UNSUR-UNSUR INTRINSIK DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PADA KURIKULUM 2013 JURNAL

  

UNSUR-UNSUR INTRINSIK DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA

SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PADA KURIKULUM 2013

JURNAL

GUSMARNI YELMITA

NPM 1210018512009

PROGRAM STUDI PINDO

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

  

2015 UNSUR-UNSUR INTRINSIK DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PADA KURIKULUM 2013 1 2 2 1 Gusmarni Yelmita , Yetty Morelent , Yusrita Yanti

  Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Bung Hatta 2 Dosen Pascasarjana Universitas Bung Hatta, Email: gusmarniyelmita@yahoo.com

  

ABSTRACT

Character building is not easy to achieve. One way to motivate and educate the

students to build good characters by understanding the ideas and the main elements

of literary works. This paper deals with a study of the intrinsic elements in a novel

that relates to the education of character, and their implications towards learning

language and literature in Bahasa Indoesia in order to support the Curriculum 2013.

The method used in this study was descriptive qualitative method. Data from this

study were taken from the novel De Winst written by Afra Afifah. In analyzing the

data the writer used a number of theoretical concepts such as the principles

(Muhardi and Hasanuddin W.S.,2006), the concepts of character (Prayitno and

Khaidir, 2010), and the concepts of language learning (Jufri, 2012). From data

analysis, the results show (1) the use of the main elements in terms of intinsic

elements, such as characterization, setting, and plot, (2) values related to the

education of character, and (3) the implications of the research on the learning of

language and literature in Bahasa Indonesia. In conclusion, this novel has a lot of

educational character and values to be taught to the students, such as being honest,

religious, smart, polite, tough, responsibilty, and care among others. All of these are

reflected in the intrinsic elements used. Those characters can be studied by the

students while learning the Indonesian language and literature as well as motivating

them to apply. Therefore, it is suggested for teachers to use a novel or other literary

works to teach a good behavior to the students .

  Key words: intrinsic elements, values and character education, learning method, curriculum 2013.

  

ABSTRAK

Pembangunan karakter tidaklah mudah untuk dicapai. Oleh karena itu guru

berupaya menemukan cara untuk memberikan pelajaran yang mengandung nilai-nilai

karakter didalamnya sehingga siswa termotivasi untuk berperilaku baik. Tulisan ini

berkenaan dengan hasil penelitian yang mengkaji unsur-unsur intrinsik, nilai-nilai

pendidikan karakter dalam novel De Winst karya Afifah Afra, dan implikasinya

terhadap pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Kurikulum 2013. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Data dari

penelitian ini berupa narasi dan dialog yang ada dalam novel De Winst karya Afifah

Afra yang diterbitkan oleh Indiva Media tahun 2008. Dalam menganalisis data

penulis menggunakan sejumlah konsep teoretis seperti prinsip-prinsip sastra

(Muhardi dan Hasanuddin W.S., 2006), teori tentang karakter (Prayitno dan Khaidir,

2010), serta teori pembelajaran bahasa, (Jufri, 2012). Hasil analisis data menunjukan:

(1) unsur intrinsik utama yang meliputi penokohan, latar, dan alur cerita, (2) nilai-

nilai pendidikan karakter yang mencakupi karakter religius, jujur, cerdas, peduli, dan

tangguh, dan (3) implikasi penelitian terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia menurut kurikulum 2013 yang mengutamakan pendidikan karakter. Dari

hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa novel De Winst karya Afifah Afra

merupakan sebuah novel yang banyak mengajarkan perilaku dan pendidikan karakter

yang baik. Sejumlah nilai karakter yang tercermin dalam novel ini adalah sikap jujur,

religius, cerdas, sopan, tangguh, dan kepedulian antar sesama. Semuanya ini

tercermin di dalam unsur-unsur intrinsik, penokohan, latar dan alur cerita. Karakter

ini dapat ditiru oleh siswa sambil belajar bahasa dan sastra Indonesia. Oleh karena

itu, disarankan agar guru-guru dapat menggunakan novel atau karya sastra lain untuk

mengajarkan perilaku yang baik dan pendidikan karakter kepada siswa.

