PENINGKATAN PENGUASAAN UNSUR-UNSUR SINTAKSIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INDUKTIF: Studi Eksperimen terhadap Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Garut.

(1)

1 DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ……….. v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Asumsi Penelitian ... 10

1.6 Hipotesis ... 10

BAB II TEORI DAN MODEL PEMBELAJARAN SINTAKSIS ... 12

2.1 Teori Belajar ... 12

2.1.1 Pengertian dan Bentuk-Bentuk Belajar ... 13

2.1.2 Jenis-Jenis Teori Belajar ... 16

2.2 Model Pembelajaran ... 22


(2)

2.2.2 Jenis-Jenis Model Pembelajaran ... 25

2.2.3 Model Pembelajaran Induktif ... 29

2.2.3.1 Berpikir Induktif ... 30

2.2.3.2 Model Induktif sebagai Rumpun Model Pemrosesan Informasi ... 31

2.2.3.3 Model Induktif Umum ... 39

2.2.3.4 Model Pencapaian Konsep ... 43

2.2.3.5 Model Induktif Taba ... 47

2.2.4 Model Pembelajaran Konvensional ... 53

2.3 Sintaksis ... 55

2.3.1 Kalimat ... 57

2.3.1.1 Fungsi Sintaktis ... 60

2.3.1.2 Penggolongan Kalimat ... 66

2.3.2 Klausa ... 71

2.3.2.1 Pengertian Klausa ... 71

2.3.2.2 Penggolongan Klausa ... 73

2.3.3 Frasa ... 75

2.3.3.1 Pengertian Frasa ... 75

2.3.3.2 Unsur-Unsur Frasa ... 77

2.3.3.3 Tipe-Tipe Frasa ... 77

2.3.3.4 Kategori Frasa ... 79

2.3.3.5 Hubungan Makna Antarunsur Frasa ... 81


(3)

3.1 Metode Penelitian ... 82

3.2 Desain Penelitian ... 83

3.3 Definisi Operasional ... 84

3.4 Lokasi dan Sampel Penelitian ... 86

3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 88 3.5.1 Perangkat Tes ... 89

3.5.1.1 Validitas ... 91

3.5.1.2 Reliabilitas ... 93

3.5.1.3 Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda ... 95

3.5.2 Pedoman Observasi ... 98

3.5.3 Angket ... 100

3.5.4 Pedoman Wawancara ... 101

3.5.5 Model Induktif dalam Pembelajaran Sintaksis ... 101

3.5.6 Satuan Acara Perkuliahan ... 101

3.5.7 Media Pembelajaran ... 102

3.6 Teknik Pengolahan Data ... 102

3.7 Paradigma Penelitian ... 106

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 110

4.1 Perancangan Model Induktif dalam Pembelajaran Sintaksis ... 111

4.1.1 Deskripsi Rancangan Model Induktif ... 112

4.1.1.1 Orientasi Model ... 112


(4)

4.1.1.4 Prinsip Reaksi ... 117

4.1.1.5 Sistem Penunjang ... 118

4.1.1.6 Dampak Instruksional dan Dampak Penyerta ... 118

4.1.2 Satuan Acara Perkuliahan ... 119

4.2 Proses Pelaksanaan Model Induktif ... 144

4.2.1 Perlakuan I ... 146

4.2.2 Perlakuan II ... 161

4.2.3 Perlakuan III ... 175

4.3 Penguasaan Unsur-Unsur Sintaksis ... 192

4.3.1 Penguasaan Sintaksis Mahasiswa Kelompok Eksperimen xMIPS) ... 193

4.3.1.1 Penguasaan Awal ... 193

4.3.1.2 Penguasaan Akhir ... 197

4.3.1.3 Peningkatan Penguasaan ... 200

4.3.2 Penguasaan Sintaksis Mahasiswa Kelompok Kontrol xMKPS) ... 210

4.3.2.1 Penguasaan Awal ... 210

4.3.2.2 Penguasaan Akhir ... 213

4.3.2.3 Peningkatan Penguasaan ... 216

4.3.3 Perbandingan Peningkatan Penguasaan Sintaksis ... 227

4.3.4 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ... 239

4.4 Persepsi Mahasiswa terhadap Model Pembelajaran Induktif ... 241


(5)

4.5 Persepsi Dosen-Model terhadap Model

Pembelajaran Induktif ... 252

4.6 Pembahasan ... 258

4.6.1 Pembahasan Proses Pelaksanaan MIPS ... 258

4.6.2 Pembahasan Hasil Pelaksanaan MIPS ... 269

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……... 277

5.1 Kesimpulan ... 277

5.2 Saran ... 281

DAFTAR PUSTAKA ... 284

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 288


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.2 Jenis Jenis Model Pembelajaran ... 28

2.2 Tahap-Tahap Model Pencapaian Konsep ... 46

3.2 Pembentukan Konsep ... 50

4.2 Penafsiran Data ... 51

5.2 Penerapan Prinsip ... 52

6.2 Tahap-Tahap Model Induktif Taba ... 53

7.2 Perbedaan Objek dan Pelengkap ... 64

8.2 Jenis-Jenis Keterangan ... 65

1.3 Jumlah Sampel ... 88

2.3 Teknik Pengumpulan Data ... 88

3.3 Pedoman Penilaian Soal Esai Berbentuk Tugas ... 91

4.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 94

5.3 Reliability Statistics ... 94

7.3 Penentuan Patokan dengan Perhitungan Persentase untuk Skala Lima ... 104

8.3 Kriteria Kualifikasi Persepsi Mahasiswa terhadap Model Pembelajaran Induktif ... 106

1.4 Tahap-TahapMIPS ... 116

2.4 Hasil Prates Mahasiswa Kelompok Eksperimen xMIPS) .. 194

3.4 Penguasaan Awal Sintaksis Mahasiswa Per Aspek pada Kelompok Eksperimen xMIPS) ... 196 4.4 Hasil Pascates Mahasiswa Kelompok Eksperimen xMIPS) 197


(7)

6.4 Peningkatan Skor Rata-Rata Penguasaan Sintaksis Per

Aspek pada Kelompok Eksperimen xMIPS) ... 202 7.4 Skor Rata-Rata Penguasaan Awal dan Penguasaan Akhir

Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis pada

Kelompok Eksperimen xMIPS) ... 205 8.4 Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Skor Penguasaan

Awal dan Penguasaan Akhir Pengetahuan Sintaksis dan

Performansi Sintaksis Kelompok MIPS ... 206 9.4 Hasil Uji T Penguasaan Awal dan Penguasaan Akhir

Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis

Kelompok MIPS ... 209 10.4 Hasil Prates Mahasiswa Kelompok Kontrol xMKPS) ... 211 11.4 Penguasaan Awal Sintaksis Mahasiswa Per Aspek pada

Kelompok Kontrol xMKPS) ... 213 12.4 Hasil Pascates Mahasiswa Kelompok Kontrol xMKPS) .... 214 13.4 Penguasaan Akhir Sintaksis Mahasiswa Per Aspek pada

Kelompok Kontrol xMKPS) ... 216 14.4 Peningkatan Skor Rata-Rata Penguasaan Sintaksis Per

Aspek pada Kelompok Kontrol xMKPS) ... 218 15.4 Skor Rata-Rata Penguasaan Awal dan Penguasaan Akhir

Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis pada

Kelompok Kontrol xMKPS) ... 221 16.4 Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Skor Penguasaan

Awal dan Penguasaan Akhir Pengetahuan Sintaksis dan

Performansi Sintaksis Kelompok MKPS ... 223 17.4 Hasil Uji T Penguasaan Awal dan Penguasaan Akhir

Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis

Kelompok MKPS ... 226 18.4 Perbedaan Peningkatan Penguasaan Tiap Aspek Sintaksis

Kelompok MIPS dan Kelompok MKPS ... 229 19.4 Rata-Rata Gain dan Simpangan Baku Penguasaan

Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis pada Kelompok MIPS dan MKPS ...


(8)

20.4 Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Skor Gain

Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis pada

Kelompok MIPS dan MKPS ... 234 21.4 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Skor Gain

Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis

Kelompok MIPS dan Kelompok MKPS ... 237 22.4 Hasil Uji T Skor Rata-Rata Gain Pengetahuan Sintaksis

dan Performansi Sintaksis Kelompok MIPS dan

Kelompok MKPS ... 238

23.4 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian pada

Taraf Signifikansi xα) 0,05 ... 240 24.4 Kriteria Kualifikasi Persepsi Mahasiswa terhadap Model

Pembelajaran Induktif ... 241 25.4 Skor Hasil Angket mengenai Persepsi Mahasiswa

terhadap Model Induktif dalam Pembelajaran Sintaksis .. 242

26.4 Sebaran Jawaban Mahasiswa terhadap Setiap Pertanyaan

Angket ... 248 27.4 Transkrip Hasil Wawancara dengan Dosen Pelaksana ... 252


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.2 Alur Model Pemrosesan Informasi ... 33 1.3 Desain Penelitian ... 83 2.3 Paradigma Penelitian ... 109 1.4 Rata-Rata Persentase Penguasaan Awal dan Penguasaan

Akhir Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis

Mahasiswa Kelompok Eksperimen xMIPS) ... 201 2.4 Rata-Rata Persentase Penguasaan Awal dan Penguasaan

Akhir Tiap Aspek Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis Mahasiswa Kelompok Eksperimen

xMIPS) ... 203

3.4 Peningkatan Penguasaan Pengetahuan Sintaksis Tiap

Mahasiswa Kelompok Eksperimen xMIPS) ... 204 4.2 Peningkatan Penguasaan Performansi Sintaksis Tiap

Mahasiswa Kelompok Eksperimen xMIPS) ... 204 5.4 Model Normal Q-Q Plot Penguasaan Awal dan

Penguasaan Akhir Pengetahuan Sintaksis dan

Performansi Sintaksis Kelompok MIPS ... 208 6.4 Rata-Rata Persentase Penguasaan Awal dan Penguasaan

Akhir Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis

Mahasiswa Kelompok Kontrol xMKPS) ... 217 7.4 Rata-Rata Persentase Penguasaan Awal dan Penguasaan

Akhir Tiap Aspek Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis Mahasiswa Kelompok Kontrol

xMKPS) ... 219

8.4 Peningkatan Penguasaan Pengetahuan Sintaksis Tiap

Mahasiswa Kelompok Kontrol xMKPS) ... 220 9.4 Peningkatan Penguasaan Performansi Sintaksis Tiap

