Pengaruh Harga Cpo Terhadap Pendapatan Petani Kelapa Sawit Pir-Lokal Melalui Harga TBS Di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat
PENGARUH HARGA CPO TERHADAP PENDAPATAN
PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
DI KEC. SELESAI, KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH:
ALI RABANI
050304022
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH HARGA CPO TERHADAP PENDAPATAN
PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
DI KEC. SELESAI, KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH:
ALI RABANI
050304022
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana
di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
( Ir. Iskandarini,MM )
Ketua Komisi Pembimbing
( M. Mozart Barus, MSc )
Anggota Komisi Pembimbing
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH HARGA CPO TERHADAP PENDAPATAN
PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
DI KEC. SELESAI, KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Diajukan kepada Departemen Agribisnis Fakultas Prtanian
Universitas Sumatera Utara UntukSebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat
Memperoleh Gelar Sarjana
di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
OLEH:
ALI RABANI
050304022
( Ir. Iskandarini,MM )
Ketua Komisi Pembimbing
( M. Mozart Barus, MSc )
Anggota Komisi Pembimbing
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK………………………………………………………………………ii
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………….iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………………1
Tujuan Penelitian…………………………………………………………………
Hipotesis Penelitian………………………………………………………………
Kegunaan Penelitian……………………………………………………………...
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Pemikiran………………………………………………………………
METODOLOGI PENELITIAN………………………………………………..
Metode Penentuan Sampel………………………………………………………..
Metode Pengambilan Sampel…………………………………………………….
Metode Pengumpulan Data……………………………………………………….
Metode Analisis Data……………………………………………………………..
Defenisi dan Batas Operasional…………………………………………………..
Definisi……………………………………………………………………
Batas Operasional………………………………………………………….
DESKRIPSI WILAYAH…………………………………………………………
Deskripsi Wilayah………………………………………………………………….
Luas dan Kondisi Geografi Kecamatan Selesai……………………………
Tata Guna Tanah…………………………………………………………..
Keadaan Penduduk………………………………………………………………..
Sarana dan Prasarana Kecamatan Selesai………………………………….
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Harga CPO terhadap Harga TBS……………………………………
Harga CPO…………………………………………………………….
Harga TBS…………………………………………………………….
Pengaruh Harga TBS Terhadap Penerimaan Petani……………………………
Harga TBS………………………………………………………………
Penerimaan Petani………………………………………………………
Hubungan Harga CPO dengan Pajak Ekspor CPO………………………………
Hubungan pajak Ekspor CPO dengan Penerimaan Petani……………………….
Masalah yang Dihadapi Petani Kelapa Sawit Akibat Penurunan Harga TBS dan
Upaya-Upaya penanggulangan yang dilakukannya …………...................
Masalah yang Dihadapi Petani Kelapa Sawit Akibat Penurunan Harga
TBS..............................................................................................................
Universitas Sumatera Utara
Upaya-Upaya penanggulangan yang
dilakukannya…………………………………………………………….
KESIMPILAN DAN SARAN………………………………………………….
Kesimpulan……………………………………………………………………..
Saran……………………………………………………………………………
Saran Kepada Petani……………………………………………………
Saran Kepada Pemerintah………………………………………………
Saran Kepada Peneliti …………………………………………………..
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
ALI RABANI (050304022), dengan judul skripsi “PENGARUH HARGA
CPO TERHADAP PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
MELALUI HARGA TBS DI KECAMATAN SELESAI, KABUPATEN
LANGKAT”. Skripsi ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM dan Bapak H.M.
Mozart P. Darus, MSc.
Daerah penelitian ditetapkan secara purposive. Kecamatan Selesai dipilih
dengan pertimbangan daerah ini merupakan daerah yang paling luas areal perkebunan
kelapa sawit Petani inti rakyat (PIR) di Kabupaten Langkat. Selain itu Petani inti rakyat
Kelapa sawit (PIR) ini memiliki Koperasi unit desa (KUD) yang merupakan salah satu
dari koperasi unit desa (KUD) terbaik di Indonesia, sehingga data dan pengelolan PIR
nya dapat dikatakan baik. Tujuan dari penelitian adalah:
1. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
2. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan (Rp/petani)
petani di daerah penelitian.
3. Untuk mengidentifikasi hubungan harga CPO (Rp) terhadap pajak ekspor CPO.
4. Untuk mengidentifikasi hubungan pajak ekspor CPO terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
5. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petani kelapa sawit akibat
penurunan harga TBS (Rp) di daerah penelitian dan mengidentifikasi upaya-upaya
petani kelapa sawit di daerah penelitian dalam menghadapi penurunan harga TBS
(Rp) di daerah penelitian.
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah secara sensus yaitu
petani PIR kelapa sawit di Kecamatan Selesai yang layak untuk menjadi sampel
penelitian. Metode yang digunakan dalam analisis adalah regresi linier sederhana dan
korelasi Product Momen Pearson dengan menggunakan alat bantu SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Ada pengaruh antara harga CPO terhadap harga TBS di daerah penelitian.
2. Ada pengaruh antara harga TBS terhadap penerimaan petani di daerah penelitian.
3. Ada hubungan antara harga CPO dengan pajak ekspor CPO. 4. Ada hubungan
antara pajak ekspor CPO dengan penerimaan petani.
5. Masalah-masalah yang dihadapi oleh petani kelapa sawit akibat penurunan harga
TBS di daerah penelitian adalah penurunan penerimaan petani kelapa sawit di
daerah penelitian. upaya-upaya petani tersebut adalah melakukan pemeliharaan dan
optimalisasi penggunaan sarana produksi pada saat harga TBS sedang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HDUP
ALI RABANI, Lahir di Medan 5 Oktober 1987 dari pasangan Bapak Deni
Asweni dan Heldiati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah:
1. Tahun 1991 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri No. 060956 Medan Labuhan,
Medan dan tamat tahun 1996.
2. Tahun 1996 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Medan dan tamat tahun 1999.
3. Tahun 1999 masuk Sekolah Menengah Umum di SMUN 16 Medan dan tamat tahun
2005.
4. Tahun 2005 diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan melalui Jalur PMDK.
5. Bulan Febuari-Mei 2009 melaksanakan penelitian Skripsi di Kecamatan Selesai
Kabuaten Langkat.
6. Bulan Juni-Juli 2009 melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Desa Perrik
Mbue Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi.
Kegiatan yang pernah diikutu penulis selama perkuliahan:
1.Pengurus IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian) tahun 2005-2009.
2. Kordinator Wilayah POPMASEPI (Persatuan Oerganisasi Profesi Sosial Ekonomi
Pertanian) tahun 2008-2010.
3. Ketua Human Resourse depelopment FSMM-SEP (Forum Silaturahmi Sosial
Ekonomi Peranian) tahun 2007-2008.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa, atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Harga CPO terhadap Pendapatan Petani PIR-Lokal melalui harga
TBS di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik
penulis seperti ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Iskandarini, MM
dan Bapak H.M.Mozart.P.Darus, MSc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing
yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, serta Bapak Ir. Luhut Shombing, Mp, selaku Ketua
Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Khusus untuk
Bapak D. Gurning selaku Ketua KUD Harta, Langkat, penulis mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Staff Pengajar dan Pegawai Tata Usaha di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan turut berperan dalam membantu studi Penulis.
2. Keluarga besar Juned Hasyim dan Keluarga Besar Abdul Karim yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan studi.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
ALI RABANI (050304022), dengan judul skripsi “PENGARUH HARGA
CPO TERHADAP PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
MELALUI HARGA TBS DI KECAMATAN SELESAI, KABUPATEN
LANGKAT”. Skripsi ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM dan Bapak H.M.
Mozart P. Darus, MSc.
Daerah penelitian ditetapkan secara purposive. Kecamatan Selesai dipilih
dengan pertimbangan daerah ini merupakan daerah yang paling luas areal perkebunan
kelapa sawit Petani inti rakyat (PIR) di Kabupaten Langkat. Selain itu Petani inti rakyat
Kelapa sawit (PIR) ini memiliki Koperasi unit desa (KUD) yang merupakan salah satu
dari koperasi unit desa (KUD) terbaik di Indonesia, sehingga data dan pengelolan PIR
nya dapat dikatakan baik. Tujuan dari penelitian adalah:
1. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
2. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan (Rp/petani)
petani di daerah penelitian.
3. Untuk mengidentifikasi hubungan harga CPO (Rp) terhadap pajak ekspor CPO.
4. Untuk mengidentifikasi hubungan pajak ekspor CPO terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
5. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petani kelapa sawit akibat
penurunan harga TBS (Rp) di daerah penelitian dan mengidentifikasi upaya-upaya
petani kelapa sawit di daerah penelitian dalam menghadapi penurunan harga TBS
(Rp) di daerah penelitian.
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah secara sensus yaitu
petani PIR kelapa sawit di Kecamatan Selesai yang layak untuk menjadi sampel
penelitian. Metode yang digunakan dalam analisis adalah regresi linier sederhana dan
korelasi Product Momen Pearson dengan menggunakan alat bantu SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Ada pengaruh antara harga CPO terhadap harga TBS di daerah penelitian.
2. Ada pengaruh antara harga TBS terhadap penerimaan petani di daerah penelitian.
3. Ada hubungan antara harga CPO dengan pajak ekspor CPO. 4. Ada hubungan
antara pajak ekspor CPO dengan penerimaan petani.
5. Masalah-masalah yang dihadapi oleh petani kelapa sawit akibat penurunan harga
TBS di daerah penelitian adalah penurunan penerimaan petani kelapa sawit di
daerah penelitian. upaya-upaya petani tersebut adalah melakukan pemeliharaan dan
optimalisasi penggunaan sarana produksi pada saat harga TBS sedang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis
yang sangat tinggi. Tanaman perkebunan merupakan tanaman tahunan yang apabila
dikelola dengan baik akan dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.
Ekosistemnya lebih stabil, sehingga strategi pengendalian hama dan penyakit
seharusnya dapat direncanakan lebih baik (Daniel, 2002).
Kelapa sawit (Elaeis) merupakan tanaman perkembunan penghasil minyak
masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Perkebunan menghasilkan keuntungan
besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan
kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah
Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009 Indonesia
akan menempati posisi pertama.
Usaha agribisnis kelapa sawit telah memberikan kontribusi penting bagi
perekonomian republik ini. Kontribusi itu membawa kemakmuran besar bagi pengusaha
serta memberi penghidupan karyawan dan petani yang terlibat di dalamnya. Pemerintah
pun ikut menikmati meningkatnya pendapatan dari sektor pajak (Sugandi, 2008).
Salah satu produk dari agribisnis kelapa sawit adalah CPO. Sentimen
pemanfaatan minyak sawit (CPO, crude palm oil) sebagai bahan baku biodiesel telah
menyebabkan permintaan terhadap CPO semakin meningkat. Hal ini terkait dengan
sentimen pengunaan bahan bakar nabati sebagai dampak dari meningkatnya harga
minyak bumi (CO, crude oil), terutama di tahun 2007 (Sugandi2008).
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan produksi CPO akan lebih cepat di antara minyak nabati lainnya.
CPO diperkirakan mengambil alih peran minyak kedelai dalam perdagangan minyak
nabati dan lemak dunia. Pada masa mendatang, prospek CPO akan semakin cerah
sebagai akibat liberalisasi perdagangan minyak nabati dunia (Pasquale,1993).
Semakin pentingnya kedudukan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bahan baku
minyak goreng di satu pihak dan perolehan devisa di lain pihak menyebabkan
pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kepentingan untuk menjaga harga
minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan
meningkatkan perolehan devisa (Rachman dan Subroto, 1999).
Harga CPO akan terus meningkat karena selain sentimen tentang pencarian
bahan bakar alternatif termasuk biofuel berbahan baku CPO, juga karena peningkatan
permintaan dari dua konsumen terbesar dunia, yakni India dan China, sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi dunia yang saat ini mencapai 8-10 persen per tahun (Nainggolan
2007).