  

Kata kunci: unsur-unsur intrinsik, nilai-nilai pendidikan karakter, metode

pembelajaran, kurikulum 2013

1. PENDAHULUAN

  (Azzet, 2013:9). Dewasa ini, pendidikan kita lebih banyak diarahkan pada

  1.1 Latar Belakang Masalah penguasaan aspek-aspek akademik atau Kurikulum merupakan salah satu kognitif, karena hanya mengejar target alat untuk mencapai tujuan pendidikan, kelulusan peserta didik pada Ujian sekaligus merupakan pedoman dalam

  Nasional. Aspek non-akademik yang pelaksanaan pembelajaran pada semua sebenarnya menjadi pondasi utama dalam jenis pendidikan (Arifin, 2012:1). pendidikan karakter kurang mendapat

  Pendidikan tidak hanya mendidik para perhatian yang serius oleh pemerintah, peserta didiknya untuk menjadi manusia sehingga tidak tertanam pada peserta yang cerdas, tetapi juga membangun didik. Berkaitan dengan apa yang telah kepribadiannya agar berakhlak mulia terjadi maka dilakukan perubahan kurikulum, berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter (competency and

  character based curriculum ) yang dapat

  membekali peserta didik dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tuntutan teknologi (Mulyasa, 2013:6).

  Berbagai kasus yang tidak sejalan dengan etika, moralitas, sopan santun atau perilaku yang menunjukkan rendahnya karakter telah sedemikian marak dalam masyarakat seperti tawuran pelajar, seks bebas dan narkoba. Lebih memprihatinkan lagi, perilaku itu tidak sedikit ditunjukkan oleh orang-orang terdidik seperti adanya praktik jual beli nilai, jual beli ijazah dan jual beli gelar oleh pihak sekolah kepada oknum tertentu. Ini membuktikan bahwa, pendidikan saat ini kurang berhasil dalam membentuk watak (karakter yang baik). (http/diksia.com)

  Penyimpangan-penyimpangan terjadi saat ini, tidak hanya menjadi tanggung jawab pendidikan agama, tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh pengajar/pendidik di sekolah. Selaku pendidik, tentu hal ini menjadi suatu permasalahan yang patut direnungkan. Maka terjadi pergantian kurikulum, seperti kurikulum 2013 di mana konsep ideal kompetensi lulusan harus berkarakter mulia (Mulyasa, 2013:61). Hal ini berarti, menekankan aspek kompetensi yang berbasis karakter, yang artinya bagaimana kompetensi itu diperkuat karena kita menginginkan siswa tersebut berkarakter.

  Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling) dan tindakan (action). Menurut Lickona (dalam Azzet, 2013:27) mengatakan, tanpa ketiga aspek ini, pendidikan karakter tidak akan efektif. Jadi, yang diperlukan dalam pendidikan karakter tidak cukup dengan pengetahuan lantas melakukan tindakan yang sesuai dengan pengetahuannya saja. Pendidikan karakter terkait erat dengan nilai dan norma.

  Di dalam hidup ini, banyak nilai- nilai yang dibutuhkan manusia. Salam (2000:82) menyatakan, orang membutuhkan bermacam-macam nilai di dalam kehidupan yaitu: (1) nilai keindahan, (2) nilai pengetahuan, (3) nilai kebudayaan, dam (4) nilai pendidikan .

  Pada saat sekarang ini, nilai pendidikan di sekolah adalah nilai-nilai pendidikan karakter. Menurut Dirjen Dikti (dalam Arifin, 2013:24), “Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik, mewujudkan, dan menebar kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Sementara itu, Prayitno dan Khaidir (2010:212) membagi lima nilai pendidikan karakter yaitu beriman, bertaqwa, jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.

