1
1
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dunia pendidikan dihadapkan pada berbagai tuntutan yang semakin berat, terutama dalam mempersiapkan sumber daya manusia agar mampu
menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat, dan ilmu pengetahuan dan teknologi iptek. Perubahan-perubahan tersebut tidak hanya
menyentuh perubahan fisik sebagai akibat implementasi dari kemajuan iptek, akan tetapi juga menyentuh perubahan dan pergeseran aspek nilai dan moral
dalam kehidupan masyarakat. Djahiri 1999:2 menge
mukakan bahwa “besarnya dampak globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi iptek yang
tidak disertai pembinaan nilai-nilai moral dapat menjurus kepada terjadinya dehumanisasi”. Pembinaan nilai-nilai moral merupakan esensi dari usaha
pendidikan, seperti yang tercantum pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional selanjutnya disingkat UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Republik
Indonesia menggariskan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
2
2
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
Sementara itu, fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang termaktub dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 berbunyi
seperti berikut: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab” . Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut sangat jelas bahwa
sasaran utamanya adalah pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan dan berkembangnya potensi peserta didik
yang memiliki kualitas prima dalam menghadapi persaingan global dengan semangat sportifitas, beretika dan berbudi luhur serta bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Konsep yang sempurna dengan menyatukan kehidupan jasmani dan rohani serta menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan kebebasan
individu. Konsep tersebut perlu menjadi fokus dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas agar peserta didik memiliki kompetensi yang
diamanatkan oleh Uudang-Undang pendidikan tersesbut. Berkaitan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas,
UNESCO mengemukakan empat pilar pendidikan, yakni: 1
Learning to know
belajar untuk mengetahui; 2
Learning to do
belajar untuk melakukanberbuat; 3
Learning to be
belajar untuk menjadi, dan 4
Learning to live together
belajar untuk dapat hidup bersama. Di antara empat
3
3
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
pilar tersebut,aspek
learning to live together
sejalan dengan nilai-nilai kebersamaan, fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Istilah “
learning to live together
” yang dalam penelitian ini disepadankan dengan makna sikap kebersamaan karena tujuan utamanya
adalah membangun sikap saling memahami, menghargai, menghormati dan toleransi terhadap orang lain, seperti memahami dan menghargai perbedaan
keyakinan, budaya dan nilai-nilai tradisi orang lain. Konsep ini diharapkan mampu menghindari konflik dan tindakan kekerasan pada umat manusia, dan
selanjutnya dapat menciptakan perdamaian. Pemahaman yang lebih mendalam tentang pilar ini bahwa perbedaan
differences
dan keragaman
diversit
y lebih sebagai peluang
opportunities
daripada ancaman
threat
. Sebagaimana yang tercantum pada The United Nations Convention on the Rights of the Child CRC dikemukakan:
“Learning to live together is an intercultural and interfaith
programme for ethics education, designed to contribute to the realization of the right of the child to full and healthy physical,
mental, spiritual, moral and social development, and to education”. http:www.ethiceducationforchildren.org.
Nilai-nilai sikap kebersamaan, antara lain: respek
respect
, empati
empathy
, keadilan
justice
, dan kebaikan hati
kindness
. Nilai-nilai sikap kebersamaan ini semestinya tertanam pada para peserta didik sehingga tercipta
hubungan mesra dan harmonis baik antara warga sekolah maupun warga sekolah dengan masyarakat serta lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain,
sikap kebersamaan ini dibutuhkan agar setelah dewasa, mereka membangun
4
4
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
hubungan yang harmonis dengan orang lain, termasuk dengan orang lain yang berbeda dengan dirinya baik atas dasar etnis, budaya, maupun
agamakeyakinan. Suatu kenyataan yang sulit dibantah adalah bahwa dalam beberapa
tahun belakangan ini sering terjadi konflik baik atas dasar etnis maupun agama. Konflik etnis terjadi antara lain di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan
Batam. Sementara konflik yang melibatkan agama terjadi di Poso dan Ambon. Konflik
tersebut terjadi
dapat disebabkan
minimnya pemahaman,
penghormatan dan toleransi antar kelompok yang berbeda secara keyakinan dan etnis.
Dari sudut pandang pendidikan umum, banyaknya konflik yang terjadi di berbagai belahan bumi Indonesia menunjukkan kegagalan pendidikan.