Kenyataan di lapangan melaporkan bahwa petani sawit berskala kecil sama
sekali tidak menikmati keuntungan dari melonjaknya harga CPO tersebut. Kebun-kebun
sawit yang dikelola oleh rakyat hanya mampu untuk menjual sawit dalam bentuk TBS
saja, yang harganya lebih sering dikendalikan oleh pihak pedagang, karena tidak ada
peraturan mengenai harga pembelian minimum (harga dasar) untuk TBS sawit. Sistem
agribisnis perkebunan sawit telah menyebabkan keuntungan besar hasil bumi Indonesia
ini hanya bisa dinikmati oleh segelintir kecil manusia pemilik modal. (Sugandi, 2008).
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang berdampak
negatif terhadap negara-negara lainnya. Dampak langsung ke petani sawit atas krisis
Universitas Sumatera Utara
ekonomi global ini mengakibatkan permintaan minyak sawit dunia menurun, sehingga
industri minyak sawit di Indonesia harus dikurangi untuk mengimbangi suplay atas
permintaan minyak sawit yang menurun. Disisi lain turunnya permintaan minyak sawit
berakibat turunnya harga minyak sawit karena daya beli dan permintaan yang menurun,
artinya perusahaan tidak mau membeli TBS dari petani untuk menjaga supply mereka
cenderung lebih mengutamakan TBS yang berasal dari kebun inti mereka. Ini
mengakibatkan harga TBS ditingkat petani langsung terjun bebas.
Penerapan pajak ekspor (PE) pada CPO dan produk turunannya mengandung
konsekuensi yang menguntungkan dan merugikan. Secara potensial, pihak yang
diuntungkan dari penerapan pajak ekspor (PE) adalah pembeli dalam negeri (industri
hilir minyak sawit), pemerintah dan pesaing ekspor Indonesia untuk produk-produk
tersebut. Industri hilir minyak sawit diuntungkan karena penerapan PE akan menekan
harga CPO dan produk turunannya di pasar dalam negeri. Penerimaan negara akan
meningkat sesuai dengan besarnya tarif, harga dan volume ekspor. Penerapan PE
cenderung menurunkan volume ekspor, sehingga pengekspor luar negeri diuntungkan
karena pengurangan ekspor CPO dan produk turunannya oleh Indonesia merupakan
peluang pasar bagi mereka.
Sedangkan pihak yang dirugikan dari penerapan PE adalah produsen kelapa
sawit dan CPO nasional, pembeli (importir) CPO dan produk turunannya di luar negeri,
penyedia jasa di pelabuhan dan pemasok input perkebunan kelapa sawit serta negara.
PE akan menekan harga di pasar dalam negeri sehingga menimbulkan disinsentif
berproduksi bagi produsen CPO dan produk turunannya. Hal ini dapat berwujud
pengurangan penggunaan input sehingga pemasok input juga mengalami imbas
Universitas Sumatera Utara
kerugian produsen. Khusus untuk kasus CPO, pengusaha penghasil CPO akan menekan
harga tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan petani. Jadi secara implisit, TBS juga
terkena pungutan ekspor, meskipun petani tidak mengekspor. Selanjutnya, penurunan
produksi CPO dan produk turunannya menyebabkan ekspor CPO dan produk
turunannya turun. Penurunan ekspor ini mengakibatkan kebutuhan importir di luar
negeri tidak terpenuhi. Bahkan, apabila penerapan PE oleh Indonesia ini menimbulkan
guncangan harga di pasar internasional, maka importir akan membeli CPO dan produk
turunannya dengan harga lebih tinggi dari pada tanpa PE. Penurunan volume ekspor ini
juga berarti merugikan pelaku bisnis di pelabuhan dan negara juga kehilangan devisa.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam
rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru
untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan
produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa
sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh
kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan
(PIR – BUN).
Koperasi PIR-Lokal di Kabupaten langkat, Provinsi Sumatera Utara wilayahnya
terbagi atas beberapa daerah dengan rincian sebagai berikut:
1. HARTA I Selayang, Kecamatan Selesai, luasnya : 709, 26 Ha.
2. HARTA II Telagah, Kecamatan Sei.Bingai, luasnya : 385, 49 Ha.
3. HARTA III Pandaman Payung, Kecamatan Salapian, luasnya : 484 Ha.
Universitas Sumatera Utara
Pada data diatas menunjukkan bahwa HARTA I Selayang di Kecamatan Selesai
merupakan daerah koperasi PIR- Lokal yang mempunyai kebun kelapa sawit yang
paling luas di Kabupaten langkat dengan luas areal 709,26 Ha.
Koperasi perusahaan inti rakyat lokal Kabupaten Langkat adalah pengembangan
perkebunan dengan menggunakan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara II (PTPN
II) sebagai inti dan membimbing perkebunan rakyat sekitarnya sebagai plasma, dalam
suatu sistem kerja sama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan, yang
bertujuan untuk mensejahterakan petani.
Koperasi HARTA (Harapan Petani) merupakan Koperasi yang didirikan untuk
membantu petani di Kecamatan Selesai dalam melaksanakan usahataninya. KUD
HARTA ini menjadi KUD yang dapat diandalkan petani. Bahkan pada tahun 2005 KUD
HARTA merupakan KUD terbaik di Indonesia. KUD ini membantu petani dalam
menjual hasil usahatani kelapa sawitnya. Namun pada mulai tahun 2008 petani PIRlokal di Kabupaten Langkat bebas untuk menjual hasil usahatani kelapa sawitnya. Hal
ini dilakukan untuk menciptakan kemandirian bagi para petani.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di daerah
penelitian?
2. Bagaimana pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan petani (Rp/petani) di
daerah penelitian?
Universitas Sumatera Utara
3. Bagaimana hubungan harga CPO (Rp) mempengaruhi pajak ekspor CPO di daerah
penelitian?
4. Bagaimana hubungan pajak ekspor CPO terhadap harga TBS (Rp) di daerah
penelitian?
5. Apa masalah-masalah yang dihadapi petani kelapa sawit akibat terjadinya
penurunan harga TBS (Rp) di daerah penelitian dan bagaimana upaya-upaya petani
kelapa sawit di daerah penelitian dalam menghadapi penurunan harga TBS (Rp) di
daerah penelitian?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
6. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
7. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan (Rp/petani)
petani di daerah penelitian.
8. Untuk mengidentifikasi hubungan harga CPO (Rp) terhadap pajak ekspor CPO di
daerah penelitian.
9. Untuk mengidentifikasi hubungan pajak ekspor CPO terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
10. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petani kelapa sawit akibat
penurunan harga TBS (Rp) di daerah penelitian dan mengidentifikasi upaya-upaya
petani kelapa sawit di daerah penelitian dalam menghadapi penurunan harga TBS
(Rp) di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesa Peneltian
Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah:
1. Ada pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di daerah penelitian.
2. Ada pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan petani (Rp/petani) di daerah
penelitian.
3. Ada hubungan harga CPO (Rp) terhadap pajak ekspor CPO di daerah penelitian.
4. Ada hubungan pajak ekspor kelapa sawit terhadap harga TBS (Rp) di daerah
penelitian.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan imformasi bagi petani dalam mengelola dan mengembangkan usaha
tani kelapa sawit.
2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dan lembaga lainnya
dalam mengambil keputusan dalam kegiatan yang berhubungan dengan usaha tani
kelapa sawit.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara garis
lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia,
dan Amerika Latin. Keadaan iklim yang dikehendaki oleh kelapa sawit secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Curah Hujan
Tanaman Kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500 – 4.000 mm per tahun,
tetapi curah hujan optimal 2.000 – 3.000 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan tidak
lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya
berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan daripada
pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih sedikit.
Namun curah hujan yang terlalu tinggi kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan
kebun karena mengganggu kegiatan di kebun seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran
transportasi, pembakaran sisa-sisa tanaman pada pembukaan kebun, dan terjadinya
erosi.
Keadaan curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti kurang
baik bagi pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu tidak tercapainya
jumlah curah hujan minimum yang yang dibutuhkan tanaman.
2. Kelembapan dan Unsur hara
Tanaman Kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk
pertumbuhan vegetatif dan generatif. Karena itu, untuk mendapatkan produksi yang
tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang tinggi juga. Selain itu, pH tanah
Universitas Sumatera Utara
sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran nilai 4,0 – 6,0 dan ber – pH optimum 5,0 –
5,5(Pahan, 2006).
Sentimen bioenergi telah menjadikan berbagai produk pertanian makanan
dikonversi menjadi bahan baku untuk ethanol dan biofuel. Produk-produk ini antara lain
adalah jagung, kedelai, rapeseed, sunflower, dan minyak sawit. Sentimen ini telah
menyebabkan harga produk-produk pertanian tersebut dicurigai meningkat sejalan
dengan peningkatan harga minyak bumi.
Minyak sawit yang merupakan komoditas potensial untuk dijadikan sebagai
bahan baku biodiesel juga mengalami peningkatan harga yang signifikan. Untuk itu
perlu dilihat keterkaitan harga minyak sawit dengan harga minyak bumi. Keterkaitan
harga minyak sawit dan minyak bumi ini dapat terjadi baik karena komoditas minyak
sawit telah menjadi produk substitusi dari minyak bumi, maupun karena kesamaan
faktor-faktor pendorong permintaan terhadap minyak sawit dan minyak bumi, yakni
pertumbuhan penduduk dan peningkatan kemakmuran dunia, terutama yang terjadi di
China dan India.
Harga CPO di pasar internasional tetap tinggi. Faktor utamanya adalah masih
tingginya harga minyak bumi dan semangat untuk mengurangi terjadinya pemanasan
global. Meskipun ada berita sebagian negara Eropa berpikir ulang menggunakan
minyak sawit untuk bahan baku biodiesel karena ada beberapa perusahaan perkebunan
kelapa sawit kurang mengindahkan kelestarian lingkungan. Namun diperkirakan berita
ini tidak akan mempengaruhi harga CPO (Sugandi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Harga penjualan yang dapat diperoleh petani atau pengusaha pertanian
ditentukan oleh berbagai faktor yaitu: mutu, hasil, pengelolaan hasil dan system
pemasaran yang baik, sementara biaya produksi lebih mudah dikendalikan oleh petani
dan salah satu factor yang paling menentukan adalah produktivitas petani. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi biaya produksi adalah ketersediaan dan harga input,
produktivitas tenaga kerja dan kemampuan pengelolaan usaha tani untuk meningkatkan
efisiensi (Simanjuntak, 2004).
Minyak sawit yang merupakan komoditas potensial untuk dijadikan sebagai
bahan baku biodiesel juga mengalami peningkatan harga yang signifikan. Untuk itu
perlu dilihat keterkaitan harga minyak sawit dengan harga minyak bumi. Keterkaitan
harga minyak sawit dan minyak bumi ini dapat terjadi baik karena komoditas minyak
sawit telah menjadi produk substitusi dari minyak bumi, maupun karena kesamaan
faktor-faktor pendorong permintaan terhadap minyak sawit dan minyak bumi, yakni
pertumbuhan penduduk dan peningkatan kemakmuran dunia, terutama yang terjadi di
China dan India (Rachman,2005).
Berfluktuasinya harga minyak sawit dunia yang berimbas pada naik turunnya
harga TBS yang diterima oleh petani adalah murni merupakan akibat sistem ekonomi
nasional dan internasional yang sudah semakin bebas, alih-alih melindungi rakyatnya
dari penjajahan ekonomi asing, pemerintah justru bekerja untuk melindungi kepentingan
asing dan berfikir utuk kepentingan individunya sendiri. Seluruh kebijakan ekonomi
termasuk pangan dan perdagangannya telah dibebaskan oleh pemerintah sehingga harga
komoditas pangan dan pertanian menjadi sangat tergantung oleh permainan pasar
(Sugandi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Harga buah sawit (TBS) secara konsisten berkorelasi dengan harga CPO, hal ini
dapat terjadi karena penetapan harga TBS memang mengacu pada harga CPO.
Sementara itu korelasi antara harga minyak sawit dan minyak bumi tidak konsisten
berkorelasi positif setiap tahun. Peningkatan harga CPO dan TBS menunjukkan bahwa
nilai harga yang diterima oleh petani sawit (harga TBS) dapat dikatakan lebih tinggi
dibandingkan nilai harga yang didapat para produsen CPO (harga CPO) (Rachman
2005).
