kerapatan yang tinggi dari famili Myrtaceae. Menurut Jamili
et al.,
2009, kondisi yang membatasi laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies yaitu
faktor ligkungan yang kurang cocok untuk mendukung kelangsungan hidup spesies.
Gambar 4.15 Komposisi Vegetasi Pohon Tertinggi pada Lokasi IV Komposisi pohon di lokasi III terdiri dari 14 famili. Famili yang
mendominasi pada lokasi IV yaitu Myrtaceae dengan nilai 48 dan Fagaceae dengan niali 16, disebabkan keadaan hutan yang mulai mengalami homogenitas
dan juga kemampuan Myrtaceae yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan pegunungan yang tinggi. Karakterisasi tanah dapat dijadikan
parameter kesuburan tanah dan pertumbuhan vegetasi, semakin besar kesuburan tanah maka semakin besar pertumbuhan vegetasi Budiman
et al.
, 2015.
4.5. Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam komintas, dimana nilai penting dapat
diketahui dari penjumlahann kerapatan relatif KR, frekuensi relatif FR, dominansi relatif DR. Dari Keempat lokasi penelitian mempunyai Indeks Nilai
Penting yang beragam dan jenis yang berbeda. Indeks Nilai Penting secara keseluruhan dan pada keempat lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3, 4.4,
4.5, 4.6, dan 4.7 berikut ini.
6 16
4 2
8 48
3 7
3 3
Annonaceae Fagaceae
Lauraceae Loganiaceae
Moraceae Myrtaceae
Proteaceae Rhizoporaceae
Rubiaceae Theaceae
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Indeks Nilai Penting Pohon di Hutan Gunung Sibuatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo
No Famili
Spesies KR
FR DR
INP
1 Myrtaceae
Syzygium sp1 13.56
5.29 8.73
27.5 2
Fagaceae
Quercus elmeri
6.06 4.76
4.61 15.44
3 Myrtaceae
Syzygium claviflorum
7.02 2.91
4.78 14.71
4 Lauraceae
Alseodaphne peduncularis
4.88 4.23
5.57 14.68
5 Proteacea
Helicia robusta
2.38 3.97
4.68 11.03
6 Fagaceae
Castanopsis argentea
3.33 3.17
2.3 8.83
7 Fagaceae
Quercus lineate
3.69 3.70
1.43 8.82
8 Annonnaceae
Xylopia fusca
3.92 3.70
0.90 8.53
9 Myrtaceae
Eugenia garcinifolia
3.92 2.91
1.13 7.96
10 Theaceae
Schima wallichii
2.50 2.91
2.19 7.59
11 Myrtaceae
Syzygium subecussata
2.38 3.17
1.87 7.42
12 Fagaceae
Lithocarpus bancanus
2.26 2.38
2.78 7.42
13 Rubiaceae
Naudea officinalis
2.62 2.65
1.93 7.19
14 Rhizoporaceae
Anisophyllea disticha
2.14 1.85
3.09 7.09
15 Salicaceae
Caseania velutinosa
0.59 1.06
4.59 6.25
16 Moraceae
Ficus retusa
3.21 1.85
0.73 5.79
17 Fagaceae
Lithocarpus eleyans
1.55 2.12
2.11 5.77
18 Moraceae
Ficus
sp1 0.83
1.59 3.31
5.73 19 Moraceae
Paratocaca rpus bracteatus
1.78 2.12
1.81 5.71
20 Myrtaceae
Syzygium chloroleuca
0.9 1.32
3.19 5.46
21 Melastomataceae
Memecylon garcinitoides
0.71 1.32
3.28 5.31
22 Crypteroniaceae
Crypteronia paniculata
2.14 1.59
1.48 5.21
23 Myrtaceae
Tristania whiteana
1.5 1.59
1.96 5.09
24 Fagaceae
Quercus gemelliflora
1.31 1.85
1.86 5.02
25 Annonnaceae
Phaenthus splendens
1.66 1.06
2.17 4.89
26 Lauraceae
Litsea angulate
1.07 1.32
2.08 4.47
27 Meliaceae
