Kinerja Aparatur Dinas Kesehatan Dalam Menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Di Provinsi Jawa Barat

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana

Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Disusun oleh: IYANG YUSTIKA

41706004

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

(Suatu Studi Pada Bagian Data Dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat)

Dalam upaya mengembangkan pemerintah yang berbasis digital, pemerintah online, sebagai wujud dari penerapan E-Government Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat membangun SIRS yang berfungsi sebagai sistem pelaporan rumah sakit dan informasi kesehatan di Provinsi Jawa Barat yang berguna bagi aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan masyarakat di Provinsi Jawa Barat. Kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan belum adanya SDM yang handal dan berkualitas secara merata dalam menerapkan SIRS.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kinerja dari Keith Davis yang mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Kinerja aparatur (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang aparatur dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara, sedangkan teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive (pengambilan informan berdasarkan tujuan). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan sudah dikatakan baik, hal ini terkait dengan kemampuan (ability) aparatur dalam mengoperasikan SIRS, dan motivasi (motivation) yang terlihat dari sikap dalam menghadapi situasi kerja atau kondisi kerja baik itu pimpinan dan bawahan dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sudah siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan).


(3)

(A study in Data and Information Division of Health Department of Province of West Java)

In order to develop a digital-based government, online government, as the realization an implementation of e-government in Province of West Java through the Health Department, established a hospital information system (SIRS) for reporting system and information of hospital to the apparatus and society. The problem of performance in implementation of SIRS is shortage in qualify and skilled human resources.

Theory used in research is Keith Davis’s theory on performance arguing

that there are two influencing factors in achieve the performance involves ability and motivation. The achievement is qualifying and quantifying results by apparatus in implementation the program according to their responsibility.

A method used in research is descriptive with qualitative approach. Data collected by observation and interview, while the informant establishment technique uses purposive.

By the result it is concluded that performance of apparatus to implement the SIRS in Province of West Java at Data and Information Division of Health Department was accomplish the target, which it correlated to the ability and motivation in cope with the situation or working condition, whose the leader or subordinate has already in psychophysics.


(4)

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, kerana atas rahmat dan inayahNya, saya sebagai peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Kinerja Aparatur Dinas Kesehatan Dalam Menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Di Provinsi Jawa Barat”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarganya dan para sahabatnya, serta kepada umat-umatnya yang taat kepada sunah-sunahnya sampai akhir zaman. Amin.

Dalam upaya mengembangkan pemerintah yang berbasis digital, pemerintah online, sebagai wujud dari penerapan E-Government Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat membangun Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang berfungsi sebagai sistem pelaporan rumah sakit dan informasi kesehatan di Provinsi Jawa Barat yang berguna bagi aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan masyarakat di Provinsi Jawa Barat.

Pembangunan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) merupkan penunjang pelaksanaan kesehatan di daerah. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berupaya menyajikan informasi bagi pihak yang berkepentingan, karena kebutuhan masyarakat akan informasi semakin tinggi dikarenakan mobilitas penduduk yang sangat cepat.

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang berfungsi sebagai sistem pelaporan rumah sakit dan informasi kesehatan di Provinsi Jawa Barat yang berguna bagi aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan masyarakat di Provinsi Jawa Barat, dalam keberhasilannya tergantung dari kinerja aparatur dalam menerapkannya. Setiap aparatur yang bersangkutan melalui kinerjanya harus mampu mengoptimalkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) sebagai sistem pelaporan rumah sakit dan informasi kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.


(5)

kesalahan dalam penyusunan penulisan berikutnya.

Pada kesempatan ini, peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA selaku Dekan FISIP Unikom. 2. Ibu Nia Karniawati, S.IP, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Pemerintahan FISIP Unikom.

3. Ibu Dewi Kurniasih, S.IP, M.Si. selaku Dosen Wali dan Dosen Pembimbing. 4. Semua dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unikom, yang telah

memberikan pelajaran dan pendidikan kepada peneliti.

5. Semua teman-teman Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unikom, yang telah mendukung terhadap skripsi Penelitian ini kepada peneliti.

6. Semua pihak dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang telah membantu dalam Penulisan skripsi ini.

7. Kedua orang tua, keluarga, saudara-saudara peneliti, yang tidak pernah berhenti memberikan bantuan yang berupa usaha dan do’a.

8. Sang adik yang tecinta dan tersayang, D. Irma Yulianti (SDN CIJAMBE). 9. Semua teman-teman dari Subang.

10.Semua teman-teman dari Bandung.

11.Kepada semua pihak dari berbagai kalangan, semua adik-adik, teman-teman, kakak-kakak dan saudara-saudara yang telah berpengaruh dalam hidup ini dan dalam Penulisan skripsi. Saya tidak dapat menyusun sebuah mimpi, berharap dan melangkah tanpa kehadiran kalian semua.


(6)

Bandung, Agustus 2011


(7)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah adalah pemberian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan di daerah. Kepada daerah perlu diberikan wewenang-wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah agar Otonomi daerah dapat terlaksana sesuai dengan tujuan, penerapan Otonomi daerah telah membuka peluang bagi daerah provinsi, daerah kabupaten/kota untuk mengembangkan kreativitas dan inovasinya membangun daerah guna mengimplementasikan makna otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Daerah memiliki kewenangan yang mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama. Setiap daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2008


(8)

memberikan hak kepada daerah berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat tersebut merupakan prakarsa daerah sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan bukan lagi merupakan instruksi dari pusat. Sehingga daerah dituntut untuk responsif dan akomodatif terhadap tuntutan dan aspirasi masyarakatnya.

Implikasi dari otonomi daerah menurut Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2008 ini terhadap pembangunan daerah adalah terjadinya pergeseran kewenangan dalam kebijakan perencanaan dan pembangunan daerah. Daerah mempunyai kewenangan dalam menetapkan kebijakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah melalui desentralisasi kebijakan.

Pemerintah dituntut untuk lebih meningkatkan kinerja aparatur dalam melayani masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu dasar yang komprehensif dan terpadu dalam meingkatkan kinerja aparatur pemerintah daerah sehingga memudahkan dalam pelaksanaannya. Dasar tersebut menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahannya yang diwujudkan dalam birokrasi pemerintahan. Birokrasi pemerintahan merupakan alat pemerintahan, aparatur juga menjadi alat utama bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

kemampuan sebagai wujud dari SDM menunjukan potensi seseorang untuk melaksanakan pekerjaan dan merupakan kekuatan yang mendorong


(9)

seseorang untuk bekerja giat dan mengerjakan pekerjaannya. Persyaratan yang sangat mendasar bagi aparatur adalah kemampuan dengan motivasi kerja yang tinggi sehingga terciptanya kinerja aparatur yang maksimal untuk merealisasikan potensi kerja yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan organisasi. Peran yang begitu besar dari SDM sebagai pelaku utama dan merupakan input dari proses produksi dalam pembangunan akan tercapai apabila faktor-faktor penunjang optimalisasi peran tersebut tercapai. Salah satu faktor yang menentukan peran SDM adalah kinerja. Aparatur dalam organisasi atau perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik diharapkan akan mempunyai kontribusi positif terhadap organisasi. Kinerja aparatur sangat ditentukan oleh seberapa baik pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan yang dimiliki aparatur dan memfasilitasi pencapaian kinerja mereka.

Tuntutan masyarakat terhadap transparasi penyelenggaraan pembangunan semakin tinggi. Akuntabilitas dan transparasi memang harus dimiliki oleh setiap penyelenggara pembangunan. Bentuk tuntutan tentang akuntabilitas dan transparasi dalam organisasi adalah kualitas kinerja pelayanan publik karena misi organisasi pemerintah adalah memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Semakin tingginya tuntutan transparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan pembangunan tersebut, pemerintah telah meresponna dengan mengelurkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP merupakan sistem pengukuran dan penilaian kinerja berdasarkan self-assesment. Setiap intansi


(10)

pemerintah harus melakukan pengukuran dan penilaian sendiri terhadap kinerja intansinya. Keakuratan dan standarisasi pengukuran menjadi hal mutlak diperlukan agar ada jaminan terhadap kebenaran dan keakuratan hasil penilaian itu. Kinerja organisasi tidak akan terpacu untuk berkembang jika sistem tidak akurat dan standar pengukuran tidak tepat atau lemah.

