TB Ekstra Paru Keluhan Utama Level Keterlibatan

obesitas. Dari data ini terlihat bahwa mayoritas penderita berada dalam status gizi normoweight. Hal ini merupakan kebalikan dari asumsi bahwa tuberculosis erat kaitannya dengan status gizi yang buruk. Jika dilakukan tabel silang antara indeks massa tubuh dan kelompok usia, maka didapati data-data sebagai berikut. Pada kelompok balita, dari keseluruhan 8 pasien, didapati status gizi penderita yang terbanyak adalah underweight, yakni berjumlah 5 orang 62,5; lalu diikuti oleh status gizi normoweight sebanyak 2 orang 25 dan Pada kelompok kanak-kanak, dari keseluruhan 4 pasien, dijumpai 2 orang berada dalam status gizi overweight 50, 1 orang dalam status gizi underweight 25, dan 1 orang lagi dalam status gizi normoweight 25. Pada kelompok remaja, dari keseluruhan 12 pasien, maka status gizi normoweight sebanyak 8 orang 66,6, dan status gizi overweight sebanyak 3 orang 25, dan underweight sebanyak 1 orang 8,3. Pada kelompok usia dewasa, yang merupakan kelompok dengan persentase penderita terbanyak pada populasi penderita spondilitis TB, maka dari 34 orang, ditemukan status gizi yang terbanyak adalah normoweight, yakni 27 orang 79, diikuti status gizi underweight sebanyak 4 orang 11,7, lalu status gizi overweight sebanyak 3 orang 2,9. Pada kelompok usia lansia, dari 8 orang penderita, maka status gizi terbanyak adalah normoweight, sebanyak 6 orang 75, dan overweight sebanyak 2 orang 25. Dari data di atas, dapat dilihat bahwa status gizi penderita pada setiap kelompok usia didominasi oleh status gizi normoweight. Hal ini mencerminkan bahwa penderita spondilitis TB dapat saja terlihat sehat dan baik jika dinilai melalui indeks massa tubuh.

5.4 TB Paru

Berdasarkan pernah atau tidaknya penderita didiagnosa mengalami tuberculosis paru, maka sebanyak 5 orang menderita TB paru 8 dan sebanyak 61 orang tidak menderita TB paru 92. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penderita spondilitis TB yang berobat ke poliklinik orthopaedi tidak mengalami gejala-gejala TB paru.

5.5 TB Ekstra Paru

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pernah atau tidaknya penderita didiagnosa mengalami tuberculosis ekstra paru, maka keseluruhan 66 orang penderita tidak menderita tuberculosis ekstra paru. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena manifestasi TB ekstrapulmonal memang yang terbanyak adalah berupa spondilitis TB.

5.6 Keluhan Utama

Berdasarkan keluhan utama penderita, maka didapati penderita dengan keluhan utama berupa kelemahan tungkai sebanyak 15 orang 23, keluhan nyeri sebanyak 35 orang 53, keluhan deformitas atau gibbus sebanyak 13 orang 20, dan keluhan abses sebanyak 3 orang 4. Dari data di atas, terlihat bahwa hal yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita adalah nyeri pada punggung. Jika dielaborasi lebih lanjut, berdasarkan jenis kelamin penderita, maka dari 36 orang penderita laki-laki, maka sebanyak 18 orang 50 mengeluhkan nyeri, 9 orang mengeluhkan lemah 25 mengeluhkan lemah, 6 orang mengeluhkan deformitas 16,6, dan 3 orang menluhkan abses 8. Dari 30 orang penderita perempuan, maka sebanyak 17 orang 56,6 mengeluhkan nyeri, sebanyak 7 orang 23,3 mengeluhkan deformitasgibbus, dan sebanyak 6 orang 020 mengeluhkan lemah. Maka dari data di atas, baik pada penderita laki-laki dan perempuan, yang menjadi keluhan terbanyak adalah nyeri.

5.7 Level Keterlibatan

Berdasarkan level keterlibatan tulang belakang, maka dijumpai penderita dengan letak lesi di cervical sebanyak 1orang 1,5, lesi torakal sebanyak 21 orang 31,8, lesi torako-lumbal sebanyak 16 orang 24,2, lumbal 26 orang 39,4 dan sacral sebanyak 2 orang 3,0. Dari data di atas, maka level keterlibatan tulang belakang yang terbanyak adalah lumbal 39 lalu diikuti torakal 32; dan yang paling sedikit adalah cervical 2. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa pada tulang belakang cervical jarang dijumpai spondilitis TB, jika dibandingkan dengan torakal dan lumbal. Jika dilakukan tabel silang antara level keterlibatan tulang belakang dengan keluhan utama, maka didapati pada lesi cervical, satu-satunya pasien mengeluhkan Universitas Sumatera Utara kelemahan tungkai. Pada letak lesi torakal, dari 21 pasien, maka 11 orang 52,3 mengeluhkan kelemahan tungkai sebagai keluhan utamanya, lalu diikuti nyeri sebanyak 6 orang 28,5, lalu deformitas sebanyak 3 orang 14,2, dan abses sebanyak 1 orang 0,4. Pada letak lesi torako-lumbal, maka dari 16 pasien, keluhan terbanyak adalah nyeri, yakni sebanyak 8 orang 50, diikuti dengan deformitas sebanyak 6 orang 37,5, lalu abses sebanyak 2 orang 12,5. Pada letak lesi lumbal, dari total 26 pasien, maka keluhan terbanyak adalah berupa nyeri, yakni sebanyak 19 orang 73, diikuti deformitas sebanyak 4 orang 15,3, dan kelemahan tungkai sebanyak 3 orang 11,5. Pada letak lesi sacral, dari total 2 pasien, maka kedua-duanya mengeluhkan nyeri sebagai keluhan utama. Dari data di atas, maka didapatkan data bahwa pada letak lesi torakal, maka kelamahan tungkai menjadi keluhan utama terbanyak; pada letak lesi torako-lumbal dan lesi lumbal, maka nyeri menjadi keluhan utama terbanyak. Hal ini dapat dijelaskan oleh karena volume kanal vertebrae torakal yang lebih sempit dibandingkan lumbal sehingga kemungkinan untuk mendapatkan kompresi dari spinal cord menjadi lebih bermakna.

5.8 Derajat deficit neurologis