Peranan Virgin Coconut Oil (Vco) Dalam Menyembuhkan Lesi Oral Penderita Hiv/Aids.
PERANAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DALAM
MENYEMBUHKAN LESI ORAL PENDERITA
HIV/AIDS
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
FARAH JULIA NASUTION
050600155
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Penyakit Mulut
Tahun 2009
Farah Julia Nasution
PERANAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DALAM MENYEMBUHKAN
LESI ORAL PENDERITA HIV/AIDS.
ix + 49 halaman.
Penderita HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Hal ini perlu
diperhatikan oleh dokter gigi berkaitan dengan berbagai manifestasi oral yang
ditimbulkan oleh HIV/AIDS yang perlu dirawat. Sementara itu, terapi antiretroviral
yang diberikan malah memberikan efek samping yang cukup berat kepada penderita.
VCO merupakan bahan alami yang dapat dijadikan alternatif pengobatan untuk
mengobati manifestasi oral HIV/AIDS karena selain harganya murah dan mudah
didapat, VCO juga cukup aman untuk dikonsumsi oleh penderita. Permasalahannya
ialah bagaimana peranan VCO dalam menyembuhkan lesi oral penderita HIV/AIDS.
Tujuan penulisan adalah untuk memberikan penjelasan mengenai peranan dan
manfaat VCO dalam pengobatan lesi oral penderita HIV/AIDS.
VCO banyak mengandung asam lemak jenuh rantai sedang (MCFA) dengan
asam laurat sebagai kandungan MCFA yang terbesar. Asam laurat berfungsi sebagai
antiviral, antibakterial dan antifungal. Bakteri dan virus yang dapat dihancurkannya
adalah bakteri dan virus yang dilapisi oleh lipid. VCO membunuh virus dan bakteri
dengan memasuki membran mikroorganisme tersebut dan menghancurkannya hingga
Universitas Sumatera Utara
seluruh isinya keluar. Selain itu, VCO juga merangsang pembentukan CD4 sehingga
dapat meningkatkan sistem imun penderita HIV/AIDS. Dengan sifat inilah, VCO
berperan dalam menyembuhkan manifestasi oral penderita HIV/AIDS selain berperan
terhadap AIDS itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan VCO
dalam penyembuhan lesi oral penderita HIV/AIDS adalah dengan menurunkan viral
load, membunuh mikroorganisme yang berkaitan dengan lesi oral dan meningkatkan
sistem imun penderita. Ketiga-tiganya dilakukan secara langsung oleh VCO tanpa
menimbulkan efek samping kepada penderita sehingga aman untuk dikonsumsi.
Daftar Rujukan: 34 (1992-2008).
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 23 Juli 2009
Pembimbing
Syuaibah Lubis, drg
NIP: 130 365 329
Universitas Sumatera Utara
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 23 Juli 2009
TIM PENGUJI
KETUA
: Syuaibah Lubis, drg
ANGGOTA
: 1. Wilda Hafni Lubis, drg., Msi
2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
nabi akhir zaman yang telah membawa ummatnya dari zaman kebodohan ke zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sepenuhnya kepada kedua orang
tua, Abdul Aziz Nasution (ayah) dan Jamilah (ibu) yang telah memberikan kasih
sayangnya selama ini kepada penulis dan seluruh saudara, Mutia Widuri Nasution
(kakak), Mulkan Nasution (abang), dan Dien Sarrah Nasution (kakak) yang juga ikut
memberikan dukungan penuh kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis juga banyak mendapatkan bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih terutama kepada:
1. Syuaibah Lubis, drg selaku pembimbing skripsi yang telah banyak
meluangkan waktu dan pikirannya serta dengan sabar memberikan bimbingan,
pengarahan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Wilda Hafni Lubis, drg selaku Ketua Departemen Penyakit Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., PhD., Sp. Pros (K) selaku dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Irma Ervina, drg., Sp. Perio selaku pembimbing akademis yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama belajar di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara terutama staf pengajar dan pegawai di Departemen Penyakit
Mulut yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat tercinta: Mala, Aniq, Nia, Elza, Adi Praja, Agung, Ayu,
Dian, Dira, Ridha, Chitra, Rini yang telah banyak memberikan dukungan dan
teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
7. Keluarga besar HMI Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
terutama seluruh kakanda dan adinda yang telah banyak memberikan
pengalaman berharga dan ikut memberikan dukungan kepada penulis.
Demikian yang dapat disampaikan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu yang bermanfaat bagi
fakultas dan masyarakat.
Medan, 23 Juli 2009
Penulis
Farah Julia Nasution
050600155
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI......................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan...............................................................4
1.4 Ruang Lingkup.......................................................................................5
BAB 2 HIV/AIDS
2.1 Definisi...................................................................................................6
2.2 Epidemiologi..........................................................................................7
2.3 Etiologi...................................................................................................9
2.4 Patogenesis...........................................................................................10
2.5 Manifestasi Klinis.................................................................................13
2.6 Manifestasi Oral...................................................................................19
2.7 Diagnosis..............................................................................................27
2.8 Perawatan ............................................................................................30
BAB 3 VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
3.1 Definisi................................................................................................34
3.2 Bahan Baku.........................................................................................35
3.3 Kandungan Gizi..................................................................................36
3.4 Standar Kualitas..................................................................................38
3.5 Proses Pembuatan...............................................................................40
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 MEKANISME KERJA VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
DALAM MENYEMBUHKAN LESI ORAL PADA
PENDERITA HIV/AIDS.........................................................................43
BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Stadium klinis HIV/AIDS.............................................................................14
2.
Komposisi asam lemak minyak kelapa murni..............................................37
3.
Komposisi kandungan kimia VCO dari berbagai sumber............................38
4.
Standar mutu VCO.......................................................................................39
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Struktur virus HIV...............................................................................................10
2. Siklus replikasi HIV.............................................................................................11
3. Kerusakan gigi kurang dari 1 tahun dengan “meth mouth”.................................20
4. Angular cheilitis...................................................................................................21
5. Kandidiasis eritematous.......................................................................................21
6. Kandidiasis pseudomembranosus........................................................................21
7. Oral hairy leukoplakia..........................................................................................22
8. Eritema gingiva linear..........................................................................................22
9. Periodontitis ulseratif nekrotik.............................................................................23
10. Sarkoma kaposi...................................................................................................24
11. Oral warts............................................................................................................24
12. Herpes simpleks virus-1......................................................................................25
13. Ulser aftosa rekuren............................................................................................26
14. Ulserasi neutropeni.............................................................................................27
15. Perbedaan warna minyak kelapa sawit, minyak kelapa dan minyak kelapa
murni...................................................................................................................40
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Penyakit Mulut
Tahun 2009
Farah Julia Nasution
PERANAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DALAM MENYEMBUHKAN
LESI ORAL PENDERITA HIV/AIDS.
ix + 49 halaman.
Penderita HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Hal ini perlu
diperhatikan oleh dokter gigi berkaitan dengan berbagai manifestasi oral yang
ditimbulkan oleh HIV/AIDS yang perlu dirawat. Sementara itu, terapi antiretroviral
yang diberikan malah memberikan efek samping yang cukup berat kepada penderita.
VCO merupakan bahan alami yang dapat dijadikan alternatif pengobatan untuk
mengobati manifestasi oral HIV/AIDS karena selain harganya murah dan mudah
didapat, VCO juga cukup aman untuk dikonsumsi oleh penderita. Permasalahannya
ialah bagaimana peranan VCO dalam menyembuhkan lesi oral penderita HIV/AIDS.
Tujuan penulisan adalah untuk memberikan penjelasan mengenai peranan dan
manfaat VCO dalam pengobatan lesi oral penderita HIV/AIDS.
VCO banyak mengandung asam lemak jenuh rantai sedang (MCFA) dengan
asam laurat sebagai kandungan MCFA yang terbesar. Asam laurat berfungsi sebagai
antiviral, antibakterial dan antifungal. Bakteri dan virus yang dapat dihancurkannya
adalah bakteri dan virus yang dilapisi oleh lipid. VCO membunuh virus dan bakteri
dengan memasuki membran mikroorganisme tersebut dan menghancurkannya hingga
Universitas Sumatera Utara
seluruh isinya keluar. Selain itu, VCO juga merangsang pembentukan CD4 sehingga
dapat meningkatkan sistem imun penderita HIV/AIDS. Dengan sifat inilah, VCO
berperan dalam menyembuhkan manifestasi oral penderita HIV/AIDS selain berperan
terhadap AIDS itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan VCO
dalam penyembuhan lesi oral penderita HIV/AIDS adalah dengan menurunkan viral
load, membunuh mikroorganisme yang berkaitan dengan lesi oral dan meningkatkan
sistem imun penderita. Ketiga-tiganya dilakukan secara langsung oleh VCO tanpa
menimbulkan efek samping kepada penderita sehingga aman untuk dikonsumsi.
Daftar Rujukan: 34 (1992-2008).
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
AIDS dapat terjadi pada hampir semua penduduk di seluruh dunia, termasuk
penduduk Indonesia. AIDS merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired
Immunodeficiency Syndrome disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus) yang berarti virus penurun kekebalan manusia. 1
Sampai kini, mendengar kata HIV/AIDS seperti momok yang mengerikan.
Permasalahan HIV/AIDS telah sejak lama menjadi isu bersama yang terus menjadi
perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Kondisi akhir pada seseorang
yang terinfeksi virus ini membuatnya rentan terhadap berbagai macam infeksi. 1
HIV/AIDS merupakan masalah yang mengancam di berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia. Setiap tahunnya jumlah penderita HIV/AIDS semakin
meningkat. Menurut data yang didapat, sampai 30 September 2007 sudah terdapat
5904 kasus HIV positif dan 10.384 kasus AIDS di Indonesia. 2
HIV/AIDS dapat menunjukkan berbagai manifestasi baik secara klinis
maupun oral. Namun, di kalangan dokter gigi penting untuk mengetahui manifestasi
oral yang terjadi sehubungan dengan penderita HIV/AIDS. Pada umumnya, penderita
HIV/AIDS menunjukkan suatu kondisi rongga mulut seperti kandidiasis, xerostomia,
hairy leukoplakia, penyakit-penyakit periodontal, sarkoma kaposi, penyakit yang
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan virus papiloma manusia, penyakit-penyakit ulseratif seperti lesi
virus herpes simpleks, recurrent apthous ulcers, dan neutropenic ulcers.3
Sampai saat ini HIV/AIDS belum dapat disembuhkan secara total. Terapi
yang selama ini diberikan pada penderita HIV/AIDS adalah pemberian obat-obatan
berupa antiretroviral yang lebih dikenal dengan HAART (Highly Active
Antiretroviral Therapy). Obat-obatan ini ditujukan terhadap tahap-tahap infeksi dan
replikasi virus, sehingga harus mempunyai kemampuan seperti menghambat reseptor
CD4, menghambat antigen envelope HIV, mengubah fluiditas membran plasma sel,
menghambat enzim reverse transcriptase, merusak proses transkripsi pasca
transkripsi dan translasi virus dan merusak tahap akhir pembentukan dan pelepasan
virus baru.4 Data selama delapan tahun terakhir menunjukkan bahwa penggunaan
kombinasi beberapa obat antiretroviral dapat bermanfaat menurunkan morbiditas dan
mortalitas. Namun, obat-obatan antiretroviral (ARV) ini belum semua tersedia di
Indonesia karena harganya mahal sehingga hanya penderita yang mempunyai tingkat
ekonomi tinggi saja yang bisa mengkonsumsi terus obat ini.2 Bagi penderita dengan
tingkat ekonomi menengah ke bawah mungkin hanya bisa menggunakan obat ini
untuk beberapa saat dan kemudian dapat terhenti/terputus bahkan juga dapat tidak
menggunakan obat ini sama sekali. Ketidakteraturan dalam mengkonsumsi ARV
dapat menimbulkan efek samping kepada penderita berupa resistensi virus terhadap
obat yang diberikan sehingga penggunaan kembali obat ARV dapat menjadi tidak
bermanfaat. Selain resistensi, obat-obatan ARV juga mempunyai efek samping
lainnya yang cukup berat kepada penderita seperti toksisitas hematologik termasuk
granulocytopenia (neutropenia) dan anemia berat terutama pada penderita dengan
Universitas Sumatera Utara
HIV
tingkat
lanjut.
