
vi
Company is advised to provide the special track for fire truck and complete it
with giving a sign to the track, provide the compatible type and specification of
sprinkler head s spare part, and finish the installation of central fire panel indicator in
fire control room. In addition, company has to maintain all installed components of fire
protection system to keep them in ready to use in its optimal condition.
Key Words: The level of compliance. Fire Protection System, Ammonia
Reading List: 44 (1970-2013)
(7)
(8)
(9)
ix
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Tempat, tanggal Lahir
:
Batam, 23 Maret 1992
Warganegara
:
Indonesia
Agama
:
Islam
Alamat
:
Komp. Tiban III Blok A 1 nomor 08 RT 01 RW
05
Kelurahan
Patam
Lestari,
Kecamatan
Sekupang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau
Telepon/Handphone
:
085668268205
:
yusufalaziz@hotmail.com
Riwayat Pendidikan
1. S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2010-2014
2. SMA Negeri 1 Batam
: 2007-2010
3. SMP Negeri 3 Batam
: 2004-2007
4. SD Negeri 002 Sekupang Batam
: 1998-2004
5. TK Islam Al Azhar
Sekupang Batam
: 1996-1998
Riwayat Organisasi
1. Manager Departemen
Occupational Safety and Health (OSH) Science
Forum
Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta periode 2013-2014
2. Kepala Departemen Pengembangan Ekonomi BEM Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2011-2012
(10)
x
Alhamdulillah, puji serta syukur selalu dilantunkan Kepada Allah SWT, Sang
Pemilik Pengetahuan dan Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, yang telah berhasil membawa peradaban umat manusia ke zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Dengan memanjatkan rasa syukur atas segala
nikmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Tingkat
Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik Tahun 2014
.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Keluarga tercinta, Abah Abdullah, Umi Yusmawarni, dan Adinda Masitha
Ayuni, terima kasih atas doa, perhatian, serta kasih sayang kalian yang sangat
luar biasa.
2. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Febrianti, M.Si
selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.
3. Pak Yuli Prapanca Satar MARS., dan Bu Iting Shofwati ST., M.KKK, selaku
Pembimbing I dan II Skripsi, terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan,
(11)
xi
Petrokimia Gresik, terimakasih atas kemudahan dan fasilitas yang telah
diberikan kepada penulis dalam proses pemgumpulan data.
5. Nadita Anggiasari,
thank you
6. Sahabat super Permana Eka Satria, Muhammad Amri Yusuf, dan Agung
Raharjo, yang senatiasa mengganggu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
7. Teman-teman peminatan K3 2010 yang tidak terlewatkan Sony, Zaki, Dani,
Dika, Dian, Randy, Iqbal, Evi, Kiki, Sinta, Asri, Dini,dan Dewi, terimakasih
atas kebersamaannya selama 5 semester ini.
8. Teman-teman yang inspiratif Ilham, Fuad, Prima, Alul, Supri, Angga, Bayu,
Harun, Richo, Angger, Akbar, Febri dan Furin.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar
dapat dijadikan masukan di waktu mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
untuk penulis serta pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Juli 2014
Yusuf Al Aziz
(12)
xii
iii
ct
v
Lembar Pengesahan
...
vii
Lembar Persetujuan
...
viii
Daftar Riwayat Hidup
... ix
Kata Pengantar
x
Daftar Isi
.. xii
Daftar Tabel
... xvii
Daftar Bagan
.. xx
Daftar Gambar
xxi
Daftar Singkatan
xxii
Daftar Lampiran
... xxiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
... 1
1.2. Rumusan Masalah
.. 7
1.3. Pertanyaan Penelitian
. 7
1.4. Tujuan
9
(13)
xiii
1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
.. 11
1.5.3. Bagi PT Petrokimia Gresik
.
11
1.6. Ruang Lingkup
.. 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Api
.... 13
2.1.1
Segitiga Api
13
2.1.2
Tetrahedron Api
.. 14
2.1.3
Cara Penjalaran Api
14
2.2 Kebakaran
. 16
2.2.1
Definisi Kebakaran
16
2.2.2
Klasifikasi Kebakaran
17
2.2.3
Bentuk Kebakaran
.. 17
2.3. Peraturan Mengenai Kebakaran di Indonesia
. 19
2.3.1
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2009
19
2.3.2
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008
.19
2.4. Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
.. 20
2.4.1
Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran
. 20
(14)
xiv
2.5 Tingkat Pemenuhan
.... 43
2.5.1 Teknik Skoring
.. 43
2.5.2 Teknik Pembobotan
... 45
BAB III KERANGKA BERFIKIR DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Teori
... 46
3.2 Kerangka Berfikir..
. 47
3.3 Definisi Istilah
.
50
3.3.1
Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran
. 50
3.3.2
Sarana Penyelamatan Jiwa
. 51
3.3.3
Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
.. 54
3.3.4
Sarana Proteksi Kebakaran Aktif
...
55
3.3.5
Utilitas Bangunan Gedung
..
62
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
...
... 65
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
. 65
4.3. Informan
.
66
4.4. Instrumen Penelitian
.
69
(15)
xv
4.6. Validasi Data
.. 72
4.6.1 Triangulasi sumber
.. 72
4.6.2 Triangulasi metode
.. 74
4.7. Analisis Data
...76
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum PT Petrokimia Gresik
.
...
...
84
5.1.1
Profil PT Petrokimia Gresik
.. 84
5.1.2
Kebijakan, Visi dan Misi PT Petrokimia Gresik
85
5.1.3
Fasilitas Pabrik
86
5.1.4
Kepegawaian dan Shift Kerja
. 90
5.1.5
Gambaran Departemen Lingkungan dan K3
.. 91
5.1.6
Gambaran Proses Produksi di Unit Produksi Amoniak
93
5.1.7
Gambaran Hasil Identifikasi Potensi bahaya Kebakaran
.. 95
5.2 Gambaran Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak
96
5.2.1
Tingkat Pemenuhan Akses pasokan air untuk pemadam kebakaran
. 99
5.2.2
Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa
104
5.2.3
Tingkat Pemenuhan Sarana proteksi kebakaran pasif
.
... 112
(16)
xvi
Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak
148
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
. 154
6.2 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan di Unit Produksi Amoniak
. 154
6.2.1
Pembahasan Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air Untuk
Pemadam Kebakaran
. 159
6.2.2
Pembahasan Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa
... 166
6.2.3
Pembahasan Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
. 174
6.2.4
Pembahasan Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Kebakaran Aktif... 176
6.2.5
Pembahasan Tingkat Pemenuhan Utilitas Bangunan Gedung
. 198
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
... 210
7.2 Saran
... 212
7.2.1 Saran Untuk Perusahaan
... 212
7.2.2 Saran Untuk Peneliti Selanjutnya
... 215
DAFTAR PUSTAKA
...216
(17)
xvii
Tabel 2.2
Hasil Pembobotan menurut Permen PU No.26 tahun 2008
. 45
Tabel 3.1
Definisi Istilah Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran. 50
Tabel 3.2
Definisi Istilah Sarana jalan keluar
...
. 51
Tabel 3.3
Definisi Istilah Tanda petunjuk arah evakuasi
..
.52
Tabel 3.4
Definisi Istilah Tempat berhimpun
...
. 53
Tabel 3.5
Definisi Istilah Konstruksi tahan api
..54
Tabel 3.6
Definisi Istilah Detektor kebakaran
... 55
Tabel 3.7
Definisi Istilah Alarm kebakaran
..
. 56
Tabel 3.8
Definisi Istilah Titik panggil manual
. 57
Tabel 3.9
Definisi Istilah Sistem springkler otomatik..
58
Tabel 3.10
Definisi Istilah Hidran
..
..59
Tabel 3.11
Definisi Istilah Sistem pipa tegak
.
60
Tabel 3.12
Definisi Istilah Alat Pemadam Api Ringan
.. 61
Tabel 3.13
Definisi Istilah Sumber daya listrik
..
62
Tabel 3.14
Definisi Istilah Pusat pengendali kebakaran
.
. 63
Tabel 3.15
Definisi Istilah Sistem proteksi petir
. 64
Tabel 4.1
Jabatan dan kode informan penelitian
..
. 69
Tabel 4.2
Validasi data dengan triangulasi sumber
..
. 73
Tabel 4.3
Validasi data dengan triangulasi metode
.
. 75
(18)
xviii
Tabel 5.3
Jumlah karyawan berdasarkan kelompok shift
. 91
Tabel 5.4
Tingkat Penilaian Audit Kebakaran
. 97
Tabel 5.5
Tingkat Pemenuhan Akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran
... 100
Tabel 5.6
Tingkat Pemenuhan Sarana jalan keluar
...
105
Tabel 5.7
Tingkat Pemenuhan Tanda petunjuk arah evakuasi
..
107
Tabel 5.8
Tingkat Pemenuhan Tempat berhimpun
...
110
Tabel 5.9
Tingkat Pemenuhan Konstruksi tahan api
112
Tabel 5.10
Tingkat Pemenuhan Detektor kebakaran
.. 115
Tabel 5.11
Tingkat Pemenuhan Alarm kebakaran
..