Mahasiswa Kelompok Kontrol xMKPS) ... 221 10.4 Model Normal Q-Q Plot Penguasaan Awal dan


(10)

11.4 Persentase Peningkatan Penguasaan Pengetahuan Sintaksis dan Performansi Sintaksis Berdasarkan Model

Pembelajaran ... 228 12.4 Persentase Peningkatan Penguasaan Tiap Aspek

Sintaksis Berdasarkan Model Pembelajaran ... 231 13.4 Model Normal Q-Q Plot Data Skor Gain Pengetahuan

Sintaksis dan Performansi Sintaksis Kelompok MIPS dan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1-3 Kisi-Kisi Soal Pengetahuan Sintaksis ... 288

2-3 Analisis Butir Soal Hasil Uji Coba Instrumen Tes Pengetahuan Sintaksis terhadap 40 Mahasiswa untuk Menentukan Validitas Butir Soal, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda ... 291

3-3 Hasil Uji Validitas Butir Soal Tes Pengetahuan Sintaksis . 292 4-3 Hasil Penghitungan Validitas Butir Soal Tes Pengetahuan Sintaksis melalui Perangkat Lunak SPSS Versi 16.0 ... 294

5-3 Hasil Penghitungan Reliabilitas Tes Pengetahuan Sintaksis dengan Menggunakan Perangkat Lunak SPSS Versi 16.0 ... 303

6-3 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Pengetahuan Sintaksis dalam Uji Coba terhadap 40 Orang Mahasiswa ... 304

7-3 Tes Pengetahuan Sintaksis ... 306

8-3 Lembar Jawaban Tes Pengetahuan Sintaksis ... 327

9-3 Kunci Jawaban Tes Pengetahuan Sintaksis ... 328

10-3 Tes Performansi Sintaksis ... 329

11-3 Pedoman Penilaian Tes Performansi Sintaksis ... 330

12-3 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Kegiatan Dosen pada Pelaksanaan Model Pembelajaran Induktif dalam Perkuliahan Sintaksis ... 331

13-3 Pedoman Observasi Kegiatan Dosen pada Pelaksanaan Model Pembelajaran Induktif dalam Perkuliahan Sintaksis ... 334 14-3 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Kegiatan Mahasiswa pada


(12)

15-3 Pedoman Observasi Kegiatan Mahasiswa pada Pelaksanaan Model Pembelajaran Induktif dalam

Perkuliahan Sintaksis ... 339

16-3 Kisi-Kisi Angket Persepsi Mahasiswa terhadap Model Pembelajaran Induktif dalam Perkuliahan Sintaksis ... 341

17-3 Angket Persepsi Mahasiswa terhadap Model Pembelajaran Induktif dalam Perkuliahan Sintaksis ... 343

18-3 Kisi-Kisi dan Pedoman Wawancara terhadap Dosen Pelaksana Model Pembelajaran Induktif dalam Perkuliahan Sintaksis ... 347

19-3 Satuan Acara Perkuliahan Model Pembelajaran Konvensional ... 350

20-4 Foto-Foto Kegiatan Penelitian ... 374

21-4 Slide Pembelajaran Sintaksis Model Induktif ... 378

22-4 Slide Pembelajaran Sintaksis Model Konvensional ... 384

23-4 Contoh Karya Esai Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 388

24-4 Contoh Karya Esai Mahasiswa Kelas Kontrol ... 398

24 Daftar Hadir Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 408

25 Daftar Hadir Mahasiswa Kelas Kontrol ... 410

26 Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia tentang Perpanjangan Tugas Pembimbing Penulisan Desertasi Program Doktor xS3) Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2007 ... 412


(13)

BABBIBB

PENDAHULUANB

1.1 LatarBBelakangBBPenelitianB

Kegiatan belajar-mengajar nada hakikatnya merunakan kegiatan yang mengandung interaksi dinamis antara nengajar dan nembelajar dalam

rangka mencanai tujuan yang telah ditetankan. Interaksi ini

mengisyaratkan bahwa bentuk komunikasi yang terjalin antara nengajar dan nembelajar adalah bentuk komunikasi timbal balik, bukan bentuk komunikasi satu arah. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa nada dasarnya dalam kegiatan belajar-mengajar terdanat dua nosisi subjek, yaitu nengajar dan nembelajar. Pengajar adalah orang yang berusaha mencintakan lingkungan atau kondisi yang memungkinkan nembelajar bisa belajar, sedangkan nembelajar adalah orang yang dengan segala karakteristiknya berusaha mengembangkan diri melalui berbagai kegiatan belajar untuk meraih hasil belajar yang ontimal. Keduanya, baik nengajar maunun nembelajar, berneran aktif dalam mengolah infomasi atau materi nembelajaran sehingga mereka memneroleh kebermaknaan dari setian nerbuatan masing-masing. Dengan demikian, kegiatan belajar-mengajar tidak akan berlangsung secara mekanistis.

Dalam kaitan dengan kegiatan belajar-mengajar, salah satu masalah nokok yang sering dikeluhkan banyak nihak adalah masih rendahnya daya seran nembelajar. Hal ini tamnak dari rata-rata hasil belajar yang


(14)

senantiasa sangat memnrihatinkan. Menurut Trianto (2007:1), kenyataan ini antara lain diakibatkan oleh banyaknya nembelajaran yang diselengggarakan dan dikelola dengan melibatkan nendekatan dan metode yang bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi nembelajar itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Sebagian besar kegiatan belajar-mengajar masih didominasi oleh nengajar. Aktivitas belajar siswa atau mahasiswa agak terbatas nada mengingat informasi, mengungkankan kembali ana yang dikuasainya, dan bertanya kenada nengajar tentang bahan yang belum dinahaminya.

Perubahan naradigma nembelajaran dari yang bersifat konvensional ke yang bersifat modern sebenarnya telah dimulai sejak lama. Orientasi nembelajaran yang semula bernusat kenada nengajar telah beralih bernusat kenada nembelajar. Metodologi yang semula didominasi eksnositori telah berganti ke nartisinatori. Pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual telah berubah menjadi kontekstual. Semua nerubahan itu dimaksudkan untuk memnerbaiki kualitas nembelajaran, baik kualitas nroses, maunun kualitas hasil nembelajaran. (Komarudin dalam Trianto, 2007:2).

Dalam kenyataannya, nerubahan naradigma di atas tidak senenuhnya tergambar dalam nraktik nembelajaran di kelas. Masih banyak nengajar yang lebih suka menerankan model konvensional dengan alasan model tersebut hanya memerlukan nersianan yang sederhana dan tidak memerlukan media dan bahan nraktik yang lengkan. Pembelajaran cukun dilakukan dengan cara menjelaskan konsen-konsen yang ada nada buku


(15)

referensi yang digunakan. Dengan cara nembelajaran senerti itu, neran dan keterlibatan nembelajar sangat minimal dan nasif sehingga berakibat mereka menjadi terbiasa untuk selalu menunggu sajian dari nengajar darinada mencari dan menemukan sendiri nengetahuan, keteramnilan, serta sikan yang mereka butuhkan. Mereka tidak diajarkan strategi belajar yang danat memahami bagaimana belajar, bernikir, dan memotivasi diri sendiri.

Hasil survai lanangan di STKIP Garut nada studi awal nenelitian ini

mengungkankan kenyataan di atas. Kegiatan nerkuliahan nada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah tinggi itu sebagian besar berlangsung dengan menggunakan model konvensional. Model konvensional yang dimaksud adalah model nembelajaran yang bentuk kegiatannya lebih banyak ternusat nada dosen. Pendekatan yang digunakan dalam model nembelajaran ini adalah eksnositori. Dosen lebih berneran sebagai sumber nenyebar nengetahuan atau nenyamnai informasi kenada mahasiswa. Jadi, nembelajaran konvensional atau sering juga disebut nembelajaran tradisional ini nada dasarnya merunakan suatu usaha untuk menyamnaikan informasi beruna materi nembelajaran kenada nembelajar, dan nembelajar menerima informasi tersebut dari nengajar. Khusus untuk nerkuliahan sintaksis, dari hasil survai tersebut dineroleh informasi bahwa kegiatan nerkuliahan biasanya diawali dengan kegiatan menyamnaikan informasi bahan nembelajaran secara lisan oleh dosen


(16)

kenada mahasiswa, dilanjutkan dengan nemberian contoh oleh dosen, lalu diakhiri dengan nemberian latihan atau tugas kenada mahasiswa.

Model nembelajaran konvensional yang biasa dilakukan dalam nembelajaran sintaksis di atas ternyata tidak membuahkan hasil yang menggembirakan. Hasil studi dokumentasi yang dilakukan nenulis nada tahan studi awal nenelitian ini menunjukkan bahwa gambaran umum kemamnuan mahasiswa nrogram studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Garut dalam menguasai sintaksis tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai mahasiswa dalam mata kuliah Sintaksis (C). Kenyataan ini tentunya diakibatkan oleh berbagai hal. Menurut nendanat sebagian besar mahasiswa yang dijaring melalui angket, materi sintaksis termasuk materi yang rumit dibanding dengan materi mata kuliah-mata kuliah lainnya.

Materi nembelajaran sintaksis bukanlah materi yang hanya bersifat hafalan dan nemahaman, melainkan merunakan materi yang komnleks yang memerlukan keteramnilan bernikir kritis. Mengingat hal itu, dosen harus cermat dalam menentukan suatu model yang sesuai bagi nembelajaran sintaksis agar tercinta situasi dan kondisi kelas yang kondusif sehingga nroses nembelajaran danat berlangsung efektif, sesuai dengan tujuan yang diharankan. Hal ini nenting sebab keniawaian dan ketenatan dosen dalam memilih model atau metode nembelajaran akan bernengaruh terhadan kualitas nroses belajar-mengajar dan kualitas hasil belajar sintaksis mahasiswa.


(17)

“Sesungguhnya tidak ada satu model mengajar nun yang naling cocok untuk semua situasi, dan sebaliknya tidak ada satu situasi mengajar nun yang naling cocok dihamniri oleh semua model mengajar” (Dahlan, 1990:19). Yang ternenting adalah dosen harus nandai memilih dan menerankan model nembelajaran yang relevan dan mendukung tercanainya tujuan nembelajaran. “Jadi, nertimbangan utama nemilihan

model ialah tujuan nengajaran yang hendak dicanai” (Dahlan, 1990:15).

