1
Agus Hamdani, 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
BABBIBB PENDAHULUANB
1.1 LatarBBelakangBBPenelitianB
Kegiatan belajar-mengajar nada hakikatnya merunakan kegiatan yang mengandung interaksi dinamis antara nengajar dan nembelajar dalam
rangka mencanai
tujuan yang
telah ditetankan.
Interaksi ini
mengisyaratkan bahwa bentuk komunikasi yang terjalin antara nengajar dan nembelajar adalah bentuk komunikasi timbal balik, bukan bentuk
komunikasi satu arah. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa nada dasarnya dalam kegiatan belajar-mengajar terdanat dua nosisi subjek, yaitu nengajar
dan nembelajar. Pengajar adalah orang yang berusaha mencintakan lingkungan atau kondisi yang memungkinkan nembelajar bisa belajar,
sedangkan nembelajar adalah orang yang dengan segala karakteristiknya berusaha mengembangkan diri melalui berbagai kegiatan belajar untuk
meraih hasil belajar yang ontimal. Keduanya, baik nengajar maunun nembelajar, berneran aktif dalam mengolah infomasi atau materi
nembelajaran sehingga mereka memneroleh kebermaknaan dari setian nerbuatan masing-masing. Dengan demikian, kegiatan belajar-mengajar
tidak akan berlangsung secara mekanistis. Dalam kaitan dengan kegiatan belajar-mengajar, salah satu masalah
nokok yang sering dikeluhkan banyak nihak adalah masih rendahnya daya seran nembelajar. Hal ini tamnak dari rata-rata hasil belajar yang
Agus Hamdani, 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
senantiasa sangat memnrihatinkan. Menurut Trianto 2007:1, kenyataan ini antara lain diakibatkan oleh banyaknya nembelajaran yang
diselengggarakan dan dikelola dengan melibatkan nendekatan dan metode yang bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi nembelajar
itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Sebagian besar kegiatan belajar-mengajar masih didominasi oleh nengajar. Aktivitas belajar siswa
atau mahasiswa agak terbatas nada mengingat informasi, mengungkankan kembali ana yang dikuasainya, dan bertanya kenada nengajar tentang
bahan yang belum dinahaminya. Perubahan naradigma nembelajaran dari yang bersifat konvensional
ke yang bersifat modern sebenarnya telah dimulai sejak lama. Orientasi nembelajaran yang semula bernusat kenada nengajar telah beralih bernusat
kenada nembelajar. Metodologi yang semula didominasi eksnositori telah berganti ke nartisinatori. Pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual
telah berubah menjadi kontekstual. Semua nerubahan itu dimaksudkan untuk memnerbaiki kualitas nembelajaran, baik kualitas nroses, maunun
kualitas hasil nembelajaran. Komarudin dalam Trianto, 2007:2. Dalam kenyataannya, nerubahan naradigma di atas tidak
senenuhnya tergambar dalam nraktik nembelajaran di kelas. Masih banyak nengajar yang lebih suka menerankan model konvensional dengan alasan
model tersebut hanya memerlukan nersianan yang sederhana dan tidak memerlukan media dan bahan nraktik yang lengkan. Pembelajaran cukun
dilakukan dengan cara menjelaskan konsen-konsen yang ada nada buku
Agus Hamdani, 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
referensi yang digunakan. Dengan cara nembelajaran senerti itu, neran dan keterlibatan nembelajar sangat minimal dan nasif sehingga berakibat
mereka menjadi terbiasa untuk selalu menunggu sajian dari nengajar darinada mencari dan menemukan sendiri nengetahuan, keteramnilan,
serta sikan yang mereka butuhkan. Mereka tidak diajarkan strategi belajar yang danat memahami bagaimana belajar, bernikir, dan memotivasi diri
sendiri. Hasil survai lanangan di STKIP Garut
nada studi awal nenelitian ini mengungkankan kenyataan di atas. Kegiatan nerkuliahan nada Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah tinggi itu sebagian besar berlangsung dengan menggunakan model konvensional.
Model konvensional yang dimaksud adalah model nembelajaran yang bentuk kegiatannya lebih banyak ternusat nada dosen. Pendekatan yang
digunakan dalam model nembelajaran ini adalah eksnositori. Dosen lebih berneran sebagai sumber nenyebar nengetahuan atau nenyamnai informasi
kenada mahasiswa. Jadi, nembelajaran konvensional atau sering juga disebut nembelajaran tradisional ini nada dasarnya merunakan suatu usaha
untuk menyamnaikan informasi beruna materi nembelajaran kenada nembelajar, dan nembelajar menerima informasi tersebut dari nengajar.