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki banyak potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Selain itu Jawa Barat merupakan provinsi paling banyak jumlah penduduknya yang terbagi dalam 16 kabupaten, 9 kota dengan 592 kecamatan dan 5821 desa yang tersebar di seluruh Provinsi Jawa Barat. Kondisi geografis Provinsi Jawa Barat yang berdekatan dengan ibu kota negara menjadikan Jawa Barat sebagai daerah yang sangat strategis yang tidak saja bermanfaat bagi ibu kota tetapi bagi masyarakat Jawa Barat.

Sektor kesehatan yang merupakan salah satu sektor pembangunan yang sedang mendapat perhatian besar dari pemerintah Provinsi Jawa Barat karena pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap upaya pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan juga merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi serta berperan penting terhadap penanggulangan kemiskinan sehingga dikatakan pembangunan kesehatan adalah suatu investasi bagi pembangunan masyarakat.


(11)

Pembangunan kesehatan merupakan upaya memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dibutuhkan perubahan cara pandang (mindset) dari sakit ke sehat.

Kesehatan merupakan salah satu sektor pembangunan yang sangat potensial untuk dapat diintegrasikan dengan kehadiran teknologi informasi. Salah satu contoh aplikasi teknologi informasi di bidang kesehatan adalah dengan mengimplementasikan suatu sistem jaringan kesehatan global dalam satu komunitas, yang dapat berbasis pada local area network, metropolitan area network maupun wide area network, yang menghubungkan beberapa pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit.

Memasuki milenium ketiga, globalisasi memiliki dimensi yang dapat dikatakan sama sekali berbeda, dengan penetrasi teknologi informasi canggih, dunia saat ini telah mengalami revolusi informasi yang sangat luar biasa. Perkembangan globalisasi di Negara Indonesia sangatlah cepat terutama di bidang teknologi informasi, teknologi informasi merupakan suatu acuan bagi Negara Indonesia dalam manghadapi era globalisasi. Konsep teknologi yang ada di suatu pemerintahan disebut E-Government, yang dapat menghubungkan secara lebih


(12)

mudah dan transparan. Interaksi antara pemerintah dan warga negara (G2C-pemerintah ke warga negara), (G2C-pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-(G2C-pemerintah ke perusahaan bisnis) dan hubungan antar pemerintah (G2G-hubungan inter-agency).

Aplikasi teknologi informasi di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah merupakan salah satu wujud dari E-government, dimana E-government di sini diartikan sebagai pemerintaha digital, pemerintah online, yang dapat menghubungkan secara lebih mudah dan transparan. Interaksi antara pemerintah dan warga negara (G2C-pemerintah ke warga negara), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-pemerintah ke perusahaan bisnis) dan hubungan antar pemerintah (G2G-hubungan inter-agency).

Langkah awal yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan E-government adalah dengan memberikan komitmen kepada peningkatan pelayanan terhadap masyarakat, diantaranya melalui media elektronik sebagai salah satu bentuk peningkatan pelayanan. Melalui media elektronik seperti itu dapat disediakan ragam informasi seperti seputar pemerintahan, dimulai dari tingkat paling rendah sampai ke tingkat pusat, informasi seputar budaya, niaga, pendidikan, lingkungan hidup dan apapun saja yang berkenaan dengan hak serta kewajiban pemerintah terhadap publik dan begitu juga sebaliknya.

Langkah berikutnya dengan menyediakan fasilitas umpan balik (feedback) bagi masyarakat untuk bertanya dan mengirim kritik. Misalnya, masyarakat dapat melaporkan jalan yang rusak di tempat tertentu. Hal ini dapat


(13)

pula ditanggapi oleh kelompok masyarakat yang lain yang dapat berbagi informasi atau pengalaman mereka dalam mengelola lingkungannya. Pemerintah umumnya jarang yang memiliki sumber daya manusia yang handal di bidang teknologi informasi. SDM yang handal biasanya ada di lingkungan bisnis/industri. Pemerintah berbasis digital atau E-government merupakan bentuk pemerintahan di masa depan. Namun demikian, keberadaanya sangat bergantung SDM yang akan menjalankan pemerintahan tersebut, baik sumber daya aparatur maupun sumber daya manusia sebagai suatu bangsa.

Provinsi Jawa Barat dalam mengembangkan potensi yang dimiliki daerah baik dari SDM dan sumber daya alam (SDA) perlu didukung dengan penggunaan teknologi dan informasi. Penggunaan teknologi dan informasi yang lebih kompetitif dapat menjalankan roda pemerintahan dan mewujudkan pembangunan bidang teknologi dan informasi di Provinsi Jawa Barat. Kemajuan teknologi dan informasi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari suatu organisasi pemerintahan yang sudah banyak menggunakan konsep teknologi pemerintahan atau yang sering disebut dengan E-Government.

E-Government merupakan salah satu bentuk usaya yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat khususnya oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, dalam menjalankan aktivitas pemerintahannya yang lebih efektif dan efisien. E-Government merupakan upaya mengaplikasikan pelayanan pemerintahan melalui sistem informasi berbasis komputer. Salah satu bentuk upaya pemeritah Provinsi Jawa Barat sebagai pengembangan E-Government yaitu salah satunya dengan penerapan SIRS di bidang kesehatan di Dinas Kesehatan


(14)

Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan sebagai aplikasi teknologi informasi kesehatan daerah.

SIRS merupakan suatu tatanan yang berurusan dengan pengumpulan data, pengolahan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpulan informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tentang informasi kesehatan untuk pengambilan keputusan, Maka dengan SIRS yang menggunakan sistem komputerisasi di dalam mengaplikasikan segala data-data akan menjadi lebih mudah dikerjakan, sehingga pencatatan data lebih cepat, tepat dan akurat, sehingga dapat mengurangi waktu pengerjaan dan menghindari kesalahan-kesalahan yang diakibatkan kesalahan pencatatan data-data yang ada. Pengendalian sistem kesehatan yang bertujuan untuk memantau dan menilai keberhasilan penyelenggaraan secara berjenjang dan berkelanjutan, digunakan tolok ukur atau indikator pembangunan kesehatan baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Perkembangan sistem informasi kesehatan nasional dan kesehatan daerah yang terpadu yang mampu manghasilkan data/informasi yang tepat, cepat dan akurat, sehingga mampu menjadi bagian utama dari pengambilan keputusan.

Pelaksanaan desentralisasi sektor kesehatan telah berlangsung sejak awal tahun 2001 dimana setelah berjalan selama 8 tahun untuk mengkaji ulang pelaksanaan sistem informasi kesehatan yang berada di tingkat kabupaten/kota yang mengalami berbagai hambatan dan berjalan kurang lancer sehingga hal ini akan menjadi masukan sebagai suatu sember informasi dalam pengambilan keputusan.


(15)

Dinas Kesehatan Privinsi Jawa Barat yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Privinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008, dengan tugas dan fungsi menjalankan sebagian tugas Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat yaitu di bidang pembangunan kesehatan. Tugas pokok Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat adalah melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

SIRS sebagai sistem pelaporan rumah sakit dan informasi kesehatan kepada masyarakat, dalam keberhasilannya tergantung dari kinerja aparatur dalam menerapkannya. Setiap aparatur yang bersangkutan melalui kinerjanya harus mampu mengoptimalkan SIRS dan memberikan pelayanan informasi kesehatan kepada masyarakat secara maksimal melalui SIRS yang merupakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan rumah sakit yang berfungsi untuk mengolah data mengenai informasi kesehatan yang dibuat laporan bulanan dan laporan tahunannya ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Selain itu, SIRS dapat juga berfungsi sebagai sistem informasi kesehatan untuk masyarakat. SIRS hanya dapat digunakan oleh pengelola atau pengguna yaitu aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan. Aplikasi SIRS ini hanya digunakan oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat saja, karena aplikasi ini bersifat Government to Government. SIRS tidak bisa diakses langsung oleh masyarakat, apabila ada masyarakat berkepentingan yang ada kaitannya dengan SIRS seperti ingin mengetahui salah satu informasi kesehatan yang ada di Jawa Barat, maka masyarakat bisa datang langsung ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan.


(16)

Kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan belum adanya SDM yang berkualitas dan handal secara merata dalam menerapkan SIRS sehingga terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Adapun kendala yang dihadapi tersebut adalah belum siapnya aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam mengoperasikan SIRS sebagai wujud kinerja dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS tersebut. Selain dari itu aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat belum dapat mensosialisasikan SIRS sebagai informasi kesehatan tersebut kepada masyarakat di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul skripsi ini yaitu ”Kinerja Aparatur Dinas Kesehatan Dalam Menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Di Provinsi Jawa Barat”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS?