Pertimbangan lainnya adalah materi nembelajaran, tingkat nerkembangan

kognitif nembelajar, dan sarana atau fasilitas yang tersedia. Dengan kata lain, model nembelajaran akan berfungsi ontimal jika diselaraskan dengan tujuan nembelajaran, materi nembelajaran, nembelajar, fasilitas, serta keteramnilan nengajar untuk menerankan model tesebut. Lalu, model yang bagaimana yang tenat untuk nembelajaran sintaksis?

Salah satu jenis model nembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan keteramnilan bernikir kritis adalah model induktif. Model nembelajaran ini dilandasi oleh cara manusia dalam bernikir secara induktif. Dalam cara bernikir induktif, kumnulan fakta yang berserakan dicari kesesuaian atau keterkaitannya satu sama lain kemudian diolah ke dalam bentuk konsen atau generalisasi. Dengan kata lain, bernikir induktif merunakan suatu rekayasa dari berbagai macam kasus khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu nenalaran tunggal dengan cara menggabungkan kasus-kasus khusus tersebut ke dalam suatu bentuk nemahaman yang umum. Hal ini sejalan dengan ana yang dikemukakan


(18)

Eggen et al. (1979:110) bahwa “… inductive thinking proceeds from the specific to the general. In inductive thinking the individual make a number of observations which are then processed into a concept or generalization” (… bernikir induktif dimulai dari snesifik ke umum. Dalam bernikir induktif individu membuat sejumlah nengamatan yang kemudian dinroses menjadi suatu konsen atau generalisasi).

Paling sedikit terdanat tiga model yang tergolong ke dalam model nembelajaran induktif, yaitu: model induktif umum, model nencanaian konsen, dan model induktif Taba (Eggen et al., 1979:191). Model induktif umum merunakan suatu strategi mengajar yang dilakukan dengan cara menyajikan data, mengamati data, dan membuat abstraksi. Model nencanaian konsen sama dengan model induktif umum dalam hal tine bernikir yang digunakan, tetani desainnya khusus digunakan untuk

mengajarkan bentuk konten yang disebut konsep. Model induktif Taba

merunakan strategi mengajar yang terdiri atas tahan nembentukan konsen, nenafsiran data, dan neneranan nrinsin. Dalam setian kegiatan model induktif Taba, nengajar bergerak senanjang strategi dengan menggunakan nertanyaan-nertanyaan yang dilontarkan untuk memandu nembelajar dari tahan aktivitas yang satu ke tahan aktivitas berikutnya.

Secara umum, model nembelajaran induktif memiliki ciri (1) kegiatan nembelajaran dikembangkan mengikuti nola nroses bernikir induktif, (2) menekankan nada nroses di samning hasil belajar yang hendak dicanai, (3) nembelajar terlibat langsung dalam nroses nembentukan


(19)

konsen, nenafsiran, dan neneranannya, (4) bersifat kooneratif, artinya memberikan kesemnatan kenada nembelajar seluas-luasnya untuk menuangkan segala ide dan nikirannya atau untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri, dan (5) nengajar lebih banyak berneran sebagai motivator dan fasilitator.

Model nembelajaran induktif memiliki beberana kelebihan. Hal ini terbukti dari hasil nenelitian nada beberana bidang studi yang telah

dilakukan oleh beberana neneliti terdahulu. Bredermen (Joyce et al.,

2009:102) nada tahun 1983 melanorkan hasil nenelitiannya bahwa model bernikir induktif bernengaruh nositif terhadan nemerolehan informasi, kreativitas, nroses ilmiah, dan hasil tes kecerdasan. Hal yang hamnir sama dilanorkan Review Hilocks (Joyce et al., 2009:102) nada tahun 1983. Ia mengungkankan bahwa model bernikir induktif dalam nengajaran menulis

menghasilkan ukuran nengaruh rata-rata sekitar 0,6 dibandingkan dengan

hasil nengajaran menulis tanna menggunakan model bernikir induktif. Dalam bidang studi fisika, hasil nenelitian Kurniasih (2005) menunjukkan bahwa nola-nola dan urutan nertumbuhan nemahaman konsen fisika siswa yang mendanat model nembelajaran induktif cenderung meningkat. Hasil nenelitian ini kemudian dikuatkan oleh Astuti (2007) dalam tesisnya bahwa rata-rata hasil belajar fisika siswa dengan model nembelajaran induktif lebih tinggi dari siswa dengan model nembelajaran konvensional, begitu nun untuk rata-rata motivasi belajarnya. Dalam bidang studi sastra, Warsiman (2009) melalui disertasinya mengungkankan bahwa model


(20)

nembelajaran induktif terbukti danat meningkatkan kualitas nroses dan hasil nembelajaran anresiasi nuisi.

Dalam bidang studi sintaksis, model nembelajaran induktif tamnaknya belum banyak diterankan dan diteliti tingkat keberhasilannya. Oleh karena itu, untuk bisa dikatakan sebagai model yang tenat atau baik untuk nembelajaran sintaksis maka model induktif ini nerlu diujicobakan dan dievaluasi efektivitasnya melalui nenelitian yang mendalam. Hal ini

selaras dengan nendanat Arends (Trianto, 2007:9) yang mengungkankan

bahwa “tidak ada satu model nembelajaran yang naling baik di antara yang lainnya, karena masing-masing model nembelajaran danat dirasakan baik anabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi nelajaran tertentu”. Pendanat ini dikuatkan oleh Dahlan (1990:19) bahwa “Tidak ada dasar kuat untuk mengatakan bahwa model yang satu lebih baik dari model yang lain tanna dijelaskan, dalam kondisi ana dan untuk tujuan ana dan bagaimana model tersebut diterankan”.

Berdasarkan uraian di atas, nenulis merasa tertarik untuk melakukan suatu nenelitian tentang neneranan model induktif dalam nembelajaran sintaksis yang hasilnya diharankan danat menjadi sumbangan yang berharga bagi kenentingan untuk meningkatkan kualitas nroses dan hasil nembelajaran sintaksis di tingkat nerguruan tinggi.

Dengan menyeran dan mengadantasi berbagai struktur model

nembelajaran yang tergolong ke dalam rumnun model nemrosesan informasi, nenelitian mengenai neneranan model induktif dalam


(21)

nembelajaran sintaksis ini nenulis tuangkan ke dalam judul disertasi

”Peningkatan Penguasaan Unsur-Unsur Sintaksis melalui Model

Pembelajaran Induktif (Studi Eksnerimen terhadan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Garut)”.

1.2 PerumusanBMasalahB

Berdasarkan latar belakang nenelitian di atas maka masalah nenelitian ini danat dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimanakah nroses nembelajaran sintaksis yang terjadi dengan

menggunakan model induktif?

2) Bagaimanakah hasil nembelajaran sintaksis yang menggunakan model

induktif?

3) Bagaimanakah nersensi mahasiswa dan dosen terhadan model induktif

dalam nembelajaran sintaksis?

1.3 TujuanBPenelitianB

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, nenelitian ini nada dasarnya bertujuan untuk

1) mendeskrinsikan nroses nembelajaran sintaksis yang terjadi dengan

menggunakan model induktif ;

2) mendeskrinsikan hasil nembelajaran sintaksis yang menggunakan

model induktif;

3) mendeskrinsikan nersensi mahasiswa dan dosen terhadan model


(22)

1.4 ManfaatBPenelitianB

Penelitian ini berusaha untuk mengujicobakan model induktif dalam nembelajaran sintaksis. Oleh karena itu, hasil nenelitian ini danat bermanfaat bagi kenentingan nengembangan teori serta nraktik

nembelajaran. Ditemukannya keunggulan model induktif dalam

nembelajaran sintaksis diharankan danat memberikan sumbangan konsentual dalam memnerkaya khazanah teori nembelajaran, terutama teori yang berhubungan dengan model nembelajaran sintaksis bahasa Indonesia di nerguruan tinggi. Para dosen sintaksis nun diharankan danat memneroleh wawasan dari hasil nenelitian ini mengenai adanya model nembelajaran induktif yang cocok untuk diterankan sebagai salah satu alternatif dalam nraktik nembelajaran sintaksis yang biasa diamnunya. Dengan diterankannya model induktif dalam nembelajaran sintaksis yang dilakukan oleh dosen ke denan, diharankan mahasiswa akan (1) lebih mamnu mengelola dan mengembangkan notensi belajar yang dimilikinya secara ontimal, (2) lebih terlatih untuk bernrakarsa, bernikir secara sistematis dan kritis, tanggan dan danat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta (3) lebih teramnil dalam mengasah dan mengembangkan kemamnuan berbahasanya.

1.5 AsumsiBPenelitianB

Penelitian ini bertolak dari beberana asumsi berikut ini.B

1) Model nembelajaran merunakan salah satu faktor nenentu kualitas


(23)

2) Penguasaan unsur-unsur sintaksis merunakan salah satu faktor nenentu kelogisan berbahasa.

3) Sintaksis merunakan salah satu mata kuliah yang menuntut mahasiswa

untuk bernikir kritis sehingga nembelajarannya nun harus

diselenggarakan dalam bentuk nroses belajar-mengajar yang lebih sistematis.

1.6 HipotesisB

Data nenelitian yang berkenaan dengan rumusan masalah kedua

diolah dengan menggunakan teknik statistik melalui SPSS versi 16.0.

Rumusan hinotesis nenelitian yang akan diuji di antaranya:

1) terdanat nerbedaan neningkatan nenguasaan nengetahuan sintaksis

antara mahasiswa yang menggunakan model nembelajaran induktif (MIPS) dengan mahasiswa yang menggunakan model nembelajaran konvensional (MKPS);

2) terdanat nerbedaan neningkatan nenguasaan nerformansi sintaksis

antara mahasiswa yang menggunakan model nembelajaran induktif (MIPS) dengan mahasiswa yang menggunakan model nembelajaran konvensional (MKPS).


(24)

1 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan berbagai hal yang berkenaan dengan metodologi penelitian, seperti metode penelitian, desain penelitian, definisi operasional, lokasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data dan instrumen penelitian, teknik pengolahan data, serta paradigma penelitian.

