Pertumbuhan dan Hasil Tiga Klon Ubi Jalar Pada Jarak Tanam Yang Berbeda

1 PERTUMBUHANDAN HASILTIGAKLONUBI JALARPADAJARAK TANAM
YANG BERBEDA SKRIPSI OLEH:
WIKKA SASVITA 080301009
AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
Universitas Sumatera Utara

4
ABSTRAK WIKKA SASVITA: Pertumbuhan dan Hasil Tiga Klon Ubi Jalar pada Jarak Tanam yang Berbeda, dibimbing oleh CHAIRANI HANUM dan EDISON PURBA.
Potensi ubi jalar di Kota Binjai cukup tinggi dapat dilihat dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Pemilihan klon ubi merupakan alternatif peningkatan produksi dan mutu ubi jalar di Kota Binjai. Produksi yang tinggi dari ubi jalar tergantung pada bagaimana meningkatan potensi ubi jalar dan metode kultur teknik. Jarak tanam dan variasi klon adalah salah satu alternatif untuk meningkatakan produksi yang tinggi. Penelitian dilakukan untuk membandingkan pertumbuhan dan hasil tiga klon ubi jalar pada jarak tanam yang berbeda di Kelurahan Cengkeh Turi, Binjai dengan ketinggian + 25 m diatas permukaan laut dari bulan Mei - Agustus 2012 menggunakan rancangan acak faktorial 2 faktor. Faktor pertama yaitu klon yang terdiri dari Daya, A82 dan Jago, faktor kedua adalah jarak tanam terdiri dari: 5x100; 15x100; 25x100; 35x100 dan 45x100 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon Daya menghasilkan bobot umbi terbesar pada jarak tanam 45 x 100 cm, klon A82 pada jarak tanam 35 x 100 cm, sedangkan klon Jago pada jarak tanam 25 x 100 cm. Jumlah umbi terbesar terdapat pada klon Daya dengan perlakuan jarak tanam 25 x 100 cm. Bobot rata-rata satu umbi per tanaman, bobot rata-rata satu umbi per plot, panjang umbi per sampel dan lilit umbi per sampel tertinggi terdapat pada jarak tanam 45 x 100 cm. Kata kunci : ubi jalar, klon, jarak tanam.
Universitas Sumatera Utara

5
ABSTRACT WIKKA SASVITA. The Growth and Yield of Three Sweet Potatoes Clones at Different Plant Spacing, guided by CHAIRANI HANUM and EDISON PURBA.
The potential of sweet potato in Binjai high enough to be seen in terms of economic, social and cultural. Selection of sweet potato clone is an alternative to improvement production and quality sweet potato in Binjai. High production of sweet potato depend on how to improve they potency and cultur technique method. The plan spacing and vary of clones were one alternative to increase high production. The objective of this reseach was to study growth and yield of three sweet potatoes clones at different plant spacing at Cengkeh Turi, Binjai with a height of + 25 m above sea level from May - August 2012 using randomized block design of two factors. The first factor was clones were Daya, A82 and Jago, the second factor was spacing such as: 5x100; 15x100; 25x100; 35x100 and 45x100 cm. The results showed that clone Daya produced the greatest weight of tuber spacing of 45 x 100 cm, clone A82 at spacing of 35 x 100 cm, while the clone Jago at spacing of 25 x 100 cm. Greatest number of tuber found in clone Daya by treatment spacing of 25 x 100 cm. The average weight of one tuber per plant, average weight of one tuber per plot, tuber length per sample and tuber girth per sample are highest in the spacing 45 x 100 cm. Key words : sweet potato, clones, plant spacing.
Universitas Sumatera Utara

12

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Potensi ubi jalar di Kota Binjai cukup tinggi dapat dilihat dari segi

ekonomi maupun sosial budaya. Ubi jalar digunakan sebagai bahan pangan

tambahan, industri dan daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak.

Berdasarkan hal tersebut, ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan yang

cukup penting karena memiliki banyak manfaat. Pada Tabel 1 dapat dilihat terjadi

fluktuasi peningkatan produksi dari ubi jalar yang dibudidayakan di daerah

Kota Binjai. Hasil ini memperlihatkan bahwa peningkatan produksi ubi jalar

disebabkan oleh peningkatan luas tanam. Berarti pada budidaya ubi jalar yang

selama ini diterapkan belum menggunakan teknologi yang benar.


Tabel 1. Luas panen dan produksi ubi jalar di Kota Binjai 2001-2011.

Tahun

Luas Panen

Produksi Rata-Rata Produksi

Year Harvest Area Production

Yield Rate

(Ha) (Ton) (Kw/Ha)

(1) (2)

(3)

(4)


1. 2001

55

562 102.81

2. 2002

40

414 103.50

3. 2003

28

301 107.50

4. 2004


40

440 110

5. 2005

28

311 119.61

6. 2006

36

397 110.27

7. 2007

89


846 95.00

8. 2008

93

944 100.00

9. 2009

73

820 112.40

10. 2010

61

678 111.21


11. 2011

82

915 111.58

(Dinas Pertanian Kota Binjai, 2012).

Kendala dan hambatan pada produksi ubi jalar antara lain disebabkan oleh

teknik budidaya, pemilihan jenis, penerapan pola tanam yang kurang tepat dan

proses distribusi hasil panen. Pemilihan klon ubi merupakan alternatif

Universitas Sumatera Utara

13
peningkatan produksi dan mutu ubi jalar di Kota Binjai. Sampai saat ini pada umumnya ubi jalar digunakan sebagai bahan pangan, oleh karenanya mutu tanak, daya hasil dan adaptasi lebih diperhatikan.
Beberapa klon unggul telah dilepas seperti Sari, Beta 1, Antin-1, Daya, A82, Jago dan lain-lain. Untuk peningkatan produktivitas ubi jalar maka diperlukan jenis ubi adaptif yang sesuai dengan biofisik Kota Binjai. Jenis ubi yang digunakan pada penelitian ini adalah klon Daya, A82 dan Jago. Ketiga jenis ini memiliki potensi produksi yang tinggi dan dari beberapa penelitian (Hasibuan, 2011) juga terbukti ketiga klon tersebut memiliki adaptasi yang luas pada dataran rendah. Secara morfologi klon Daya memiliki daging umbi yang berwarna orange, sedangkan A82 memiliki daging umbi yang berwarna ungu yang tersebar secara acak. Klon Jago memiliki daging umbi yang berwarna putih kekuningan. Klon ini adalah salah satu klon ubi yang memiliki kadar beta karoten yang tinggi dibandingkan dengan dua klon lainnya.