Aglaia silvestris
1.19 1.5
1.51 4.29
28 Myrtaceae
Eucalyptus urophylla
1.31 2.12
0.77 4.20
29 Moraceae
Artocarpus rigidus
1.66 1.06
1.31 4.04
30 Rubiaceae
Diplospora malaccensis
1.55 1.85
0.42 3.82
31 Symplocaceae
Symplocos cera sifolia
0.59 1.06
2.07 3.73
32 Fagaceae
Lithocarpus sp1
0.24 0.26
3.19 3.69
33 Compositae
Vernonia arborea
0.48 0.79
2.11 3.38
34 Styracaceae
Styrax paralleloneurum
1.07 1.85
0.43 3.35
35 Loganiaceae
Fagraea rugulosa
0.59 1.06
1.56 3.21
36 Moraceae
Ficus
sp2 1.31
1.32 0.50
3.13 37 Moraceae
Ficus fistulosa
0.71 1.32
0.87 2.91
38 Ulmaceae
Celtis rigescens
0.95 1.06
0.67 2.68
39 Actinidaceae
Saurauia
sp. 0.59
1.06 0.60
2.25 40 Euphorbiaceae
Mallotus
sp. 0.59
1.32 0.24
2.16 41 Myrtaceae
Eucalyptus robusta
0.12 0.26
1.74 2.13
42 Fagaceae
Lithocarpus javensis
0.71 1.06
0.10 1.88
43 Flacourtiaceae
Homalium longifolium
0.24 0.53
1.07 1.84
Universitas Sumatera Utara
No Famili
Spesies KR
FR DR
INP
44 Fagaceae
Quercus lamponga
0.59 0.7
0.33 1.71
45 Fagaceae
Quercus oidocarpa
0.36 0.79
0.48 1.63
46 Sterculiaceae
Sterculia foetida
0.48 0.79
0.33 1.60
47 Thymeliaceae
Aquilaria agallocha
0.24 0.26
1.08 1.58
48 Lauraceae
Actinodaphne glabra
0.59 0.79
0.19 1.58
49 Lauraceae
Litsea blumii
0.48 0.79
0.25 1.52
50 Lauraceae
Litsea odorata
0.48 0.79
0.09 1.36
51 Fagaceae
Castanopsis tunggurut
0.36 0.7
0.11 1.26
52 Meliaceae
Toona sinensis
0.36 0.53
0.35 1.23
53 Proteaceae
Macadomia heldibrandy
0.36 0.79
0.0 1.22
54 Ulmaceae
Girronniera suba equalish
0.36 0.53
0.26 1.15
55 Lauraceae
Cinnamomum iners
0.24 0.53
0.37 1.14
56 Fagaceae
Lithocarpus ewyckii
0.36 0.53
0.21 1.09
57 Theaceae
Eurya nitida
0.36 0.53
0.21 1.09
58 Lauraceae
Cinnamomum zeylanicum
0.24 0.53
0.31 1.08
59 Rubiaceae
Diplospora wrayi
0.36 0.53
0.17 1.06
60 Moraceae
Artocarpus lanceifolius
0.2 0.53
0.17 0.94
61 Myristicaceae
Knema conferta
0.24 0.53
0.12 0.88
62 Clusiaceae
Callophyllum macrocarpum
0.12 0.26
0.48 0.86
63 Clusiaceae
Callophyllum soulatri
0.24 0.53
0.0 0.85
64 Lauraceae
Actinodaphne Montana
0.24 0.53
0.02 0.79
65 Fagaceae
Castanopsis wallichii
0.24 0.26
0.28 0.78
66 Lauraceae
Cinnamomum cassia
0.24 0.26
0.11 0.61
67 Melastomataceae
Pternandia echinata
0.12 0.26
0.10 0.49
68 Euphorbiaceae
Endospermum diadenum
0.12 0.26
0.05 0.43
69 Ebenaceae
Diospyros
sp. 0.12
0.26 0.03
0.41
Total 100 100
100 300
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa Indeks Nilai Penting tertinggi didapat
pada jenis
Syzygium
sp1 dengan nilai 27,58, hal ini disebabkan tingginya nilai dominansi, kerapatan dan frekuensi kehadiran di lokasi tersebut dan kemampuan
adaptasi yang tinggi di wilayah perbukitan.
Diospyros
sp. memiliki Indeks Nilai Penting
sebesar 0,41, hal seperti ini dapat dilihat dari rendahnya nilai dominansi spesies tersebut serta keterbatasasan kemampuan untuk beradaptasi dengan
kondisi lingkungan yang berbukit. Setiap jenis tumbuhan mempunyai suatu kondisi minimum, maksimum dan optimum terhadap faktor lingkungan yang ada.