.... 121
Tabel 5.12
Tingkat Pemenuhan Titik panggil manual
.... 123
Tabel 5.13
Tingkat Pemenuhan Sistem springkler otomatik..
124
Tabel 5.14
Tingkat Pemenuhan Hidran
..
... 128
Tabel 5.15
Tingkat Pemenuhan Sistem pipa tegak
.
130
Tabel 5.16
Tingkat Pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan
.. 133
Tabel 5.17
Klasifikasi Api pada tabung APAR
Dry Chemical Powder
. 137
Tabel 5.18
Tingkat Pemenuhan Sumber daya listrik
..
... 139
Tabel 5.19
Tingkat Pemenuhan Pusat pengendali kebakaran
.
143
Tabel 5.20
Tingkat Pemenuhan Sistem proteksi petir
146
(19)
xix
Tabel 5.24
Hasil pembobotan sistem proteksi kebakaran menurut Permen PU
No. 26 tahun 2008
. 152
Tabel 5.25
Tingkat Pemenuhan Sistem proteksi kebakaran pada bangunan
Gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak
..153
Tabel 6.1
Rekomendasi Jarak pandang dengan tinggi huruf yang ideal
.. 205
(20)
xx
5.1
Struktur organisasi Departemen Lingkungan dan K3 PT Petrokimia
92
5.2
Diagram hasil tingkat pemenuhan komponen sistem proteksi kebakaran pada
(21)
xxi
2.1
Teori Segitiga Api
. 13
3.1
Kerangka Teori
.
. 46
5.1
Flow diagram produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik
.. 94
5.2
Ilustrasi tanda petunjuk arah evakuasi serta ukuran huruf...
. 109
5.3
Ilustrasi tempat berhimpun di Unit Produksi Amoniak
...
111
6.1
Ilustrasi lebar kendaraan pemadam kebakaran dan jalan lingkungan
.. 163
6.2
Ilustrasi jalan lingkungan dengan 3 unit damkar
.. 164
6.3
Sarana jalan keluar (tampak atas)
.
167
6.4
Tanda petunjuk arah evakuasi dengan iluminasi
..
170
6.5
Ilustrasi instalasi detektor kebakaran di Unit Produksi Amoniak
178
6.6
Ilustrasi penempatan titik panggil manual
.
.. 185
6.7
Ilustrasi penempatan APAR
..
.
.. 196
6.8
Penandaan ruang pusat pengendali kebakaran
..
.
.. 205
(22)
xxii
PIHC
:
Pupuk Indonesia Holding Company
PLN
:
Perusahaan Listrik Negara
SPP
:
Sistem Proteksi Petir
NFPA
:
National Fire Protection Association
SNI
:
Standar Nasional Indonesia
APAR
:
Alat Pemadam Api Ringan
K3
:
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PMK
:
Pemadam Kebakaran
SMK3
:
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
STG
:
Steam Turbine Generator
GTG
:
Gas Turbine Generator
P2K3
:
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Permen PU
:
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
AHP
:
Analytical Hierarchical Process
IEC
:
International Electrotechnical Commision
FD
:
Flame Detector
GD
:
Gas Detector
(23)
xxiii
Lampiran 1
Surat Pernyataan Perizinan Pengambilan Data
Lampiran 2
Lembar Checklist dan Pedoman Wawancara
Lampiran 3
Matriks Wawancara
Lampiran 4
Dokumentasi Komponen Sistem Proteksi Kebakaran
Lampiran 5
Sertifikat Pengesahan
(24)
1
!"# $% &'( ) *+*, -*, . + /012, (,( 3 41*0**, 0*2 52*6 +12 57*4*, 8*6 598 *6 5, -* 4/, 0( 8( -*, . 6( 0* 4 *4*, 7 12,* : 612 ;17* 8 0*, *4*, 8 1;*; 5 612< * 0( 0( +*,* 8*<*3 =*( 4 0* ;*+ =1, 654 =1, >*,* * ;*+ + *57 5, , /, * ;*+3 8* ;* : 8* 65, -* *0* ;* : 41=*4*2 *, ?@1, 52 56A12*652*,@1,6 12(A14 12< **, B+5+C /+ /2DE6* :5, D FFG 41=*4*2 *, +12 57*4 *, 8 5*6 5 H1, /+ 1,* -*, . 6( + =5; * 4( =* 6 * 0*, -* 7 1,(, . 4* 6*, 8 5:5 0*2( 8 5* 65 =* :*, -*, . 41+50( *, =12 1* 48( 8 1>*2* 4( +( * 01, .*, /48( .1, 8 1:( , ..* +1, .:* 8(;4*,7 *,* 8 0*, 7 *, >* 2*,*7(3 +5;*( 0*2( *I*;612<* 0(, -* *7( 3 416(4* 72 /8 18 7 1,< * ;* 2 *, *7(3 :( , ..* *8 *7 0*, .* 8 -* , . 0( 6( + =5;4*,
(
'17* 26 1+ 1, A14 12< **, B + 5+3 D FFG J? K 1;*(, ( 6 5 4 1=* 4*2 *, < 5.* 0*7*60( *2 6(4*, 8 1=* .*( 85* 65 21* 48( 148 /612+(8 0( 0*;*+ 72 /8 18 /48(0*8( -*, . >17* 6 3 0( +*,* =* .(*, 0*2( 1, 12.( -* ,. 0(41;5* 2 4*, * 4* , + 1, 0545,. =12 ;*, .85, ., -* 72 /818 612 81=56
(
L( 21 K *H 16 - M 52 1* 5 3 NOOP J? '*, +1,52 56World Health
Organization
3 41=*4*2*, +1257* 4*, 8 5*6 5 41< *0(*, -* , . 0*7* 6 6 12<* 0( 0(+ *,*8*<* =*( 4 ( 6 5 0( I(;* -*: 7 1+ 54( +*, 7 1, 05054 3 61+7* 6 5+ 5+3 712 4/6**, 3 ( , 058 62(3+ *57 5,0(:56*,
(
Q RS 3D FNFJ?'( T+12(4* K 12(4*6 7* 0* 6* :5, D FND 8*+7*( 01,.*, 6* :5, D FNU 7 12(8 6( I* 41=* 4*2 *, + 1, >*7*( N?UPV ?FFF 4* 858
(
United State Fire
(25)
2012 sampai dengan 2013 terjadi 73.579 kejadian kebakaran dengan jumlah
kebakaran di pedesaan sebanyak 23.279 dan di perkotaan sebanyak 32.350 serta
di kawasan industri sebanyak 17.950 kasus (Karter, 2013).
Faktor-faktor penyebab terjadinya kebakaran di suatu kawasan industri
secara umum menurut Ramli dalam Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran
(2010) yaitu faktor manusia dan faktor teknis. Untuk kasus kebakaran di
kawasan industri dan pemukiman di Indonesia, faktor teknis yang paling utama
sebagai penyebab terjadinya kebakaran diantaranya yaitu minimnya sarana dan
sistem proteksi kebakaran, buruknya penataan ruang atau
housekeeping,
serta
adanya hubungan pendek arus listrik (Nugroho, 2010).
Kawasan industri yang serangkaian aktivitas produksinya berpotensi
menimbulkan kebakaran serta prosesnya menggunakan bahan-bahan mudah
terbakar memiliki risiko kebakaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pemukiman dan tempat umum lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut,
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja menyatakan bahwa
suatu perusahaan harus berupaya untuk menciptakan tempat kerja yang sehat,
selamat, dan aman dari bahaya kebakaran. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan yaitu dengan menerapkan sistem proteksi kebakaran di tempat kerja.
Sistem tersebut kemudian perlu dievaluasi secara berkala agar tetap berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga suatu tempat kerja dapat terhindar dari
kerugian akibat terjadinya kebakaran.
(26)
Suatu industri yang mengalami bencana kebakaran akan memiliki
kerugian yang sangat besar karena menyebabkan terhentinya proses produksi
dan hilangnya peluang kerja yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya
produktivitas perusahaan (Eckhoff, 2005). Dengan besarnya tingkat kerugian
tersebut maka pihak perusahaan perlu berupaya untuk lebih meningkatkan
upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap bencana kebakaran, salah satu
caranya yaitu dengan mengevaluasi penerapan sistem proteksi kebakaran di
perusahaan tersebut.
Evaluasi terhadap sistem merupakan salah satu penerapan utama dari
tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu
continuous improvement. Oleh karena itu sangat penting bagi suatu perusahaan
untuk mengetahui seberapa efektif sistem yang sedang mereka jalankan
(Furness, 2007). Dengan dilakukannya evaluasi terhadap sistem proteksi
kebakaran, diharapkan perusahaan dapat mengetahui kondisi aktual dari sistem
yang sedang dijalankan, dapat memahami kesesuaian sistem terhadap standar
yang ada, dan dapat mengukur seberapa besar tingkat pemenuhan sistem
proteksi kebakaran yang sedang dijalankan tersebut.