Menurut Tu Wei-Ming dalam Harison Huntington, 2000:263 pendidikan seyogianya menjadi:
“… the civil religion of society.
The primary purpose of education is character building. Intent on the cultivation of full person, school
should teach the art of accumu
lating “social capital” through
communication. In addition to the acquisition of knowledge and skills, schooling must be congenial to the development of cultural competence
and the appreciation of spiritual values
”
.
Jadi, pendidikan menjadi “roh”nya masyarakat dan tujuan utama pendidikan adalah membangun manusia berpribadi utuh. Pendidikan dalam kaitan ini harus
mampu membangun modal sosial
social capitals
seperti kejujuran,
5
5
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
kepercayaan, kesediaan
dan kemampuan
bekerjasama, kemampuan
berkoordinasi, toleransi, kebiasaan berkontribusi pada sesama, dan bersahabat, melalui proses pembelajaran yang dilakukan guru di sekolah, di samping
menyiapkan peserta didik menguasai pengetahuan dan ketrampilan. Pernyataan Tu Wei-Ming di atas sekaligus juga mengokohkan arti penting pendidikan
umum sebagai pendidikan yang tujuannya, “menjadikan individu manusia yang manusiawi, bernalar intelektual, emosional, sosial, spiritual seutuhnya
Sumaatmadja, 2002: 115”, memupuk, menyirami, menyiangi, menumbuh-
kembangkan kebajikan-kebajikan intelektual di dalam pribadi seseorang Hutchins, 2003:133. Dengan kata lain, dalam perspektif pendidikan umum,
pendidikan semestinya menjadikan manusia yang manusiawi
humanizing
, berdaya
empowering
, dan beradab
civilizing
. Tindakan antisipatif terhadap terjadinya konflik ke depan dapat
dilakukan melalui berbagai kegiatan di sekolah. Misalnya kegiatan proses pembelajaran di kelas dimana guru berperan untuk membina perilaku peserta
didik. Pembinaan yang terus menerus dilaksanakan akan menyadarkan bahwa sikap kebersamaan adalah perilaku yang sangat penting dalam menuju
kehidupan yang damai dan harmonis. Sikap kebersamaan mengajarkan kita untuk saling menghargai,
menghormati, bertanggung jawab dan bersikap toleransi. Bangsa Indonesia yang majemukpluralis sangat rentan akan terjadinya konflik horizontal sangat
6
6
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
membutuhkan sikap saling menghargai, menghormati dan toleransi. Oleh karenanya, pemahaman bangsa akan sikap kebersamaan tersebut bukan hanya
pada tataran wacana saja melainkan sudah pada tataran pengimplementasian pada perlakuan sehari-hari. Dengan kata lain, sikap kebersamaan tersebut
sudah nampak pada aspek kehidupan dan perilaku seseorang. Sifat toleransi pada aspek sikap kebersamaan pada kehidupan sosial
budaya masyarakat Indonesia yang plural perlu dikembangkan dan ditumbuhkan secara maksimal. Hal ini penting agar masyarakat yang majemuk
ini tidak saling menyerang karena adanya perbedaan budaya dan keyakinan. Sebagai contoh, kasus tawuran antar pelajar yang disebabkan adanya salah
pengertian yang berkaitan dengan persoalan sederhana, seperti percintaan antara seorang pelajar pria dan seorang pelajar putri. Sifat cemburu atau karena
ceweknya diganggu oleh pria lain maka sifat cemburu muncul, dan ini dapat berakibat pertengkaran dan berujung pada perkelahian masal antar pelajar.
Sifat solidaritas yang ditunjukkan kelompok secara berlebihan akan memunculkan sikap kebersamaan yang destruktif karena pemahaman yang
selalu memenangkan kelompok sendiri meskipun mereka adalah pihak yang bersalah. Kasus tawuran seperti itu semestinya tidak terjadi apabila para pelajar
tersebut memahami nilai-nilai persahabatan, saling menghargai dan toleransi terhadap perbedaan pendapat, pandangan dan sosial budaya.
Contoh lain pada kasus yang sering kali terjadi adalah perselisihan antara sesama pelajar pada satu sekolah karena persoalan yang sangat sepele,
7
7
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
misalnya saling ejek yang berlebihan sehingga membuat salah seorang siswa marah atau saling ejek ketika pertandingan antar kelas sehingga yang kalah
merasa “terhina” menurut catatan guru BK di SMAN 2. Sesungguhnya kasus
ini tidak sepatutnya terjadi apabila ada sikap toleransi dan permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara masyawarah dan bersahabat.