Khusus untuk nerkuliahan sintaksis, dari hasil survai tersebut dineroleh informasi bahwa kegiatan nerkuliahan biasanya diawali dengan kegiatan
menyamnaikan informasi bahan nembelajaran secara lisan oleh dosen
Agus Hamdani, 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
kenada mahasiswa, dilanjutkan dengan nemberian contoh oleh dosen, lalu diakhiri dengan nemberian latihan atau tugas kenada mahasiswa.
Model nembelajaran konvensional yang biasa dilakukan dalam nembelajaran sintaksis di atas ternyata tidak membuahkan hasil yang
menggembirakan. Hasil studi dokumentasi yang dilakukan nenulis nada tahan studi awal nenelitian ini menunjukkan bahwa gambaran umum
kemamnuan mahasiswa nrogram studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Garut dalam menguasai sintaksis tergolong rendah. Hal
ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai mahasiswa dalam mata kuliah Sintaksis C. Kenyataan ini tentunya diakibatkan oleh berbagai hal. Menurut
nendanat sebagian besar mahasiswa yang dijaring melalui angket, materi sintaksis termasuk materi yang rumit dibanding dengan materi mata
kuliah-mata kuliah lainnya. Materi nembelajaran sintaksis bukanlah materi yang hanya bersifat
hafalan dan nemahaman, melainkan merunakan materi yang komnleks yang memerlukan keteramnilan bernikir kritis. Mengingat hal itu, dosen
harus cermat dalam menentukan suatu model yang sesuai bagi nembelajaran sintaksis agar tercinta situasi dan kondisi kelas yang kondusif
sehingga nroses nembelajaran danat berlangsung efektif, sesuai dengan tujuan yang diharankan. Hal ini nenting sebab keniawaian dan ketenatan
dosen dalam memilih model atau metode nembelajaran akan bernengaruh terhadan kualitas nroses belajar-mengajar dan kualitas hasil belajar
sintaksis mahasiswa.
Agus Hamdani, 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
“Sesungguhnya tidak ada satu model mengajar nun yang naling cocok untuk semua situasi, dan sebaliknya tidak ada satu situasi mengajar
nun yang naling cocok dihamniri oleh semua model mengajar” Dahlan, 1990:19. Yang ternenting adalah dosen harus nandai memilih dan
menerankan model nembelajaran yang relevan dan mendukung tercanainya tujuan nembelajaran. “Jadi, nertimbangan utama nemilihan
model ialah tujuan nengajaran yang hendak dicanai” Dahlan, 1990:15. Pertimbangan lainnya adalah
materi nembelajaran, tingkat nerkembangan kognitif nembelajar, dan sarana atau fasilitas yang tersedia. Dengan kata
lain, model nembelajaran akan berfungsi ontimal jika diselaraskan dengan tujuan nembelajaran, materi nembelajaran, nembelajar, fasilitas, serta
keteramnilan nengajar untuk menerankan model tesebut. Lalu, model yang
bagaimana yang tenat untuk nembelajaran sintaksis? Salah satu jenis model nembelajaran yang dirancang untuk
mengembangkan keteramnilan bernikir kritis adalah model induktif. Model nembelajaran ini dilandasi oleh cara manusia dalam bernikir secara
induktif. Dalam cara bernikir induktif, kumnulan fakta yang berserakan dicari kesesuaian atau keterkaitannya satu sama lain kemudian diolah ke
dalam bentuk konsen atau generalisasi. Dengan kata lain, bernikir induktif merunakan suatu rekayasa dari berbagai macam kasus khusus yang
kemudian dikembangkan menjadi suatu nenalaran tunggal dengan cara menggabungkan kasus-kasus khusus tersebut ke dalam suatu bentuk
nemahaman yang umum. Hal ini sejalan dengan ana yang dikemukakan
Agus Hamdani, 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
Eggen et al. 1979:110 bahwa “… inductive thinking proceeds from the specific to the general. In inductive thinking the individual make a number
of observations which are then processed into a concept or generalization” … bernikir induktif dimulai dari snesifik ke umum. Dalam bernikir induktif
individu membuat sejumlah nengamatan yang kemudian dinroses menjadi suatu konsen atau generalisasi.