PT Petrokimia Gresik merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dibawah jangkauan Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang bergerak
di bidang produksi pupuk, dan bahan-bahan kimia (H
2
SO
4
, H
3
PO
4
, NH
3
, CO
2
,
cement retarder, dan
alumunium fluoride). PT Petrokimia Gresik mempunyai 3
lokasi pabrik yang masing-masing memiliki proses produksi dan menghasilkan
(27)
bahan yang berbeda-beda. Pabrik I (pabrik pupuk
nitrogen) menghasilkan
Amoniak, ZA I dan III, Urea, CO
2
dan
Dry Ice, dan
Utility. Pabrik II (Pabrik
pupuk
Phospat) menghasilkan pupuk Phonska, ZK dan NPK. Sedangkan pabrik
III (pabrik Asam Fosfat) menghasilkan Asam Sulfat (H
2
SO
4
), Asam Fosfat
(H
3
PO
4
),
Alumunium Fluoride
(AlF
3
),
Cement Retarder, ZA II, serta Utilitas
Batu Bara (Company Profile
PT Petrokimia Gresik, 2013).
Ketiga lokasi pabrik tersebut masing-masing memiliki karakteristik
tersendiri, mulai dari
raw material
yang digunakan, suhu dan tekanan dari
mesin yang dioperasikan, serta proses produksi yang dijalankan, sehingga
masing-masing pabrik mempunyai tingkat potensi bahaya kebakaran yang
berbeda-beda pula. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan
pada studi pendahuluan, lokasi pabrik yang memiliki tingkat potensi bahaya
kebakaran paling tinggi di PT Petrokimia Gresik yaitu di pabrik I tepatnya di
Unit Produksi Amoniak.
Data kejadian kebakaran dan ledakan industri amoniak di dunia
menunjukkan terdapat 2 kasus ledakan tangki penyimpanan amoniak pada
tahun 2013, yaitu di industri pupuk West Fertilixer Company Texas yang
menyebabkan 15 orang korban jiwa, 200 orang terluka dan sekitar 350 rumah
rusak pada April 2013 (US Chemical Safety and Hazard Investigation, 2013).
Selain itu ledakan juga terjadi di pabrik Weng s Cold Storage Industrial Co, Ltd
kota Shanghai pada agustus 2013, yang disebabkan karena adanya kebocoran
pada mesin pendingin di tangki penyimpanan amoniak (JPNN, 2013)
(28)
Untuk Unit Produksi Amoniak, titik penyalaan (flammability) dari
amoniak (16%-25% vol) di udara adalah lebih tinggi dari pada hydro karbon,
sehingga semprotan amoniak cair dapat menimbulkan kebakaran. Amoniak
juga memiliki suhu penyalaan sendiri (Auto Ignition Temperature) yaitu pada
suhu 659,11
o
C dengan tekanan uapnya mencapai 10 atm pada suhu 25,7
o
C
(Departemen Manajemen Resiko PT Petrokimia Gresik, 2013). Berdasarkan
teori segitiga api untuk menentukan konsep terjadinya suatu kebakaran,
keseluruhan proses produksi di Unit Produksi Amoniak memenuhi ketiga unsur
penyalaan api, yaitu adanya sumber panas yang potensial, terdapat bahan bakar,
serta oksigen. Dengan adanya konsentrasi oksigen yang tinggi di udara,
ditambah dengan proses produksi yang menggunakan sumber panas dari mesin
reactor, maka uap amoniak sebagai bahan bakar jenis
flammable gas
tersebut
dengan mudah akan terbakar.
Data kebakaran menunjukkan, selama 5 tahun terakhir di Unit Produksi
Amoniak telah terjadi kebakaran sebanyak 11 kasus dari tahun 2009 hingga
bulan November 2013. Rata-rata kebakaran terjadi karena adanya kebocoran
pada pipa gas yang mengandung amoniak, ataupun pipa yang mengandung gas
alam seperti H
2.
Saat kebocoran tersebut terjadi, secara bersamaan terdapat
pekerjaan pemeliharaan yang memerlukan kegiatan pengelasan di unit produksi
tersebut. Dikarenakan
line
pipa yang mengandung gas alam tersebut bocor dan
tidak terdeteksi oleh sistem detektor yang sudah ada, maka ledakan serta
semburan api terjadi. Dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut yaitu
(29)
hilangnya waktu produksi antara 3 hari hingga 2 pekan, yang otomatis
mengurangi keuntungan perusahaan. Tidak hanya itu dampak lainnya adalah
kerusakan pada mesin dan cidera pada pekerja.
Untuk menanggulangi potensi bahaya kebakaran di Unit Produksi
Amoniak tersebut, PT Petrokimia Gresik sudah menerapkan sistem proteksi
kebakaran, namun pihak perusahaan belum melakukan evaluasi terhadap
tingkat pemenuhan sistem proteksi yang sudah ada. Dilihat dari jumlah
kejadian kebakaran yang terjadi dan dampak kerugian yang ditimbulkan, serta
belum dievaluasinya tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran yang sudah
ada, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui
tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik tahun 2014.
Penelitian ini menggunakan beberapa standar acuan diantaranya
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
Standar Nasional Indonesia (SNI) serta
National Fire Protection Association
(NFPA). Peneliti menggunakan Permen PU Nomor 26 tahun 2008 sebagai
standar acuan, karena Unit Produksi Amoniak termasuk ke dalam klasifikasi
bangunan gedung kelas 8, yaitu bangunan gedung yang dipergunakan untuk
tempat pemrosesan suatu produk, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan,
finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan
atau penjualan.
(30)
WXY Z[ \[]^_`^]^ a^ b
Berdasarkan
hasil wawancara pada studi
pendahuluan
yang
dilaksanakan pada 20 Februari 2014, dengan Pak Susantyo, Kepala bagian
Pemadam Kebakaran (PMK) PT Petrokimia Gresik, beliau mengatakan bahwa
hasil identifikasi risiko yang dilakukan oleh Departemen Manajemen Risiko PT
Petrokimia Gresik, menunjukkan Unit Produksi Amoniak memiliki potensi
bahaya kebakaran yang tinggi
(high), frekuensi terjadinya kebakaran yang
sering (frequently) serta dampak yang ditimbulkan juga tergolong besar
(catastrophic).
Beliau menambahkan, sistem proteksi kebakaran di Unit
Produksi Amoniak yang sudah diterapkan sampai saat ini belum dievaluasi
tingkat pemenuhannya.
Hal tersebut membuat peneliti tertarik
untuk
mengetahui tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik tahun 2014. Penelitian ini menggunakan
beberapa standar acuan diantaranya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan, Standar Nasional Indonesia (SNI) serta
National Fire Protection Association
(NFPA)
WXc defg^_h^^_de_e aigi^_
1.
Bagaimana tingkat pemenuhan akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap
Permen PU No.26/PRT/M/2008?
(31)
2.
Bagaimana tingkat pemenuhan sarana jalan keluar di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-1746-2000?
3.
Bagaimana tingkat pemenuhan tanda petunjuk arah evakuasi di Unit
Produksi Amoniak
PT
Petrokimia Gresik
terhadap
Permen PU
No.26/PRT/M/2008?
4.
Bagaimana tingkat pemenuhan tempat berhimpun di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Standar NFPA 101
Life Safety
Code?
5.
Bagaimana tingkat pemenuhan konstruksi tahan api di Unit Produksi
Amoniak PT. Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-1736-2000?
6.
Bagaimana tingkat pemenuhan detektor kebakaran di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-3985-2000?
7.
Bagaimana tingkat pemenuhan alarm kebakaran di Unit Produksi Amoniak
PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-3985-2000?
8.
Bagaimana tingkat pemenuhan titik panggil manual di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-3985-2000?
9.
Bagaimana tingkat pemenuhan sistem springkler otomatik di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-3989-2000?
10. Bagaimana tingkat pemenuhan hidran di Unit Produksi Amoniak PT
Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-1745-2000?
11. Bagaimana tingkat pemenuhan sistem pipa tegak di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-1745-2000?
(32)
12. Bagaimana tingkat pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Permen PU No.
26/PRT/M/2008?
13. Bagaimana tingkat pemenuhan sumber daya listrik di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Permen PU No. 26/PRT/M/2008?
14. Bagaimana tingkat pemenuhan pusat pengendali kebakaran di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Permen PU No.
26/PRT/M/2008?
15. Bagaimana tingkat pemenuhan sistem proteksi petir di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Permen PU No. 26/PRT/M/2008?
jkl m n o
u
pqjklk j m no
u
pqrsu
sMengetahui tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT.
Petrokimia Gresik.
jklkt m no
u
pquvu
wu
w1. Mengetahui tingkat pemenuhan akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia
Gresik.
2. Mengetahui tingkat pemenuhan sarana jalan keluar di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik.
(33)
3. Mengetahui tingkat pemenuhan tanda petunjuk arah evakuasi di
Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik..
4. Mengetahui tingkat pemenuhan tempat berhimpun di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik.
5. Mengetahui tingkat pemenuhan konstruksi tahan api di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
6. Mengetahui tingkat pemenuhan detektor kebakaran di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
7. Mengetahui tingkat pemenuhan alarm kebakaran di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik.
8. Mengetahui tingkat pemenuhan titik panggil manual di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
9. Mengetahui tingkat pemenuhan sistem springkler otomatik di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
10. Mengetahui tingkat pemenuhan hidran di Unit Produksi Amoniak
PT Petrokimia Gresik.
11. Mengetahui tingkat pemenuhan sistem pipa tegak di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik.
12. Mengetahui tingkat pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
13. Mengetahui tingkat pemenuhan sumber daya listrik di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
(34)
14. Mengetahui tingkat pemenuhan pusat pengendali kebakaran di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
15. Mengetahui tingkat pemenuhan sistem proteksi petir di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
xyz {|} ~ ||
xyzy x {|} ~|| || | |
a. Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa mengenai sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan.
b. Menambah wawasan, pengetahuan, pemahaman serta pengalaman
mahasiswa dalam merancang dan melaksanakan suatu penelitian
xyzy {|} ~|| || | |}{| ||| | | |
a.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengembangkan
penelitian, khususnya mengenai sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan.
b.
Dapat dijadikan masukan yang bermanfaat untuk kurikulum
Peminatan K3 Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
xyzy {|} ~|| | |
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pihak perusahaan untuk memperbaiki sistem proteksi kebakaran pada
(35)
bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak yang
belum sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan
National Fire
Protection Association
(NFPA).
¡ ¢ £ ¤
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemenuhan sistem
proteksi kebakaran
pada bangunan gedung
dan lingkungan
dengan
menggunakan standar acuan Permen PU No. 26/PRT/M/2008, Standar Nasional
Indonesia (SNI), dan standar internasional yaitu NFPA. Penelitian ini
dilaksanakan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik, pada bulan
April-Juni 2014. dengan alasan berdasarkan studi pendahuluan dapat diketahui
bahwa hasil identifikasi resiko kebakaran yang dilakukan oleh Departemen
Manajemen Risiko di PT Petrokimia Gresik menunjukkan Unit Produksi
Amoniak memiliki peluang terjadinya kebakaran yang tinggi (high risk),
frekuensi terjadinya kebakaran yang sering (frequently) serta dampak yang
ditimbulkan juga sangat besar (catastrophic).
Data menunjukkan dalam 5 tahun
terakhir terjadi sebanyak 11 kasus kebakaran, rata-rata kebakaran terjadi karena
adanya kebocoran pipa amoniak yang tidak terdeteksi yang kemudian bereaksi
dengan percikan api dari pekerjaan pengelasan pada kegiatan pemeliharaan. PT
Petrokimia Gresik telah menerapkan sistem proteksi kebakaran namun belum
mengevaluasi tingkat pemenuhannya. Pengambilan data pada penelitian ini
yaitu dengan melakukan observasi, telaah dokumen dan wawancara.
(36)
±²³
T
´µ¶·¨¸·±²³²³
S
´¹·º·¹ »¨ ¸·¼½¾¿À¿Á ÂÃÄŽÁ Æ ÇÈ¾Ã É Ã ÅÃÊ ËÌÍÎÏ
tr
ÐÑÒ Ó Ðr
Ô ÕÑ ÖÔty
Guidebook
×1998
Ø,
Á ½ÙÀÈÆ ½ÚÈÁ ÈÚ ÃÃÛ È×fire triangle
Øʽ À¿Û ÃÜþÁ ½ÙÀÈÆ ½É½ÀÇþ Ãy
Ã¾Ú Ê ½¾ ݽŠÃÆÜþ ÁÈÚ Ã ÞÃÜÁ Ù À Û½¾ÁȾÚy
Ã¾Ú Ê½¾y
½ ßÃßÜþ Ê ¿¾à¿Å¾y
à ÃÛ È Ê ¿ ÅÃÈ É ÃÀÈ Ãá ÃÅ Á ÈÊß¿ žy
à ÃÛÈ Á ½ÀÆ ½ß¿Á Æ ÃÊÛ ÃÈ Á½ ÀÝÃÉ È¾y
à ܽ ßÃÜ ÃÀþ â ãÈÚ ÃÞÃÜÁ Ù ÀÁ ½ÀÆ ½ ß¿Á, y
ÃÈÁ ¿ äÃ
.
å ÃÇþßÃÜ ÃÀ×fuel
Ø ßâæ¿Êß½ ÀÛ Ã¾ ÃÆ×heat
Ø à.
ç ÜÆÈÚ½¾è ÃÊ ßÃÀ
2.1
ã½ÙÀÈÆ ½Ú ÈÁÈÚ ÃÃÛ ÈBAHAN BAKAR
Gas mudah terbakar
Cairan mudah terbakar
Bahan padat mudah terbakar
SUMBER PENYALAAN
Permukaan panas
Alat-alat listrik
Listrik statis
Rokok/Api terbuka
OKSIGEN
(37)
ë ìíîïî ðñîïí ìò òó ôõ ôö÷øù
r
úûüýt
þ úøto
ÿþr
ty
Management
(2007),
ò ìöî ô ö í ìí ðìïò ìî ð ö ìöõ ìö ôöî ôí îí ðîö ìíöîõ ôí ðð ô ô ó ìï ôí ôíôò
.
ìð ô ìð ô îí òîï ìíy
ôõ ôôí ô ð ìïò ìî ð òôõ í ìï ìô ò öôô ô ô ôí ö ìíy
ôõ ô.
ôí ò ì ôõ íy
ô ô òôõô ò ôðî óôï ö íìí ðìï òì î ð ó ìí óôõ ôí öô ô ôô ôíôó ôö.
T
Tetrahedron of fire
ö ìïîôôíìí ìö ôíôíóôïðìïòì ð ôô ó ö ôí ô ò ìõ ôí ìðô îí òîï ìí
y
ôõôôí ô ìïî ô ôôí ôôï,
òî ö ìï ôí ôò,
ó ôí òìí öôò ôóô òôðî îíòîï õôy
ôí òôí ôð ö ìö ìí ôïî ìíy
ôõ ô ôí ô, y
ô ðî ï ôí ðô ïìôò öô.
ë ìíîïî ð ë ìô ìy
óôõ ôöFire Protection NIOSH Instructional Module
1997
,
í ò ì ììöôð îí òîï ô íõôy
ôí öìí ôó õôí óôò ôí óôõ ôö ìí ìö ôí ôí ðìï ì ô ôïôí ö ìí ôó ô îôíy
ôí ô óôõôö ö ìí ìö ôí ôí òôïôí ô óôí ð ìí ìöôó ô öôí ìôôï ôí òìï ðô ö ìí ôóôí óî ôíö ìïôí ôí ò ò ðìöï ðì ò ì ô ôïôíy
ôí ôí óôõ.
! "#$%
ñ ìí öìí ô ì ôôïôí ô ò ôí
y
ô ìïô& ôõ óôï ìíy
ôõôôí ôy
ôí ì õ,
ìöîóôíöìöìòôïóôíöìíy
ìôïìóô ìï ôò ìðôïíy
ô.
ë ìíî ïî ð(38)
)*+,-.. /01 02
Explosion Hazard in the Process Industries
32005
4,
56702 8090:0 5;/0 50 9967<0 /;261 01 = ;8 68 670 50*07 0, y
0; 9=>0
.
?- :/= +@ ;?- :/= +@ ; 0 /01 0 , 57-@6@ 567028 0 90 : 0 5; 26101= ; 8 6:/0 50/0 9
,
2 ;@ 01:y
00 5;2 6702 8092 6101= ;+0y
=A 962 8 - + 8 69- :A090= 5= : 8 6@;.
B 508 ;1 0 9 67< 0/;+68 0 +070 :/; @ =09=7= 0 :C0 :A 2 0 +050 :0@/0 509 2 6702 809 2 61 01 = ; 9 62 8- + 967@ 68= 9 @6,;:CC07=0 :C0 : /; @ 68 610 ,:y
0 0 +0 : 26:C 0102 ; 5620 :0@0 : <=C0 @6,;:CC0 05; /0 50 9 2 6702 809 /6:C0 :2= /0 ,.
8D ?- :E6+@ ;
?- :E6+@ ; 0 /01 0 , 5670 280 90 : 05; 2 61 01= ; 2 6/;0 *0 ;70 : 0 90=5= : =0 5 0 ;7
.
B 508 ;1 0 9 67< 0/; +680 +070 : /; @=09= 7=0:C0 :,
2 0+0 50:0@ <=C0 /0 50 9 2 67 0 280 9 261 01 = ; 567C 670 +0: 0 90= 01 ;70 : = /07 0 50:0@ +6 / 067 0, @6+;907 7=0:C0 : 967@68= 9.
B1;70: = /070 50:0@ 0 +0 : 2 6:C01;7 /0 7 ; @ =09= 7=0 :C0 :y
0 :C 1 68 ;, 50:0@ 26:=< = +6 7=0 :C 0 :y
0:C168 ; ,/; :C ;:D*
.