Penggunaan
ARV
secara
terus-menerus
juga
dapat
mengakibatkan miopati simtomatik serupa dengan yang dihasilkan oleh HIV.5 Oleh
karena itu, sampai saat ini belum ditemukan obat antivirus yang aman dan efektif
bagi penderita.4
Indonesia merupakan negara yang mempunyai beraneka ragam kekayaan
sumberdaya hayati, salah satunya adalah Indonesia kaya akan berbagai tanaman. Bila
kita dapat memanfaatkan kekayaan tersebut dengan menggunakan tanaman yang
tersedia sebagai alternatif pengobatan maka kita akan mendapatkan suatu pengobatan
yang jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan obat-obatan sintetis. Salah satu
tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengobatan HIV/AIDS adalah
kelapa.
Kelapa yang telah diolah akan menghasilkan suatu ekstrak berupa minyak.
Minyak inilah yang biasa disebut dengan minyak dara, minyak murni atau minyak
perawan yang kini dikenal dengan nama Virgin Coconut Oil (VCO).6 Jadi, VCO
adalah minyak yang dihasilkan dari kelapa segar pilihan tanpa proses pemanasan,
peragian atau fermentasi dan pemakaian zat-zat tambahan atau aditif lainnya, 6,7 serta
tidak melalui tahap pemurnian, pemucatan dan penghilang aroma. 7
Telah dilakukan sejumlah penelitian mengenai potensi VCO dalam mengatasi
HIV/AIDS. Beberapa dari penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit San Lazaro, Filipina, sekitar 2002-2003. Penelitian dilakukan terhadap
15 pasien yang telah terinfeksi virus dan penelitian ini berlangsung selama enam
bulan. Dari penelitian tersebut, 9 dari 15 pasien mengalami penurunan jumlah virus
dalam darah.8
Universitas Sumatera Utara
Ada juga penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti lainnya mengenai
VCO dan manfaatnya. Dari penelitian yang mereka lakukan, dilaporkan bahwa VCO
dengan kandungan yang dimilikinya mempunyai khasiat dalam menggempur virus
HIV/AIDS. Selain bermanfaat untuk membunuh virus AIDS, VCO juga dapat
menyembuhkan manifestasi oral penderita AIDS dengan sifat antiviral, antibakterial
dan antifungal yang dimilikinya. 9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah dikemukakan di atas, maka timbul permasalahan :
“Bagaimana peranan VCO dalam menyembuhkan lesi oral pada penderita
HIV/AIDS.”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan
informasi dan gambaran mengenai peranan dan manfaat VCO dalam pengobatan lesi
oal penderita HIV/AIDS.
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya gigi dan mulut pada
masyarakat dengan menggunakan bahan alami yang murah dan mudah didapat.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan bahan alami
dan tumbuhan tradisional sebagai alternatif pengobatan selain mengkonsumsi obatobatan kimia.
c. Sebagai data dan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Ruang Lingkup
Skripsi ini menjelaskan tentang peranan VCO dalam menyembuhkan lesi oral
penderita HIV/AIDS mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, manifestasi oral, diagnosis dan perawatan HIV/AIDS. Virgin
Coconut Oil (VCO) mencakup definisi, bahan baku, kandungan gizi, standar kualitas
dan pengolahan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
AIDS
Sebenarnya HIV dan AIDS mempunyai makna yang berbeda meskipun sering
kali terdapat tulisan HIV/AIDS dan bahkan menjadi suatu istilah. Untuk lebih
memahami perbedaannya, pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai HIV dan
AIDS.
2.1 Definisi
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang berarti virus
penurun kekebalan manusia. Orang yang telah terinfeksi HIV akan disebut sebagai
HIV positif, yang berarti virus HIV telah ada di dalam aliran darahnya. Bila penderita
HIV positif tidak mendapatkan perawatan, infeksi tersebut akan berkembang dengan
cepat menuju AIDS.
AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome
adalah sekumpulan berbagai macam penyakit yang terjadi karena tubuh tidak dapat
lagi melawan penyakit akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi virus
HIV.
10, 11
Seseorang yang menderita HIV positif tidak dapat dikatakan menderita
AIDS. Banyak kasus dimana penderita HIV positif masih kelihatan sehat dan tidak
menjadi sakit dalam jangka waktu yang sangat lama. Walaupun begitu, virus HIV
yang ada dalam tubuh seseorang akan terus merusak dan menghancurkan sistem
imun. Akibatnya, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi virus, bakteri dan jamur
Universitas Sumatera Utara
yang biasanya pada orang normal tidak berbahaya namun akan menjadi berbahaya
pada orang dengan kerusakan sistem imun. Seseorang baru dapat dikatakan AIDS
bila seorang HIV positif sudah terdiagnosa dengan berbagai macam penyakit. 10
2.2 Epidemiologi
AIDS pertama kali diidentifikasi sebagai suatu penyakit pada tahun 1981 yang
dilaporkan oleh Gottlieb di Amerika Serikat. Sedangkan etiologinya, HIV (Human
Immunodeficiency Virus), ditemukan pada tahun 1983.
12, 13
Namun, sebenarnya
secara retrospektif kasus AIDS secara terbatas telah terjadi selama tahun 1970-an di
AS dan di beberapa bagian di dunia seperti Haiti, Afrika dan Eropa. 14
AIDS merupakan epidemi di seluruh dunia. Jumlah negara yang melaporkan
kasus-kasus AIDS sejak pertama kali kasus tersebut dilaporkan meningkat drastis
yaitu 8 negara pada tahun 1981, 153 negara pada tahun 1990 dan 210 negara pada
bulan November 1996. Begitu juga dengan kasus yang terjadi meningkat dari 185
kasus pada tahun 1981 menjadi 237.100 kasus pada tahun 1990 hingga November
1996 sudah terjadi 1.544.067 kasus.
15
Menurut estimasi WHO pada tahun 2000,
sekitar 30-40 juta orang terinfeksi virus HIV, 12-18 juta orang akan menunjukkan
gejala-gejala AIDS dan 1,8 juta orang/tahun akan meninggal karena AIDS. 12 Hingga
tahun 2004, tercatat kasus AIDS yang terbesar di dunia terdapat di negara Amerika
Serikat yaitu sebanyak 565.097 kasus. Di benua Afrika jumlah kasus terbanyak
terdapat di negara Tanzania yaitu 82.174 kasus. Di benua Eropa jumlah terbanyak
terdapat di Perancis yaitu 43.451 kasus. Sedangkan di benua Asia jumlah terbanyak
terdapat di negara Thailand yaitu 44.471 kasus. 15
Universitas Sumatera Utara
Distribusi umur penderita AIDS di Eropa, AS dan Afrika tidak berbeda jauh.
Kelompok terbesar berada pada umur 30-39 tahun kemudian menurun pada
kelompok umur lebih besar dan lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa transmisi seksual
baik homoseksual maupun heteroseksual merupakan pola transmisi utama. 16
Kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan data yang
tercatat pada tahun 1998, infeksi HIV/AIDS telah menyebar di 22 propinsi yaitu DI
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Bali, NTB, NTT, Maluku, Irian Jaya dan Timor Timur dengan jumlah terbanyak
terdapat di DKI Jakarta yaitu sebanyak 181 penderita dan diikuti Irian Jaya sebanyak
137 penderita.
16
Pada tahun 1999, telah terjadi peningkatan penderita AIDS pada
populasi tertentu di beberapa propinsi dengan prevalensi HIV/AIDS yang cukup
tinggi. Peningkatan terjadi pada kelompok pekerja seks komersil dan pengguna
narkoba suntikan di 6 propinsi yaitu DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali, Jawa Barat dan
Jawa Timur. 17
Berdasarkan data kasus kumulatif tahun 1987-2007, kasus HIV dan AIDS
sebanyak 16.288 orang dan yang meninggal berjumlah 2287 orang. Sedangkan
berdasarkan data kasus 2007, HIV dan AIDS sebanyak 2864 orang (47% dari
komunitas narkoba suntik).18 Pada tahun 2010 diperkirakan ada 1 juta-5 juta kasus
infeksi HIV di Indonesia. 17
Universitas Sumatera Utara
2.3 Etiologi
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa etiologi dari AIDS adalah virus
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang ditemukan pada tahun 1983. Ada dua
tipe HIV yang telah diidentifikasi yaitu HIV-1 dan HIV-2. Analisis genetik
menunjukkan bahwa HIV-1 dan HIV-2 berhubungan erat dengan grup lentivirus dari
golongan retrovirus. 19 HIV-1 sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia. Sedangkan
HIV-2 kebanyakan berada di Afrika Barat. 20
HIV adalah virus RNA dimana material genetiknya dibungkus oleh suatu
matriks yang sebagian besar tersusun dari protein inti 24.000 D yang disebut p24. Inti
dikelilingi oleh beberapa lapis pembungkus luar yang terdiri dari selapis protein
dalam 17.000 D yang disebut p17. Protein ini berbatasan dengan selapis lemak yang
mengandung glycosylate protein 41.000 D (gp41). Berlekatan terhadap gp41 adalah
glycosylate protein yang lebih besar yaitu 120.000 D, gp120. Protein gp120
mengandung serangkaian asam amino yang mengenali dan berlekatan dengan
permukaan CD4, salah satu jenis sel manusia yang paling banyak terdapat pada
limfosit T helper. Selain itu, virus HIV juga memiliki tiga enzim yang berkaitan
dengan RNA antara lain: reverse transcriptase, integrase, dan protease. 19, 21, 22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Struktur Virus HIV
2.4 Patogenesis
Virus HIV mempunyai cara tersendiri dalam menghindari mekanisme
pertahanan tubuh. Virus HIV memasuki tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau
berada di dalam sel limfosit. Benda asing ini segera dikenali oleh sel T helper (T4). 23
Begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper
menjadi tidak berdaya sehingga virus segera berfusi (menyatu) dan memasuki sel
tersebut.
17, 23
Mediator proses fusi ini adalah gp41 membran HIV.
17
Jadi, sel T
helper telah dilumpuhkan terlebih dahulu sebelum sel tersebut dapat mengenal virus
HIV. 23 Pada saat penyatuan, RNA virus masuk ke dalam sitoplasma. Proses infeksius
dimulai saat gp120 HIV berinteraksi dengan CD4. RNA virus mengalami transkripsi
terbalik menjadi DNA melalui bantuan enzim reverse transcriptase. Kemudian DNA
virus berpenetrasi ke dalam membran inti sel T helper. DNA virus berintegrasi ke
Universitas Sumatera Utara
dalam genom sel T helper dengan bantuan enzim integrase. Selanjutnya, terjadilah
pembentukan protein virus. Protein virus yang dihasilkan nantinya akan berperan
dalam pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan
enzim protease.
virion.
17
17
Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel dan disebut dengan
Mekanisme pembentukan sel T, sel B dan sel fagosit lainnya sudah tidak
ada lagi karena sel T helper sudah lumpuh. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah
yang disebut dengan AIDS atau sindrom kegagalan kekebalan. 23
Gambar 2. Siklus Replikasi HIV
Universitas Sumatera Utara
Perjalanan infeksi HIV terjadi dalam tiga tahap yaitu penyakit primer akut,
penyakit kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis. Masa inkubasi
diperkirakan 5 tahun atau lebih.
Infeksi primer (sindrom retroviral akut) terjadi setelah virus HIV pertama
sekali bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Pada tahap ini, terjadi peningkatan
jumlah virus yang sangat cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/µ l
disertai dengan penyebaran virus ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital.
Setelah viremia mencapai puncak, jumlah virus (viral load) akan menurun bersamaan
dengan berkembangnya respon imunitas seluler.
Puncak viral load dan
perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang
simtomatik pada sebagian besar pasien. Penyakit ini terjadi setelah 3 bulan terkena
infeksi. Gejala yang terjadi berupa ruam, demam, nyeri kepala, malaise dan
limfadenopati menyeluruh. Fase ini mereda secara spontan selama 14 hari.
Setelah penyakit primer menurun, terjadilah infeksi HIV asimtomatis/dini.
Masa infeksi ini dapat terjadi dalam waktu yang lama pada beberapa pasien. Pada
masa infeksi asimtomatis, replikasi HIV terus berlanjut dan terjadi kerusakan sistem
imun. Gejala yang terjadi berupa limfadenopati generalisata persisten pada beberapa
pasien sejak terjadinya serokonversi, yaitu perubahan tes antibodi HIV yang semula
negatif menjadi positif. Komplikasi kelainan kulit juga dapat terjadi seperti dermatitis
seboroik dan terjadinya atau memburuknya psoriasis.
