Aspek hukum obligasi syariah sebagai instrument pasar modal Syariah.

(1)

DAFTAR PUSTAKA 1. Buku-buku

Amiruddin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal.45.

Tjiptono Darmadji Dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal Indonesia, Pendekatan Tanya Jawab, (Jakarta: Salemba Empat, 2006)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1995) Ed. ke-4

Frank H. Eassterbrook dan Daniel R. Fischel, 1, The Economic Structure Of Corporate Law, (Cambridge, Massachussetts, London: Harvard University Press, 1996), hal. 296 dalam Bismar Nasutio, Loc.Cit

Rania El Gamal, Sukuk: New buzzword for Islamic finance, www.kuwaittimes.net, diakses 16 November 2010

Nicholas I. Georgakopoulus, Why Should Disclosure Rules Subsidize Informed Traders, International Review Law and Economic, (Vol.16, 1996), C. Brian Hufford, Dettering Fraund vs. Avoiding the “Strike Suit” : Rreaching

An Appropriate Balance, Brooklyn Law Review, (Vol. 61, 1995)

Jr, John C. Coffe, Market Failure and the Economic Case for A Mandatory Disclosure System, Virginia Law Review, (Vol. 70, 1984)

Junaedi, Transaksi Jual Beli Obligasi Dan Saham Di Pasar Modal Indonesia Ditinjau Dari Segi Hukum Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995)

Manan ,Abdul, Aspek Hukum dalam Penyelanggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, (Jakarta: Penerbit Perdana Media Grup, 2009)

Nasution Bismar, Beberapa Aspek Hukum Pasar Modal dalam Transaksi Saham, Disampaikan pada Pelatihan Corparate Lawyer VLPSH – HILC, Jakarta 24 Mei 2000

Nazir, dkk, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Editor Ahli, Afif Muhammad, (Bandung: Kaki Langit, 2004)

Rosenblum Robert H., “An Issuer’s Duty Under Rule 10b-5 To Correct and Update Materially Misleading Statements, Chatolic University Law Review, (Vol. 40, 1992), hlm. 289 dalam Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Perdagangan Saham di Pasar Modal, http//bismarnasty.wordpress.com, diakses tanggal 4 November 2010.


(2)

Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 14

.

Sutedi Adrian, Aspek Hukum Obligasi Dan Sukuk (Jakarta: Sinar Grafika,2009 Syah, Karim, “Perlunya Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pasar Modal Berdasarkan Prinsip Syariah”, Makalah Tidak Dipublikasikan

Soekonto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2007

2. Internet

http://suherilbs.wordpress.com/2007/12/30/dampak-pengembangan-sukuk-terhadap-perkembangan-perbankan-syariah-di-indonesia-2/

Obligasi Syariah @ hendrakholid_net.htm

http://kiamifsifeui.wordpress.com/sukuk di indonesia1/perkembangan sukuk.htm

http://suherilbs.files.wordpress.com/2007/12/dampak-perkembangan-sukuk-terhadap-perkembangan-perbankan-syariah-di-indonesia.doc

www.babepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/studi_pm_syariah.pdf Bapepam bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency http://64.203.71.11/kompas-cetak/0306/04/finansial/347914.htm http://www.google.co.id/url?q=http://bukhariibra.wordpress.com/makalah-kita/tantangan-investasi-syariah-di-pasar-modal http://www.scribd.com/doc/33958897/Makalah-Obligasi-Syariah-mudharabah http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17663/3/Chapter II.pdf 1 http://kontekstualita.com/index.php?option=com_content&view=article& id=83:analisis-perkembangan-investasi-syariah-pada-pasar-modal-indonesia&catid=39:kontekstualita-volume-24-nomor-1-juni-2009&Itemid=56 http://mujahidtampan.multiply.com/journal/item/43/Sukuk_Harapan_Pere konomian_Indonesia

"Mengenal Sukuk, Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah", www.dmo.or.id, diakses 30 November 2010.

Achmad Fauzi, Urgensi Hukum Perikatan Islam Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, diakses 28 Juli 20101

http://www.google.co.id/url?q=http://bukhariibra.wordpress.com/makalah-kita/tantangan-investasi-syariah-di-pasar-modal

3. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Bapepam bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal


(3)

Fatwa DSN-MUI No. 59/DSN-MUI/V/2007 Tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 41/DSN-MUI/III/2004 Tentang Obligasi Syariah Ijarah

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal


(4)

BAB III

Bentuk-Bentuk Pelaksanaan Perjanjian (Akad) Dalam Mekanisme Investasi Melalui Obligasi Syariah

A. Para Pihak Dalam Obligasi Syariah

Dalam penerbitan obligasi syariah, akan melibatkan beberapa pihak yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Pihak-pihak tersebut adalah118:

1. Obligor.

Obligor adalah pihak yang bertanggungjawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan sukuk/obligasi syariah jatuh tempo. Dalam hal sovereign sukuk, obligor-nya adalah pemerintah.119 Obligor dalam obligasi syariah disebut emiten (mudharib).

Obligasi syariah ini selain bisa diterbitkan oleh Pemerintah, juga bisa diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Perusahaan Swasta. Namun tidak semua perusahaan baik itu milik negara atau perusahaan swasta dapat menerbitkan (menjadi emiten) obligasi syariah. Perusahaan-perusahaan yang hanya dapat memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu saja yang bisa menerbitkan obligasi syariah. Persyaratan-persyaratan tersebut sebagai berikut120:

1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan

      

118

Agus P. Laksono, "Sukuk: Alternatif Instrumen Investasi dan Pembiayaan", Walking Paper, Disampaikan dalam Talk-Show “Sukuk for the Better Future of Shari’a Economic System”

yang diselenggarakan oleh Forum Studi Islam Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Patra Jasa Office, (Jakarta, 14 Februari 2007).

119

"Mengenal Sukuk, Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah",

www.dmo.or.id, diakses 30 November 2010. 120


(5)

bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam diantaranya adalah:

a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.

b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.

c. Usaha memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.

d. Usaha memproduksi, mendistruibusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.

2. Peringkat investment grade:

a. Memiliki fundamental usaha yang kuat. b. Memiliki fundamental keuangan yang kuat. c. Memiliki citra yang baik bagi publik.

3. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Indeks (JII).

2. Investor.

Investor adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing. Investor yang dimaksud disini bisa Islamik investor ataupun investor konvensioanal (non-muslim).121 Investor/pemegang sukuk dalam obligasi syariah disebut shahibul mal.

      

121


(6)

Produk syariah dapat diminati dan digunakan oleh siapapun, sesuai falsafah syariah yang seharusnya memberi manfaat (maslahat) kepada seluruh semesta alam. Investor konvensional tetap bisa berpartisipasi dalam obligasi syariah jika dipertimbangkan bisa memberi keuntungan yang kompetitif, sesuai profit dan resikonya, dan juga tingkat likuiditas obligasi syariah tersebut dipasar modal.122

Halim Abdul, memberikan defenisi untuk setiap tipe investor sebagai berikut:123

a. Investor yang suka terhadap risiko (risk seeker)

Merupakan investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akan lebih suka mengambil investasi dengan risiko yang lebih besar. Investor dengan karakter tersebut lebih cenderung bersikap agresif dan spekulatif dalam mangambil keputusan investasi.

b. Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality)

Merupakan tipikal investor yang meminta kenaikan tingkat pengembalian yang sama untuk setiap kenaikan risiko. Investor dengan karakter tersebut lebih cenderung bersikap hati – hati (prudent) dan fleksibel dalam mengambil keputusan investasi.

c. Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter)

Merupakan tipikal investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko       

122

Op. Cit., http://em... 123

Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2007), hal. 12 -13.


(7)

yang berbeda, maka ia lebih cenderung mengambil investasi dengan risiko yang lebih kecil.

3. Special Purpose Vehicle (SPV).

Special Purpose Vehicle (SPV) adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk. Special Purpose Vehicle (SPV) berfungsi124:

(i) sebagai penerbit sukuk,

(ii) menjadi counterpart pemerintah atau corporate dalam transaksi pengalihan aset,

(iii) bertindak sebagai wali amanat (truste) untuk mewakili kepentingan investor.

Keberadaan SPV ini sangat penting karena menentukan status kehalalan sukuk. Namun yang menjadi permasalahannya adalah sulitnya pembentukan SPV dan menentukan statusnya.125

Wali amanat merupakan suatu lembaga atau pihak yang bertindak untuk mewakili kepentingan pemegang obligasi (masyarakat pemodal), dengan membuat suatu perjanjian dengan emiten, yang dibuat sebelum penerbitan obligasi (sebelum penawaran obligasi dilaksanakan).126

Jadi, tugas wali amanat adalah mewakili dan melindungi kepentingan pemodal, berarti wali amanat berada pada posisi pemodal. Beberapa kegiatan yang berkaitan dengan tugas wali amanat adalah sebagai berikut127:

      

124

Op. Cit., http:em... 125

http://mujahidtampan.multiply.com/journal/item/43/Sukuk_Harapan_Perekonomian_In donesia

126

Maria Imelda Aritonang, Pelaksanaan Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasi di Pasar Modal, hal. 47

127


(8)

a. Menganalisis kemampuan dan kredibilitas emiten apakah secara operasional perusahaan (emiten) mempunyai kesanggupan menghasilkan dan membayar obligasi beserta bunganya.

b. Menilai kekayaan emiten yang akan dijadikan jaminan wali amanat harus mengetahui dengan pasti apakah kekayaan emiten yang menjadi jaminan setara atau memadai disbanding nilai obligasi yang diterbitkan.

c. Melakukan pengawasan terhadap kekayaan emiten. Apabila harta yang menjadi jaminan tadi dialihkan pemanfaatannya atau pemilikannya haruslah sepengetahuan wali amanat.

d. Mamantau dan mengikuti perkembangan secara terus menerus terhadap perkembangan perusahaan emiten dan memberikan nasihat serta masukan kepada emiten.

e. Melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pembayaran bunga dan pinjaman pokok obligasi yang menjadi hak pemodal, tepat pada waktunya. Wali amanat yang bertugas mewakili kepentingan pemegang obligasi (masyarakat pemodal) berdasarkan kepercayaan, diharapkan dapat melaksanakan tugasnya secara independent dan netral.128

4. Dewan Syariah

Adanya semacam Dewan syariah yang bertugas memberikan pengarahan tertentu kepada manajer investasi , agar senantiasa sesuai dengan prinsip – prinsip syariah. Kedudukan dewan syariah berfungsi sebagai Shariah Compliance Officer (SCO), yaitu petugas di suatu perusahaan atau lembaga yang telah mendapat       

128


(9)

sertifikat dari DSN-MUI dalam pemahaman mengenai prinsip – prinsip syariah di pasar modal.