2. Bagaimana motivasi (motivation) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS?


(17)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

2. Untuk mengetahui motivasi (motivation) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penulisan penelitian ini dilakukan dengan kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat

2. Secara Teoritis

Penelitian ini untuk mengembangkan teori-teori kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat sebagai sistem pelaporan rumah sakit dan pelayanan informasi kesehatan kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu wujud dari pelayanan publik. Melalui kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap


(18)

pemerintahan yang berbasis E-Government sebagai salah satu kajian dalam program studi ilmu pemerintahan.

3. Secara Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

1.5 Kerangka Pemikiran

Definisi kinerja karyawan menurut Anwar Prabu Mangku Negara bahwa, “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2006:67).

Definisi kinerja tersebut dapat dijelaskan sebuah prestasi kerja atau hasil kerja yang (output) yang dihasilkan oleh seseorang aparatur baik dilihat dari segi kulitas maupun kuantitas yang telah dicapai oleh aparatur dalam melaksanakan tugas kerja sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Pengertian mengenai Aparatur Pemerintah disebutkan oleh Dhama Setyawan Salam dalam buku yang berjudul Manajemen Pemerintahan Indonesia yang menjelaskan bahwa: “Aparat Pemerintah adalah pekerja yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan, melakukan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku” (Setyawan, 2004:169).

Berdasarkan pengertian di atas, maka aparatur pemerintahan merupakan seseorang yang digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis dengan berdasarkan ketentuan yang ada.


(19)

Jadi kinerja aparatur adalah hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang aparatur dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Oleh karena itu bila ingin tercapainya tujuan yang telah ditetaapkan sebelumnya, maka perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (1985:484) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:

1. Ability

Psychologically, ability consists of potential ability (IQ) and reality (knowledge + skill). It is means that leader and subordinate with IQ on average (110-120), even superior IQ, very superior, gifted and genius with right education for right position and capable in daily working, is easy to get the maximum performance.

2. Motivation

It is considered as the leader attitude and subordinate to the workplace. Anyone with positive attitude to their working condition is will shows high motivation and vice versa. The meaning of situation is that there is working contact, facility, atmosphere, leader policy, leadership model and working condition.

(Davis, 1985:484).

Berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan dapat mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka kinerja pegawaipun akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah atau tidak sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai. Begitu juga


(20)

dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.

E-government sekarang ini menjadi salah satu pembahasan dalam pemerintahan. E-government di sini diartikan sebagai pemerintaha digital, pemerintah online, yang dapat menghubungkan secara lebih mudah dan transparan. Interaksi antara pemerintah dan warga negara (G2C-pemerintah ke warga negara), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-pemerintah ke perusahaan bisnis) dan hubungan antar pemerintah (G2G-hubungan inter-agency).

Tenaga teknis yang handal dapat membantu pemerintah dalam setup server dan acces point di berbagai tempat. Contohnya antara lain adalah penyediaan informasi yang sering dicari oleh masyarakat. Informasi ini dapat berupa informasi kesehatan misalnya. Pengertian E-government menurut Edi Sutanta yaitu:

E-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meingkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologi ini kemudian manghasilkan hubungan bentuk baru, seperti pemerintah kepada masyarakat, pemerintah kepada pemerintah dan pemerintah kepada bisnis atau pengusaha” (Sutanta, 2003:150).

Berdasarkan pengertian di atas, E-government yang ada dalam suatu pemerintahan berfungsi sebagai interaksi antara pemerintah kepada masyarakat, pemerintah kepada pemerintah dan pemerintah kepada bisnis atau pengusaha.

Sistem bukanlah hal yang asing bagi kebanyakan orang. Sering kali sistem mengacu pada komputer seperti IBM PC atau Macintosh, tetapi juga bisa ke arah yang lebih luas seperti sistem tata surya atau bahkan ke hal-hal yang lebih spesifik seperti sistem respirasi mamalia.


(21)

Sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan. Menurut Scott, dalam bukunya M. Khoirul Anwar yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintah Di Era Otonomi Daerah, sistem terdiri dari unsur-unsur seperti masukan (input), pengolahan (processing) serta keluaran (output). (Scott dalam Anwar, 2004:5).

Pada dasarnya sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai gambaran, jika dalam sebuah sistem terdapat elemen yang tidak memberikan manfaat dalam mencapai tujuan yang sama, maka elemen tersebut dapat dipastikan bukanlah bagian dari sistem. Sebagai contoh, raket dan pemukul bola kasti (masing-masing sebagai elemen) tidak bisa membentuk sebuah sistem, karena tidak ada sistem permainan olah raga yang memadukan kedua peralatan tersebut.

Ada beberapa elemen yang membentuk sebuah sistem, yaitu: 1. Tujuan,

2. Masukan, 3. Keluaran, 4. Proses,

5. Mekanisme pengendalian, dan 6. Umpan balik.

(Kadir, 2006:54)

Selain dari itu, sistem juga berinteraksi dengan lingkungan dan memiliki batas. Gambar 1.1 memperlihatkan hubungan antar elemen dan juga kaitannya dengan lingkungan.


(22)

Gambar 1.1

Sistem Perusahaan dan Elemen-elemennya

1. Tujuan

Setiap sistem memiliki tujuan (goal), entah hanya satu atau mungkin banyak. Tujuan inilah yang menjadi pemotivasi yang mengarahkan sistem. Tanpa tujuan, sistem menjadi tak terarah dan tak terkendali. Tentu saja, tujuan antara satu sistem dengan dengan sistem lain berbeda-beda. (Kadir, 2006:55)

Begitu pula yang berlaku pada sistem informasi. Setiap sistem informasi meiliki suatu tujuan, tetapi dengan tujuan yang berbeda-beda. Walaupun begitu, tujuan utama yang umum ada tiga macam (Hall, 2001), yaitu:

1. Untuk mendukung fungsi kepengurusan manajemen,

2. Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen, dan 3. Untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan.

(Hall, 2001)

Tujuan tersebut utama tersebut memberikan penjelasan tentang fungsi dari sistem informasi itu sendiri, yaitu untuk kepengurusan manajemen, untuk

Proses Keluaran

Mekanisme Pengendalian Masukan

Tujuan

Umpan Balik Pelanggan

Bank

Pemerintah Pemilik

Pesaing Vendor


(23)

medukung pengambilan keputusan manajemen dan untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan.

2. Masukan

Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan untuk diproses. (Kadir, 2006:56) Masukan dapat berupa hal-hal berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak. Contoh yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya permintaan jasa dari pelanggan).

Pada sistem informasi, masukan dapat berupa data transaksi, dan data non-transaksi (misalnya surat pemberitahuan), serta instruksi.

3. Proses

Proses merugpakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari masukan menjadi keluaran yang berguna, misalnya berupa informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak berguna, misalnya saja sisa pembangunan atau limbah. Pada pabrik kimia, proses dapat berupa pemanasan bahan mentah. Pada rumah sakit, proses dapat berupa aktivitas pembedahan pasien. (Kadir, 2006:56)

Pada sistem informasi, proses dapat berupa suatu tindakan yang bermacam-macam. Meringkas data, melakukan perhitungan dan mengurutkan data berupa merupakan beberapa contoh proses.


(24)

4. Keluaran

Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan dan sebagainya. (Kadir, 2006:57)

Sedangkan informasi menurut Mcfadden yang di kutip oleh Abdul Kadir dalam bukunya yang berjudul Pengenalan Sistem Informasi adalah data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut. (Mcfadden dalam Kadir, 2006:31).

Berdasarkan pengertian informasi di atas Edhy Sutanta mengemukakan beberapa fungsi informasi, yaitu:

1. Menambah pengetahuan, 2. Mengurangi ketidakpastian, 3. Mengurangi resiko kegagalan,

4. Mengurangi keanekaragaman/variasi yang tidak diperlukan, dan

5. Memberi standar, aturan-aturan, ukuran-ukuran, dan keputusan-keputusan yang menentukan pencapaian sasaran dan tujuan.

(Sutanta, 2003:11).

Berdasarkan penjelasan definisi-definsi di atas, sistem informasi merupakan data yang diproses sedemikian rupa yang terdiri dari unsur-unsur seperti masukan, pengolahan serta keluaran yang tersusun secara sistematis dan berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut. Sistem informasi merupakan salah satu bentuk pengambilan keputusan. karena sistem informasi, bertujuan untuk menyajikan suatu informasi, yang pada akhirnya informasi tersebut berguna dalam pengambilan suatu keputusan.