Persoalan tersebut mungkin sangat sederhana namun itu dapat menjadi cerminan
rendahnya kualitas sikap kebersamaan. Rendahnya kualitas sikap kebersamaan pada peserta didik dapat disebabkan kurangnya mereka mendapatkan
pencerahan tentang hidup bersama dengan saling menghormati dan menghargai serta bersikap toleran terhadap sesama.
Dalam kontek yang lebih kecil adalah lingkungan sekolah. Sekolah merupakan representasi dari kelompok kecil masyarakat karena para peserta
didik adalah manusia yang memiliki perbedaan secara sosial budaya, agamakeyakinan, etnis dan keinginan. Perbedaan yang ada tersebut dapat
menjadi sumber konflik antar peserta didik apabila tidak dikelola dengan baik. Dalam hal ini kehadiran sikap toleransi pada masing-masing peserta didik
dapat menjadi solusi untuk menciptakan suasana sekolah yang harmonis dan damai.
Sikap toleransi, saling menghargai dan saling menghormati sangat dibutuhkan pada proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang
menghendaki adanya proses pembelajaran yang kreatif, perdebatan dan munculnya ide-ide yang baru dari peserta didik harus menjadi perhatian para
8
8
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
guru di sekolah. Dalam perdebatan dan ide-ide tersebut akan muncul perbedaan, namun perbedaan tersebut bukan menjadi ancaman bagi proses
pembelajaran melainkan memperkaya dan memperluas wawasan peserta didik akan suatu konsep dan makna pendidikan tersebut. Dengan demikian, sikap
toleransi, saling menghargai dan menghormati perlu ditumbuhkembangkan agar para peserta didik memiliki perilaku yang sesuai dengan tujuan
pendidikan dan norma yang berlaku di masyarakat. Toleransi dalam konteks ini dapat diartikan sebagai sikap, perilaku
atau perbuatan yang menerima, mengakui danatau mengenal segala perbedaan yang eksis dalam berbagai kelompok yang majemukplural Walzer, 1999.
Dengan demikian sikap toleransi haruslah mampu diciptakan dan diaktualisasikan dalam segala dimensi kehidupan, yaitu dalam kehidupan
berpolitik, sosial, budaya, agama dan ekonomi. Dalam lingkup yang lebih khas, yaitu sekolah, toleransi perlu disosialisasikan dan ditanamkan serta
diaktualisasikan secara kontinu terhadap peserta didik agar kelak mereka hidup dalam lingkungan masyarakat akan mampu mengimplementasikannya. Sikap
toleransi harus mengakar atau membumi
down to earth
di lingkungan sekolah secara khusus.
Secara umum, dunia fana ini terus berkonflik yang mengatasnamakan perbedaan pandangan, agamakeyakinan dan sosial budaya. Sebagaimana yang
telah dikemukakan pada bagian yang terdahulu bahwa perbedaan tersebut timbul karena belum timbulnya perasaan saling menghornati, menghargai dan
9
9
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
toleransi. Pertanyaan kita akan mengarah kepada cara untuk mengatasi atau setidak-tidaknya mengeliminir sikap negatif seseorang. Dalam konteks ini
solusi yang menjadi alternatif penyelesaian sikap negatif tersebut adalah hadirnya nilai-nilai cinta pada setiap umat manusia. Umat manusia harus
memiliki nilai-nilai cinta, seperti kasih sayang, peduli, persahabatan dan empati.
Dalam konteks pembelajaran, nilai-nilai kebersamaan belum menjadi perhatian utama guru ketika berinteraksi dengan peserta didik pada proses
pembelajaran di kelas. Guru lebih memfokuskan pembelajaran pada pokok bahasan atau materi ajar yang tercantum pada buku teks. Hasil studi
pendahuluan, peneliti menemukan bahwa guru lebih mengutamakan penyelesaian materi ajar daripada melakukan pengembangan atau inovasi
proses pembelajaran yang membahas nilai-nilai kebersamaan tersebut. Bahkan guru merasakan jam pelajaran yang tersedia masih kurang untuk
menyelesaikan seluruh pokok bahasan yang semestinya diajarkan kepada peserta didik.