Selanjutnya akan terjadi infeksi simtomatik dengan gejala berupa komplikasi
kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional seperti demam, berat
badan berkurang, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Meskipun gejala
Universitas Sumatera Utara
tersebut jarang berat atau serius, namun komplikasi tersebut dapat mengganggu
pasien. Terjadinya penyakit kulit seperti herpes zoster, dermatitis seboroik, psoriasis
dan ruam yang sebabnya tidak diketahui, sering terjadi dan mungkin resisten terhadap
pengobatan standar. Stomatitis aftosa juga sering terjadi pada tahap ini. Begitu juga
halnya dengan kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, eritema gingivalis linier dan
komplikasi oral yang sulit diobati seperti gingivitis ulseratif nekrotik akut. Diare
berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan
manifestasi yang sering terjadi.
Bila telah terjadi infeksi oportunistik, yaitu penyakit yang berhubungan
dengan penurunan imunitas yang serius, dapat dikatakan kondisi ini telah memasuki
stadium lanjut.
Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6
bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi
AIDS bila tanpa terapi antiretroviral adalah sekitar 5 tahun. Namun, bila diobati
dengan ARV dapat bertahan sekitar 10 tahun. 17
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita HIV/AIDS berhubungan dengan stadium
klinis yang telah dialami oleh penderita tersebut. Berdasarkan ketetapan WHO,
stadium klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak-anak masing-masing terdiri
dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi, pembagian stadium klinis
HIV/AIDS adalah sebagai berikut:17
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Stadium Klinis HIV/AIDS
Gejala terkait HIV
Stadium Klinis
Asimtomatik
1
Gejala ringan
2
Gejala lanjut
3
Gejala berat/sangat lanjut
4
2.5.1 Stadium Klinis HIV/AIDS untuk Dewasa dan Remaja
Stadium klinis HIV/AIDS untuk dewasa dan remaja adalah sebagai berikut:
1. Infeksi Primer HIV
a. Asimtomatik
b. Sindrom retroviral akut
2. Stadium Klinis 1
a. Asimtomatik
b. Limfadenopati generalisata persisten
3. Stadium Klinis 2
a. Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan
b. Infeksi saluran nafas berulang (sinusitis, tonsilitis, bronkitis, otitis
media, faringitis)
c. Herpes zoster
d. Angular cheilitis
e. Ulkus mulut berulang
Universitas Sumatera Utara
f. Dermatitis seboroika
g. Infeksi jamur kuku
4. Stadium Klinis 3
a. Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (>
10%)
b. Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1
bulan
c. Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermitten maupun tetap
selama lebih dari 1 bulan)
d. Kandidiasis oral persisten
e. Oral hairy leukoplakia
f. Tuberkulosis paru
g. Infeksi bakteri yang berat (infeksi tulang atau sendi, meningitis,
bakteremia selain pneumonia)
h. Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotik akut
i.
Anemia (Hb < 8 g/dL), neutropeni (< 500/mm3), dan atau
trombositopeni kronis (< 50.000/mm3) yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya
5. Stadium Klinis 4
a. HIV wasting syndrome (berat badan berkurang > 10% dari berat
badan semula, disertai diare kronik tanpa sebab yang jelas ( > 1
bulan) atau kelemahan kronik dan demam kronik tanpa sebab yang
jelas)
Universitas Sumatera Utara
b. Pneumonia pneumocystis
c. Pneumonia bakteri berat yang berulang
d. Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal, genital atau
viseral lebih dari sebulan)
e. Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru
f. Tuberkulosis ekstra paru
g. Sarkoma Kaposi
h. Infeksi Sitomegalovirus
i.
Toksoplasmosis susunan saraf pusat
j.
Ensefalopati HIV
k. Kriptokokus ekstra paru
l.
Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata)
m. Kriptosporidiosis kronis
n. Mikosis diseminata (histoplasmosis, penisiliosis ekstra paru)
o. Septikemia berulang
p. Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B)
q. Karsinoma serviks invasif
2.5.2 Stadium Klinis HIV/AIDS untuk Bayi dan Anak
Stadium klinis HIV/AIDS untuk bayi dan anak adalah sebagai berikut:
1. Infeksi Primer HIV
a. Asimtomatik (intra, peri atau post partum)
b. Sindoma retroviral akut
Universitas Sumatera Utara
2. Stadium Klinis 1
a. Asimtomatik
b. Limfadenopati meluas persisten
3. Stadium Klinis 2
a. Hepatomegali persisten yang penyebabnya tidak jelas
b. Infeksi virus (wart) yang ekstensif
c. Moluskum kontagiosum yang ekstensif
d. Ulkus mulut berulang
e. Pembesaran parotis persisten
f. Eritema gingival linear
g. Herpes zoster
h. Infeksi saluran nafas atas kronis atau berulang
i.
Infeksi jamur kuku
4. Stadium Klinis 3
a. Malnutrisi sedang yang tidak jelas penyebabnya dan tidak respons
terhadap terapi standar
b. Diare persisten lebih dari 14 hari
c. Demam persisten ( > 37,50C intermiten atau tetap > 1 bulan)
d. Kandidiasis oral persisten (setelah usia 6-8 minggu)
e. Oral hairy leukoplakia
f. Gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotik akut
g. Tuberkulosis kelenjar dan tuberkulosis paru
h. Pneumonia bakteri berat yang berulang
Universitas Sumatera Utara
i.
Anemia (Hb > 8 g/dL), neutropeni (< 500/mm3) dan atau
trombositopeni kronis (< 50.000/mm3) dengan sebab tidak jelas
5. Stadium Klinis 4
a. Gangguan tumbuh kembang yang berat yang penyebabnya tidak
jelas atau wasting yang tidak respons terhadap terapi standar
b. Pneumonia pneumocystis
c. Infeksi bakteri berat yang berulang (infeksi tulang atau sendi,
meningitis selain pneumonia)
d. Infeksi herpes simpleks kronis (> 1 bulan)
e. Tuberkulosis ekstra paru
f. Sarkoma Kaposi
g. Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru
h. Toksoplasmosis susunan saraf pusat (setelah usia 1 bulan)
i.
Ensefalopati HIV
j.
Infeksi sitomegalovirus setelah usia 1 bulan
k. Kriptokokus ekstra paru
l.
Mikosis endemik diseminata
m. Kriptosporidiosis kronis
n. Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis diseminata (luas)
o. Fistula rektum terkait HIV
p. Tumor terkait HIV termasuk limfoma otak atau non-Hodgkin sel B
Universitas Sumatera Utara
2.6 Manifestasi Oral
Dokter gigi perlu mengetahui dan mengenal komplikasi oral pada penderita
yang terinfeksi HIV atau AIDS agar dapat memberikan suatu perawatan yang tepat.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya manifestasi oral yang berhubungan dengan
HIV adalah jumlah CD4 yang kurang dari 200/µL, level RNA-HIV dalam plasma di
atas 3.000 copy/mL, xerostomia, kebersihan mulut yang buruk dan merokok.
Seseorang dengan status HIV tidak diketahui, manifestasi oral yang terjadi dapat
memberikan petunjuk bahwa ia terinfeksi HIV meskipun tidak terdiagnosa infeksi.
Pada penderita HIV yang belum mendapatkan perawatan, adanya manifestasi oral
tertentu menandakan perkembangan HIV. Pada penderita yang mendapatkan terapi
ARV, manifestasi oral yang terjadi memberikan tanda meningkatnya level RNA-HIV
dalam plasma.
3
Berikut ini adalah gambaran kondisi oral yang sering terjadi pada
penderita HIV. 3
a. Xerostomia
Xerostomia merupakan faktor yang paling berperan dalam kerusakan gigi
pada penderita HIV. Lebih dari 400 macam pengobatan dapat menyebabkan gejala
xerostomia. Sekitar 30%-40% penderita HIV mengalami xerostomia sedang sampai
berat akibat pengobatan yang diberikan ( mis. Didanosine) atau terjadinya proliferasi
sel CD8+ pada kelenjar saliva mayor. Penggunaan kristal methamphetamin dapat
meningkatkan resiko kerusakan gigi yang cepat pada penderita HIV dan dikenal
sebagai “meth mouth”
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Kerusakan gigi kurang dari 1 tahun dari kiri ke kanan dengan “meth mouth”
b. Kandidiasis
Ada tiga gambaran kandidiasis oral yang sering terjadi yaitu angular cheilitis,
kandidiasis eritematous dan kandidiasis pseudomembranosus. Angular chelitis
memiliki gambaran berupa eritema atau terjadinya retakan pada ujung mulut. Dapat
terjadi dengan atau tanpa kandidiasis eritematous atau pseudomembranosus. Penyakit
ini dapat menetap untuk waktu yang lama jika tidak mendapatkan perawatan. Dapat
dirawat dengan menggunakan antifungal topikal pada daerah yang terkena 4 kali
sehari selama 2 minggu.
Kandidiasis eritematous memiliki gambaran berupa lesi merah, datar, licin
pada permukaan dorsal lidah, palatum keras atau palatum lunak. Ini dapat
digambarkan sebagai “kissing lesion”, yang berarti jika lesi terdapat pada lidah,
palatum juga akan memiliki gambaran lesi yang sama seperti pada lidah. Penyakit ini
cenderung simtomatik dimana pasien merasakan mulut seperti terbakar terutama saat
makan makanan asin, pedas atau minum minuman yang mengandung asam.
Kandidiasis psudomembranosus (oral thrush) tampak berupa plak krim, putih,
seperti busa pada mukosa bukal, lidah dan permukaan mukosa oral lainnya. Plak
Universitas Sumatera Utara
dapat dihapus dengan meninggalkan permukaan merah dan berdarah. Organisme
yang paling sering terlibat adalah Candida albicans, walaupun banyak juga terdapat
spesies lainnya.
4
5
6a
6b
Gambar : 4. Angular cheilitis; 5. Kandidiasis eritematous; 6. Kandidiasis pseudomembranosus; a.
Ringan atau sedang, b. Berat
c. Oral Hairy Leukoplakia
Kondisi ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr. Mempunyai gambaran berupa
lesi putih berambut pada lateral lidah yang tidak dapat dihapus, asimtomatik dan tidak
membutuhkan perawatan kecuali untuk keperluan kosmetik. Kondisi ini dapat
berkurang pada penderita yang diberi terapi antiretroviral.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Oral hairy leukoplakia
d. Eritema Gingiva Linear
Eritema gingiva linear atau “red band gingivitis” tampak sebagai pita merah
di sepanjang margin gingiva yang dapat atau tidak disertai perdarahan dan rasa sakit.
Paling sering terlihat pada gigi anterior, tapi sering meluas ke gigi posterior. Dapat
juga terjadi pada gingiva bebas dan cekat dalam bentuk plak seperti petechiae. Dapat
dirawat dengan debridement yaitu dibilas dengan 0,12% suspensi klorheksidin
glukonat 2 kali sehari selama 2 minggu dan meningkatkan kebersihan mulut di
rumah.
Gambar 8. Eritema gingiva linear
Universitas Sumatera Utara
e. Periodontitis Ulseratif Nekrotik
Periodontitis ulseratif nekrotik memiliki gambaran penyakit yang sama
dengan gingivitis ulseratif nekrotik. Gingivitis ulseratif nekrotik mengalami destruksi
yang cepat pada jaringan lunak sedangkan periodontitis ulseratif nekrotik pada
jaringan keras. Penyakit ini merupakan tanda penurunan imun yang berat.
Mempunyai gambaran berupa nyeri hebat, kehilangan gigi, perdarahan, berbau busuk,
ulserasi papila gingiva dan kehilangan jaringan lunak dan tulang yang cepat. Dapat
dirawat dengan menghilangkan plak, kalkulus dan jaringan nekrotik dengan
menggunakan 0,12% klorheksidin glukonat atau 10% povidone-iodine dan pemberian
antibiotik serta meningkatkan nutrisi pasien.
Gambar 9. Periodontitis ulseratif nekrotik
f. Sarkoma Kaposi
Sarkoma kaposi merupakan keganasan oral yang paling sering berhubungan
dengan HIV. Kejadian ini menurun secara dramatis dengan pemberian antiretroviral.