Sejalan dengan definisi di atas, sistem informasi menurut Hall yang dikutip oleh Abdul Kadir dalam bukunya yang berjudul Pengenalan Sistem


(25)

Informasi, adalah ”Sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikelompokan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada pemakai” (Hall dalam Kadir, 2006:11).

Sistem Informasi merupakan rangkaian prosedur formal yang dalam penyebaran informasinya melalui beberapa tahapan pertama data yang telah diperoleh dikelompokan, lalu data tersebut diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada pemakai. Sistem informasi di dalam suatu organisasi mendukung suatu operasi dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dalam penyediaan informasi terhadap pengambilan sebuah keputusan.

Selanjutnya Abdul Kadir dalam bukunya yang berjudul Pengenalan Sistem Informasi, menjelaskan ada sejumlah komponen dalam sistem informasi, arsitektur informasi, sistem pemrosesan data terpusat dan tersebar maupun model client/server, dan membahas sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam operasional dan pengembangan sistem informasi. Dalam suatu sistem informasi terdapat komponen-komponen seperti:

1. Perangkat keras (hadrdware): mencakup peranti-peranti fisik seperti komputer dan printer.

2. Perangkat lunak (software) atau program: sekumpulan instrukasi yang memungkinkan perangkat keras untuk dapat memproses data.

3. Prosedur: sekumpulan aturan yang dipakai untuk mewujudkan pemrosesan data dan pembangkitan keluaran yang dikehendaki.

4. Orang: semua pihak yang bertanggung jawab dalam mengembangkan sistem informasi, pemrosesan dan penggunaan keluaran sistem informasi. 5. Basis data (data base): sekumpulan tabel, hubungan dan lain-lain yang

berkaitan dengan penyimpanan data.

6. Jaringan komputer dan komunikasi data: sistem penghubung yang memungkinkan sesumber (resources) dipakai secara bersama atau diakses oleh sejumlah pemakai.


(26)

Pada prakteknya, tidak semua sistem informasi mencakup keseluruhan komponen-komponen tersebut. Sebagai contoh, sistem informasi pribadi yang hanya melibatkan seluruh pemakai dan sebuah komputer tidak melibatkan fasilitas jaringan dan komunikasi. Namun, sistem informasi grup kerja (workgroup informasi system) yang melibatkan sejumlah orang dan sejumlah komputer, memerlukan sarana jaringan dan komunikasi.

Gambar 1.2

Komponen Sistem Informasi

Berdasarkan berbagai definisi-definisi di atas, sistem informasi merupakan serangkaian prosedur formal untuk mencapai suatu tujuan yaitu menyajikan informasi. Sistem informasi menerima masukan data, pengelompokan, dan mengeluarkan hasil informasinya tersebut.


(27)

SIRS yang merupakan bagian dari hasil pengolahan data ini tentunya memberikan pelayanan terbaik kepada publik atau masyarakat. Menurut Sinambela, pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. (Sinambela, 2007:5).

SIRS sebagai salah satu bentuk informasi kesehatan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu bentuk pelayanan publik berupa sistem informasi, prinsip utama dalam pelayanan publik adalah kualitas pelayanan publik yang dirasakan oleh pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka peneliti membuat definsi operasional. Definisi operasional merupakan suatu definisi yang menyatakan secara jelas dan akurat mengenai bagaimana suatu konsep tersebut dapat diukur (Hermawan, 2004:42).

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Kinerja adalah hasil kerja (output) dari seseorang aparatur baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

2. Aparatur adalah seseorang yang bekerja di pemerintahan, yaitu aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang digaji untuk melakukan tugas-tugasnya secara teknis, yaitu dalam menerapkan SIRS sesuai dengan ketentuan atau tanggung jawab yang diberikannya.


(28)

3. Kinerja aparatur adalah hasil dari kerja yang telah dicapai oleh seorang aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat baik itu secara kualitas dan kuantitas dalam menerapkan SIRS. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS sebagai berikut:

a. Faktor kemampuan (ability)

Kemampuan adalah suatu keahlian (skill) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat terhadap situasi kerja (situation) dalam menerapkan SIRS. Kemampuan terdiri dari:

1) Kemampuan potensi (IQ)

Kemampuan potensi (IQ) adalah kesiapan secara tenaga dan pikiran aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

2) Kemampuan reality (knowledge+skill)

Kemampuan reality (knowledge+skill) adalah kemampuan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan keterampilan aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

b. Faktor motivasi (motivation)

Motivasi adalah kondisi atau energi yang menggerakan diri aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang terarah dan tertuju dalam menerapkan SIMRS. Motivasi terdiri dari:


(29)

1) Sikap (attitude)

Sikap adalah mental yang dimiliki oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

2) Situasi (situation)

Situasi adalah kondisi kerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

4. Dinas adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam sektor kesehatan yang merupakan salah satu sektor pembangunan yang sedang mendapat perhatian besar dari pemerintah Provinsi Jawa Barat karena pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional.

5. SIRS adalah suatu sistem informasi manajemen, sistem pencatatan dan pelaporan rumah sakit yang direkapitulasi di setiap tingkatan administrasi dengan waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut maka SIRS merupakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan rumah sakit yang berfungsi untuk mengolah data mengenai kesehatan tentang penyakit yang dibuat laporan bulanan dan laporan tahunannya ke tingkat administrasi yang lebih tinggi seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi.

Berdasarkan definisi operasional di atas, maka peneliti merumuskan proposisi. Masri Singarimbun berpendapat bahwa proposisi adalah hubungan yang logis antar dua konsep khususnya didasarkan dalam bentuk suatu pernyataan


(30)

yang menerangkan hubungan antar dua konsep. (Singarimbun, 2006:154). Jadi proposisinya adalah terciptanya kinerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang efektif dalam menerapkan SIRS dapat dilihat dari model kerangka pemikiran berikut dibawah ini:

Gambar 1.3

Model Kerangka Pemikiran

1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini dan berhubungan dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang digunakan untuk mencari kebenaran dalam penelitian ini adalah berdasarkan suatu metode. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian deskriptif. Dikutip

Kinerja Aparatur Dinas Kesehatan Dalam Menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Provinsi Jawa

Barat

Faktor Motivasi (Motivation) 1. Sikap (Attitude)

2. Situasi Kerja (Situation) Faktor Kemampuan

(Ability)

1. Kemampuan Potensi (IQ)

2. Kemampuan Realita

(Knowledge+Skill)

Terciptanya Kinerja Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Yang Efektif Dalam Menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)


(31)

dari buku Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Metode penelitian deskriptif adalah:

“Prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diselidiki (seseorang, lembaga, masyarakat, pabrik dan lain-lain) sebagaimana adanya, berdasarkan fakta-fakta yang aktual pada saat sekarang” (Nawawi, 2006:67).

Berdasarkan pengertian di atas, maka metode deskriptif adalah salah satu cara dalam pemecahan masalah penelitian dengan cara memaparkan keadaan suatu objek yang diselidiki berdasarkan fakta-fakta yang aktual pada saat saat sekarang. Peneliti menggunakan metode deskriptif, karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat, serta mendeskripsikan sejumlah konsep yang berkenaan dengan masalah SIRS tersebut.

Peneliti juga memilih metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dikarenakan peneliti dalam melakukan penelitian secara langsung di lapangan. Menurut Taylor dan Bogdan dalam bukunya Bagong Suyanto dan Sutinah yang berjudul Metode Penelitian Sosial, Pendekatan kualitatif adalah: “Penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (dalam Bagong, 2005:166). Berdasarkan penjelasan dari definisi di atas, penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang mempelajari dari tingkah laku manusia khususnya orang-orang yang diteliti. Pemahaman terhadap orang yang diteliti mengenai tingkah laku manusia, peneliti harus dapat mamahami proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang diteliti.