Pendidikan nilai moral, termasuk di dalamnya nilai-nilai sikap kebersamaan, di sekolah masih dikotomi karena pendidikan nilai moral masih
dianggap tanggung jawab guru agama dan PKN. Sedangkan pembinaan perilaku peserta didik merupakan tanggung jawab guru bimbingan dan
konseling BK. Kondisi seperti ini telah menyebabkan pendidikan nilai moral belum membumi
down to earth
. Oleh karenanya, sifat toleransi,
10
10
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
persahabatan, peduli dan empati belum nampak sepenuhnya dalam perilaku peserta didik.
Kenyataan lain yang menyebabkan belum berkembangnya sikap kebersamaan secara maksimal pada peserta didik di lingkungan sekolah karena
peserta didik masih bersikap individualistis dan kelompok yaitu masih mementingkan tugas individu dan kelompoknya. Dengan kata lain, seorang
peserta didik lebih fokus pada dirinya dan kelompoknya temannya daripada pesrta didik lainnya. Misalnya, ketika waktu istirahat peserta didik berkumpul
atau makan bersama kelompoknya atau dengan teman sekelas. Kondisi kehidupan di sekolah yang cukup kondusif dan tenang karena
tidak terjadi tindakan destruktif, seperti perkelahian masal antar siswa, menyebabkan guru kurang memperhatikan pendidikan nilai. Hubungan yang
harmonis antara peserta didik di sekolah juga menjadi indikator bahwa sikap kerbersamaan sudah terbina dengan baik. Namun hubungan yang harmonis
tersebut masih terjadi terbatas pada kelompok siswa, seperti teman sekelas, teman olah raga dan teman belajar. Sebagai akibat model hubungan tersebut,
peristiwa pertengkaran yang menjurus pada perkelahian siswa masih terjadi. Menurut guru bimbingan dan konseling BK, peristiwa-peristiwa yang terjadi
antara peserta didik hanya terbatas pada peristiwa kecil saja, misalnya pertengkaran antar peserta didik karena masalah cewek, saling mengolok,
bergurau dan pertandingan olahraga antar kelas yang kemudian menimbulkan emosi. Oleh karenanya, hubungan harmonis yang ditampilkan para peserta
11
11
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
didik masih bersifat semu dan perlunya diciptakan hubungan harmonis yang menyeluruh. Dengan demikian, guru harus mensosialisasikan sikap
kebersamaan secara terus menerus. Demikian pula pada pembelajaran Bahasa Inggris, guru belum secara
maksimal menanamkan nilai-nilai sikap kebersamaan pada peserta didik. Hal ini disebabkan model pembelajaran yang diterapkan guru belum berbasiskan
nilai-nilai. Guru lebih terfokus pada materi pelajaran content based dan textbook sehingga kurang menyentuh nilai-nilai kebersamaan. Misalnya guru
menggunakan metode ceramah, tanya jawa dan latihan secara individu lebih dominan sehingga tidak menimbulkan interaksi sosial antar siswa. Di samping
itu guru mengeluhkan waktu tidak cukup untuk mengajarkan seluruh materi pelajaran berakibat guru kurang kreatif dan inovatif dalam mengembangkan
instruksionalnya. Akibat
pemahaman tersebut,
pembelajaran dan
pengembangan instruksional yang mengandung nilai-nilai kebersamaan masih sangat minim.
Krisis nilai-nilai kebersamaan pada peserta didik pada hakekatnya bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak sekolah tetapi juga harus menjadi
tanggung jawab pihak keluarga, masyarakat dan pemerintah. Semua pihak harus berupaya mencari akar permasalahan daripada sifat ketidak harmonisan
tersebut, tidak adanya sifat toleransi, saling menghargai dan menghormati pada peserta didik. Sebab krisis nilai kebersamaan dapat memunculkan krisis yang
lainnya.
