Latar PROSES PENYELESAIAN PENUMPUKAN PENDAFTAR KEBERANGKATAN CALON JAMAAH DALAMPENYELENGGARAAN IBADAH HAJI (STUDI KASUS KANTORWILAYAH KEMENTERIAN AGAMA KOTA SOLOK.
BAB BAB
BAB BAB IIII
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
A. A.
A. A. Latar
Latar Latar
Latar Belakang Belakang
Belakang Belakang Masalah
Masalah Masalah
Masalah
Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia. Sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa Negara Republik Indonesia
berkewajiban menjamin kemerdekaan warga negaranya untuk beragama dan beribadah menurut agamanya masing-masing.
Hampir semua agama besar di dunia memiliki pengikut di Indonesia, namun Islam merupakan agama yang paling besar penganutnya di negeri yang berdasarkan
Pancasila ini. Indonesia bahkan tercatat sebagai negara muslim terbesar di dunia saat ini. Agama Islam pada awalnya lahir dan berkembang pada abad ke-7 di Saudi Arabia,
kemudian menyebar ke seluruh Jazirah Arab dan wilayah Timur Tengah.
Agama Islam mengajarkan bahwa ada lima dasar utama, atau yang dikenal dengan Rukun Islam. Rukun Islam ada lima yaitu Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan
Haji. Jadi, Haji merupakan Rukun Islam yang kelima, melaksanakan Haji merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam yang memiliki kemampuan.
1
Ini dapat kita lihat pada tingginya minat jamaah Haji asal Indonesia untuk melaksanakan Rukun Islam
yang kelima ini. Tidak dapat dipungkiri ibadah Haji merupakan sebuah panggilan hati bagi setiap umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, kuota Haji per tahun selalu
1
Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz
, Tanya Jawab tentang Rukun Islam, IAIN, Sumatera Utara, 2003, hlm.23
meningkat dikarenakan keinginan bagi umat muslim ditanah air sangat tinggi untuk menunaikan ibadah Haji. Selalu saja setiap tahun pemerintah atau Biro perjalanan
Haji dibuat sibuk dengan tingginya angka peminat Haji. Maka tidak jarang di berbagai kesempatan pemerintah Kerajaan Saudi Arabia KSA memberikan kuota
yang lebih besar terhadap jamaah asal Indonesia setiap tahunnya. Selain itu, kadang kala dilakukan pula pengurangan dikarenakan kelebihan kuota sehingga jamaah yang
ingin berangkat terpaksa ditunda sampai tahun berikutnya.
Sejak zaman kesultanan Islam dahulu sudah tercatat adanya jamaah Haji dari wilayah nusantara ini, meskipun dalam jumlah yang masih kecil. Perjalanan Haji
pada waktu itu terkait dengan telah meluasnya transportasi laut berupa kapal layar yang mengandalkan perputaran angin dan perubahan musim. Beberapa kota
pelabuhan di pesisir kepulauan nusantara memang dikenal sebagai bandar perdagangan, bukan hanya untuk kepentingan penduduk pulau tersebut, tetapi juga
untuk keperluan antar pulau, bahkan antar dunia. Bandar-bandar nusantara memang merupakan mata rantai penghubung bagi para pedagang Cina , India, Arab dan Persia.
Keberangkatan umat Islam Indonesia ke tanah suci Makkah tidak terhenti dengan dijajahnya negeri ini oleh kolonialis Belanda. Bahkan, jumlah jamaah Haji Indonesia
bertambah terutama dengan digunakannya kapal laut yang menggunakan mesin uap hingga masa perjalanan menjadi lebih nyaman dan singkat.
Kenyataan ini menuntut pemerintah kolonialis Belanda membuat peraturan perundang-undangan untuk mengatur berbagai aspek pelaksanaan ibadah Haji, baik
ketika ditanah air atau ketika mereka berada diluar negeri. Untuk mengurus segala urusan tentang jamaah Haji pribumi ini, pemerintah kolonialis Belanda mendirikan
konsul di Jeddah.
2
Upaya untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan sistem dan manajemen Penyelenggaraan ibadah Haji ini semakin digiatkan ketika Indonesia mencapai
kemerdekaannya. Berbagai peraturan perundang-undangan disahkan dan seperangkat peraturan organik dirumuskan untuk menjadi panduan bagi pelaksanaan
penyelenggaraan ibadah Haji tersebut. Akhirnya, setelah reformasi bergulir, sebuah undang-undang baru yang lebih integral dan komprehensif mengatur tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana diubah oleh Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 ini menetapkan bahwa penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jamaah sehingga jamaah Haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran Agama Islam.
Selanjutnya ditegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah Haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah dibawah koordinasi Menteri.