  Materi pembelajaran yang berkaitan dengan karakter berhubungan dengan norma atau nilai-nilai kita temukan juga di dalam sastra. Secara umum, fungsi sastra di antaranya fungsi didaktif. Fungsi didaktif, karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca tentang masalah moral, tata krama, masalah agama, dan lain-lain (Kosasih, 2012:4). Salah satu karya sastra yang membicarakan tentang nilai pendidikan (didaktif) adalah novel. Novel menurut Boulton (dalam Atmazaki, 2005:39) termasuk jenis karya sastra berbentuk (formal) prosa fiksi naratif, di samping roman dan cerita pendek. Novel berbentuk prosa yang lebih panjang dan komplek dari pada cerpen, yang mengekpresikan sesuatu tentang kualitas atau nilai pengalaman manusia.

  Untuk memahami sebuah karya sastra (novel), perlu menganalisis novel tersebut. Dalam menganalisis sebuah karya sastra (novel) perlu adanya sebuah pendekatan. Pendekatan di sini digunakan sebagai suatu cara agar penelitian menjadi lebih dalam. Pendekatan merupakan sebuah cara yang digunakan untuk menguasai dan mengembangkan ilmu yang paling tinggi validitasnya dan ketepatannya sebagai acuan dalam penelitian. Menurut Wellek dan Warren (dalam Endraswara, 2008:9) pendekatan terdiri dari dua yaitu pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Pendekatan intrinsik adalah penelitian sastra yang bersumber pada teks sastra itu sendiri secara otonom. Pendekatan intrinsik terdiri dari tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Sedangkan pendekatan ekstrinsik adalah penelitian unsur-unsur luar karya sastra. Kajian intrinsik juga mendukung penerapan kurikulum 2013 yang berbasis karakter di mana, ada cerminan nilai pendidikan (karakter yang baik) yang perlu digali sehingga implikasinya bisa mendidik karakter siswa.

  Dari uraian-uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian agar dapat menggambarkan dan menerapkan nilai- nilai pendidikan karakter di sekolah melalui karya sastra yakni novel. Untuk itu penulis tertarik meneliti novel. Novel yang penulis teliti adalah novel karangan Afifah Afra yang berjudul De Winst.

  Afifah Afra adalah seorang pengarang wanita muda Indonesia yang sangat produktif. Hasil karangannya ada 54 buah di antaranya yakni: 27 buah berupa novel, 3 buah berupa kumcer, 24 buah berupa nonfiksi. Karangan-karangan Afifah Afra memiliki manfaat yang sangat banyak, baik bagi pembaca, siswa, maupun bagi masyarakat lainnya. Alasan penulis meneliti novel De Winst karangan Afifah Afra, karena di dalam novel De Winst karya Afifah Afra banyak membicarakan nilai-nilai pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai pendidikan karakter, dan dapat menuntun pembaca bagaimana menjadi manusia yang berpendidikan atau berkarakter baik.

  Berdasarkan fenomena nilai pendidikan yang ditampilkan dalam novel

  De Winst memberikan suatu gambaran

  bagi pembaca pada umumnya, dan anak didik pada khususnya bahwa di dalam kehidupan harus memiliki dan menerapkan nilai-nilai pendidikan yakni nilai pendidikan yang berkarakter.

  1.2 Identifikasi Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan permasalahan-permasalahan sebagai berikut: (1) nilai keindahan, (2) nilai pengetahuan, (3) nilai kebudayaan, (4) nilai pendidikan. (5) unsur intrinsik, dan (6) unsur ekstrinsik.