12
12
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
Sesungguhnya nilai-nilai kebersamaan telah menjadi esensi tujuan pendidikan pada SMA Negeri 2 Pontianak karena visi dan misi sekolah telah
mengemukakannya secara jelas dan konkrit mengenai pembentukan akhlak yang mulia, disiplin, dan berwawasan teknologi dan informasi yang
berlandaskan iman dan taqwa. Demikian pula, pada setiap kesempatan berkomunikasi dengan peserta didik, guru selalu mengingatkan para peserta
didik untuk selalu menciptakan kondisi yang rukun, harmonis dan saling menghargai. Melalui proses berkomunikasi tersebut, kebersamaan antar
peserta didik akan lebih terwujud dalam perilaku atau tindakan mereka. Suatu kenyataan bahwa sikap kebersamaan yang hadir di lingkungan
sekolah masih belum membumi
down to earth
karena kehidupan di sekolah belum pada kondisi yang mengkhawatirkan. Peserta didik lebih disibukkan
dengan kegiatan akademiknya sehingga peristiwa yang kontra-produktif atau melawan aturan sekolah sangat jarang terjadi. Kondisi sekolah yang tenang,
aman dan damai tersebut membuat guru kurang memperhatikan tentang nilai- nilai hidup bersama. Perhatian guru hanya terfokus pada kehidupan di sekolah
saja kurang tepat karena peserta didik adalah bagian dari masyarakat secara umum, dan akan hidup dilingkungan masyarakat. Oleh karenanya pembinaan
sikap kebersamaan tersebut harus mengacu terhadap pembinaan perilaku untuk bekal hidup di masyarakat.
Upaya ke arah pembentukan sikap kebersamaan melalui proses pembelajaran, study tour, ekstra kurikuler dan kegiatan keagamaan. Proses
13
13
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
pembelajaran melalui diskusi kelompok memungkinkan peserta didik untuk belajar menghargai dan menghormati pendapat orang lain. Demikian pula,
kegiatan seperti study tour, ekstra kurikuler dan keagamaan akan membentuk sifat toleransi, gotong royong, saling menghormati dan menghargai antar
individu peserta didik yang berbeda latar belakang status sosial, suku, agama dan budaya. Pada konteks sekolah, kegiatan perayaan keagamaan
seringkali dirayakan dengan melibatkan seluruh warga sekolah ke dalam kepanitiaan. Misalnya kegiatan idulfitri lebaran dan natalan di laksanakan di
sekolah yang melibatkan seluruh peserta didik. Peserta didik dilibatkan untuk menjadi panitia yang bertugas mengurus makanansnack sementara pemeluk
agama melakukan ibadah atau ritual keagamaan tersebut. Untuk membangun sikap kebersamaan sebagaimana dikemukakan di
atas, guru perlu menanamkan nilai cinta pada peserta didik. Sifat toleransi, peduli, belas kasih dan empati merupakan elemen-elemen nilai cinta yang
mampu menciptakan sikap kebersamaan dan sebaliknya elemen-elemen tersebut harus mampu diwujudkan dalam perilaku seseorang. Dengan kata
lain, sikap kebersamaan harus mencerminkan kehadiran nilai-nilai cinta pada perilaku seseorang. Menurut Tillman 2004:134 bahwa cinta adalah belas
kasih murni yang memotivasi pelayanan tanpa pamrih demi kebaikan bagi orang lain, dan selanjutnya dikatakan cinta bukan sekedar perasaan emosi
atau nafsu saja, melainkan sesuatu yang lebih mendalam dan lebih mendasar dari hakekat manusia”.
14
14
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
Kekuatan cinta dalam menyatukan perasaan dan emosi seseorang dengan orang lain merupakan bentuk penerimaan seseorang terhadap orang
lain tanpa ada keinginan atau maksud tertentu. Sebagaimana yang diungkapkan Lewis 2000:52 bahwa
“
Love is the emotion of strong affection and personal attachment
” cinta adalah emosi dari kasih sayang dan atribut seseorang yang kuat ata
u dalam kontek filsafat “
Love is a virtue representing all of human kindness, compassion and affection
” cinta adalah kebajikan yang mewakili seluruh kebaikan, belas kasih dan kasih sayang manusia.
Dengan demikian, cinta sebagai emosi dan kebajikan memiliki kekuatan yang mampu menjadikan seseorang untuk dapat menerima perbedaan yang ada.