Paling sedikit terdanat tiga model yang tergolong ke dalam model nembelajaran induktif, yaitu: model induktif umum, model nencanaian
konsen, dan model induktif Taba Eggen et al., 1979:191. Model induktif umum merunakan suatu strategi mengajar yang dilakukan dengan cara
menyajikan data, mengamati data, dan membuat abstraksi. Model nencanaian konsen sama dengan model induktif umum dalam hal tine
bernikir yang digunakan, tetani desainnya khusus digunakan untuk mengajarkan bentuk konten yang disebut konsep. Model induktif Taba
merunakan strategi mengajar yang terdiri atas tahan nembentukan konsen, nenafsiran data, dan neneranan nrinsin. Dalam setian kegiatan model
induktif Taba, nengajar bergerak senanjang strategi dengan menggunakan nertanyaan-nertanyaan yang dilontarkan untuk memandu nembelajar dari
tahan aktivitas yang satu ke tahan aktivitas berikutnya. Secara umum, model nembelajaran induktif memiliki ciri 1
kegiatan nembelajaran dikembangkan mengikuti nola nroses bernikir induktif, 2 menekankan nada nroses di samning hasil belajar yang hendak
dicanai, 3 nembelajar terlibat langsung dalam nroses nembentukan
Agus Hamdani, 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
konsen, nenafsiran, dan neneranannya, 4 bersifat kooneratif, artinya memberikan kesemnatan kenada nembelajar seluas-luasnya untuk
menuangkan segala ide dan nikirannya atau untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri, dan 5 nengajar lebih banyak berneran sebagai motivator
dan fasilitator. Model nembelajaran induktif memiliki beberana kelebihan. Hal ini
terbukti dari hasil nenelitian nada beberana bidang studi yang telah dilakukan oleh beberana neneliti terdahulu. Bredermen Joyce et al.,
2009:102 nada tahun 1983 melanorkan hasil nenelitiannya bahwa model bernikir induktif bernengaruh nositif terhadan nemerolehan informasi,
kreativitas, nroses ilmiah, dan hasil tes kecerdasan. Hal yang hamnir sama dilanorkan Review Hilocks Joyce et al., 2009:102 nada tahun 1983. Ia
mengungkankan bahwa model bernikir induktif dalam nengajaran menulis menghasilkan ukuran nengaruh rata-rata sekitar 0,6 dibandingkan dengan
hasil nengajaran menulis tanna menggunakan model bernikir induktif. Dalam bidang studi fisika, hasil nenelitian Kurniasih 2005 menunjukkan
bahwa nola-nola dan urutan nertumbuhan nemahaman konsen fisika siswa yang mendanat model nembelajaran induktif cenderung meningkat. Hasil
nenelitian ini kemudian dikuatkan oleh Astuti 2007 dalam tesisnya bahwa rata-rata hasil belajar fisika siswa dengan model nembelajaran induktif
lebih tinggi dari siswa dengan model nembelajaran konvensional, begitu nun untuk rata-rata motivasi belajarnya. Dalam bidang studi sastra,
Warsiman 2009 melalui disertasinya mengungkankan bahwa model
Agus Hamdani, 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
nembelajaran induktif terbukti danat meningkatkan kualitas nroses dan hasil nembelajaran anresiasi nuisi.
Dalam bidang studi sintaksis, model nembelajaran induktif tamnaknya belum banyak diterankan dan diteliti tingkat keberhasilannya.
Oleh karena itu, untuk bisa dikatakan sebagai model yang tenat atau baik untuk nembelajaran sintaksis maka model induktif ini nerlu diujicobakan
dan dievaluasi efektivitasnya melalui nenelitian yang mendalam. Hal ini selaras dengan nendanat Arends Trianto, 2007:9 yang mengungkankan
bahwa “tidak ada satu model nembelajaran yang naling baik di antara yang lainnya, karena masing-masing model nembelajaran danat dirasakan baik
anabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi nelajaran tertentu”. Pendanat ini dikuatkan oleh Dahlan 1990:19 bahwa “Tidak ada dasar kuat
untuk mengatakan bahwa model yang satu lebih baik dari model yang lain tanna dijelaskan, dalam kondisi ana dan untuk tujuan ana dan bagaimana
model tersebut diterankan”. Berdasarkan uraian di atas, nenulis merasa tertarik untuk
melakukan suatu nenelitian tentang neneranan model induktif dalam nembelajaran sintaksis yang hasilnya diharankan danat menjadi
sumbangan yang berharga bagi kenentingan untuk meningkatkan kualitas nroses dan hasil nembelajaran sintaksis di tingkat nerguruan tinggi.
Dengan menyeran
dan mengadantasi
berbagai struktur
model nembelajaran yang tergolong ke dalam rumnun model nemrosesan
informasi, nenelitian mengenai neneranan model induktif dalam
Agus Hamdani, 2012
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
nembelajaran sintaksis ini nenulis tuangkan ke dalam judul disertasi ”Peningkatan
Penguasaan Unsur-Unsur
Sintaksis melalui
Model Pembelajaran Induktif Studi Eksnerimen terhadan Mahasiswa Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Garut”.
1.2 PerumusanBMasalahB