Jika jumlah minyak sawit berlimpah dan lebih banyak jumlahnya dibandingkan
dengan jumlah yang diminta oleh konsumen maka harga akan jatuh.Sebaliknya, jika
jumlah yang mampu diproduksi oleh produsen lebih sedikit dari jumlah yang diminta
oleh konsumen maka harga akan naik. Persoalannya, saat ini banyak pelaku pasar yang
bermain curang, inilah yang disebut spekulasi. Kegiatan spekulasi adalah suatu aktivitas
untuk mempermainkan harga dengan mengatur jumlah produk yang beredar dipasaran.
Naik turunnya harga sawit yang berimbas pada tidak menentunya kehidupan
petani penanam sawit telah mencerminkan betapa rentannya perekonomian dan
kedaulatan pangan kita. Menjadi negara pengeskpor hasil pertanian bukan berarti rakyat
Indoensia bisa mencukupi kebutuhan pangganya sendiri. Fakta menunjukkan, saat ini
Indonesia menjadi pengimpor gandum, kedelai, susu, daging dan gula dalam jumlah
yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Sugandi, 2008).
Peningkatan pendapatan petani atau pengusaha pertanian ditentukan oleh jumlah
produksi yang dapat dihasilkan oleh satu orang petani perusahaan pertanian, harga
penjualan produksi dan biaya produksi/ usaha tani atau perusahaan pertanian. Jumlah
produksi dari suatu usaha tani ateu satu perusahaan pertanian. Jumlah produksi dari satu
Universitas Sumatera Utara
usaha tani atau satu perusahaan pertanian, ditentukan oleh skala usaha atau
produktivitas yang dapat diperoleh satu unit usaha tani atau perusahaan pertanian.
Besarnya skala usaha tani dapat ditentukan oleh besarnya jumlah penduduk yang hidup/
berusaha dalam sektor pertanian (Simanjuntak, 2004).
Jumlah biaya dan pendapatan yang akan diperoleh sangat bergantung pada
kondisi lahan, harga bahan dan alat serta upah tenaga kerja. Usaha tani merupakan suatu
kegiatan produksi, dimana peran input (faktor produksi) dalam menghasilkan output
(hasil produksi) menjadi perhatian utama. Perananan input bukan saja dilihat dari jenis
dan ketersediasan dalam waktu yang tepat, tetapi dapat juga ditinjau dari segi efisiensi
penggunaan faktor tersebut (Amang, 1995).
Produksi itu terjadi karena adanya perpaduan antara faktor produksi (alam,
tenaga kerja, modal dan skill) di bawah asuhan dan pengelolaan petani. Fungsi unsure
alam dalam usahatani atau usaha pertanian dipandang dari sudut sosial ekonomi sangat
tergantung dari sifat dan tujuan usaha pertanian. Tanah merupakan faktor kunci dalam
usaha pertanian. Dalam hal tanah banyak lagi faktor lain yang harus diperhatikan seperti
luas lahan, topografi, kesuburan, dan keadaan fisik lingkungan. Dengan mengetahui
semua keadaan mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukandengan baik (Daniel,
2002).
Tenaga kerja adalah suatu kegiatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat
dipisahkan dari manusia dan ditujukan kepada usaha produksi. Apabila seorang petani
menggunakan ternak dan traktor untuk mengolah lahan, maka ternak sapi dan traktor
untuk mengolah lahan, maka ternak sapi dan traktor tersebuttidak bisa dikatakan sebagai
tenaga kerja, akan tetapi termasuk ke dalam faktor produksi modal, karena sapi dan
Universitas Sumatera Utara
traktor jelas berbeda dengan manusia. Sapi dan traktor dapat menggantikan tenaga kerja
manusia dalam hal mengolah lahan. Oleh karena manusia tidak bisa dipisahkan dengan
manusia. Ini berarti tenaga kerja berkaitan dengan jumlah penduduk (Tarigan, 2004).
Mobilitas tenaga kerja sektor pertanian lebih tinggi frekuensinya dibandingkan
dengan nelayan dan sector industry. Hal ini disebabkan mudahnya seorang buruh untuk
keluar masuk sektor tersebut. Pekerja dalam sector ini tidak dituntut skill yang tinggi.
Lowongan pekerjaan yang tersedia hanya dalam waktu tertentu dan umumnya bersifat
insidentil,seperti panen, pengolahan dan penyiangan yang membutuhkan tenaga kerja
ekstra (Daniel, 2002).
Tenaga kerja erat hubungannya dengan pendapatan, karena unsure ini
merupakan penggerak semua kegiatan dalam usahatani. Efisiensi usahatani secara
umum diartikan sebagai hasil pekerjaan produktif yang dapat diselesaikan persatuan
waktu tenaga kerja. Semakin tinggi efisiensi penggunaan tenaga kerja semakin tinggi
pula pendapatan yang diterima dari usahatani yang bersangkutan. Efisiensi tenagakerja
berpengaruh pada pendapatan, berlakudisemua daerah dan semua kegiatan ekonomi.
Efisiensi penggunaan tenaga kerja yang dicapai suatu usahatani dapat dipakai sebagai
indicator keberhasilan usahatani itu. Tercapainya efisiensi itu akan dapat menekan biaya
produksi dan meningkatkan pendapatan petani (Tjakrawiralaksana dan Soeritmaja,
1993).
Usaha tani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta daa untuk kegiatan diluar kegiatan
usahatani. Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan maka petani
seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya, melakukan perhitungan
Universitas Sumatera Utara
terhadap semua unsur biaya dan menentukan harga pokok hasil usahataninya. Keadaan
seperti ini dapat dilakukan petani sehingga tingkat efektivitas usahatani menjadi rendah
(kasmir, 2004).
Produktivitas sebuah usahatani dapat diukur dari perbandingan output yang
dihasilkan secara menyeluruh dengan input yang digunakan pada periode tertentu.
Produktivitas yang diukur bisa meliputi banyak hal, termasuk produktivitas faktor
perubahan internal dan produktivitas faktor eksternal. Untuk pengukuran tingkat
produktivitas, waktu standar yang ditetapkan haruslah konsisten bahkan jika
pengukuran produktivitas total dilakukan baik dalam lingkup aktivitas kecil maupun
kelompok, sehingga akan mempermudah penentuan tingkat upah para pekerja.
Waktu Standar adalah membantu penentuan waktu yang terjadi terutama dalam
proses operasi yang terjadi dalam siklus manajemen, yaitu proses penentuan tujuan,
perencanaan program, menentukan beban kerja, menentukan sumber-sumber yang
dibutuhkan, menentukan otoritas penggunaan sumber daya yang dimiliki, melaksanakan
aktivitas, membandingkan antara aktivitas dengan rencana semula, evaluasi aktual dan
rencana, serta membandingkan tujuan yang ingin dicapai dari aktivitas yang dilakukan.
Produktivitas adalah perbandingan antara nilai yang dihasilkan dari suatu
aktivitas produksi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
produk
tersebut dalam suatu periode tertentu. Biasanya pengukuran tingkat
produktivitas tersebut dilakukan dengan membandingkan hasil yang terjadi pada
periode sekarang ini dengan periode dasar. Bagi perusahaan manufaktur, pengukuran
tingkat. produktivitas merupakan hal yang penting dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat tiga hal penting yang harus diketahui dari pengukuran produktivitas,
yaitu:
1. Pengukuran produktivitas akan berdampak pada neraca, dimana neraca akan
menunjukkan modal yang harus dipertahankan oleh perusahaan.
2. Pengukuran produktivitas akan berdampak pada laporan laba-rugi dimana laporan
laba-rugi tersebut menunjukkan hasil aktivitas masa lalu. Aliran bahan baku yang
kemudian diproses dalam proses produksi akan berdampak pada kedua hal tersebut di
atas.
3. Pengukuran produktivitas haruslah memungkinkan untuk diterapkan serta fleksibel
terhadap perubahan salah satu variabel. Pengukuran produktivitas seharusnya dapat
mencerminkan kondisi perusahaan di masa yang akan datang dimana hal ini tidak
dapat diketahui dari laporan neraca dan laba-rugi Laba yang dicapai oleh perusahaan
mungkin tinggi dan modal yang digunakan berada pada kondisi yang baik, tetapi
apabila tidak disertai peningkatan produktivitas maka perusahaan tidak akan bisa
bertahan dalam jangka panjang.
Produktivitas dan efisiensi biaya yang timbul sebagai akibat dari pengukuran
aktivitas dan konsumsi sumberdaya yang terjadi serta pemanfaatan keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki semaksimal mungkin. Dalam pengukurannya, perusahaan
dapat mengembangkan kategori pergerakan dalam tingkatan tingkatan yang lebih
kompleks. Produktivitas dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, diantaranya adalah:
1. Jika waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktivitas produksi makin
bertambah tanpa adanya peningkatan input yang diserap untuk menghasilkan produk,
maka dapat dikatakan produktivitas proses tersebut meningkat.
Universitas Sumatera Utara
2. Jika perusahaan menerapkan sistem pembagian keuntungan yang jelas maka
produktivitas seharusnya menunjukkan peningkatan yang baik, karena dengan adanya
sistem pembagian keuntungan yang jelas maka akan dapat diketahui peningkatan
produtivitas individu dalam setiap aktivitasnya.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa, apabila pengukuran produktivitas sudah
dilakukan dengan benar, maka bila terjadi perubahan dalam metode penentuan biaya
depresiasi atau perubahan tingkat upah seharusnya tidak mempengaruhi pengukuran
produktivitas.
Peningkatan produktivitas merupakan suatu konsekuensi yang logis dari adanya
pengukuran terhadap waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu aktivitas, juga dari
adanya efisiensi pergerakan yang terjadi untuk menyelesaikan suatu aktivitas, sehingga
perhitungan efisiensi, akan membantu dalam mendeteksi efisiensi waktu, tempat, tenaga
dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan aktivitas menghasilkan produk
(Monika,2007).
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) adalah pengembangan
perkebunan dengan menggunakan Perkebunan Besar sebagai inti dan membimbing
Perkebunan Rakyat sekitarnya sebagai plasma, dalam suatu system kerja sama yang
saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan. Tujuan Utama PIR-BUN adalah
mengangkat harkat hidup petani dan keluarganya dengan cara meningkatkan produksi
dan pendapatan usaha tani.
Hak-hak Petani Peserta
1. Memperoleh lahan kebun lebih kurang 1,5 – 2 Ha.
Universitas Sumatera Utara
2. Memperoleh perumahan, lahan pekarangan dan lahan pangan sesuai pola
pengembangan PIR-BUN dan situasi setempat.
3. Memperoleh sertifikat tanah hak milik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan
Nasional, yang untuk sementara menjadi agunan kredit di Bank.
4. Memperoleh bimbingan, penyuluhan dan latihan dalam berusaha tani.
5. Memperoleh jaminan penjualan hasil usaha tanaman pokok.
6. Memanfaatkan fasilitas umum (sekolah, puskesmas, rumah ibadah,dll).
Kewajiban Petani Peserta
1. Menanda tangani perjanjian kerja dengan pemimpin proyek perkebunan inti
rakyat.
2. Memelihara kebun dengan baik sesuai petunjuk perusahaan inti atau petugas
penyuluh.
3. Menjual seluruh hasil tanaman pokok dengan mutu yang baik kepada
perusahaan inti sesuai dengan perjanjian produksi dan jual beli hasil kebun.
4. Mematuhi kewajiban pembayaran kembali hutang-hutangnya sampai lunas dari
hasil penjualan produksi petani kepada perusahan Inti sesuai akad kredit dengan
bank.
5. Menjadi anggota kelompok tani dan koperasi unit desa.
Hak perusahaan inti
1. Menetapkan petani sebagai peserta PIR-BUN setelah memenuhi persyaratan.
2. Mengusulkan pembatalan hak sebagai petani peserta apabila melanggar
peraturan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Kewajiban perusahaan inti
1. Memberikan petunjuk dan bimbingan teknis dalam pemeliharaan, panen dan
pemasaran hasil tanaman pokok serta membantu usaha tani tanaman pangan dan
pekarangan.
2. Membantu penerbitan sertifikat tanah atas naman petani peserta.
3. Menampung dan membeli hasil kebun petani dengan harga sesuai ketetapan
pemerintah serta membantu kelancaran pengembalian kredit petani.
4. Mempersiapkan pelaksanaan konversi.
5. Turut membina petani peserta melalui kelompok yani dan KUD sehingga
menjadi mitra kerja yang tangguh dan mandiri.