Sarkoma kaposi berhubungan dengan virus herpes dan telah diidentifikasi sebagai
faktor etiologi. Sarkoma kaposi dapat berbentuk makula, nodula, atau meninggi dan
ulserasi dengan warna berkisar dari merah hingga ungu. Lesi dini cenderung datar,
Universitas Sumatera Utara
merah dan asimtomatik dengan perubahan warna ke arah yang lebih gelap pada lesi
yang lebih tua. Dapat simtomatik yang disebabkan adanya trauma atau infeksi.
Diagnosis pasti memerlukan biopsi. Dapat dirawat dengan injeksi kemoterapi lokal
seperti vinblastin sulfat atau dapat juga dilakukan pembedahan.
Gambar 10. Sarkoma Kaposi
g. Oral Warts − Human Papilloma Virus
Oral warts yang disebabkan oleh human papiloma virus meningkat secara
dramatis pada pemberian terapi antiretroviral. Pada sebuah studi, disimpulkan bahwa
risiko warts (kutil) yang disebabkan oleh human papiloma virus berhubungan dengan
rekonstitusi imun. Mempunyai gambaran seperti bunga kol, tajam, atau meninggi
dengan permukaan datar. Dapat dilakukan bedah, bedah laser atau krioterapi.
a
b
Gambar 11 a dan b. Oral Warts yang berhubungan dengan HPV
Universitas Sumatera Utara
h. Herpes Simpleks
Herpes simpleks virus (HSV)-1 merupakan infeksi yang menyebar dan
umumnya menimbulkan lesi pada mulut. Didahului oleh vesikel lalu ruptur menjadi
ulser yang irregular dan sakit yang dapat berkelompok. Lesi pada bibir mudah untuk
dikenali. Lesi mulut yang terdapat pada jaringan yang berkeratin termasuk palatum
keras dan gusi perlu dicurigai terinfeksi HSV. Ulser herpetik dapat sembuh sendiri
tanpa perawatan meskipun pengobatan antivirus seperti asiklovir terkadang
diperlukan untuk mengontrol penyebaran penyakit.
Gambar 12. HSV-1
i.
Ulser Aftosa Rekuren
Ulser aftosa rekuren terjadi pada jaringan yang tidak berkeratin dan bergerak
seperti mukosa labial, mukosa bukal, dasar mulut, permukaan ventral lidah, orofaring
posterior, vestibulum maksila dan mandibula. Penyebabnya tidak diketahui. Lesi
ditandai dengan halo inflamasi dan ditutupi pseudomembran abu-abu kekuningan.
Lesi ini sangat nyeri terutama bila mengkonsumsi makanan asin, pedas, makanan dan
minuman yang mengandung asam atau makanan yang keras. Kasus yang ringan dapat
dirawat dengan penggunaan kortikosteroid topikal seperti dexamethasone elixir (0,5
Universitas Sumatera Utara
mg/5 mL) 2x/3x sehari yang dikumur selama satu menit lalu dibuang. Perawatan
diteruskan sampai simtom menghilang. Untuk kasus yang lebih berat, dapat
digunakan kortikosteroid sistemik seperti prednisone.
Gambar 13. Ulser Aftosa Rekuren
j.
Ulserasi Neutropenik
Ulserasi neutropenik merupakan ulserasi yang sangat nyeri dan dapat terjadi
pada jaringan berkeratin dan tidak. Penyakit ini berhubungan dengan jumlah
granulosit yang kurang dari 800/µL. Adanya ulser yang besar yang tidak dapat
diidentifikasi sebagai ulser lainnya perlu dicurigai sebagai ulserasi neutropenik.
Frekuensi lesi meningkat pada penderita HIV meskipun penyebab meningkatnya
frekuensi tersebut tidak diketahui. Dapat dirawat dengan steroid topikal atau sistemik
yang dapat menstimulasi granulosit, tergantung ukuran dan lokasi lesi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 14. Ulserasi Neutropenik
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis suatu infeksi HIV pada seseorang, perlu dilakukan tes
HIV. Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah
seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak dengan cara mendeteksi adanya
antibodi HIV di dalam sampel darahnya. 25 Antibodi adalah suatu protein yang dibuat
oleh sistem kekebalan tubuh untuk menyerang kuman tertentu. 26
Ada beberapa macam tes HIV yang dapat digunakan untuk mendiagnosa
apakah seseorang positif terinfeksi atau tidak. Macam-macam tes HIV tersebut antara
lain sebagai berikut.
1. Tes Elisa (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
Tes ini menunjukkan hasil yang positif bila antibodi serum mengikat antigen
virus murni di dalam enzyme-linked antihuman globulin. Tes ini mulai menunjukkan
hasil positif pada bulan ke 2-3 setelah terinfeksi yang lama-lama akan menjadi
negatif karena sebagian besar HIV telah masuk ke dalam tubuh.4 Kebaikan dari tes ini
adalah mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi (98,1%-100%),
24, 25
namun
Universitas Sumatera Utara
spesifikasinya rendah.25 Tes ELISA ini hanya sensitif terhadap antibodi jenis IgG,
sedangkan antibodi yang muncul pada penderita AIDS pertama sekali hanyalah IgM
yang menyebabkan tidak akan terdeteksi.
24
2. Tes Western Blot
Pemeriksaan Western Blot cukup mahal, sulit, interpretasinya membutuhkan
pengalaman dan lama pemeriksaannya sekitar 24 jam.
24
Tes ini berperan sebagai
penentu diagnosis AIDS setelah positif dengan tes ELISA.4 Tes ini merupakan
kebalikan dari tes ELISA yaitu memiliki spesifikasi yang tinggi namun sensitifitasnya
rendah (56%).24,25 Karena sifat kedua tes ini berbeda, perlu dipadukan
penggunaannya untuk mendapatkan hasil yang akurat. 25
3. Tes CD4
Sel CD4 adalah suatu jenis sel darah putih atau limfosit yang merupakan
bagian penting dari sistem kekebalan tubuh kita. Sel ini disebut juga sel T4, sel
penolong, atau sel CD4+. Selain sel CD4, terdapat juga sel CD8 (T8) yang
merupakan sel pembunuh. Sel CD8 ini membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi
virus. Kedua sel ini dapat dibedakan berdasarkan protein tertentu yang terdapat di
permukaan sel dimana sel CD4 mempunyai protein CD4 pada permukaannya.
Jumlah CD4 normal biasanya berkisar antara 500-1.600/mm3 darah.
Sedangkan sel CD8 normalnya berkisar antara 375-1.100/mm3 darah. Pada penderita
HIV, jumlah CD4 bisa menjadi sangat rendah bahkan bisa menjadi nol.
Pada tes CD4 ini, yang dilihat adalah perbandingan antara CD4 dengan CD8.
Pada orang sehat, perbandingan CD4 dan CD8 berkisar antara 0,9 dan 1,9 yang
Universitas Sumatera Utara
berarti setiap sel CD8 mempunyai 1-2 sel CD4. Pada orang yang terinfeksi dengan
HIV, perbandingan ini menurun secara drastis, yang berarti jumlah sel CD8 lebih
banyak dibandingkan dengan sel CD4.
Jumlah sel CD4 dapat berubah-ubah. Infeksi dapat sangat mempengaruhi
jumlah CD4. Bila terjadi infeksi, jumlah CD4 dan CD8 akan naik. Pascavaksinasi
juga dapat meningkatkan jumlah CD4. Karena jumlahnya yang dapat berubah-ubah,
beberapa dokter lebih senang menggunakan persentase CD4. Persentase ini lebih
stabil dibandingkan jumlah CD4. Persentase normal adalah 20%-40% yang berarti
20%-40% dari sel limfosit adalah CD4. Persentase CD4 dibawah 14% menunjukkan
kerusakan yang parah dari sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan defenisi Depkes,
seseorang dikatakan AIDS bila jumlah CD4 di bawah 200 atau persentase CD4 di
bawah 14%.
Karena tes CD4 tidak banyak tersedia di Indonesia, dan bila ada mungkin
harganya terlalu mahal, dapat juga digunakan jumlah limfosit total sebagai gantinya.
Tes ini jauh lebih murah dan dapat dilakukan di hampir semua laboratorium.
Meskipun hasilnya tidak dapat disamakan persis dengan jumlah CD4, jumlah limfosit
total ini dapat digunakan sebagai tanda untuk membantu mengambil keputusan dalam
pengobatan. Jumlah limfosit total antara 1.000-1.200 sama dengan jumlah CD4 200
dan ini sebagai pertanda untuk dimulainya terapi antiretroviral. 26
4. Tes Viral Load
Tes viral load adalah suatu tes untuk mengukur jumlah virus HIV dalam
darah. Ada beberapa cara untuk melakukan tes ini, yaitu tes PCR dan tes bDNA.
Universitas Sumatera Utara
Tes PCR (polymerase chain reaction) yang dibuat oleh Roche menggunakan
suatu enzim untuk menggandakan virus HIV dalam sampel darah. Kemudian reaksi
kimia menandai virus. Penanda diukur dan dipakai untuk menghitung jumlah virus.
Tes bDNA (branched DNA) menggabungkan bahan yang menimbulkan
cahaya dengan contoh darah. Bahan ini mengikat bibit HIV. Kemudian jumlah
cahaya diukur dan dijadikan jumlah virus. Penemunya adalah Chiron.
Terapi antiretroviral dipertimbangkan bila jumlah viral load di atas 55.000.
Hasil tes viral load terbaik adalah bila dilaporkan sebagai ‘tidak terdeteksi’. Namun,
hasil tes ‘tidak terdeteksi’ tergantung pada kepekaan dari tes yang dipakai untuk tes
contoh darah.26
2.8 Perawatan
Saat ini perawatan yang diberikan pada orang dengan HIV/AIDS adalah
berupa terapi antiretroviral. Antiretroviral (ARV) adalah obat yang menghambat
replikasi HIV. Tujuan terapi ARV adalah menekan replikasi HIV secara maksimum,
meningkatkan limfosit CD4 dan memperbaiki kualitas hidup penderita yang nantinya
akan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Kompleksitas antara pasien,
patogen dan obat akan mempengaruhi seleksi obat dan dosis.
Ada tiga golongan utama ARV, yaitu: 21
1. Penghambat masuknya virus. Mekanisme kerjanya berikatan dengan
subunit GP41 selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus ke sel target
dihambat. Satu-satunya obat penghambat fusi ini adalah enfuvirtid (T-20).
2. Penghambat enzim reverse transcriptase
Universitas Sumatera Utara
a. Analog nukleosida/nukleotida (NRTI/NtRTI). NRTI dan NtRTI
mempunyai mekanisme yang sama yaitu NRTI dan NtRTI diubah
secara intraseluler melalui tahapan proses fosforilasi kemudian
berkompetisi dengan nukleotida natural menghambat reverse
transcriptase sehingga perubahan RNA menjadi DNA terhambat.
Perbedaannya NRTI memerlukan 3 tahapan proses fosforilasi
(penambahan gugus fosfat) sedangkan NtRTI hanya 2 tahapan
fosforilasi. Obat ini dapat berupa:
i. Analog nukleosida
- Analog thymin: zidovudin (ZDV/AZT) dan stavudin
(d4T)
- Analog cytosin: lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddC)
- Analog adenin: didanosine (ddI)
- Analog guanin: abacavir (ABC)
ii. Analog nukleotida: analog adenosin monofosfat: tenofovir
b. Non-nukleosida (NNRTI). Mekanisme kerjanya tidak melalui
tahapan fosforilasi intraseluler tetapi berikatan langsung dengan
reseptor pada reverse transcriptase dan tidak berkompetisi dengan
nukleotida natural. Aktivitas antiviral terhadap HIV-2 tidak kuat.
Obat ini dapat berupa:
- Nevirapin (NVP)
- Efavirenz (EFV)
- Delavirdine (DLV) 25
Universitas Sumatera Utara
3. Penghambat enzim protease (PI). Mekanisme kerjanya adalah protease
inhibitor berikatan secara reversible dengan enzim protease yang
mengkatalisa pembentukan protein yang diperlukan untuk proses
pematangan virus yang mengakibatkan virus yang terbentuk tidak masuk
dan tidak mampu menginfeksi sel lain. PI adalah ARV yang potensial,
terdiri dari:
a.
