Gambar 2.1 Gambaran bronki normal dengan dengan bronkitis
2.1.2. Faktor resiko bronkitis kronik a. Merokok
Pada tahun 1964, penasihat Committee Surgeon General of the United States menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama terjadi bronkitis kronik dan emfisema. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dalam waktu satu detik setelah forced expiratory maneuver FEV 1, terjadi penurunan mendadak dalam volume ekspirasi yang bergantung pada intensitas
merokok. Merokok secara histologi dapat menyebabkan inflamasi saluran napas, hipertrofi kalenjar sekresi mukosa dan hiperplasia sel goblet dimana secara langsung faktor ini memicu
untuk terjadi bronkitis kronik. Prevalensi merokok yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya prevalensi bronkitis kronik dikalangan pria. Sementara prevalensi bronkitis
kronik dikalangan wanita semakin meningkat akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ke tahun Peter K, 2007.
b. Hiperesponsif saluran pernapasan
Inflamasi di saluran pernapasan penderita bronkitis menyebabkan modifikasi saluran pernapasan. Ini adalah respon saluran pernapasan terhadap iritasi kronik
Universitas Sumatera Utara
seperti asap rokok. Inflamasi ini akan menyebabkan peningkatan sel inflamasi di sirkulasi faktor kemotatik dan secara tidak langsung ia akan meningkatkan proses inflamasi sitokin
proinflamasi. Mekanisme ini akan menyebabkan hiperesponsif saluran pernapasan dan hiperesponsif ini akan memicu perubahan struktur saluran pernapasan GOLD, 2011.
c. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk perkembangan dan progresifitas bronkitis kronik pada orang dewasa. Dipercaya bahwa infeksi saluran napas pada
masa anak-anak juga berpotensi sebagai faktor predisposisi perkembangan bronkitis kronik. Meskipun infeksi saluran napas adalah penyebab penting terjadinya eksaserbasi bronkitis kronik,
hubungan infeksi saluran napas dewasa dengan perkembangan bronkitis kronik masih belum bisa dibuktikan Vestbo J,2004.
d. Pemaparan akibat pekerjaan
Peningkatan gejala gangguan saluran pernapasan dan obstruksi saluran napas juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu, debu, wap kimia selama bekerja. Di negara yang kurang
maju, pemaparan akibat pekerjaan dikatakan tinggi berbanding negara yang maju karena undang- undang sektor pekerjaan yang kurang ketat. Walaupun beberapa pekerjaan yang terpapar dengan
debu dan gas berisiko untuk mendapat bronkitis kronik, efek yang muncul adalah kurang jika dibandingkan dengan efek akibat merokok David Mannino, 2007.
e. Polusi udara
Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran pernapasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang berhubungan dengan polusi udara yang lebih
tinggi di kota. Meskipun demikian, hubungan polusi udara dengan terjadinya bronkitis kronik masih tidak bisa dibuktikan. Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil pembakaran biomass
dikatakan menjadi faktor risiko yang signifikan terjadinya bronkitis kronik pada kaum wanita di beberapa negara.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang penting berbanding merokok David Mannino, 2007.
f. Faktor genetik