yang tidak ditandatangani dokter tersebut, karena dokter masih menganggap bahwa surat persetujuan operasi hanya sekedar pengukuhan belaka atas apa yang telah
disepakati bersama antara dokter dengan pasienkeluarga sebelum tindakan operasi dilakukan.
Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Permenkes 749a1989 Pasal 13 butir b, menyebutkan bahwa rekam medik dapat dipakai sebagai bahan pembuktian dalam
perkara hukum. Dan keputusan Dirjen Pelayanan Medik No.078YanmedRS.UmdikI1991, yaitu : 1 setiap tindakankonsultasi yang
dilakukan terhadap pasien, selambat– lambatnya dalam waktu 1x24 jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis, 2 semua pencatatan harus ditandatangani oleh
doktertenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya dan ditulis nama terangnya serta diberi tanggal, 3 doktertenaga kesehatan yang merawat dapat
memperbaiki kesalahan penulisan dan melakukannya pada saat itu juga serta dibubuhi paraf, dan 4 penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
Berdasarkan Permenkes di atas, dapat diasumsikan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Langsa dalam menjalankan prosedur persetujuan tindakan medik
Informed Consent belum sesuai dengan ketentuan–ketentuan seperti disebut di atas. Oleh sebab itulah penulis tertarik ingin meneliti gambaran perilaku petugas kesehatan
dalam pengisian Informed Consent.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah masih adanya formulir Informed Consent yang tidak
lengkap di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Langsa tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku petugas kesehatan dalam pengisian formulir Informed Consent di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Langsa tahun
2008.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan petugas kesehatan dalam pengisian formulir Informed Consent di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Langsa tahun
2008. 2. Untuk mengetahui gambaran sikap petugas kesehatan dalam pengisian formulir
Informed Consent di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Langsa tahun 2008. 3. Untuk mengetahui gambaran tindakan petugas kesehatan dalam pengisian formulir
Informed Consent di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Langsa tahun 2008.
1.4. Manfaat
Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit untuk melakukan upaya
perbaikan agar formulir Informed Consent terisi dengan lengkap BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persetujuan Tindakan Medik Informed Consent 2.1.1. Pengertian
Universitas Sumatera Utara
Informed Consent adalah istilah yang telah diterjemahkan dan lebih sering disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri
dari dua kata, yaitu : Informed dan Consent. Informed berarti telah mendapat
informasipenjelasanketerangan. Consent berarti memberi persetujuan atau
mengizinkan. Dengan demikian Informed Consent itu merupakan suatu persetujuan yang diberikan pasienkeluarga setelah mendapatkan informasi Kerbala, 1993.
Menurut Komalawati 1989 pengertian Informed Consent sebagai suatu kesepakatanpersetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter
terhadap dirinya setelah mendapat informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko
yang mungkin terjadi. Informed Consent dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 ditafsirkan sebagai
Persetujuan Tindakan Medik adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik yang
dilakukan terhadap pasien tersebut pasal 1. Dalam pengertian demikian, Persetujuan Tindakan Medik dapat dilihat dari
dua sudut, yaitu pertama membicarakan Persetujuan Tindakan Medik dari pengertian umum, adalah persetujan yang diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan,
pengobatan dan tindakan medik apapun yang akan dilakukan. Dan kedua membicarakan Persetujuan Tindakan Medik dari pengertian khusus, adalah
Persetujuan Tindakan Medik yang dikaitkan dengan persetujuan atau izin tertulis dari pasienkeluarga pada tindakan operatif, lebih dikenal sebagai Surat Izin Operasi
Universitas Sumatera Utara
SIO, surat perjanjian dan lain–lain, istilah yang dirasa sesuai oleh rumah sakit tersebut Amri, 1999.
Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medik Informed Consent yaitu : 1.
Tersirat atau dianggap telah diberikan Implied Consent, yaitu bisa dalam keadaan normal biasa atau darurat, umumnya tindakan yang biasa dilakukan
atau sudah diketahui umum misal menyuntik pasien. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat ”Emergency” memerlukan tindakan segera, sementara
pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan edik terbaik
menurut dokter Permenkes No. 585 tahun 1989, pasal 11. 2.
Dinyatakan Expressed Consent, yaitu persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang
tidak mengandung resiko tinggi seperti pencabutan kuku, sedangkan persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang
mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan perlu surat pernyataan dari pasienkeluarga. Amri, 1999.