(32)

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Studi Pustaka, yaitu dengan membaca dan mencari buku-buku yang berhubungan langsung dengan kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat. Serta dokumenter, yaitu format pencatatan dokumen dan sumber datanya berupa catatan atau dokumen yang tersedia di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

2. Studi Lapangan, yaitu dengan mengamati dan terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat. Studi lapangan ini terdiri dari:

a. Observasi (Observation), Pengumpulan data dengan mengamati secara langsung keadaan instansi atau lembaga dengan segala aspek kegiatan yang berhubungan dengan penelitian. Observasi dilakukan oleh peneliti tentang proses kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat. Dengan menggunakan cara penelitian di atas peneliti ingin mengetahui kebenaran pandangan teoritis tentang masalah yang diselidiki dalam hubungannya dengan dunia kenyataan. Disamping juga untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkannya.

b. Wawancara (Interview), yaitu pengumpulan data dengan cara berkomunikasi secara langsung dengan pimpinan instansi dan bagian-bagian yang menangani kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam


(33)

menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat. Dengan metode wawancara ini peneliti dapat memperoleh keterangan yang sedalam-dalamnya tentang kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS Provinsi Jawa Barat. Suatu masalah yang diteliti dan cepat memperoleh informasi yang diinginkan serta informasi yang diperoleh melalui wawancara akan lebih dipercaya kebenarannya, karena salah tafsiran dapat diperbaiki sewaktu wawancara dilakukan. Jadi dengan metode wawancara peneliti dapat memperoleh bahan-bahan, dimana peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih obyektif tentang kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat.

1.6.3 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini adalah purposive (pengambilan informan berdasarkan tujuan). Teknik penentuan informan ini adalah siapa yang akan dijadikan sebagai anggota informan diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.

Menurut Irawan Soehartono teknik pengambilan sampel purposive (pengambilan sampel berdasarkan tujuan) “Teknik pengambilan sampel ini, siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan pengambil data yang menurut dia sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. (Soehartono, 2002:63). Penentuan informan dalam penelitian ini berdasarkan


(34)

objek yang diteliti dan berdasarkan keterkaitan informan tersebut dengan penelitian.

Adapun informan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan, peneliti melakukan wawancara kepada aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan, peneliti mengambil beberapa orang dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang dianggap memiliki cukup informasi tentang kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat.

Adapun kriteria dari informan yang merupakan aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan dalam menerapkan SIRS yang berkaitan dalam penelitian ini adalah:

1. Edi Sutardi, SKM, M.Kes sebagai Kepala Seksi Data dan Informasi Kesehatan, beliau dijadikan narasumber karena belieu merupakan Kepala Seksi Data dan Informasi Kesehatan.

2. Adjat Munadjat sebagai staf Data dan Informasi Kesehatan, beliau dijadikan darasumber karena beliau merupakan orang yang bertugas mengolah data SIRS yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

3. Sutiwa Wahyudin, SKM sebagai staf Data dan Informasi Kesehatan, beliau dijadikan narasumber karena beliau dapat memberikan informasi tentang SIRS yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

4. Herti Suherti Rachma Dewi SKM sebagai staf Data dan Informasi Kesehatan, beliau dijadikan narasumber karena beliau yang mengkoodinir dalam


(35)

penyelenggaraan SIRS yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan. 5. Oman Rustandi sebagai staf Data dan Informasi Kesehatan, beliau dijadikan

narasumber karena beliau sebagai pelaksana administrasi pengumpulan data SIRS yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

6. Usman Hermawan sebagai staf Data dan Informasi Kesehatan, beliau dijadikan narasumber karena beliau sebagai pelaksana administrasi pengumpulan data SIRS yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

Penentuan informan untuk nara sumber berikutnya adalah masyarakat yang menggunakan pelayanan informasi kesehatan melalui SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat, peneliti menggunakan accidental, yaitu:

Accidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu teknik sampling kebetulan dilakukan apabila pemilihan anggota sampelnya dilakukan terhadap orang atau benda yang kebetulan ada atau ditemui” (Husaini, 2009:45).

Berdasarkan definisi di atas peneliti mengambil salah satu masyarakat untuk digunakan sebagai sampel secara kebetulan bila salah satu masyarakat itu cocok untuk dijadikan sebagai nara sumber. Peneliti akan menjadikan masyarakat yang datang ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang menggunakan pelayanan informasi kesehatan melalui SIRS menjadi nara sumber, karena masyarakat yang langsung merasakan pelayanan informasi kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu hasil dari kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat.


(36)

1.6.4 Teknik Analisis Data

Analisa data adalah suatu kegiatan yang mengacu pada penelahaan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian, hubungan di antara bagian dalam keseluruhan. Teknik analisa data yang sesuai dengan penelitian ini adalah analisa deskriptif kualitatif. Secara operasional teknik analisis data yang dilakukan melalui beberapa tahapan sebagaimana model teknik analisa data yang dikemukakan oleh Moleong bahwa:

“Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Moleong, 2005:248)

Sesuai dengan definisi di atas, analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan berdasarkan data, analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan bedasarkan data yang ada. Data dipilih dan dikelola berdasarkan jenisnya. Pola analisis ditentukan berdasarkan temuan data. Setelah dipelajari, maka hasil analisis tersebut disimpulkan. Kesimpulan analisis tersebut merupakan informasi yang dapat disampaikan kepada orang lain.

Menurut Miles dan Huberman mengemukakan teknik analisis deskriptif, tahapan-tahapan dalam analisis deskriptif setelah data terkumpul adalah sebagai berikut:

1. Reduksi data sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, klasifikasi data kasar dari hasil penggunaan teknik dan alat pengumpulan data lapangan. Reduksi data sudah dilakukan secara bertahap dengan cara membuat ringkasan data yang dipilih dan disilang melalui komentar informan dalam wawancara dan observasi informasi yang berasal dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

2. Penyajian data merupakan suatu upaya penyusunan sekumpulan informann menjadi pertanyaan. Data kualitatif disajikan dalam bentuk


(37)

teks yang pada awalnya terpencar dan terpisah menurut sumber informasi dan pada saat diperolehnya informasi tersebut. Kemudian data diklasifikasikan menurut pokok-pokok permasalahan yang menjadi pembahasan antara lain kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat.

3. Menarik kesimpulan berdasarkan reduksi sebelumnya. Selaras dengan mekanisme logika pemikiran induktif. Penarikan kesimpulan akan bertolak dengan hal-hal yang khusus (spesifik) sampai kepada rumusan kesimpulan yang sifatnya umum (general).

(Milles, 1992:224)

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berdasarkan pada pengumpulan data. Pengumpulan data primer maupun data sekundera berdasarkan dokumentasi atau penelitian. Penilaian data untuk menyeleksi kategorisasi data primer atau data sekunder. Interprestasi data dilakukan untuk menafsirkan data-data yang ditemui di lapangan. Kesimpulan dihasilkan berdasarkan generalisasi dari pertanyaan-pertanyaan tentang permasalahan.

Peneliti menggunakan teknik analisa data deskriptif. Hal ini dikarenakan peneliti hanya akan mendeskripsikan fakta-fakta yang ada di lapangan. Analisa data deskriptif akan menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti di kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, yang beralamatkan di Jl. Pasteur No. 25 Bandung telepon (022) 4230353 - 4232292 fax (022) 4236721 kotak pos 1021 Bandung 40171 dan Jl. Ternate No. 2 telepon. (022) 4235026 - 4238670 fax (022) 4203960 Bandung 40115. Adapun waktu usulan penelitian ini dimulai dari Observasi lokasi penelitian sampai dengan penelitian berakhir, antara lain:


(38)

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Tahun 2011

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agts 1 Observasi lokasi penelitian

2 Pengajuan Judul 3 Penyusunan Usulan

Penelitian

4 Seminar Usulan Penelitian 5 Pengajuan surat ke tempat

penelitian

6 Pelaksanaan penelitian 7 Penulisan Skripsi 8 Sidang Skripsi


(39)

33 2.1 Kinerja Aparatur

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:P.570) memberikan defenisi kinerja diartikan sebagai: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja”. Snell SA (1992:P.329) menyatakan bahwa “kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan, yakni keterampilan, upaya, bersifat eksternal”. Tingkat keterampilan merupakan bahan baku yang dibawa oleh seseorang ketempat kerjanya, seperti pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. Tingkat upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan oleh seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan kondisi-kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi-kondisi eksternal mendukung kinerja seseorang.

Kinerja adalah suatu ukuran yang mencakup keefektifan dalam pencapaian tujuan dan efesiensi yang merupakan rasio dari keluaran efektif terhadap masukan yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu (Robbins, 1996:P.24).

Kinerja diberi batasan oleh Maier sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Parter dan Lawler menyatakan bahwa kinerja adalah “succesful role achievent” yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya (as’ad,2003:P.47).


(40)

Dari batasan-batasan tersebut jelas bahwa yang dimaksud dengan kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut Vroom tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang di dalam melaksanakan tugas pekerjaannya disebut “level of performance” (As’ad,2003:P.48). Biasanya orang yang mempunyai level of performance tinggi, disebut sebagai orang produktif dan sebaliknya orang yang mempunyai level of performance rendah (tidak mencapai standar) dikatakan sebagai orang yang tidak produktif.

Handoko (1998:P.7) “dua konsepsi utama untuk mengukur kinerja (performance) seseorang adalah efisiensi dan efektifitas”. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Efisiensi ini merupakan konsep matematik atau merupakan perhitungan rasio antara pengeluaran (output) dan masukan (infut). Seorang pegawai yang efisien adalah seorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil, produktifitas, kinerja) dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan, uang, mesin dan waktu). Dengan kata lain, dapat memaksimumkan keluaran dengan jumlah masukan yang terbatas. Sedangkan efektifitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, seorang pegawai yang efektif adalah seorang yang dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan dengan metode (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan.

Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama


(41)

satu periode waktu. Secara lebih tegas Amstron dan Baron mengatakan kinerja, bahwa “Kinerja adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepusan konsumen dan memberikan konstribusi ekonomi” (Amstrong dan Baron, 1998:15).

Definisi tersebut menerangkan bahwa kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang berkaitan erat dengan tujuan organisasi, kepuasan konsumen selaku pemakai dan memberikan kontribusi ekonomi. Lebih jauh Indra Bastian menyatakan bahwa:

“kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi” (Bastian, 2003:13).

Pendapat tersebut mengemukakan bahwa kinerja memberi gambaran tingkat pencapaian untuk melaksanakan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan yang dilakukan oleh pimpinan untuk mewujudkan sasaran sebagai tujuan dari suatu organisasi, misi organisasi dan visi dari organisasi tersebut yang tertuang dalam perumusan perencanaan suatu organisasi. Pendapat lain tentang kinerja dikatakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara, bahwa “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2000:67).

Pendapat tersebut mengemukakan bahwa, kinerja tersebut dapat dijelaskan sebuah prestasi kerja atau hasil kerja (output) dari seseorang karyawan/pegawai baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh


(42)

karyawan/pegawai dalam melaksanakan tugas kerja sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.2 Pengertian Aparatur

Aparatur pemerintahan merupakan aset yang paling penting yang harus dimiliki oleh suatu instansi pemerintah yang harus diperhatikan untuk menghasilkan kinerja pemerintahan yang baik dan efisien sesuai dengan bidang kemampuan yang dimiliki oleh setiap aparatur pemerintahan yang ada sehingga setiap aparat dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang diembannya dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Dharma Setyawan Salam dalam buku Manajemen Pemerintahan Indonesia, menyebutkan bahwa ”aparatur pemerintahan sebagai social servant yaitu pekerja yang digaji oleh pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan pelayanan kepada masyarakat” (Salam, 2004:169).

Definisi di atas menerangkan bahwa aparatur merupakan pegawai dari sektor negeri atau pemerintahan yang digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan secara teknis sesuai dengan tingkat jabatannya dan berfungsi melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Keberhasilan pencapaian tujuan dari setiap pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap instansi pemerintah pada dasarnya sangat tergantung dari tingkat kemampuan sumber daya aparatur yang dimilikinya sebagai pelaksana dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah, oleh sebab itu maka faktor SDM sangat berperan penting dalam pencapaian tujuan kegiatan yang


(43)

dilaksanakan oleh pemerintah. Menurut Buchari Zainun dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia, menyebutkan bahwa ”sumber daya manusia adalah daya atau tenaga atau kekuatan atau kemampuan yang bersumber dari manusia” (Buchari, 2001:64). Berdasarkan hal tersebut bila dikaitkan dengan aparatur, maka sumber daya aparatur pemerintahan merupakan segala daya, tenaga, kekuatan dan kemampuan yang bersumber dari aparatur pemerintahan yang harus diperhatikan oleh pemerintah sebagai pelaksana dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Menurut Dharma Setyawan, menyebutkan bahwa “Aparat Pemerintah adalah pekerja yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan, melakukan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku” (Setyawan, 2004:169).

Berdasarkan pengertian di atas, maka aparatur pemerintahan merupakan seseorang yang digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis dengan berdasarkan ketentuan yang ada. Pentingnya profesionalisme aparatur pemerintah sejalan dengan Pasal 3 UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang menyatakan bahwa:

“Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah dan pembangunan” (UU Nomor 8 Tahun 1974).

Profesionalisme sangat ditentukan oleh kemampuan aparatur dalam melakukan suatu pekerjaan menurut bidang tugas dan tingkatannya masing-masing. Hasil dari pekerjaan itu lebih ditinjau dari segala segi sesuai porsi, objek, bersifat terus-menerus dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun serta jangka


(44)

waktu penyelesaian pekerjaan yang relatif singkat. Profesionalisme juga perlu dilakukan oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan dalam menerapkan SIRS sebagai informasi kesehatan. Victor M. Situmorang dan Jusuf Muhir mengemukakan bahwa aparatur pemerintahan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Bersih, 2. Berwibawa,

3. Bermental baik, dan

4. Mempunyai kemampuan profesional yang tinggi. (Situmorang, 1994:83).

Ciri-ciri tersebut merupakan gambaran ideal yang penting dalam pelaksanaan pemerintahan, yang ditunjukan untuk kepentingan masyarakat. Hal ini diperjelas kembali oleh Situmorang bahwa aparatur pemerintahan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi aparatur pemerintahan sebagai abdi negara yakni: a. Sebagai pemikir,

b. Sebagai perencana,

c. Sebagai penggerak pembangunan,

d. Sebagai pelaksana dari tugas-tugas umum pemerintah dan pembangunan, dan

e. Sebagai pendukung kelancaran pembangunan.

2. Fungsi aparatur pemerintahan sebagai abdi masyarakat, yakni: a. Melayanai masyarakat,

b. Mengayomi masyarakat,

c. Menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarkat d. Membina masyarakat, dan

e. Tanggap terhadap pandangan-pandangan dan aspirasi yang hidup dalam masyarakat.

(Situmorang, 1994: 84-85)

Berdasarkan pengertian di atas, bahwa seorang aparatur adalah abdi bagi pemerintah maupun masyarakat. Aparatur dianggap sebagai bawahan pemerintah untuk melayani masyarakat, dalam hal ini aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa


(45)

Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan harus memberikan pelayanan publik terbaik bagi masyarakat hal ini sebagai wujud pengabdian kepada pemerintah maupun masyarakat. Salah satu pelayanan yang diberikan oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan kepada masyarakat adalah melalui SIRS.

2.1.3 Kinerja Aparatur

kinerja aparatur adalah hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang aparatur dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Oleh karena itu bila ingin tercapainya tujuan yang telah ditetaapkan sebelumnya, maka perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (1985:484) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:

1. Ability

Psychologically, ability consists of potential ability (IQ) and reality (knowledge + skill). It is means that leader and subordinate with IQ on average (110-120), even superior IQ, very superior, gifted and genius with right education for right position and capable in daily working, is easy to get the maximum performance.

2. Motivation

It is considered as the leader attitude and subordinate to the workplace. Anyone with positive attitude to their working condition is will shows high motivation and vice versa. The meaning of situation is that there is working


(46)

contact, facility, atmosphere, leader policy, leadership model and working condition.

(Davis, 1985:484).

Berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan dapat mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka kinerja pegawaipun akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah atau tidak sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai. Begitu juga dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.

2.1.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Aparatur sebagai pelayan masyarakat, harus memberikan pelayan terbaik untuk suatu kinerja. Kenyataannya untuk mencapai kinerja yang diinginkan tidaklah mudah, banyak hambatan-hambatan yang harus dilewati. Menurut Keith Davis terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, faktor tersebut adalah faktor kemampuan (ability) dan motivasi (motivation) aparatur.

1. Faktor Kemampuan (ability)

Kemampuan seorang aparatur berbeda-beda, kemampuan dapat dilihat dari kecerdasan ataupun bakat dari aparatur tersebut. Pengertian kemampuan menurut Moenir bahwa:

“Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungan dengan tugas/pekerjaan berarti dapat (kata sifat/keadaan) melakukan tugas/pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan” (Moenir, 2002:116).

