Kritik Sosial Budaya Antologi Cerpen Karapan Laut

Rabbuh merupakan seorang guru mengaji. Dalam kehidupan masyarakat Madura guru mengaji sangat dihormati, sehingga apa saja yang dikatakannya akan dituruti namun hal yang bertolak belakang justru dilakukan oleh Durakkap sehingga Rabbuh bersikap ketus terhadapnya. Berdasarkan hasil analisis di atas bisa disimpulkan bahwa ada konflik sosial yang terjadi antara Durakkap dengan Rabbuh

4.3 Kritik Sosial Budaya Antologi Cerpen Karapan Laut

Kririk sosial merupakan kritik yang diberikan sebuah karya sastra pada sosial latar tempat karya sastra itu terjadi. Jadi bisa disebut juga sebagai otokritik terhadap latar kehidupan masyarakat Madura. 4.3.1 Kesenjangan Sosial dan Adat Yang Harus Dihilangkan Seperti yang sudah dijelaskan di bab dua, keberadaan karya sastra memiliki tujuan. Penulis membuat sebuah karya sastra dengan maksud dan tujuan tertentu. Sebuah karya sastra yang mengambil tema sosial tentunya memiliki tujuan terkait dengan kehidupan sosial masyarakat yang dituju. Dalam cerpen Anak-anak Laut ini sudah jelas bahwa latar sosial yang diambil adalah latar sosial kehidupan masyarakat Madura, sehingga penulis mencoba menyampaikan kritik sosial terhadap masyarakat Madura. Kritik sosial ditunjukan dengan memperlihatkan kesenjangan sosial yang terjadi di kalangan masyarakat Madura. Kesenjangan sosial terjadi antara Ramuh yang merupakan anak berpendidikan dengan Mattasan anak yang terpaksa tidak bersekolah untuk membantu orang tuanya mencari nafkah. Hal ini bisa dilihat dalam kutipan data berikut. “Ia teringat ketika suatu pagi bersama ibunya berangkat ke pasar untuk menjual hasil tangkapan. Ia melihat Ramuk dan anak- anak sebayanya berjalan beriringan ke sekolah mengenakan seragam dan anak- anak itu meneriakinya:‟anak bodoh tidak bersekolah‟ Mattasan marah dan ingin memukul anak-anak itu, tetapi ibunya membentak dan menyuruhnya berjalan lebih cepat. Ia patuh dan berjalan lebih bergegas di depan ibunya yang memanggul karung ikan. Sekali waktu, ketika pada suatu sore Mattasan berjalan ke pantai untuk melaut bersama mendiang ayahnya, ia berpapasan dengan Ramuk dan anak-anak yang lain. Mereka berbisik-bisik sambil mencuri pandang ke arahnya: Mattasan tau bahwa mereka sedang menggunjingkan dirinya yang tidak bisa membaca Al- Quran.” KL, 2014: 7 Kutipan data di atas menceritakan Mattasan yang melihat Ramuk dan teman-teman sebayanya yang sedang bersekolah. Mattasan yang tidak bersekolah harus mendapatkan perlakuan yang lain dari teman-teman sebayanya, ditambah lagi dirinya tidak bisa mengaji padahal yang mengajar mengaji di kampungnya adalah pamannya sendiri. Dari kutipan data di atas kita bisa melihat adanya interaksi sosial antara Mattasan yang putus sekolah dengan anak-anak yang bersekolah termasuk Ramuk. Mattasan yang tidak berpendidikan mendapat pandangan miring dengan wujud olok-olok Kutipan data di atas menunjukan bahwa kesenjangan sosial antara orang berpendidikan dan tidak berpendidikan terjadi di Madura, dan pengarang mencoba memotretnya untuk memperlihatkan kehidupan anak-anak Madura yang terpaksa putus sekolah untuk membantu menafkahi keluarganya. Kritik sosial juga ditunjukan pengarang terhadap tradisi carok. Kritik terhadap tradisi carok ini ditunjukan dengan cuplikan adegan di bawah ini. “Ramuk dapat melihat jasad ayahnya. Seseorang berusaha menenangkan anak itu dengan memegangi lengannya, tetapi Ramuk memberontak dan menghambur kepada jasad ayahnya. Lalu, seraya menangis, berganti-ganti ia memandang celurit yang tergeletak di dekat jasad ayahnya dan Rabbuh yang masih bersimpuh. Sebentar kemudian Ramuk telah menyambar celurit dan mengayunkan senjata itu membabi buta ke arah guru mengajinya” KL, 2014: 15 Potongan data di atas adalah potongan adegan kondisi setelah carok selesai. Kondisi yang terjadi adalah Matinya Durakkap dan Rabbuh yang terluka parah, namun karena tidak terima Ramuk mengambil celurit yang ada di dekat jasad ayahnya kemudian celurit itu digunakan untuk membunuh Durakkap. Carok merupakan tradisi masyarakat Madura dalam menyelesaikan permasalahan dengan bertarung namun dala kutipan data di atas carok justru menambah permasalahan yang baru, yaitu berupa dendam. Berdasarkan kutipan data di atas bisa disimpulkan bahwa pengarang berupaya memperlihatkan carok sebagai sesuatu yang tidak bisa menyelesaikan masalah tapi justru menciptakan masalah baru. 4.3.2 Ketidak Mampuan Mendidik Anak Seperti yang sudah dijelaskan cerpen Bajing menceritakan tentang kemarahan seorang bajing, Taroman yang malu karena anaknya mencuri. Pada cerpen Bajing ini pengarang mencoba menyampaikan kritik sosial kepada bajing, jika mereka malu melihat anak mereka mencuri, sesungguhnya anak mereka tidak jauh dari bapaknya yang berprofresi sebagai pencuri. Hal yang satir yang juga menjadi kritik sosial disampaikan lewat adegan Taroman yang memukuli istrinya, seperti kutipan di bawah ini. “‟Dimana anak itu?