Pengaturan mengenai Dewan Syariah ini dapat dilihat pada Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Pasal 32, yang menyebutkan bahwa Dewan Pengawas Syariah (DSN) wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliku Unit Usaha Syariah (UUS). Dewan Pengawas Syariah diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan atas Rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Dewan Pengawas Syariah ini bertugas memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prisip syariah.

Selain para pihak yang terkait seperti diatas, ada beberapa pihak yang terkait lainnya dalam pelaksanaan obligasi syariah/sukuk ini, yaitu:

1. Appraiser.

Appraiser adalah perusahaan yang melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan yang akan melakukan emisi, untuk memperoleh nilai yang dipandang wajar.129

2. Custody/Kustodian.

Custody menyelenggarakan kegiatan penitipan, bertanggung jawab untuk menyimpan efek milik pemegang rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara kustodian dan pemegang rekening. Kustodian bisa berupa

      

129

Suad Husnan, Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2003), hal. 11-12.


(10)

Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiaan, Perusahaan Efek, dan Bank Umum yang telah memperoleh persetujuaan Bapepam.130

3. Shariah Advisor

Penerbitan sukuk (obligasi syariah) harus terlebih dahulu mendapatkan pernyataan kesesuaian prinsip syariah (syariah compliance endorsement) untuk meyakinkan investor bahwa sukuk (obligasi syariah) telah distruktur sesuai syariah. Pernyataan syariah compliance tersebut bisa diperoleh dari individu yang diakui secara luas pengetahuannya di bidang syariah atau institusi yang khusus membidangi masalah syariah. Untuk penerbitan sukuk (obligasi syariah) di dalam negeri, syariah compliance endorsement dapat dimintakan kepada Dewan Syariah Nasional - MUI. Untuk penerbitan sukuk (obligasi syariah) internasional, diperlukan en-dorsement dari ahli/lembaga syariah yang diakui komunitas syariah internasional, misalnya IIFM.131

4. Arranger atau manajer investasi.

Manajer investasi merupakan pihak yang mengelola dana yang dititipkan investor untuk diinvestasikan di pasar modal.132

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Obligasi Syariah

Pihak yang dapat menjadi obligor (mudharib) dan investor (shabib al-mal) wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum

      

130

Ibid.

131

Op. Cit. ”Mengenal sukuk, ... 132

Eduardus Tandelilin, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, (Yogyakarta: BPFE UGM, 2001), hal. 34


(11)

baik menurut syariah Islam maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

133

1. Hak dan kewajiban shahib mudharib/emiten adalah134:

a. menerima bagian laba tertentu sesuai yang disepakati dalam Mudharabah; b. mengelola kegiatan usaha untuk tercapainya tujuan Mudharabah tanpa

campur tangan shahib al-mal.

c. mengelola modal yang telah diterima dari shahib al-mal sesuai dengan kesepakatan, dan memperhatikan syariah Islam serta kebiasaan yang berlaku;

d. menanggung seluruh kerugian usaha yang diakibatkan oleh kelalaian, kesengajaan dan atau pelanggaran mudharib atas Mudharabah; dan

e. menyatakan secara tertulis bahwa mudharib telah menerima modal dari shahib al-mal dan berjanji untuk mengelola modal tersebut sesuai dengan kesepakatan (pernyataan qabul).

Pemerintah ditunjuk oleh undang-undang No. 19 tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara sebagai pihak yang berhak mendirikan perusahaan penerbit SBSN/sukuk. 135

2. Hak dan kewajiban shahib al-mal/investor adalah136:

a. menerima bagian laba tertentu sesuai yang disepakati dalam Mudharabah; b. meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga yang dapat digunakan

apabila mudharib melakukan pelanggaran atas akad Mudharabah. Jaminan       

133

Abdul Manan, Op. Cit., hal. 85-86 134

Ibid.

135

UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara, Pasal 13 Ayat (1) 136


(12)

tersebut dapat berupa jaminan kebendaan dan atau jaminan umum, seperti jaminan perusahaan (corporate guarantee) dan jaminan pribadi (personal guarantee);

c. mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan oleh mudharib; d. menyediakan seluruh modal yang disepakati;

e. menanggung seluruh kerugian usaha yang tidak diakibatkan oleh kelalaian, kesengajaan dan atau pelanggaran mudharib atas Mudharabah; dan

f. menyatakan secara tertulis bahwa shahib al-mal menyerahkan modal kepada mudharib untuk dikelola oleh Mudharib sesuai dengan kesepakatan (pernyataan ijab).

C. Penerapan Prinsip Syariah Dalam Pengelolaan Obligasi Syariah

Investasi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah hanya dapat diberikan kepada perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah. Kegiatan perdagangan dan usaha yang sesuai dengan Syariah Islam adalah kegiatan yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa yang haram (misalnya makanan haram, perjudian, maksiat) dan menghindari cara perdagangan dan usaha yang dilarang (termasuk riba, gharar, maysir). Karena itu tidak semua perusahaan dapat memenuhi kualifikasi sebagai emiten Syariah, sehingga diperlukan fatwa ulama untuk memastikan pemenuhan kualifikasi tersebut.137

      

137

http://kontekstualita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=83:analisi s-perkembangan-investasi-syariah-pada-pasar-modal-indonesia&catid=39:kontekstualita-volume-24-nomor-1-juni-2009&Itemid=56


(13)

Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang, dimana di dalamnya harus berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah beruapa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dengan kata lain, obligasi bukan merupakan utang berbunga melainkan lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Obligasi sejenis ini lazim dinamakan muqaradhah bond, dimana muqaradhah merupakn nama lain dari mudharabah.138 Dimana mudharabah tersebut menggunakan akad mudharabah yaitu akad kerja sama antara pemilik modal (shahibul mal/investor) dengan pengelola (mudharib/emiten).

Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah mudharabah harus jelas sumbernya dan bersih dari unsur non halal. Nisbah keuntungan dalam obligasi mudharabah ditentukan sesuai kesepakatn sebelum emisi (penerbitan) obligasi syariah midharabah. Jadi yang dijelaskan kepada investor adalah sumber penghasilan, nisbah bagi hasil, sementara besaran nilai imbang hasil tidak boleh disebutkan dimuka. Oleh kerena itu, obligasi syariah mudharabah akan memberikan hasil (return) yang berfluktasi mengikuti pendapatan yang menjadi dasar nibah bagi hasil.139

Maka pengelolaan obligasi syariah harus menerapkan prinsip-prinsip syariah yang secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik dari produk yang menjadi obyek, dari cara perolehannya, serta dari cara penggunaannya. Sehingga ketentuan umum       

138

Abdul Manan, Op. Cit., hal. 126 139


(14)

mengenai pengelolaan obligasi syariah yang dilsakukan oleh emiten harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sebagai berikut140:

1) Halal Produk dan jasa. Emiten dilarang mempunyai obyek usaha yang haram seperti makanan-minuman yang tergolong haram, hal-hal yang berkaitan dengan maksiat dan pornografi, narkoba, begitu juga yang lebih banyak mudharat dibanding dengan manfaatnya misalnya senjata dan rokok. Bahkan Emiten yang bergerak pada dunia hiburan serta perusahaan jasa hospitality yang memudahkan terjadinya maksiat juga umumnya dihindari oleh Investor. Setelah menerbitkan efek Syariah dan selama efek Syariah tersebut masih efektif, Emiten dilarang melakukan penggabungan, peleburan atau pengambil alihan usaha yang mengakibatkan produk dan jasa Emiten tidak lagi memenuhi ketentuan halal.

2) Halal Cara Perolehan terhindar dari riba. Emiten harus mendapat penghasilan usaha dari usaha ekonomi secara ridho sama ridho serta tidak bertindak zholim dan tidak boleh diperlakukan zholim. Riba adalah salah satu hal yang dilarang oleh Syariah, karena bunga bank adalah salah satu bentuk riba, maka bank umum konvensional tidak bisa menjadi Emiten. Tetapi mengingat kondisi riil dari kegiatan usaha di Indonesia, maka perusahaan non lembaga keuangan yang memiliki pendapatan bunga dalam prosentase yang marjinal terhadap pendapatan usaha masih dapat menjadi Emiten.

3) Halal Cara Perolehan (prinsip keterbukaan). Emiten harus menjalankan kegiatan usaha dengan cara yang baik, memenuhi prinsip keterbukaan. Dalam       

140


(15)

penawaran perdana, Emiten harus menyatakan dengan jelas pada kegiatan usaha spesifik yang mana hasil emisi akan digunakan. Kemudian Emiten harus memberikan informasi yang jelas dan tidak menyesatkan, baik dalam bentuk prospektus ataupun bentuk lainnya- mengenai fakta material termasuk peluang hasil dan kemungkinan risiko yang ada, sehingga Investor dapat mengadakan analisis dan menentukan apakah peluang hasil sesuai dengan harapannya dan kemungkinan risiko masih dalam batas kemampuannya untuk mengatasi.

4) Halal Cara Pemakaian (Manajemen Usaha). Emiten harus mempunyai manajemen yang berperilaku Islami, menghormati hak azazi manusia, menjaga lingkungan hidup, melaksanakan good corporate governance, serta tidak spekulatif dan memegang teguh prinsip kehati-hatian. Emiten dilarang melakukan tindakan yang mengganggu mekanisme pasar dalam memasarkan produknya, baik gangguan dalam penawaran (ikhtikar) maupun dalam permintaan (najasy). Emiten juga harus mencegah adanya benturan antara kepentingan Emiten dengan kepentingan pribadi pengurus dan pemegang saham mayoritas. Emiten juga dilarang mengambil risiko yang berlebihan, termasuk risiko mengambil pembiayaan eksternal terhadap modal maupun rasio piutang terhadap pendapatan, yang berlebihan dibandingkan dengan kelayakan pada industri.