Berdasarkan teori di atas, kemampuan sebagai keadaan yang dimiliki seseorang sehingga memungkinkan dirinya untuk dapat melakukan sesuatu


(47)

berdasarkan keahlian dan ketarampilannya. Kaitannya dengan penerapan SIRS pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, kemampuan aparatur merupakan salah satu faktor penunjang kemampuan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan untuk dapat meningkatkan kinerja aparaturnya. Setiap organisasi membutuhkan pengelola, dan pengelola tersebut tidak lain adalah aparatur yang terdapat di dalamnya. Kemampuan (ability) terdiri dari dua indikator yaitu:

a. Kemampuan potensi (IQ), merupakan kesiapan tenaga dan pikiran dari seorang aparatur dalam mengerjakan pekerjaannya.

b. Kemampuan realita (reality), merupakan kemampuan realita dari seorang aparatur dalam mengerjakan pekarjaannya. Kemampuan realita (reality) terdiri dari dua bagian yaitu:

a) Kemampuan realita (reality) knowledge, merupakan kemampuan yang diperoleh melalui belajar atau pendidikan.

b) Kemampuan realita (reality) skill, merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keterampilan dan pelatihan.

2. Faktor motivasi (motivation)

Motivasi (motivation) merupakan kondisi atau energi yang menggerakan diri aparatur yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental aparatur yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal.

Pengertian lain tentang motivasi dikatakan oleh Keith Davis dalam Mangkunegara, yang berpendapat bahwa:


(48)

“Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja” (dalam Mangkunegara, 2006:14) Motivasi dalam arti bagaimana aparatur menafsirkan lingkungan kerja mereka. Kemampuan kerja yang ditunjukan aparatur didasari atas faktor-faktor apa yang memberi andil dan berkaitan dengan efek negatif terhadap kemampuan aparatur serta apa yang menimbulkan kegairahan dalam bekerja. Faktor motivasi terdiri dari dua indikator yaitu:

a. Sikap (attitude), merupakan mental yang dimiliki seorang aparatur dalam mengerjakan pekerjaannya.

b. Situasi (situation), merupakan suatu keadaan atau kondisi kerja dalam lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi sikap seseorang aparatur. Secara psikologis, aspek yang sangat penting dalam kepemimpinan kerja adalah sejauhmana pimpinan mampu mempengaruhi motivasi kerja SDM-nya agar mereka mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung jawab.

Berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan dapat mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka kinerja pegawaipun akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah atau tidak sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai. Begitu juga dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.


(49)

2.2 E-Government

E-government sekarang ini menjadi salah satu pembahasan dalam pemerintahan. E-government di sini diartikan sebagai pemerintahah digital, pemerintah online, yang dapat menghubungkan secara lebih mudah dan transparan. Interaksi antara pemerintah dan warga negara (G2C-pemerintah ke warga negara), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-pemerintah ke perusahaan bisnis) dan hubungan antar pemerintah (G2G-hubungan inter-agency).

Tenaga teknis yang handal dapat membantu pemerintah dalam setup server dan acces point di berbagai tempat. Contohnya antara lain adalah penyediaan informasi yang sering dicari oleh masyarakat. Informasi ini dapat berupa informasi kesehatan misalnya. Pengertian E-government menurut Edi Sutanta yaitu:

E-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meingkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologi ini kemudian manghasilkan hubungan bentuk baru, seperti pemerintah kepada masyarakat, pemerintah kepada pemerintah dan pemerintah kepada bisnis atau pengusaha” (Sutanta, 2003:150)

Berdasarkan pengertian di atas, E-government yang ada dalam suatu pemerintahan berfungsi sebagai interaksi antara pemerintah kepada masyarakat, pemerintah kepada pemerintah dan pemerintah kepada bisnis atau pengusaha.

Kemampuan pemerintah sebagai organisasi kekuasaan seharusnya dapat menerapkan berbagai hal, termasuk di dalam penerapan E-Government yang menyediakan layanan dalam bentuk elektronik. The World Bank Group memberi pengertian E-Government sebagai berikut :


(50)

“E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government. E-Government berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi (seperti wide area network, internet dan mobile computing) oleh organisasi pemerintah yang mempunyai kemampuan membentuk hubungan dengan warga negara, bisnis dan organisasi lain dalam pemerintahan” (dalam Indrajit 2002:3). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa E-Government yang berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi oleh organisasi pemerintah yang mempunyai kemampuan yang dapat menghubungkan antar warga negara, lingkungan bisnis dan organisasi lain dalam pemerintahan.

Definisi lain E-Government diberikan oleh Zweers dan Planque seperti yang dikutip oleh Richardus E.Indrajit yaitu:

“Berhubungan dengan penyediaan informasi, layanan atau produk yang disiapkan secara elektronis, dengan dan oleh pemerintah, tidak terbatas tempat dan waktu, menawarkan nilai lebih untuk partisipasi pada semua kalangan” (dalam Indrajit, 2002:3).

Definisi tersebut menjelaskan bahwa kehadiran E-Government sebagai penyediaan informasi, layanan atau produk yang disiapkan dalam bentuk elektronis, dengan dan oleh pemerintah, tidak terbatas tempat dan waktu yang sesuai dengan makna era globalisasi pada masa sekarang dan memberikan nilai tambah untuk partisipasi pada semua kalangan.

Penerapan E-Government menginginkan adanya perubahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, sebagaimana yang dikatakan M. Khoirul Anwar dan Asianti Oetojo S. bahwa, “suatu sistem untuk penyelenggaraan pemerintahaan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi terutama yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada


(51)

masyarakat” (Anwar dan Oetojo, 2003:136). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa E-Government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaran pemerintahan oleh lembaga pemerintah untuk meningkatkan kinerja dan hubungan antar pemerintah dengan pihak lain. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan dan memperluas akses publik untuk memperoleh informasi sehingga akuntabilitas pemerintah meningkat.

Adapun G-Government itu sendiri ditandai dengan adanya penggunaan jaringan komunikasi dengan tingkat konektivitas tertentu yang mampu menghubungkan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Misalnya pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan kalangan bisnis, pemerintah dengan pemerintah dan pemerintah dengan pegawai.

2.2.1 Jenis-jenis E-Government

Penerapan E-Government memiliki beberapa jenis dalam memberikan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Dalam mengkategorikan jenis-jenis E-Government tersebut dapat dilihat dari dua aspek utama. Aspek tersebut meliputi :

1. aspek kompleksitas, yaitu yang menyangkut seberapa rumit anatomi sebuah aplikasi E-Government yang ingin dibangun dan diterapkan, dan 2. aspek manfaat, yaitu menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan

besarnya manfaat yang dirasakan oleh penggunanya. (Indrajit, 2004:29).

Keberadaan aspek-aspek di atas dapat memudahkan untuk membedakan jenis-jenis E-Government yang ada. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, maka


(52)

jenis-jenis E-Government dibagi menjadi tiga kelas utama, yaitu 1)Publish / Publikasi, 2) Interact / interaksi, 3)Transact / transaksi (Indrajit, 2004:30).

1. Publish / Publikasi

Merupakan implementasi E-Government yang termudah karena aplikasi yang digunakan tidak perlu melibatkan sejumlah sumber daya yang besar dan beragam, selain itu juga skala yang digunakan kecil. Komunikasi yang digunakan merupakan komunikasi satu arah. Adapun menurut Richardus E. Indrajit publish yaitu:

“Di dalam kelas publish ini yang terjadi adalah komunikasi satu arah, dimana pemerintah mempublikasikan berbagai data dan informasi yang dimilikinya untuk dapat secara langsung dan bebas diakses oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan melalui Internet” (Indrajit, 2004:30)

Dalam kelas publish / publikasi ini Internet merupakan sesuatu yang penting dalam menjalin komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat. Dengan adanya Internet maka interaksi pemerintah dengan masyarakat menjadi lebih cepat dan mudah.

2. Interact / interaksi

Interaksi ini terjadi antara pemerintah dengan mereka yang mempunyai kepentingan. Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk melakukan pelayanan interaksi ini yaitu:

“Yang pertama adalah bentuk portal dimana situs terkait memberikan fasilitas searching bagi mereka yang ingin mencari data atau informasi secara spesifik. Jenis yang kedua adalah pemerintah menyediakan kanal dimana masyarakat dapat melakukan diskusi dengan unit-unit tertentu yang berkepentingan, baik secara langsung (seperti Chatting, tele-conference, web tv) maupun tidak langsung (melalui e-mail, frequent ask questions, newsletter,mailing list)” (Indrajit, 2004:31)


(53)

Dalam jenis ini terdapat komunikasi yang diwujudkan dalam dua bentuk yaitu, komunikasi secara langsung dan tidak langsung (Indrajit, 2004:31). Interact / interaksi berpotensi meningkatkan peluang kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi dengan pemerintah secara cepat dan bebas. Fasilitas yang diberikan dalam jenis ini adalah polling / ruang diskusi dalam situs web pemerintah.dengan adanya jenis ini maka komunikasi antar pemerintah dengan masyarakat lebih cepat untuk disampaikan.