2.1.2. Tata Laksana Persetujuan Tindakan Medik
Pada umumnya, keharusan adanya Informed Consent secara tertulis yang ditandatangani oleh pasien sebelum dilakukannya tindakan medik tertentu itu,
dilakukan di sarana kesehatan yaitu di Rumah Sakit atau Klinik, karena erat kaitannya dengan pendokumentasiannya ke dalam catatan medik Medical Record. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
disebabkan, Rumah Sakit atau Klinik tempat dilakukannya tindakan medik tersebut, selain harus memenuhi standar pelayanan rumah sakit juga harus memenuhi standar
pelayanan medik sesuai dengan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan No. 436MENKESSKVI1993 Tentang Berlakunya Standar Pelayanan di Rumah
Sakit. Dengan demikian, Rumah Sakit turut bertanggung jawab apabila tidak dipenuhinya persyaratan Informed Consent. Apabila tindakan medik yang dilakukan
tanpa adanya Informed Consent, maka dokter yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat izin praktik, sebagaimana ditentukan
dalam pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan No.585MENKESPERIX1989. Berarti, keharusan adanya Informed Consent secara tertulis dimaksudkan guna
kelengkapan administrasi Rumah Sakit yang bersangkutan. Dengan demikian, penandatanganan Informed Consent secara tertulis yang
dilakukan oleh pasien sebenarnya dimaksudkan sebagai penegasan atau pengukuhan dari persetujuan yang sudah diberikan setelah dokter memberikan penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukannya. PERMENKES No.585MENKESPERIX1989 Pasal 3 dan 4 menyatakan bahwa penandatangan
Informed Consent secara tertulis dilakukan oleh yang berhak memberikan persetujuan yaitu baik pasien maupun keluarganya, setelah pasien atau keluarganya mendapat
informasi yang lengkap. Oleh karena itu, dengan ditandatanganinya Informed Consent secara tertulis
tersebut, maka dapat diartikan bahwa pemberi tanda tangan bertanggung jawab dalam menyerahkan sebagian tanggung jawab pasien atas dirinya sendiri kepada dokter
yang bersangkutan, beserta resiko yang mungkin akan dihadapinya. Untuk itu,
Universitas Sumatera Utara
tindakan medik yang ditentukan oleh dokter harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan standar profesinya.Guwandi, 2004
2.1.3. Informasi
Bagian yang terpenting dalam Informed Consent adalah mengenai informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga. Yaitu informasi
mengenai apa what yang harus disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan tentunya prosedur
tindakan yang akan dijalani baik diagnostik maupun terapi dan lain – lain sehingga pasienkeluarga dapat memahaminya. Ini mencakup bentuk, tujuan, resiko, manfaat
dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif terapi. Mengenai kapan when disampaikan, tergantung pada waktu yang tersedia
setelah dokter akan memutuskan akan melakukan tindakan invasif dimaksudkan. Pasienkeluarganya harus diberi waktu yang cukup untuk menentukan keputusannya.
Siapa who yang menyampaikan, tergantung dari jenis tindakan yang akan dilakukan. Dalam Permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasif
lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Dalam keadaan tertentu dapat pula oleh dokter lain atas sepengetahuan dan petunjuk dokter yang
bertanggung jawab. Bila bukan tindakan bedah atau invasif sifatnya, dapat disampaikan oleh dokter atau perawat.
Mengenai informasi yang mana which yang harus disampaikan, dalam Permenkes dijelaskan haruslah yang selengkap–lengkapnya, kecuali dokter menilai
informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien
Universitas Sumatera Utara
menolak memberikan informasi. Bila perlu informasi dapat diberikan kepada keluarga pasien Amri, 1999.
Dalam Permenkes No.585MENKESPERIX1989 menyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasienkeluarga diminta atau
tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan. Informasi harus diberikan sebelum dilakukannya suatu tindakan operasi atau yang bersifat invasif, baik yang berupa
diagnostik maupun terapeutik. Menurut Kerbala 1993, fungsi informasi dokter kepada pasien sebelum
pasien memberikan consent-nya, dapat dibedakan atas : a. Fungsi Informasi bagi pasien
Berfungsi sebagai perlindungan atas hak pasien untuk menentukan diri sendiri. Dalam arti bahwa pasien berhak penuh untuk diterapkannya suatu tindakan
medis atau tidak.
b. Fungsi Informasi bagi dokter Dilihat dari pihak dokter maka informasi dalam proses Informed consent pun
mempunyai fungsi yang tidak kecil. Azwar 1991 mengemukan ada 5 hal pentingnya fungsi informasi bagi dokter :
1. Dapat membantu lancarnya tindakan kedokteran
Dengan penyampaian informasi kepada pasien mengenai penyakit, terapi, keuntungan, risiko, dan lain-lain. Dari tindakan medis yang akan dilakukan maka
Universitas Sumatera Utara
terjalin hubungan yang baik antara dokter dan pasien. Sementara pasien pun akan menentukan hal yang terbaik dengan landasan informasi dokter tadi, sehingga
tindakan-tindakan medis pun akan lancar dijalani oleh kedua pihak karena keduanya telah memahami kegunaan semua tindakan medis itu.