F 0 /;0@ ;F 0 /;0@ ; 0 /01 0 , 57-@6@ 5670280 9 0: 05; 2 6101 = ; 26/;0 C 61 -280 :C 616+97-2 0C6: 69; +/0: 50 :*0 70 : *0,0
y
0y
0:C +61 =0 7 /07; 0 5;y
0:C 26:y
01 0.
G010, @ 0 9= *- :9- , 5670280 9 0: 50 :0@ 261 01 = ; 57-@6@ 70 /; 0@ ; 0 /010, 0 /010 , 50 :0@ 20 90 ,07;y
0 :C /050 9 /;70@ 0+0 : -1 6, 20 :=@ ;0 /; 8=2;.
H0102 57-@ 6@ 70 /;0@;,
9 67< 0/; 57-@6@(39)
JKLJM NOPQ PN JPNPR STUVW
tr
V XY Z Ur)
,
[MRP\ Ny
P ]M ^ P _K L]POM ^K `P^P LPN OM R a P_a `PNba NPN OPN ^K_M ^ P PJM [a\PM [K [`KRPL,
[ P^P PJM P^PN [K Ny
K`PL^PNK NK LbMJ PN PR OP\ P[`K N_a^JPNcP LPN cPQ Py
P R KQMNbbP [K [a Nb^M N^ PN `PNba NPN \ PM N OMR K^M_ PLNy
P P^ PN _K L`P^ P L ]abP [KR ^MJa N`K LPOPOM] P LP^y
PNbPbP^] PaQ.
de d
K
fg hi hjhkde del mfn okop o
K
fg hi hjhkqK NaLa_ rK LP_ a LPN qKN_K LM rK^K L] PPN s [a [ tu[u L
26
_ PQaN2008
^K`P^PLPN [K LaJ P^ PN R a P_ a vK Nu [KNPy
PNb _M[`a\ P^M `P_ POPNy
PJK NM Nb^ P_PNR aQaO PLMR aP_a`PQ PN
y
PNb^ K [a OMP N`K LKP^RMRK c PLP^M [M P OK NbPN u^R M bK N RKQM Nbb P [K NbQ PR M \^ PN J PN PR O PN J PN cPL PN PJM,
[a\ PM OPLM PwP\ _ K L] POMNy
P PJM,
^K_M ^ P JLuR KR J KN] P\PL P N PJM,
QM NbbP PRPJ OPN bPRy
PNb OM_ M [ `a\ ^ PN Sx KJ PL_K [K N rK^K L] PPN s[a [, 2008
y.
zK\ PMN M_ a ^K `P^ PL PN]a bPOPJ P_OMP L_ M^ PNR K`PbPMRa P_aLKP^ R MK^R u_K L[MR OM OP\ P[ J LuRKRu^R M OPR My
PNbcKJP_,
OM[PNP` PbM PNOP LMKNK LbMy
PNb OM ^K\ a PL^PN P^ PN [K NOa^a Nb `KL\PN bRa NbNy
P JLuR KR _ K LRK `a _ S{MLK z PvK_y
| a LKPa,
1997
y.
}K ` P^ PL PN O PJ P_ _K L]POM OM [ PNP R P] P `PM^ M_ a OM wM \ Py
PQJK [a^M [ PN JK NOa Oa^
,
_K [J P_ a[a [,
JK L^u_ P PN,
MNOaR_LM,
[PaJa N OM Qa_ PNS~ y.
(40)
K
K
¡ ¢£¤ ¥¦¢ § ¨¤
r
© ª«o
t
©¬t
¤¥¦ ®s
¥¬¤¢£¤¥¦¯¡¨ª ),
°± ° ²³³² ´
.
µ±° ¶ ³²·¸ ³³² ¹º;
b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B);
c. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C);
d. Kebakaran bahan logam (Golongan D), dan
e. Kebakaran akibat peralatan atau aktivitas memasak (Golongan K)
» ¼½¾
K
Bentuk kebakaran atau api bermacam-macam sesuai dengan
sumber bahan bakar yang digunakan dan kondisi lingkungannya.
Menurut Wiley dalam
Guidelines for Fire Protection in Chemical,
Petrochemical, and Hydrocarbon Processing Facilities
(2003), bentuk
kebakaran diantaranya yaitu:
a.
Api Kilat (Flash fire)
Flash fire
atau api kilat merupakan api yang tiba-tiba
menyala seperti kilat, berlangsung dalam waktu yang singkat yaitu
dalam jangka waktu 0-5 detik dan terjadi ketika suatu uap bahan
bakar yang bocor kemudian menguap dari sumbernya dan bereaksi
dengan oksigen yang ada di udara kemudian mencapai titik nyala.
Api jenis ini dapat menghanguskan benda atau orang di dekatnya.
(41)
b.
Bola api (
ÀÁÂÂÃÄr
Å)
Ball fire
atau bola api merupakan jenis api yang menyala
akibat terjadinya kebocoran dalam suatu wadah yang mengandung
gas
bertekanan.
Wadah
yang
bocor
tersebut
kemudian
mengakibatkan gas mengembang dengan cepat ke udara dan tiba-tiba
terbakar Kebakaran jenis ini juga berlangsung singkat yaitu dalam
jangka waktu 5
20 detik, namun dampaknya dapat menghancurkan
satu area yang cukup luas.
c.
Kolam api
(pool fire)
Pool fire
atau kolam api merupakan jenis api yang menyala
jika suatu bahan bakar cair seperti minyak atau bahan kimia tumpah
dan mengenai suatu tempat atau dalam wadah terbuka, seperti tangki
timbun. Besarnya api ditentukan oleh jumlah bahan yang terbakar,
sifat kimiawi dan fisis bahan tersebut, serta kondisi arah angin, cuaca
dan kondisi lingkungan lainnya.
d.
Api jet (jet fire)
Jet fire
atau api jet merupakan jenis api yang menyala jika
terdapat bahan bakar berbentuk gas dengan tekanan yang tinggi
keluar dari dalam lubang yang kecil akibat adanya suatu kebocoran
pada pipa atau peralatan produksi lainnya. Api jenis ini biasanya
mengeluarkan suara desis yang tinggi dan menimbulkan energi panas
yang sangat besar.
(42)
ÇÈÉ
P
ÊËÌÍÎËÌÏM
ÊÏÐÊÏ ÌÑK
ÊÒÌ ÓÌËÌÏÔ ÑI
ÏÔÕÏÊÖÑ ÌÇÈÉÈ×
P
ÊËÌÍÎËÌÏM
ÊÏ Í ÊËÑP
ÊÓ ÊËØÌÌÏÙu
m
m
Ú ÕÈÇÛÜÝ Þ ß ÜM
ÜÇÛÛàPermen PU No. 20/PRT/M/2009 mengenai Pedoman Teknis
Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan, merupakan peraturan
yang mengganti dan menyempurnakan Kepmen PU No. 11 Tahun 2000
mengenai Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di
Perkotaan. Peraturan ini berisi tentang manajemen proteksi kebakaran di
perkotaan, lingkungan, dan pada bangunan gedung (Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2009).
ÇÈÉÈ Ç
P
ÊËÌÍÎËÌÏM
ÊÏ Í ÊËÑP
ÊÓ ÊËØÌÌÏÙu
m
m
Ú ÕÈÇáÜÝ Þ ß ÜM
ÜÇÛÛâPermen PU No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
merupakan peraturan yang mengganti dan menyempurnakan Kepmen
PU No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Peraturan
ini berisi persyaratan teknis mengenai akses dan pasokan air untuk
pemadaman kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, sistem proteksi
kebakaran pasif, sistem proteksi kebakaran aktif, utilitas bangunan
gedung, pencegahan kebakaran bangunan gedung, pengelolaan proteksi
kebakaran pada bangunan gedung, serta pengawasan dan pengendalian
(Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2008).
(43)
åæç
S
èé êëìP
íî êë ï é èK
ëð ñï ñíñòó ñô ñõ ñòö÷òñòG
ëô ÷òöô ñòL
èòöï÷òöñòMenurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 tahun 2008, sistem proteksi
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah sistem yang terdiri
atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun
pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sarana proteksi aktif, sarana
proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi
bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Agar tetap dapat
melakukan
pekerjaannya,
dapat
meningkatkan
produktivitas
serta
meningkatkan kualitas hidupnya, maka keselamatan masyarakat yang berada di
dalam suatu bangunan gedung dan lingkungan harus menjadi prioritas utama,
khususnya terhadap bahaya kebakaran. Sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan terdiri dari beberapa komponen, antara lain
sebagai berikut.
åæçæø ùï éë éô ñò
P
ñéî ï ñòùèí÷òê÷ ïP
ëì ñô ñìK
ëð ñï ñíñòMenurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun
2008,
untuk
lingkungan perumahan, perdagangan,
dan
industri
ketersediaan sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran atau
reservoir air
harus direncanakan sedemikian rupa
agar
dapat
memudahkan instansi pemadam kebakaran untuk menggunakannya
ketika terjadi kebakaran. Selain itu, sebagai upaya dalam proteksi
terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi pemadaman,
(44)
maka di lingkungan bangunan gedung harus tersedia jalan lingkungan
dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam
kebakaran (Furness, 2007). Kriteria untuk akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran adalah sebagai berikut.