  1.3 Batasan dan Rumusan Masalah

  1.3.1 Batasan Masalah

  Berdasarkan identifikasi masalah, penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

  a. unsur-unsur intrinsik dalam novel De Winst karya Afifah Afra.

  b. nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel De Winst karya Afifah Afra. c. implikasi unsur-unsur intrinsik dan manfaat, yaitu manfaat secara teoretis dan nilai-nilai pendidikan karakter dalam manfaat secara praktis. Secara teoretis novel De Winst karya Afifah Afra penelitian ini dapat memperkaya materi terhadap pembelajaran bahasa dan ajar bagi guru atau pada mata pelajaran sastra Indonesia pada kurikulum 2013. Bahasa dan Sastra Indonesia, tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai

1.3.2 Rumusan Masalah pendidikan karakter serta implikasinya

  Berdasarkan batasan masalah terhadap pembelajaran bahasa dan sastra yang dikemukakan tersebut, maka Indonesia pada kurikulum 2013. masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Dari segi praktis, hasil penelitian a. bagaimanakah gambaran unsur-unsur ini dapat memberikan bahan masukan intrinsik novel De Winst karya Afifah untuk menetapkan kebijakan dalam

  Afra? bidang pendidikan dengan mengambil

  b. bagaimanakah gambaran nilai-nilai nilai-nilai positif dari gambaran nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pendidikan karakter yang terungkap di dalam novel De Winst karya Afifah dalam novel De Winst karya Afifah Afra. Afra? Penelitian ini dapat memberikan contoh

  c. bagaimanakah implikasi unsur-unsur yang baik tentang bagaimana proses intrinsik dan nilai-nilai pendidikan kreatif pengarang dalam menuangkan karakter dalam novel De Winst karya pengalaman hidup atau kenyataan sosial Afifah Afra terhadap pembelajaran yang dialaminya melalui tulisan atau bahasa dan sastra Indonesia pada novel yang sarat dengan nilai-nilai kurikulum 2013? pendidikan karakter,

  sehingga dapat memotivasi siswa/mahasiswa untuk

  1.4 Tujuan Penelitian menulis karya sastra dan melakukan

  Berdasarkan rumusan masalah,

  penelitian pada novel-novel yang

  maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berbeda. berikut:

  a. menjelaskan gambaran unsur-unsur

  2. KAJIAN TEORETIS

  intrinsik dalam novel De Winst karya

  Menurut Hasanuddin W.S (2004:546), Afifah Afra. novel merupakan prosa rekaan yang panjang,

  b. mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan

  menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan

  karakter dalam novel De Winst karya

  serangkaian peristiwa, serta latar secara

  Afifah Afra. tersusun. Selanjutnya, Boulton (dalam

  Atmazaki, 2005:39) mengatakan bahwa, novel

  c. menjabarkan implikasi unsur-unsur

  termasuk jenis karya sastra berbentuk (formal)

  intrinsik dan nilai-nilai pendidikan

  prosa fiksi naratif, di samping roman dan

  karakter dalam novel De Winst karya

  cerita pendek. Novel berbentuk prosa yang

  Afifah Afra terhadap pembelajaran

  lebih panjang dan komplek dari pada cerpen.,

  bahasa dan sastra Indonesia pada

  yang mengekpresikan sesuatu tentang kualitas kurikulum 2013. atau nilai pengalaman manusia.

  1.5 Manfaat Penelitian

  Unsur intrinsik (intrinsic) adalah Hasil penelitiaan ini tentang nilai- unsur-unsur yang membangun karya nilai pendidikan karakter dalam novel De sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang

  Winst karya Afifah Afra mempunyai dua

  menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra (Nurgiyantoro, 2012:23).

  Dipihak lain, ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting (Nurgiyantoro, 2012:23).

  Menurut Kaelan (2004:87), nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Nilai suatu benda berarti kualitas baik atau buruknya benda. Pada hakiktanya nilai adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan- kenyataan yang ada. Menilai berarti menimbang suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan dengan yang lain kemudian diambil keputusannya.