Ritonavir (RTV)
b. Saquinavir (SQV)
c. Indinavir (IDV)
d. Nelfinavir (NFV)
e. Amprenavir (APV) 25
f. Lopinavir (LPV)
g. Atazanavir (TAZ)
h. Fosamprenavir (908)
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
VIRGIN COCONUT OIL
Indonesia merupakan negara produsen kelapa terbesar kedua setelah Filipina.7
Hal ini terjadi karena kelapa umumnya tumbuh di kawasan pantai. Hampir di seluruh
propinsi di Indonesia dapat dijumpai tanaman kelapa yang pengusahaannya berupa
perkebunan rakyat. 27
Sejak zaman dahulu, negara Indonesia telah dikenal sebagai negara agraris.
Berbagai jenis tanaman dapat tumbuh dengan subur di negara ini, mulai dari
MENYEMBUHKAN LESI ORAL PENDERITA
HIV/AIDS
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
FARAH JULIA NASUTION
050600155
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Penyakit Mulut
Tahun 2009
Farah Julia Nasution
PERANAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DALAM MENYEMBUHKAN
LESI ORAL PENDERITA HIV/AIDS.
ix + 49 halaman.
Penderita HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Hal ini perlu
diperhatikan oleh dokter gigi berkaitan dengan berbagai manifestasi oral yang
ditimbulkan oleh HIV/AIDS yang perlu dirawat. Sementara itu, terapi antiretroviral
yang diberikan malah memberikan efek samping yang cukup berat kepada penderita.
VCO merupakan bahan alami yang dapat dijadikan alternatif pengobatan untuk
mengobati manifestasi oral HIV/AIDS karena selain harganya murah dan mudah
didapat, VCO juga cukup aman untuk dikonsumsi oleh penderita. Permasalahannya
ialah bagaimana peranan VCO dalam menyembuhkan lesi oral penderita HIV/AIDS.
Tujuan penulisan adalah untuk memberikan penjelasan mengenai peranan dan
manfaat VCO dalam pengobatan lesi oral penderita HIV/AIDS.
VCO banyak mengandung asam lemak jenuh rantai sedang (MCFA) dengan
asam laurat sebagai kandungan MCFA yang terbesar. Asam laurat berfungsi sebagai
antiviral, antibakterial dan antifungal. Bakteri dan virus yang dapat dihancurkannya
adalah bakteri dan virus yang dilapisi oleh lipid. VCO membunuh virus dan bakteri
dengan memasuki membran mikroorganisme tersebut dan menghancurkannya hingga
Universitas Sumatera Utara
seluruh isinya keluar. Selain itu, VCO juga merangsang pembentukan CD4 sehingga
dapat meningkatkan sistem imun penderita HIV/AIDS. Dengan sifat inilah, VCO
berperan dalam menyembuhkan manifestasi oral penderita HIV/AIDS selain berperan
terhadap AIDS itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan VCO
dalam penyembuhan lesi oral penderita HIV/AIDS adalah dengan menurunkan viral
load, membunuh mikroorganisme yang berkaitan dengan lesi oral dan meningkatkan
sistem imun penderita. Ketiga-tiganya dilakukan secara langsung oleh VCO tanpa
menimbulkan efek samping kepada penderita sehingga aman untuk dikonsumsi.
Daftar Rujukan: 34 (1992-2008).
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 23 Juli 2009
Pembimbing
Syuaibah Lubis, drg
NIP: 130 365 329
Universitas Sumatera Utara
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 23 Juli 2009
TIM PENGUJI
KETUA
: Syuaibah Lubis, drg
ANGGOTA
: 1. Wilda Hafni Lubis, drg., Msi
2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
nabi akhir zaman yang telah membawa ummatnya dari zaman kebodohan ke zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sepenuhnya kepada kedua orang
tua, Abdul Aziz Nasution (ayah) dan Jamilah (ibu) yang telah memberikan kasih
sayangnya selama ini kepada penulis dan seluruh saudara, Mutia Widuri Nasution
(kakak), Mulkan Nasution (abang), dan Dien Sarrah Nasution (kakak) yang juga ikut
memberikan dukungan penuh kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis juga banyak mendapatkan bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih terutama kepada:
1. Syuaibah Lubis, drg selaku pembimbing skripsi yang telah banyak
meluangkan waktu dan pikirannya serta dengan sabar memberikan bimbingan,
pengarahan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Wilda Hafni Lubis, drg selaku Ketua Departemen Penyakit Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., PhD., Sp. Pros (K) selaku dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Irma Ervina, drg., Sp. Perio selaku pembimbing akademis yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama belajar di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara terutama staf pengajar dan pegawai di Departemen Penyakit
Mulut yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat tercinta: Mala, Aniq, Nia, Elza, Adi Praja, Agung, Ayu,
Dian, Dira, Ridha, Chitra, Rini yang telah banyak memberikan dukungan dan
teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
7. Keluarga besar HMI Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
terutama seluruh kakanda dan adinda yang telah banyak memberikan
pengalaman berharga dan ikut memberikan dukungan kepada penulis.
Demikian yang dapat disampaikan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu yang bermanfaat bagi
fakultas dan masyarakat.
Medan, 23 Juli 2009
Penulis
Farah Julia Nasution
050600155
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI......................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan...............................................................4
1.4 Ruang Lingkup.......................................................................................5
BAB 2 HIV/AIDS
2.1 Definisi...................................................................................................6
2.2 Epidemiologi..........................................................................................7
2.3 Etiologi...................................................................................................9
2.4 Patogenesis...........................................................................................10
2.5 Manifestasi Klinis.................................................................................13
2.6 Manifestasi Oral...................................................................................19
2.7 Diagnosis..............................................................................................27
2.8 Perawatan ............................................................................................30
BAB 3 VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
3.1 Definisi................................................................................................34
3.2 Bahan Baku.........................................................................................35
3.3 Kandungan Gizi..................................................................................36
3.4 Standar Kualitas..................................................................................38
3.5 Proses Pembuatan...............................................................................40
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 MEKANISME KERJA VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
DALAM MENYEMBUHKAN LESI ORAL PADA
PENDERITA HIV/AIDS.........................................................................43
BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Stadium klinis HIV/AIDS.............................................................................14
2.
Komposisi asam lemak minyak kelapa murni..............................................37
3.
Komposisi kandungan kimia VCO dari berbagai sumber............................38
4.
Standar mutu VCO.......................................................................................39
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Struktur virus HIV...............................................................................................10
2. Siklus replikasi HIV.............................................................................................11
3. Kerusakan gigi kurang dari 1 tahun dengan “meth mouth”.................................20
4. Angular cheilitis...................................................................................................21
5. Kandidiasis eritematous.......................................................................................21
6. Kandidiasis pseudomembranosus........................................................................21
7. Oral hairy leukoplakia..........................................................................................22
8. Eritema gingiva linear..........................................................................................22
9. Periodontitis ulseratif nekrotik.............................................................................23
10. Sarkoma kaposi...................................................................................................24
11. Oral warts............................................................................................................24
12. Herpes simpleks virus-1......................................................................................25
13. Ulser aftosa rekuren............................................................................................26
14. Ulserasi neutropeni.............................................................................................27
15. Perbedaan warna minyak kelapa sawit, minyak kelapa dan minyak kelapa
murni...................................................................................................................40
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Penyakit Mulut
Tahun 2009
Farah Julia Nasution
PERANAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DALAM MENYEMBUHKAN
LESI ORAL PENDERITA HIV/AIDS.
ix + 49 halaman.
Penderita HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Hal ini perlu
diperhatikan oleh dokter gigi berkaitan dengan berbagai manifestasi oral yang
ditimbulkan oleh HIV/AIDS yang perlu dirawat. Sementara itu, terapi antiretroviral
yang diberikan malah memberikan efek samping yang cukup berat kepada penderita.
VCO merupakan bahan alami yang dapat dijadikan alternatif pengobatan untuk
mengobati manifestasi oral HIV/AIDS karena selain harganya murah dan mudah
didapat, VCO juga cukup aman untuk dikonsumsi oleh penderita. Permasalahannya
ialah bagaimana peranan VCO dalam menyembuhkan lesi oral penderita HIV/AIDS.
Tujuan penulisan adalah untuk memberikan penjelasan mengenai peranan dan
manfaat VCO dalam pengobatan lesi oral penderita HIV/AIDS.
VCO banyak mengandung asam lemak jenuh rantai sedang (MCFA) dengan
asam laurat sebagai kandungan MCFA yang terbesar. Asam laurat berfungsi sebagai
antiviral, antibakterial dan antifungal. Bakteri dan virus yang dapat dihancurkannya
adalah bakteri dan virus yang dilapisi oleh lipid. VCO membunuh virus dan bakteri
dengan memasuki membran mikroorganisme tersebut dan menghancurkannya hingga
Universitas Sumatera Utara
seluruh isinya keluar. Selain itu, VCO juga merangsang pembentukan CD4 sehingga
dapat meningkatkan sistem imun penderita HIV/AIDS. Dengan sifat inilah, VCO
berperan dalam menyembuhkan manifestasi oral penderita HIV/AIDS selain berperan
terhadap AIDS itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan VCO
dalam penyembuhan lesi oral penderita HIV/AIDS adalah dengan menurunkan viral
load, membunuh mikroorganisme yang berkaitan dengan lesi oral dan meningkatkan
sistem imun penderita. Ketiga-tiganya dilakukan secara langsung oleh VCO tanpa
menimbulkan efek samping kepada penderita sehingga aman untuk dikonsumsi.
Daftar Rujukan: 34 (1992-2008).
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
AIDS dapat terjadi pada hampir semua penduduk di seluruh dunia, termasuk
penduduk Indonesia. AIDS merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired
Immunodeficiency Syndrome disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus) yang berarti virus penurun kekebalan manusia. 1
Sampai kini, mendengar kata HIV/AIDS seperti momok yang mengerikan.
Permasalahan HIV/AIDS telah sejak lama menjadi isu bersama yang terus menjadi
perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Kondisi akhir pada seseorang
yang terinfeksi virus ini membuatnya rentan terhadap berbagai macam infeksi. 1
HIV/AIDS merupakan masalah yang mengancam di berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia. Setiap tahunnya jumlah penderita HIV/AIDS semakin
meningkat. Menurut data yang didapat, sampai 30 September 2007 sudah terdapat
5904 kasus HIV positif dan 10.384 kasus AIDS di Indonesia. 2
HIV/AIDS dapat menunjukkan berbagai manifestasi baik secara klinis
maupun oral. Namun, di kalangan dokter gigi penting untuk mengetahui manifestasi
oral yang terjadi sehubungan dengan penderita HIV/AIDS. Pada umumnya, penderita
HIV/AIDS menunjukkan suatu kondisi rongga mulut seperti kandidiasis, xerostomia,
hairy leukoplakia, penyakit-penyakit periodontal, sarkoma kaposi, penyakit yang
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan virus papiloma manusia, penyakit-penyakit ulseratif seperti lesi
virus herpes simpleks, recurrent apthous ulcers, dan neutropenic ulcers.3
Sampai saat ini HIV/AIDS belum dapat disembuhkan secara total. Terapi
yang selama ini diberikan pada penderita HIV/AIDS adalah pemberian obat-obatan
berupa antiretroviral yang lebih dikenal dengan HAART (Highly Active
Antiretroviral Therapy). Obat-obatan ini ditujukan terhadap tahap-tahap infeksi dan
replikasi virus, sehingga harus mempunyai kemampuan seperti menghambat reseptor
CD4, menghambat antigen envelope HIV, mengubah fluiditas membran plasma sel,
menghambat enzim reverse transcriptase, merusak proses transkripsi pasca
transkripsi dan translasi virus dan merusak tahap akhir pembentukan dan pelepasan
virus baru.4 Data selama delapan tahun terakhir menunjukkan bahwa penggunaan
kombinasi beberapa obat antiretroviral dapat bermanfaat menurunkan morbiditas dan
mortalitas. Namun, obat-obatan antiretroviral (ARV) ini belum semua tersedia di
Indonesia karena harganya mahal sehingga hanya penderita yang mempunyai tingkat
ekonomi tinggi saja yang bisa mengkonsumsi terus obat ini.2 Bagi penderita dengan
tingkat ekonomi menengah ke bawah mungkin hanya bisa menggunakan obat ini
untuk beberapa saat dan kemudian dapat terhenti/terputus bahkan juga dapat tidak
menggunakan obat ini sama sekali. Ketidakteraturan dalam mengkonsumsi ARV
dapat menimbulkan efek samping kepada penderita berupa resistensi virus terhadap
obat yang diberikan sehingga penggunaan kembali obat ARV dapat menjadi tidak
bermanfaat. Selain resistensi, obat-obatan ARV juga mempunyai efek samping
lainnya yang cukup berat kepada penderita seperti toksisitas hematologik termasuk
granulocytopenia (neutropenia) dan anemia berat terutama pada penderita dengan
Universitas Sumatera Utara
HIV
tingkat
lanjut.