5) Halal Cara Pemakaian (Hubungan dengan Investor). Emiten harus mempunyai pembukuan yang jelas dan sebaiknya terpisah mengenai kegiatan usaha yang dibiayai, sehingga dapat dinyatakan dengan transparan dan adil


(16)

dari manfaat atau hasil usaha yang diperoleh pada kegiatan usaha yang dibiayai. Emiten juga tidak boleh terlibat dalam kegiatan yang dapat mengganggu mekanisme pembentukan harga dari efek yang diterbitkannya, baik dari segi penawaran maupun permintaan. Juga dilarang membuat gangguan pada pengambilan keputusan para pemegang efek dalam rapat umum pemegang efek.

D. Bentuk Pelaksanaan Perjanjian (Akad) Dalam Mekanisme Investasi Melalui Obligasi Syariah

Sukuk dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuk syariah sebagai kontrak atau sub kontrak utama. Yang paling penting adalah shirakah, ijarah, salam dan istisna’. Menurut aturan dasar syariah, investasi sukuk harus distruktur, pada satu sisi berdasarkan prinsip mudharabah. Pada sisi lain, bisnis dapat dilaksanakan melalui bentuk/instrumen partisipatory (keikutsertaan) atau fixed return. Jadi, tingkat return pada sukuk akan berupa variable atau quasi-fixed (pada kasus dalam bentuk fixed return). Sukuk pada kategori kedua dapat dibuat sukuk dengan fixed return melalui provisi berupa jaminan pihak ketiga.141

Sukuk yang akan dikeluarkan pemerintah disebut dengan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau dapat juga disebut Sukuk Negara. Sukuk ini merupakan surat berharga (obligasi) yang diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan yang akan menerbitkan SBSN

      

141

http://suherilbs.wordpress.com/2007/12/30/dampak-pengembangan-sukuk-terhadap-perkembangan-perbankan-syariah-di-indonesia-2/


(17)

ini adalah merupakan perusahaan yang secara khusus dibentuk guna kepentingan penerbitan SBSN ini ( special purpose vehicle/SPV).142

SBSN atau sukuk negara ini adalah merupakan suatu instrumen utang piutang tanpa riba sebagaimana dalam obligasi, dimana sukuk ini diterbitkan berdasarkan suatu aset acuan yang sesuai dengan prinsip syariah. Dalam aplikasinya SBSN ini merupakan alternatif pembiayaan APBN melalui penerbitan SBSN.143

Ditinjau dari segi jenis akadnya, obligasi syariah terbagi pada obligasi syariah mudharabah, ijarah, musyarakah, murabahah, salam, istishna. Di samping itu, ada juga obligasi syariah mudharabah konversi. Sedangkan ditinjau dari institusi yang menerbitkan obligasi syariah, maka obligasi syariah terbagi dua, yaitu obligasi korporasi (perusahaan) dan obligasi negara (SBSN).144

Berbagai jenis struktur sukuk yang dikenal secara internasional dan telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Institutions (AAOIFI) dan diadopsi dalam UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara, antara lain145:

1) Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk Ijarah dibedakan menjadi       

142

Ibid.

143

Ibid. 144

Andri Soemitra, Op. Cit.,, hal. 143 145


(18)

Ijarah Al Muntahiya Bittamliek (Sale and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease.

2) Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal (rab al-mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.

3) Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah dimana dua pihak atau lebih berkerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.

4) Sukuk Istishna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.

Disamping jenis sukuk di atas, ada juga jenis Obligasi Syariah Mudharabah Konversi (Convertible Mudharabah Bond), yaitu obligasi syariah yang diterbitkan oleh emiten berdasarkan prinsip Mudharabah dalam rangka


(19)

menambah kebutuhan modal kerja dengan opsi, investor dapat mengkonversi obligasi menjadi saham emiten pada saat jatuh tempo (maturity)146.

a) Sukuk Korporasi

Sedangkan sukuk korporasi merupakan jenis obligasi syariah yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah. Emiten yang melakukan penawaran umum Sukuk menurut aturan Bapepam dan Lembaga Keuangan wajib147:

1. Mengikuti ketentuan-ketentuan umum pengajuan pernyataan pendaftaran serta ketentuan tentang penawaran umum yang terkait lainnya.

2. Menyampaikan kepada Bapepam dan LK hasil pemeringkatan dan perjanjian perwaliamanatan sukuk serta akad syariah yang terkait dengan penerbitan sukuk dimaksud.

3. Menyampaikan kepada Bapepam dan LK pernyataan bahwa kegiatan usaha yang mendasari penerbitan sukuk tidak bertentangan dengan ketentuan, dan menjamin bahwa selama periode sukuk kegiatan usaha yang mendasari penerbitan sukuk tidak akan bertentangan dengan ketentuan.

4. Menyampaikan pernyataan dari wali amanat sukuk bahwa wali amanat sukuk mempunyai penanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan perwaliamanatan yang mengerti kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.

      

146

Ibid, hal 144 147


(20)

5. Mengungkapkan informasi dalam prospektus yang sekurang-kurangnya meliputi:

a. Kegiatan usaha yang mendasari penerbitan sukuk tidak bertentangan dengan ketentuan syariah, dan emiten menjamin bahwa selama periode sukuk kegiatan usaha yang mendasari penerbitan sukuk tidak akan bertentangan dengan ketentuan syariah.

b. Wali amanat sukuk mempunyai penanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan perwaliamanatan yang mengerti kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.

c. Jenis akad syariah dan skema transaksi yang digunakan dalam penerbitan sukuk.

d. Ringkasan akad syariah atau perjanjian berdasarkan syariah yang dilakukan oleh para pihak.

e. Sumber pendapatan yang menjadi dasar perhitungan pembayaran bagi hasil, margin, atau fee.

f. Besaran nisbah pembayaran bagi hasil, margin, atau fee.

g. Rencana jadwal dan tata cara pembagian dan/atau pembayaran bagi hasil, margin, atau fee.

h. Kesanggupan emiten untuk mengungkapkan kepada masyarakat hasil pemeringkatan sukuk setiap tahun sampai dengan berakhirnya sukuk. Di samping itu, perjanjian perwaliamanatan penerbitan sukuk wajib sekurang-kurangnya memuat148:

      

148


(21)

1. Uraian tentang akad syariah yang mendasari diterbitkannya sukuk.

2. Penggunaan dana hasil penerbitan sukuk sesuai dengan karakteristik akad syariah.

3. Sumber dana yang digunakan untuk melakukan pembayaran imbal hasil sesuai dengan karakteristik akad syariah.

4. Besaran nisbah pembayaran bagi hasil, margin, atau fee.

5. Rencana jadwal dan tata cara pembagian dan/atau pembayaran bagi hasil, margin, atau fee.

6. Kewajiban wali amanat untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan dalam rangka memastikan kepatuhan emiten terhadap prinsip-prinsip syariah di pasar modal.

7. Tindakan yang harus dilakukan dalam hal emiten akan mengubah jenis akad syariah, isi akad syariah, kegiatan usaha dan/atau aset tertentu yang mendasari penerbitan sukuk.

8. Perbuatan jenis akad syariah, isi akad syariah, kegiatan usaha dan/atau aset tertentu yang mendasari penerbitan sukuk wajib terlebih dahulu disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Sukuk (RUP Sukuk).

9. Mekanisme pemenuhan hak pemegang sukuk yang tidak setuju terhadap perubahan yang dimaksud.

10.Ketentuan yang menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan dapat dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa emiten gagal dalam memenuhi kewajibannya.


(22)

Dalam hal terjadi perubahan jenis akad syariah, isi akad syariah, kegiatan usaha dan/atau tertentu yang mendasari penerbitan sukuk sehingga bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal, maka sukuk tersebut menjadi batal demi hukum (fasakh) dan emiten wajib menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada pemegang sukuk.149

Emiten dan wali amanat wajib melaksanakan seluruh ketentuan yang diatur dalam perjanjian perwaliamanatan. Emiten wajib menggunakan dana hasil penawaran umum sukuk untuk membiayai kegiatan atau investasi yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal. Sukuk dapat diperdagangkan di pasar sekunder apabila telah terpenuhi hal-hal sebagai berikut150:

1. Seluruh dana hasil penawaran umum sukuk telah diterima oleh emiten. 2. Dana yang diterima sudah mulai digunakan sesuai dengan tujuan

penerbitan sukuk.

b) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan nerdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah, maupun dalam valuta asing.151

SBSN memiliki karekteristik:

      

149

Ibid., hal. 147 150

Ibid.

151


(23)

1. Sebagai bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial title), pendapatan berupa imbalan (kupon), margin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang digunakan.

2. Terbebasnya dari unsur riba, gharar, dan masyir.

3. Penerbitannya melalui wali amanat berupa special purpose vehicle (SPV). 4. Memerlukan underlying asset (sejumlah tertentu aset yang akan menjadi

objek perjanjian (underlying asset). Aset yang menjadi objek perjanjian harus memiliki nilai ekonomis, dapat berupa aset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang akan atau sedang dibangun. Fungsi underlying asset tersebut adalah152 :

a. untuk menghindari riba,

b. sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk dipasar sekunder, dan

c. akan menentukan jenis struktur sukuk. Dalam sukuk Ijarah Al-Muntahiya Bittamlik atau Ijarah Sale and Lease Back, penjualan aset tidak disertai penyerahan fisik aset tetapi yang dialihkan adalah hak manfaat (beneficial title) sedangkan kepemilikan aset (legal title) tetap pada obligor.

5. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah. Sukuk Negara diterbitkan dengan tujuan:

1. Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran Negara. 2. Mendorong pengembangan pasar keuangan syariah.

      

152


(24)

3. Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah. 4. Diversifikasi basis investor.

