sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”
48
2.2.3 Obyek Perjanjian Bangun Guna Serah Build Operate and Transfer
Obyek dalam perjanjian sistem bangun guna serah Build Operate and Transfer kurang lebih:
a. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan dengan atau tanpa
teknologi tertentu yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai bangunan komersial.
b. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu
relatif lama untuk tujuan: 1.
Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya;
2. Pembangunan properti, seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen
dan sebagainya; 3.
Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk menghasilkan produk tertentu paling lama 30 tahun.
49
48
Ibid. Hlm. 148
49
Yusuf Adiwibowo, Hukum Kebendaan, Hukum Waris, Dan Hukum Perikatan, Fakultas Hukum, Jember: Universitas Jember, 2007. Hlm. 35
29
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengaturan Perjanjian Bangun Guna Serah Build Operate and
Transfer dalam Hukum di Indonesia
Sebagaimana disebutkan pada ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata, bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perbuatan yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata menjelaskan bahwa perjanjian hanya
mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-
semata. Mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, mengenai orang-orangnya atau subjek yang mengadakan perjanjian,
sedangkan dua syarat yang terakhir adalah syarat objektif mengenai perjanjiannya atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak
yang membuatnya Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Konsekuensi
yuridisnya, perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik in good faith dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak.
50
Penafsiran tentang perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351 KUHPerdata. Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat oleh
para pihak haruslah dimengerti dan dipahami isinya. Fungsi perjanjian dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum bagi para
pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan hak milik sumber
50
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990. Hlm. 81