Perlindungan yang dimaksudkan disini adalah apabila disuatu pihak, tindakan dokter yang dilakukan memang tidak menimbulkan masalah apapun, dan dilain
pihak, kalaupun kebetulan sampai menimbulkan masalah, misalnya akibat sampingan dan atau komplikasi, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kelalaian dan
ataupun kesalahan tindakan malpractice. Timbulnya masalah tersebut semata–mata hanya karena berlakunya prinsip ketidakpastian hasil dari setiap tindakan
kedokteranmedis. Dengan perkataan lain, semua tindakan kedokteran yang dilakukan memang telah sesuai dengan standar pelayanan profesi standar profesi medis yang
telah ditetapkan. Menurut Guwandi 2004, informasi yang harus diberikan sebelum dilakukan
tindakan operasi oleh dokter kepada pasien atau keluarga adalah yang berkenaan dengan :
a. Tindakan operasi apa yang hendak dilakukan.
b. Manfaat dilakukan operasi tersebut.
c. Resiko yang terjadi pada operasi tersebut.
d. Alternatif lain apa yang ada ini kalau memang ada dan juga kalau mungkin
dilakukan. e.
Apa akibatnya jika operasi tidak dilakukan.
2.1.4. Persetujuan
Inti dari persetujuan adalah persetujuan harus didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Berpedoman pada PERMENKES no. 585 tahun
1989 tentang persetujuan tindakan medik maka yang menandatangani perjanjian adalah pasien sendiri yang sudah dewasa diatas 21 tahun atau sudah menikah dan
Universitas Sumatera Utara
dalam keadaan sehat mental. Dalam banyak perjanjian tindakan medik yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan ini sering tidak dilakukan oleh pasien
sendiri, tetapi lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin berkaitan dengan kesangsian terhadap kesiapan mental pasien untuk menerima penjelasan
tindakan operasi dan tindakan medis yang invasif tadi serta keberanian untuk menandatangani surat tersebut, sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga
pasien. Tindakan medis yang diambil oleh dokter tanpa persetujuan pasien terlebih
dahulu, meski untuk kepentingan pasien tetap tidak dapat dibenarkan secara etika kedokteran dan hukum, sebagaimana telah ditegaskan oleh fatwa IDI tentang
Informed Consent dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien itu sendiri.
Namun terhadap ketentuan tersebut terdapat pengecualian, yaitu dalam keadaan gawat darurat dan terjadinya perluasan operasi yang tidak dapat diduga
sebelumnya serta dilakukan dalam rangka life saving. Dalam keadaan-keadaan seperti ini dokter dapat melakukan tindakan medis tanpa mendapat persetujuan terlebih
dahulu. Persetujuan dalam tindakan medik terdiri dari dua bentuk, yaitu :
1. Persetujuan Tertulis Bentuk persetujuan tertulis ini harus dimintakan dari pasienkeluarganya jika
dokter akan melakukan suatu tindakan medik invasif yang mempunyai resiko besar. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam pasal 3 1 Permenkes No.585 tahun 1989.
Universitas Sumatera Utara
Persetujuan–persetujuan tertulis itu dalam bentuk formulir–formulir persetujuan bedah, operasi dan lain-lain yang harus diisi umumnya dengan tulisan
tangan. Dan dari sudut hukum positif, formulir persetujuan ini sangat penting sebagai bukti tertulis yang dapat dikemukan oleh para pihak kepada hakim bila terjadi kasus
malpraktek. Oleh karena itu, pengisian data pada formulir itu haruslah tepat dan benar sehingga tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari bagi para pihak.
2. Persetujuan Lisan Terhadap tindakan medik yang tidak invasif dan tidak mengandung resiko
besar maka persetujuan dari pasien dapat disampaikan secara lisan kepada dokter. Segi praktis dan kelancaran pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan
alasan dari penyampaian persetujuan itu secara tertulis.
Meski persetujuan lisan itu diperbolehkan untuk tindakan, dokter membiasakan diri untuk menulismencatat persetujuan lisan pasien itu pada rekam
medisrekam kesehatan, karena segala kegiatan yang dilakukan oleh dokter harus dicatat dalam rekam medis termasuk persetujuan pasien secara lisan.
2.2. Perilaku Petugas Kesehatan 2.2.1. Pengetahuan