Penerapan pajak ekspor mempunyai dampak negatif dan positif terhadap industri
dan perdagangan CPO Indonesia. Lebih jauh, kebijakan tersebut mempunyai efek
redistribusional yang nyata yaitu berusaha melindungi industri yang berbahan baku
CPO dan konsumen minyak goreng dari goncangan pasar internasional (kenaikan harga
CPO yang besar di pasar internasional atau depresiasi rupiah yang berlebihan). Di
samping itu, pemerintah mendapat penerimaan yang cukup signifikan dari penerapan
kebijakan pajak ekspor. Di sisi lain, areal, produksi, dan ekspor CPO Indonesia
menurun yang diiringi dengan penurunan kesempatan kerja dan pendapatan petani.
Berdasarkan pertimbangan dampak negatif dan positifnya, maka kebijakan
penerapan pajak ekspor masih perlu diteruskan dengan perbaikan-perbaikan. Perbaikan
tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga industri pengolahan CPO dan konsumen
minyak goreng cukup terlindungi dan produsen kelapa sawit/pekebun masih menerima
Universitas Sumatera Utara
keuntungan yang wajar (tidak merasa dieksploitasi) sehingga insentif tersebut cukup
untuk mengembangkan kelapa sawit (Pasquali 1993).
Pungutan Ekspor atas CPO menyebabkan, harga ekspor untuk CPO yang
diterima produsen menurun yang selanjutnya berdampak pada konstraksi kegiatan
industri sawit maupun usahatani kelapa sawit. Namun demikian, PE atas CPO
menyebabkan harga CPO untuk industri hilir dalam negeri menurun sehingga
menciptakan insentif bagi industri tersebut. Dampak selanjutnya adalah ekspansi
kegiatan industri hilir CPO dalam negeri. Selain itu, PE atas CPO akan meningkatkan
penerinaan PNBP negara sebagai dana pembangunan untuk meningkatkan kegiatan
ekonomi nasional (Rachman, 2005).
Terminologi analisis harga biasanya mengacu pada analisis kuantitatif dari
keterkaitan antara aspek permintaan-penawaran-harga. Dalam hal demikian umumnya
penggunaan alat analisis ekonometrik merupakan metode analisis yang sering
digunakan. Namun demikian, penggunaan tabel-tabel sederhana dan atau grafik dengan
pembahasan secara deskriptif juga menjadi alternatif metode yang sering dipergunakan
dalam analisis harga.
Analisis regresi linear sederhana dipergunakan untuk mengetahui pengaruh
antara satu buah variabel bebas terhadap satu buah variabel terikat. Persamaan
umumnya adalah: Y = a + b X. Dengan Y adalah variabel terikat dan X adalah variabel
bebas. Koefisien a adalah konstanta (intercept) yang merupakan titik potong antara garis
regresi dengan sumbu Y pada koordinat kartesius.
Uji statistika parametrika (ji t dan uji F) hanya dapat digunakan jika data
menyebar normal atau tidak ditemukannya petunjuk pelanggaran kenormalan dan
Universitas Sumatera Utara
keragaman atau variasi antara perlakuan-perlakuan atau peubah bebas yang
dibandingkan homogen. Data yang memenuhi syarat tersebut skala pengukurannya
menimal interval (misalnya data dalam satuan persen dan data yang interval
pengukurannya ≥ 5) lebih baik lagi data yang mempunyai skala pengukura n rasional
(misalnya data yang mempunyai satuan pengukuran berat, panjang, volume dan
sebagainya).
Uji-t (t-test) merupakan statistik uji yang sering kali ditemui dalam masalahmasalah praktis statistika. Uji-t termasuk dalam golongan statistika parametrik. Statistik
uji ini digunakan dalam pengujian hipotesis. Seperti yang telah dibahas dalam tulisan
(post) lain di weblog ini, uji-t digunakan ketika informasi mengenai nilai variance
(ragam) populasi tidak
diketahui.
Uji-t dapat dibagi menjadi 2, yaitu uji-t yang digunakan untuk pengujian
hipotesis 1-sampel dan uji-t yang digunakan untuk pengujian hipotesis 2-sampel. Bila
dihubungkan dengan kebebasan (independency) sampel yang digunakan (khusus bagi
uji-t dengan 2-sampel), maka uji-t dibagi lagi menjadi 2, yaitu uji-t untuk sampel bebas
(independent)
dan
uji-t
untuk
sample
berpasangan
(paired).
Dalam lingkup uji-t untuk pengujian hipotesis 2-sampel bebas, maka ada 1 hal
yang perlu mendapat perhatian, yaitu apakah ragam populasi (ingat: ragam populasi,
bukan ragam sampel) diasumsikan homogen (sama) atau tidak. Bila ragam populasi
diasumsikan sama, maka uji-t yang digunakan adalah uji-t dengan asumsi ragam
homogen, sedangkan bila ragam populasi dari 2-sampel tersebut tidak diasumsikan
homogen, maka yang lebih tepat adalah menggunakan uji-t dengan asumsi ragam tidak
homogen. Uji-t dengan ragam homogen dan tidak homogen memiliki rumus hitung
Universitas Sumatera Utara
yang berbeda. Oleh karena itulah, apabila uji-t hendak digunakan untuk melakukan
pengujian hipotesis terhadap 2-sampel, maka harus dilakukan pengujian mengenai
asumsi kehomogenan ragam populasi terlebih dahulu dengan menggunakan uji-F.
Untuk data yang mempunyai skala pengukuran nominal (misalnya ada/tidak,
mati/hidup.sembuh/sakit dan sebagainya) data yang mempunyai skala pengukuran
ordinal (data yang ada urutannya misalnya agak sakit, sakit dan sembuh; tidak senang,
senang dan amat senang; tidak ada kelainan sedikit ada kelainan dan ada kelainan; dan
sebagainya). Jadi uji t dan uji F hanya bisa digunakan jika tidak ada petunjuk
pelanggaran kenormalan dan keragaman antar perlakuan yang dibandingkan homogen.
Untuk data yang memunyai skala pengukuran interval dan rasional bila syarat uji t dan
uji F dilanggra masih bisa diusahakan dengan melakukan transformasi data jika setelah
ditransformasikan belum juga terpenuhi maka harus diusahakan uji lain (Soleh 2005).
Korelasi dapat didefenisikan sebagai tingkat hubungan antara dua variabel atau
lebih. Tingkat hubungan antara dua variabel disebut korelasi sederhana. Tingkat
korelasi antara tiga atau lebih variabel disebut variabel berganda.
Korelasi dikatakan linier, jika semua titik (X, Y) pada diagram pencar mendekati
garis lurus, atau nonlinier jika semua titik membentuk sebuah kurva. Dua variabel bisa
memiliki korelasi positif, korelasi negatif, atau tidak berkorelasi. Hal ini terjadi baik
untuk korelasi linier maupun nonlinier.
Dua variabel dikatakan berkorelasi positif jika mereka cenderung berubah
bersama-sama pada arah yang sama, yaitu jika mereka naik atau turun secara bersama.
Jika semua titik tepat berada pada satu garis (atau kurva) maka korelasi akan dikatakan
positif sempurna. Dua variabel dikatakan berkorelasi negatif jika mereka cenderung
Universitas Sumatera Utara
berubah pada arah yang berlawanan. Jika semua titik tepat berada pada satu garis (atau
kurva) maka korelasi akan dikatakan negative sempurna. Dua variabel tidak berkorelasi
jika mereka berubah tidak berhubungan satu sama lain (Pedhazur, 1997).
Kerangka Pemikiran
Petani kelapa sawit merupakan pengelola atau manager usahataninya. Dalam
mengelola usahataninya petani menggunakan beberapa faktor produksi. Faktor produksi
yang digunakan diupayakan digunakan secara efisien dan efektif. Hal ini untuk
memperoleh produksi yang optimal dengan biaya yang minimal, sehingga membuat
petani harus berfikir keras dalam mengelola usahataninya.
Petani berusaha menghasilkan produksi yang maksimalkan. Segala upaya
digunakan untuk dapat meningkatkan produksinya, baik itu mengoptimalkan faktorfaktor produksi maupun memperluas areal perkebunannya. Hal ini karena adanya suatu
anggapan bahwa produksi yang tinggi akan menghasilkan penerimaan yang tinggi pula.
Sehingga petani berusaha menghasilkan produksi yang maksimal untuk mendapatkan
penerimaan yang maksimal juga.
Selain produksi, harga TBS juga sangat mempengaruhi penerimaan petani,
untuk itu petani harus cerdas dalam menyikapi naik dan turunnya harga TBS. Harga
TBS sendiri dipengaruhi harga CPO, hal ini yang membuat petani tidak punya kekuatan
dalam menentukan harga. Selain itu harga TBS juga mempuyai hubungan dengan pajak
ekspor CPO yang merupakan kebijakan pemerintah.
Harga TBS yang sangat mempengaruhi penerimaan petani ternyata memiliki
dampak positif dan dampak negatif bagi petani. Namun yang menjadi permasalahan
adalah dampak negatif yang ditimbulkannya. Masalah tersebut bisa menghancurkan
Universitas Sumatera Utara
petani. Untuk mencegah hal tersebut petani harus bisa mungatasinya dengan melakukan
beberapa upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Skema Kerangka pemikiran
UpayaUpaya Petani
Dalam menghadapi
Masalah
Petani Kelapa Sawit
Usahatani
Kelapa Sawit
Masalah
Petani
PRODUKSI
Pajak Ekspor
CPO
Penerimaan
Harga CPO
Harga TBS
Universitas Sumatera Utara
Ket :
Tanda
Menyatakan Mempengaruhi
Tanda
Menyatakan hubungan
Universitas Sumatera Utara
METHODOLOGI PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Sampel
Daerah penelitian ditentukan secara purposive yaitu Kecamatan Selesai
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara berdasarkan pertimbangan bahwa Petani di
Kecamatan Selesai tersebut tergabung dalam KUD Harta, sehingga setiap data dalam
usaha taninya lengkap dan akurat. Sehingga dalam penelitian kita dapat memperoleh
data yang benar-benar lengkap dan akurat mengenai usahatani kelapa sawit di
Kecamatan Selesai.
Koperasi PIR-Lokal di Kabupaten langkat, Provinsi Sumatera Utara wilayahnya
terbagi atas 4 kecamatan, 8 lokasi hamparan areal, dengan rincian sebagai berikut:
HARTA I Selayang di Kecamatan Selesai luasnya : 709, 26 Ha.
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa HARTA I Selayang di
Kecamatan Selesai merupakan daerah koperasi PIR-Lokal yang mempunyai kebun
kelapa sawit yang paling luas di Kabupaten langkat dengan luas areal 709,26 Ha.
Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam usahatani adalah petani yang melakukan usahatani kelapa sawit.
Metode pengambilan sampel di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara dilakukan secara sensus yaitu seluruh populasi yang menjadi petani
kelapa sawit PIR lokal yang tergabung dalam KUD HARTA Kecamatan Selesai
Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Petani tersebut tercatat sebagai anggota
KUD HARTA hingga Desember 2008. Petani tersebut berjumlah 46 orang.
Metode Pengumpulan Data
Universitas Sumatera Utara
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terjadi dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden melalui
survei dan daftar kuisioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Data sekunder yang
yang diperoleh dari KUD Harta yang merupakan tempat petani dalam memperoleh
pinjaman modal dan tempat penjualan hasil usahatani mereka.