Penggunaan
ARV
secara
terus-menerus
juga
dapat
mengakibatkan miopati simtomatik serupa dengan yang dihasilkan oleh HIV.5 Oleh
karena itu, sampai saat ini belum ditemukan obat antivirus yang aman dan efektif
bagi penderita.4
Indonesia merupakan negara yang mempunyai beraneka ragam kekayaan
sumberdaya hayati, salah satunya adalah Indonesia kaya akan berbagai tanaman. Bila
kita dapat memanfaatkan kekayaan tersebut dengan menggunakan tanaman yang
tersedia sebagai alternatif pengobatan maka kita akan mendapatkan suatu pengobatan
yang jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan obat-obatan sintetis. Salah satu
tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengobatan HIV/AIDS adalah
kelapa.
Kelapa yang telah diolah akan menghasilkan suatu ekstrak berupa minyak.
Minyak inilah yang biasa disebut dengan minyak dara, minyak murni atau minyak
perawan yang kini dikenal dengan nama Virgin Coconut Oil (VCO).6 Jadi, VCO
adalah minyak yang dihasilkan dari kelapa segar pilihan tanpa proses pemanasan,
peragian atau fermentasi dan pemakaian zat-zat tambahan atau aditif lainnya, 6,7 serta
tidak melalui tahap pemurnian, pemucatan dan penghilang aroma. 7
Telah dilakukan sejumlah penelitian mengenai potensi VCO dalam mengatasi
HIV/AIDS. Beberapa dari penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit San Lazaro, Filipina, sekitar 2002-2003. Penelitian dilakukan terhadap
15 pasien yang telah terinfeksi virus dan penelitian ini berlangsung selama enam
bulan. Dari penelitian tersebut, 9 dari 15 pasien mengalami penurunan jumlah virus
dalam darah.8
Universitas Sumatera Utara
Ada juga penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti lainnya mengenai
VCO dan manfaatnya. Dari penelitian yang mereka lakukan, dilaporkan bahwa VCO
dengan kandungan yang dimilikinya mempunyai khasiat dalam menggempur virus
HIV/AIDS. Selain bermanfaat untuk membunuh virus AIDS, VCO juga dapat
menyembuhkan manifestasi oral penderita AIDS dengan sifat antiviral, antibakterial
dan antifungal yang dimilikinya. 9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah dikemukakan di atas, maka timbul permasalahan :
“Bagaimana peranan VCO dalam menyembuhkan lesi oral pada penderita
HIV/AIDS.”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan
informasi dan gambaran mengenai peranan dan manfaat VCO dalam pengobatan lesi
oal penderita HIV/AIDS.
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya gigi dan mulut pada
masyarakat dengan menggunakan bahan alami yang murah dan mudah didapat.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan bahan alami
dan tumbuhan tradisional sebagai alternatif pengobatan selain mengkonsumsi obatobatan kimia.
c. Sebagai data dan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Ruang Lingkup
Skripsi ini menjelaskan tentang peranan VCO dalam menyembuhkan lesi oral
penderita HIV/AIDS mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, manifestasi oral, diagnosis dan perawatan HIV/AIDS. Virgin
Coconut Oil (VCO) mencakup definisi, bahan baku, kandungan gizi, standar kualitas
dan pengolahan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
AIDS
Sebenarnya HIV dan AIDS mempunyai makna yang berbeda meskipun sering
kali terdapat tulisan HIV/AIDS dan bahkan menjadi suatu istilah. Untuk lebih
memahami perbedaannya, pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai HIV dan
AIDS.
2.1 Definisi
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang berarti virus
penurun kekebalan manusia. Orang yang telah terinfeksi HIV akan disebut sebagai
HIV positif, yang berarti virus HIV telah ada di dalam aliran darahnya. Bila penderita
HIV positif tidak mendapatkan perawatan, infeksi tersebut akan berkembang dengan
cepat menuju AIDS.
AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome
adalah sekumpulan berbagai macam penyakit yang terjadi karena tubuh tidak dapat
lagi melawan penyakit akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi virus
HIV.
10, 11
Seseorang yang menderita HIV positif tidak dapat dikatakan menderita
AIDS. Banyak kasus dimana penderita HIV positif masih kelihatan sehat dan tidak
menjadi sakit dalam jangka waktu yang sangat lama. Walaupun begitu, virus HIV
yang ada dalam tubuh seseorang akan terus merusak dan menghancurkan sistem
imun. Akibatnya, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi virus, bakteri dan jamur
Universitas Sumatera Utara
yang biasanya pada orang normal tidak berbahaya namun akan menjadi berbahaya
pada orang dengan kerusakan sistem imun. Seseorang baru dapat dikatakan AIDS
bila seorang HIV positif sudah terdiagnosa dengan berbagai macam penyakit. 10
2.2 Epidemiologi
AIDS pertama kali diidentifikasi sebagai suatu penyakit pada tahun 1981 yang
dilaporkan oleh Gottlieb di Amerika Serikat. Sedangkan etiologinya, HIV (Human
Immunodeficiency Virus), ditemukan pada tahun 1983.
12, 13
Namun, sebenarnya
secara retrospektif kasus AIDS secara terbatas telah terjadi selama tahun 1970-an di
AS dan di beberapa bagian di dunia seperti Haiti, Afrika dan Eropa. 14
AIDS merupakan epidemi di seluruh dunia. Jumlah negara yang melaporkan
kasus-kasus AIDS sejak pertama kali kasus tersebut dilaporkan meningkat drastis
yaitu 8 negara pada tahun 1981, 153 negara pada tahun 1990 dan 210 negara pada
bulan November 1996. Begitu juga dengan kasus yang terjadi meningkat dari 185
kasus pada tahun 1981 menjadi 237.100 kasus pada tahun 1990 hingga November
1996 sudah terjadi 1.544.067 kasus.
15
Menurut estimasi WHO pada tahun 2000,
sekitar 30-40 juta orang terinfeksi virus HIV, 12-18 juta orang akan menunjukkan
gejala-gejala AIDS dan 1,8 juta orang/tahun akan meninggal karena AIDS. 12 Hingga
tahun 2004, tercatat kasus AIDS yang terbesar di dunia terdapat di negara Amerika
Serikat yaitu sebanyak 565.097 kasus. Di benua Afrika jumlah kasus terbanyak
terdapat di negara Tanzania yaitu 82.174 kasus. Di benua Eropa jumlah terbanyak
terdapat di Perancis yaitu 43.451 kasus. Sedangkan di benua Asia jumlah terbanyak
terdapat di negara Thailand yaitu 44.471 kasus. 15
Universitas Sumatera Utara
Distribusi umur penderita AIDS di Eropa, AS dan Afrika tidak berbeda jauh.
Kelompok terbesar berada pada umur 30-39 tahun kemudian menurun pada
kelompok umur lebih besar dan lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa transmisi seksual
baik homoseksual maupun heteroseksual merupakan pola transmisi utama. 16
Kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan data yang
tercatat pada tahun 1998, infeksi HIV/AIDS telah menyebar di 22 propinsi yaitu DI
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Bali, NTB, NTT, Maluku, Irian Jaya dan Timor Timur dengan jumlah terbanyak
terdapat di DKI Jakarta yaitu sebanyak 181 penderita dan diikuti Irian Jaya sebanyak
137 penderita.
16
Pada tahun 1999, telah terjadi peningkatan penderita AIDS pada
populasi tertentu di beberapa propinsi dengan prevalensi HIV/AIDS yang cukup
tinggi. Peningkatan terjadi pada kelompok pekerja seks komersil dan pengguna
narkoba suntikan di 6 propinsi yaitu DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali, Jawa Barat dan
Jawa Timur. 17
Berdasarkan data kasus kumulatif tahun 1987-2007, kasus HIV dan AIDS
sebanyak 16.288 orang dan yang meninggal berjumlah 2287 orang. Sedangkan
berdasarkan data kasus 2007, HIV dan AIDS sebanyak 2864 orang (47% dari
komunitas narkoba suntik).18 Pada tahun 2010 diperkirakan ada 1 juta-5 juta kasus
infeksi HIV di Indonesia. 17
Universitas Sumatera Utara
2.3 Etiologi
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa etiologi dari AIDS adalah virus
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang ditemukan pada tahun 1983. Ada dua
tipe HIV yang telah diidentifikasi yaitu HIV-1 dan HIV-2. Analisis genetik
menunjukkan bahwa HIV-1 dan HIV-2 berhubungan erat dengan grup lentivirus dari
golongan retrovirus. 19 HIV-1 sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia. Sedangkan
HIV-2 kebanyakan berada di Afrika Barat. 20
HIV adalah virus RNA dimana material genetiknya dibungkus oleh suatu
matriks yang sebagian besar tersusun dari protein inti 24.000 D yang disebut p24. Inti
dikelilingi oleh beberapa lapis pembungkus luar yang terdiri dari selapis protein
dalam 17.000 D yang disebut p17. Protein ini berbatasan dengan selapis lemak yang
mengandung glycosylate protein 41.000 D (gp41). Berlekatan terhadap gp41 adalah
glycosylate protein yang lebih besar yaitu 120.000 D, gp120. Protein gp120
mengandung serangkaian asam amino yang mengenali dan berlekatan dengan
permukaan CD4, salah satu jenis sel manusia yang paling banyak terdapat pada
limfosit T helper. Selain itu, virus HIV juga memiliki tiga enzim yang berkaitan
dengan RNA antara lain: reverse transcriptase, integrase, dan protease. 19, 21, 22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Struktur Virus HIV
2.4 Patogenesis
Virus HIV mempunyai cara tersendiri dalam menghindari mekanisme
pertahanan tubuh. Virus HIV memasuki tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau
berada di dalam sel limfosit. Benda asing ini segera dikenali oleh sel T helper (T4). 23
Begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper
menjadi tidak berdaya sehingga virus segera berfusi (menyatu) dan memasuki sel
tersebut.
17, 23
Mediator proses fusi ini adalah gp41 membran HIV.
17
Jadi, sel T
helper telah dilumpuhkan terlebih dahulu sebelum sel tersebut dapat mengenal virus
HIV. 23 Pada saat penyatuan, RNA virus masuk ke dalam sitoplasma. Proses infeksius
dimulai saat gp120 HIV berinteraksi dengan CD4. RNA virus mengalami transkripsi
terbalik menjadi DNA melalui bantuan enzim reverse transcriptase. Kemudian DNA
virus berpenetrasi ke dalam membran inti sel T helper. DNA virus berintegrasi ke
Universitas Sumatera Utara
dalam genom sel T helper dengan bantuan enzim integrase. Selanjutnya, terjadilah
pembentukan protein virus. Protein virus yang dihasilkan nantinya akan berperan
dalam pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan
enzim protease.
virion.
17
17
Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel dan disebut dengan
Mekanisme pembentukan sel T, sel B dan sel fagosit lainnya sudah tidak
ada lagi karena sel T helper sudah lumpuh. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah
yang disebut dengan AIDS atau sindrom kegagalan kekebalan. 23
Gambar 2. Siklus Replikasi HIV
Universitas Sumatera Utara
Perjalanan infeksi HIV terjadi dalam tiga tahap yaitu penyakit primer akut,
penyakit kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis. Masa inkubasi
diperkirakan 5 tahun atau lebih.
Infeksi primer (sindrom retroviral akut) terjadi setelah virus HIV pertama
sekali bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Pada tahap ini, terjadi peningkatan
jumlah virus yang sangat cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/µ l
disertai dengan penyebaran virus ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital.
Setelah viremia mencapai puncak, jumlah virus (viral load) akan menurun bersamaan
dengan berkembangnya respon imunitas seluler.
Puncak viral load dan
perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang
simtomatik pada sebagian besar pasien. Penyakit ini terjadi setelah 3 bulan terkena
infeksi. Gejala yang terjadi berupa ruam, demam, nyeri kepala, malaise dan
limfadenopati menyeluruh. Fase ini mereda secara spontan selama 14 hari.
Setelah penyakit primer menurun, terjadilah infeksi HIV asimtomatis/dini.
Masa infeksi ini dapat terjadi dalam waktu yang lama pada beberapa pasien. Pada
masa infeksi asimtomatis, replikasi HIV terus berlanjut dan terjadi kerusakan sistem
imun. Gejala yang terjadi berupa limfadenopati generalisata persisten pada beberapa
pasien sejak terjadinya serokonversi, yaitu perubahan tes antibodi HIV yang semula
negatif menjadi positif. Komplikasi kelainan kulit juga dapat terjadi seperti dermatitis
seboroik dan terjadinya atau memburuknya psoriasis.
Selanjutnya akan terjadi infeksi simtomatik dengan gejala berupa komplikasi
kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional seperti demam, berat
badan berkurang, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Meskipun gejala
Universitas Sumatera Utara
tersebut jarang berat atau serius, namun komplikasi tersebut dapat mengganggu
pasien. Terjadinya penyakit kulit seperti herpes zoster, dermatitis seboroik, psoriasis
dan ruam yang sebabnya tidak diketahui, sering terjadi dan mungkin resisten terhadap
pengobatan standar. Stomatitis aftosa juga sering terjadi pada tahap ini. Begitu juga
halnya dengan kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, eritema gingivalis linier dan
komplikasi oral yang sulit diobati seperti gingivitis ulseratif nekrotik akut. Diare
berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan
manifestasi yang sering terjadi.
Bila telah terjadi infeksi oportunistik, yaitu penyakit yang berhubungan
dengan penurunan imunitas yang serius, dapat dikatakan kondisi ini telah memasuki
stadium lanjut.
Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6
bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi
AIDS bila tanpa terapi antiretroviral adalah sekitar 5 tahun. Namun, bila diobati
dengan ARV dapat bertahan sekitar 10 tahun. 17
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita HIV/AIDS berhubungan dengan stadium
klinis yang telah dialami oleh penderita tersebut. Berdasarkan ketetapan WHO,
stadium klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak-anak masing-masing terdiri
dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi, pembagian stadium klinis
HIV/AIDS adalah sebagai berikut:17
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Stadium Klinis HIV/AIDS
Gejala terkait HIV
Stadium Klinis
Asimtomatik
1
Gejala ringan
2
Gejala lanjut
3
Gejala berat/sangat lanjut
4
2.5.1 Stadium Klinis HIV/AIDS untuk Dewasa dan Remaja
Stadium klinis HIV/AIDS untuk dewasa dan remaja adalah sebagai berikut:
1. Infeksi Primer HIV
a. Asimtomatik
b. Sindrom retroviral akut
2. Stadium Klinis 1
a. Asimtomatik
b. Limfadenopati generalisata persisten
3. Stadium Klinis 2
a. Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan
b. Infeksi saluran nafas berulang (sinusitis, tonsilitis, bronkitis, otitis
media, faringitis)
c. Herpes zoster
d. Angular cheilitis
e. Ulkus mulut berulang
Universitas Sumatera Utara
f. Dermatitis seboroika
g. Infeksi jamur kuku
4. Stadium Klinis 3
a. Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (>
10%)
b. Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1
bulan
c. Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermitten maupun tetap
selama lebih dari 1 bulan)
d. Kandidiasis oral persisten
e. Oral hairy leukoplakia
f. Tuberkulosis paru
g. Infeksi bakteri yang berat (infeksi tulang atau sendi, meningitis,
bakteremia selain pneumonia)
h. Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotik akut
i.
Anemia (Hb < 8 g/dL), neutropeni (< 500/mm3), dan atau
trombositopeni kronis (< 50.000/mm3) yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya
5. Stadium Klinis 4
a. HIV wasting syndrome (berat badan berkurang > 10% dari berat
badan semula, disertai diare kronik tanpa sebab yang jelas ( > 1
bulan) atau kelemahan kronik dan demam kronik tanpa sebab yang
jelas)
Universitas Sumatera Utara
b. Pneumonia pneumocystis
c. Pneumonia bakteri berat yang berulang
d. Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal, genital atau
viseral lebih dari sebulan)
e. Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru
f. Tuberkulosis ekstra paru
g. Sarkoma Kaposi
h. Infeksi Sitomegalovirus
i.
Toksoplasmosis susunan saraf pusat
j.
Ensefalopati HIV
k. Kriptokokus ekstra paru
l.
Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata)
m. Kriptosporidiosis kronis
n. Mikosis diseminata (histoplasmosis, penisiliosis ekstra paru)
o. Septikemia berulang
p. Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B)
q. Karsinoma serviks invasif
2.5.2 Stadium Klinis HIV/AIDS untuk Bayi dan Anak
Stadium klinis HIV/AIDS untuk bayi dan anak adalah sebagai berikut:
1. Infeksi Primer HIV
a. Asimtomatik (intra, peri atau post partum)
b. Sindoma retroviral akut
Universitas Sumatera Utara
2. Stadium Klinis 1
a. Asimtomatik
b. Limfadenopati meluas persisten
3. Stadium Klinis 2
a. Hepatomegali persisten yang penyebabnya tidak jelas
b. Infeksi virus (wart) yang ekstensif
c. Moluskum kontagiosum yang ekstensif
d. Ulkus mulut berulang
e. Pembesaran parotis persisten
f. Eritema gingival linear
g. Herpes zoster
h. Infeksi saluran nafas atas kronis atau berulang
i.
Infeksi jamur kuku
4. Stadium Klinis 3
a. Malnutrisi sedang yang tidak jelas penyebabnya dan tidak respons
terhadap terapi standar
b. Diare persisten lebih dari 14 hari
c. Demam persisten ( > 37,50C intermiten atau tetap > 1 bulan)
d. Kandidiasis oral persisten (setelah usia 6-8 minggu)
e. Oral hairy leukoplakia
f. Gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotik akut
g. Tuberkulosis kelenjar dan tuberkulosis paru
h. Pneumonia bakteri berat yang berulang
Universitas Sumatera Utara
i.
Anemia (Hb > 8 g/dL), neutropeni (< 500/mm3) dan atau
trombositopeni kronis (< 50.000/mm3) dengan sebab tidak jelas
5. Stadium Klinis 4
a. Gangguan tumbuh kembang yang berat yang penyebabnya tidak
jelas atau wasting yang tidak respons terhadap terapi standar
b. Pneumonia pneumocystis
c. Infeksi bakteri berat yang berulang (infeksi tulang atau sendi,
meningitis selain pneumonia)
d. Infeksi herpes simpleks kronis (> 1 bulan)
e. Tuberkulosis ekstra paru
f. Sarkoma Kaposi
g. Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru
h. Toksoplasmosis susunan saraf pusat (setelah usia 1 bulan)
i.
Ensefalopati HIV
j.
Infeksi sitomegalovirus setelah usia 1 bulan
k. Kriptokokus ekstra paru
l.
Mikosis endemik diseminata
m. Kriptosporidiosis kronis
n. Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis diseminata (luas)
o. Fistula rektum terkait HIV
p. Tumor terkait HIV termasuk limfoma otak atau non-Hodgkin sel B
Universitas Sumatera Utara
2.6 Manifestasi Oral
Dokter gigi perlu mengetahui dan mengenal komplikasi oral pada penderita
yang terinfeksi HIV atau AIDS agar dapat memberikan suatu perawatan yang tepat.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya manifestasi oral yang berhubungan dengan
HIV adalah jumlah CD4 yang kurang dari 200/µL, level RNA-HIV dalam plasma di
atas 3.000 copy/mL, xerostomia, kebersihan mulut yang buruk dan merokok.
Seseorang dengan status HIV tidak diketahui, manifestasi oral yang terjadi dapat
memberikan petunjuk bahwa ia terinfeksi HIV meskipun tidak terdiagnosa infeksi.
Pada penderita HIV yang belum mendapatkan perawatan, adanya manifestasi oral
tertentu menandakan perkembangan HIV. Pada penderita yang mendapatkan terapi
ARV, manifestasi oral yang terjadi memberikan tanda meningkatnya level RNA-HIV
dalam plasma.
3
Berikut ini adalah gambaran kondisi oral yang sering terjadi pada
penderita HIV. 3
a. Xerostomia
Xerostomia merupakan faktor yang paling berperan dalam kerusakan gigi
pada penderita HIV. Lebih dari 400 macam pengobatan dapat menyebabkan gejala
xerostomia. Sekitar 30%-40% penderita HIV mengalami xerostomia sedang sampai
berat akibat pengobatan yang diberikan ( mis. Didanosine) atau terjadinya proliferasi
sel CD8+ pada kelenjar saliva mayor. Penggunaan kristal methamphetamin dapat
meningkatkan resiko kerusakan gigi yang cepat pada penderita HIV dan dikenal
sebagai “meth mouth”
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Kerusakan gigi kurang dari 1 tahun dari kiri ke kanan dengan “meth mouth”
b. Kandidiasis
Ada tiga gambaran kandidiasis oral yang sering terjadi yaitu angular cheilitis,
kandidiasis eritematous dan kandidiasis pseudomembranosus. Angular chelitis
memiliki gambaran berupa eritema atau terjadinya retakan pada ujung mulut. Dapat
terjadi dengan atau tanpa kandidiasis eritematous atau pseudomembranosus. Penyakit
ini dapat menetap untuk waktu yang lama jika tidak mendapatkan perawatan. Dapat
dirawat dengan menggunakan antifungal topikal pada daerah yang terkena 4 kali
sehari selama 2 minggu.
Kandidiasis eritematous memiliki gambaran berupa lesi merah, datar, licin
pada permukaan dorsal lidah, palatum keras atau palatum lunak. Ini dapat
digambarkan sebagai “kissing lesion”, yang berarti jika lesi terdapat pada lidah,
palatum juga akan memiliki gambaran lesi yang sama seperti pada lidah. Penyakit ini
cenderung simtomatik dimana pasien merasakan mulut seperti terbakar terutama saat
makan makanan asin, pedas atau minum minuman yang mengandung asam.
Kandidiasis psudomembranosus (oral thrush) tampak berupa plak krim, putih,
seperti busa pada mukosa bukal, lidah dan permukaan mukosa oral lainnya. Plak
Universitas Sumatera Utara
dapat dihapus dengan meninggalkan permukaan merah dan berdarah. Organisme
yang paling sering terlibat adalah Candida albicans, walaupun banyak juga terdapat
spesies lainnya.
4
5
6a
6b
Gambar : 4. Angular cheilitis; 5. Kandidiasis eritematous; 6. Kandidiasis pseudomembranosus; a.
Ringan atau sedang, b. Berat
c. Oral Hairy Leukoplakia
Kondisi ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr. Mempunyai gambaran berupa
lesi putih berambut pada lateral lidah yang tidak dapat dihapus, asimtomatik dan tidak
membutuhkan perawatan kecuali untuk keperluan kosmetik. Kondisi ini dapat
berkurang pada penderita yang diberi terapi antiretroviral.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Oral hairy leukoplakia
d. Eritema Gingiva Linear
Eritema gingiva linear atau “red band gingivitis” tampak sebagai pita merah
di sepanjang margin gingiva yang dapat atau tidak disertai perdarahan dan rasa sakit.
Paling sering terlihat pada gigi anterior, tapi sering meluas ke gigi posterior. Dapat
juga terjadi pada gingiva bebas dan cekat dalam bentuk plak seperti petechiae. Dapat
dirawat dengan debridement yaitu dibilas dengan 0,12% suspensi klorheksidin
glukonat 2 kali sehari selama 2 minggu dan meningkatkan kebersihan mulut di
rumah.
Gambar 8. Eritema gingiva linear
Universitas Sumatera Utara
e. Periodontitis Ulseratif Nekrotik
Periodontitis ulseratif nekrotik memiliki gambaran penyakit yang sama
dengan gingivitis ulseratif nekrotik. Gingivitis ulseratif nekrotik mengalami destruksi
yang cepat pada jaringan lunak sedangkan periodontitis ulseratif nekrotik pada
jaringan keras. Penyakit ini merupakan tanda penurunan imun yang berat.