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Arikunto (2005:207), ”Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari ’sesuatu’ yang dikenakan pada subjek selidik”. Hal ini berarti bahwa dalam penelitian eksperimen terdapat perlakuan yang dikenakan kepada subjek penelitian. Munculnya gejala setelah perlakuan yang ditunjukkan oleh subjek penelitian dikontrol secara cermat sehingga bisa diketahui hubungan sebab akibatnya. Dengan kata lain, metode eksperimen adalah suatu metode yang menekankan kepada pengendalian atau pengontrolan atas objek yang diamatinya dan tujuannya adalah untuk mendemonstrasikan adanya jalinan sebab akibat antara variabel dependen dengan variabel independen (Suwarno, 1987:23).

Variabel independen atau variabel bebas adalah kondisi yang mempengaruhi munculnya suatu gejala, sedangkan variabel dependen atau variabel terikat adalah segala bentuk peristiwa atau gejala yang muncul


(25)

akibat dilaksanakannya kegiatan percobaan (Ali, 1987:131). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independennya ada dua, yaitu (1) model induktif dalam pembelajaran sintaksis yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan (2) model konvensional dalam pembelajaran sintaksis yang diterapkan pada kelompok kontrol. Adapun yang menjadi variabel dependennya adalah hasil pembelajaran sintaksis berupa penguasaan mahasiswa terhadap unsur-unsur sintaksis setelah mereka mendapat perlakuan.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian eksperimen terdiri atas berbagai jenis. Fraenkel dan

Wallen (1990:235-245) mengelompokkan jenis-jenis desain penelitian

eksperimen ini ke dalam enam kelompok, yaitu: desain eksperimen lemah, desain eksperimen murni, desain eksperimen kuasi, desain imbang, desain rangkaian waktu, dan desain faktorial. Dari keenam golongan desain tersebut, desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen murni. Hal ini dipilih karena desain ini hampir dapat mengontrol semua ancaman atau pencemar validitas internal dan eksternal. Adapun model desainnya adalah desain kelompok kontrol prates pascates beracak (the randomized pretest-postest controd group design) yang oleh Fraenkel dan Wallen (1990:238) dibagankan seperti dalam gambar 1.3 berikut ini.


(26)

Controd group R O X2 O Gambar 1.3 : Desain Penelitian

R = penetapan sampel secara acak untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

O = prates dan pascates.

X1 = perlakuan terhadap kelompok eksperimen berupa kegiatan

pembelajaran sintaksis dengan menggunakan model induktif.

X2 = perlakuan terhadap kelompok kontrol berupa kegiatan

pembelajaran sintaksis dengan menggunakan model konvensional. Sesuai dengan gambar di atas, penelitian ini dilakukan terhadap dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Anggota kedua kelompok ini ditetapkan secara acak. Kedua kelompok diberi prates dan pascates yang sama tetapi diberi perlakuan yang berbeda. Kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran sintaksis dengan menggunakan model induktif sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan berupa pembelajaran sintaksis dengan menggunakan model konvensional. Kompetensi dasar dalam pembelajaran sintaksis pada kedua kelompok itu sama, yaitu memahami dan menguasai frasa, memahami dan menguasai klausa, serta memahami dan menguasai kalimat. Model pembelajarannya saja yang berbeda. Pengaruh perlakuan diperhitungkan melalui perbedaan antara hasil prates dan pascates pada kedua kelompok

dan perbandingan antarpascates atau perbandingan gain prates dan

pascates pada kedua kelompok itu. Perbedaan hasil pengukuran ini dapat menjadi petunjuk tentang tingkat efektivitas model pembelajaran induktif.


(27)

3.3 Definisi Operasional

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini memiliki tiga variabel, yaitu: model pembelajaran induktif, model pembelajaran konvensional, dan hasil pembelajaran sintaksis. Agar terdapat kesamaan persepsi antara peneliti dan pembaca mengenai maksud dari masing-masing variabel yang ada dalam penelitian ini maka berikut ini akan diuraikan definisi operasional untuk setiap variabel tersebut.

Moded pembedajaran induktif dalam penelitian ini diartikan sebagai model pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis para mahasiswa melalui proses mental induktif. Model ini ditandai oleh (1) kegiatan pembelajaran dikembangkan mengikuti pola proses berpikir induktif, yakni dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum, (2) mahasiswa tidak hanya mempelajari isi bahan pembelajaran secara tuntas, melainkan juga mengembangkan keterampilan proses yang dipraktikkan dalam aktivitas model, (3) mahasiswa terlibat langsung dalam proses pembentukan konsep, penafsiran, dan penerapannya, (4) bersifat kooperatif, artinya memberikan kesempatan kepada mahasiswa seluas-luasnya untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri, dan (5) dosen lebih banyak berperan sebagai motivator dan fasilitator.

Moded pembedajaran konvensionad diartikan sebagai model pembelajaran yang diawali dengan penyajian konsep mengenai materi yang dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian contoh oleh dosen, bertanya


(28)

jawab dan menarik kesimpulan tentang materi yang dipelajari, kemudian diakhiri dengan pemberian tugas kepada mahasiswa. Model ini ditandai oleh (1) adanya kegiatan yang lebih banyak bersifat informatif yang dilakukan dosen terhadap mahasiswa, (2) aktivitas mahasiswa agak terbatas pada mengingat informasi, mengungkapkan kembali apa yang dikuasainya, dan bertanya kepada dosen tentang bahan yang belum dipahaminya, (3) lebih banyak mengutamakan hasil daripada proses, dan (4) dosen lebih banyak bertindak sebagai penguasa atau hakim daripada sebagai fasilitator.

Hasid pembedajaran sintaksis diartikan sebagai hasil pembelajaran berupa penguasaan mahasiswa terhadap frasa, klausa, dan kalimat bahasa Indonesia. Istilah “penguasaan” dalam penelitian ini mencakup dua hal, yaitu (1) penguasaan terhadap pengetahuan frasa, klausa, dan kalimat,

selanjutnya akan disebut dengan istilah pengetahuan sintaksis, dan (2)

penguasaan terhadap penggunaan frasa, klausa, dan kalimat, selanjutnya

akan disebut dengan istilah performansi sintaksis. Pengetahuan sintaksis

bersifat teoretis sedangkan performansi sintaksis bersifat praktis.

3.4 Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di STKIP Garut. Sekolah tinggi ini dipilih karena merupakan lembaga tempat berdinas penulis sehingga diharapkan penelitian akan berlangsung lebih efektif. Di samping itu, sekolah tinggi ini memiliki karakteristik yang diperlukan untuk menjadi latar penelitian sesuai dengan desain penelitian yang ditetapkan.


(29)

Subjek penelitian ini adalah semua mahasiswa tingkat III Program

Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Tahun Akademik 2009/2010

yang berjumlah 136 orang dan terbagi atas empat kelas. Dari 136 orang ini, penulis menetapkan 64 orang mahasiswa untuk dijadikan sampel penelitian yang akan ditempatkan di dua kelompok berbeda, yaitu kelompok eksperimen yang akan diisi oleh 32 orang mahasiswa dan kelompok kontrol yang juga diisi oleh 32 orang mahasiswa. Penetapan jumlah 32 orang untuk masing-masing kelompok ini didasarkan pada pertimbangan kapasitas

ruang tampung kelas micro teaching yang akan digunakan sebagai tempat

eksperimen. Di samping itu, jumlah sampel 32 orang termasuk sudah cukup memadai sebab “Secara praktis, dapat dikatakan bahwa jumlah subjek

sebanyak 30 orang pada satu kelompok eksperimen sudah dianggap

memadai untuk sebuah kegiatan eksperimen. Hal ini terkait dengan analisis data yang melibatkan sejumlah metode statistik yang mensyaratkan adanya jumlah data minimal 30 buah” (Santoso, 2010:83).

Subjek penelitian ini tidak homogen. Oleh karena itu, penentuan sampel penelitiannya dilakukan secara acak dengan menggunakan teknik

sampel random bertingkat (stratified random sampding) melalui data IPK

setiap mahasiswa selama lima semester. Prosedurnya meliputi kegiatan (1) mengurutkan data IPK mulai dari IPK tertinggi sampai dengan IPK terendah, (2) menetapkan kelompok IPK berkategori tinggi, sedang, dan

rendah, dan (3) mengambil secara acak 20 orang dari masing-masing


(30)

anggota kelompok IPK berkategori sedang, kemudian secara acak pula membaginya menjadi dua kelompok untuk ditetapkan sebagai anggota kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Cara seperti ini dilakukan agar subjek yang menjadi sampel penelitian representatif terhadap populasi serta keadaan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol homogen sehingga rangkaian proses penilaian untuk menjawab pertanyaan penelitian atau pengujian hipotesis dapat dipertanggungjawabkan dengan benar.

Data utama yang diambil dari sampel penelitian di atas adalah hasil belajar mahasiswa berupa penguasaan sintaksis. Di samping itu, data mengenai proses belajar serta persepsi mahasiswa dan dosen tentang model induktif dalam pembelajaran sintaksis akan diambil sebagai data pendukung untuk melengkapi data utama tersebut.

Jumlah mahasiswa serta sebarannya dalam kelas yang dijadian sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3 Jumlah Sampel

No. Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Eksperimen 5 27 32

2. Kontrol 9 23 32


(31)

3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan empat macam teknik pengumpulan data, yaitu: tes, observasi, angket, dan wawancara. Selengkapnya, ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3

Teknik Pengumpulan Data

No. Teknik

Pengumpulan Data Jenis Data Pelaksanaan

(1) (2) (3) (4)

1. Tes:

1) Pilihan ganda 2) Esai berbentuk

tugas Penguasaan pengetahuan sintaksis Pengusaan performansi sintaksis Dilaksanakan pada awal dan akhir pembelajaran

2. Observasi Kualitas proses

perkuliahan

Dilakukan oleh peneliti pada saat pembelajaran sintaksis sedang berlangsung.

