Jurnal Teknik SI M ET RI K A
Vol. 4 No. 1 – April 2005: 280 – 286 285
dituliskan: 2G
θA
1
=f
1 3
3 1
1
h s
f2 f1
h s
− +
dan 2G
θA
2
=f
2 3
3 1
2 2
2
h s
f f
h s
− +
. Untuk menyelesaikan dua persamaan di atas
dimisalkan harga G θ = 1, harga s
1
, s
2
, s
3
sudah diketahui, maka harga f
1
dan f
2
dapat ditentukan. Tegangan puntir tiap sisi, yaitu::
1 1
1
h f
τ
,
2 2
2
h f
τ
,
3 2
1 3
h f
f τ
− =
. Dari ketiga harga
τ
1
, τ
2
,dan τ
3
dipilih tegangan puntir terbesar dan dinotasikan dengan
τ
max.
Sedangkan material sudah mempunyai tegangan puntir ijin setelah dipilih tegangan puntir
maksimum tidak sama dengan tegangan puntir ijin maka dapat dicari faktor pengali atau faktor
kelipatannya yaitu faktor pengali =
τ
ijin
τ
max.
Kemudian dihitung harga f
1
,f
2
dan f
3
yang sebenarnya yaitu dengan mengalikan faktor pengali
dengan harga f
1
dan f
2
sementara. Momen torsi dapat dihitung dengan rumus: M
t
= 2[A
1
.F
1seb
+A
2
.f
2seb
]. Demikian juga harga sudut puntir,
θ dapat dihitung bila G sudah diketahui sehingga besarnya sudut puntir adalah:
θ
seb
= 1 x faktor pengaliG.
Contoh kasus: Untuk mengilustrasikan perhitungan ini diambil persoalan menentukan tegangan puntir,
sudut puntir dan torsi dari penampang sayap aeroplane dengan jumlah cell 4 yaitu sebagai
A
1
,A
2
,A
3
dan A
4
.
Gambar 12: Ilustrasi penampang rangka sayap aeroplane
Dari gambar di atas A
1
= 104, A
2
= 196, A
3
=148 dan A
4
= 112. panjang lintasan dibagi tebal dinding ditunjukkan dekat dengan garis yang bersangkutan.
Persamaan hubungan sudut punter penampang cell tinggi membran adalah sebagai berikut:
2G θA
1
=
3 3
2 1
1 1
1
h s
f f
h s
f −
+
2G θA
2
=
6 6
3 2
3 3
1 2
4 4
2 2
2 2
h s
f f
h s
f f
h s
f h
s f
− +
− +
+
2G θA
3
=
9 9
4 3
6 6
2 3
7 7
2 5
5 3
h s
f f
h s
f f
h s
f h
s f
− +
− +
+
2G θA
4
=
11 11
11 9
9 3
4 10
4 8
4
s s
f h
s f
h s
f −
+ +
10 8
h f
h f
+
Bila bahan etahui mo
geserny dan
dimisalkan θG = 1 dan harga:
dik dulus
a G
6,8; h
s
1 1
= 4,2;
h s
2 2
= 2;
h s
3 3
= 4;
h s
4 4
= 4,4;
h s
5 5
= 1,5;
h s
6 6
= 4,2;
h s
7 7
= 4,1;
h
8
= s
8
1,2; h
9 9
= s
; 3,9
h
10
= s
10
1 h
11
= s
11
gambar, maka harga f
1,
f4 ditentukan.
Selanjutnya menentukan tegangan puntir pada setiap dinding d
an rumus: Sudah ditunjukkan pada
dapat eng
; h
f f
τ
2 1
2 2
− =
; h
f f
τ
3 1
2 3
− =
; h
f τ
4 2
4
=
; h
f τ
5 2
5
=
; f
2
h f
τ
6 3
6
− =
; h
f τ
7 3
7
= ;
h f
τ
8 4
8
= ;
τ
3 9
h f
f
9 4
− =
; h
f
10 4
10
= τ
. h
f τ
11 4
11
=
Setelah itu dipilih tegangan puntir terbesar. Berikutnya dihitung faktor pengali =
τ
ijin
τ
max
. Seterusnya dihitung f
1
, f
2
, f
3
dan f
4
yang sebenarnya. Momen torsi dapat dihitung dengan
rumus: M
t
= 2A
1
f
1seb
+ A
2
.f
2xeb
+ A
3
.f
3seb
+A
4
.f
4seb
. emikian juga sudut puntir sebenarnya dapat
ihitung dengan rumus baru: θ = 1 x faktor
D d
seb
pengaliG.
6. Penampang Gabungan Open Section dan Tubular
Torsi yang mampu dipindahkan penampang gabungan open section fin dan tubular merupakan
jumlah aljabar torsi open section dan torsi tubular.
Analisis Perilaku Torsi pada Penampang … Supamin 286
Contoh kasus: Akan ditentukan momen torsi yang mampu dipindahkan penampang gabungan poros
berlubang dengan pengaduk pada proses kimia. Material dari stainless steel dengan tegangan puntir
ijin τ
a
= 56 MNm
2
. Modulus geser, G: 83.GPa. Jumlah fin 4. Diameter dalam dan luar masing-
asing: 94 mm dan 100 mm. Tebal fin: 18 mm, jang fin: 50 mm. Panjang pengaduk 3 m. Akan
ditentukan juga sudut puntir yang akan terjadi. Harga
α = 0,264 dan β = 0,258 m
pan
Gambar 13: Penampang gabungan open section
t
3
Σβbt
3
= 300931,2 .
seb
G = 1,386 x 10-
11
radmm. 8 Nmm.
ah dan dua belah sisi diratakan. 1985 besarnya tegangan puntir
maksimum, posisi dan sudut puntir ditunjukkan sebagai:
τ
max
= M
t
Z dengan Z= C
2
. r
3
dan θ = M
t
. L GJ dengan J = C
1
. r
4
dan tubular
Untuk fin: θ
Σ β G = M
tf
b isal
θG M
= 1, maka 1 = M
tf 2
τ
f
= M
tf
Σ αbt = 17,59 Untuk tubular:
2G θA = f . sh
1
s = 2
πr = 304,58
2
A = π.r = 7386,1
θG aka f = 145,5
Misal = 1. Bila disubstitusikan m
τ = fh = 48,5. Seharusnya τa = 56 Nmm
2
. Faktor pengali = 1,15. F
sebenarnya
= 167,33 omen torsi tubular: M
t
= 2 Af = 2471832,23 Nmm. M
θ Momen torsi finM
tf
= G θ[Σβbt
3
] = 346070,8 Momen total = M
tf
+ M
tt
= 2817903,11 Nmm.
7. Bentuk Penampang Lainnya
Ada dua tipe yang lazim digunakan untuk penempatan pengunci naf pada poros yaitu
diratakan sebel a.
Penampang sirkular dengan satu sisi diratakan. Menurut Mott
a
b
Gambar 14 : Penampang sirkular dengan satu sisi diratakan a dua sisi diratakan b
b. Penampang sirkular dengan dua sisi diratakan.
Menurut Mott 1985 besarnya tegangan puntir maksimum, posisi dan sudut puntirnya adalah:
τ = M Z dengan Z
max t
= C
4
. r
3
dan θ = M
t
. L GJ dengan J = C
3
.r
4
. c.
Penampang persegi panjang berlubang. Menurut Mott 1985, tegangan puntir
maksimum dan sudut.
a
b
Gambar 15: Penampang persegi panjang berlubang b tabung dinding tipis bercelah
ditunjukkan pada Gambar 15b. Tegangan puntir yang terjadi adalah:
τ
max
= M
t
Z
p
, d.
Tabung bercelah. Tabung yang dipotong tipis
dengan Zp = t
r rt
8 ,
1 6
4
2 2
+ π
π . Sudut puntir,
θ =
ontoh kasus: Akan dianalisis beberapa kekuatan
puntir plat baja yang gulung satu dilas dan lainnya tetap terbuka, atau berapa kelipatan kekuatan kedua
pipa tersebut. M
t
.LGJ, J= 2 πr
3
3. Bila sudut celah diketahui maka harga 2
πr diganti dengan panjang busur.
C
Gambar 16: Tabung berdinding tipis dilas dan bercelah
Pertama-tama dihitung torsional kedua penampang tersebut, J
1
: torsional penampang penuh dan J
2
: torsional plat yang belum disambung: J
1
= πD
4
-d
4
32 = 0,0133 in
4
. Rasio torsional kedua penampang tersebut: [J
1
J
2
dijelaskan bahwa tegangan puntir yan ] = 345. Hal ini dapat
g terjadi pada tabung tanpa celah lebih kecil dari pada tabung
Jurnal Teknik SI M ET RI K A
Vol. 4 No. 1 – April 2005: 280 – 286 287
berc
ang gabungan open section dan tubular. Penggunaan penampang ini
ses kimia, poros
n Nastran, Catia, dan Ansys. Tegangan
tipis dapat ema ng sirip pada dinding.
ecil tegangan dan sudut puntir
Daftar
A. Nash ok Company, Singapore.
Khurmi,
Popov, 4.
Singer, Suciatm
ajalah Profesi
of Material,
Timosh ength of Material, Part 2,
imoshenko, S., Goodier, J.N., Sebayang, D., 1994, Teori Elastisitas, Edisi Ketiga, Penerbit
Erlangga, Jakarta. elah. Dengan kata lain tabung tanpa celah lebih
kuat dari tabung bercelah.
8. Aplikasi pada Konstruksi