Klon Daya merupakan jenis ubi yang memiliki kadar protein 0.8 % dengan warna daging umbi orange dan dapat menghasilkan ubi dengan bobot rata-rata 23 t/ha, rasa yang manis dan biasanya dikonsumsi dengan cara merebus atau membakarnya. Klon A82 merupakan calon klon yang belum diregistrasi, pada saat survey pasar diketahui jenis ini merupakan yang paling banyak diperjual belikan walaupun jenis ini belum diregistrasi. Klon ubi A82 diketahui memiliki bobot yang lebih besar, rasanya yang lebih manis sehingga sangat disukai konsumen. Klon Jago memiliki daging yang berwarna putih kekuningan, rasa ubi yang manis dan enak, kadar protein 1.50 %, beta karotin 84.99 mg/100 g
Universitas Sumatera Utara

14
serta daya hasil 25-30 t/ha. Akan tetapi jenis ini jarang dijumpai (http://balitkabi.litbang.deptan.go.id, 2012).
Produksi ubi jalar sangat tergantung kepada jumlah dan laju asimilat kebagian bawah. Pertumbuhan tajuk memberikan kontribusi bagi pertumbuhan bagian bawah. Akan tetapi jika pertumbuhan tajuk lebih besar akan mengakibatkan ubi menjadi kecil. Oleh karena itu dibutuhkan altenatif jarak tanam yang paling sesuai untuk ketiga jenis klon agar ruang untuk pembentukan umbi cukup. Jarak tanam menentukan kepadatan populasi tanaman. Jarak tanam sempit menciptakan populasi tanaman yang rapat dan sebaliknya. Pada populasi tanaman yang rapat menyebabkan saling menaungi dan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Perbedaan pertumbuhan dan kemampuan berproduksi menyebabkan perbedaan derajat kompetisi sesama individu tanaman (Sembiring, 2009). Penetapan jumlah populasi tanaman per satuan luas atau pengaturan jarak tanam erat hubungannya dengan penyerapan sinar matahari secara efektif oleh tajuk tanaman untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesis. Jarak tanam yang sempit dapat menurunkan produksi karena adanya persaingan unsur hara antar tanaman sehingga diperlukan jarak tanam yang optimum untuk menghasilkan produksi yang maksimum (Singarimbun, 2012). Sehingga diperoleh alternatif yaitu melakukan penelitian dengan perlakuan jarak tanam yang berbeda agar diketahui jarak tanam yang dapat menghasilkan produksi yang optimum. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pertumbuhan dan hasil tiga klon ubi jalar pada jarak tanam yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara

15 Hipotesa Penelitian
Ada perbedaan yang nyata pada pertumbuhan dan hasil tiga klon ubi jalar akibat jarak tanam yang berbeda. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini juga diharapkan berguna untuk pihak-pihak yang berkepentingan di dalam budidaya ubi jalar.
Universitas Sumatera Utara

16
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur hara yang ada dalam tanah, sedangkan akar lumbung berfungsi sebagai tempat untuk menimbun sebagian makanan yang nantinya akan terbentuk umbi. Kedalaman tanah akar tidak lebih dari 45 cm. Biasanya sekitar 15 persen dari seluruh akarnya yang terbentuk akan menebal dan membentuk akar lumbung yang tumbuh agak dangkal. Ukuran umbi meningkat selama daun masih aktif (Sonhaji, 2007).
Kultivar ubi jalar dikelompokkan menjadi dua jenis yang umum yang berwarna kuning-jingga warna yang lembut, lembab dan manis. Ketika dimasak menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis ini sering disebut ‘ubi’. Ubi adalah tanaman yang hanya tumbuh di iklim tropis (Decoteau, 2000).
Tanaman ubi jalar adalah tanaman dikotil termasuk keluarga convolvulaceae yang memiliki dua tipe akar, yaitu akar penyerap hara disebut akar sejati dan akar penyimpan energi hasil fotosintesis yang disebut umbi. Akar serabut dapat tumbuh di kedua sisi tiap ruas pada bagian batang yang bersinggungan dengan tanah (Sarwono, 2005).
Ubi jalar berbatang lunak, berbentuk bulat, dan teras bagian tengah bergabus, batang ubi jalar beruas-ruas dan panjang ruas antara 1-3 cm dan setiap ruas ditumbuhi daun, akar, dan tunas atau cabang. Panjang batang utama beragam tergantung varietasnya, yakni berkisar 2-3 meter untuk varietas ubi jalar merambat

Universitas Sumatera Utara

17
dan 1-2 meter untuk varietas ubi jalar tidak merambat (Juanda dan Cahyono, 2000).
Daun ubi jalar berbentuk bulat, menyerupai jantung (hati) atau seperti jari tangan, tertopang tangkai yang tegak. Tipe daun bervariasi antara rata, berlekuk dangkal dan menjari, ujung daun runcing atau tumpul. Warna daun bervariasi dari hijau tua sampai hijau kekuningan, warna tangkai daun dan tulang daun antara hijau sampai ungu, sesuai warna batangnya (Sarwono, 2005).
Daunnya yang panjang, sederhana, berbentuk hati dan tergantung varietas. Pembuluh yang menonjol di permukaan bunga dan biasanya menunjukkan derajat pigmentasi sebagai batang yang sama (Edmond, dkk, 1975).
Mahkota bunga menyatu berbentuk terompet, berdiameter 3-4 cm, berwarna merah jambu pucat dengan leher terompet kemerahan, ungu pucat atau ungu, menyerupai warna bunga ‘mekar pagi’. Biji terbentuk dalam kapsul, sebanyak 1-4 biji. Biji matang berwarna hitam, bentuknya memipih, keras dan biasanya membutuhkan pengausan (skarifikasi) untuk membantu perkecambahan (Sarwono, 2005).
Buah pada tanaman ubi jalar berkotak tiga. Buah akan tumbuh setelah terjadi penyerbukan. Satu bulan setelah terjadi penyerbukan, buah ubi jalar sudah masak. Di dalam buah banyak berisi biji yang sangat ringan. Biji buah memiliki kulit yang keras. Biji-biji tersebut dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman secara generatif untuk menghasilkan varietas ubi jalar yang baru (Juanda dan Cahyono, 2000).
Tanaman ubi jalar yang sudah berumur kira-kira 3 minggu setelah tanam biasanya sudah membentuk umbi. Bentuk umbi biasanya bulat sampai lonjong
Universitas Sumatera Utara

18
dengan permukaan rata sampai tidak rata. Kulit umbi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan tergantung jenisnya. Struktur kulit umbi bervariasi antara tipis sampai dengan tebal, dan biasanya bergetah, daging umbi berwarna putih, kuning, atau jingga sedikit ungu (Rukmana, 2007).
Struktur umbi: kompleks, berbentuk bulat, halus atau bergerigi, 8-30 cm, permukaan umbi putih, kuning, jingga, merah, ungu, atau cokelat; daging putih, kuning, jingga, merah atau ungu (Tindall, 1983). Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab. Daerah yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah yang bersuhu 21-27oC. Daerah yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari merupakan daerah yang disukai. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering. Di tanah yang kering (tegalan) waktu tanam yang baik untuk tanaman ubi jalar yaitu pada waktu musim hujan, sedang pada tanah sawah waktu tanam yang baik yaitu sesudah tanaman padi dipanen. Tanaman ubi jalar dapat ditanam di daerah dengan curah hujan 500-5000 mm/tahun, optimalnya antara 750-1500 mm/tahun (http://migroplus.com, 2011).
Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 21-270C, yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari, berkelembaban udara (RH) 50%-60%, dengan curah hujan 750mm–1500mm per tahun. Pertumbuhan dan produksi optimal untuk usaha ubi jalar pada musim kering (kemarau) (Rukmana, 2007).
Universitas Sumatera Utara

19
Suhu yang dibutuhkan sekitar 240C sampai 270C dengan lama penyinaran matahari 10 sampai 12 jam sehari. Meskipun demikian tanaman ubi jalar dapat tumbuh sepanjang tahun, asalkan berada di tempat lahan yang terbuka dan tidak tergenang air (Suparman, 2007).

Pemberian air pada tanaman harus mencukupi untuk menjamin hasil yang bermutu tinggi. Bila selama masa pertumbuhan curah hujan tidak mencukupi, pengairan perlu dilakukan. Hal ini merupakan keadaan yang kritis, terutama untuk budidaya sayuran yang kekurangan lembab dalam tanah selama beberapa hari saja dapat berakibat buruk bagi tanaman sayuran. Sebaliknya, curah hujan berlebihan pun menimbulkan kerugian-kerugian. Kehilangan hasil yang sangat besar akan terjadi, bila ubi jalar dipanen setelah mengalami masa dingin dan basah yang panjang, meskipun langsung diawetkan (Pantastico, 1986). Tanah
Tanaman ubi jalar tidak tahan terhadap genangan air, tanah yang becek atau berdrainase buruk akan mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil, daun menguning dan umbi membusuk. Tanaman ubi jalar dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) 4,5-7,5, tetapi yang optimal untuk pertumbuhan umbi pada pH 5,5-7. Sewaktu muda tanaman membutuhkan kelembaban tanah yang cukup (Sarwono, 2005).
Sifat fisik tanah yang baik mempengaruh peningkatan peredaran oksigen, oksigen yang tersedia di dalam tanah mendukung aktivitas mikroorganisme didalam tanah. Sifat fisik tanah yang gembur memudahkan perakaran tanaman berkembang dengan baik sehingga pertumbuhan tanaman pun menjadi baik pula. Tanaman ubi jalar yang tumbuh dengan baik akan menghasilkan umbi
Universitas Sumatera Utara

20
yang banyak, bentuknya bagus dan permukaan umbi yang rata (Juanda dan Cahyono, 2000).
Tanah yang baik bagi ubi jalar ialah tanah pasir campur lempung yang gembur dan tak mengandung banyak air. Pada tanah yang terlalu subur, ubi jalar mempunyai banyak daun dan batang, sedang ubinya sedikit atau tidak ada sama sekali. Juga pada tanah yang terlalu banyak air, akan menyebabkan ubi menjadi busuk (Soemartono, 1983).
Daerah harus berdrainase baik, sebaiknya pasir atau lempung berpasir, untuk perkembangan akar yang baik. Jika drainase buruk, tanaman harus dibumbun. Tanah harus dibajak untuk menghilangkan gumpalan dan batu yang dapat menghambat pembentukan akar (Acquaah, 1999). Jarak Tanam
Pengaturan jarak tanam berpengaruh terhadap besarnya intensitas cahaya dan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman. Semakin lebar jarak tanam, semakin besar intensitas cahaya dan semakin banyak ketersediaan unsur hara bagi individu tanaman, karena jumlah tanaman lebih sedikit. Sebaliknya semakin rapat jarak tanam semakin banyak jumlah tanaman dan persaingan semakin ketat. Jarak tanam yang lebar jumlah tanaman lebih sedikit, sehingga persaingan unsur hara lebih kecil. Di samping itu jarak tanam yang lebar keterbukaan tajuk lebih besar, sehingga jumlah cahaya matahari yang diserap untuk proses fotosintesis bagi tanaman lebih banyak (Mawazin dan Suhaendi, 2008).
Pada jarak tanam yang rapat persaingan antar tanaman dalam penggunaan cahaya, air, unsur hara dan ruang lebih tinggi. Semakin rapat
Universitas Sumatera Utara

21
jarak tanam maka makin rendah hasil umbi segar per tanaman dan jumlah umbi per tanaman (Sumarni, dkk, 2012).
Jarak tanam akan mempengaruhi pertumbuhan kanopi tanaman, sehingga akan mempengaruhi besarnya cahaya matahari yang diterima oleh tanaman. Daun-daun dari setiap tanaman saling tumpang tindih, sehingga menutup ruang antar setiap tanaman. Daun tanaman yang saling tumpang tindih akan mengakibatkan tanaman tidak menerima cahaya matahari secara maksimal. Keadaan ini mengakibatkan fotosintesis berlangsung kurang optimal, karena fotosintesis sangat memerlukan cahaya dan proses tersebut hanya berlangsung di siang hari. Dengan fotosintesis yang kurang optimal, maka pertumbuhan tanaman juga akan terhambat, karena pertumbuhan tanaman berlangsung didasarkan pada jumlah fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman (Noverita, 2005).
Hasil umbi tertinggi diperoleh pada jarak tanam terkecil dan hasil umbi terendah diperoleh pada jarak tanam terbesar. Hasil umbi per hektar menurun dengan jarak tanam yang meningkat. Jarak tanam terbesar memberikan jumlah umbi tertinggi per tanaman, yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan jumlah umbi per tanaman yang diperoleh dari jarak tanam yang biasa digunakan (Zamil, dkk, 2010).
Pada perlakuan jarak tanam menunjukkan bahwa peningkatan bobot umbi per tanaman dengan semakin lebarnya jarak tanam, namun tidak demikian dengan bobot umbi per petaknya. Hal ini karena bobot umbi per petak selain dipengaruhi oleh bobot umbi per tanaman juga dipengaruhi oleh jumlah populasinya, dimana pada jarak tanam yang rapat populasi lebih banyak (Sumpena dan Irni, 2005).
Universitas Sumatera Utara


22
Jarak tanam akan mempengaruhi populasi tanaman dan keefisienan penggunaan cahaya, juga mempengaruhi kompetisi antara tanaman dalam menggunakan air dan unsur hara yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil (Sutiyono, 2007).
Pada jarak tanam yang lebih rapat terjadi persaingan untuk mendapatkan cahaya matahari, unsur hara dan air, sementara pada jarak tanam yang lebih renggang persaingan itu tidak terjadi sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman dapat maksimal (Zulkarnain, 2005).
Jarak tanam yang rapat akan menimbulkan persaingan yang tinggi dalam pengambilan unsur hara, air dan juga persaingan sinar matahari sehingga perlu diperhatikan penggunaan jarak tanam yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. (Afrida, 2005).
Semakin lebar jarak tanam yang digunakan menyebabkan kecilnya persaingan antar tanaman dalam memperoleh hara mineral dan cahaya matahari karena pada masa perkembangan, akar tanaman dalam menyerap hara tidak terjadi persaingan, begitu juga dengan tajuk antar tanaman. Selain itu juga dipengaruhi oleh populasi tanaman yang tidak rapat sehingga pertumbuhan vegetatifnya lebih baik (Yetti dan Ardian, 2010).
Makin rapat jarak tanam maka dalam pengambilan unsur hara dan sinar matahari terjadi persaingan. Bila umbi yang dihasilkan terlalu banyak maka tanaman tidak dapat menghasilkan umbi yang besar, atau hanya menghasilkan umbi yang kecil-kecil (Sutapradja, 2008).
Universitas Sumatera Utara

23
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Cengkeh Turi, Binjai dengan ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah Entisol yang mengandung bahan organik, pasir, debu, liat dan pH masing-masing sebanyak 0.85%, 46.56%, 18.00%, 35.44% dan 5.34. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setek pucuk ubi jalar klon Daya, A82, dan Jago yang diperoleh dari perkampungan warga Kota Binjai dengan panjang stek ± 25 cm, pupuk kandang, dolomit, pupuk Urea, TSP, KCl, insektisida Matador 25 EC dan fungisida Score 250 EC.
Alat yang digunakan adalah cangkul, meteran, knapsack dan timbangan. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, yaitu: Faktor 1: Klon (K) terdiri dari tiga jenis, yaitu:
K1 = Daya K2 = A82 K3 = Jago Faktor II: Jarak Tanam (J) terdiri dari lima jenis, yaitu: J1 = 5 x 100 cm J2 = 15 x 100 cm J3 = 25 x 100 cm
Universitas Sumatera Utara

24

J4 = 35 x 100 cm J5 = 45 x 100 cm Sehingga diperoleh 15 kombinasi sebagai berikut:


K1J1

K1J2

K2J1

K2J2

K3J1

K3J2

Jumlah ulangan

K1J3 K2J3 K3J3

K1J4 K2J4 K3J4 :3

K1J5 K2J5 K3J5

Jumlah bedengan (plot)

: 15

Jumlah bedengan seluruhnya

: 45

Panjang bedengan

: 300 cm

Lebar bedengan

: 50 cm

Jarak antar bedengan

: 100 cm

Jarak antar blok

: 50 cm

Jumlah tanaman per bedengan

: J1= 60 setek J2= 20 setek J3= 12 setek J4= 8 setek J5= 6 setek

Jumlah sampel per bedengan

:3

Jumlah sampel seluruhnya

: 135

Jumlah tanaman seluruhnya

: 954

Model Analisis

Dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model

linier sebagai berikut:

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

Universitas Sumatera Utara

25 Dimana: i : 1, 2, 3 (ulangan) j : 1, 2, 3 (klon) k : 1, 2, 3, 4, 5 (jarak tanam) Yijk : Hasil pengamatan untuk blok ke-i dengan klon ke-j dan jarak tanam ke-k µ : Nilai tengah perlakuan ρi : Pengaruh blok pada taraf ke-i αj : Pengaruh klon pada taraf ke-j βk : Pengaruh perlakuan jarak tanam pada taraf ke-k (αβ)jk : Pengaruh interaksi antara klon pada taraf ke-j dan jarak tanam pada taraf
ke-k εijk : Galat perlakuan pada blok ke-i yang mendapat perlakuan klon pada taraf
ke-j , perlakuan jarak tanam pada taraf ke-k. Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan yaitu uji Duncan dengan taraf 5%.
Universitas Sumatera Utara

26
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Areal
Lahan dibersihkan dari rumput-rumput liar (gulma) dengan menggunakan cangkul, kemudian tanah diolah dengan cangkul sedalam ± 30 cm hingga gembur sambil membenamkan rumput-rumput liar. Tanah dibiarkan selama satu minggu. Pembuatan Bedengan
Pembuatan bedengan dilakukan pada saat setelah dilakukan persiapan areal. Dibuat bedengan dengan panjang 300 cm, lebar 50 cm, tinggi ± 30 cm, jarak antar bedengan 100 cm dan jarak antar blok 50 cm. Persiapan Bahan Tanaman
Setek diperoleh dari perkampungan warga Kota Binjai. Panjang setek pucuk adalah ± 25 cm. Jumlah bibit satu setek per lubang tanam. Setek diambil satu hari sebelum penanaman. Penanaman
Bedengan yang sudah disiapkan untuk penanaman dibuat lubang sedalam ± 10 cm dengan jarak tanam sesuai perlakuan. Penanaman setek dilakukan secara miring (100) dengan dua ruas dibenamkan ke dalam tanah. Kemudian tanah dipadatkan dekat dengan pangkal setek. Penanaman dilakukan pada pagi hari untuk menghindari penguapan yang berlebihan. Pemeliharaan Tanaman Pemupukan
Pemupukan dilakukan setelah dilakukan penanaman dan saat 45 HST. Dosis pupuk mengacu kepada rekomendasi Badan Litbang Pertanian, Deptan yaitu 45-90 kg N/ha (100-200 kg urea/ha) ditambah 25 kg P2O5/ha
Universitas Sumatera Utara

27
(50 kg TSP/ha) ditambah 50 kg K2O/ha (100 kg KCl/ha) (http://pangan.litbang.deptan.go.id, 2011) (Lampiran.4). Pupuk dimasukkan dalam larikan sedalam ± 10 cm, pupuk urea dan KCl dicampur sedangkan pupuk TSP tidak, kemudian tanah ditutup kembali. Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang ada disekitar tanaman dengan cara mencabut gulma dan dilakukan berdasarkan pengamatan adanya gulma. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan berdasarkan pengamatan adanya umbi yang muncul dipermukaan tanah dengan cara menimbun umbi tersebut dengan tanah hingga umbi tidak terlihat lagi. Pembalikan batang
Pembalikan batang dilakukan berdasarkan pengamatan adanya akar yang tumbuh pada ruas-ruas batang sampai 15 MST. Pembalikan batang ini bertujuan untuk menghindari pembentukan umbi ukuran kecil dan banyak pada ruas batang yang menjalar. Pengendalian Hama dan Penyakit
Untuk pengendalian hama digunakan insektisida lamda sihalotrin 25 g/l (Matador 25 EC) dengan dosis 15 cc/l air dan pengendalian penyakit digunakan fungisida difenokonazol 250 g/l (Score 250 EC) dengan dosis 15 cc/l air. Panen
Pemanenan dilakukan ketika tanaman berumur 16 MST dengan kriteria panen warna daun mulai menguning dan rontok. Pemanenan dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara

28
cara menggali guludan dengan cangkul, lalu ubi jalar dibersihkan dari tanah yang menempel dengan cara menyiram. Pengamatan Parameter Pertambahan Panjang Tanaman
Pertambahan panjang tanaman yaitu selisih antara data pengamatan 10 MST dikurangi dengan data pengamatan 1 MST. Tanaman diukur dari pangkal batang hingga ujung yang diluruskan. Bobot Umbi Per Tanaman
Bobot umbi ditentukan berdasarkan bobot segar umbi tiap tanaman dan dilakukan setelah panen. Jumlah Umbi Per Tanaman
Umbi yang dihitung adalah umbi yang terbentuk pada akar batang utama (setiap akar yang sudah membentuk umbi) sedangkan umbi yang terbentuk pada batang yang menjalar tidak termasuk karena umbi yang dihasilkan berukuran kecil. Panjang Umbi Per Sampel
Panjang umbi diukur dari pangkal umbi sampai ujung umbi menggunakan penggaris dan dilakukan setelah panen. Panjang umbi yang diukur adalah panjang masing-masing umbi dari seluruh umbi yang dihasilkan tanaman sampel. Lilit Umbi Per Sampel
Lilit umbi per sampel diukur setelah panen dengan menggunakan meteran, pada bagian yang memiliki diameter umbi paling besar. Lilit umbi yang diukur adalah lilit masing-masing umbi dari seluruh umbi yang dihasilkan tanaman sampel.
Universitas Sumatera Utara

29 Bobot Umbi Per Plot
Bobot umbi dihitung berdasarkan bobot segar umbi tiap plot dan dilakukan satu hari setelah panen. Jumlah Umbi Per Plot
Jumlah umbi yang dihitung adalah seluruh umbi per plot yang terbentuk pada akar batang utama dan dilakukan satu hari setelah panen. Rataan Bobot Satu Umbi Per Tanaman dan Rataan Bobot Satu Umbi Per Plot
Rataan bobot satu umbi per tanaman dan rataan bobot satu umbi per plot dihitung dengan rumus sebagai berikut:
bobot umbi per tanaman Rataan bobot satu umbi per tanaman = ———————————
jumlah umbi per tanaman bobot umbi per plot Rataan bobot satu umbi per plot = ————————— jumlah umbi per plot
Universitas Sumatera Utara

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertambahan Panjang Tanaman

Hasil analisis sidik ragam dari pertambahan panjang tanaman pada umur

10 MST dapat dilihat pada Lampiran 6. Masing-masing klon memiliki respon

yang berbeda terhadap pertambahan panjang tanaman. Perlakuan jarak tanam dan

interaksi antara klon dan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap pertambahan

panjang tanaman umur 10 MST dan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertambahan panjang tanaman tiga klon ubi jalar pada jarak tanam yang

berbeda umur 10 MST.

Jarak Tanam

Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

Rataan K3 (Jago)

...........................................cm..............................................

J1 (5 x 100)

062.80f

084.22d-f

63.23f

070.09

J2 (15 x 100)

131.12a-c

062.96f

64.78f

086.29

J3 (25 x 100)

117.23b-d

097.47c-f

81.23d-f 098.64

J4 (35 x 100)

163.11a

124.81bc

80.44ef

122.79

J5 (45 x 100)

142.18ab

113.22b-e

74.04f

109.81

Rataan

123.29

096.54

72.75

097.52

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Klon Daya memiliki pertambahan panjang tanaman tertinggi pada jarak

tanam 35 x 100 cm. Klon A82 memiliki pertambahan panjang tanaman tertinggi

pada jarak tanam 35 x 100 cm. Klon Jago memiliki pertambahan panjang tanaman

tertinggi pada jarak tanam 25 x 100 cm.

Bobot Umbi Per Tanaman

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari bobot umbi per tanaman

diketahui bahwa interaksi antara klon dan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap

parameter bobot umbi per tanaman (Lampiran 7). Hasil uji beda rataan bobot

umbi per tanaman dapat dilihat pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

31

Tabel 3. Bobot umbi per tanaman dari tiga klon ubi jalar pada jarak tanam yang

berbeda.

Jarak Tanam

Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

Rataan K3 (Jago)

.............................................g...............................................

J1 (5 x 100)

181.11ef

143.33f

155.56f

160.00

J2 (15 x 100)

220.00ef

224.23d-f

245.00c-f 229.74

J3 (25 x 100)

610.00b

286.67c-f

442.22bc 446.30

J4 (35 x 100)

440.00b-d

592.22b

384.44c-e 472.22

J5 (45 x 100)

893.89a

448.89bc

306.11c-f 549.63

Rataan

469.00

339.07

306.67

371.58

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Bobot umbi per tanaman tertinggi dengan perlakuan jarak tanam diperoleh

pada klon Daya dengan jarak tanam 45 x 100 cm sebesar 893.89 g (Tabel 3).

Jumlah Umbi Per Tanaman

Interaksi perlakuan jarak tanam pada klon ubi jalar menunjukkan pengaruh

yang nyata (Lampiran 8).

Tabel 4. Jumlah umbi per tanaman dari tiga klon ubi jalar pada jarak tanam yang

berbeda.

Jarak Tanam

Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

Rataan K3 (Jago)

...................................jumlah umbi...................................

J1 (5 x 100)

2.22cd

2.33cd

2.33cd

2.30

J2 (15 x 100)

1.78d

3.57a-c

2.22cd

2.52

J3 (25 x 100)

4.56a

2.44cd

2.78b-d

3.26

J4 (35 x 100)

3.00a-d

2.78b-d

2.67b-d

2.81

J5 (45 x 100)

4.11ab

2.22cd

2.00cd

2.78

Rataan

3.13

2.67

2.40 2.73

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Jumlah umbi per tanaman tertinggi diperoleh klon Daya pada jarak tanam

25 x 100 cm (4.56 jumlah umbi) (Tabel 4).

Rataan Bobot Satu Umbi Per Tanaman

Data analisis sidik ragam dari bobot satu umbi per tanaman dapat dilihat

pada Lampiran 9. Masing-masing klon tidak memiliki respon yang berbeda

Universitas Sumatera Utara

32

terhadap bobot satu umbi per tanaman, sedangkan perlakuan jarak tanam

berpengaruh nyata. Interaksi antara klon dan jarak tanam berpengaruh tidak nyata

terhadap rataan bobot satu umbi per tanaman (Tabel 5).

Tabel 5. Bobot satu umbi per tanaman dari tiga klon ubi jalar pada jarak tanam

yang berbeda

Jarak Tanam

Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

Rataan K3 (Jago)

...............................................g….............................................

J1 (5 x 100)

092.50

064.00

062.31

072.94c

J2 (15 x 100)

131.30

114.88

103.70

116.63bc

J3 (25 x 100)

137.92

133.13

172.96

148.00ab

J4 (35 x 100)

154.54

229.19

153.93

179.22a

J5 (45 x 100)

243.67

204.07

130.56

192.77a

Rataan

151.98

149.05

124.69

141.91

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Perlakuan jarak tanam 45 x 100 cm menghasilkan bobot satu umbi per

tanaman tertinggi yaitu 192.77 g (Tabel 5).

Panjang Umbi Per Sampel

Masing-masing klon memiliki respon yang berbeda terhadap panjang umbi

per sampel, perlakuan jarak tanam menunjukkan pengaruh nyata terhadap panjang

umbi per sampel, tetapi interaksi antara klon dan jarak tanam berpengaruh tidak

nyata terhadap panjang umbi per sampel dapat dilihat tabel analisis sidik ragam

pada Lampiran 10. Hasil uji beda rataan panjang umbi per sampel dapat dilihat

pada Tabel 6.

Universitas Sumatera Utara

33

Tabel 6. Panjang umbi per sampel dari tiga klon ubi jalar pada jarak tanam yang

berbeda.

Jarak Tanam

Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

Rataan K3 (Jago)

..............................................cm.............................................

J1 (5 x 100)

10.27

12.57

09.35

10.73bc

J2 (15 x 100)

10.43

10.17

11.16

10.59c

J3 (25 x 100)

11.09

13.52

13.49

12.70ab

J4 (35 x 100)

11.34

15.57

13.25

13.39a

J5 (45 x 100)

12.96

15.08

12.21

13.42a

Rataan

11.22b

13.38a

11.89b

12.16

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Hasil pada Tabel 6 menunjukkan bahwa panjang umbi per sampel tertinggi

diperoleh pada klon A82 sebesar 13.38 cm dan perlakuan jarak tanam

45 x 100 cm sebesar 13.42 cm.

Lilit Umbi Per Sampel

Hasil analisis sidik ragam dari lilit umbi per sampel dapat dilihat pada

Lampiran 11 yang menunjukkan masing-masing klon memiliki respon yang

berbeda terhadap lilit umbi per sampel, jarak tanam berpengaruh nyata terhadap

lilit umbi per sampel, tetapi interaksi diantara keduanya berpengaruh tidak nyata.

Hasil uji beda rataan lilit umbi per sampel dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Lilit umbi per sampel dari tiga klon ubi jalar pada jarak tanam yang

berbeda.

Jarak Tanam

Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

Rataan K3 (Jago)

..............................................cm….........................................

J1 (5 x 100)

16.15

11.22

12.47

13.28c

J2 (15 x 100)

18.08

13.44

14.89

15.47bc

J3 (25 x 100)

17.47

15.25

16.09

16.27ab

J4 (35 x 100)

18.79

17.88

15.79

17.49ab

J5 (45 x 100)

20.85

17.64

15.47

17.99a

Rataan

18.27a

15.09b

14.94b

16.10

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Universitas Sumatera Utara

34

Lilit umbi per sampel tertinggi diperoleh pada klon Daya sebesar

18.27 cm dan perlakuan jarak tanam 45 x 100 cm sebesar 17.99 cm (Tabel 7).

Bobot Umbi Per Plot

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari bobot umbi per plot dapat

dilihat pada Lampiran 12. Interaksi antara klon dan jarak tanam berpengaruh

nyata terhadap bobot umbi per plot (300 cm x 50 cm) dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot umbi per plot (300 cm x 50 cm) dari tiga klon ubi jalar pada jarak

tanam yang berbeda.

Jarak Tanam

Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

Rataan K3 (Jago)

..................................................kg............................................

J1 (5 x 100)

7.22ab

3.32de

5.29b-d

5.28

J2 (15 x 100)

2.67e

5.33b-d

4.11c-e

4.04

J3 (25 x 100)

8.20a

2.74e

4.93b-e

5.29

J4 (35 x 100)

3.22de

4.29c-e

3.64c-e

3.72

J5 (45 x 100)

5.80bc

3.20de

2.59e

3.86

Rataan

5.42

3.78

4.11 4.44

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Hasil pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa pada bobot umbi per plot

(300 cm x 50 cm), klon Daya dengan jarak tanam 25 x 100 cm menghasilkan

bobot umbi tertinggi sebesar 8.20 kg.

Tabel 9. Bobot umbi per hektar (ton/Ha) dari tiga klon ubi jalar pada jarak tanam

yang berbeda.

Jarak Tanam Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

K3 (Jago)

Rataan

.................................................ton................................................

J1 (5 x 100) 20.23

9.30

14.81

14.78

J2 (15 x 100) 7.48

14.91

11.51

11.30

J3 (25 x 100) 22.95

7.67

13.81

14.81

J4 (35 x 100) 9.02

12.02

10.18

10.41

J5 (45 x 100) 16.23

8.95

7.25

10.81

Rataan

15.18

10.57

11.51

12.42

Bobot umbi per hektar tertinggi pada klon Daya dengan jarak tanam

25 x 100 cm sebesar 22.95 ton/Ha (Tabel 9).

Universitas Sumatera Utara

35

Jumlah Umbi Per Plot

Interaksi antara klon dan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah

umbi per plot dapat dilihat dari tabel hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 13.

Hasil uji beda rataan jumlah umbi per plot dari tiga klon ubi jalar pada jarak

tanam yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah umbi per plot dari tiga klon ubi jalar pada jarak tanam yang

berbeda.

Jarak Tanam

Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

Rataan K3 (Jago)

......................................jumlah umbi..................................

J1 (5 x 100)

90.67a

59.33bc

64.33b

71.44

J2 (15 x 100)

26.67e-g

40.00de

32.67d-f

33.11

J3 (25 x 100)

46.67cd

22.67e-g

29.00e-g 32.78

J4 (35 x 100)

21.33fg

20.00fg

21.33fg

20.89

J5 (45 x 100)

31.00d-f

15.67fg

11.67g

19.44

Rataan

43.27

31.53

31.80

35.53

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Tabel 10 menunjukkan jumlah umbi per plot tertinggi diperoleh pada

interaksi K1J1 (90.67 jumlah umbi).

Rataan Bobot Satu Umbi Per Plot

Data analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 14, yang

menunjukkan masing-masing klon tidak memiliki respon yang berbeda terhadap

rataan bobot satu umbi per plot, perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata

terhadap bobot satu umbi per plot, tetapi interaksi diantara keduanya berpengaruh

tidak nyata. Hasil uji beda rataan bobot satu umbi per plot dari tiga klon ubi jalar

pada jarak tanam yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 11.

Universitas Sumatera Utara

36

Tabel 11. Bobot satu umbi per plot dari tiga klon ubi jalar pada jarak tanam yang

berbeda.

Jarak Tanam

Klon K1 (Daya)

K2 (A82)

Rataan K3 (Jago)

.................................................g…...........................................

J1 (5 x 100)

82.56

55.99

79.65

72.73c

J2 (15 x 100)

94.28

133.05

127.21

118.18bc

J3 (25 x 100)

177.64

124.46

171.01

157.71ab

J4 (35 x 100)

151.78

225.66

169.11

182.18a

J5 (45 x 100)

224.03

208.85

177.43

203.44a

Rataan

146.06

149.60

144.88

146.85

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa bobot satu umbi per plot tertinggi

diperoleh pada jarak tanam 45 x 100 cm sebesar 203.44 g dan terendah pada

perlakuan jarak tanam 5 x 100 cm sebesar 72,73 g.

Pembahasan

Secara umum jarak tanam 35 x 100 cm menghasilkan pertambahan

panjang tanaman tertinggi karena jarak tanam tersebut memberi ruang yang cukup

untuk pertumbuhan tanaman. Pemanfaatan sinar matahari yang optimal untuk

proses fotosintesis berguna untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman sehingga

pada jarak tanam 35 x 100 cm mampu menghasilkan pertambahan panjang

tanaman tertinggi. Menurut Yetti dan Ardian (2010) yang melakukan penelitian

pada padi, semakin lebar jarak tanam yang digunakan menyebabkan kecilnya

persaingan antar tanaman dalam memperoleh hara mineral dan cahaya matahari

karena pada masa perkembangan, akar tanaman dalam menyerap hara tidak terjadi

persaingan, begitu juga dengan tajuk antar tanaman. Selain itu juga dipengaruhi

oleh populasi tanaman yang tidak rapat sehingga pertumbuhan vegetatifnya lebih

baik.

Universitas Sumatera Utara

37
Parameter bobot umbi per tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan jarak tanam 45 x 100 cm. Jarak tanam tersebut memiliki jumlah tanaman yang lebih sedikit, tetapi dapat menghasilkan bobot umbi yang besar dibandingkan jarak tanam yang rapat, jarak tanam mempengaruhi tingkat persaingan antar tanaman dalam proses pengambilan unsur hara, air, oksigen dan cahaya matahari. Menurut Mawazin dan Suhaendi (2008) yang melakukan penelitian pada meranti, pengaturan jarak tanam berpengaruh terhadap besarnya intensitas cahaya dan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman. Semakin lebar jarak tanam, semakin besar intensitas cahaya dan semakin banyak ketersediaan unsur hara bagi individu tanaman, karena jumlah tanaman lebih sedikit.
Dari hasil penelitian diperoleh data jumlah umbi per tanaman tertinggi pada klon Daya dengan jarak tanam 25 x 100 cm dan ini sesuai dengan jarak tanam yang umum digunakan di daerah Kota Binjai yaitu 20 - 25 cm x 100 cm. Jarak tanam tersebut merupakan jarak tanam yang optimum dalam budidaya ubi jalar sehingga pada satu tanaman dapat menghasilkan jumlah umbi yang banyak dan produktivitas yang tinggi, dengan pemanfaatan lahan yang cukup optimal sehingga tidak terjadi kompetisi antar tanaman dan di dalam tanah. Menurut Afrida (2005) yang melakukan penelitian pada bawang merah, jarak tanam yang rapat akan menimbulkan persaingan yang tinggi dalam pengambilan unsur hara, air dan juga persaingan sinar matahari sehingga perlu diperhatikan penggunaan jarak tanam yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Perlakuan jarak tanam 45 x 100 cm menghasilkan bobot satu umbi per tanaman tertinggi. Hal ini diduga dipengaruhi oleh jarak tanam yang renggang (45 x 100 cm), daun-daun tanaman tidak saling tumpang tindih sehingga
Universitas Sumatera Utara

38
berpengaruh pada proses fotosintesis. Fotosintat yang disalurkan kebagian bawah tanaman menyebabkan umbi yang dihasilkan memiliki bobot per tanaman tertinggi. Hal ini sesuai dengan Noverita (2005) yang melakukan penelitian pada baby kaylan, jarak tanam akan mempengaruhi pertumbuhan kanopi tanaman, sehingga akan mempengaruhi besarnya cahaya matahari yang diterima oleh tanaman. Daun tanaman yang saling tumpang tindih akan mengakibatkan tanaman tidak menerima cahaya matahari secara maksimal. Keadaan ini mengakibatkan fotosintesis berlangsung kurang optimal, karena fotosintesis sangat memerlukan cahaya sehingga pertumbuhan tanaman juga akan terhambat karena pertumbuhan tanaman berlangsung didasarkan pada jumlah fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman.
Panjang umbi per sampel tertinggi diperoleh pada klon A82, sedangkan perlakuan jarak tanam terdapat pada 45 x 100 cm. Hal ini diduga bahwa jarak tanam yang renggang (45 x 100 cm) menghasilkan umbi yang panjang karena pada jarak tanam tersebut kemungkinan tidak terjadi kompetisi yang mempengaruhi fotosintesis, umbi yang terbentuk dari akumulasi fotosintat mengakibatkan umbi berukuran panjang. Menurut Sutiyono (2007) yang melakukan penelitian pada bambu tutul, jarak tanam akan mempengaruhi populasi tanaman dan keefisienan penggunaan cahaya, juga mempengaruhi kompetisi antara tanaman dalam menggunakan air dan unsur hara yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil. Menurut Sumarni, dkk (2012) yang melakukan penelitian pada bawang merah, pada jarak tanam yang rapat persaingan antar tanaman dalam penggunaan cahaya, air, unsur hara dan ruang lebih tinggi. Semakin rapat jarak tanam maka makin rendah hasil umbi segar per tanaman.
Universitas Sumatera Utara

39
Data tertinggi lilit umbi per sampel terdapat pada klon Daya sedangkan perlakuan jarak tanam terdapat pada 45 x 100 cm. Pada jarak tanam tersebut umbi yang dihasilkan memiliki ukuran yang besar sehingga diduga berpengaruh terhadap parameter lilit umbi per sampel. Pada jarak tanam yang rapat kanopi memiliki bentuk yang tidak sempurna dan ini mempengaruhi hasil fotosintesis yang disalurkan kebagian bawah sehingga umbi yang dihasilkan berukuran kecil dan ini mempengaruhi lilit umbi. Makin rapat jarak tanam maka dalam pengambilan unsur hara dan sinar matahari terjadi persaingan. Bila umbi yang dihasilkan terlalu banyak maka tanaman tidak dapat menghasilkan umbi yang besar, atau hanya menghasilkan umbi yang kecil-kecil (Sutapradja, 2008 yang melakukan penelitian pada kentang) dan ini mempengaruhi dalam perhitungan parameter lilit umbi per sampel.
Klon Daya dengan jarak tanam 25 x 100 cm menghasilkan bobot umbi per plot (300 cm x 50 cm) tertinggi. Kriteria umbi yang diinginkan konsumen yaitu berukuran sedang, muda dan memiliki potensi hasil yang besar. Jika dikonversi ke hektar, daya hasil klon Daya dengan metode jarak tanam 25 x 100 cm mengalami penurunan sebesar 0.05 ton/Ha atau sekitar 0.2 %. Semakin lebar jarak tanam menunjukkan peningkatan bobot umbi per tanaman, namun tidak demikian dengan bobot umbi per petaknya. Hal ini karena bobot umbi per petak selain dipengaruhi oleh bobot umbi per tanaman juga dipengaruhi oleh jumlah populasinya, dimana pada jarak tanam yang rapat populasi lebih banyak (Sumpena dan Irni, 2005 yang melakukan penelitian pada wortel). Pada penelitian ini perlakuan jarak tanam 25 x 100 cm menghasilkan bobot umbi per plot tertinggi, tetapi tidak untuk parameter bobot umbi per tanaman.
Universitas Sumatera Utara

40
Jumlah umbi per plot tertinggi yaitu pada klon Daya dengan perlakuan jarak tanam 5 x 100 cm. Jarak tanam terkecil menghasilkan jumlah populasi yang besar per plot karena bibit ubi ditanam rapat sehingga diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil umbi per plot, tetapi tidak untuk per tanaman. Menurut Zamil, dkk (2010) yang melakukan penelitian pada kentang, hasil umbi tertinggi diperoleh pada jarak tanam terkecil dan hasil umbi terendah diperoleh pada jarak tanam terbesar. Hasil umbi per hektar menurun dengan jarak tanam yang meningkat. Jarak tanam terbesar memberikan jumlah umbi tertinggi per tanaman, yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan jumlah umbi per tanaman yang diperoleh dari jarak tanam yang biasa digunakan.
Bobot satu umbi per plot tertinggi diperoleh pada jarak tanam 45 x 100 cm sedangkan yang terendah pada jarak tanam 5 x 100 cm. Jarak tanam yang renggang (45 x 100 cm) diduga tidak terjadi kompetisi antar tanaman dalam hal memperoleh unsur hara, air, oksigen, cahaya matahari. Menurut Zulkarnain (2005) yang melakukan penelitian pada jagung, pada jarak tanam yang lebih rapat terjadi persaingan untuk mendapatkan cahaya matahari, unsur hara dan air, sementara pada jarak tanam yang lebih renggang persaingan itu tidak terjadi sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman dapat maksimal.
Universitas Sumatera Utara

41
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Klon Daya memiliki pertambahan panjang tanaman tertinggi sebesar
163.11 cm pada jarak tanam 35 x 100 cm, klon A82 unggul pada jarak tanam 35 x 100 cm (124.81 cm). Berbeda dengan klon Jago yang unggul pada jarak tanam 25 x 100 cm (81.23 cm). 2. Klon Daya menghasilkan bobot umbi per tanaman tertinggi pada jarak tanam 45 x 100 cm sebesar 893.89 g, sedangkan klon A82 pada jarak tanam 35 x 100 cm sebesar 592.22 g. Klon Jago unggul pada jarak tanam 25 x 100 cm sebesar 442.22 g. 3. Perlakuan jarak tanam 25 x 100 cm menghasilkan jumlah umbi per tanaman tertinggi pada klon Daya (4.56 jumlah umbi), jarak tanam 15 x 100 cm unggul pada klon A82 (3.57 jumlah umbi), sedangkan jarak tanam 25 x 100 cm pada klon Jago (2.78 jumlah umbi). 4. Rata-rata bobot satu umbi per tanaman, rata-rata bobot satu umbi per plot, panjang umbi per sampel dan lilit umbi per sampel tertinggi terdapat pada jarak tanam 45 x 100 cm. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini jarak tanam optimal untuk pertumbuhan dan hasil ubi jalar terdapat pada 25 x 100 cm untuk klon Daya, 15 x 100 cm untuk klon A82 dan 5 x 100 cm untuk klon Jago.
Universitas Sumatera Utara

42

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah, G. 1999. Horticulture Principles And Practices. Prentice Hall, New Jersey.
Afrida, E. 2005. Efektifitas Penggunaan Pupuk Organik A32 Dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Varietas Brebes. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian, Vol.3(1).

Decoteau, D.R. 2000. Vegetable Crops. Prentice-Hall, Inc, New Jersey.

Dinas Pertanian Kota Binjai, 2012. Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar Di Kota Binjai 2001-2011.

Edmond, J.B., T.L. Senn, F.S. Andrews, R.G. Halfacre. 1975. Fundamentals of Horticulture, Fourth Edition. McGraw-Hill Book Company, United States of America.

Hasibuan, E.R. 2011. Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam) Pada Pemberian Beberapa Bahan Organik. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id, 2012. Budidaya Ubi Jalar. Diakses dari http://balitkabi.litbang.deptan.go.id pada 20 Januari 2012.

http://migroplus.com, 2011. Budidaya Ubi Jalar. Diakses dari http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20ubijalar.pdf pada 20 Januari 2012.

http://pangan.litbang.deptan.go.id,2011. Ubi Jalar.

Diakses

http://pangan.litbang.deptan.go.id pada 20 Januari 2012.

dari

Juanda, D. dan B. Cahyono, 2000. Ubi Jalar Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.

Mawazin dan H. Suhaendi, 2008. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Diameter Shorea parvifolia Dyer. (Effect of Plant Spacing on the Diameter Growth of Shorea parvifolia Dyer.). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol.5(4):381-388.

Noverita, Sv. 2005. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair Nipka-Plus Dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Baby Kaylan (Brassica oleraceae L. Var. Acephala DC.) Secara Vertikultur. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian, Vol.3(1).

Universitas Sumatera Utara

43
Pantastico, ER.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan Dan Sayur-Sayuran Tropika Dan Sub Tropika. Diterjemahkan Oleh: Kamariyani dan G.Tjitrosoepomo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Rukmana, R. 2007. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca panen. Kanisius, Yogyakarta.
Sarwono. 2005. Ubi Jalar. Pen