Metode Analisis Data
Hipotesa 1 dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana dengan
alat Bantu SPSS. Data yang diperlukan adalah harga CPO dan harga TBS. dengan
menggunakan rumus :
Y = a + bX + µ
Keterangan :
Y = Harga TBS (Rp/TBS)
a = Koefisien intersep (nilai konstanta)
b = Koefisien regresi
µ = Kesalahan pengganggu
X = Harga CPO (Rp)
Universitas Sumatera Utara
Hipotesa 2 dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana dengan
alat Bantu SPSS. Data yang diperlukan adalah harga TBS dan penerimaan petani.
dengan menggunakan rumus :
Y = a + bX + µ
Keterangan :
Y = Penerimaan petani (Rp)
a = Koefisien intersep (nilai konstanta)
b = Koefisien regresi
µ = Kesalahan pengganggu
X = Harga TBS (Rp/Kg)
Hipotesa
PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
DI KEC. SELESAI, KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH:
ALI RABANI
050304022
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH HARGA CPO TERHADAP PENDAPATAN
PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
DI KEC. SELESAI, KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH:
ALI RABANI
050304022
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana
di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
( Ir. Iskandarini,MM )
Ketua Komisi Pembimbing
( M. Mozart Barus, MSc )
Anggota Komisi Pembimbing
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH HARGA CPO TERHADAP PENDAPATAN
PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
DI KEC. SELESAI, KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Diajukan kepada Departemen Agribisnis Fakultas Prtanian
Universitas Sumatera Utara UntukSebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat
Memperoleh Gelar Sarjana
di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
OLEH:
ALI RABANI
050304022
( Ir. Iskandarini,MM )
Ketua Komisi Pembimbing
( M. Mozart Barus, MSc )
Anggota Komisi Pembimbing
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK………………………………………………………………………ii
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………….iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………………1
Tujuan Penelitian…………………………………………………………………
Hipotesis Penelitian………………………………………………………………
Kegunaan Penelitian……………………………………………………………...
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Pemikiran………………………………………………………………
METODOLOGI PENELITIAN………………………………………………..
Metode Penentuan Sampel………………………………………………………..
Metode Pengambilan Sampel…………………………………………………….
Metode Pengumpulan Data……………………………………………………….
Metode Analisis Data……………………………………………………………..
Defenisi dan Batas Operasional…………………………………………………..
Definisi……………………………………………………………………
Batas Operasional………………………………………………………….
DESKRIPSI WILAYAH…………………………………………………………
Deskripsi Wilayah………………………………………………………………….
Luas dan Kondisi Geografi Kecamatan Selesai……………………………
Tata Guna Tanah…………………………………………………………..
Keadaan Penduduk………………………………………………………………..
Sarana dan Prasarana Kecamatan Selesai………………………………….
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Harga CPO terhadap Harga TBS……………………………………
Harga CPO…………………………………………………………….
Harga TBS…………………………………………………………….
Pengaruh Harga TBS Terhadap Penerimaan Petani……………………………
Harga TBS………………………………………………………………
Penerimaan Petani………………………………………………………
Hubungan Harga CPO dengan Pajak Ekspor CPO………………………………
Hubungan pajak Ekspor CPO dengan Penerimaan Petani……………………….
Masalah yang Dihadapi Petani Kelapa Sawit Akibat Penurunan Harga TBS dan
Upaya-Upaya penanggulangan yang dilakukannya …………...................
Masalah yang Dihadapi Petani Kelapa Sawit Akibat Penurunan Harga
TBS..............................................................................................................
Universitas Sumatera Utara
Upaya-Upaya penanggulangan yang
dilakukannya…………………………………………………………….
KESIMPILAN DAN SARAN………………………………………………….
Kesimpulan……………………………………………………………………..
Saran……………………………………………………………………………
Saran Kepada Petani……………………………………………………
Saran Kepada Pemerintah………………………………………………
Saran Kepada Peneliti …………………………………………………..
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
ALI RABANI (050304022), dengan judul skripsi “PENGARUH HARGA
CPO TERHADAP PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
MELALUI HARGA TBS DI KECAMATAN SELESAI, KABUPATEN
LANGKAT”. Skripsi ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM dan Bapak H.M.
Mozart P. Darus, MSc.
Daerah penelitian ditetapkan secara purposive. Kecamatan Selesai dipilih
dengan pertimbangan daerah ini merupakan daerah yang paling luas areal perkebunan
kelapa sawit Petani inti rakyat (PIR) di Kabupaten Langkat. Selain itu Petani inti rakyat
Kelapa sawit (PIR) ini memiliki Koperasi unit desa (KUD) yang merupakan salah satu
dari koperasi unit desa (KUD) terbaik di Indonesia, sehingga data dan pengelolan PIR
nya dapat dikatakan baik. Tujuan dari penelitian adalah:
1. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
2. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan (Rp/petani)
petani di daerah penelitian.
3. Untuk mengidentifikasi hubungan harga CPO (Rp) terhadap pajak ekspor CPO.
4. Untuk mengidentifikasi hubungan pajak ekspor CPO terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
5. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petani kelapa sawit akibat
penurunan harga TBS (Rp) di daerah penelitian dan mengidentifikasi upaya-upaya
petani kelapa sawit di daerah penelitian dalam menghadapi penurunan harga TBS
(Rp) di daerah penelitian.
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah secara sensus yaitu
petani PIR kelapa sawit di Kecamatan Selesai yang layak untuk menjadi sampel
penelitian. Metode yang digunakan dalam analisis adalah regresi linier sederhana dan
korelasi Product Momen Pearson dengan menggunakan alat bantu SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Ada pengaruh antara harga CPO terhadap harga TBS di daerah penelitian.
2. Ada pengaruh antara harga TBS terhadap penerimaan petani di daerah penelitian.
3. Ada hubungan antara harga CPO dengan pajak ekspor CPO. 4. Ada hubungan
antara pajak ekspor CPO dengan penerimaan petani.
5. Masalah-masalah yang dihadapi oleh petani kelapa sawit akibat penurunan harga
TBS di daerah penelitian adalah penurunan penerimaan petani kelapa sawit di
daerah penelitian. upaya-upaya petani tersebut adalah melakukan pemeliharaan dan
optimalisasi penggunaan sarana produksi pada saat harga TBS sedang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HDUP
ALI RABANI, Lahir di Medan 5 Oktober 1987 dari pasangan Bapak Deni
Asweni dan Heldiati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah:
1. Tahun 1991 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri No. 060956 Medan Labuhan,
Medan dan tamat tahun 1996.
2. Tahun 1996 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Medan dan tamat tahun 1999.
3. Tahun 1999 masuk Sekolah Menengah Umum di SMUN 16 Medan dan tamat tahun
2005.
4. Tahun 2005 diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan melalui Jalur PMDK.
5. Bulan Febuari-Mei 2009 melaksanakan penelitian Skripsi di Kecamatan Selesai
Kabuaten Langkat.
6. Bulan Juni-Juli 2009 melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Desa Perrik
Mbue Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi.
Kegiatan yang pernah diikutu penulis selama perkuliahan:
1.Pengurus IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian) tahun 2005-2009.
2. Kordinator Wilayah POPMASEPI (Persatuan Oerganisasi Profesi Sosial Ekonomi
Pertanian) tahun 2008-2010.
3. Ketua Human Resourse depelopment FSMM-SEP (Forum Silaturahmi Sosial
Ekonomi Peranian) tahun 2007-2008.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa, atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Harga CPO terhadap Pendapatan Petani PIR-Lokal melalui harga
TBS di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik
penulis seperti ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Iskandarini, MM
dan Bapak H.M.Mozart.P.Darus, MSc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing
yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, serta Bapak Ir. Luhut Shombing, Mp, selaku Ketua
Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Khusus untuk
Bapak D. Gurning selaku Ketua KUD Harta, Langkat, penulis mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Staff Pengajar dan Pegawai Tata Usaha di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan turut berperan dalam membantu studi Penulis.
2. Keluarga besar Juned Hasyim dan Keluarga Besar Abdul Karim yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan studi.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
ALI RABANI (050304022), dengan judul skripsi “PENGARUH HARGA
CPO TERHADAP PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT PIR-LOKAL
MELALUI HARGA TBS DI KECAMATAN SELESAI, KABUPATEN
LANGKAT”. Skripsi ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM dan Bapak H.M.
Mozart P. Darus, MSc.
Daerah penelitian ditetapkan secara purposive. Kecamatan Selesai dipilih
dengan pertimbangan daerah ini merupakan daerah yang paling luas areal perkebunan
kelapa sawit Petani inti rakyat (PIR) di Kabupaten Langkat. Selain itu Petani inti rakyat
Kelapa sawit (PIR) ini memiliki Koperasi unit desa (KUD) yang merupakan salah satu
dari koperasi unit desa (KUD) terbaik di Indonesia, sehingga data dan pengelolan PIR
nya dapat dikatakan baik. Tujuan dari penelitian adalah:
1. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
2. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan (Rp/petani)
petani di daerah penelitian.
3. Untuk mengidentifikasi hubungan harga CPO (Rp) terhadap pajak ekspor CPO.
4. Untuk mengidentifikasi hubungan pajak ekspor CPO terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
5. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petani kelapa sawit akibat
penurunan harga TBS (Rp) di daerah penelitian dan mengidentifikasi upaya-upaya
petani kelapa sawit di daerah penelitian dalam menghadapi penurunan harga TBS
(Rp) di daerah penelitian.
Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah secara sensus yaitu
petani PIR kelapa sawit di Kecamatan Selesai yang layak untuk menjadi sampel
penelitian. Metode yang digunakan dalam analisis adalah regresi linier sederhana dan
korelasi Product Momen Pearson dengan menggunakan alat bantu SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Ada pengaruh antara harga CPO terhadap harga TBS di daerah penelitian.
2. Ada pengaruh antara harga TBS terhadap penerimaan petani di daerah penelitian.
3. Ada hubungan antara harga CPO dengan pajak ekspor CPO. 4. Ada hubungan
antara pajak ekspor CPO dengan penerimaan petani.
5. Masalah-masalah yang dihadapi oleh petani kelapa sawit akibat penurunan harga
TBS di daerah penelitian adalah penurunan penerimaan petani kelapa sawit di
daerah penelitian. upaya-upaya petani tersebut adalah melakukan pemeliharaan dan
optimalisasi penggunaan sarana produksi pada saat harga TBS sedang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis
yang sangat tinggi. Tanaman perkebunan merupakan tanaman tahunan yang apabila
dikelola dengan baik akan dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.
Ekosistemnya lebih stabil, sehingga strategi pengendalian hama dan penyakit
seharusnya dapat direncanakan lebih baik (Daniel, 2002).
Kelapa sawit (Elaeis) merupakan tanaman perkembunan penghasil minyak
masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Perkebunan menghasilkan keuntungan
besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan
kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah
Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009 Indonesia
akan menempati posisi pertama.
Usaha agribisnis kelapa sawit telah memberikan kontribusi penting bagi
perekonomian republik ini. Kontribusi itu membawa kemakmuran besar bagi pengusaha
serta memberi penghidupan karyawan dan petani yang terlibat di dalamnya. Pemerintah
pun ikut menikmati meningkatnya pendapatan dari sektor pajak (Sugandi, 2008).
Salah satu produk dari agribisnis kelapa sawit adalah CPO. Sentimen
pemanfaatan minyak sawit (CPO, crude palm oil) sebagai bahan baku biodiesel telah
menyebabkan permintaan terhadap CPO semakin meningkat. Hal ini terkait dengan
sentimen pengunaan bahan bakar nabati sebagai dampak dari meningkatnya harga
minyak bumi (CO, crude oil), terutama di tahun 2007 (Sugandi2008).
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan produksi CPO akan lebih cepat di antara minyak nabati lainnya.
CPO diperkirakan mengambil alih peran minyak kedelai dalam perdagangan minyak
nabati dan lemak dunia. Pada masa mendatang, prospek CPO akan semakin cerah
sebagai akibat liberalisasi perdagangan minyak nabati dunia (Pasquale,1993).
Semakin pentingnya kedudukan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bahan baku
minyak goreng di satu pihak dan perolehan devisa di lain pihak menyebabkan
pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kepentingan untuk menjaga harga
minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan
meningkatkan perolehan devisa (Rachman dan Subroto, 1999).
Harga CPO akan terus meningkat karena selain sentimen tentang pencarian
bahan bakar alternatif termasuk biofuel berbahan baku CPO, juga karena peningkatan
permintaan dari dua konsumen terbesar dunia, yakni India dan China, sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi dunia yang saat ini mencapai 8-10 persen per tahun (Nainggolan
2007).
Kenyataan di lapangan melaporkan bahwa petani sawit berskala kecil sama
sekali tidak menikmati keuntungan dari melonjaknya harga CPO tersebut. Kebun-kebun
sawit yang dikelola oleh rakyat hanya mampu untuk menjual sawit dalam bentuk TBS
saja, yang harganya lebih sering dikendalikan oleh pihak pedagang, karena tidak ada
peraturan mengenai harga pembelian minimum (harga dasar) untuk TBS sawit. Sistem
agribisnis perkebunan sawit telah menyebabkan keuntungan besar hasil bumi Indonesia
ini hanya bisa dinikmati oleh segelintir kecil manusia pemilik modal. (Sugandi, 2008).