‟ Taroman berseru sambil menendang Sitti, “kau sembunyikan dimana?” „Anak siapa, Kak? Siapa yang dimaksud Kak Taroman?‟ kata Sitti disela-sela tangisan. „Tarebung, bajing Anakmu‟ bentak Taroman. „Tarebung... anak siapa, Kak?‟ kata Sitti dengan suara bergetar. „Anakmu. Anakmu, bajing‟ seru Taroman seraya melemparkan asbak kepada Sitti yang bersimpuh di dekat pintu.” KL, 2014: 46 Pada kutipan data di atas diceritakan bahwa Taroman membentaki dan memukuli istrinya. Taroman juga mengata-ngatai Tarebung sebagai bajing perlakuan kasar juga dilakukan Taroman dengan melempar asbak ke arah Sitti. Semua hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kekesalan Taroman yang tidak bisa menemukan Tarebung. Pada potongan adegan cerpen di atas, Taroman mengumpat Tarebung dengan kata Bajing. Bajing adalah sebutan orang-orang untuk Taroman, secara tidak langsung sebenarnya Taroman juga mengumpati dirinya karena dia juga seorang bajing yang memiliki kebiasaan mencuri meskipun ia tidak mencuri di desanya. Berdasarkan analisis data di atas terdapat kritik sosial mengenai cara mendidik anak. Seorang anak akan meniru hal yang dilakukan orang tuanya, pada cerpen Bajing yang dilakukan orang tua Tarebung adalah mencuri maka anaknya tumbuh tidak jauh berbeda dengan ayahnya. .Adegan yang mengkritik juga ditunjukan pada kutipan data berikut ini. “Di rumah istri Taroman, Sitti semakin keras mengangis setelah mendengar cerita Taroman. Sambil menangis ia mengeluh, „Aduh siapa yang ngajari?‟ „kamu menuduhku?‟ Taroman membentak sambil memukuli istrinya.” KL, 2014: 48 .Kutipan data di atas masih menceritakan adegan penyiksaan yang dilakukan oleh Taroman kepada istrinya. Sitti semakin keras menangis setelah mendengar cerita Taroman kemudian Sitti melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menyebabkan ia mendapatkan perlakuan kasar lagi oleh Taroman. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Sitti merupakan pertanyaan yang berbau satir. Pertanyaan yang bisa dimaknai bahwa yang mengajari mencuri adalah Taroman karena Taroman adalah seorang bajing. Pada kutipan data tersebut penulis mencoba menyindir bajing yang malu jika anak mencuri, karena anak-anak mereka meniru perilaku orang tuanya. 4.3.3 Memanfaatkan Status Sosial Dan Kekuasaan Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan. Cerpen Letre’ memiliki kritik sosial yang ingin disampaikan oleh pengarang. Kritik sosial ditunjukan kepada para Kiaji yang ingin menikah lagi. Kiaji dalam masyarakat Madura akan naik derajatnya jika menikah lagi. Hal ini bisa dilihat pada kutipan data di bawah ini. “Ia bukannya tak mau di duakan. Sebagai istri seorang Kiaji, tak pantas ia menolak keinginan suaminya. Bila Kiaji menikah lagi, martabat suaminya itu akan naik di mata masyarakat. Sungguh ia tak akan mempermasalahkan, asalkan jangan seorang pesinden. Ia tak sanggup membayangkan gunjingan orang-orang bila pernikahan itu benar-benar terjadi. Derajat keluarga akan hancur di mata masyarakat dan para santri.” KL, 2014: 85 Kutipan data di atas menjelaskan martabat seorang Kiaji jika menikah lagi. Martabat seorang Kiaji akan naik ketika dia menikah lagi dan seorang Istri akan ikut bahagia jika suaminya memiliki derajat yang tinggi di mata masyarakat namu jika Kiaji menikahi orang yang salah justru derajatnya akan turun. Hal itulah yang membuat tokoh Istri Kiaji menjadi cemas. Keistimewaan peran Kiaji di dalam masyarakat Madura inilah yang ingin dikritik oleh pengarang. Sikap seorang Kiaji seharusnya mendengarkan perkataan istrinya, dan niatan untuk menikah lagi seharusnya diniatkan untuk kepentingan akhirat bukan memanfaatkan gelar yang dimilikinya untuk memenuhi hasratnya. Berdasarkan uraian data di atas menjelaskan bahwa kritik sosial yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah kritik sosial terhadap orang-orang yang memiliki gelar Kiaji yang disalah gunakan.

4.4 Tema Cerpen Antologi Cerpen Karapan Laut