  Menurut Prayitno (2010:39), pendidikan adalah proses pemuliaan kemanusiaan manusia yang tercermin dalam harkat martabat manusia, sesuai dengan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya. Menurut Nursid (2011:43), pendidikan adalah proses merubah perilaku individu ke arah kematangan dan kedewasaan. Hasbullah (2009:1) menjelaskan istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan sengaja oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa agar ia menjadi dewasa. O’connor

  (Nursid, 2011:42) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses pengembangan perilaku, sikap, keterampilan, dan pengetahuan individu peserta didik atau anggota masyarakat dengan nilai dan norma yang akhirnya bertujuan untuk mencapai kedewasaan, kematangan, serta memiliki perilaku yang diharapkan. Muslich (2011:69) menyatakan pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang atau masyarakat sehingga membuatnya menjadi beradab. Sementara itu, Prayitno dan Khaidir (2010-212) membagi lima nilai pendidikan karakter yaitu beriman dan bertakwa, jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.

  Pembelajaran adalah terjemahan dari Bahasa Inggris instruction yang banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif- holistik yang menempatkan peserta didik sebagai sumber kegiatan. Istilah ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat membantu peserta didik belajar melalui berbagai media seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio, dan sebagainya. Semua hal tersebut telah mendorong terjadinya perubahan peran guru dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator pembelajaran (Jufri, 2012:40).

  Makna dari pembelajaran yang mendidik dan konteks standar proses pendidikan di Indonesia ditunjukkan oleh beberapa prinsip-prinsip yakni: (1) pembelajaran sebagai pengembangan kemampuan berpikir, (2) pembelajaran untuk mengembangkan fungsi otak, dan (3) proses belajar berlangsung sepanjang hayat (Jufri, 2012:44).

  Sementara itu, Soemosasmito (dalam Morelent, 2012:32) mengatakan bahwa, suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran yaitu: (1) presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM, (2) rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa, (3) ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan, dan (4) mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif.

  Dalam implementasinya pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan pendekatan berbasis teks. Teks dapat berwujud teks tertulis maupun teks lisan. Teks merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya memiliki situasi dan konteks. Belajar bahasa Indonesia tidak sekadar memakai bahasa Indonesia untuk menyampaikan materi pelajaran. Namun, perlu juga dipelajari soal makna atau bagaimana memilih kata yang tepat. Selama ini pembelajaran bahasa Indonesia tidak dijadikan sarana pembentuk pikiran pada hal teks merupakan satuan bahasa yang memiliki struktur berpikir yang lengkap. Karena itu pembelajaran bahasa Indonesia harus berbasis teks. Melalui teks maka peran bahasa Indonesia sebagai penghela dan pengintegrasi ilmu ain dapat dicapai.

  Penelitian mengenai pendidikan karakter dalam novel De winst karya Afifah Afra ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Menurut Bodgan dan Taylor (dalam Basrowi, 2008:20), metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam meneliti karya sastra menurut Ratna (2004:47), data-data formal penelitian kualitatif diambil dari teks novel dalam bentuk kalimat, dan wacana.

  Metode deskriptif adalah metode perincian fakta dengan interpretasi yang tepat terhadap berbagai fenomena dengan menetapkan suatu standar atau norma tertentu (Moleong, 2011:3). Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2004:53).

  Penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (content analysis). Menurut Endraswara (2008:47) analisis isi digunakan apabila seorang peneliti hendak mengungkapkan, memahami, dan menangkap pesan karya sastra. Pemahaman tersebut mengandalkan tafsir sastra (interpretasi teks) yang rigit. Artinya, peneliti telah membangun konsep yang akan diungkap, baru memasuki karya sastra. Selain itu, teknik analisis isi merupakan upaya pemahaman karya sastra yang meliputi unsur ekstrinsik seperti pesan moral, nilai pendidikan, nilai filosofis dan nilai religius. Dengan kata lain, peneliti baru memanfaatkan analsis konten apabila hendak mengungkap kandungan nilai tertentu yang dalam penelitian ini berupa nilai-nilai karakter yang terdapat dalam karya sastra. Dengan

3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

  pendekatan sosiologi sastra dan teknik content analysis , nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel De Winst karya Afifah afra akan diungkap secara objektif melalui ucapan dan tindakan tokoh.