(1) (2) (3) (4)

3. Angket Persepsi mahasiswa

terhadap model induktif dalam pembelajaran sintaksis

Dilaksanakan setelah pascates

4. Wawancara Pendapat dosen

pelaksana mengenai pelaksanaan model induktif dalam pembelajaran sintaksis Dilaksanakan setelah dosen pelaksana mengimplementasikan model induktif dalam pembelajaran

sintaksis

Sesuai dengan keempat teknik di atas maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perangkat tes, pedoman observasi, angket, dan pedoman wawancara. Di samping keempat instrumen itu, instrumen lainnya yang digunakan adalah model pembelajaran sintaksis,


(32)

satuan acara perkuliahan sintaksis, dan media pembelajaran sintaksis. Berikut ini penulis uraikan masing-masing instrumen tersebut satu demi satu.

3.5.1 Perangkat Tes

Tes digunakan untuk menjaring data hasil belajar sintaksis. Tes ini dilaksanakan sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Pada kelas eksperimen tes ini dilaksanakan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran sintaksis dengan menggunakan model pembelajaran induktif, sedangkan pada kelas kontrol dilaksanakan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran sintaksis dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Hasil tes merupakan data utama yang diperlukan dalam penelitian ini. Sedangkan data lain yang diperoleh dari hasil angket, observasi, dan wawancara merupakan data pendukung yang diharapkan dapat memberi informasi penunjang terhadap upaya untuk menilai dan menyempurnakan model pembelajaran induktif yang diujicobakan.

Hasil tes digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kemampuan mahasiswa dalam menguasai sintaksis. Lebih jauh lagi, hasil tes ini akan digunakan untuk mengetahui efektivitas model induktif yang dieksperimenkan dalam pembelajaran sintaksis.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: tes objektif dan tes subjektif. Tes objektif digunakan untuk mengukur penguasaan pengetahuan sintaksis mahasiswa. Bentuk soal tes objektif


(33)

yang digunakan adalah pilihan ganda dengan lima opsi. Jenis tes ini disusun berdasarkan indikator yang tercantum dalam satuan acara perkuliahan. Untuk menjamin validitas isi maka disusunlah kisi-kisi soal

seperti tercantum pada Lampiran 1-3. Tes subjektif digunakan untuk

mengukur penguasaan performansi sintaksis mahasiswa. Bentuk soal tes

subjektif yang digunakan adalah esai berbentuk tugas yang rumusan

soalnya menghendaki mahasiswa menulis sebuah komentar tentang salah satu topik dari beberapa topik aktual yang disediakan.

Pemberian skor hasil tes dilakukan dengan dua cara. Untuk soal

pilihan ganda, pemberian skor dilakukan dengan cara memberi skor 1

untuk setiap jawaban yang benar dan memberi skor 0 untuk setiap jawaban yang salah. Untuk soal esai berbentuk tugas, pemberian skor dilakukan dengan berpedoman pada pedoman penilaian seperti tertera pada Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3

Pedoman Penilaian Soal Esai Berbentuk Tugas

No. Aspek Unsur yang Dinilai Skala Skor

(1) (2) (3) (4)

1. Penggunaan

frasa

- Variasi jenis frasa

- Kualitas dan kompleksitas kontruksi frasa

- Kelogisan makna frasa

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

2. Penggunaan

klausa

- Variasi jenis klausa

- Kualitas dan kompleksitas struktur atau fungsi sintaktis klausa

- Kelogisan makna klausa

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5


(34)

3. Penggunaan kalimat

- Variasi jenis kalimat

- Kualitas dan kompleksitas struktur atau fungsi sintaktis kalimat

- Kelogisan makna kalimat

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

Sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data, instrumen soal pilihan ganda diujicobakan lebih dahulu. Uji coba ini dilakukan pada

mahasiswa tingkat IV STKIP Garut tahun akademik 2009/2010 dengan

jumlah subjek sebanyak 40 orang. Tujuan dilakukannya uji coba ini adalah

untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal tes tersebut.

3.5.1.1 Validitas

Pada dasarnya sebuah tes dikatakan memiliki validitas apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang sebenarnya akan diukur (Tuckman dalam Nurgiyantoro, 2001:102).

Pengujian validitas tes untuk kepentingan penelitian ini dilakukan sebelum instrumen tes diujicobakan dan setelah diujicobakan. Pengujian validitas sebelum instrumen tes diujicobakan dilakukan untuk menilai validitas isi tes tersebut. Pengujian ini dilakukan melalui analisis secara rasional dengan cara mencocokan setiap butir soal dengan indikator yang telah dirumuskan sebelumnya serta dengan tuntutan materi dalam silabus yang harus diajarkan kepada mahasiswa. Setelah dilakukan oleh peneliti, pengujian validitas isi ini dilakukan juga oleh pembimbing sebagai penimbang ahli. Berdasarkan pertimbangan pembimbing, terdapat


(35)

beberapa soal yang harus direvisi sebelum perangkat soal tersebut diujicobakan, yaitu soal nomor 1, 26, 51

Pengujian validitas setelah tes diujicobakan dilakukan untuk menilai konsistensi internalnya. Validitas jenis ini disebut juga dengan istilah validitas butir soal. Pengujiannya dilakukan secara empiris dengan jalan mengkorelasikan skor setiap butir soal dengan skor total yang dicapai mahasiswa. Penghitungannya dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (sofware) berupa program SPSS (statisticad product and service sodution) versi 16.0. Cara yang ditempuh untuk menguji validitas butir soal melalui SPSS versi 16.0 ini adalah uji korelasi bivariat parametrik pearson product moment. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai probabilitas atau

signifikansi hasil perhitungan lebih kecil dari taraf signifikansi (α) 0,05

maka dapat ditafsirkan bahwa korelasi kedua skor tes tersebut signifikan

pada taraf kepercayaan 95%. Dengan demikian, suatu butir soal akan

dinyatakan valid apabila skor butir soal itu memiliki korelasi positif yang signifikan dengan skor total yang dicapai mahasiswa.

Berdasarkan cara perhitungan di atas, diketahui bahwa dari 72 soal

yang telah diujicobakan terdapat 6 soal yang dinyatakan tidak valid, yaitu

soal nomor 17, 30, 40, 41, 55, 59. Keenam soal tersebut selanjutnya

dibuang atau tidak digunakan. Hasil perhitungan selengkapnya mengenai validitas setiap butir soal yang diujicobakan ini dapat dilihat pada Lampiran 3-3.


(36)

3.5.1.2 Reliabilitas

Secara konvensional reliabilitas diartikan sebagai ciri tes yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan pengukuran yang ajeg atau tidak berubah-ubah seandainya digunakan secara berulang-ulang pada sasaran yang sama. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Crocker

dan Algina (Fulcher dan Davidson, 2007:104) bahwa “Whenever a test is

administered, the test user woudd dike some assurance that the resudts coudd be repdicated if the same individuads were tested again under simidar circumstances. This desired consistency (or reproducibidity) of test scores is cadded rediabidity”. (Setiap kali tes diberikan, pengguna tes seperti akan memberi jaminan bahwa hasilnya akan berupa replikasi jika individu-individu yang sama diuji lagi di bawah keadaan serupa. Ini konsistensi yang diinginkan atau reproduktivitas dari skor tes yang disebut reliabilitas).

Mencari reliabilitas suatu tes antara lain dapat dilakukan dengan cara metode tes ulang, metode tes kembar, metode belah dua, metode Kuder-Richardson, metode koefisien alfa, metode antarpenilai, dan metode

perkiraan (Djiwandono, 1996:98-99). Dari ketujuh cara tersebut, untuk

kepentingan penelitian ini diambil cara yang ketiga, yakni metode belah dua. Semua butir soal dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok soal bernomor ganjil dan kelompok soal bernomor genap. Skor hasil ujicoba kedua kelompok soal tersebut kemudian diukur reliabilitasnya dengan


(37)

reliabilitas yang digunakan adalah koefisien hasil perhitungan formula Spearman Brown.

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas, klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi dari Guilford seperti tercantum pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Reliabilitas Klasifikasi

(1) (2)

r ≤ 0,20 Sangat rendah 0,20 < r ≤ 0,40 Rendah

0,40 < r ≤ 0,60 Sedang 0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi

0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi

Setelah melalui cara penghitungan di atas, hasilnya terlihat pada Tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.3

Rediabidity Statistics

Cronbach's Alpha Part 1 Value 1.000

N of Items 1a

Part 2 Value 1.000

N of Items 1b

Total N of Items 2

Correlation Between Forms .869

Spearman-Brown Coefficient Equal Length .930

Unequal Length .930

Guttman Split-Half Coefficient .929

a. The items are: Skor_Ganjil


(38)

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas dengan program SPSS

versi 16.0 di atas, diketahui bahwa koefisien Spearman-Brown tentang

reliabilitas tes yang telah diujicobakan ini menunjukkan angka sebesar 0,930. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa reliabilitas tes tersebut

tergolong ke dalam klasifikasi sangat tinggi. Hal ini berarti bahwa tes

tersebut telah memenuhi kriteria reliabilitas seperti yang dipersyaratkan

oleh Fulcher dan Davidson (2007:107) bahwa “Test that do not achieve

rediabidities of 0,7 are normaddy considered to be too unrediabde for use, and high-stakes test are generaddy expected to have rediabidity estimates in excess of 0,8 0r 0,9”. (Tes yang tidak mencapai reliabilitas 0,7 biasanya dianggap tidak terlalu handal untuk digunakan, dan tes yang kehandalan

tinggi umumnya diharapkan memiliki perkiraaan reliabilitas lebih dari 0,8

0r 0,9). Hasil perhitungan reliabilitas tes ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5-3 .

Tes yang memiliki reliabilitas tinggi belum tentu bisa menjamin bahwa semua butir soalnya telah layak digunakan. Oleh karena itu, setelah mengetahui tingkat reliabilitas, kegiatan berikutnya adalah menganalisis tingkat kesukaran dan daya pembeda setiap butir soal.

3.5.1.3 Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda

Tingkat kesukaran adalah ”pernyataan tentang seberapa mudah atau sulit butir soal bagi siswa yang dikenai pengukuran” (Oller dalam

Nurgiyantoro, 1979:246). Untuk tingkat kesukaran ini, Oller menggunakan


(39)

besar indeks tingkat kesukaran menunjukkan semakin mudah butir soal itu. Tingkat kesukaran soal ini dinyatakan dalam sebuah indeks yang

berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Menurut Oller (Nurgiyantoro,

2001:138), “suatu butir soal dinyatakan layak jika indeks tingkat

kesulitannya berkisar antara 0,15 sampai dengan 0,85. Indeks di luar itu

berarti butir soal terlalu mudah atau terlalu sulit”. Untuk kepentingan penelitian ini, bila ada butir soal yang memiliki indeks di luar 0,15 s.d. 0,85 maka soal tersebut akan dibuang atau tidak digunakan.