1.
Tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran atau
reservoir air dan sebagainya.
2.
Dilengkapi dengan sarana komunikasi umum yang dapat dipakai
setiap saat untuk memudahkan penyampaian informasi kebakaran.
3.
Tersedia jalur khusus untuk akses mobil pemadam kebakaran
4.
Tersedia jalan lingkungan perkerasan di dalam lingkungan
bangunan gedung agar dapat dilalui kendaraan pemadam kebakaran
5.
Lebar lapis perkerasan pada jalur masuk yang digunakan untuk
mobil pemadam kebakaran lewat minimal 4 m.
6.
Area jalur masuk kedua sisinya ditandai dengan warna yang
kontras.
7.
Area jalur masuk pada kedua Sisinya ditandai dengan bahan yang
bersifat reflektif.
8.
Penandaan jalur pemadam Kebakaran diberi jarak antara tidak lebih
dari 3 m satu sama lain.
9.
Penandaan jalur pemadam kebakaran dibuat di kedua sisi jalur
Penandaan jalur pemadam kebakaran diberi tulisan Jalur pemadam
kebakaran, jangan dihalangi (Departemen Pekerjaan Umum, 2008)
(45)
ýþÿþý
S
J
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun
2008, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana
penyelamatan jiwa yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan
gedung, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan
diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh
keadaan darurat. Selain itu, sarana penyelamatan jiwa dibuat untuk
mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan
evakuasi pada saat keadaan darurat terjadi (Suprapto, 2007). Sub
komponen yang harus terdapat dalam sarana penyelamatan jiwa adalah
sarana jalan keluar, tanda petunjuk arah evakuasi dan tempat
berhimpun.
þ
S
Sarana jalan keluar pada bangunan gedung dan lingkungan
harus disediakan agar penghuni yang berada di dalamnya dapat
menggunakannya untuk penyelamatan diri (Departemen Pekerjaan
Umum, 2008). Sedangkan menurut SNI 03-1746-2000 mengenai
tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk
penyelamatan, terdapat 7 persyaratan yang menjadi pokok penilaian
sarana jalan keluar, antara lain sebagai berikut.
(46)
2.
Sarana jalan keluar dipelihara terus menerus bebas dari segala
hambatan atau rintangan
3.
Perabot, dekorasi atau benda-benda lain tidak diletakkan
sehingga menggangu EXIT, akses ke sana, jalan ke luar dari
sana atau mengganggu pandangan
4.
Tidak ada cermin yang dipasang di dalam atau dekat EXIT
manapun sedemikian rupa yang dapat membingungkan arah
jalan ke luar
5.
Lebar akses EXIT 71 cm
6.
Jumlah sarana jalan keluar dua
7.
EXIT berakhir pada jalan umum atau bagian luar dari EXIT
pelepasan
.
Tanda petunjuk arah evakuasi
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008 sarana jalan keluar sebagai rute evakuasi harus diberi
tanda yang disetujui dan mudah terlihat dari setiap arah evakuasi.
Selain itu tanda yang diberikan juga harus mudah terlihat di semua
keadaan walaupun untuk mencapainya tidak tampak langsung oleh
para penghuni. Beberapa kriteria untuk tanda petunjuk arah
evakuasi yaitu sebagai berikut.
(47)
1.
Terdapat tanda petunjuk arah pada saran jalan keluar
2.
Warna tanda petunjuk arah nyata dan kontras
3.
Pada setiap lokasi ditempatkan tanda arah dengan indikator
arah
4.
Tanda arah dengan iluminasi eksternal dan internal harus dapat
dibaca pada kedua mode pencahayaan normal dan darurat.
5.
Setiap tanda arah diiluminasi terus menerus
6.
Tanda petunjuk arah terbaca EXIT atau kata lain yang tepat
dan berukuran 10 cm.
7.
Lebar huruf pada kata EXIT
5 cm kecuali huruf I Spasi
minimum antara huruf pada kata EXIT
1 cm (Departemen
Pekerjaan Umum, 2008)
.
Pintu Darurat
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008, setiap pintu pada sarana jalan keluar harus dirancang
dan dipasang sehingga mampu berayun dari posisi manapun hingga
mencapai posisi terbuka penuh. Kunci-kunci yang digunakan untuk
pintu darurat juga tidak harus membutuhkan sebuah anak kunci atau
alat lainnya sebagai upaya tindakan untuk membukanya dari dalam
bangunan gedung. Selain itu, grendel atau alat pengunci lain pada
sebuah pintu harus disediakan dengan alat pelepas yang mempunyai
(48)
metode pengoperasian yang dapat dilihat di semua kondisi
pencahayaan. Mekanisme pelepasan untuk grendel manapun harus
ditempatkan sekurang-kurangnya 87 cm, dan tidak lebih dari 120
cm di atas lantai (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
.
Tempat Berhimpun
Menurut
101 Life Safety Code
(2006), tempat
berhimpun adalah tempat di area sekitar atau diluar lokasi yang
dijadikan sebagai tempat berhimpun atau berkumpul setelah proses
evakuasi pada saat terjadi kebakaran. Tempat berhimpun darurat
harus aman dari bahaya kebakaran dan lainnya. Tempat ini pula
merupakan lokasi akhir yang dituju oleh penghuni suatu bangunan
gedung ketika menyelamatkan diri Kriteria tempat berhimpun
menurut
National Fire Protection Association
101 mengenai
Life
Safety Code
antara lain sebagai berikut.
1.
Tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi
2.
Tersedia petunjuk tempat berhimpun
3.
Luas tempat berhimpun sesuai, minimal 0,3 m
2
/ orang
2.4.3
Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun
2008, sarana proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran
yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan
(49)
dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan
bangunan berdasarkan tingkat ketahanan api, serta perlindungan
terhadap bukaan. Salah satu sub komponen dari sarana proteksi
kebakaran pasif yaitu sebagai berikut.
onstruksi Tahan Api
Konstruksi tahan api merupakan kesatuan dari penghalang
api, dinding api, dinding luar dikaitkan dengan lokasi bangunan
gedung yang dilindungi, partisi penahan penjalaran api, dan
penutup asap (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Konstruksi
tahan api tersebut harus dipelihara, diperbaiki, dan diperbarui atau
diganti dengan tepat apabila terjadi kerusakan, perubahan,
keretakan, penembusan, pemindahan atau akibat pemasangan yang
salah (Badan Standardisasi Nasional, 2000). Menurut SNI
03-1736-2000 mengenai tata cara perencanaan sistem proteksi pasif, Elemen
persyaratan pada konstruksi tahan api antara lain sebagai berikut
1.
Terdapat dinding penghalang api untuk membagi bangunan
gedung untuk mencegah penyebaran api.
2.
Terdapat pintu tahan api
3.
Dilakukan pemeliharaan konstruksi tahan api secara berkala
4.
Pintu tahan api harus mempunyai perlengkapan menutup
(50)
2.4.4
Sarana Proteksi Kebakaran Aktif
Menurut Wiley dalam
Guidelines for Fire Protection in
Chemical, Petrochemical, and Hydrocarbon Processing Facilities
(2003) sarana proteksi kebakaran aktif merupakan serangkaian alat
proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem deteksi dan
alarm kebakaran, sistem springkler otomatik, hidran dan sistem pipa
tegak serta
Fire Extinguisher. Penjelasan mengenai setiap sub
komponen sarana proteksi kebakaran aktif yaitu sebagai berikut.
a.
Detektor Kebakaran
Menurut Ramli dalam
Petunjuk Praktis Manajemen
Kebakaran (2010), detektor kebakaran adalah suatu alat yang
dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran. Dan menurut NFPA
72 mengenai
National Fire Alarm and Signaling Code
(2010),
detektor kebakaran dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu:
1.
Detektor asap (smoke detector)
Detektor asap adalah suatu alat yang dirancang untuk
mendeteksi keberadaan asap yang sifat fisiknya merupakan
suatu partikel-partikel karbon hasil pembakaran yang tidak
sempurna. Oleh karena itu, detektor asap sangat tepat
digunakan di dalam bangunan di mana banyak terdapat
kebakaran kelas A yang banyak menghasilkan asap.
(51)
2.
Detektor panas (
"#$%&#t
#'to
r)
Detektor panas merupakan alat yang secara otomatis
akan mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya.
Detektor panas ini sangat sesuai ditempatkan di area dengan
kelas kebakaran kelas B atau cairan dan gas mudah terbakar.
Jenis-jenis detektor panas diantaranya yaitu detektor suhu tetap,
detektor jenis peningkatan suhu, dan detektor pemuaian.
3.
Detektor nyala (
( )$* #&#t
#'to
r)
+)$*# &#
t
#'to
r
merupakan serangkaian alat yang
berfungsi untuk mendeteksi penyalaan api. Api yang menyala
akan mengeluarkan radiasi sinar infra merah dan ultra violet.
yang dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam
detektor. Jenis-jenis detektor nyala antara lain sebagai berikut.
i. Detektor foto elektris (
,"o
to
#)#'tr
-'&#t
#'to
r
)
ii. Detektor infra merah (
-.(r
$/ # &&#t
#'to
r
)
iii. Detektor UV (
0)tr
$1-2) #t
&#t
#'to
r
)
4.