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang berdampak
negatif terhadap negara-negara lainnya. Dampak langsung ke petani sawit atas krisis
Universitas Sumatera Utara
ekonomi global ini mengakibatkan permintaan minyak sawit dunia menurun, sehingga
industri minyak sawit di Indonesia harus dikurangi untuk mengimbangi suplay atas
permintaan minyak sawit yang menurun. Disisi lain turunnya permintaan minyak sawit
berakibat turunnya harga minyak sawit karena daya beli dan permintaan yang menurun,
artinya perusahaan tidak mau membeli TBS dari petani untuk menjaga supply mereka
cenderung lebih mengutamakan TBS yang berasal dari kebun inti mereka. Ini
mengakibatkan harga TBS ditingkat petani langsung terjun bebas.
Penerapan pajak ekspor (PE) pada CPO dan produk turunannya mengandung
konsekuensi yang menguntungkan dan merugikan. Secara potensial, pihak yang
diuntungkan dari penerapan pajak ekspor (PE) adalah pembeli dalam negeri (industri
hilir minyak sawit), pemerintah dan pesaing ekspor Indonesia untuk produk-produk
tersebut. Industri hilir minyak sawit diuntungkan karena penerapan PE akan menekan
harga CPO dan produk turunannya di pasar dalam negeri. Penerimaan negara akan
meningkat sesuai dengan besarnya tarif, harga dan volume ekspor. Penerapan PE
cenderung menurunkan volume ekspor, sehingga pengekspor luar negeri diuntungkan
karena pengurangan ekspor CPO dan produk turunannya oleh Indonesia merupakan
peluang pasar bagi mereka.
Sedangkan pihak yang dirugikan dari penerapan PE adalah produsen kelapa
sawit dan CPO nasional, pembeli (importir) CPO dan produk turunannya di luar negeri,
penyedia jasa di pelabuhan dan pemasok input perkebunan kelapa sawit serta negara.
PE akan menekan harga di pasar dalam negeri sehingga menimbulkan disinsentif
berproduksi bagi produsen CPO dan produk turunannya. Hal ini dapat berwujud
pengurangan penggunaan input sehingga pemasok input juga mengalami imbas
Universitas Sumatera Utara
kerugian produsen. Khusus untuk kasus CPO, pengusaha penghasil CPO akan menekan
harga tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan petani. Jadi secara implisit, TBS juga
terkena pungutan ekspor, meskipun petani tidak mengekspor. Selanjutnya, penurunan
produksi CPO dan produk turunannya menyebabkan ekspor CPO dan produk
turunannya turun. Penurunan ekspor ini mengakibatkan kebutuhan importir di luar
negeri tidak terpenuhi. Bahkan, apabila penerapan PE oleh Indonesia ini menimbulkan
guncangan harga di pasar internasional, maka importir akan membeli CPO dan produk
turunannya dengan harga lebih tinggi dari pada tanpa PE. Penurunan volume ekspor ini
juga berarti merugikan pelaku bisnis di pelabuhan dan negara juga kehilangan devisa.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam
rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru
untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan
produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa
sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh
kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan
(PIR – BUN).
Koperasi PIR-Lokal di Kabupaten langkat, Provinsi Sumatera Utara wilayahnya
terbagi atas beberapa daerah dengan rincian sebagai berikut:
1. HARTA I Selayang, Kecamatan Selesai, luasnya : 709, 26 Ha.
2. HARTA II Telagah, Kecamatan Sei.Bingai, luasnya : 385, 49 Ha.
3. HARTA III Pandaman Payung, Kecamatan Salapian, luasnya : 484 Ha.
Universitas Sumatera Utara
Pada data diatas menunjukkan bahwa HARTA I Selayang di Kecamatan Selesai
merupakan daerah koperasi PIR- Lokal yang mempunyai kebun kelapa sawit yang
paling luas di Kabupaten langkat dengan luas areal 709,26 Ha.
Koperasi perusahaan inti rakyat lokal Kabupaten Langkat adalah pengembangan
perkebunan dengan menggunakan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara II (PTPN
II) sebagai inti dan membimbing perkebunan rakyat sekitarnya sebagai plasma, dalam
suatu sistem kerja sama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan, yang
bertujuan untuk mensejahterakan petani.
Koperasi HARTA (Harapan Petani) merupakan Koperasi yang didirikan untuk
membantu petani di Kecamatan Selesai dalam melaksanakan usahataninya. KUD
HARTA ini menjadi KUD yang dapat diandalkan petani. Bahkan pada tahun 2005 KUD
HARTA merupakan KUD terbaik di Indonesia. KUD ini membantu petani dalam
menjual hasil usahatani kelapa sawitnya. Namun pada mulai tahun 2008 petani PIRlokal di Kabupaten Langkat bebas untuk menjual hasil usahatani kelapa sawitnya. Hal
ini dilakukan untuk menciptakan kemandirian bagi para petani.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di daerah
penelitian?
2. Bagaimana pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan petani (Rp/petani) di
daerah penelitian?
Universitas Sumatera Utara
3. Bagaimana hubungan harga CPO (Rp) mempengaruhi pajak ekspor CPO di daerah
penelitian?
4. Bagaimana hubungan pajak ekspor CPO terhadap harga TBS (Rp) di daerah
penelitian?
5. Apa masalah-masalah yang dihadapi petani kelapa sawit akibat terjadinya
penurunan harga TBS (Rp) di daerah penelitian dan bagaimana upaya-upaya petani
kelapa sawit di daerah penelitian dalam menghadapi penurunan harga TBS (Rp) di
daerah penelitian?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
6. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
7. Untuk mengidentifikasi pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan (Rp/petani)
petani di daerah penelitian.
8. Untuk mengidentifikasi hubungan harga CPO (Rp) terhadap pajak ekspor CPO di
daerah penelitian.
9. Untuk mengidentifikasi hubungan pajak ekspor CPO terhadap harga TBS (Rp) di
daerah penelitian.
10. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petani kelapa sawit akibat
penurunan harga TBS (Rp) di daerah penelitian dan mengidentifikasi upaya-upaya
petani kelapa sawit di daerah penelitian dalam menghadapi penurunan harga TBS
(Rp) di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesa Peneltian
Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah:
1. Ada pengaruh harga CPO (Rp) terhadap harga TBS (Rp) di daerah penelitian.
2. Ada pengaruh harga TBS (Rp) terhadap penerimaan petani (Rp/petani) di daerah
penelitian.
3. Ada hubungan harga CPO (Rp) terhadap pajak ekspor CPO di daerah penelitian.
4. Ada hubungan pajak ekspor kelapa sawit terhadap harga TBS (Rp) di daerah
penelitian.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan imformasi bagi petani dalam mengelola dan mengembangkan usaha
tani kelapa sawit.
2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dan lembaga lainnya
dalam mengambil keputusan dalam kegiatan yang berhubungan dengan usaha tani
kelapa sawit.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara garis
lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia,
dan Amerika Latin. Keadaan iklim yang dikehendaki oleh kelapa sawit secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Curah Hujan
Tanaman Kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500 – 4.000 mm per tahun,
tetapi curah hujan optimal 2.000 – 3.000 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan tidak
lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya
berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan daripada
pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih sedikit.
Namun curah hujan yang terlalu tinggi kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan
kebun karena mengganggu kegiatan di kebun seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran
transportasi, pembakaran sisa-sisa tanaman pada pembukaan kebun, dan terjadinya
erosi.
Keadaan curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti kurang
baik bagi pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu tidak tercapainya
jumlah curah hujan minimum yang yang dibutuhkan tanaman.
2. Kelembapan dan Unsur hara
Tanaman Kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk
pertumbuhan vegetatif dan generatif. Karena itu, untuk mendapatkan produksi yang
tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang tinggi juga. Selain itu, pH tanah
Universitas Sumatera Utara
sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran nilai 4,0 – 6,0 dan ber – pH optimum 5,0 –
5,5(Pahan, 2006).
Sentimen bioenergi telah menjadikan berbagai produk pertanian makanan
dikonversi menjadi bahan baku untuk ethanol dan biofuel. Produk-produk ini antara lain
adalah jagung, kedelai, rapeseed, sunflower, dan minyak sawit. Sentimen ini telah
menyebabkan harga produk-produk pertanian tersebut dicurigai meningkat sejalan
dengan peningkatan harga minyak bumi.
Minyak sawit yang merupakan komoditas potensial untuk dijadikan sebagai
bahan baku biodiesel juga mengalami peningkatan harga yang signifikan. Untuk itu
perlu dilihat keterkaitan harga minyak sawit dengan harga minyak bumi. Keterkaitan
harga minyak sawit dan minyak bumi ini dapat terjadi baik karena komoditas minyak
sawit telah menjadi produk substitusi dari minyak bumi, maupun karena kesamaan
faktor-faktor pendorong permintaan terhadap minyak sawit dan minyak bumi, yakni
pertumbuhan penduduk dan peningkatan kemakmuran dunia, terutama yang terjadi di
China dan India.
Harga CPO di pasar internasional tetap tinggi. Faktor utamanya adalah masih
tingginya harga minyak bumi dan semangat untuk mengurangi terjadinya pemanasan
global. Meskipun ada berita sebagian negara Eropa berpikir ulang menggunakan
minyak sawit untuk bahan baku biodiesel karena ada beberapa perusahaan perkebunan
kelapa sawit kurang mengindahkan kelestarian lingkungan. Namun diperkirakan berita
ini tidak akan mempengaruhi harga CPO (Sugandi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Harga penjualan yang dapat diperoleh petani atau pengusaha pertanian
ditentukan oleh berbagai faktor yaitu: mutu, hasil, pengelolaan hasil dan system
pemasaran yang baik, sementara biaya produksi lebih mudah dikendalikan oleh petani
dan salah satu factor yang paling menentukan adalah produktivitas petani. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi biaya produksi adalah ketersediaan dan harga input,
produktivitas tenaga kerja dan kemampuan pengelolaan usaha tani untuk meningkatkan
efisiensi (Simanjuntak, 2004).
Minyak sawit yang merupakan komoditas potensial untuk dijadikan sebagai
bahan baku biodiesel juga mengalami peningkatan harga yang signifikan. Untuk itu
perlu dilihat keterkaitan harga minyak sawit dengan harga minyak bumi. Keterkaitan
harga minyak sawit dan minyak bumi ini dapat terjadi baik karena komoditas minyak
sawit telah menjadi produk substitusi dari minyak bumi, maupun karena kesamaan
faktor-faktor pendorong permintaan terhadap minyak sawit dan minyak bumi, yakni
pertumbuhan penduduk dan peningkatan kemakmuran dunia, terutama yang terjadi di
China dan India (Rachman,2005).
Berfluktuasinya harga minyak sawit dunia yang berimbas pada naik turunnya
harga TBS yang diterima oleh petani adalah murni merupakan akibat sistem ekonomi
nasional dan internasional yang sudah semakin bebas, alih-alih melindungi rakyatnya
dari penjajahan ekonomi asing, pemerintah justru bekerja untuk melindungi kepentingan
asing dan berfikir utuk kepentingan individunya sendiri. Seluruh kebijakan ekonomi
termasuk pangan dan perdagangannya telah dibebaskan oleh pemerintah sehingga harga
komoditas pangan dan pertanian menjadi sangat tergantung oleh permainan pasar
(Sugandi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Harga buah sawit (TBS) secara konsisten berkorelasi dengan harga CPO, hal ini
dapat terjadi karena penetapan harga TBS memang mengacu pada harga CPO.
Sementara itu korelasi antara harga minyak sawit dan minyak bumi tidak konsisten
berkorelasi positif setiap tahun. Peningkatan harga CPO dan TBS menunjukkan bahwa
nilai harga yang diterima oleh petani sawit (harga TBS) dapat dikatakan lebih tinggi
dibandingkan nilai harga yang didapat para produsen CPO (harga CPO) (Rachman
2005).