3.2 Objek dan Fokus Penelitian

  Objek penelitian adalah novel De Winst karya Afifah Afra. Novel De Winst karya Afifah Afra yang diterbitkan oleh Indiva Media tahun 2008. Fokus penelitian dari novel De Winst karya Afifah Afra adalah tiga yakni: (1) unsur-unsur intrinsik. Dalam hal ini penulis memfokuskan pada unsur utama yakni penokohan, alur dan latar. Meskipun kajian yang berdasarkan pendekatan objektif diarahkan kepada analisis terhadap seluruh unsur intrinsik karya sastra, namun menurut Muhardi dan Hasanuddin WS (2006:66), unsur fiksi ada yang berfungsi utama dan ada pula yang berfungsi sebagai penunjang. Maka sesungguhnya yang mesti diinventarisasi adalah unsur-unsur utama fiksi, yaitu penokohan, alur dan latar. Namun itu tidak berarti konsep- konsep tentang unsur-unsur penunjang tidak perlu dibicarakan. Pernyataan di atas lebih menyarankan agar perhatian penulis lebih terfokus kepada unsur utama karya yang akan penulis teliti. Oleh sebab itu, untuk meneliti novel De Winst, penulis lebih terfokus kepada unsur utama karya fiksi yakni penokohan, alur, dan latar. Dari unsur utama, nilai-nilai pendidikan karakter yang akan ditemukan akan lebih tergambar. (2) nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdiri dari: nilai pendidikan karakter religius, nilai-nilai pendidikan karakter jujur, nilai-nilai pendidikan karakter cerdas, nilai-nilai pendidikan karakter tangguh, dan nilai-nilai pendidikan karakter peduli.

  (3) implikasi unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel De Winst terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada kurikulum 2013.

  3.3 Instrumen Penelitian Instrumen utama dalam penelitian ini adalah penulis sendiri.

  Dalam hal ini penulis menggunakan tabel

  3.4 Teknik Pengumpulan Data Menurut Ratna (2012:47), data penelitian kualitatif dalam karya sastra adalah naskah karya sastra tersebut. Sebagai data formalnya adalah kata- kata, kalimat, dan wacana yang disajikan dalam bentuk deskriptif, data penelitian ini dikumpulkan dengan perencanaan yang jelas dan sistematis. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara sebagai berikut. (1) membaca dan memahami teks novel De Winst karya Afifah Afra. (2) mencatat unsur-unsur intrinsik dari novel yang diteliti tentang unsur intrinsik utama yakni penokohan, latar, dan alur. (3) mencatat setiap kata-kata atau kalimat yang mengandung nilai- nilai pendidikan karakter religius, nilai pendidikan karakter jujur, nilai pendidikan karakter cerdas, nilai-nilai pendidika karakter tangguh, dan nilai- nilai pendidikan karakter peduli.

  3.5 Teknik Analisis Data Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data dalam karya secara garis besarnya adalah: mengklasifikasi data, menganalisis data, dan menyimpulkan (Jabrohim, 2003:26). Secara lebih rinci langkah-langkah tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. klasifikasi data dilakukan dengan memasukkan hasil identifikasi data- data unsur-unsur intrinsik, dan nilai-nilai pendidikan karakter yang ditemukan dalam novel De Winst ke dalam tabel berikut:

  2. menganalisis dan membahas data yang terdapat dalam novel De Winst karya Afifah Afra, sehingga terindikasi adanya unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai pendidikan karakter. 3. mengimplikasikan unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel De Winst karya Afifah Afra terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada Kurikulum 2013. 4. merumuskan simpulan.

  3.6 Teknik Pengabsahan Data Untuk menguji keabsahan data penelitian, maka penulis menggunakan pendapat Sugiyono (2005:120-130) yang membagi uji keabsahan data menjadi empat: uji kredibilitas data, uji transferability , uji dependability, dan uji confirmability. Uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan: (1) perpanjangan pengamatan, (2) peningkatan ketekunan dalam penelitian, (3) triangulasi, (4) diskusi dengan teman sejawat, (5) analisis kasus negatif, dan (6) pengecekan keanggotaan.