Daya pembeda soal adalah indeks yang menunjukkan kesanggupan suatu soal untuk membedakan kelompok tinggi dan kelompok rendah

(Arikunto, 1993:213; Nurgiyantoro, 2001:140). Daya pembeda soal ini

dinyatakan dalam sebuah indeks yang berkisar antara -1,00 s.d. 1,00. Soal

yang dapat dijawab benar atau dijawab salah, baik oleh semua anggota kelompok tinggi maupun kelompok rendah, termasuk soal yang tidak baik. Begitu pun dengan soal yang dapat dijawab benar oleh semua anggota kelompok rendah sedangkan dijawab salah oleh semua anggota kelompok tinggi. Soal yang baik adalah soal yang mempunyai daya pembeda, yaitu dijawab benar hanya oleh kelompok tinggi. Menurut Oller (Nurgiyantoro, 2001:141), “butir soal yang baik indeks daya pembeda paling tidak harus

mencapai 0,25 atau bahkan 0,35”. Untuk kepentingan penelitian ini, bila

terdapat butir soal yang memiliki daya pembeda kurang dari 0,25 maka

butir soal tersebut tidak akan digunakan karena dianggap tidak layak atau tidak mampu membedakan kelompok tinggi dan kelompok rendah.


(40)

Prosedur yang ditempuh untuk menganalisis tingkat kesukaran dan daya pembeda soal ini adalah sebagai berikut:

1) mengurutkan skor yang diperoleh mahasiswa dari skor tertinggi sampai

skor terendah;

2) menetapkan kelompok tinggi dan kelompok rendah dengan cara

membagi dua jumlah mahasiswa yang skornya telah diurutkan. 50%

mahasiswa ditetapkan sebagai kelompok tinggi dan 50% lainnya sebagai kelompok rendah;

3) menghitung jawaban yang benar dan jawaban yang salah dari kedua

kelompok tersebut untuk setiap butir soal;

4) menghitung indeks tingkat kesukaran dan indeks daya pembeda setiap

butir soal dengan menggunakan rumus.

Rumus yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut.

IF = FH + FL

N

IF = (Item Facidity) indeks tingkat kesukaran yang dicari. FH = (Frequency High) jumlah jawaban benar kelompok tinggi. FL = (Frequency Low) jumlah jawaban benar kelompok rendah. N = jumlah mahasiswa kedua kelompok.

(Nurgiyantoro, 2001:139)

Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda setiap butir soal adalah sebagai berikut.

ID = FH - FL


(41)

FH = (Frequency High) jumlah jawaban benar kelompok tinggi. FL = (Frequency Low) jumlah jawaban benar kelompok rendah. n = jumlah mahasiswa kelompok tinggi atau kelompok rendah.

(Nurgiyantoro, 2001:140) Berdasarkan cara penghitungan tingkat kesukaran dan daya

pembeda di atas, diketahui bahwa dari 72 soal yang telah diujicobakan

terdapat 7 soal yang tidak layak digunakan karena indeks tingkat kesukaran atau indeks daya pembedanya tidak memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan. Ketujuh soal tersebut adalah soal nomor 17, 24, 30, 40, 41, 55,

64. Soal nomor 17, 30, 40, 41, dan 55 selain tidak memenuhi kriteria tingkat kesukaran dan daya pembeda yang baik, juga tergolong sebagai soal yang tidak valid. Hasil perhitungan indeks tingkat kesukaran dan daya pembeda ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6-3.

Dari hasil analisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya

pembeda 72 butir soal yang diujicobakan ini, diketahui bahwa terdapat 64

soal yang layak untuk digunakan. Namun untuk kepentingan penelitian ini,

penulis hanya mengambil 60 butir soal yang akan digunakan sebagai

instrumen untuk mengukur penguasaan pengetahuan sintaksis mahasiswa.

Proporsinya terdiri atas 20 soal pengetahuan frasa, 20 soal pegetahuan

klausa, dan 20 soal yang berkaitan dengan pengetahuan kalimat. Keenam

puluh butir soal tersebut bisa dilihat pada Lampiran 7-3.

3.5.2 Pedoman Observasi

Observasi dilakukan untuk menjaring data atau informasi tentang kualitas proses pembelajaran sintaksis di dalam kelas. Hasil observasi ini


(42)

diharapkan dapat digunakan untuk memecahkan masalah proses pembelajaran sintaksis dan masalah model pembelajarannya.

Agar observasi dapat dilakukan secara terarah, diperlukan rambu-rambu kerja yang biasa disebut pedoman observasi. Untuk kepentingan penelitian ini pedoman observasi dibuat secara sederhana dengan menggunakan matriks berisi aspek-aspek proses belajar mengajar dalam rincian indikator yang akan diamati. Pedoman observasi ini terdiri atas pedoman observasi kegiatan mahasiswa dan pedoman observasi kegiatan dosen. Selain itu, digunakan pula buku catatan untuk mencatat hal-hal khusus yang muncul selama berlangsungnya proses pembelajaran sintaksis.

Kegiatan observasi ini dilakukan secara langsung oleh peneliti pada saat proses pembelajaran sintaksis berlangsung dengan cara mencentang lembar pedoman observasi sesuai dengan realitas yang terjadi dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar hasil observasi penelitian ini lebih akurat, peneliti pun mengamati ulang proses perkuliahan yang telah berlangsung melalui tayangan rekaman hasil kamera CCTV di layar komputer.

Hal-hal yang diobservasi meliputi aktivitas dosen serta aktivitas mahasiswa ketika mengikuti pembelajaran sintaksis dengan menggunakan model induktif. Pada lembar observasi kegiatan dosen, aspek yang dicantumkan untuk diamati meliputi keterampilan dosen dalam (1) melaksanakan kegiatan awal perkuliahan, (2) memfasilitasi kegiatan inti perkuliahan, (3) mengajukan pertanyaan, (4) memberi penguatan, (5)


(43)

menampilkan variasi perkuliahan, (6) mengelola kelas dan memotivasi mahasiswa, serta (7) melaksanakan kegiatan akhir perkuliahan. Pada lembar observasi kegiatan mahasiswa, aspek yang dicantumkan untuk diamati meliputi aktivitas mahasiswa pada (1) kegiatan awal perkuliahan, (2) kegiatan inti perkuliahan, (3) kegiatan akhir perkuliahan, serta (4) sikap dalam bertanya dan berpendapat. Lembar pedoman observasi terlampir pada Lampiran 13-3 dan 15-3.

3.5.3 Angket

Angket digunakan untuk menggali informasi tentang persepsi mahasiswa yang dijadikan sampel terhadap pembelajaran sintaksis yang menggunakan model induktif. Kualitas model pembelajaran induktif menurut persepsi mahasiswa diharapkan dapat diketahui dari hasil angket ini. Sama halnya dengan hasil observasi, hasil angket ini diharapkan dapat digunakan untuk memecahkan masalah proses pembelajaran sintaksis serta masalah model pembelajarannya.

Dilihat dari bentuknya, angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup. Kemungkinan jawaban untuk setiap pertanyaan angket telah disediakan pada lembar angket sehingga tugas responden hanya memilih salah jawaban yang sesuai dengan pendapatnya dari lima alternatif jawaban yang disediakan.

Aspek-aspek yang ingin dijaring melalui angket ini mencakup pendapat mahasiswa mengenai (1) langkah-langkah perkuliahan, (2) kesempatan mengemukakan gagasan, (3) minat dan motivasi, (4)


(44)

penguasaan konsep, (5) dampak model pembelajaran induktif. Aspek-aspek

tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk pertanyaan lalu

dikonsultasikan dengan pembimbing. Pemberian skor angket ini didasarkan pada skala Likert. Setiap butir pertanyaan angket diberi skor

dengan rentang 1 sampai dengan 5. Lembar angket dapat dilihat pada

Lampiran 17-3.

3.5.4 Pedoman Wawancara

Instrumen ini digunakan untuk menggali pendapat dosen pelaksana mengenai pelaksanaan model induktif dalam pembelajaran sintaksis. Data yang diperoleh dari hasil wawancara akan berguna sebagai masukan untuk menyempurnakan model yang telah diujicobakan. Materi pertanyaan dalam pedoman wawancara ini menyangkut (1) minat, (2) kelebihan dan kelemahan model induktif, (3) langkah-langkah pembelajaran, (4) dampak model pembelajaran, serta (5) perasaan dan saran dosen pelaksana. Kegiatan wawancara ini direkam dengan menggunakan alat perekam berupa kamera digital. Lembar pedoman wawancara dapat dilihat pada Lampiran 18-3.

3.5.5 Model Induktif dalam Pembelajaran Sintaksis

Rancangan model induktif dalam pembelajaran sintaksis yang akan diujicobakan disusun sesuai dengan urutan komponen-komponen seperti

yang dikemukakan oleh Joyce et ad., (2000) dalam bukunya “Modeds of


(45)

model, struktur pembelajaran, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem penunjang, penerapan, serta dampak instruksional dan dampak penyerta. Selengkapnya, instrumen rancangan model induktif dalam pembelajaran sintaksis ini diuraikan pada Bab IV.

3.5.6 Satuan Acara Perkuliahan

Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang dibuat untuk kepentingan penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu: (1) SAP yang menggunakan model pembelajaran induktif dan (2) SAP yang menggunakan model pembelajaran konvensional. SAP yang pertama digunakan untuk pembelajaran sintaksis di kelas eksperimen, sedangkan SAP yang kedua digunakan untuk pembelajaran sintaksis di kelas kontrol. Jenis SAP yang

pertama akan diuraikan di Bab 4, sedangkan jenis SAP yang kedua dapat

dilihat pada Lampiran 19-3.

3.5.7 Media Pembelajaran

Instrumen penelitian berupa media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi teks wacana, laptop, dan proyektor LCD. Ketiga media ini digunakan untuk membantu memudahkan mahasiswa dalam belajar mengusai berbagai konsep sintaksis. Selain media pembelajaran, media lainnya yang digunakan untuk kepentingan pelaksanaan penelitian ini adalah kamera CCTV, kamera digital, dan perangkat audio.


(46)

3.6 Teknik Pengolahan Data

Ada empat jenis data yang harus diolah dalam penelitian ini, yaitu: data hasil belajar mahasiswa yang diperoleh melalui prates dan pascates, data proses belajar yang diperoleh melalui observasi, data pendapat mahasiswa tentang model pembelajaran induktif yang diperoleh melalui angket, serta data pendapat dosen pelaksana yang diperoleh melalui hasil wawancara.

Data hasil belajar berupa penguasaan mahasiswa terhadap unsur-unsur sintaksis bahasa Indonesia diolah secara statistik dengan menggunakan perangkat lunak (software) berupa program SPSS versi 16.0.

Kegiatan yang dilakukan dengan program SPSS versi 16.0 ini antara lain

menguji normalitas data, menguji homogenitas variansi data, dan menguji signifikansi perbedaan rata-rata.

Uji normalitas data dilakukan untuk menentukan apakah skor prates dan pascates pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal atau tidak. Cara yang ditempuh untuk menguji normalitas data melalui

SPSS versi 16.0 ini adalah uji Kolmogorof-Smirnov. Kriteria pengujiannya

adalah jika nilai probabilitas atau signifikansi lebih besar dari taraf nyata

pengujian (α) 0,05 maka dapat ditafsirkan bahwa data skor hasil tes

tersebut berdistribusi normal.

Uji homogenitas variansi data dilakukan untuk menentukan keseragaman data prates dan pasca tes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Cara yang ditempuh untuk menguji homogenitas variansi data


(47)

melalui SPSS versi 16.0 ini adalah uji Shapiro-Wilk yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan uji Levene. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai probabilitas atau signifikansi lebih besar dari taraf nyata pengujian (α) 0,05 maka dapat ditafsirkan bahwa data hasil skor tes tersebut memiliki variansi yang homogen.

Uji signifikansi perbedaan rata-rata digunakan untuk mengetahui keunggulan model pembelajaran induktif. Cara yang ditempuh dalam uji

signifikansi melalui perangkat lunak program SPSS versi 16.0 ini

bergantung pada hasil uji normalitas data dan uji homogenitas variansi data. Bila hasil dari kedua jenis pengujian itu menyatakan bahwa sebaran data prates dan pascates pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal serta memiliki variansi yang homogen maka uji signifikansi perbedaan rata-rata dilakukan dengan statistik parametrik melalui cara uji t. Sebaliknya, bila sebaran data dinyatakan tidak normal dan tidak memiliki variansi yang homogen maka uji signifikansi perbedaan rata-rata dilakukan dengan statistik nonparametrik melalui cara uji Kruskal-Wallis.

Lebih lengkapnya, langkah-langkah untuk mengolah data hasil belajar ini adalah sebagai berikut:

1) memberi skor pada setiap lembar jawaban mahasiswa sesuai dengan

sistem penskoran yang telah ditetapkan;


(48)

3) menentukan persentase keberhasilan mahasiswa dengan berpedoman

pada penghitungan skala lima seperti yang tertera pada Tabel 7.3

berikut ini.

Tabel 7.3

Penentuan Patokan dengan Perhitungan Presentase untuk Skala Lima

Interval Persentase Tingkat Penguasaan

Nilai Ubahan

Skala Lima Keterangan

0 - 4 E - A

(1) (2) (3) (4)

85% - 100% 75% - 84% 60% - 74% 40% - 59% 0% - 39%

4 3 2 1 0 A B C D E Baik Sekali Baik Cukup Kurang Gagal (Nurgiyantoro, 2001:399)

4) menguji normalitas data hasil prates dan pascates, baik pada

kelompok eksperimen, maupun pada kelompok kontrol melalui uji Kolmogorof-Smirnov dengan menggunakan taraf signifinkansi (α) 0,05;

5) menguji homogenitas data hasil prates dan pascates dari kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol melalui uji Leavene dengan menggunakan taraf signifikansi (α) 0,05;

6) menguji signifikansi data hasil prates dan pascates dari kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol melalui uji t dengan menggunakan taraf signifikansi (α) 0,05;


(49)

8) menafsirkan hasil uji hipotesis.

Data proses belajar yang diperoleh dari hasil observasi diolah secara kualitatif. Analisis proses dilakukan dengan cara (1) memberi pengkodean dan pengidentifikasian data, (2) mengklasifikasikan data sesuai dengan karakteristiknya, (3) mengolah dan merumuskan data berdasarkan kriteria yang relevan, dan (4) menafsirkan data untuk mendapatkan kesimpulan akhir.

Data pendapat mahasiswa yang diperoleh dari hasil pengisian angket diolah secara kuantitatif. Setiap jawaban mahasiswa diberi skor dengan berdasarkan pada skala Likert. Setiap butir pertanyaan angket diberi skor dengan rentang 1 s.d. 5. Jadi, skor minimal untuk setiap pertanyaan adalah 32 dan skor maksimalnya 160. Untuk memudahkan pemaknaan, skor yang diperoleh selanjutnya dikonversi ke dalam bentuk persentase dengan

kriteria interpretasi skor angket yang digunakan tersaji pada Tabel 8.3 di

bawah ini.

Tabel 8.3

Kriteria Kualifikasi Persepsi Mahasiswa terhadap Model Pembelajaran Induktif

No. Kriteria Kualifikasi

(1) (2) (3)

1. 2. 3. 4. 5.

0% - 20% 21% - 40% 41% - 60% 61% - 80% 81% - 100%

Sangat Tidak Baik Kurang Baik

Cukup Baik Sangat Baik


(50)

Data hasil wawancara dengan dosen pelaksana diolah secara kualitatif. Transkrip hasil wawancara dideskripsikan terlebih dahulu kemudian dirangkum dan ditafsirkan.

3.7 Paradigma Penelitian

Penelitian ini terdiri atas empat tahap kegiatan, yaitu: (1) tahap studi awal, (2) tahap perancangan model, (3) tahap implementasi model, dan (4) tahap evaluasi model.

Tahap studi awad dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aspek yang hasilnya diharapkan dapat menjadi dasar konseptual untuk menyusun

dan mengembangkan model pembelajaran induktif yang akan

dieksperimenkan dalam perkuliahan sintaksis.

Terdapat dua kegiatan pokok dalam tahap studi awal ini, yaitu: studi kepustakaan dan survai lapangan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan bahan pendukung berupa landasan-landasan teoretis model induktif yang akan dikembangkan serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan pengembangan model pembelajaran induktif tersebut. Selain itu, studi kepustakaan juga dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai silabus mata kuliah sintaksis yang digunakan di perguruan tinggi dan kemampuan mahasiswa dalam menguasai sintaksis. Sedangkan survai lapangan dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang proses pelaksanaan perkuliahan sintaksis yang biasa berlangsung di perguruan tinggi yang akan dijadikan


(51)

lokasi penelitian dan kesulitan-kesulitan yang biasa dihadapi mahasiswa dalam mempelajari sintaksis.

Tahap perancangan moded berisi kegiatan merancang model pembelajaran sintaksis dengan mempertimbangkan hasil dari tahap studi awal. Ke dalam tahap ini juga termasuk kegiatan menyusun satuan acara perkuliahan serta menyiapkan beberapa instrumen yang diperlukan untuk kepentingan mengumpulkan data pada tahap implementasi model. Instrumen yang dimaksud adalah perangkat soal, pedoman observasi, angket, dan pedoman wawancara.

Sebelum diimplementasikan, rancangan model beserta semua instrumen yang diperlukan untuk mengumpulkan data penelitian ini terlebih dahulu dikonsultasikan kepada semua dosen pembimbing serta dikomunikasikan kepada dosen pelaksana sehingga akhirnya diperoleh rancangan model yang definitif dan siap untuk dieksperimenkan kepada sampel penelitian yang telah ditetapkan.

Tahap impdementasi moded berisi kegiatan mengeksperimenkan model pembelajaran sintaksis yang telah dirancang. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran induktif. Pada tahap ini peneliti bertindak sebagai pengamat, sedangkan yang bertindak sebagai pelaksana model adalah rekan peneliti sesama dosen di STKIP Garut yang bernama Encep Suherman, S.Pd., M.Pd. Dosen tersebut dipilih menjadi dosen pelaksana oleh peneliti karena ia telah memiliki kualifikasi akademik S2 dan sering mengampu mata kuliah-mata kuliah kebahasaan di sekolah


(52)

tinggi itu. Pada akhir tahap implementasi model ini dosen pelaksana tersebut diminta pendapatnya mengenai kesan-kesan terhadap model pembelajaran yang telah diimplementasikannya itu. Jumlah mahasiswa

yang terlibat pada tahap implementasi model induktif ini sebanyak 32

orang. Mereka pun diminta pendapatnya mengenai model pembelajaran yang telah dialaminya.

Tahap evaduasi moded berisi kegiatan untuk menilai model pembelajaran yang telah dieksperimenkan pada tahap implementasi model. Kegiatan tersebut didasarkan pada hasil pengolahan data yang diperoleh melalui tes, observasi, angket, dan wawancara. Data hasil tes dan angket diolah secara kuantitatif, sedangkan data hasil observasi dan wawancara diolah secara kualitatif. Hasil dari tahap ini sekaligus menjadi kesimpulan hasil penelitian yang telah dilaksanakan.

Berdasarkan keempat tahap penelitian yang telah diuraikan di atas maka kerangka berpikir atau paradigma penelitian ini dapat dibagankan seperti terlihat pada Gambar 1.3 berikut ini.

STUDI AWAL Studi Pustaka

Survey Lapangan Kajian Teori Sintaksis

Kajian Silabus Sintaksis

Kajian Penguasaan Sintaksis Mahasiswa

Kajian Proses Perkuliahan Sintaksis

Kajian Kesulitan Mahasiswa Menguasai

Sintaksis Perumusan

Masalah dan Tujuan Penelitian


(53)

Gambar 2.3 Paradigma Penelitian IMPLEMENTASI MODEL

EVALUASI MODEL Kajian Teori Model

Induktif

Merancang Model Induktif dalam Pembelajaran Sintaksis

Menyusun SAP

Menyusun dan Mengujicobakan Instrumen PERANCANGAN MODEL

Prates-Pascates

Observasi KBM

Angket Mahasiswa

Wawancara Dosen Pengolahan Data


(54)

Achmadi, Muksin. (1983). Strategi B-M Keterampilan Berbahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Dikti.