Jika jumlah minyak sawit berlimpah dan lebih banyak jumlahnya dibandingkan
dengan jumlah yang diminta oleh konsumen maka harga akan jatuh.Sebaliknya, jika
jumlah yang mampu diproduksi oleh produsen lebih sedikit dari jumlah yang diminta
oleh konsumen maka harga akan naik. Persoalannya, saat ini banyak pelaku pasar yang
bermain curang, inilah yang disebut spekulasi. Kegiatan spekulasi adalah suatu aktivitas
untuk mempermainkan harga dengan mengatur jumlah produk yang beredar dipasaran.
Naik turunnya harga sawit yang berimbas pada tidak menentunya kehidupan
petani penanam sawit telah mencerminkan betapa rentannya perekonomian dan
kedaulatan pangan kita. Menjadi negara pengeskpor hasil pertanian bukan berarti rakyat
Indoensia bisa mencukupi kebutuhan pangganya sendiri. Fakta menunjukkan, saat ini
Indonesia menjadi pengimpor gandum, kedelai, susu, daging dan gula dalam jumlah
yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Sugandi, 2008).
Peningkatan pendapatan petani atau pengusaha pertanian ditentukan oleh jumlah
produksi yang dapat dihasilkan oleh satu orang petani perusahaan pertanian, harga
penjualan produksi dan biaya produksi/ usaha tani atau perusahaan pertanian. Jumlah
produksi dari suatu usaha tani ateu satu perusahaan pertanian. Jumlah produksi dari satu
Universitas Sumatera Utara
usaha tani atau satu perusahaan pertanian, ditentukan oleh skala usaha atau
produktivitas yang dapat diperoleh satu unit usaha tani atau perusahaan pertanian.
Besarnya skala usaha tani dapat ditentukan oleh besarnya jumlah penduduk yang hidup/
berusaha dalam sektor pertanian (Simanjuntak, 2004).
Jumlah biaya dan pendapatan yang akan diperoleh sangat bergantung pada
kondisi lahan, harga bahan dan alat serta upah tenaga kerja. Usaha tani merupakan suatu
kegiatan produksi, dimana peran input (faktor produksi) dalam menghasilkan output
(hasil produksi) menjadi perhatian utama. Perananan input bukan saja dilihat dari jenis
dan ketersediasan dalam waktu yang tepat, tetapi dapat juga ditinjau dari segi efisiensi
penggunaan faktor tersebut (Amang, 1995).
Produksi itu terjadi karena adanya perpaduan antara faktor produksi (alam,
tenaga kerja, modal dan skill) di bawah asuhan dan pengelolaan petani. Fungsi unsure
alam dalam usahatani atau usaha pertanian dipandang dari sudut sosial ekonomi sangat
tergantung dari sifat dan tujuan usaha pertanian. Tanah merupakan faktor kunci dalam
usaha pertanian. Dalam hal tanah banyak lagi faktor lain yang harus diperhatikan seperti
luas lahan, topografi, kesuburan, dan keadaan fisik lingkungan. Dengan mengetahui
semua keadaan mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukandengan baik (Daniel,
2002).
Tenaga kerja adalah suatu kegiatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat
dipisahkan dari manusia dan ditujukan kepada usaha produksi. Apabila seorang petani
menggunakan ternak dan traktor untuk mengolah lahan, maka ternak sapi dan traktor
untuk mengolah lahan, maka ternak sapi dan traktor tersebuttidak bisa dikatakan sebagai
tenaga kerja, akan tetapi termasuk ke dalam faktor produksi modal, karena sapi dan
Universitas Sumatera Utara
traktor jelas berbeda dengan manusia. Sapi dan traktor dapat menggantikan tenaga kerja
manusia dalam hal mengolah lahan. Oleh karena manusia tidak bisa dipisahkan dengan
manusia. Ini berarti tenaga kerja berkaitan dengan jumlah penduduk (Tarigan, 2004).
Mobilitas tenaga kerja sektor pertanian lebih tinggi frekuensinya dibandingkan
dengan nelayan dan sector industry. Hal ini disebabkan mudahnya seorang buruh untuk
keluar masuk sektor tersebut. Pekerja dalam sector ini tidak dituntut skill yang tinggi.
Lowongan pekerjaan yang tersedia hanya dalam waktu tertentu dan umumnya bersifat
insidentil,seperti panen, pengolahan dan penyiangan yang membutuhkan tenaga kerja
ekstra (Daniel, 2002).
Tenaga kerja erat hubungannya dengan pendapatan, karena unsure ini
merupakan penggerak semua kegiatan dalam usahatani. Efisiensi usahatani secara
umum diartikan sebagai hasil pekerjaan produktif yang dapat diselesaikan persatuan
waktu tenaga kerja. Semakin tinggi efisiensi penggunaan tenaga kerja semakin tinggi
pula pendapatan yang diterima dari usahatani yang bersangkutan. Efisiensi tenagakerja
berpengaruh pada pendapatan, berlakudisemua daerah dan semua kegiatan ekonomi.
Efisiensi penggunaan tenaga kerja yang dicapai suatu usahatani dapat dipakai sebagai
indicator keberhasilan usahatani itu. Tercapainya efisiensi itu akan dapat menekan biaya
produksi dan meningkatkan pendapatan petani (Tjakrawiralaksana dan Soeritmaja,
1993).
Usaha tani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta daa untuk kegiatan diluar kegiatan
usahatani. Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan maka petani
seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya, melakukan perhitungan
Universitas Sumatera Utara
terhadap semua unsur biaya dan menentukan harga pokok hasil usahataninya. Keadaan
seperti ini dapat dilakukan petani sehingga tingkat efektivitas usahatani menjadi rendah
(kasmir, 2004).
Produktivitas sebuah usahatani dapat diukur dari perbandingan output yang
dihasilkan secara menyeluruh dengan input yang digunakan pada periode tertentu.
Produktivitas yang diukur bisa meliputi banyak hal, termasuk produktivitas faktor
perubahan internal dan produktivitas faktor eksternal. Untuk pengukuran tingkat
produktivitas, waktu standar yang ditetapkan haruslah konsisten bahkan jika
pengukuran produktivitas total dilakukan baik dalam lingkup aktivitas kecil maupun
kelompok, sehingga akan mempermudah penentuan tingkat upah para pekerja.
Waktu Standar adalah membantu penentuan waktu yang terjadi terutama dalam
proses operasi yang terjadi dalam siklus manajemen, yaitu proses penentuan tujuan,
perencanaan program, menentukan beban kerja, menentukan sumber-sumber yang
dibutuhkan, menentukan otoritas penggunaan sumber daya yang dimiliki, melaksanakan
aktivitas, membandingkan antara aktivitas dengan rencana semula, evaluasi aktual dan
rencana, serta membandingkan tujuan yang ingin dicapai dari aktivitas yang dilakukan.
Produktivitas adalah perbandingan antara nilai yang dihasilkan dari suatu
aktivitas produksi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
produk
tersebut dalam suatu periode tertentu. Biasanya pengukuran tingkat
produktivitas tersebut dilakukan dengan membandingkan hasil yang terjadi pada
periode sekarang ini dengan periode dasar. Bagi perusahaan manufaktur, pengukuran
tingkat. produktivitas merupakan hal yang penting dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat tiga hal penting yang harus diketahui dari pengukuran produktivitas,
yaitu:
1. Pengukuran produktivitas akan berdampak pada neraca, dimana neraca akan
menunjukkan modal yang harus dipertahankan oleh perusahaan.
2. Pengukuran produktivitas akan berdampak pada laporan laba-rugi dimana laporan
laba-rugi tersebut menunjukkan hasil aktivitas masa lalu. Aliran bahan baku yang
kemudian diproses dalam proses produksi akan berdampak pada kedua hal tersebut di
atas.
3. Pengukuran produktivitas haruslah memungkinkan untuk diterapkan serta fleksibel
terhadap perubahan salah satu variabel. Pengukuran produktivitas seharusnya dapat
mencerminkan kondisi perusahaan di masa yang akan datang dimana hal ini tidak
dapat diketahui dari laporan neraca dan laba-rugi Laba yang dicapai oleh perusahaan
mungkin tinggi dan modal yang digunakan berada pada kondisi yang baik, tetapi
apabila tidak disertai peningkatan produktivitas maka perusahaan tidak akan bisa
bertahan dalam jangka panjang.
Produktivitas dan efisiensi biaya yang timbul sebagai akibat dari pengukuran
aktivitas dan konsumsi sumberdaya yang terjadi serta pemanfaatan keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki semaksimal mungkin. Dalam pengukurannya, perusahaan
dapat mengembangkan kategori pergerakan dalam tingkatan tingkatan yang lebih
kompleks. Produktivitas dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, diantaranya adalah:
1. Jika waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktivitas produksi makin
bertambah tanpa adanya peningkatan input yang diserap untuk menghasilkan produk,
maka dapat dikatakan produktivitas proses tersebut meningkat.
Universitas Sumatera Utara
2. Jika perusahaan menerapkan sistem pembagian keuntungan yang jelas maka
produktivitas seharusnya menunjukkan peningkatan yang baik, karena dengan adanya
sistem pembagian keuntungan yang jelas maka akan dapat diketahui peningkatan
produtivitas individu dalam setiap aktivitasnya.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa, apabila pengukuran produktivitas sudah
dilakukan dengan benar, maka bila terjadi perubahan dalam metode penentuan biaya
depresiasi atau perubahan tingkat upah seharusnya tidak mempengaruhi pengukuran
produktivitas.
Peningkatan produktivitas merupakan suatu konsekuensi yang logis dari adanya
pengukuran terhadap waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu aktivitas, juga dari
adanya efisiensi pergerakan yang terjadi untuk menyelesaikan suatu aktivitas, sehingga
perhitungan efisiensi, akan membantu dalam mendeteksi efisiensi waktu, tempat, tenaga
dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan aktivitas menghasilkan produk
(Monika,2007).
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) adalah pengembangan
perkebunan dengan menggunakan Perkebunan Besar sebagai inti dan membimbing
Perkebunan Rakyat sekitarnya sebagai plasma, dalam suatu system kerja sama yang
saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan. Tujuan Utama PIR-BUN adalah
mengangkat harkat hidup petani dan keluarganya dengan cara meningkatkan produksi
dan pendapatan usaha tani.
Hak-hak Petani Peserta
1. Memperoleh lahan kebun lebih kurang 1,5 – 2 Ha.
Universitas Sumatera Utara
2. Memperoleh perumahan, lahan pekarangan dan lahan pangan sesuai pola
pengembangan PIR-BUN dan situasi setempat.
3. Memperoleh sertifikat tanah hak milik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan
Nasional, yang untuk sementara menjadi agunan kredit di Bank.
4. Memperoleh bimbingan, penyuluhan dan latihan dalam berusaha tani.
5. Memperoleh jaminan penjualan hasil usaha tanaman pokok.
6. Memanfaatkan fasilitas umum (sekolah, puskesmas, rumah ibadah,dll).
Kewajiban Petani Peserta
1. Menanda tangani perjanjian kerja dengan pemimpin proyek perkebunan inti
rakyat.
2. Memelihara kebun dengan baik sesuai petunjuk perusahaan inti atau petugas
penyuluh.
3. Menjual seluruh hasil tanaman pokok dengan mutu yang baik kepada
perusahaan inti sesuai dengan perjanjian produksi dan jual beli hasil kebun.
4. Mematuhi kewajiban pembayaran kembali hutang-hutangnya sampai lunas dari
hasil penjualan produksi petani kepada perusahan Inti sesuai akad kredit dengan
bank.
5. Menjadi anggota kelompok tani dan koperasi unit desa.
Hak perusahaan inti
1. Menetapkan petani sebagai peserta PIR-BUN setelah memenuhi persyaratan.
2. Mengusulkan pembatalan hak sebagai petani peserta apabila melanggar
peraturan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Kewajiban perusahaan inti
1. Memberikan petunjuk dan bimbingan teknis dalam pemeliharaan, panen dan
pemasaran hasil tanaman pokok serta membantu usaha tani tanaman pangan dan
pekarangan.
2. Membantu penerbitan sertifikat tanah atas naman petani peserta.
3. Menampung dan membeli hasil kebun petani dengan harga sesuai ketetapan
pemerintah serta membantu kelancaran pengembalian kredit petani.
4. Mempersiapkan pelaksanaan konversi.
5. Turut membina petani peserta melalui kelompok yani dan KUD sehingga
menjadi mitra kerja yang tangguh dan mandiri.
Penerapan pajak ekspor mempunyai dampak negatif dan positif terhadap industri
dan perdagangan CPO Indonesia. Lebih jauh, kebijakan tersebut mempunyai efek
redistribusional yang nyata yaitu berusaha melindungi industri yang berbahan baku
CPO dan konsumen minyak goreng dari goncangan pasar internasional (kenaikan harga
CPO yang besar di pasar internasional atau depresiasi rupiah yang berlebihan). Di
samping itu, pemerintah mendapat penerimaan yang cukup signifikan dari penerapan
kebijakan pajak ekspor. Di sisi lain, areal, produksi, dan ekspor CPO Indonesia
menurun yang diiringi dengan penurunan kesempatan kerja dan pendapatan petani.
Berdasarkan pertimbangan dampak negatif dan positifnya, maka kebijakan
penerapan pajak ekspor masih perlu diteruskan dengan perbaikan-perbaikan. Perbaikan
tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga industri pengolahan CPO dan konsumen
minyak goreng cukup terlindungi dan produsen kelapa sawit/pekebun masih menerima
Universitas Sumatera Utara
keuntungan yang wajar (tidak merasa dieksploitasi) sehingga insentif tersebut cukup
untuk mengembangkan kelapa sawit (Pasquali 1993).
Pungutan Ekspor atas CPO menyebabkan, harga ekspor untuk CPO yang
diterima produsen menurun yang selanjutnya berdampak pada konstraksi kegiatan
industri sawit maupun usahatani kelapa sawit. Namun demikian, PE atas CPO
menyebabkan harga CPO untuk industri hilir dalam negeri menurun sehingga
menciptakan insentif bagi industri tersebut. Dampak selanjutnya adalah ekspansi
kegiatan industri hilir CPO dalam negeri. Selain itu, PE atas CPO akan meningkatkan
penerinaan PNBP negara sebagai dana pembangunan untuk meningkatkan kegiatan
ekonomi nasional (Rachman, 2005).
Terminologi analisis harga biasanya mengacu pada analisis kuantitatif dari
keterkaitan antara aspek permintaan-penawaran-harga. Dalam hal demikian umumnya
penggunaan alat analisis ekonometrik merupakan metode analisis yang sering
digunakan. Namun demikian, penggunaan tabel-tabel sederhana dan atau grafik dengan
pembahasan secara deskriptif juga menjadi alternatif metode yang sering dipergunakan
dalam analisis harga.
Analisis regresi linear sederhana dipergunakan untuk mengetahui pengaruh
antara satu buah variabel bebas terhadap satu buah variabel terikat. Persamaan
umumnya adalah: Y = a + b X. Dengan Y adalah variabel terikat dan X adalah variabel
bebas. Koefisien a adalah konstanta (intercept) yang merupakan titik potong antara garis
regresi dengan sumbu Y pada koordinat kartesius.
Uji statistika parametrika (ji t dan uji F) hanya dapat digunakan jika data
menyebar normal atau tidak ditemukannya petunjuk pelanggaran kenormalan dan
Universitas Sumatera Utara
keragaman atau variasi antara perlakuan-perlakuan atau peubah bebas yang
dibandingkan homogen. Data yang memenuhi syarat tersebut skala pengukurannya
menimal interval (misalnya data dalam satuan persen dan data yang interval
pengukurannya ≥ 5) lebih baik lagi data yang mempunyai skala pengukura n rasional
(misalnya data yang mempunyai satuan pengukuran berat, panjang, volume dan
sebagainya).
Uji-t (t-test) merupakan statistik uji yang sering kali ditemui dalam masalahmasalah praktis statistika. Uji-t termasuk dalam golongan statistika parametrik. Statistik
uji ini digunakan dalam pengujian hipotesis. Seperti yang telah dibahas dalam tulisan
(post) lain di weblog ini, uji-t digunakan ketika informasi mengenai nilai variance
(ragam) populasi tidak
diketahui.
Uji-t dapat dibagi menjadi 2, yaitu uji-t yang digunakan untuk pengujian
hipotesis 1-sampel dan uji-t yang digunakan untuk pengujian hipotesis 2-sampel. Bila
dihubungkan dengan kebebasan (independency) sampel yang digunakan (khusus bagi
uji-t dengan 2-sampel), maka uji-t dibagi lagi menjadi 2, yaitu uji-t untuk sampel bebas
(independent)
dan
uji-t
untuk
sample
berpasangan
(paired).
Dalam lingkup uji-t untuk pengujian hipotesis 2-sampel bebas, maka ada 1 hal
yang perlu mendapat perhatian, yaitu apakah ragam populasi (ingat: ragam populasi,
bukan ragam sampel) diasumsikan homogen (sama) atau tidak. Bila ragam populasi
diasumsikan sama, maka uji-t yang digunakan adalah uji-t dengan asumsi ragam
homogen, sedangkan bila ragam populasi dari 2-sampel tersebut tidak diasumsikan
homogen, maka yang lebih tepat adalah menggunakan uji-t dengan asumsi ragam tidak
homogen. Uji-t dengan ragam homogen dan tidak homogen memiliki rumus hitung
Universitas Sumatera Utara
yang berbeda. Oleh karena itulah, apabila uji-t hendak digunakan untuk melakukan
pengujian hipotesis terhadap 2-sampel, maka harus dilakukan pengujian mengenai
asumsi kehomogenan ragam populasi terlebih dahulu dengan menggunakan uji-F.
Untuk data yang mempunyai skala pengukuran nominal (misalnya ada/tidak,
mati/hidup.sembuh/sakit dan sebagainya) data yang mempunyai skala pengukuran
ordinal (data yang ada urutannya misalnya agak sakit, sakit dan sembuh; tidak senang,
senang dan amat senang; tidak ada kelainan sedikit ada kelainan dan ada kelainan; dan
sebagainya). Jadi uji t dan uji F hanya bisa digunakan jika tidak ada petunjuk
pelanggaran kenormalan dan keragaman antar perlakuan yang dibandingkan homogen.
Untuk data yang memunyai skala pengukuran interval dan rasional bila syarat uji t dan
uji F dilanggra masih bisa diusahakan dengan melakukan transformasi data jika setelah
ditransformasikan belum juga terpenuhi maka harus diusahakan uji lain (Soleh 2005).
Korelasi dapat didefenisikan sebagai tingkat hubungan antara dua variabel atau
lebih. Tingkat hubungan antara dua variabel disebut korelasi sederhana. Tingkat
korelasi antara tiga atau lebih variabel disebut variabel berganda.
Korelasi dikatakan linier, jika semua titik (X, Y) pada diagram pencar mendekati
garis lurus, atau nonlinier jika semua titik membentuk sebuah kurva. Dua variabel bisa
memiliki korelasi positif, korelasi negatif, atau tidak berkorelasi. Hal ini terjadi baik
untuk korelasi linier maupun nonlinier.
Dua variabel dikatakan berkorelasi positif jika mereka cenderung berubah
bersama-sama pada arah yang sama, yaitu jika mereka naik atau turun secara bersama.
Jika semua titik tepat berada pada satu garis (atau kurva) maka korelasi akan dikatakan
positif sempurna. Dua variabel dikatakan berkorelasi negatif jika mereka cenderung
Universitas Sumatera Utara
berubah pada arah yang berlawanan. Jika semua titik tepat berada pada satu garis (atau
kurva) maka korelasi akan dikatakan negative sempurna. Dua variabel tidak berkorelasi
jika mereka berubah tidak berhubungan satu sama lain (Pedhazur, 1997).
Kerangka Pemikiran
Petani kelapa sawit merupakan pengelola atau manager usahataninya. Dalam
mengelola usahataninya petani menggunakan beberapa faktor produksi. Faktor produksi
yang digunakan diupayakan digunakan secara efisien dan efektif. Hal ini untuk
memperoleh produksi yang optimal dengan biaya yang minimal, sehingga membuat
petani harus berfikir keras dalam mengelola usahataninya.
Petani berusaha menghasilkan produksi yang maksimalkan. Segala upaya
digunakan untuk dapat meningkatkan produksinya, baik itu mengoptimalkan faktorfaktor produksi maupun memperluas areal perkebunannya. Hal ini karena adanya suatu
anggapan bahwa produksi yang tinggi akan menghasilkan penerimaan yang tinggi pula.
Sehingga petani berusaha menghasilkan produksi yang maksimal untuk mendapatkan
penerimaan yang maksimal juga.
Selain produksi, harga TBS juga sangat mempengaruhi penerimaan petani,
untuk itu petani harus cerdas dalam menyikapi naik dan turunnya harga TBS. Harga
TBS sendiri dipengaruhi harga CPO, hal ini yang membuat petani tidak punya kekuatan
dalam menentukan harga. Selain itu harga TBS juga mempuyai hubungan dengan pajak
ekspor CPO yang merupakan kebijakan pemerintah.
Harga TBS yang sangat mempengaruhi penerimaan petani ternyata memiliki
dampak positif dan dampak negatif bagi petani. Namun yang menjadi permasalahan
adalah dampak negatif yang ditimbulkannya. Masalah tersebut bisa menghancurkan
Universitas Sumatera Utara
petani. Untuk mencegah hal tersebut petani harus bisa mungatasinya dengan melakukan
beberapa upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Skema Kerangka pemikiran
UpayaUpaya Petani
Dalam menghadapi
Masalah
Petani Kelapa Sawit
Usahatani
Kelapa Sawit
Masalah
Petani
PRODUKSI
Pajak Ekspor
CPO
Penerimaan
Harga CPO
Harga TBS
Universitas Sumatera Utara
Ket :
Tanda
Menyatakan Mempengaruhi
Tanda
Menyatakan hubungan
Universitas Sumatera Utara
METHODOLOGI PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Sampel
Daerah penelitian ditentukan secara purposive yaitu Kecamatan Selesai
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara berdasarkan pertimbangan bahwa Petani di
Kecamatan Selesai tersebut tergabung dalam KUD Harta, sehingga setiap data dalam
usaha taninya lengkap dan akurat. Sehingga dalam penelitian kita dapat memperoleh
data yang benar-benar lengkap dan akurat mengenai usahatani kelapa sawit di
Kecamatan Selesai.
Koperasi PIR-Lokal di Kabupaten langkat, Provinsi Sumatera Utara wilayahnya
terbagi atas 4 kecamatan, 8 lokasi hamparan areal, dengan rincian sebagai berikut:
HARTA I Selayang di Kecamatan Selesai luasnya : 709, 26 Ha.
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa HARTA I Selayang di
Kecamatan Selesai merupakan daerah koperasi PIR-Lokal yang mempunyai kebun
kelapa sawit yang paling luas di Kabupaten langkat dengan luas areal 709,26 Ha.
Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam usahatani adalah petani yang melakukan usahatani kelapa sawit.
Metode pengambilan sampel di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara dilakukan secara sensus yaitu seluruh populasi yang menjadi petani
kelapa sawit PIR lokal yang tergabung dalam KUD HARTA Kecamatan Selesai
Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Petani tersebut tercatat sebagai anggota
KUD HARTA hingga Desember 2008. Petani tersebut berjumlah 46 orang.
Metode Pengumpulan Data
Universitas Sumatera Utara
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terjadi dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden melalui
survei dan daftar kuisioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Data sekunder yang
yang diperoleh dari KUD Harta yang merupakan tempat petani dalam memperoleh
pinjaman modal dan tempat penjualan hasil usahatani mereka.
Metode Analisis Data
Hipotesa 1 dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana dengan
alat Bantu SPSS. Data yang diperlukan adalah harga CPO dan harga TBS. dengan
menggunakan rumus :
Y = a + bX + µ
Keterangan :
Y = Harga TBS (Rp/TBS)
a = Koefisien intersep (nilai konstanta)
b = Koefisien regresi
µ = Kesalahan pengganggu
X = Harga CPO (Rp)
Universitas Sumatera Utara
Hipotesa 2 dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana dengan
alat Bantu SPSS. Data yang diperlukan adalah harga TBS dan penerimaan petani.
dengan menggunakan rumus :
Y = a + bX + µ
Keterangan :
Y = Penerimaan petani (Rp)
a = Koefisien intersep (nilai konstanta)
b = Koefisien regresi
µ = Kesalahan pengganggu
X = Harga TBS (Rp/Kg)
Hipotesa