  Teknik peningkatan ketekunan, teknik pengecekan teman sejawat dan kecukupan referensial adalah yang peneliti gunakan untuk menjaga keabsahan data. Teknik peningkatan ketekunan dalam penelitian berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat berkesinambungan. Dengan teknik ini penulis dapat kepastian data dan urutan peristiwa yang akan diteliti agar dapat ditulis secara pasti dan sistematis. Hal ini bertujuan untuk memastikan apakah data yang ditemukan benar atau tidak. Penulis juga menggunakan teknik diskusi dengan teman sejawat yang berguna untuk menjaga keabsahan data. Teknik pengecekan teman sejawat dapat mengekspos hasil sementara atau hasil akhir melalui diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar penulis tetap mempertahankan sikap terbuka, dan kejujuran. Yang terakhir, teknik kecukupan referensial dijadikan sebagai alat untuk mendukung dan membuktikan data yang ditemukan, hal ini difokuskan pada referensial kepustakaan, yakni dengan membaca naskah-naskah tertulis yang berhubungan dengan data penelitian.

  Dari teknik yang penulis gunakan yakni teknik peningkatan ketekunan, teknik pengecekan teman sejawat dan kecukupan referensial, penulis memperoleh data yang lengkap, objektif, dan konkret.

4.HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

  Dalam menganalisis Novel De Winst peneliti hanya memfokuskan unsur-unsur intrinsik yang utama yakni penokohan, latar dan alur. Dapat peneliti paparkan sebagai berikut;

  Penokohan terdiri dari: (1) Rangga, memiliki karakter religius, jujur, cerdas, tangguh, dan peduli. (2) Everdine Kareen Spinoza, memiliki karakter jujur, tangguh, dan peduli. (3) Sekar, memiliki karakter jujur, tangguh, dan peduli. (4) Kresna, memiliki karakter peduli. (5) Suryanegara/Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Suryanegara memiliki karakter jujur dan peduli. (6) Kanjeng Raden Sentiawati Suryanegara, memiliki karakter peduli.(7) Pratiwi, memiliki karakter jujur, tangguh, peduli. (8) Partini memiliki karakter peduli. (9) Jatmiko, memiliki karakter jujur, cerdas, dan peduli. (10) Raden Haji Ngalim Sudarman, memiliki karakter religius, dan jujur. (11) Haji Suranto, memiliki karakter religius. (12) Tuan Billjmer memilik karakter cerdas. (13) Jan Thijsse memiliki karakter licik, kejam, dan jahat.

  Latar dari novel ini ada 3 latar yakni. Pertama, latar tempat antara lain: di atas kapal, dermaga, hotel, kamar hotel, runagan dansa, kamar Rangga, pinggiran Solo, Rumah Biljmer, kedai kopi, kamar sekar, ruang tamu, Pabrik Gula De Winst, jalan aspal, gubuk, Masjid Agung, halaman pabrik, rumah Rangga, perkampungan batik Laweyan, Masjid Laweyan, rumah Haji Suranto, perkampungan Kali Pepe, jalan yang sunyi, rumah sakit, rumah Jatmiko, rumah Sekar, lapangan Srwedari, Istana Suryanegara, rumah Jan Thijsee, ruang sidang, pabrik tekstil, rumah tahanan, sel Gladak, jalan setapak, dan di kapal.

  Kedua , latar waktu dari novel ini adalah

  malam hari, pagi hari, siang hari dan sore hari. Ketiga latar suasana. Latar suasana cerita ini adalah riuh, sedih, galau, prihatin, berdebat, akrab, tidak bersahabat , meriah, ribut, panik, resah, gelisah.

  Alur dari novel De Winst ini menggunakan alur maju karena cerita di paparkan dari awal cerita, mulai konflik, puncak konflik, konflik menurun dan penyelesaian.