5. Mengembangkan alternatif instrumen investasi. 6. Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara.

7. Memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum terjaring oleh sistem keuangan konvensional.

Jenis Sukuk Investasi

AAOIFI dalam Sharia Standard 2003-2004 membagi sukuk investasi (investment sukuk) menjadi beberapa macam153:

a. Sertifikat pemilikan dalam aset yang disewakan

Adalah sertifikat dengan nilai yang sama, yang diterbitkan baik oleh pemilik dari aset yang disewakan atau aset nyata yang dijanjikan akan disewakan, atau oleh lembaga perantara keuangan yang bertindak atas nama pemilik dengan tujuan menjual aset itu dan memperoleh kembali nilainya melalui pembelian/pemilikan karena pemegang sertifikat menjadi pemilik.

b. Sertifikat pemilikan manfaat (usufruct). Sertifikat pemilikan manfaat ini juga dapat dibagi menjadi empat macam:

1) Sertifikat pemilikan manfaat dari aset yang tersedia Sertifikat ini terdiri dari dua macam :

a) Sertifikat yang nilainya sama, yang diterbitkan oleh pemilik aset yang ada, baik oleh dirinya sendiri atau lembaga perantara, dengan tujuan menyewakan aset itu dan menerima pembayaran       

153


(25)

sewa dari pendapatan karena pemilikan sertifikat (subscription), karena manfaat aset itu berpindah kepada pemilikan dari

pemegang sertifikat.

b) Sertifikat yang nilainya sama, yang diterbitkan oleh pemilik aset yang ada, baik oleh dirinya sendiri atau lembaga perantara, dengan tujuan menyewakan kembali manfaat itu dan menerima sewa dari pendapatan yang disebabkan pemilikan sertifikat itu (subscription) karena pemegang sertifikat menjadi pemilik manfaat aset itu. 154

2) Sertifikat pemilikan manfaat dari aset yang ditentukan dan akan dimiliki Sertifikat yang sama nilai, diterbitkan dengan tujuan menyewakan aset nyata (tangible) di masa datang dan untuk memperoleh sewa dari pendapatan yang disebabkan pemilikan sertifikat (subscription), karena manfaat dari aset yang ditentukan di masa datang itu beralih menjadi pemilikan pemegang sertifikat.

3) Sertifikat pemilikan jasa pihak tertentu

Sertifikat yang sama nilai, yang diterbitkan untuk tujuan penyediaan jasa melalui penyedia tertentu (seperti manfaat pendidikan pada suatu investasi) dan memperoleh pembayaran jasa (service charge) karena pemegang setifikat menjadi pemilik dari jasa-jasa ini.

4) Sertifikat pemilikan jasa yang ditentukan di masa depan

      

154


(26)

Adalah sertifikat yang sama nilai, yang diterbitkan untuk tujuan penyedia jasa di masa depan melalui penyedia tertentu (seperti manfaat pendidikan pada suatu investasitas, tanpa memberi nama dari lembaga pendidikan itu) dan memperoleh imbalan (fee) dalam bentuk pendapatan karena kepemilikan (subscription) karena pemegang sertifikat menjadi pemilik jasa.

c. Sertifikat Salam

Adalah sertifikat yang sama nilai yang diterbitkan untuk tujuan memobilisasi modal salam sehingga barang-barang yang akan dikirim, berdasarkan transaksi Salam, akan menjadi milik dari pemegang sertifikat.

d. Sukuk (sertifikat) Istisna’

Adalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna dimana para pihak yang menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu. Sertifikat ini memiliki nilai yang sama dan diterbitkan dengan tujuan memobilisasi dana yang akan digunakan untuk memproduksi barang-barang yang kemudian akan dimiliki oleh pemilik sertifikat.

e. Sertifikat Murabahah

Adalah sertifikat yang sama nilai yang diterbitkan untuk tujuan membiayai pembelian barang-barang melalui Murabahah sehingga pemegang sertifikat menjadi pemilik komoditas Murabahah.


(27)

Adalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal dengan tujuan menggunakan dana yang dimobilisasi untuk melaksanakan sebuah proyek baru, mengembangkan proyek yang sedang berlangsung atau membiayai aktifitas bisnis berdasarkan sebuah akad kemitraan sehingga pemegang sertifikat menjadi pemilik proyek atau aset dari aktivitas itu sesuai dengan partisipasi mereka masing-masing, dengan sertifikat Musyarakah yang dikelola berdasarkan partisipasi atau Mudharabah, atau sebuah perwakilan investasi.

i. Sertifikat Partisipasi

Adalah sertifikat yang mewakili proyek atau aktifitas yang dikelola berdasarkan Musyarakah dengan menunjuk salah satu mitra atau pihak lain untuk mengelola operasinya.

ii. Sukuk Mudarabah

Adalah sertifikat yang mewakili proyek atau aktivitas yang dikelola berdasarkan Mudharabah dengan menunjuk salah satu mitra atau pihak lain sebagai Mudharib untuk pengelolaan operasinya.

iii.Sertifikat Wakil Investasi (Investment Agency)

Adalah sertifikat yang mewakili proyek atau aktifitas yang dikelola berdasarkan perwakilan investasi (investment agency) dengan menunjuk wakil untuk mengelola operasinya atas nama pemegang sertifikat.


(28)

Adalah sertifikat sama nilai yang diterbitkan dengan tujuan menggunakan dana yang dimobilisasi melalui pembelian (sertifikat) untuk pembiayaan sebuah proyek berdasarkan Muzaraah sehingga pemegang sertifikat berhak memiliki sebagian hasil pertanian menurut syarat dari perjanjian.

h. Sertifikat Musaqat

Adalah sertifikat sama nilai yang diterbitkan dengan tujuan menggunakan dana yang dimobilisasi melalui pembelian (sertifikat) untuk pengairan (irigasi) pepohonan yang menghasilkan buah, membelanjakannya untuk keperluan tersebut dan pemeliharaannya berdasarkan akad Musaqat sehingga pemegang sertifikat berhak memiliki sebagian hasil perkebunan itu berdasarkan perjanjian.

i. Sertifikat Mugharatsah

Adalah sertifikat yang sama nilai yang diterbitkan berdasarkan akad Mugharatsah untuk tujuan menggunakan dana itu dalam penanaman pohon dan melaksanakan kerja serta biaya yang diperlukan untuk penanaman tersebut sehingga pemegang sertifikatnya memiliki sebagian dalam tanah dan tumbuhannya.


(29)

BAB IV

Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dalam Obligasi Syariah

A. Perlindungan Hukum Terhadap Investor Obligasi Syariah

Pasar modal adalah pasar yang memperdagangkan efek dalam bentuk instrumen keuangan jangka panjang baik dalam bentuk modal (equity) dan utang, atau dalam pengertian lain pasar modal adalah juga wahana untuk mempertemukan pihak-pihak yang memerlukan dana jangka panjang dengan pihak yang memiliki dana tersebut. Pasar modal merupakan tempat orang membeli atau menjual surat efek yang baru dikeluarkan.155 Berdasarkan UUPM, pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

Arti pentingnya pasar modal sebagai instrumen keuangan terutama yang berkaitan dengan efek. Efek ditujukan untuk kepentingan para investor. UUPM sebagai instrument berisikan tentang norma-norma hukum yang mengatur tentang kegiatan pasar modal agar terlindunginya para investor. Salah satu pengaturan tentang perlindungan terhadap investor adalah terlindunginya investor dari praktek-praktek curang pada transaksi-transaksi efek dipasar modal, misalnya terjadi insider traiding dan pelanggaran atas kewajiban keterbukaan dipasar modal. Pada umumnya pelaku insider trading adalah golongan yang memiliki akses kepada institusi pasar itu sendiri sehingga apabila dalam melakukan pembelian dan penjualan maka pelaku mendasarkan perbuatannya kepada adanya

      

155


(30)

informasi material tentang perusahaan yang belum diinformasikan kepada publik.156 Hal ini dilihat dari indikator terjadinya insider trading yang biasanya tercium ketika pelaku telah melakukan penjualan atas saham yang dibelinya dengan menggunakaqn informasi orang dalam.157 Bahaya insider trading dapat menimbulkan ketidakadilan bagi investor dan menyebabkan mekanisme pasar menjadi tidak fair. Jika terjadinya mekanisme pasar yang tidak fair akan mengakibatkan investor hilang kepercayaan terhadap emiten, hilangnya kepercayaan akan menyulitkann emiten untuk berkembang atau menambah permodalan selanjutnya. Bahkan kemungkinan pihak pelaku insider trading melakukan perbuatan yang merugikan emiten agar harga berfluktuasi sehingga menguntungkan pelaku insider trading, padahal keuntungan tersebut dapat       

156

Lihat, Bismar Nasution, Zulkarnain Sitompul, Asril Sitompul, Insider Trading Kejahatan di Pasar Modal, (Bandung: Books Terrace & Library, 2007), hlm. 3 bahwa jika salah seorang diantara komisaris, direktur, pejabat atau pegawai suatu perusahaan publik 9mereka ini disebut “orang dalam”) menjual saham perusahaan yang dimilikinya, apakah anda juga akan ikut menjual saham perusahaan tersebut yang anda pegang? Tentunya anda harus hati-hati dalam hal ini, sebab orang dalam perusahaan mungkin saja menjual sahamnya dengan berbagai pertimbangan yang kemungkinan besar berbeda dengan kepentingan anda. Namun, jika orang dalam perusahaan meelakukan pembelian saham perusahaan tersebut, terutama dalam jumlah besar, maka biasanya hanya ada satu alas an yaitu mereka mengharapkan atau memperkirakan atau mengetahui bahwa harga saham perusahaan itu akan naik dan bahwa mereka akan dapat menjualnya dalam waktu dekat untuk memperoleh keuntungan. Dalam hal ini, terserah pertimbangan anda apakah anda akan ikut membeli saham perusahaan tersebut atau tidak. Orang dalam yang membeli saham perusahaan dan kemudian menjualnya ketika harganya naik, merupakan suatu peristiwa yang biasa yang membuatnya menjadi tidak biasa adalah apabila dalam melakukan pembelian dan penjualan tersebut, orang dalam itu mendasarkan perbuatannya kepada adanya informasi material tentang perusahaan yang belum diinformasikan kepada publik, misalnya tentang rencana perusahaan untuk melakukan merger atau rencana mengakuisisi perusahaan lain yang akan membuat nilai perusahaan itu menjadi naik. Apabila hal ini terjadi bukan saja perbuatan tersebut menjadi perbuatan yang tidak biasa, bahkan perbuatan itu akan mengakibatkan orang dalam tersebut dapat dikenakan tuduhan melakukan kejahatan pasar modal yang dinamakan insider trading atau perdagangan orang dalam. Insider Trading atau perdagangan orang dalam merupakan suatu hal yang telah lama menjadi topik pembahasan dikalangan pasar modal diseluruh dunia.

157

Lihat, penjelasan Pasal 95 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal menegaskan bahwa yang dimaksud dengan orang dalam adalah (a). komisaris, direktur, atau pegawai emiten, (b). pemegang saham utama emitem, (c). orang-perorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi atau, (d). pihak yang dalam waktu enam bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c.