2. Dapat mengurangi timbulnya akibat sampingan dan komplikasi
Dengan penyampaian informasi yang baik akan memberi dampak yang baik dalam komunikasi dokter pasien terutama dalam menerapkan terapi. Misal dokter
sebelum menyuntik pasien dengan penisilin bertanya, apakah pasien alergi terhadap penisilin? Bila pasien memang alergi maka akibatrisiko yang besar jika terjadi
anafilaktik shock dapat dihindari. Betapa risiko besar itu akan menimpa pasien bila dokter tidak bertanya kepada pasien.
3. Dapat mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit
Sama halnya dengan kelancaran tindakan, maka sebagai akibat adanya pengetahuan dan pemahaman yang cukup dari pasien terhadap tindakan kedokteran
yang akan dilakukan, maka proses pemulihan dan penyembuhan penyakit akan lebih cepat. Keadaan yang demikian juga jelas akan menguntungkan dokter, karena dapat
mengurangi beban kerja. 4.
Dapat meningkatkan mutu pelayanan Keberhasilan meningkatkan mutu pelayanan disini adalah sebagai akibat dari
lancarnya tindakan kedokteran, berkurangnya akibat sampingan dan komplikasi serta cepatnya proses pemulihan dan penyembuhan penyakit.
5. Dapat melindungi dokter dari kemungkinan tuntutan hukum
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan yang dimaksudkan disini adalah apabila disuatu pihak, tindakan dokter yang dilakukan memang tidak menimbulkan masalah apapun, dan dilain
pihak, kalaupun kebetulan sampai menimbulkan masalah, misalnya akibat sampingan dan atau komplikasi, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kelalaian dan
ataupun kesalahan tindakan malpractice. Timbulnya masalah tersebut semata–mata hanya karena berlakunya prinsip ketidakpastian hasil dari setiap tindakan
kedokteranmedis. Dengan perkataan lain, semua tindakan kedokteran yang dilakukan memang telah sesuai dengan standar pelayanan profesi standar profesi medis yang
telah ditetapkan. Menurut Guwandi 2004, informasi yang harus diberikan sebelum dilakukan
tindakan operasi oleh dokter kepada pasien atau keluarga adalah yang berkenaan dengan :
a. Tindakan operasi apa yang hendak dilakukan.
b. Manfaat dilakukan operasi tersebut.
c. Resiko yang terjadi pada operasi tersebut.
d. Alternatif lain apa yang ada ini kalau memang ada dan juga kalau mungkin
dilakukan. e.
Apa akibatnya jika operasi tidak dilakukan.
2.1.4. Persetujuan
Inti dari persetujuan adalah persetujuan harus didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Berpedoman pada PERMENKES no. 585 tahun
1989 tentang persetujuan tindakan medik maka yang menandatangani perjanjian adalah pasien sendiri yang sudah dewasa diatas 21 tahun atau sudah menikah dan
Universitas Sumatera Utara
dalam keadaan sehat mental. Dalam banyak perjanjian tindakan medik yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan ini sering tidak dilakukan oleh pasien
sendiri, tetapi lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin berkaitan dengan kesangsian terhadap kesiapan mental pasien untuk menerima penjelasan
tindakan operasi dan tindakan medis yang invasif tadi serta keberanian untuk menandatangani surat tersebut, sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga
pasien. Tindakan medis yang diambil oleh dokter tanpa persetujuan pasien terlebih
dahulu, meski untuk kepentingan pasien tetap tidak dapat dibenarkan secara etika kedokteran dan hukum, sebagaimana telah ditegaskan oleh fatwa IDI tentang
Informed Consent dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien itu sendiri.
Namun terhadap ketentuan tersebut terdapat pengecualian, yaitu dalam keadaan gawat darurat dan terjadinya perluasan operasi yang tidak dapat diduga
sebelumnya serta dilakukan dalam rangka life saving. Dalam keadaan-keadaan seperti ini dokter dapat melakukan tindakan medis tanpa mendapat persetujuan terlebih
dahulu. Persetujuan dalam tindakan medik terdiri dari dua bentuk, yaitu :
1. Persetujuan Tertulis Bentuk persetujuan tertulis ini harus dimintakan dari pasienkeluarganya jika
dokter akan melakukan suatu tindakan medik invasif yang mempunyai resiko besar. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam pasal 3 1 Permenkes No.585 tahun 1989.
Universitas Sumatera Utara
Persetujuan–persetujuan tertulis itu dalam bentuk formulir–formulir persetujuan bedah, operasi dan lain-lain yang harus diisi umumnya dengan tulisan
tangan. Dan dari sudut hukum positif, formulir persetujuan ini sangat penting sebagai bukti tertulis yang dapat dikemukan oleh para pihak kepada hakim bila terjadi kasus
malpraktek. Oleh karena itu, pengisian data pada formulir itu haruslah tepat dan benar sehingga tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari bagi para pihak.
2. Persetujuan Lisan Terhadap tindakan medik yang tidak invasif dan tidak mengandung resiko
besar maka persetujuan dari pasien dapat disampaikan secara lisan kepada dokter. Segi praktis dan kelancaran pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan
alasan dari penyampaian persetujuan itu secara tertulis.
Meski persetujuan lisan itu diperbolehkan untuk tindakan, dokter membiasakan diri untuk menulismencatat persetujuan lisan pasien itu pada rekam
medisrekam kesehatan, karena segala kegiatan yang dilakukan oleh dokter harus dicatat dalam rekam medis termasuk persetujuan pasien secara lisan.
2.2. Perilaku Petugas Kesehatan 2.2.1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan adalah merupakan hasil dari ”tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bart 1994 dapat dikatakan bahwa perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan akan lebih bertahan daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi pengetahuan sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan
sehingga perilaku masyarakat dapat lebih mudah untuk diubah kearah yang lebih baik.
Pengukuran pengetahuan dapat diukur dengan wawancara yang menanyakan sesuatu yang ingin diukur tentang pengetahuan dari subjek penelitian Notoatmodjo,
2003. Untuk mengukur pengetahuan dokter tentang Informed Consent maka perlu diketahui pengertiannya tentang Informed Consent, manfaat serta peraturan–peraturan
yang terdapat pada permenkes No.585MENKESPERIX1989.
2.2.2. Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek Notoatmodjo, 2003. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
sikap adalah tanggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang diketahuinya. Jadi sikap tidak dapat langsung dilihat secara nyata, tetapi hanya dapat ditafsirkan sebagai
perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan.
Universitas Sumatera Utara
Allport 1954, seperti yang dikutip dari Notoatmodjo 2003, menjelaskan bahwa sikap terdiri dari 3 komponen pokok yaitu :
1. Kepercayaan keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
3. Kecendrungan untuk bertindak trend to behave.
Ketiga komponen ini secara bersama–sama membentuk sikap yang utuh total attitude. Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan berpikir, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting. Decision Theory Janis, 1985, dikutip dari Bart, 1994, menganggap bahwa pasien sebagai seorang pengambil keputusan. Hal ini juga
tercermin dalam Conflict theory dari Janin Mann 1997 yang dikutip dari Bart 1994, bahwa pasienlah yang harus memutuskan apakah mereka akan melakukan
suatu tindakan medis dan oleh petugas kesehatan memberi tahu mengenai prosedur, risiko, dan efektifitas sehingga mereka bisa mengambil keputusan yang tepat.
2.2.3. Tindakan
Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
nyata atau terbuka Notoatmodjo, 2003. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek practice, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.
2.3. Variabel Diteliti
Variabel yang di teliti dalam penelitian ini adalah perilaku petugas kesehatan yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan petugas kesehatn dalam pengisian
Universitas Sumatera Utara
formulir Informed Consent di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Langsa tahun 2008.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku petugas kesehatan dalam pengisian formulir Informed Consent.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Langsa di ruang rawat inap Obgin, Bedah, THT dan Mata.
3.3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September – November 2008
3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi
Universitas Sumatera Utara
Populasi dalam penelitian ini adalah semua dokter Obgin, Bedah, THT dan Mata yang berjumlah 9 orang dan perawat ruang rawat inap, yaitu ruang rawat inap
Obgin, Bedah, THT dan Mata yang berjumlah 66 orang.
3.4.2. Sampel
Sampel adalah total populasi yaitu seluruh dokter Obgin, Bedah, THT dan Mata dan perawat di ruang rawat inap Obgin, Bedah, THT dan Mata di Rumah Sakit
Umum Daerah RSUD Langsa.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan dua cara yaitu data primer dan data skunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan menggunakan
kuesioner sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan Rekam Medis.
3.6. Definisi Operasional
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui petugas kesehatan tentang persetujuan tindakan medik Informed Consent mengenai pentingnya
kelengkapan formulir Informed Consent. 2.
Sikap Sikap adalah merupakan reaksi atau respon petugas kesehatan terhadap
kelengkapan formulir Informed Consent. 3.
Tindakan
Universitas Sumatera Utara
Tindakan adalah bagaimana cara yang dilakukan responden apabila terdapat ketidaklengkapan dalam formulir Informed Consent.
3.7. Aspek Pengukuran