Detektor gas
Detektor gas merupakan suatu alat yang dapat
mendeteksi kenaikan konsentrasi gas-gas yang bersifat mudah
terbakar. Jenis-jenis detektor gas antara lain sebagai berikut.
i.
3 4&/2'$/ 52 .6$78#t
#'to
r
ii.
9 2*5 07t
-5 ) #Gas Detector
(52)
Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia SNI
03-3985-2000, kriteria yang menjadi elemen penilaian untuk detektor
kebakaran (
;<r
=> =t
=?to
r)
adalah sebagai berikut:
1. Terdapat detektor kebakaran yang dipasang di seluruh ruangan.
2. Setiap detektor yang
terpasang dapat dijangkau untuk
pemeliharaan dan untuk pengujian secara periodik
3. Detektor diproteksi terhadap kemungkinan rusak karena
gangguan mekanis.
4. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan.
5. Rekaman
hasil
dari
semua
inspeksi,
pengujian,
dan
pemeliharaan, harus disimpan untuk jangka waktu 5 tahun untuk
pengecekan oleh instansi yang berwenang (Badan Standardisasi
Nasional, 2000)
@
.
Alarm Kebakaran
Menurut Soehatman Ramli (2010),
jenis-jenis alarm
kebakaran diantaranya sebagai berikut.
1.
Bell
Alarm jenis bel dapat digerakkan secara manual
maupun secara otomatis melalui interkoneksi dengan sistem
deteksi kebakaran. Alarm jenis bel sesuai untuk digunakan
dalam ruangan terbatas seperti di dalam bangunan gedung.
(53)
2.
Horn
Suara yang dikeluarkan oleh alarm jenis
CDE Fberupa
sirine, dapat dioperasikan secara manual maupun otomatis
otomatis. Alarm jenis horn dapat mengeluarkan suara yang
lebih keras daripada jenis bel, sehingga sesuai digunakan di
tempat kerja yang luas seperti kawasan industri.
3.
Pengeras suara (
GHIJ KLM NNE Oss
)
Khusus untuk penggunaan di suatu bangunan gedung
yang luas dimana penghuni yang berada di dalamnya tidak
dapat mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu dipasang
jaringan pengeras suara sebagai pengganti alarm jenis
IOJJmaupun jenis
CDEF. Penerapan pengeras suara ini bertujuan
untuk menyampaikan informasi secara searah kepada penghuni
bangunan gedung seperti menyampaikan panduan evakuasi
atau rute evakuasi.
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-3985-2000,
Elemen yang menjadi penilaian untuk alarm kebakaran (
PKr
OMJME Q)
adalah sebagai berikut.
1. Terdapat alarm kebakaran pada unit produksi
2. Sinyal suara alarm kebakaran berbeda dari sinyal suara yang
dipakai untuk penggunaan lain. (Badan Standardisasi Nasional,
2000).
(54)
T
.
Titik Panggil Manual
Menurut SNI 03-3985-2000, titik panggil manual adalah
suatu alat yang dioperasikan secara manual guna memberi isyarat
adanya kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 72 tentang
U VWX YZV[\X
r
]^[V_ ` VZabXc ZV[X Zc d Ya ](
2010), titik panggil manual terdiri
dari 2 jenis, yaitu berupa titik panggil manual secara tuas
(Pull
down)
dan titik panggil manual secara tombol tekan
(Push button).
Pemasangan titik panggil manual harus dirancang sedemikian rupa
agar terhubung dengan sistem deteksi dan alarm kebakaran di area
tersebut. Menurut
SNI
03-3985-2000
mengenai tata cara
perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran, elemen yang menjadi penilaian pada titik panggil
manual antara lain sebagai berikut.
1.
Titik panggil manual harus bewarna merah & dipasang pada
lintasan menuju keluar
2.
Semua titik panggil manual dipasang pada lintasan menuju ke
luar dan dipasang pada ketinggian 1,4 meter dari lantai.
3.
Lokasi penempatan tidak mudah terkena gangguan, mudah
kelihatan & dicapai
4.
Jarak suatu titik sembarang ke posisi titik panggil manual
maksimum 30 m. (Badan Standardisasi Nasional, 2000).
(55)
g
.
Sistem Springkler Otomatik
Menurut NFPA 13 tentang
hijklj m l no
r t
op qkrt
jss jit uk unhv mt kwsp
r
hxst
pyr(
2010),
springkler merupakan suatu sistem yang
terpadu mulai dari pipa bawah tanah dan pipa di atas tanah yang
didesain dengan standar teknik proteksi kebakaran. Proses kerja dari
suatu sistem springkler otomatik yaitu ketika terjadi kebakaran,
maka panas dari api akan melelehkan sambungan solder atau
memecahkan
bulb, kemudian kepala springkler akan mengeluarkan
air. Menurut Ramli dalam Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran
(2010), jenis-jenis sistem springkler antara lain sebagai berikut.
1.
Sistem springkler pipa basah
Sistem springkler pipa basah merupakan jaringan pipa
yang berisi air dengan tekanan tertentu. Jika terjadi kebakaran,
maka springkler akan meleleh dan terbuka sehingga air
langsung memancar.
2.
Sistem springkler pipa kering
Pada sistem pipa kering, jalur pipa pemadam tidak
berisi air. Air dapat mengalir katup yang terpasang di pipa
induk atau pipa jaringannya dibuka secara manual. Dengan
demikian, jika terjadi kebakaran dan katup pada pipa induk
dibuka maka seluruh springkler yang ada dalam satu jaringan
akan langsung menyemburkan air.
(56)
3.
Sistem penyembur air (Water Sprayer System)
Sistem penyembur air penerapannya sangat tepat jika
digunakan untuk memproteksi peralatan atau bangunan yang
memerlukan air dalam jumlah yang besar untuk pendinginan
misalnya bejana, tangki, bangunan, dan peralatan lainnya.
Misalnya untuk pengamanan dan pendinginan tangki amoniak,
sekelilingnya dipasang
water sprayer system
yang dapat
memancarkan
air
untuk
menutupi,
melindungi,
dan
menurunkan suhu pada tangki.
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-3989-2000
mengenai tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler
otomatik, elemen penilaian untuk sistem springkler otomatik adalah
sebagai berikut.
1.
Terpasang springkler otomatis
2.
Springkler tidak diberi ornament, cat, atau diberi pelapisan
3.
Air yang digunakan tidak mengandung bahan kimia yang dapat
menyebabkan korosi, tidak mengandung serat atau bahan lain
yang dapat mengganggu bekerjanya springkler
4.
Setiap sistem springkler otomatis harus dilengkapi satu jenis
sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan
dan berkapasitas cukup, dan harus dibawah penguasaan pemilik
gedung
(57)
5.
Jarak minimum antara dua kepala springkler 2 m
6.
Kepala springkler yang terpasang merupakan kepala springkler
yang tahan korosi
7.
Kotak penyimpanan kepala springkler cadangan dan kunci
kepala springkler ruangan ditempatkan di ruangan 38 C.
8.
Jumlah persedian kepala springkler cadangan 36
9.
Springkler cadangan sesuai baik tipe maupun temperature
rating dengan semua springkler yang telah dipasang. Tersedia
sebuah kunci khusus untuk springkler
(s
}~sp
r
~r
w
r
~
)
(Badan Standardisasi Nasional, 2000).
.
Hidran
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008, hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan
mulut pancar untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan
bagi keperluan pemadaman kebakaran. Sistem hidran terdiri dari
sumber persediaan air, tersedianya pompa-pompa kebakaran, selang
kebakaran, kopling penyambung
dan perlengkapan lainnya
(Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Menurut Furness dalam
r
t
to
r
~ ~ty
Management (2007),
klasifikasi hidran kebakaran berdasarkan jenis
dan penempatannya, dibagi 2 jenis hidran, yaitu:
(58)
1.
Hidran gedung (
y
)
Hidran gedung adalah hidran yang instalasi serta
peralatannya disediakan serta dipasang
di dalam suatu
bangunan gedung. Hidran gedung menggunakan pipa tegak 4
inchi, panjang selang minimum 15 m, diameter 1,5 inchi serta
mampu mengalirkan air 380 liter/menit.
2.
Hidran halaman (
o
u
t
)
Hidran halaman adalah hidran yang instalasi serta
peralatannya dipasang di lingkungan atau di luar area suatu
bangunan gedung. Hidran halaman biasanya menggunakan pipa
induk 4-6 inchi. Panjang selang 30 m dengan diameter 2,5 inchi
serta mampu mengalirkan air 950 liter/menit.
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-1745-2000
mengenai tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak
dan slang, elemen penilaian untuk hidran adalah sebagai berikut.
1.
Lemari hidran hanya digunakan untuk menempatkan peralatan
kebakaran.
2.
Setiap lemari hidran dicat dengan warna yang menyolok
3.
Sambungan slang dan kotak hidran tidak boleh terhalang
4.