(31)

digolongkan sebagai unjust enrichment (memperkaya diri secara tidak sah dengan memiliki apa yang bukan haknya).

Selanjutnya pelaksanaan prinsip keterbukaan mempunyai peranan penting dalam kegiatan pasar modal khusunya bagi investor sebelum mengambil keputusan untuk melakukan investasi disebabkan melalui keterbukaan akan terbentuk suatu penilaian (judgment) terhadap investasi, 158yang dapat menentukan pilihan secara optimal terhadap portofolio investor. Makin jelas informasi perusahaan, maka keinginan investor untuk melakukan investasi akan makin tinggi. Selanjutnya ketiadaan atau kekurangan serta ketertutupan informasi akan menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Akibatnya akan menimbulkan ketidakpercayaan investor dalam melakukan investasi melalui pasar modal. Kewajiban ini sesuai ddengan ketentuan Pasal 1 butir 25 Undang-undang nomor 8 Tahun 1995 (UUPM) disebutkan, bahwa prinsip keterbukaan adalah “pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, perusahaan public, dan pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.”

Berkenaan dengan batasan fakta materil dalam keterbukaan yang diwajibkan telah ditentukan dalam Pasal 1 butir 7 UUPM yang menyebutkan, bahwa “informasi atau fakta materil adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga       

158

D. Brian Hufford, Dettering Fraund vs. Avoiding the “Strike Suit” : Rreaching An Appropriate Balance, Brooklyn Law Review, (Vol. 61, 1995), hal. 593-594.


(32)

efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.”

Sistem keterbukaan wajib tersebut, juga penting dipahami sebagai ketentuan umum anti-fraund dari hukum pasar modal, yang menyatakan “tell the truth and don’t leave out anything important.”159pemahaman tersebut penting, oleh karena kegagalan untuk mengungkapkan (to disclose) fakta material dianggap sebagai penipuan.160 Berdasarkan teori sistem keterbukaan wajib tersebut dapat ditentukan premis, bahwa ketentuan keterbukaan harus membuat suatu kewajiban yang umum untuk melakukan keterbukaan secara menyeluruh dari seluruh informasi, sehingga kepada suatu bangunan kewajiban keterbukaan untuk menyampaikan informasi yang khusus.

Pelaksanaan keawajiban keterbukaan yang umum dan khusus tersebut, diharapkan prinsip keterbukaan sebagai bagiann sistem hukum pasar modal dapat memberikan predictability kepada pemegang saham atau pelaku ekonomi. Selanjutnya, apabila dirinci tujuan prinsip keterbukaan oleh Emiten atau perusahaan public kepada investor, maka rinciannya adalah menciptakan mekanisme pasar efisien. Pasar efisien sering didefinisikan sebagai pasar dimana harga saham dipengaruhi semua informasi yang tersedia secara langsung.

Menurut John C. Coffe, Jr, bahwa pasar yang efisien tersebut berkaitan dengan sistem keterbukaan wajib, oleh karena pada dasarnya sistem keterbukaan wajib       

159

Robert H. Rosenblum, “An Issuer’s Duty Under Rule 10b-5 To Correct and Update Materially Misleading Statements, Chatolic University Law Review, (Vol. 40, 1992), hlm. 289 dalam Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Perdagangan Saham di Pasar Modal,

http//bismarnasty.wordpress.com, diakses tanggal 4 November 2010.

160

SEC v. capital Gains Bureau, 375 U.S., 200, 1963 dalam Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Perdagangan Saham di Pasar Modal, Ibid.


(33)

berusaha menyediakan informasi teknis (technical information) bagi analis saham dan profesional pasar, dimana secara dalil yang wajar mereka merupakan daya penggerak yang pada dasarnya mempertahankan pasar efisien.161 Untuk memahami esensi keterbukaan wajib dalam rangka menciptakan pasar efisien tersebut, akan lebih dipahami dengan memperhatikan apa yang telah diamati oleh Brad M. Barber, Paul A. Griffin dan Baruch Lev. Mereka mengatakan, bahwa dalam suatu pasar efisien seluruh informasi public yang disampaikan secara cepat dan penuh dicerrminkan kepada harga saham.

Perlindungan terhadap investor, khususnya investor biasa (unsophisticated investors) dari penipuan disebabkan tujuan prinsip keterbukaan tersebut dilakukan dengan cara menyamakan akses terhadap informasi diantara para pelaku pasar. Cara penyamaan akses tersebut diantara investor akan dapat menjaga kepercayaan investor dan dapat mencegah terjadinya penipuan. Cara penyamaan akses terhadap informasi tersebut adalah suatu yang dibutuhkan investor.162 Apabila hukum yang mewajibkan prinsip keterbukaan ditegakkan secara fair dan mengandung unsur creditability serta accountability, maka kejahatan dalam bentuk misstatement atau misrepresentation dan omission yang mengakibatkan pernyataan menyesatkan (misleading statement) akan dapat diatasi. Sesab dengan prinsip keterbukaan itu membuat kegiatan yang dilakukan manajemen sangat mudah dideteksi.163 Dengan demikian unsophisticated investors yang pada umumnya kurang dapat mengakses informasi dibandingkan dengan investor       

161

John C. Coffe, Jr, Market Failure and the Economic Case for A Mandatory Disclosure System, Virginia Law Review, (Vol. 70, 1984), hal. 747.

162

Nicholas I. Georgakopoulus, Why Should Disclosure Rules Subsidize Informed Traders, International Review Law and Economic, (Vol.16, 1996), hal.297

163


(34)

potensil yang professional dapat terlindungi dari eksploitasi. Karena terdapat pendapat, bahwa “investor yang tidak mengetahui informasi adalah termasuk sebagai investor tereksploitasi.” Dalam perkataan lain, “barang siapa yang mengetahui sedikit informasi memperroleh suatu deal yang merugikan.”

Dipihak lain, eksploitasi akan membuat rasa ketakutan dan ketakutan eksploitasi ini akan merusak kepercayaan. Meskipun investor tersebut terbukti mengalami kerugian ataupun tidak dirugikan. Investor yang tereksploitasi dari informasi ini sangat dirugikan, dibandingkan dengan investor lain yang memiliki informasi, yang katena informasi tersebut berada dalam posisis yang diuntungkan (informational advantages). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa fungsi keterbukaan tersebut dapat melindungi investor dari ketakutann eksploitasi. Dalam mencapai tujuan prinsip keterbukaan untuk perlindungan investor tersebut hanya dapat diharapkan terpenuhi adalah sepanjang informasi yang disampaikan kepada investor mengandung kelengkapan data keuangan emiten dan informasi lainnya yang mengandung fakta materiel.dengan penyampaian informasi yang demikian kepada investor akan dapat menghindari investor dari bentuk-bentuk penipuan (fraund) atau manipulasi (deceit) serta ha-hal lainnya yang berbentuk perbuatan-perbuatan curang (fraundulent acts), seperti melalui misrepresentation atau omission yang pada akhirnya mengakibatkan pernyataan menyesatkan.

Tujuan keterbukaan yang kedua tersebut mendasari pengaturan ketentuan keterbukaan supaya dilakukan secara akurat dan penuh dalam melakukan keterbukaan tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh ketentuan keterbukaan yang diatur dalam hukum pasar modal, agar tidak menimbulkan


(35)

pernyataan yang menyesatkan bagi investor, seperti informasi yang salah. Karena menurut Fraund-on-the-Market-Theory informasi yang salah masuk ke pasar secara cepat akan merubah harga suatu saham, dengan prinsip keterbukaan akan mudah diperoleh informasi. Hal ini didasarkan pengamatan sebagaimana yang diuraikan Saul levinore yang menguraikan bahwa apabila informasi secara relative mudah untuk diperoleh para pelaku pasar modal maka informasi tersebut akan masuk kepasar dengan nilai keebenaran yang sangat akurat.164

Peraturan pelaksana prinsip keterbukaan yang membuat larangan pada masalah tersebut umumnya terdiri dari perbuatan mengeluarkan pernyataan fakta materiel yang salah (materially false statement) atau penyampaian pernyataan itu tidak lengkap (omission) dalam dokumen-dokumen penawaran umum.165 Peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam UUPM telah membuat ketentuan-ketentuan mengenai larangan terhadap pernyataan yang salah dan omission, baik pada propektus maupun pada pengumuman dalam media massa yang berhubungan dengan suatu penawaran umum.166ketentuan larangan tersebut juga secara tegas telah membuat ketentuan-ketentuan mengenai perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam kategori penipuan dan manipulasi pasar serta telah menetapkan sanksi berupa ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima belas miliar rupiah terhadap pelanggaran atas       

164

Saul Levnore dalam Bismar Nasution, Ibid.

165

Pasal 78 ayat 1 UUPM menyatakan, bahwa dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang fakta materiel atau tidak memuat keterangan yang benar tentang fakta materiel yang diperlukan agar prospectus tidak memberikan gambaran yang menyesatkan.

166

Pasal 79 ayat 1 UUPM menyatakan, bahwa seiap pengumuman dalam media massa yang berhubungan dengan suatu penawaran umum dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang fakta materiel atau tidak memuat keterangan yang benar tentang fakta materiel yang diperlukan agar keterangan dimuat didalam pengumuman tersebut tidak memberikan gambaran yang menyesatkan.