  Novel De Winst mengandung muatan pendidikan karakter yakni: (1) nilai-nilai pendidikan karakter religius indikatornya taat beribadah, selalu ingat Tuhan, berserah diri kepada Allah. (2) nilai pendidikan karakter jujur indikatornya berkata apa adanya, lapang dada, bertanggung jawab, mengakui kesalahan, dan membela kebenaran. (3) nilai-nilai pendidikan karakter cerdas indikatornya berpikiran maju, pintar, konsisten, aktif, dan gigih. (4) nilai-nilai pendidikan karakter tangguhindikatornya sabar mengendalikan emosi, berani menanggung resiko, dan tidak putus asa. (5) nilai-nilai pendidikan karakter peduli indikatornya sopan santun, perhatian, rendah hati, baik hati, penyayang, dan saling memberi. Oleh sebab itu dapat penulis jelaskan bahwa, novel De Winst adalah salah satu bacaan sastra yang dapat menuntun siswa berkarakter yakni, religius, jujur, cerdas, tangguh dan peduli yang telah diungkapkan melalui tokoh- tokoh dalam novel tersebut. Dengan demikian, novel De Winst perlu menjadi bahan bacaan dalam pengajaran sastra di sekolah.

  4. SIMPULAN

  . Dari hasil penelitian yang penulis paparkan bahwa, di dalam novel De Winst karangan Afifah Afra, melalui unsur-unsur intrinsik tercermin nilai-nilai pendidikan karakter dengan jelas. Berarti novel De

  Winst karangan Afifah Afra adalah salah

  Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu

  Implementasi Kurukulum

  Mulyasa, H. E. 2013. Pengembangan dan

  “Disertasi”. Bandung: SPs UPI

  Kemampuan Berbicara Siswa Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter.

  Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Morelent, Yetty. 2012. Peningkatan

  E. 2012. Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra . Bandung: Yrama Widya. Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif .

  Yogyakarta: Paradigma Offast. Kosasih,

  Bandung: Pustaka Reka Cipta. Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila .

  . Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Jufri, Wahab. 2012. Belajar dan Pembelajaran Sains .

  Sastra

  Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian

  Pendidikan . Jakarta: Rajawali Press.

  Indonesia . Bandung: Titian Ilmu.

  satu bacaan yang ikut mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam kurikulum 2013.

  CAPS Hasanuddin W.S 2004. Ensiklopedi Sastra

  Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:

  Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi

  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

  Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.

  Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2008.

  Ruzz Media Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami

  Pendidikan Karakter di Indonesia . Jogjakarta: Ar-

  Azzet, Ahmad Muhaimin. 2013. Urgensi

  Bandung: PT Remaja Rosda karya . Atmazaki. 2005. Ilmu Sastra Teori dan Terapan . Padang: UNP Press.

  Arifin, Zainal. 2013. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum .

  Afra, Afifah. 2008. De Winst. Jakarta Indiva Media

  Oleh sebab itu dapat penulis simpulkan bahwa, novel De Winst adalah salah satu bacaan sastra yang dapat menuntun siswa berkarakter yakni, religius, jujur, cerdas, tangguh dan peduli yang telah diungkapkan melalui tokoh- tokoh dalam novel tersebut. Dengan demikian, novel De Winst perlu menjadi bahan bacaan dalam pengajaran sastra di sekolah.

5. DAFTAR PUSTAKA

  2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

  Muslich, Masnur. 2011 Pendidikan

  Karakter; Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional . Jakarta: Bumi Aksara.

  Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi .

  Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nursid. 2011. Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi .

  Bandung: Alfabeta. Prayitno dan Afriva Kadir. 2010 Model

  Pendidikan Cerdas . Padang: UNP Press.

  Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori,

  Metode dan Teknik Penelitian Sastra.

  Yogyakarta: Pusat Pelajar. Salam, Burhanuddin. 2000. Etika

  Individual; Pola Dasar Fisafat Moral . Jakarta:

  Rineka Cipta. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian

  Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta.