Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang penting berbanding merokok David Mannino, 2007.
f. Faktor genetik
Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko untuk terjadinya bronkitis kronik. Insidensi kasus bronkitis kronik
yang disebabkan defisiensi α1- antitripsin di Amerika Serikat kurang daripada satu peratus.
α1-antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati dan bekerja menginhibisi neutrofil elastase di paru. Defisiensi
α1-antitripsin yang berat menyebabkan bronkitis kronik pada umur rata-rata 50 tahun untuk penderita dengan riwayat merokok dan 40 tahun untuk penderita yang tidak merokok Vestbo.J,
2004.
2.1.3. Patofisiologi bronkitis kronik
Perubahan struktur pada saluran pernapasan menimbulkan perubahan fisiologik yang merupakan gejala bronkitis kronik seperti batuk kronik, produksi sputum, obstruksi jalan napas,
gangguan pertukaran gas, hipertensi pulmonal dank atau pulmonale. Akibat perubahan bronkial terjadi gangguan pertukaran gas yang menimbulkan dua masalah serius yaitu:
1. Aliran darah dan aliran udara ke dinding alveoli tidak sesuai dimana berlaku mismatched. Sebagian tempat alveoli terdapat aliran darah yang adekuat tetapi sangat sikit aliran udara dan
sebagian tempat lain sebaliknya. 2. Prestasi yang menurun dari pompa respirasi terutama otot-otot respirasi sehingga terjadi
overinflasi dan penyempitan jalan napas, menimbulkan hipoventalasi dan tidak cukupnya udara ke aveoli menyebabkan karbon dioksida darah meningkat dan oksigen dalam darah berkurang.
Mekanisme patofisiologi yang bertanggung jawab pada bronkitis kronik sangat kompleks, berawal dari rangsang iritasi pada jalan napas menimbulkan 4 hal besar seperti inflamasi jalan
napas, hipersekresi mukus, disfungsi silia dan rangsangan reflex vagal saling mempengaruhi dan berinteraksi menimbulkan suatu proses yang sangat kompleks Sanjay Sethi, 1999.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Gejala-gejala bronkitis kronik
Bronkitis kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat
ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak napas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak
khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis bronkitis kronik eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi
berupa sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien GOLD, 2011.
2.1.5. Diagnosis bronkitis kronik