(36)

perbuatan-perbuatan tersebut.167dengan demikian pemahaman penentuan standart fakta materiel tersebut sangat berkaitan dengan pembenaran seperlunya kewajiban prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor.168

Masuknya prinsip keterbukaan dalam kerangka pengelolaan perusahaan yang baik adalah suatu strategi yang tepat. Oleh karena menurut Pasal 1 butir 25 UUPM prinsip keterbukaan adalah “pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan public, dan pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi materiel mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga efek tersebut.” Selanjutnya Peraturan Bapepam Nomor X.K.1 tentang keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada public menyatakan, “setiap perusahaan public atau emiten yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif, harus menyampaikan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat secepat mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah keputusan atau terjadinya suatu peristiwa, informasi atau fakta materiel yang mungkin dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.” Namun terdapat suatu hal yang sangat penting untuk dipahami dalam definisi prinsip keterbukaan tersebut, yaitu pendekatan hukum mengenai standart fakta materiel (“materiel fact”-“materiality”). Sebab penentuan standar fakta materiel merupakan napas berjalannya undang-undang pasar modal yang mengatur prinsip       

167

Pasal 90, 91, 92, 93 dan Pasal 104 UUPM 168

Frank H. Eassterbrook dan Daniel R. Fischel, 1, The Economic Structure Of Corporate Law, (Cambridge, Massachussetts, London: Harvard University Press, 1996), hal. 296 dalam Bismar Nasutio, Loc.Cit


(37)

keterbukaan. Apabila penentuan standart fakta materiel tidak tegas atau cukup, maka jalannya kewajiban untuk mengungkapkan informasi (duty to disclose) akan terlamba.169

B. Peran Dewan Pengawas Syariah

Pelaksanaan aktivitas syariah dapat menyimpang dari prinsip-prinsip syariah sebenarnya. Untuk itu diperlukan pengawas yang dapat mengawasi praktek-praktek yang ada dalam dunia nyata agar prinsip-prinsip tersebut benar-benar diterapkan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk memenuhi kebutuhan tersebut. DSN ini juga bertindak sebagai regulator dan mengeluarkan fatwa (aturan) yang harus menjadi pedoman bagi siapa saja yang akan melakukan aktivitas ekonomi syariah.170

Tugas Dewan Pengawas Syariah sebagai pengawas kegiatan usaha di pasar modal agar senantiasa sejalan dengan prinsip syariah adalah sebuah tugas yang sangat berat. Terlebih lagi apabila mengingat tidak adanya aturan hukum yang cukup jelas mengenai kewenangan pengawasan tersebut. Tugas Dewan Pengawas Syariah antara lain bertanggung jawab atas pelaksanaan fatwa DSN-MUI dan menyampaikan hasil laporan pengawasan di dalam pelaksanaan obligasi syariah.171

Tugasnya yang berat tampaknya akan semakin berat dalam pelaksanaannya, karena tidak diimbangi dengan pengaturan yang lebih rinci. Tidak ada aturan mengenai tata hubungan yang jelas antara Dewan Pengawas       

169

Ibid

170 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17663/3/Chapter II.pdf 171


(38)

Syariah, Komisaris, dan Direksi. Hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah pun tidak jelas status hukumnya. Tidak ada jaminan bahwa hasil pengawasannya dapat mengikat Direksi, karena hasil pengawasannya bersifat rekomendatif. Oleh karena itu, tampaknya akan jauh lebih baik, apabila Bapepam mengeluarkan aturan yang lebih rinci mengenai Dewan Pengawas Syariah. Selain itu, berbagai fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional juga sebaiknya dicoba untuk diformalkan dalam peraturan yang berlaku di kalangan Pasar Modal.172

Hal ini disebabkan MUI bukanlah lembaga Negara yang mempunyai kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang mengikat publik. Adapun di sisi lain, Bapepam adalah perangkat pemerintah di bidang pasar modal yang dapat menciptakan kebijakan hukum atau peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, perlu diupayakan suatu pola hubungan antara Bapepam dan Dewan Syariah Nasional dimana Dewan Syariah Nasional sebagai perumus substansi atau materi pengaturan dan Bapepam sebagai lembaga yang akan memformalkan materi tersebut sesuai dengan tata peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Jika hal ini dimungkinkan, peran Dewan Pengawas Syariah tampaknya akan lebih optimal dalam penyelenggaraan pasar modal syariah. Sebagai perseroan terbatas kepentingan pasar modal syariah pada dasrnya sama dengan badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas lainnya, yaitu menghasilkan keuntungan ekonomis. Nilai materialisme yang begitu kental dalam konsep keberadaan perseroan terbatas tersebut pada dasarnya untuk beberapa hal tidak sejalan dengan prinsip syariah. Sebagai sebuah paradigma

      

172


(39)

spiritualis, prinsip-prinsip syariah bertujuan untuk membantu manusia tidak hanya memperoleh kebaikan di dunia, tetapi yang terpenting adalah untuk memperoleh kebaikan di akhirat.173

Fungsi Dewan Pengawas Syariah sebagai pengawas memiliki kesamaan dengan fungsi Komisaris. Bedanya, kepentingan Komisaris dalam melakukan fungsinya adalah memastikan pasar modal selalu menghasilkan keuntungan ekonomis. Akan tetapi, kepentingan Dewan Pengawas Syariah semata-mata hanya untuk menjaga kemurnian ajaran Islam dalam praktik kegiatan di pasar modal. Oleh karena itu, kedudukan Dewan Pengawas Syariah dan Komisaris sebenarnya punya potensi besar melahirkan konflik, sebab Dewan Pengawas Syariah harus berpihak pada kemurnian ajaran Islam walaupun itu bisa membuat perusahaan kehilangan keuntungan.174

Dewan Pengawas Syariah adalah lembaga yang khas yang dimiliki oleh pasar modal syariah. Tugasnya sangat berat yaitu sebagai pengawas kegiatan usaha pasar modal agar senantiasa sejalan dengan prinsip syariah. Dalam menjalankan tugas tersebut adalah sangat penting untuk membekali Dewan Pengawas Syariah dengan wewenang yang cukup dan membuat aturan yang rinci mengenai kedudukannya. Hal tersebut akan membuat prinsip good corporate governance lebih mudah diterapkan dalam Dewan Pengawas Syariah.175

Pada kenyataannya, pengaturan Dewan Pengawas Syariah yang ada sekarang sangat minim. Hal ini terlihat sekali apabila pengaturan untuk Dewan Pengawas Syariah dibandingkan dengan pengaturan untuk RUPS, Komisaris, dan       

173

Ibid., hal. 131 174

Ibid.


(40)

Direksi. Tanpa ada pengaturan yang cukup rinci, Dewan Pengawas Syariah tampaknya tidak dapat optimal dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Bahkan bukan tidak mungkin, Dewan Pengawas Syariah menjadi lembaga stempel saja. Artinya, Dewan Pengawas Syariah menjadi lembaga yang membuat seolah-olah semua produk pasar modal telah sesuai syariah, padahal pada kenyatannya tidak. Ini sangat berbahaya karena mereka adalah otoritas yang menentukan kesesuaian penerapan huum Islam dalam operasional para pelaku usaha di pasar modal. Untuk mencegah hal tersebut aturan mengenai Dewan Pengawas Syariah tidak hanya perlu, melainkan sangat mendesak sifatnya.176

Pada akhirnya kunci optimalisasi Dewan Pengawas Syariah ada pada kebijakan Bapepam. Kedudukan Dewan Pengawas Syariah dan tata cara kerjanya dalam penyelenggaraan pasar modal syariah harus diatur dalam peraturan yang berlaku di Bapepam. Segala fatwa yang dibuat Dewan Syariah Nasional yang menjadi acuan kerja Dewan Pengawas Syariah sebisa mungkin juga harus diperjuangkan untuk diadopsi dalam peraturan Bapepam, dengan demikian fatwa tersebut akan memiliki daya laku dan daya ikat yang lebih kuat. Semoga hal ini dapat mendorong optimalisasi Dewan Pengawas Syariah dalam penyelenggaran pasar modal syariah.177

      

176

Ibid.

177


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari uraian pada bab - bab terdahulu dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Pada dasarnya pengaturan mengenai obligasi ini dalam hukum positif, baik yang konvensional maupun yang berdasarkan prinsip syariah adalah sama yaitu diatur dalam Undang–Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan peraturan teknis berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, dan peraturan–peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam dan peraturan–peraturan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek selaku Self Regulatory Organization (SRO). Perbedaannya antara obligasi konvensional dengan obligasi syariah terletak pada pengaturan terhadap obligasi syariah oleh Dewan Syariah Nasional dalam bentuk fatwa, serta pengaturan mengenai akad – akad dalam penerbitan efek syariah. Pengaturan terkait dengan obligasi syariah ini di atur dalam dalam Fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah, Fatwa DSN-MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah Mudharabah, Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, Fatwa DSN-MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004 Tentang Obligasi Syariah Ijarah dan Fatwa DSN-MUI No. 59/DSN-MUI/V/2007 Tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.


(42)

b. Berbagai jenis struktur sukuk yang dikenal secara internasional dan telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Institutions (AAOIFI) dan diadopsi dalam UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara, antara lain: 1) Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau

akad Ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk Ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al Muntahiya Bittamliek (Sale and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease.

2) Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan

perjanjian atau akad Mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal (rab al-mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.

3) Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan

perjanjian atau akad Musyarakah dimana dua pihak atau lebih berkerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan


(43)

usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.

4) Sukuk Istishna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.

c. Perlindungan terhadap investor, khususnya investor biasa (unsophisticated investors) dari penipuan disebabkan tujuan prinsip keterbukaan tersebut dilakukan dengan cara menyamakan akses terhadap informasi diantara para pelaku pasar. Cara penyamaan akses tersebut diantara investor akan dapat menjaga kepercayaan investor dan dapat mencegah terjadinya penipuan. Cara penyamaan akses terhadap informasi tersebut adalah suatu yang dibutuhkan investor.178 Apabila hukum yang mewajibkan prinsip keterbukaan ditegakkan secara fair dan mengandung unsur creditability serta accountability, maka kejahatan dalam bentuk misstatement atau misrepresentation dan omission yang mengakibatkan pernyataan menyesatkan (misleading statement) akan dapat diatasi. Sesab dengan prinsip keterbukaan itu membuat kegiatan yang dilakukan manajemen sangat mudah dideteksi.179 Dengan demikian unsophisticated investors yang pada umumnya kurang dapat mengakses informasi dibandingkan

      

178

Nicholas I. Georgakopoulus, Why Should Disclosure Rules Subsidize Informed Traders, International Review Law and Economic, (Vol.16, 1996), hal.297

179


(44)

dengan investor potensil yang professional dapat terlindungi dari eksploitasi.

2. Saran

Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelum, maka dapat di rumuskan saran-saran sebagai berikut :

a. Pemerintah harus mengupayakan sesegera mungkin merealisasi Undang – Undang tentang Pasar Moda Syariah yang dibuat secara efektif dan efisien serta terperinci, termasuk didalamnya pelaksanaan opersional obligasi syariah, sehingga adanya jaminan kepastian hukum mengenai masalah perlindungan investor dalam melakukan investasi melalui obligasi syariah b. Pengelolaan obligasi syariah harus menerapkan prinsip-prinsip syariah

yang secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik dari produk yang menjadi obyek, dari cara perolehannya, serta dari cara penggunaannya

c. Sebelum investor melakukan investasi pada suatu obligasi syariah sebaiknya investor tersebut memahami tingkat return pada sebagian besar sukuk secara pasti disetujui di awal bahkan tanpa provisi tertentu untuk jaminan puhak ketiga. Dan di samping tiu, investor sendiri juga perlu mendidik diri sendiri agar dapat berinvestasi dengan benar dan bijak.