Menteri disini dimaksudkan adalah yang ruang lingkup tugas dan tanggung-jawabnya meliputi bidang Agama, yakni Menteri Agama. Mengingat bahwa penyelenggaraan
ibadah Haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah, maka
2
Salah satu produk legislasi pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang cukup berpengaruh adalah
Pelgrims-Ordonantie
Ordonansi Haji, Staatsblaad tahun 1992 Nomor 698, yang terus berlaku dalam periode kemerdekaan, dan baru dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya Undang-undang
Nomor 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji.
ini masuk dalam ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Hukum Administrasi Negara menurut E. Utrecht adalah hukum mengenai hubungan antara alat
perlengkapan negara dengan perorangan.
3
Dalam upaya meningkatkan penyelenggaraan ibadah Haji, pemerintah Indonesia mengacu pada tiga asas sebagai dasar dari penyelenggaraan ibadah Haji.
Pertama adalah “asas profesionalisme” yang telah di laksanakan oleh pemerintah Indonesia yaitu dengan pengelolaan ibadah Haji yang di kelola secara profesional
dengan jalan mempertimbangkan dan memilih calon penyelenggara Haji sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang di dimiliki oleh setiap penyelenggara ibadah
Haji tersebut. Kedua “asas akuntabilitas dengan prinsip nirbala” yang telah di
jalankan oleh pemerintah Indonesia yaitu penyelenggaraan ibadah Haji yang di kelola secara akuntabel dengan mengedepankan kepentingan jamaah Haji dengan prinsip
nirbala yang berarti bahwa penyelenggaraan ibadah Haji di lakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum dengan prinsip tidak
mencari keuntungan. Dan ketiga “asas keadilan” yang telah di jalankan oleh
pemerintah Indonesia yaitu penyelenggaraan ibadah Haji yang berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak dan tidak sewenang-wenang dalam
penyelenggaraan ibadah Haji.
4
Didalam Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 dibunyikan sebagai berikut : “Pendaftaran jamaah Haji dilakukan dipanitia penyelenggaraan
3
E. Utrecht, “
Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia”
, Ichtiar, Jakarta, 1961, hlm. 21
4
Kementerian Agama RI. 2010.
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
, Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji Dan Umrah, hlm. 22
ibadah Haji dengan mengikuti prosedur dan yang telah memenuhi persyaratan”, selanjutnya pada pasal 26 ayat 2 dibunyikan sebagai berikut : “Ketentuan lebih
lanjut mengenai prosedur dan persyaratan pendaftar diatur dalam peraturan Menteri”. Sedangkan pada pasal 28 ayat 1 dibunyikan sebagai berikut : “Menteri menetapkan
kuota nasional, kuota Haji khusus, dan kuota Haji Provinsi dengan memperhatikan prinsip adil dan professional”, Ayat 3 dibunyikan sebagai berikut, “Dalam hal kuota
nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak terpenuhi pada hari pendaftaran, Menteri dapat memperpanjang masa pendaftaran dengan menggunakan kuota bebas
secara nasional”.
Kemudian di dalam keputusan Kementerian Agama Republik Indonesia Nomor 121 Tahun 2013 Tentang Penetapan Kuota Haji Nasional tahun 1434 H2013
M, menjelaskan bahwa adanya perubahan kuota Haji nasional 1434 H2013 M. Menimbang dengan adanya pengurangan kuota sebanyak 20 dua puluh persen
dari 211.000 Dua Ratus Sebelas Ribu dengan surat Menteri Haji tanggal 22 rajab 1434 H. Yang salah satunya dibunyikan sebagai berikut : “Menetapkan kuota Haji
nasional tahun 1434H2013M sebanyak 168.800 Seratus Enam Puluh Delapan Ribu Enam Ratus orang yang terdiri dari kuota Haji reguler sebanyak 152.200 Seratus
Lima Puluh Dua Ribu Dua Ratus orang dan kuota Haji khusus sebanyak 13.600 Tiga belas Ribu Enam Ratus orang ditetapkan”.
Ini juga didukung dengan hadirnya Peraturan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2010 tentang Prosedur dan Persyaratan Pendaftaran Jamaah Haji, menyangkut hal ini
dalam pasal 1 dibunyikan sebagai berikut : “Pendaftaran jamaah Haji dilakukan
sepanjang tahun dengan prinsip pelayanan keberangkatan sesuai dengan nomor urut pendaftaran nomor porsi”.
Ini merupakan kelemahan dari Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 pasal 1, ketentuan ini akan menyebabkan penumpukan
pendaftar calon jamaah Haji. Sehingga menimbulkan keresahan disetiap jamaah yang akan mendaftar maupun yang telah mendaftarkan diri untuk pemberangkatan Haji.
Untuk itu Pemerintah dinilai perlu untuk merevisi aturan yang terkait dengan permasalahan pendaftaran dan penetapan kuota secara tepat agar tidak terjadi
penumpukan pendaftar calon jama`ah.
Bagi jamaah Haji di Indonesia, pendaftaran untuk melaksanakan ibadah Haji dilakukan melalui kantor Kementerian Agama di KabupatenKota asal masing-
masing calon jama`ah Haji. Hal ini berlaku untuk semua program Haji, baik itu program Haji regular, ONHplus maupun program Haji khusus. Meskipun pada
kenyataannya yang mengurus adalah travel ONHplus atau kelompok bimbingan ibadah Haji KBIH namun tetap dilakukan pendaftaran melalui Kementerian Agama.