Slang kebakaran dilekatkan dan siap untuk digunakan
5.
Terdapat nozel
(59)
7.
Hidran halaman dilekatkan di sepanjang halur akses mobil
pemadam kebakaran
8.
Jarak hidran dengan sepanjang akses mobil pemadam
kebakaran 50 m dari hidran
9.
Hidran halaman bertekanan 3,5 bar (Badan Standardisasi
Nasional, 2000).
.
Sistem Pipa Tegak
Menurut NFPA 14 tentang
¡ ¢ ¡ £o
r t
¤¥ ¦ §t
¨¨ © ª ª£ ¡«©« ¥ ¡ ¬ ª§ ¥
st
¥®§(
2010),
sistem pipa berdiri atau tegak
adalah pengaturan dari pemipaan, katup, dan peralatan lainnya yang
dipasang di sebuah bangunan dilengkapi dengan sambungan selang
yang terletak sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau
disemprotkan melalui selang dan nozel dengan tujuan untuk
pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan (NFPA,
2010). Komponen-komponen pada sistem pipa tegak antara lain
pipa dan tabung, alat penyambung, gantungan, katup, kotak slang,
sambungan slang, sambungan pemadam kebakaran, dan tanda
petunjuk (Departemen Pekerjaan Umum, 2008)
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-1745-2000
kriteria untuk sistem pipa tegak adalah sebagai berikut.
(60)
2.
Sambungan pemadam kebakaran harus dipasang dengan
penutup untuk melindungi sistem dari kotoran-kotoran yang
masuk.
3.
Dilakukan pemeliharaan terhadap sistem pipa tegak
4.
Sambungan pemadam kebakaran harus pada sisi jalan dari
bangunan, mudah terlihat dan dikenal dari jalan atau terdekat
dari titik jalan masuk peralatan pemadam kebakaran
5.
Setiap sambungan pemadam kebakaran harus dirancang dengan
suatu penandaan dengan huruf besar, tidak kurang 25 mm (1
inci) tingginya, di tulis pada plat yang terbaca : PIPA
TEGAK .
6.
Suatu penandaan juga harus menunjukkan tekanan yang
dipersyaratkan pada inlet untuk penyaluran kebutuhan sistem.
7.
Setiap pipa tegak dilengkapi dengan saluran pembuangan.
Katup pembuangan dipasang pada titik terendah dari pipa tegak
dan harus dapat membuang air pada tempat yang disetujui.
(Badan Standardisasi Nasional, 2000).
±² ³ ´µ¶·¸
m
µ¹ µm
³ º »¼ »n
±µ½(APAR)
APAR merupakan alat pemadam api yang beratnya tidak
melebihi 10 kg, serta dapat dijinjing dan dioperasikan oleh satu
orang, bersifat praktis dalam penggunaannya, dan efektif untuk
(61)
memadamkan api kecil atau awal kebakaran sesuai dengan
klasifikasi kebakarannya dengan media pemadamnya berupa air,
serbuk kimia, busa dan gas (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan APAR
menurut Rmli dalam Petunjuk Teknis Manajemen Kebakaran
(2010) antara lain sebagai berikut.
1.
Faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kualitas
APAR. Temperatur ruangan yang tinggi misalnya di dalam
bengkel dapat mempengaruhi kualitas media pemadaman.
Untuk itu temperatur dijaga tidak lebih dari 50 C. Cuaca yang
lembab dengan humiditi tinggi juga dapat mempengaruhi
kualitas media dan tabung.
2.
APAR tidak boleh terhalang oleh benda atau pintu. APAR
harus terlindung dari benturan, hujan, sinar matahari langsung,
debu dan getaran. Hindarkan berdekatan dengan bahan kimia
yang korosif.
Sedangkan menurut Peraruran Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 26 tahun 2008, Elemen yang menjadi penilaian pada APAR
adalah sebagai berikut.
1.
Tersedia Alat Pemadam Api Ringan
2.
Terdapat klasifikasi APAR yang terdiri dari huruf yang
menunjukkan kelas api di mana alat pemadam api terbukti
(62)
efektif, didahului dengan angka (hanya kelas A dan kelas B)
yang menunjukkan efektifitas pemadaman relatif yang
ditempelkan pada APAR.
3.
APAR diletakkan di tempat yang terlihat mata, mudah
dijangkau dan siap dipakai.
4.
APAR selain jenis APAR beroda dipasang kokoh pada
penggantung, atau pengikat buatan manufaktur APAR, atau
pengikat yang terdaftar yang disetujui untuk tujuan tersebut,
atau
ditempatkan
dalam
lemari
atau
dinding
yang
konstruksinya masuk ke dalam.
5.
Jarak antara APAR dengan lantai 10 cm
6.
Instruksi pengoperasian harus ditempatkan pada bagian depan
dari APAR dan harus terlihat jelas
7.
Label sistem identifikasi bahan berbahaya, label pemeliharaan
enam tahun, label uji hidrostatik, atau label lain harus tidak
boleh ditempatkan pada bagian depan dari APAR atau
ditempelkan pada bagian depan APAR.
8.
APAR harus mempunyai label yang ditempelkan untuk
memberikan informasi nama manufaktur atau nama agennya,
alamat surat dan nomor telepon
9.
APAR diinspeksi secara manual atau dimonitor secara
elektronik
(63)
10. APAR diinspeksi pada setiap interval waktu kira-kira 30 hari
11. Arsip dari semua APAR yang diperiksa (termasuk tindakan
korektif yang dilakukan) disimpan
12. Dilakukan pemeliharaan terhadap APAR pada jangka waktu
1 tahun
13. Setiap APAR mempunyai kartu atau label yang dilekatkan
dengan
kokoh
yang
menunjukkan
bulan
dan
tahun
dilakukannya pemeliharaan
14. Pada label pemeliharaan terdapat identifikasi petugas yang
melakukan pemeliharaan (Departemen Pekerjaan Umum, 2008)
2.4.5
Utilitas Bangunan Gedung
a.
Sumber Daya Listrik
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008,
sumber daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan sistem
daya listrik darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari dua sumber
tenaga listrik, yaitu dari PLN atau sumber daya listrik darurat
berupa batere, ataupun generator dan lain-lain. Selain itu sumber
daya listrik darurat harus dirancang sedemikian rupa agar dapat
bekerja secara otomatis apabila sumber daya listrik utama tidak
bekerja. Sumber daya listrik yang digunakan harus memenuhi
kriteria sebagai berikut.
(64)
1.
Daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan sistem daya
listrik darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari PLN atau
sumber daya listrik darurat.
2.
Bangunan gedung atau ruangan yang sumber daya listrik
utamanya dari PLN harus dilengkapi juga dengan generator
sebagai sumber daya listrik darurat.
3.
Semua kabel distribusi yang melayani sumber daya listrik
darurat harus memenuhi kabel dengan Tingkat Ketahanan Api
(TKA) selama 1 jam (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Ä
.
Pusat Pengendali Kebakaran
Pusat pengendali kebakaran merupakan suatu tempat yang
disediakan khusus untuk melakukan tindakan pengendalian dan
pengarahan selama berlangsungnya operasi penanggulangan
kebakaran atau penanganan kondisi darurat lainnya yang dilengkapi
dengan sarana alat pengendali, panel kontrol, telepon, mebel,
peralatan dan sarana lainnya (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Elemen penilaian Pusat pengendali kebakaran yaitu sebagai berikut.
1.
Pintu yang menuju ruang pengendali membuka ke arah dalam
ruang tersebut.
2.
Pintu tidak terhalang oleh orang yang menggunakan jalur
evakuasi dari dalam bangunan
(65)
3.
Pintu pada ruang pengendali kebakaran dapat dikunci.
4.
Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan panel
indikator kebakaran dan sakelar kontrol dan indikator visual
yang diperlukan untuk semua pompa kebakaran kipas
pengendali asap, dan peralatan pengamanan kebakaran lainnya
yang dipasang di dalam bangunan.
5.
Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan telepon
yang memiliki sambungan langsung.
6.
Luas lantai ruang pengendali kebakaran 10 m
2
.
7.
Panjang sisi bagian dalam ruang pengendali kebakaran 2,5 m
8.
Terdapat ventilasi di ruang pengendali kebakaran.
9.
Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam ruang pengendali
diberi tanda dengan tulisan Ruang Pengendali Kebakaran
10. Huruf pada tanda ruang pengendali kebakaran memiliki tinggi
50 mm
11. Warna huruf tanda ruang pengendali kebakaran kontras dengan
latar belakangnya (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Ç
.
Sistem Proteksi Petir
Menurut Peraturan Menteri Nomor 26 tahun 2008, setiap
bangunan dan gedung harus dilengkapi dengan instalasi sistem
proteksi petir (SPP) yang dapat melindungi bangunan, manusia dan
(1)
Titik Panggil Manual di Ruang DCS
Hidran dan SIstem Pipa Tegak
Petunjuk Penggunaan APAR
Kartu Pemeliharaan APAR
(2)
LAMPIRAN 5
(3)
(4)
(5)
LAMPIRAN 6
(6)