(45)

BAB II

PENGATURAN OBLIGASI SYARIAH DI INDONESIA A. SEJARAH OBLIGASI SYARIAH

Obligasi syariah (sukuk) ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau note. Sukuk dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah Penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata cheque dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.40 

Dalam perkembangannya, The Islamic Jurisprudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA - Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001, kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate Sukuk si pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.41 Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan bak

      

40

Adrian Sutedi, Op. Cit.,hal. 95 41


(46)

cendawan di musim hujan. Tidak ketinggalan, pemerintah di dunia Islam pun mulai melirik hal tersebut.42 Sukuk sudah berkembang menjadi salah satu mekanisme yang sangat penting dalam meningkatkan keuangan dalam pasar modal internasional melalui struktur yang dapat diterima secara Islam. Perusahaan multinasional, Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan lembaga keuangan menggunakan sukuk internasional sebagai alternatif pembiayaan sindikasi.43

Fakta empiris membuktikan dan menyimpulkan bahwa sukuk secara nyata digunakan secara luas oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan, dalam bentuk surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial lainnya. Arti sukuk dalam prespektif Islam modern, bersandar pada konsep aset monetisasi yang disebut penjaminan yang diterima melalui proses pengeluaran sukuk (taskeek). Potensial besarnya adalah dalam mengubah dana masa depan menjadi dana saat ini. Sukuk dapat dikeluarkan untuk aset yang sudah ada maupun yang akan ada di waktu yang akan datang.44

Di Malaysia, instrumen obligasi syariah digunakan untuk berbagai macam keperluan baik untuk pembiayaan kegiatan pemerintah maupun untuk keperluan industri keuangan syariah. Instrumen yang sudah pernah diterbitkan berupa Government Investment Issues (GIIs), yaitu pinjaman kenaikan atau qardhul hasan yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Konsep ini tidak ada imbalan bagi pemilik modal, namun demikian pemerintah boleh memberikan       

42

Ibid.

43

http://suherilbs.wordpress.com/2007/12/30/dampak-pengembangan-sukuk-terhadap-perkembangan-perbankan-syariah-di-indonesia-2/

44


(47)

semacam hadiah. Oleh karena itu, instrumen GIIs tidak untuk diperdagangkan.45 Pemerintah Brunei Darussalam juga menjual sukuk jangka pendek senilai 45 juta dollar Brunei atau setara dengan 30 juta dollar AS. Sukuk tersebut berada pada level 2,30 persen.46

Pasar Modal Syariah berdiri di Indonesia pada tanggal 14 Maret 2003, maka muncullah harapan bahwa pasar modal yang didasari prinsip syariah dapat berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syariah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan institusi-institusi lembaga keuangan syariah. Salah satu institusi tersebut adalah obligasi syariah. Ketika Bank Syariah di kembangkan, maka muncullah pasar uang syariah. Dan pada saat reksadana syariah di munculkan, perlu instrumen halal untuk penyaluran penempatan portofolio. Demikian dengan asuransi dan dana pensiun syariah. Lembaga keuangan syariah ini memerlukan bank syariah, membutuhkan pasar modal syariah dengan saham halal dan obligasi syariahnya.47

Saat ini penerbitan sukuk sudah menjadi perbincangan para ekonom Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Di Indonesia penerbitan obligasi syariah ini di pelopori oleh Indosat dengan obligasi syariah mudharabah Indosat senilai Rp. 100 miliyar pada Oktober 2002, kemudian Indosat mengalami oversubribed dua kali lipat sehingga bertambah menjadi Rp. 175 miliyar. Langkah Indosat diikuti oleh PT. Berlian Laju Tanker sebesar Rp. 175 miliyar pada tanggal 28 Mei 2003. PT. Bank Bukopin menerbitkan obligasi syariah mudharabah pada 10 Juli 2003 sebesar Rp. 45 miliyar. PT. Bank Muamalat Indonesia sebesar Rp.       

45

Abdul Manan, Op. Cit., hal. 139 46

Ibid., hal. 140 47


(48)

200 miliyar pada tanggal 15 Juli 2003. PT. Ciliandra Perkasa pada 26 September 2003 sebesar Rp. 60 miliyar, PT. Bank Syariah Mandiri pada 31 Oktober 2003 sebesar Rp. 200 miliyar dan pada tahun 2006, PLN berencana mengumumkan emisi obligasi dengan nilai Rp. 200 Miliyar.

Tabel 1

Daftar obligasi syariah

Nama Obligasi Emiten/Penerbit Waktu

Penerbitan

Bank Bukopin Syariah Mudarabah PT. Bank Bukopin Tahun 2003 Bank Muamalat Syariah

Mudarabah

PT. Bank Muamalat

Indonesia Tbk. Tahun 2003 BSM syariah mudarabah PT. Bank Syariah Mandiri Tahun 2003 Cilandra Perkasa Syariah

Mudarabah PT. Cilandra Perkasa Tahun 2003 Indosat Syariah Mudarabah PT. Indosat tbk. Tahun 2002 PTPN VII Syariah Mudarabah PTPN VII Tahun 2004 Obligasi Syariah Ijarah I Matahari

Putra Prima PT. Matahari Putra Prima Tahun 2004 Obligasi Syariah Ijarah Sona Topas

Tourism Industri

PT. Sona Topas Tourism

Industri Tahun 2004 Berlian I Syariah Ijarah PT. Berlian Laju Tanker Tahun 2004

HITS I Syariah Ijarah Tahun 2004

INdorent Syariah Ijarah PT. INdorent Tahun 2004 Citra Sari Makmur I Syariah Ijarah PT. Indofood Tbk. Tahun 2004

Obligasi Syariah Berliana Laju

Tanker PT. Berliana Laju Tanker Tahun 2003

Sumber: Dr. Muhammad Firdaus NH, dkk, 2005.48

Berdasarkan data olahan Departemen Keuangan, pada tahun 2003, sukuk korporasi hanya berjumlah enam buah dengan nilai Rp. 740 miliar, hingga Desember 2006, sukuk korporasi di Indonesia yang telah diterbitkan berjumlah 17 sukuk yang nilainya mencapai Rp. 2,2 triliun, sampai 1 Desember 2007, total Obligasi Syariah dan Medium Term Notes (MTN) yang diterbitkan sudah       

48


(49)

mencapai 32 jenis dengan dana investasi mencapai kurang lebih Rp. 3,23 triliun. Di sisi lain, niat pemerintah untuk menerbitkan instrumen Sukuk Negara, masih terganjal dengan belum adanya regulasi yang mengatur ketentuan itu. Padahal, sebagai instrumen berbasis syariah, sukuk jelas memiliki tipikal dan aturan yang berbeda dengan surat utang negara biasa, misalnya mengenai Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara yang merupakan instrumen pendorong tumbuhnya perbankan syariah.49

Untuk dapat menerbitkan sukuk di Indonesia, MUI melalui Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) sejak tahun 2003 telah berupaya untuk mencarikan bentuk payung hukum yang tepat untuk menerbitkan sukuk tersebut, mulai dari ide untuk mengamandemen UU No. 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara (SUN), mengkonversi sebagian obligasi negara ke obligasi syariah, dilanjutkan dengan usulan Perpu yang tidak bertentangan dengan pasar modal sebagaimana usulan Dirjen Perbendaharaan Negara, sampai akhirnya memilih bentuk UU sebagai landasan hukum penerbitan sukuk yang pas. 50

Dipilihnya UU sebagai landasan hukum penerbitan sukuk jelas membutuhkan waktu yang tidak sedikit akhirnya dapat disahkan sebagai UU. Sementara RUU mengenai sukuk ini dibahas di DPR, beberapa korporasi akhirnya memilih untuk menerbitkan sukuknya, walaupun landasan hukumnya belum keluar. Walaupun pembahasan RUU sukuk tersebut terkatung-katung, akhirnya

      

49

http://kiamifsifeui.wordpress.com/sukuk di indonesia1/perkembangan sukuk.htm 50

http://suherilbs.files.wordpress.com/2007/12/dampak-perkembangan-sukuk-terhadap-perkembangan-perbankan-syariah-di-indonesia.doc


(50)

membuahkan hasil juga pada tanggal 7 April 2008, yaitu disahkannya RUU sukuk menjadi UU sukuk.51

Dengan disahkannya UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) maka diharapkan akan menarik para investor asing, terutama investor Timur Tengah untuk berinvestasi di Indonesia. Selain itu, dengan pengesahan UU Surat Berharga Syariah Negara ini diharapkan akan mampu mendorong pertumbuhan industri ekonomi syariah termasuk di dalamnya perbankan syariah, terutama dalam mengeluarkan produk-produk sukuk dan derivatifnya yang dapat diserap oleh industri serta membantu pendanaan pemerintah baik untuk membangun infrastruktur maupun menambal APBN.52

B. PENGERTIAN OBLIGASI SYARIAH

Menurut bahasa, obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu obligate, kemudian dibakukan ke dalam bahasa Indonesia menjadi obligasi berarti “kontrak”.53 Sedangkan dalam Pasal 1 Keputusan RI No.755/KMK011/1982 menyebutkan bahwa, obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan utang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (badan pelaksana pasar modal).54

      

51

Ibid

52

Ibid.

53

Junaedi, Transaksi Jual Beli Obligasi Dan Saham Di Pasar Modal Indonesia Ditinjau Dari Segi Hukum Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995)

54

Nazir, dkk, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Editor Ahli, Afif Muhammad, (Bandung: Kaki Langit, 2004)


(51)

Obligasi atau bond adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam dengan kewajiban untuk membayar kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan sebelumnya.

Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap di atas 10 tahun.55

Di dalam Islam, istilah obligasi lebih dikenal dengan istilah sukuk. Merujuk kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.56

Menurut The Accounting And Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) difinisi sukuk adalah sebagai sertifikat dari sebuah nilai yang sama, yang merepresentasikan saham yang tidak dibagikan atas aset berwujud (tangible asset), hak manfaat (usufruct) dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek utama atau kegiatan investasi tertentu.57

      

55

Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 126 56

Ibid. hal. 127 57

Rania El Gamal, Sukuk: New buzzword for Islamic finance, www.kuwaittimes.net, diakses 16 November 2010.


(52)

Obligasi syariah mempunyai pengertian yaitu : “Obligasi ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan emiten untuk membayar kepada pemegang obligasi syariah sejumlah pendapatan bagi hasil dan membayar kembali dana obligasi syariah pada tanggal pembayaran kembali dana obligasi syariah”. Pendapatan bagi hasil dibayarkan setiap periode tertentu (3 bulan, 6 bulan atau setiap tahun). Besarnya pendapatan bagi hasil dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan yang dibagi hasilkan, yang besarnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten triwulan yang terakhir diterbitkan sebelum tanggal pembayaran pendapatan bagi hasil yang bersangkutan. Pembayaran pendapatan bagi hasil kepada masing-masing pemegang obligasi syariah akan dilakukan secara proporsional sesuai dengan porsi kepemilikan obligasi syariah yang belum dibayar kembali.58

Obligasi Syariah memiliki beberapa karakteristik. Pertama, Obligasi Syariah menekankan pendapatan investasi bukan berdasar kepada tingkat bunga (kupon) yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah berdasar kepada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarannya telah disepakati oleh pihak emiten dan investor.59

Kedua, dalam sistem pengawasannya selain diawasi oleh pihak wali amanat maka mekanisme Obligasi Syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor Obligasi Syariah       

58

Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 126 59


(53)

diharapkan bisa lebih terjamin. Ketiga, jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur nonhalal. Adapun lembaga Profesi Pasar Modal yang terkait dengan penerbitan Obligasi Syariah masih sama seperti obligasi biasa pada umumnya.60

Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa jumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbatas dari riba, gharar, dan maysir.61

Tabel 2

Perbandingan Obligasi Syariah (Sukuk) dan Obligasi Konvensional62

Deskripsi Sukuk Obligasi

Penerbit Pemerintah, korporasi Pemerintah, korporasi Sifat Instrumen

Sertifikat

kepemilikan/penyertaan atas suatu aset

Instrumen pengakuan utang

Penghasilan Imbalan, bagi hasil, margin Bunga kupon, capital gain

Jangka Waktu Pendek-menengah Menengah-panjang

Underlying asset Perlu Tidak perlu

Price Market price Market price

Investor Islami, konvensional Konvensional Penggunaan dana

hasil penerbitan Harus sesuai yariah Bebas       

60

Ibid.

61

www.dmo.or.id, diakses 13 November 2010 62


(1)

2. Kedua orang tua Penulis, ASRUL dan IDA MURNI NASUTION yang telah banyak mencurahkan cinta dan kasih sayangnya buat Penulis, yang memberikan bantuan tak terhingga nilainya, sehingga Penulis dapat melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi sampai selesai. (teladan, semangatmu, harapanmu, kebangganmu dan do’amu membuatku mampu menyelesaikan studyku). Thank yau very much, Ilove you.

3. Bapak Prof. RUNTUNG SITEPU, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. BISMAR NASUTION, SH. MH selaku kepala bagian Hukum Ekonomi, Guru besar dan Dosen Hukum Ekonomi, serta Pembimbing I. Terima kasih yang sebesar – besarnya atas segala bantuan serta dukungannya yang sangat berguna dan bermanfaat bagi Penulis.

5. Ibu Prof. Dr. SUNARMI, SH.M.Hum selaku Pembimbing II dan Dosen

Hukum Ekonomi. Terima kasih yang sebesar – besarnya atas segala bantuan serta dukungan atas segala bantuan serta dukungan yang sangat berguna dan bermanfaat bagi Penulis.

6. Ibu CHAIRUL BARIAH, SH.M.Hum selaku Dosen Wali selama mengikuti

perkuliahan dari awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Dosen dan Staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing mulai dari semester awal hingga Penulis menyelesaiakan perkuliahan di kampus tercinta ini.


(2)

8. Seluruh Guru – guru Penulis mulai dari MIN (MIN MEDAN SUNGGAL),

MTs (MTs NEGERI 3 MEDAN) dan SMA (SMA NEGERI 15 MEDAN),

yang telah banyak mendidik, dan membimbing Penulis.

9. Buat adik – adikku tersayang, Ilvana Wanda, Melva Wanda, Muhammad

Alexander Agung, dan Anwar Siregar yang senantiasa selalu membuat

Penulis tertawa dan bersemangat (terima kasih untuk support n kebersamaannya ya sayang...).

10. Tak lupa buat opungku, AMILLAH LUBIS dan SAMPERIA NASUTION atas segala doanya, semoga kalian dilimpahkan kesehatan selalu oleh Allah SWT. Dan buat semua keluarga besar Penulis yang tidak bisa Penulis sebutkan satu – persatu terima kasih atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan buat Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan study di Perguruan Tinggi.

11. Teman – teman terbaikku di SD, SLTP dan di SMA. Saida, Putra. Olive, Sekar, Sari, Mevid, Hadi, dan yang lainnya yang tak bisa disebutkan satu – persatu oleh Penulis. Terima kasih buat semangat dan dukungannya.

12. Buat sahabatku, Ayank Keke n Ayank Ela yang selalu dan tak henti – hentinya memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis, terima kasih buat semuanya yank (I miss u honey). Buat Alwan H. Dalimunthe,SH, Daud H. Lubis, Anggi P. Harahap, M. Zeini n M. Firnanda (yang selalu iseng pinjam baterai hp Penulis) makasih buat support n kebersamaannya selama ini.


(3)

13. Buat Ayank N.S Dewi Marpaung n Ahmad Parlindungan makasih udah ngasi pinjaman laptopnya, buat Rizky Kurnia yang selalu senantiasa bantuin Penulis dengan masalah komputernya... Nisa Lokita, Sudirman Naibaho makasih semangatnya.

14. Buat teman – teman, Ani, Fira, Riri, Octris, Jesika, Tiwi, Icha, Meci,Uun, Rizka,dan yang lainnya makasih buat semangat dan kebersamaannya selama kita kuliah.

15. Buat adik – adik stambuk 07, 08, 09, n 10 yang tak dapat Penulis sebutkan satu persatu makasih buat semuanya ya dek, dan tak lupa untuk keluarga besar Pengurus HmI Komisariat Fakultas Hukum USU selama berproses di kampus tercinta, terima kasih banyak atas kesempatan berproses bersama – sama dengan teman – teman yang diberikan kepada Penulis.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan begitu banyak kekurangannya. Untuk itu, sangat mengaharapkan saran dan kritiknya yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini.

Semoga ALLAH SWT melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan membalas segala kebaikan dan jasa semua pihak yang telah membantu secara ikhlas, dan semoga mendapat balasan yang setimpal. Amin….

Medan, 09 Desember 2010 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI... v

ABSTRAK………... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Perumusan Masalah………... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 7

D. Keaslian Penulisan... 8

E. Tinjauan Kepustakaan... 8

F. Metode Penelitian... 14

G. Sistematika……….   16 

BAB II PENGATURAN OBLIGASI SYARIAH DI INONESIA A. Sejarah Obligasi Syariah………...…... 18

B. Pengertian Obligasi Syariah………...…... 23

C. Jenis dan Peringkat Obligasi………...………. 27

D. Pengaturan Obligasi Syariah………... 31

BAB III BENTUK – BENTUK PELAKSANAAN PERJANJIAN

(AKAD) DALAM MEKANISME INVESTASI OBLIGASI SYARIAH


(5)

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Obligasi Syariah.... 65 C. Penerapan Prinsip Syariah dalam Pengelolaan Obligasi

Syariah………... 67

D. Bentuk Pelaksanaan Perjanjian (Akad) dalam Mekanisme Investasi Obligasi Syariah……….. 71

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR

DALAM INVESTASI MELALUI OBLIGASI SYARIAH

A.Perlindungan Hukum Terhadap Investor dalam Investasi Melalui Obligasi Syariah………... 84 B.Peran Dewan Pengawas Syariah………...…. 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

i. Kesimpulan………... 96

ii. Saran……….

DAFTAR PUSTAKA………. 100


(6)

ASPEK HUKUM OBLIGASI SYARIAH SEBAGAI INSTRUMENT PASAR MODAL SYARIAH

BISMAR NASUTION*1

SUNARMI** NINA WANDA***

ABSTRAK

Eksistensi obligasi syariah sebagai salah satu istrument dalam pasar modal syariah memiliki karakteristik yang berbeda obligasi konvensional. Dalam melakukan pengelolaan investasi (reinvesment), maka pengelolaan obligasi syariah harus berpedoman terhadap prinsip-prinsip syariah. Obligasi syariah yang juga dikenal dengan sukuk merupakan efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan memiliki bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.skripsi ini mengemukakan permasalahan bagaiman pengaturan obligasi syariah di Indonesia, dan bagaimana bentuk-bentuk pelaksanaan perjanjian (akad) dalam mekanisme investasi melalui obligasi syariah serta bagaimana perlindungan hukum terhadap investor dalam investasi melali obligasi syariah.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pengumpulan data secara pustaka (library research) disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, internet dan sumber lainnya, kemudian diseleksi data-data yang layak untuk mendukung penulisan.

Kesimpulan dalam skripsi ini adalah bahwa obligasi syariah adalah obligasi yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam. . obligasi syariah sebagai instrumen investasi yang tunduk terhadap peraturan perundang – undangan di bidang pasar modal, harus menerapkan prinsip keterbukaan guna memberikan perlindungan terhadap investor dan obligasi syariah juga dilarang untuk melakukan praktek insider trading serta reksadana syariah juga harus terbebas dari kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam. Adapun saran yang dapat dikemukakan adalah bahwa pemerintah harus mengupayakan sesegera mungkin merealisasi Undang – Undang tentang Pasar Moda Syariah yang dibuat secara efektif dan efisien serta terperinci, termasuk didalamnya pelaksanaan opersional obligasi syariah, sehingga adanya jaminan kepastian hukum mengenai masalah perlindungan investor dalam melakukan investasi melalui obligasi syariah.

Kata kunci : obligasi syariah, investasi, pasar modal syariah.

       *Dosen Pembimbing I