3. Transact / transaksi

Proses interaksi yang terjadi adalah interaksi dua arah dimana antara pemerintah dengan masyarakat yang mempunyai kepentingan. Dalam proses ini terjadi sebuah transaksi yang berhubungan dengan perpindahan uang dari satu pihak kepihak lainnya. Seperti dikatakan Richardus E Indrajit bahwa:

“Yang terjadi pada kelas ini adalah interaksi dua arah seperti pada interact, hanya saja terjadi sebuah transaksi yang berhubungan dengan perpindahan uang dari satu pihak lainnya (tidak gratis, masyarakat harus membayar kasa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah atau mitra kerjanya)” (Indrajit, 2004:32)

Penerapan E-Government dalam jenis ini tidak hanya berfungsi sebagai media penyampaian informasi dan interaksi saja, namun dapat terjadi proses transaksi yang melibatkan pertukaran uang atau pihak lain. Memerlukan biaya untuk melakukan proses interaksi tersebut. Aplikasi yang digunakan lebih sulit dibandingkan dengan publish serta interact. Dalam jenis interaksi ini diperlukan sistem keamanan yang baik agar perpindahan uang yang dilakukan aman dan hak-hak privacy berbagai pihak-hak yang bertransaksi terlindungi dengan baik.


(54)

2.2.2 Faktor-Faktor Pengembangan E-Government

Terdapat beberapa faktor dalam pengembangan e-Government faktor tersebut berasal dari faktor teknologi, ekonomi, globalisasi, nasional serta lokal. Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Faktor teknologi, peradaban manusia dari tatanan masyarakat agraris dan industrialis menuju masyarakat informasi.

2. Faktor ekonomi, dalam era reformasi terjadi transformasi dari ekonomi konvensional ke arah ekonomi digital dan ekonomi jaringan.

3. Faktor globalisasi, dengan liberalisasi perdagangan batas negara di bidang ekonomi semakin pudar, maka sangat perlu perencanaan yang matang dan menyeluruh di bidang teknologi informasi dan menciptakan infrastruktur dan aplikasi teknologi informasi yang memadai serta meningkatkan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi. 4. Faktor nasional, era reformasi menuntut suatu pemerintahan yang bersih

dan bertanggung jawab kepada rakyat.

5. Faktor lokal, adanya sektor pariwisata yang sangat perlu promosi potensi wisata. Disamping itu keberadaan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang terbukti tahan hidup dalam kondisi ekonomi yang kritis.

(Indrajit, 2002:27).

Penerapan E-Government merupakan suatu media dalam rangka meningkatkan kapasitas pemerintah sebagai lembaga pemerintah yang menjalankan aktivitas kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah dalam penerapan E-Government senantiasa dikembangkan agar mampu bersaing di tengah persaingan global.

2.2.3 Indikator-Indikator dalam Pengembangan E-Government

Dalam penerapan E-Government terdapat indikator-indikator penting yang harus diperhatikan. Menurut Indrajit indikator-indikator tersebut meliputi:

1. Data infrastruktur, 2. Infrastruktur legal,

3. Infrastruktur institusional, 4. Infrastruktur manusia,


(55)

5. Infrastruktur teknologi, dan

6. Strategi pemikiran dan kepemimpinan. (Indrajit, 2002:25).

Berdasarkan indikator-indikator di atas, maka penerapan E-Government harus memenuhi berbagai hal seperti data infrastruktur yang memadai dan infrastruktur legal. Disamping itu kemampuan sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam menerapkan teknologi informasi yang berbasis E-Government. Hal tersebut dapat dilihat dari:

1. Data infrastruktur

Kesiapan data infrastruktur tersebut meliputi manajemen sistem, dokumentasi dan proses kerja ditempat untuk menyediakan kuantitas dan kualitas data yang berfungsi mendukung menuju penerapan E-Government (Indrajit, 2002:25). Kemampuan mendokumentasi juga menjadi bagian dari standar penerapan E-Government. Dengan adanya dokumentasi maka prose mengevaluasi jadi lebih mudah.

2. Infrastruktur legal

Dasar hukum dan peraturan-peraturan merupakan landasan dalam penerapan E-Government (Indrajit, 2002:25). Selain itu dasar hukum dan peraturan-peraturan dijadikan strategi dari pemerintahan untuk menerapkan E-Government secara berkesinambungan. Adapun dasar hukum tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan ataupun Surat keputusan yang mempunyai kekuatan hukum.


(1)

Sinambela, Lijan Poltak. 2007. Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Soehartono, Iarawan. 2002. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahtraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Usman, Husaini dan Akbar Purnomo 2009.Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Milles, Mathes dan Huberman A. Michael.1992. Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber-Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.

Sutanta, Edhy. 2003. Sistem Informasi Menejemen. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI.

Wahab,Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi keImplementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Widodo, Joko. 2001. Good Governance Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan

Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Surabaya: Insan Cendekia.

Dokumen-dokumen

Departemen Kesehatan RI. 2002. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). Jakarta: Depkes.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 511/MENKES/SK/V/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).

Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Undang-Undang RI Nomor: 32 Tahun 2004 yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah (OtonomiDaerah.).Bandung: Fokus Media, Anggota IKAPI.


(2)

(3)

(4)

RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

Nama Lengkap : Iyang Yustika

Tempat, Tanggal Lahir : Subang, 04 September 1987

Alamat : Kmp. Sukamanah RT. 012 RW. 004 Ked. Sukamulya Desa/Kec. Cijambe Kab. Subang Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Nomor Induk Mahasiswa : 41706004

Program Studi : Ilmu Pemerintahan Kewarganegaraan : Indonesia

Berat Badan : 65 Kg Tinggi Badan : 165 Kg Status Perkawinan : Tidak Kawin

Nama Ayah : Eman Suherman

Alamat : Kmp. Sukamanah RT. 012 RW. 004 Ked. Sukamulya Desa/Kec. Cijambe Kab. Subang

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Elah Lohayati

Alamat : Kmp. Sukamanah RT. 012 RW. 004 Ked. Sukamulya Desa/Kec. Cijambe Kab. Subang Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)


(5)

Pendidikan Formal

1. SD NEGERI CIJAMBE (1994-2000) 2. SMP NEGERI I SUBANG (2000-2003) 3. SMA PGRI II SUBANG (2003-2006)

4. UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA (2006-SEKARANG) Pendidikan Non Formal

1. SOSIALISASI DAN SIMULASI PEMILU TAHUN 2004 se-Kabupaten Subang (2004)

2. LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN (LDK) 2007 di kampus UNIKOM (2007)

3. CERAMAH UMUM dengan tema SEMI LOKAL HALF DAY PUBLIC SPEAKING di kampus UNIKOM (2008)

4. KUNJUNGAN LEMBAGA PROGRAM STUDI ILMU

PEMERINTAHAN ke Pemerintah Kabupaten Garut (2010) 5. TABLE MANNER COURSE di hotel Golden Flower (2010) Pengalaman Organisasi

1. GERAKAN PRAMUKA DEWAN KERJA RANTING KECAMATAN CIJAMBE (2003-2006)

2. Organisasi Siswa Intera Sekolah (OSIS) SMA PGRI II SUBANG (2005-2006)

3. Ketua Karang Taruna Kmp. Sukamanah RT. 012 RW. 004 Ked. Sukamulya Desa/Kec. Cijambe Kab. Subang (2006-2007)

4. Ketua Ikatan Remaja Masjid (IRMA) Masjid Al-Barokah Kmp. Sukamanah RT. 012 RW. 004 Ked. Sukamulya Desa/Kec. Cijambe Kab. Subang (2006-2007)

5. Ketua Dewan Ambalan (DA) Putera Gerakan Pramuka Gugus Depan SMA PGRI II Subang (2005-2006)

6. Ketua Latihan Dasar Gerakan Pramuka (LDGP) Gerakan Pramuka Gugus Depan SDN CIJAMBE (2007-2008)

Bandung, Agustus 2011


(6)