Ali, Mohamad. (1987). Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi.

Bandung: Angkasa.

Alisyahbana, Sutan Takdir. (1949). Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia

Djilid 1. Jakarta: Pustaka Rakjat.

Alisyahbana, Sutan Takdir. (1976). Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia 2.

Jakarta: Dian Rakyat.

Alwi, Hasan et al. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Ambary, Abdullah. (1983). Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung:

Djatnika.

Arikunto, Suharsimi. (1993). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Ary, Donald et al. (1982). Introduction to Research in Education.

Terjemahan Arief Furchan. Pengantar Penelitian dalam

Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Astuti. (2007). Perbedaan Motivasi Berprestasi dan Hasil Belajar Fisika

dengan Menggunakan Model Pembelajaran Induktif dan Model

Pembelajaran Konvensional Siswa SMP Negeri 24 Bandar

Lampung. Tesis Magister pada SPs Universitas Lampung. Bandar Lampung: tidak diterbitkan.

Azies, Furqanul dan Alwasilah, Chaedar. (1996). Pengajaran Bahasa

Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. London: Prentice Hall

International, Inc.

Bloomfield, Leonard. (1995). Language. Terjemahan I. Sutikno. Bahasa.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Brown, H. Douglas. (2001). Teaching by Principles: An Interactive

Approach to Language Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Chauhan, S.S. (1979). Innovation in Teaching Learning Process. New


(55)

York: Brasil Blackwell.

Dahar, Ratna Wilis. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar. Bandung: Diponegoro.

Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rudy, Rita Inderawati. (2005). Model Respons Nonverbal dan Verbal

dalam Pembelajaran Sastra untuk Mengembangkan Keterampilan Menulis Siswa SD Negeri ASMI I, III, V Kota Bandung Tahun

Ajaran 2003/2004. Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak

diterbitkan.

Djiwandono, Soenardi. (1996). Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung:

ITB.

Eggen, Paul et al. (1979). Strategies for Teacher: Information Processing

Models in Classroom. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Fraenkel, Jack R. dan Wallen, Norman E. (1990). How to Design and

Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill Inc.

Fulcher, Glenn dan Davidson, Fred. (2007). Language Testing and

Assessment. New York: Routledge.

Furqon. (1999). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gani, R.A. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inquiri Model Alberta

terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Halliday, M.A.K. dan Matthiessen, Christian. (2004) An Introduction to

Fungtional Grammar. New York: Oxford University Press Inc. Johnson, Elaine B. (2008). Contextual Teaching and Learning: What It Is

and Why It’s Here to Stay. Penerjemah Ibnu Setiawan. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: MLC.

Joyce, Bruce et al. (2000). Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs.

Keraf, A. Sony dan Mikhael Dua. (2001): Ilmu Pengetahuan: Sebuah

Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius.

Keraf, Gorys. (1984). Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.

Kerlinger, Fred. (1973). Foundation of Behavioral Research (Second

Edition). New York: Holt, Reinhart and Winston.


(1)

111

Gambar 2.3 Paradigma Penelitian IMPLEMENTASI MODEL

EVALUASI MODEL Kajian Teori Model

Induktif

Merancang Model Induktif dalam Pembelajaran Sintaksis

Menyusun SAP

Menyusun dan Mengujicobakan Instrumen PERANCANGAN MODEL

Prates-Pascates

Observasi KBM

Angket Mahasiswa

Wawancara Dosen Pengolahan Data


(2)

284 Agus Hamdani, 2012

1 DAFTAR PUSTATA

Achmadi, Muksin. (1983). Strategi B-M Keterampilan Berbahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Dikti. Ali, Mohamad. (1987). Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi.

Bandung: Angkasa.

Alisyahbana, Sutan Takdir. (1949). Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia Djilid 1. Jakarta: Pustaka Rakjat.

Alisyahbana, Sutan Takdir. (1976). Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Dian Rakyat.

Alwi, Hasan et al. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ambary, Abdullah. (1983). Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika.

Arikunto, Suharsimi. (1993). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Ary, Donald et al. (1982). Introduction to Research in Education.

Terjemahan Arief Furchan. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Astuti. (2007). Perbedaan Motivasi Berprestasi dan Hasil Belajar Fisika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Induktif dan Model Pembelajaran Konvensional Siswa SMP Negeri 24 Bandar Lampung. Tesis Magister pada SPs Universitas Lampung. Bandar Lampung: tidak diterbitkan.

Azies, Furqanul dan Alwasilah, Chaedar. (1996). Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. London: Prentice Hall

International, Inc.

Bloomfield, Leonard. (1995). Language. Terjemahan I. Sutikno. Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Brown, H. Douglas. (2001). Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Chauhan, S.S. (1979). Innovation in Teaching Learning Process. New Delhi: Vikas Publishing House PVT.LTD.


(3)

285

Crystal, David. (1985). A Dictionary of Linguistics and Phonetics. New York: Brasil Blackwell.

Dahar, Ratna Wilis. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar. Bandung: Diponegoro.

Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rudy, Rita Inderawati. (2005). Model Respons Nonverbal dan Verbal dalam Pembelajaran Sastra untuk Mengembangkan Keterampilan Menulis Siswa SD Negeri ASMI I, III, V Kota Bandung Tahun Ajaran 2003/2004. Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Djiwandono, Soenardi. (1996). Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB.

Eggen, Paul et al. (1979). Strategies for Teacher: Information Processing Models in Classroom. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Fraenkel, Jack R. dan Wallen, Norman E. (1990). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill Inc. Fulcher, Glenn dan Davidson, Fred. (2007). Language Testing and

Assessment. New York: Routledge.

Furqon. (1999). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Gani, R.A. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inquiri Model Alberta

terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Halliday, M.A.K. dan Matthiessen, Christian. (2004) An Introduction to Fungtional Grammar. New York: Oxford University Press Inc. Johnson, Elaine B. (2008). Contextual Teaching and Learning: What It Is

and Why It’s Here to Stay. Penerjemah Ibnu Setiawan. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: MLC.

Joyce, Bruce et al. (2000). Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs.

Keraf, A. Sony dan Mikhael Dua. (2001): Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius.

Keraf, Gorys. (1984). Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah. Kerlinger, Fred. (1973). Foundation of Behavioral Research (Second

Edition). New York: Holt, Reinhart and Winston.


(4)

Agus Hamdani, 2012

Kurniasih. (2005). Pengembangan Model Belajar Induktif Menurut Hilda Taba untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Mees, C. A. (1953). Tatabahasa Indonesia. Bandung: G. Kolff & Co. Bandung.

Millan, Mc. dan Schumacker. (1900). Research in Education: A Conceptual Introduction. New York: Longman.

Mulyasa, E. (2004). Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. (2007). KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Nanang. (2009). Studi Perbandingan Kombinasi Pembelajaran Kontekstual dan Metakognitif terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP. Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Nurgiyantoro, Burhan. (2001). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

O’Grady, William dan Dobrovolsky, Michael. (1989). Contemporary Linguistics: An Introduction. New York: St. Martin’s Press.

Oller, John W. (1979). Language Test at School, A Pragmatic Approach. London: Longman.

Pateda, Mansoer. (1988). Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.

Parera, Jos Daniel. (1980) Pengantar Linguistik Umum Bidang Sintaksis. Ende-Flores: Nusa Indah.

Parera, Jos Daniel. (1988). Sintaksis. Jakarta: Gramedia.

Radford, Adrew. (1988). Transformational Grammar: A First Course. New York: Cambridge University Press.

Ramlan, M. (2001). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.

Razak, Abdul. (1985). Kalimat Efektif: Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta: PT Gramedia.

Renninger, K. Ann. (2009). Interest and Identity Development in Instruction: An Inductive Model. Dalam Journal of Research in Science Teaching. 39, 965-980. Tersedia: http//www.tandfondline.com/ doi/abs. (24 Februari 2012)

Samsuri. (1985). Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya. Santoso, Singgih. (2010). Kupas Tuntas Riset Eksperimen dengan Excel


(5)

287

Sapani, Suardi et al. (1997). Teori Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Depdikbud.

Sarwono, Jonathan. (2009). Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.

Schwarzschild. Roger. (2005). The Role of Dimensions in Syntax of Noun Phrases. Tersedia: http//citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download? doi=10.1.1.156.655&rep. (25 Februari 2012)

Semi, M. Atar. (1993). Rancangan Pengajaran Bahasa & Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa

Slametmuljana. (1959). Kaidah Bahasa Indonesia I. Jakarta: Djambatan Slametmuljana. (1960). Kaidah Bahasa Indonesia II. Jakarta: Djambatan Slavin, Robert E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research, and

Practice. Boston: Allyn and Bacon.

Sudjana. (1988). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudjana, Nana. (1991). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Surya, M. (1997). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: IKIP Bandung.

Suwarno. (1987). Metode Penelitian. Jakarta: Bina Aksara.

Swartzendruber, Kara. (2008). The Picture Word Inductive Model and Vocabulary Acquisition. International Journal of Educational Psychology, 93(3), 498-520. Tersedia: http//soar.wichita.edu/dspace /bitstream/handle/1005/grasp%20178.pdf. (23 Februari 2012)

Syamsudin A.R. (2007). Modul Struktur Bahasa Indonesia. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

Taba, Hilda et al. (1979). A Teacher’s Handbook to Elementary Social Studies: An Inductive Approach. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company.

Tarigan, Henry Guntur. (1984). Prinsip-prinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Verhaar, J.W.M. (1989). Pengantar Lingguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wahab, Abdul Azis. (2008). Metode dan Model-model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Alfabeta.

Warsiman. (2009). Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Puisi melalui Model Induktif di SMP Negeri Kabupaten Sidoarjo (Studi Pengembangan Model dan Hasil Belajar Siswa). Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Agus Hamdani, 2012

Wojowasito, S. (1978). Ilmu Kalimat Strukturil. Bandung: Shinta Dharma. Yohanes, Yan Sehandi. (1991). Tinjauan Kritis Teori Morfologi dan

Sintaksis Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.