Chibber 2006 dan Jumsai 2003 mengemukakan nilai kemanusiaan
human values
terdiri dari 5 lima kelompok, yakni: 1 kebenaran
truth
, 2 cinta
love
, 3 perdamaian
peace
, 4 perilaku yang benar
right conduct
, dan 5 tanpa kekerasan
non-violence
. Komponen-komponen nilai dari masing-masing kelompok nilai kemanusiaan seperti pada tabel berikut
ini:
Tabel 1.1: Beberapa Indikator Nilai-Nilai Kemanusiaan
Human Valves
Truth kebenraran Love
Cinta kasih Peace
kedamaian Right Conduct
prilaku yang benar Non-Violence
tanpa kekerasan
Accuracy
akurasi
Curiosity
keingintahuan
Fairness
Keadilan
Fearlessness
keberanian
Honesty
kejujuran
Humility
kerendahan hati
Acceptance
Penerimaan
Affection
Kasih sayang
Care
Peduli
Compassion
Belas kasih
Attention
Perhatian
Calm
Ketenangan
Concentration
Konsentrasi
Contentment
Kepuasan
Dignity Care of self
Peduli diri sendiri
Diet
Diet
Hygiene
Kebersihan
Modesty
Kesederhanaan
Self-reliance Benevolence
Kebajikan
Co-operation
Kerjasama
Forbearance
Kesabaran
Forgiveness
Maaf
Good manners
15
15
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
Integrity
integritas
Justice
keadilan
Optimism
optimis
Confessing
penyerahan diri
Dedication
Dedikasi
Devotion
Pengabdian
Empathy
Empati
Forbearance
Kesabaran
Forgiveness
Maaf
Friendship
Persahabatan Kemuliaan
Discipline
Disiplin
Equality
Kesamaan
Gratitude
Kesyukuran
Happiness
Kebahagiaan
Harmony
Harmoni Kemandirian
Care of Possessions
Peduli milik sendiri
Good behavior
Perilaku baik
Politeness
Kesopanan
Courage
Keberanian Prilaku baik
Loyality
Loyalitas
Morality
Moralitas
Brotherhood
Persaudaraan
Sisterhood
Persaudaraan
Citizenship
Kewarga- negaraan
Source: Sri Sathya Values Education Chibber,2006, http:jhv.sagepub.com
Dalam penelitian ini, nilai-nilai cinta yang akan menjadi fokus dan rujukan pada pembahasan selanjutnya. Butir-butir nilai cinta yang terdapat
pada tabel 1.1 antara lain:
acceptance, affection, care, compassion, empathy
dan
friendship
akan menjadi acuan untuk membentuk sikap kebersamaan. Menjadi acuan berarti butir-butir tersebut akan dimasukkan atau dijelaskan
oleh guru dalam proses pembelajaran. Misalnya, peserta didik mampu menunjukkan perilaku yang dapat menerima pendapat yang berbeda
toleransi, mau membantu orang lain peduli, berbagi kesenangan kasih sayang, dan memahami keresahan orang lain empati. Perilaku yang
menunjukkan nilai-nilai cinta akan mengarahkan peserta didik untuk memiliki sifat sikap kebersamaan. Integrasi nilai cinta pada pembelajaran
bahasa Inggris adalah upaya menyisipkan
insert
nilai-nilai cinta pada proses pembelajaran di kelas. Proses integrasi tersebut membutuhkan kemampuan
guru dalam menyampaikan materi sehingga nilai-nilai cinta tersebut sungguh- sungguh hadir. Kemampuan guru tersebut, antara lain, menyangkut
16
16
Clarry Sada, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
kemampuan berkomunikasi yang menarik dan santun. Guru sebagai model dan contoh akan ditiru dan diteladani oleh peserta didik muridnya.
Pada proses pembelajaran bahasa, khususnya pembelajaran Bahasa Inggris, nilai cinta harus menjadi unsur yang diintegrasikan agar peserta didik
memiliki pemahaman akan makna yang lebih mendalam. Nilai cinta bukan hanya sekedar „penghias” dalam proses pembelajaran melainkan menjadi inti
dari pembelajaran itu sendiri. Untuk mencapai pemahaman nilai cinta dalam proses pembelajaran maka nilai-nilai cinta harus dirancang pada program
pengajaran guru. Dengan kata lain, program pengajaran yang dilakukan oleh guru harus memuat nilai-nilai cinta dengan mengintegrasikannya pada
komponen pembelajaran, termasuk diintegrasikan pada silabus dan RPP. Pengintegrasian nilai-nilai cinta pada pembelajaran bahasa akan menjadi
fondasi bagi pembentukan sikap kebersamaan pada peserta didik.
B. Rumusan Masalah