BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kenyamanan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan Undang - Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Rusli, dkk, 2006.
Dalam dunia medis, prinsip untuk mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga pasien ini dikenal dengan Informed consent. Prinsip ini mutlak harus
dilakukan oleh tenaga medis sebelum mereka mengambil tindakan medis, prinsip ini hanya boleh disimpangi dalam kondisi darurat.
Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung
dengan mutu pelayanan. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter yang memiliki etik dan moral tinggi, keadilan dan kewenangan yang secara
terus menerus harus ditingkatkan Rusli, dkk, 2006. Berdasarkan pasal 2 ayat 1 dan pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Kesehatan
No. 585MENKESPERIX1989 setiap dokter diwajibkan mendapat persetujuan untuk semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien dan harus
memberikan informasi kepada pasien. Informasi itu harus diberikan sebelum dilakukan suatu tindakan operasi atau yang bersifat invasif, baik yang berupa
diagnostik maupun terapeutik.
Universitas Sumatera Utara
Formulir Informed Consent lebih sering dipergunakan untuk mendapat persetujuan dilakukannya tindakan operasi atau tindakan invasif yang biasanya
mempunyai resiko dibandingkan tindakan yang tidak invasif seperti menyuntik. Dulu
formulir Informed Consent sering disebut surat izin operasi SIOAmri, 1997. Bila
dokter telah memberikan informasi atau menjelaskan mengenai segala sesuatu yang menyangkut tindakan operasi yang diusulkan dan menjelaskan urgensi untuk
dilakukan tindakan operasi, apa yang mungkin terjadi apabila tidak dilakukan, risiko apa saja yang melekat pada suatu tindakan operasi, apa ada alternatif lain dan
sebagainya dan jika pasien setuju dengan usul terapi yang dianjurkan dokter maka pasien akan diminta untuk menandatangani formulir yang manyatakan persetujuan
untuk dilakukan tindakan operasi. Formulir ini merupakan suatu bukti bahwa pasien telah memberikan consentnya atau sebagai pengukuhan yang telah disepakati dan
tanda bukti ini disimpan dalam rekam medik, dan dapat dipakai sebagai tanda bukti jika kelak pasien atau keluarga menuntut dan menyangkal telah memberikan
Informed Consent Guwandi, 2004. Jadi, pada hakekatnya Informed Consent adalah untuk melindungi pasien dari segala kemungkinan tindak medik yang tidak disetujui
atau diizinkan oleh pasien tersebut, sekaligus dokter secara hukum terhadap kemungkinan akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif.
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan penulis di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Langsa pada bulan Januari 2008 bahwa ada 20 formulir Informed
Consent yang penulis amati datanya tidak lengkap. Dimulai dengan ada yang tidak mengisi nama, nomor rekam medis, bangsal, umur hingga tanda tangan dokter tidak
ada. Dari hasil survei pendahuluan diasumsikan bahwa formulir persetujuan operasi
Universitas Sumatera Utara
yang tidak ditandatangani dokter tersebut, karena dokter masih menganggap bahwa surat persetujuan operasi hanya sekedar pengukuhan belaka atas apa yang telah
disepakati bersama antara dokter dengan pasienkeluarga sebelum tindakan operasi dilakukan.
Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Permenkes 749a1989 Pasal 13 butir b, menyebutkan bahwa rekam medik dapat dipakai sebagai bahan pembuktian dalam
perkara hukum. Dan keputusan Dirjen Pelayanan Medik No.078YanmedRS.UmdikI1991, yaitu : 1 setiap tindakankonsultasi yang
dilakukan terhadap pasien, selambat– lambatnya dalam waktu 1x24 jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis, 2 semua pencatatan harus ditandatangani oleh
doktertenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya dan ditulis nama terangnya serta diberi tanggal, 3 doktertenaga kesehatan yang merawat dapat
memperbaiki kesalahan penulisan dan melakukannya pada saat itu juga serta dibubuhi paraf, dan 4 penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
Berdasarkan Permenkes di atas, dapat diasumsikan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Langsa dalam menjalankan prosedur persetujuan tindakan medik
Informed Consent belum sesuai dengan ketentuan–ketentuan seperti disebut di atas. Oleh sebab itulah penulis tertarik ingin meneliti gambaran perilaku petugas kesehatan
dalam pengisian Informed Consent.
1.2. Perumusan Masalah