Spesies yang mendominasi berarti memiliki batasan kisaran yang lebih luas jika dibandingkan dengan jenis yang lainnya terhadap faktor lingkungan,
sehingga kisaran toleransi yang luas pada faktor lingkungan menyebabkan jenis ini akan memiliki sebaran yang luas Syafei, 1990.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3. Sepuluh Pohon Indeks Nilai Penting Tertinggi pada Lokasi I di Hutan Gunung Sibuatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo
No Spesies
KR FR
DR INP
1
Schima wallichii
8.33 6.82 9.74
24.89 2
Alseodaphne peduncularis
8.33 6.82 5.98
21.13 3
Quercus elmeri
6.25 6.82 5.83
18.90 4
Helicia robusta
1.39 2.27 13.47 17.13
5
Lithocarpus bancanus
2.78 3.41 10.56 16.74
6
Quercus gemelliflora
5.56 4.55 4.79
14.89 7
Ficus
sp2 6.94 4.55
3.16 14.65
8
Crypteronia paniculata
5.56 3.41 4.63
13.60 9
Artocarpus rigidus
5.56 4.55 2.81
12.91 10
Celtis rigescens
4.17 2.27 3.87
10.31 Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa Indeks Nilai Penting tertinggi yang didapat
Schima wallichii
dengan nilai 24,89 sedangkan yang terendah yaitu
Celtis rigescens
sebesar 10,31. Besarnya nilai penting
Schima wallichii
dikarenakan pengaruh penyebaran yang dibantu dengan bentuk biji yang bersayap, sehingga
penyebaran biji dapat meluas. Menurut Setyawan 2000, buah yang berbentuk kapsul dengan biji yang
bersayap dapat dengan mudah terbawa angin dan hujan, sehingga menyebabkan penyebaran yang acak. Menurut Djufri 2012, pola distribusi spesies
mengelompok pada umumnya mempunyai nilai densitas yang tinggi untuk
keberadaan spesies tersebut. Tabel 4.4 Sepuluh Pohon Indeks Nilai Penting Tertinggi pada Lokasi II di
Hutan Gunung Sibuatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo No
Spesies KR
FR DR
INP
1
Alseodaphne peduncularis
7.17 5.41
9.67 22.25 2
Eugenia garcinifolia
9.87 4.50
0.07 14.44 3
Naudea officinalis
5.83 4.50
3.83 14.17 4
Lithocarpus bancanus
6.28 4.50
2.59 13.37 5
Helicia robusta
4.04 4.50
4.07 12.61 6
Quercus elmeri
6.28 5.41
0.85 12.54 7
Syzygium claviflorium
8.52 3.60
0.39 12.52 8
Phaenthus splendens
2.24 3.60
5.76 11.61 9
Casearia velutinosa
0.90 1.80
7.59 10.29 10
Lithocarpus
sp1 0.90
0.90 8.48 10.28
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa Indeks Nilai Penting tertinggi yang didapat
pada jenis
Alseodaphne peduncularis
dengan nilai 22,25 sedangkan yang terendah yaitu
Lithocarpus
sp1 sebesar 10,28. Hal ini dikarenakan keberadaan
Alseodaphne peduncularis
dipengaruhi ketinggian lokasi. Menurut Junaedi dan Gumilang 2009, keberadaan jenis dari famili Lauraceae ditentukan oleh
ketinggian tempat, kemiringan lereng, dan kecembungan. Terkait ketinggian, salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan spesies yaitu perubahan suhu,
ketersediaan air dan hara. Menurut Soerinegara dan Indrawan
dala m
Ontorael
et al.
, 2012 nilai kerapatan suatu jenis menunjukkan kelimpahan jenis dalam suatu ekosistem dan
nilai ini dapat menggambarkan bahwa jenis dengan kerapatan tertinggi memiliki pola penyesuaian yang besar. Menurut Moore dan Chapman 1986, faktor
topografi dari suatu kawasan yang lebih variatif daripada daerah lainnya juga berpengaruh dalam keanekaragaman indeks nilai penting suatu spesies dalam
suatu komunitas. Tabel 4.5 Sepuluh Pohon Indeks Nilai Penting Tertinggi pada Lokasi III di
Hutan Gunung Sibuatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo
No. Spesies
KR FR
DR INP
1
Syzygium
sp1 22.54
8.65 18.62 49.81 2
Quercus elmeri
7.38 7.69 12.16 27.23
3
Castanopsis argentea
5.74 5.77
6.79 18.30 4
Tristania whiteana
4.92 4.81
6.03 15.75 5
Quercus lineata
4.92 3.85
4.58 13.34 6
Alseodaphne peduncularis
5.33 3.85
3.40 12.58 7
Xylopia fusca
4.51 4.81
2.27 11.58 8
Syzygium claviflorium
4.51 3.85
3.16 11.51 9
Diplospora malaccensis
3.69 3.85
1.17 8.71
10
Ficus retusa
3.69 2.88
2.09 8.66
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa Indeks Nilai Penting tertinggi yang didapat
pada jenis
Syzygium
sp1 dengan nilai 49,81, hal ini disebabkan tingginya persebaran biji dan kemampuan adaptasi yang tinggi pada keadaan topografi yang
berbukit. Sedangkan yang terendah yaitu
Ficus retusa
sebesar 8,66, hal seperti ini disebabkan keterbatasan kemampuan spesies untuk beradaptasi dengan
lingkungan sekitar.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mudiana 2005, dalam pemancaran biji, kebanyakan biji-biji mati dan tidak dapat tumbuh sebagai individu baru. Hal ini dikarenakan oleh
banyak faktor, salah satunya biji jatuh pada lokasi yang tidak mendukung tumbuh. Semakin banyak suatu spesies, maka kerapatan relatifnya semakin tinggi
Ontorael
et al.
