Arief, 1994. Sebaliknya kondisi vegetasi atau komunitas tumbuhan hutan juga memepengaruhi atau menegendalikan perubahan terhadap unsure-unsur iklim,
sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi iklim lokal sangat bergantung kepada kondisi vegetasi yang ada. Suatu contoh bahwa iklim perkotaan sangat
dipengaruhi oleh keberadaan dan kondisi vegetasi kota atau hutan kota. Bahkan keberadaan hutan kota di suatu tempat ditinjau dari fungsi ekologinya tidak dapat
digantikan oleh hutan di tempat lainnya apalagi dari segi peranannya terhadap pengendalian neraca energi dan neraca air Indriyanto, 2006.
Iklim merupakan faktor penting pembentukan suatu vegetasi. Untuk setiap jenis tumbuhan dan hewan ada rataan temperatur untuk dapat bertahan. Batasan
minimum di atur sebagai permulaan dan temperatur maksimum sebagai akhir untuk organisme hidup terus. Temperatur optimum dimana organisme dapat
memanfaatkan fungsinya dengan seefisien mungkin untuk mengalami pertumbuhan dan perkembangan Tivy, 1993.
2.4. Struktur dan Komposisi Pohon Hutan Pegunungan
Komposisi hutan merupakan penyusun tegakan pohon yang meliputi jumlah jenis maupun banyaknya individu dari suatu jenis tumbuhan Wirakusumah, 1990.
Komposisi hutan ditentukan oleh faktor-faktor kebetulan terutama waktu pemancaran buah dan perkembangan bibit. Pada daerah tertentu komposisi hutan
berkaitan erat dengan ciri habitat dan topografi Damanik
et al.
, 1987. Menurut Nyoman
et al.,
2008, berdasarkan hasil penelitian di kawasan hutan Pulau Selimpai Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas untuk nilai indeks
similaritas IS untuk keseluruhan vegetasi dan pohon tergolong tinggi sehingga hal ini menggambarkan vegetasi yang terdapat pada lokasi tersebut hampir sama
mendekati 100. Astuti 2009, struktur dan komposisi vegetasi pohon dan pole berbeda seiring terjadinya kenaikan tempat.
Mueller dan Ellenberg 1974
dalam
Komara 2008, membedakan komponen struktur vegetasi menjadi tiga, yaitu:
a. Struktur vertikal stratifikasi
b. Struktur horizontal distribusi ruang dari jenis-jenis dan individu-individu
c. Struktur kuantitatif kelimpahan masing-masing jenis dalam komunitas
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan dalam ekologi dikenal lima struktur vegetasi, yaitu: 1 fisiognami vegetasi; 2 struktur biomassa; 3 struktur bentuk hidup; 4 struktur floristik; 5
struktur tegakan.
Lapisan hutan dipengaruhi jumlah populasi tumbuhan dalam hutan tersebut. Untuk mengetahui lapisan hutan perlu dilakukan pengukuran ketinggian semua
pohon dan semak di daerah tersebut. Kemudian dikelompokkan berdasarkan kelas ketinggiannya. Setelah itu dapat diamati grafik jumlah tumbuhan yang berada di
atas tanah, maka frekuensi maksimal yang menunjukkan lapisan dalam hutan dapat diketahui Ewusie, 1990.
Indriyanto 2006, menyatakan bahwa pada hutan tropis terdapat pepohonan yang tumbuh membentuk beberapa stratum tajuk. Stratifikasi yang
terdapat pada hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu:
a. Stratum A
A-storey
, yaitu lapisan tajuk kanopi hutan paling atau yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m, dengan tajuk yang
lebar dan tidak bersentuhan kearah horizontal dengan tajuk pohon lainnya. b.
Stratum B
B-storey
, yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 20-30 m, dengan bentuk membulat atau
memanjang dan tidak melebar seperti stratum A. c.
Stratum C
C-storey
, yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 4-20 m, dengan bentuk tajuk yang berbubah-ubah.
d. Stratum D
D-storey
, yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m.
e. Stratum E
E-storey
, yaitu tajuk paling bawah yang dibentuk oleh spesies- spesies tumbuhan penutup tanah
ground cover
yang tingginya 0-1 m. Setiap spesies tumbuhan memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai
untuk hidup, sehingga persyaratan hidup setiap spesies berbeda-beda, dimana mereka hanya menempati bagian yang cocok bagi kehidupannya. Menurut
Clement
dalam
Barbour
et al
., 1987 bahwa setiap tumbuhan merupakan hasil kondisi tempat dimana tumbuhan itu hidup, sehingga tumbuhan dapat dijadikan
sebagai indikator lingkungan. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan yang mencapai klimaks dan mampu hidup di tempat tersebut. Kegiatan
Universitas Sumatera Utara
anggota komunitas tergantung penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor fisik dan biotik yang ada di tempat tersebut. Dengan demikian pada suatu
komunitas, pengendali kehadiran spesies dapat berupa satu atau beberapa spesies tertentu atau dapat juga sifat fisik habitat. Namun tidak ada batas yang jelas antara
keduanya, sebab keduanya dapat beroperasi bersama-sama atau saling mempengaruhi Barbour
et al
.,
dalam
Djufri 2012. Distribusi semua tumbuhan di alam dapat disusun dalam tiga pola dasar,
yaitu acak, teratur dan mengelompok. Pola distribusi demikian erat hubungannya dengan kondisi lingkungan. Organisme pada suatu tempat bersifat saling
berinteraksi, sehingga tidak terikat berdasarkan kesempatan semata, dan bila terjadi gangguan pada suatu organisme atau sebagian faktor lingkungan akan
berpengaruh terhadap keseluruhan komunitas. Menurut Greig-Smith 1983, bila seluruh faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran spesies relatif kecil, maka
faktor kesempatan lebih berpengaruh, dimana spesies yang bersangkutan berhasil hidup di tempat tersebut, hal ini biasanya menghasilkan pola distribusi acak
Djufri, 2012. Tumbuhan yang hidup secara alami pada suatu tempat, membentuk suatu
kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan
hidup bersama asosiasi, dan hubungan timbal balik interaksi yang saling menguntungkan, sehingga terbentuk suatu derajat keterpaduan Resosoedarmo
Soedjiran, 1989.
2.5. Karbon Tesimpan