Pada dasarnya, mekanisme pendaftaran Haji yang dilakukan oleh Kementerian Agama dimaksudkan untuk menertibkan dan memudahkan sistem administrasi yang
akan dilakukan. Dengan mekanisme yang dibuat oleh Pemerintah seperti yang diungkapkan sebelumnya justru menimbulkan kekhawatiran bagi calon jamaah,
sehingga mereka berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah Haji. Akhirnya terjadi penumpukan pendaftar, yang semakin bertambah banyak dari
tahun ke tahun. Awalnya mekanisme itu berjalan lancar artinya pendaftaran tahun ini
pada tahun berikutnya berangkat, tapi mekanisme itu hanya berjalan 2 tahun saja. Pada tahun 3, masa tunda keberangkatan jamaah Haji menjadi 3 sampai 4 tahun, dan
akhirnya sekarang ini masa tunda keberangkatan Haji sampai 7 sampai 8 tahun yang akan datang ini berarti semakin hari masa tunda itu akan semakin lama.
5
Kondisi yang demikian telah menimbulkan keresahan yang makin meluas bagi masyarakat Indonesia yang akan menunaikan ibadah Haji kondisi itu juga
menimbulkan beban kejiwaan, khususnya bagi masyarakat yang sudah usia lanjut dan baru mempunyai kemampuan biaya untuk menunaikan Ibadah Haji karena mereka
berpikir semakin tahun usia semakin tua kalau tertunda sampai 7 sampai 8 tahunan apakah kiranya kesehatannya masih baik atau bahkan masih sempat berangkat karena
faktor kesehatan. Secara sederhana, adanya masa tunggu yang lama itu menambah beban psikologis yang bisa membuat orang stress.
Jika itu sampai terjadi, maka akan menimbulkan kekecewaan dikalangan calon jamaah yang telah mengantri dari beberapa tahun yang lalu. Saat ini jumlah
jamaah kota Solok yang mengantri terhitung dari tahun 1434 M2013 H sampai 1445 M2024 H berjumlah 1.328 orang jamaah, rata-rata per tahun 100 orang jamaah yang
mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Solok.
6
Keputusan Pemerintah Arab Saudi untuk mengurangi kuota Haji Indonesia sebesar 20 dua puluh persen tentu berpengaruh terhadap pemberangkatan jamaah
5
http: www.hukum.ums.ac.idberitabacahol17806sistem
, penyelenggaraan haji perlu diperbaiki manajemennya,
diakses 25 juli 2013.
Hasil wawancara dengan
Ibu Hj. Elta Suriati, S.Pd. I Kepala Seksi Pe yele ggaraa Haji da U rah Ka tor Wilayah Ke e teria Aga a Kota Solok Se i , Ta ggal
Nove ber , ja
. Wib, di ka tor Wilayah Ke e teria Aga a Kota Solok
Haji di kota Solok dan perlu segera diantisipasi, selain negosiasi agar kuota tetap dipertahankan atau minimal tidak sampai 20 dua puluh persen pemotongannya.
Pemerintah juga didesak agar menjelaskan mekanisme cara penentuan siapa saja calon jamaah Haji yang diberangkatkan tahun ini dan siapa pula yang ditunda
pemberangkatannya tahun berikutnya.
7
Disamping persoalan teknis seperti itu, yang perlu ditegaskan pemerintah adalah penyelesaian penumpukan pendaftar calon
jamaah Haji, bahwa seluruh kuota yang ada harus diberikan kepada calon jamaah yang sudah resmi terdaftar. Dalam artian jangan ada rombongan pejabat pemerintah
yang membawa rombongan keluarga, famili, teman atau kerabat lainnya.
8
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap permasalahan tersebut dengan
mengambil judul “Proses Proses
Proses Proses Penyelesaian
Penyelesaian Penyelesaian
Penyelesaian Penumpukan Penumpukan
Penumpukan Penumpukan Pendaftar
Pendaftar Pendaftar
Pendaftar Keberangkatan Keberangkatan
Keberangkatan Keberangkatan
Calon Calon
Calon Calon Jamaah
Jamaah Jamaah
Jamaah Dalam Dalam
Dalam Dalam Penyelenggaraan
Penyelenggaraan Penyelenggaraan
Penyelenggaraan Ibadah Ibadah
Ibadah Ibadah Haji
Haji Haji
Haji Studi Studi
Studi Studi Kasus
Kasus Kasus
Kasus Kantor Kantor
Kantor Kantor
Wilayah Wilayah
Wilayah Wilayah Kementerian
Kementerian Kementerian
Kementerian Agama Agama
Agama Agama Kota
Kota Kota
Kota Solok Solok
Solok Solok””””.
B. B.
B. B. Perumusan