, 2012. Tabel 4.6 Sepuluh Pohon Indeks Nilai Penting Tertinggi pada Lokasi IV di
Hutan Gunung Sibuatan Kecamatan Merek Kabupaten Karo
No Spesies
KR FR
DR INP
1
Syzygium
sp1 25.45 10.99
2.00 38.44 2
Syzygium claviflorum
12.73 5.49 20.08 38.30
3
Anisophyllea disticha
6.36 5.49 16.01 27.87
4
Symplocos cera sifolia
1.82 3.30 10.72 15.83
5
Paratocaca rpus bracteatus
3.18 4.40
7.78 15.36 6
Litsea angulata
1.82 3.30
8.80 13.91 7
Quercus lineata
5.91 6.59
0.16 12.66 8
Syzygium subdecussata
5.00 6.59
0.39 11.99 9
Casearia velutinosa
0.91 1.10
9.33 11.33 10
Helicia robusta
2.73 4.40
4.19 11.31
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa Indeks Nilai Penting tertinggi yang didapat
pada jenis
Syzygium
sp1 dengan nilai 38,44 hal ini disebabkan tingginya kemampuan penyebaran biji. Sedangkan yang terendah yaitu
Helicia robusta
sebesar 11,31 hal seperti ini dapat dilihat dari kemampuan jenis untuk beradaptasi di daerah pegunungan tinggi.
Menurut Fachrul
dalam
Ontorael
et al.,
2012, kelimpahan jenis dalam suatu ekosistem dapat menggambarkan bahwa jenis dengan kerapatan tertinggi
memiliki pola penyesuaian yang besar. Kelimpahan suatu jenis dipengaruhi pemencaran untuk mempertahankan keberadaannya Mudiana,2005.
Berdasarkan hasil pengukuran faktor fisik kimia lingkungan pada setiap lokasi penelitian didapatkan hasil yang cukup bervariasi, seperti terlihat pada
Tabel 4.9 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Data Faktor Fisik Lokasi Penelitian Lokasi
Titik Koordinat Intensitas
Cahaya Candela
Suhu Tanah
o
C Suhu
Udara
o
C Kelembaban
Udara pH
Tanah
I N 02
o
54,73’ 33” E 98
o
29,44’ 02” 23
18 20,5
89 6,1
II N 03
o
32’ 35,2” E 98
o
39’ 35,2” 29
20 21,6
81 5,5
II N 01
o
23,55’ 01” E 97
o
23,17’ 01” 75
16 17
78 4,5
1V N 01
o
2’ 56,1” E 97
o
2’ 17,1” 54
17 20
79 5
Tabel 4.7 variasi dan keberadaan jenis pada tiap lokasi dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan, iklim, tanah dan kompetisi akan nutrisi yang sedikit pada
hutan pegunungan. Pada setiap lokasi penilitian didapat perubahan faktor fisik yang berbeda sehingga ada jenis yang mampu tumbuh dengan baik dan ada juga
yang tidak mampu tumbuh di setiap lokasi. Berdasarkan hasil penelitian untuk intensitas cahaya perubahan terlihat sangat berbeda dari lokasi II ke lokasi III
dengan intensitas cahaya 29 Candela meningkat menjadi 75 Candela. Ini dikarenakan pada lokasi III memiliki kawasan yang lebih terbuka sehingga cahaya
dapat menembus kanopi hutan menuju tanah. Untuk pengukuran suhu juga mengalami penurunan suhu tanah dan udara dari lokasi II ke lokasi III dengan
suhu tanah 20 C sampai 16
C dan suhu udara 21,6 C sampai 17
C. Ini dikarenakan semakin tinggi suatu daratan maka suhu akan semakin rendah.
Kelembaban udara pada lokasi penelitian mengalami penurunan dari lokasi I sampai lokasi IV dengan kelembaban 89 - 79, disebabkan semakin tinggi
lokasi penelitian vegetasi pohon menjadi jarang sehingga kelembaban udara menurun. Pada pengukuran pH tidak didapat perubahan yang signifikan
dikarenakan kondisi tanah yang sama di lokasi penelitian. Menurut Resosoedarmo
et al.
, 1993, kegiatan vegetasi bergantung pada penyesuaian diri setiap spesies terhadap faktor fisik dan biologi yang ada di
kawasan tersebut. Perubahan komposisi vegetasi berkaitan dengan perubahan faktor-faktor lingkungan misalnya topografi, tanah, kelembapan, temperature dan
iklim. Tantu 2010 menyatakan bahwa variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan antar spesies anak pohon dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi pohon.
4.8 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman