14 3.
Perhatian dari staf dan program pelatihan.
Program manajemen energi ini merupakan sebuah proses yang berkelanjutan. Program ini akan lebih efektif jika dilaksanakan secara rutin, dan
ditinjau ulang bila diperlukan. Di Indonesia, pelaksanaan manajemen energi diatur dalam Peraturan
Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Energi. Pada Pasal 4 dalam peraturan ini dikatakan
bahwa Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi danatau energi kurang dari 6000 setara ton minyak per tahun agar
melaksanakan manajemen energi danatau penghematan energi. Sedangkan pelaksanaan penghematan energi diatur secara terpisah dalam Peraturan Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 13 Tahun 2012 Tentang Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik.
2.3 Konservasi Energi
Seperti yang telah disebutkan pada sub bab diatas bahwa konservasi energi merupakan salah satu strategi dalam manajemen energi dan juga merupakan salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan permintaan tenaga listrik pada sisi konsumen. Konservasi energi dapat diartikan sebagai
upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai efisiensi pemakaian energi dan menghindari terjadinya pemborosan energi [3].
15 Selama ini, kegiatan konservasi energi hanya dilakukan sebatas sukarela
voluntary saja. Namun, dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Konservasi Energi, kegiatan ini bersifat
wajib mandatory, terutama bagi pengguna energi dalam jumlah besar [13]. Dimana menurut Pasal 12 Ayat 2 Peraturan Pemerintah tersebut, pengguna
energi yang menggunakan energi lebih besar atau sama dengan 6000 TOE per tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi.
Selain itu, konservasi energi di Indonesia juga diatur dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1982 tentang Konservasi Energi. Undang-undang yang
secara langsung terkait dengan konservasi energi adalah Undang-undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. Undang-undang ini menjadi payung hukum bagi
kebijakan energi nasional termasuk didalamnya kebijakan konservasi energi.
2.4 Audit Energi
Untuk menghitung besarnya konsumsi energi listrik pada bangunan gedung serta untuk mengenali atau mengetahui langkah-langkah penghematan
energi yang dapat diambil agar tercapai efisiensi pemakaian energi listrik dapat dilakukan melalui kegiatan audit energi. Secara umum audit energi adalah
kegiatan untuk mengidentifikasi dimana dan berapa energi yang digunakan serta langkah-langkah apa yang dapat dilakukan dalam rangka konservasi energi pada
suatu fasilitas pengguna energi. Dapat juga diartikan sebagai suatu prosedur pengukuran dan pencatatan
penggunaan energi secara sistematis dan berkesinambungan, melalui
16 pengumpulan data kemudian diikuti dengan analisis dan kegiatan konservasi
energi yang akan dilaksanakan. Kegiatan audit energi dimulai dari survei data sederhana hingga pengujian
data yang sudah ada secara rinci, dianalisis dan dirancang untuk menghasilkan data baru. Melalui audit energi, kita dapat memperoleh potret penggunaan energi
pada sebuah gedung yaitu gambaran mengenai jenis, jumlah penggunaan energi, peralatan energi, intensitas energi, maupun data-data lainnya [3].
2.4.1 Intensitas Konsumsi Energi Listrik
Intensitas konsumsi energi listrik menggambarkan banyaknya energi listrik yang dikonsumsi per satuan luas bangunan dalam rentang waktu tertentu.
IKE dapat dirumuskan sebagai berikut: ��� =
������������� ��ℎ ���� �������� �
2
2.6
Dari nilai IKE inilah nantinya ditentukan tingkat efisiensi penggunaan energi listrik berdasarkan standar yang digunakan.
Konsumsi energi spesifik per luas lantai menggunakan AC dan atau tidak menggunakan AC adalah sebagai berikut [14]:
a. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap
luas lantai total gedung kurang dari 10, maka gedung tersebut termasuk gedung yang tidak menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai
adalah: ���
1
=
����� �������� ������ ��ℎ ���� ������ ����� �
2
2.7
17 b.
Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total gedung lebih dari 90, maka gedung tersebut termasuk
gedung yang menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah: ���
2
=
����� �������� ������ ��ℎ ���� ������ ����� �
2
2.8 c.
Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total gedung lebih dari 10 dan kurang dari 90, maka gedung
tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan tidak menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah:
• Konsumsi energi per luas lantai tidak menggunakan AC adalah: ���
3
=
����� �������� ������ ��ℎ−�������� ������ �� ��ℎ ���� ������ ����� �
2
2.9 • Komsumsi energi per luas lantai menggunakan AC adalah :
���
4=
�������� ������ �� ���� ������ ��� −��
+
����� �������� ������ −�������� ������ �� ���� ������ �����
2.10
Standar IKE dari suatu bangunan gedung diperlihatkan pada Tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1 Standar Intensitas Konsumsi Energi
Kriteria Ruangan Dengan
AC kWhm
2
bln Ruangan Non AC
kWhm
2
bln
Sangat Efisien 4,17 - 7,92
- Efisien
7,92 - 12,08 -
Cukup Efisien 12,08 - 14,58
0,84 - 1,67 Cenderung Tidak Efisien
14,58 - 19,17 1,67 - 2,50
Tidak Efisien 19,17 - 23,75
2,50 – 3,34 Sangat Tidak Efisien
23,75 - 37,50 3,34- 4,17
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di Lingkungan Depdiknas 2002
18 Nilai Intensitas konsumsi energi dihitung berdasarkan data yang diperoleh
dari kegiatan audit energi pada bangunan gedung yang bersangkutan.
2.4.2 Jenis Audit Energi
Secara umum, audit energi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu audit energi awal dan audit energi rinci.
a. Audit Energi Awal
Untuk melakukan audit energi awal dibutuhkan data rekening pembayaran energi dan pengamatan visual. Hal ini dapat dilakukan oleh pemilik ataupun
pengelola bangunan gedung yang bersangkutan. Kemudian dari data yang diperoleh, dapat dihitung Konsumsi Energi Bangunan Gedung dan Intensitas
Konsumsi Energi Bangunan Gedung [3]. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan energi pada suatu area masih dalam kategori efisien atau
tidak. Dalam Pedoman Teknik Audit Energi Dalam Implementasi Konservasi
Energi Dan Pengurangan Emisi CO
2
di Sektor Industri 2011, Survei Awal atau Audit Energi Awal AEA, terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Survei Manajemen Energi
Auditor energi atau surveyor mencoba untuk memahami kegiatan manajemen yang sedang berlangsung dan kriteria putusan investasi yang
mempengaruhi proyek konservasi. 2.
Survei Energi Teknis
19 Bagian teknis dari AEA secara singkat mengulas kondisi dan operasi
peralatan dari pemakai energi yang penting misalnya sistem HVAC serta instrumentasi yang berkaitan dengan efisiensi energi.
AEA sangat berguna untuk mengenali sumber-sumber pemborosan energi dan tindakan-tindakan sederhana yang dapat diambil untuk meningkatkan
efisiensi energi dalam jangka pendek. Contoh tindakan yang dapat diidentifikasi dengan mudah ialah hilang atau cacatnya insulasi, peralatan yang tidak dapat
digunakan, dll. AEA seharusnya juga mengungkapkan kurang sempurnanya pengawasan manajemen energi. Hasil yang khas dari AEA adalah seperangkat
rekomendasi tentang tindakan berbiaya rendah yang segera dapat dilaksanakan dan rekomendasi audit yang lebih baik.
b. Audit Energi Rinci
Apabila nilai IKE yang didapatkan melalui Audit Energi Awal lebih besar dari nilai standar yang ditentukan, maka Audit Energi Rinci perlu dilakukan guna
memperoleh profil penggunaan energi bangunan sehingga dapat diketahui peralatan-peralatan listrik apa saja yang penggunaan energinya cukup besar. Pada
Audit energi Rinci, seluruh analisis energi dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang
telah terkalibrasi baik berupa alat ukur permanent pada instansi maupun alat ukur portable [3].
Audit energi dan kemungkinan penghematan energi yang diidentifikasikan dalam audit adalah penerapan yang paling baik dalam program manajemen energi
dimana pengoperasiannya, secara formal telah diketahui, merupakan bagian yang
20 tidak terpisahkan dari keseluruhan aktivitas manajemen yang sedang berjalan pada
suatu organisasi [12].
2.5 Pengaruh Kualitas Daya Listrik Terhadap Penghematan Energi Listrik
Kualitas daya listrik adalah suatu konsep yang memberikan gambaran tentang baik atau buruknya mutu daya listrik akibat adanya beberapa jenis
gangguan yang terjadi pada sistem kelistrikan [15]. Permasalahan yang berkaitan dengan kualitas daya diantaranya adalah fluktuasi tegangan, harmonisa yang
mencakup Total Harmonic Distortion THD, Individual Harmonic Distortion IHD, dan K-Factor. Hal lain yang berkaitan dengan kualitas daya yaitu sag,
swell, transient, variasi frekuensi, ketidakseimbangan tegangan, ketidakseimbangan arus pada sistem tiga fasa, beban induktif yang berdampak
pada turunnya faktor daya, efisiensi beban rendah dan sebagainya. Masalah kualitas daya listrik ini dapat menimbulkan kerugian-kerugian seperti: kesalahan
operasi peralatan, menaikkan arus netral pada jaringan bintang, menimbulkan rugi energi yang lebih besar, juga kerugian lainnya, sehingga penurunan kualitas daya
dapat dikatakan sebagai salah satu komponen pemborosan energi listrik pada aspek teknis [16].
2.5.1 Faktor Daya
Faktor daya adalah ukuran keefektifan sebuah peralatan dalam mengubah arus dan tegangan menjadi daya aktif atau daya yang berguna. Faktor daya
merupakan persentase dari total daya semu yang diubah menjadi daya aktif atau daya yang berguna. Faktor daya sebesar 0,8 menunjukkan 80 dari daya semu
diubah menjadi daya yang berguna [16].
21
Faktor dayatermasuk dalampembahasankualitas dayakarena beberapa alasan
. Yang menjadi masalah kualitas daya adalah faktor daya rendah yang dapat
menyebabkan kegagalan peralatan.
Selain itu,konsumen yang memiliki faktor daya rendah akan menanggung biaya energi listrik yang lebih tinggi
karena penyedia tenaga listrik memberi denda kepada konsumen yang memiliki faktor daya rendah. Di
Indonesia, PLN mengenakan denda bagi para konsumen yang memiliki faktor daya kurang dari 85. Hal ini karena penyedia listrik PLN harus menyediakan
daya kompleks kVA yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan energi listrik untuk daya aktif kW yang tetap apabila faktor dayanya rendah [16].
Peningkatan faktor daya dapat dilakukan dengan pemasangan kapasitor parallel pada sisi beban. Perbaikan tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 2.3
dibawah ini:
Gambar 2.3 Perbaikan Faktor Daya
φ
1
φ
2
Xc
2
X
1
X
2
Xc
1
X
L
Z
1
Z
2
R
22 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dengan menambahkan kapasitor
maka komponen X
L
induktif akan tereduksi sehingga cos φ faktor daya akan
meningkat. Faktor daya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Faktor daya PowerFactor = Cos φ =
� �
2.11
2.5.2 Harmonisa
Harmonisa didefenisikan sebagai gelombang-gelombang sinus arus dan tegangan yang mempunyai frekuensi kelipatan bilangan bulat dari frekuensi
fundamentalnya. Dalam menganalisis harmonisa terdapat beberapa indeks yang penting untuk mengetahui efek dari harmonisa tersebut pada sistem tenaga, yaitu
Individual Harmonic Distortion IHD dan Total Harmonic Distortion THD. a.
Individual Harmonic Distortion IHD Individual harmonic distortion IHD adalah perbandingan antara nilai rms
dari individual harmonisa terhadap nilai rms fundamentalnya. IHD ini berlaku untuk tegangan dan arus. Adapun rumus untuk menghitung IHD pada harmonisa
ke-n adalah sebagai berikut [16]: ���
�
=
�
�
�
1
2.12 Dimana:
In adalah arus pada harmonisa ke-n A I
1
adalah arus fundamental A
23 Misalnya, asumsikan bahwa nilai rms harmonisa ketiga pada beban
nonlinear adalah 20A, nilai harmonisa kelimanya adalah 15A dan nilai fundamentalnya adalah 60 A, maka nilai distorsi arus individual pada harmonisa
ketiga adalah : IHD
3
= 2060 = 0,333 = 33,3 Dan nilai distorsi arus individual pada harmonisa kelima :
IHD
5
= 1560= 0,166 = 25 Menurut standar Institute of Electrical and Electronics Enginers IEEE
IHD
1
akan selalu bernilai 100. b.
Total Harmonic Distortion THD Total harmonic distortion THD adalah perbandingan antara nilai rms
dari seluruh komponen harmonisa terhadap nilai rms fundamentalnya. THD juga berlaku untuk tegangan dan arus. Adapun rumus dari THD adalah:
���
�
=
�∑ �
� 2
∞ �=2
�
1
2.13 Dimana:
V
n
adalah tegangan harmonisa ke-n V V
1
adalah tegangan fundamental V Adapun rumus THD untuk arus adalah sebagai berikut [16]:
���
�
=
�∑ �
� 2
∞ �=2
�
1
2.14 Dimana:
I
n
adalah arus harmonisa ke-n A
24 I
1
adalah arus fundamental A Harmonisa yang dihasilkan harus dibatasi karena jumlah yang besar
harmonisa tersebut dapat merusak peralatan listrik yang terdapat dalam sistem tenaga listrik. Standar harmonisa arus menurut EEC Electrical Energy Code
diperlihatkan pada Tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Standar Harmonisa Arus Menurut EEC
Circuit Current at Rated Load Condition
at 380 V 220 V Maximum Total
Harmonic Distortion THD of Current
I 40 A 20.0
40 A ≤ I 400 A
15.0 400 A
≤ I 800 A 12.0
800 A ≤ I 2000 A
8.0 I
≥ 2000 A 5.0
2.6 Efisiensi Pada Sistem Tata Udara
Menurut Laporan Proyek Audit Energi di Sektor Bangunan, DJLPE Tahun 2007, sistem tata udara menempati urutan pertama penggunaan energi paling
besar dalam konsumsi energi listrik harian sebuah gedung, yaitu sekitar 52. Besarnya penggunaan energi listrik oleh sistem tata udara ini menjadikan sistem
tata udara sebagai sasaran utama dalam kegiatan efisiensi energi. Selain itu, penting untuk memilih daya pengkondisi udaraAC yang
sesuai dengan kebutuhan pada ruangan. Tabel spesifikasi pengkondisi udara ditunjukkan pada Tabel 2.3 dan tabel pendekatan BTUhr yang dibutuhkan pada
ruangan berdasarkan luas ruangan ditunjukkan pada Tabel 2.4 di bawah ini:
25 Tabel 2.3 Spesifikasi Pengkondisi Udara AC
Kapasitas AC PK
Energi BTUhr
0,5 5.000
0,75 7.000
1 9.000
1,5 12.000
2 18.000
Tabel 2.4 Pendekatan BTUhr yang Dibutuhkan Pada Ruangan Berdasarkan Luas Ruangan
Nomor Luas Ruangan
m
2
Energi BTUhr
1 9 – 13,5
5.000 2
13,5 – 22,5 6.000
3 22,5 – 27
7.000 4
27 – 31,5 8.000
5 31,5 – 36
9.000 6
36 – 40,5 10.000
7 40,5 – 49,5
12.000 8
49,5 – 63 14.000
9 63 – 90
18.000
Berikut cara yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas AC berdasarkan luas ruangan:
1. Hitung luas ruangan yang akan dikondisikan dalam m
2
2. Berdasarkan hasil perhitungan luas ruangan pada point pertama, tentukan
energi pendinginan yang dibutuhkan sesuai dengan Tabel 2.4 diatas. 3.
Sesuaikan kebutuhan energi pendinginan ruangan berdasarkan keadaan- keadaan berikut:
26 • Jika ruangan terlindungi, kurangi energi pendinginan yang
dibutuhkan sebesar 10. • Jika ruangan menerima banyak sinar matahari langsung,
tambahkan energi pendinginan sebesar 10. • Tambahkan energi pendinginan sebesar 600 BTUhr untuk tiap
orang jika jumlah orang yang menempati ruangan lebih dari 2 orang.
• Jika ruangan digunakan sebagai dapur, tambahkan energi pendinginan sebesar 4000 - 6000 BTUhr.
4. Tentukan kapasitas AC berdasarkan kebutuhan energi pendinginan yang
diperoleh dari langkah sebelumnya sesuai dengan Tabel 2.3.
2.7 Efisiensi Pada Sistem Tata Cahaya