Mempunyai gambaran berupa nyeri hebat, kehilangan gigi, perdarahan, berbau busuk,
ulserasi papila gingiva dan kehilangan jaringan lunak dan tulang yang cepat. Dapat
dirawat dengan menghilangkan plak, kalkulus dan jaringan nekrotik dengan
menggunakan 0,12% klorheksidin glukonat atau 10% povidone-iodine dan pemberian
antibiotik serta meningkatkan nutrisi pasien.
Gambar 9. Periodontitis ulseratif nekrotik
f. Sarkoma Kaposi
Sarkoma kaposi merupakan keganasan oral yang paling sering berhubungan
dengan HIV. Kejadian ini menurun secara dramatis dengan pemberian antiretroviral.
Sarkoma kaposi berhubungan dengan virus herpes dan telah diidentifikasi sebagai
faktor etiologi. Sarkoma kaposi dapat berbentuk makula, nodula, atau meninggi dan
ulserasi dengan warna berkisar dari merah hingga ungu. Lesi dini cenderung datar,
Universitas Sumatera Utara
merah dan asimtomatik dengan perubahan warna ke arah yang lebih gelap pada lesi
yang lebih tua. Dapat simtomatik yang disebabkan adanya trauma atau infeksi.
Diagnosis pasti memerlukan biopsi. Dapat dirawat dengan injeksi kemoterapi lokal
seperti vinblastin sulfat atau dapat juga dilakukan pembedahan.
Gambar 10. Sarkoma Kaposi
g. Oral Warts − Human Papilloma Virus
Oral warts yang disebabkan oleh human papiloma virus meningkat secara
dramatis pada pemberian terapi antiretroviral. Pada sebuah studi, disimpulkan bahwa
risiko warts (kutil) yang disebabkan oleh human papiloma virus berhubungan dengan
rekonstitusi imun. Mempunyai gambaran seperti bunga kol, tajam, atau meninggi
dengan permukaan datar. Dapat dilakukan bedah, bedah laser atau krioterapi.
a
b
Gambar 11 a dan b. Oral Warts yang berhubungan dengan HPV
Universitas Sumatera Utara
h. Herpes Simpleks
Herpes simpleks virus (HSV)-1 merupakan infeksi yang menyebar dan
umumnya menimbulkan lesi pada mulut. Didahului oleh vesikel lalu ruptur menjadi
ulser yang irregular dan sakit yang dapat berkelompok. Lesi pada bibir mudah untuk
dikenali. Lesi mulut yang terdapat pada jaringan yang berkeratin termasuk palatum
keras dan gusi perlu dicurigai terinfeksi HSV. Ulser herpetik dapat sembuh sendiri
tanpa perawatan meskipun pengobatan antivirus seperti asiklovir terkadang
diperlukan untuk mengontrol penyebaran penyakit.
Gambar 12. HSV-1
i.
Ulser Aftosa Rekuren
Ulser aftosa rekuren terjadi pada jaringan yang tidak berkeratin dan bergerak
seperti mukosa labial, mukosa bukal, dasar mulut, permukaan ventral lidah, orofaring
posterior, vestibulum maksila dan mandibula. Penyebabnya tidak diketahui. Lesi
ditandai dengan halo inflamasi dan ditutupi pseudomembran abu-abu kekuningan.
Lesi ini sangat nyeri terutama bila mengkonsumsi makanan asin, pedas, makanan dan
minuman yang mengandung asam atau makanan yang keras. Kasus yang ringan dapat
dirawat dengan penggunaan kortikosteroid topikal seperti dexamethasone elixir (0,5
Universitas Sumatera Utara
mg/5 mL) 2x/3x sehari yang dikumur selama satu menit lalu dibuang. Perawatan
diteruskan sampai simtom menghilang. Untuk kasus yang lebih berat, dapat
digunakan kortikosteroid sistemik seperti prednisone.
Gambar 13. Ulser Aftosa Rekuren
j.
Ulserasi Neutropenik
Ulserasi neutropenik merupakan ulserasi yang sangat nyeri dan dapat terjadi
pada jaringan berkeratin dan tidak. Penyakit ini berhubungan dengan jumlah
granulosit yang kurang dari 800/µL. Adanya ulser yang besar yang tidak dapat
diidentifikasi sebagai ulser lainnya perlu dicurigai sebagai ulserasi neutropenik.
Frekuensi lesi meningkat pada penderita HIV meskipun penyebab meningkatnya
frekuensi tersebut tidak diketahui. Dapat dirawat dengan steroid topikal atau sistemik
yang dapat menstimulasi granulosit, tergantung ukuran dan lokasi lesi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 14. Ulserasi Neutropenik
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis suatu infeksi HIV pada seseorang, perlu dilakukan tes
HIV. Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah
seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak dengan cara mendeteksi adanya
antibodi HIV di dalam sampel darahnya. 25 Antibodi adalah suatu protein yang dibuat
oleh sistem kekebalan tubuh untuk menyerang kuman tertentu. 26
Ada beberapa macam tes HIV yang dapat digunakan untuk mendiagnosa
apakah seseorang positif terinfeksi atau tidak. Macam-macam tes HIV tersebut antara
lain sebagai berikut.
1. Tes Elisa (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
Tes ini menunjukkan hasil yang positif bila antibodi serum mengikat antigen
virus murni di dalam enzyme-linked antihuman globulin. Tes ini mulai menunjukkan
hasil positif pada bulan ke 2-3 setelah terinfeksi yang lama-lama akan menjadi
negatif karena sebagian besar HIV telah masuk ke dalam tubuh.4 Kebaikan dari tes ini
adalah mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi (98,1%-100%),
24, 25
namun
Universitas Sumatera Utara
spesifikasinya rendah.25 Tes ELISA ini hanya sensitif terhadap antibodi jenis IgG,
sedangkan antibodi yang muncul pada penderita AIDS pertama sekali hanyalah IgM
yang menyebabkan tidak akan terdeteksi.
24
2. Tes Western Blot
Pemeriksaan Western Blot cukup mahal, sulit, interpretasinya membutuhkan
pengalaman dan lama pemeriksaannya sekitar 24 jam.
24
Tes ini berperan sebagai
penentu diagnosis AIDS setelah positif dengan tes ELISA.4 Tes ini merupakan
kebalikan dari tes ELISA yaitu memiliki spesifikasi yang tinggi namun sensitifitasnya
rendah (56%).24,25 Karena sifat kedua tes ini berbeda, perlu dipadukan
penggunaannya untuk mendapatkan hasil yang akurat. 25
3. Tes CD4
Sel CD4 adalah suatu jenis sel darah putih atau limfosit yang merupakan
bagian penting dari sistem kekebalan tubuh kita. Sel ini disebut juga sel T4, sel
penolong, atau sel CD4+. Selain sel CD4, terdapat juga sel CD8 (T8) yang
merupakan sel pembunuh. Sel CD8 ini membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi
virus. Kedua sel ini dapat dibedakan berdasarkan protein tertentu yang terdapat di
permukaan sel dimana sel CD4 mempunyai protein CD4 pada permukaannya.
Jumlah CD4 normal biasanya berkisar antara 500-1.600/mm3 darah.
Sedangkan sel CD8 normalnya berkisar antara 375-1.100/mm3 darah. Pada penderita
HIV, jumlah CD4 bisa menjadi sangat rendah bahkan bisa menjadi nol.
Pada tes CD4 ini, yang dilihat adalah perbandingan antara CD4 dengan CD8.
Pada orang sehat, perbandingan CD4 dan CD8 berkisar antara 0,9 dan 1,9 yang
Universitas Sumatera Utara
berarti setiap sel CD8 mempunyai 1-2 sel CD4. Pada orang yang terinfeksi dengan
HIV, perbandingan ini menurun secara drastis, yang berarti jumlah sel CD8 lebih
banyak dibandingkan dengan sel CD4.
Jumlah sel CD4 dapat berubah-ubah. Infeksi dapat sangat mempengaruhi
jumlah CD4. Bila terjadi infeksi, jumlah CD4 dan CD8 akan naik. Pascavaksinasi
juga dapat meningkatkan jumlah CD4. Karena jumlahnya yang dapat berubah-ubah,
beberapa dokter lebih senang menggunakan persentase CD4. Persentase ini lebih
stabil dibandingkan jumlah CD4. Persentase normal adalah 20%-40% yang berarti
20%-40% dari sel limfosit adalah CD4. Persentase CD4 dibawah 14% menunjukkan
kerusakan yang parah dari sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan defenisi Depkes,
seseorang dikatakan AIDS bila jumlah CD4 di bawah 200 atau persentase CD4 di
bawah 14%.
Karena tes CD4 tidak banyak tersedia di Indonesia, dan bila ada mungkin
harganya terlalu mahal, dapat juga digunakan jumlah limfosit total sebagai gantinya.
Tes ini jauh lebih murah dan dapat dilakukan di hampir semua laboratorium.
Meskipun hasilnya tidak dapat disamakan persis dengan jumlah CD4, jumlah limfosit
total ini dapat digunakan sebagai tanda untuk membantu mengambil keputusan dalam
pengobatan. Jumlah limfosit total antara 1.000-1.200 sama dengan jumlah CD4 200
dan ini sebagai pertanda untuk dimulainya terapi antiretroviral. 26
4. Tes Viral Load
Tes viral load adalah suatu tes untuk mengukur jumlah virus HIV dalam
darah. Ada beberapa cara untuk melakukan tes ini, yaitu tes PCR dan tes bDNA.
Universitas Sumatera Utara
Tes PCR (polymerase chain reaction) yang dibuat oleh Roche menggunakan
suatu enzim untuk menggandakan virus HIV dalam sampel darah. Kemudian reaksi
kimia menandai virus. Penanda diukur dan dipakai untuk menghitung jumlah virus.
Tes bDNA (branched DNA) menggabungkan bahan yang menimbulkan
cahaya dengan contoh darah. Bahan ini mengikat bibit HIV. Kemudian jumlah
cahaya diukur dan dijadikan jumlah virus. Penemunya adalah Chiron.
Terapi antiretroviral dipertimbangkan bila jumlah viral load di atas 55.000.
Hasil tes viral load terbaik adalah bila dilaporkan sebagai ‘tidak terdeteksi’. Namun,
hasil tes ‘tidak terdeteksi’ tergantung pada kepekaan dari tes yang dipakai untuk tes
contoh darah.26
2.8 Perawatan
Saat ini perawatan yang diberikan pada orang dengan HIV/AIDS adalah
berupa terapi antiretroviral. Antiretroviral (ARV) adalah obat yang menghambat
replikasi HIV. Tujuan terapi ARV adalah menekan replikasi HIV secara maksimum,
meningkatkan limfosit CD4 dan memperbaiki kualitas hidup penderita yang nantinya
akan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Kompleksitas antara pasien,
patogen dan obat akan mempengaruhi seleksi obat dan dosis.
Ada tiga golongan utama ARV, yaitu: 21
1. Penghambat masuknya virus. Mekanisme kerjanya berikatan dengan
subunit GP41 selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus ke sel target
dihambat. Satu-satunya obat penghambat fusi ini adalah enfuvirtid (T-20).
2. Penghambat enzim reverse transcriptase
Universitas Sumatera Utara
a. Analog nukleosida/nukleotida (NRTI/NtRTI). NRTI dan NtRTI
mempunyai mekanisme yang sama yaitu NRTI dan NtRTI diubah
secara intraseluler melalui tahapan proses fosforilasi kemudian
berkompetisi dengan nukleotida natural menghambat reverse
transcriptase sehingga perubahan RNA menjadi DNA terhambat.
Perbedaannya NRTI memerlukan 3 tahapan proses fosforilasi
(penambahan gugus fosfat) sedangkan NtRTI hanya 2 tahapan
fosforilasi. Obat ini dapat berupa:
i. Analog nukleosida
- Analog thymin: zidovudin (ZDV/AZT) dan stavudin
(d4T)
- Analog cytosin: lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddC)
- Analog adenin: didanosine (ddI)
- Analog guanin: abacavir (ABC)
ii. Analog nukleotida: analog adenosin monofosfat: tenofovir
b. Non-nukleosida (NNRTI). Mekanisme kerjanya tidak melalui
tahapan fosforilasi intraseluler tetapi berikatan langsung dengan
reseptor pada reverse transcriptase dan tidak berkompetisi dengan
nukleotida natural. Aktivitas antiviral terhadap HIV-2 tidak kuat.
Obat ini dapat berupa:
- Nevirapin (NVP)
- Efavirenz (EFV)
- Delavirdine (DLV) 25
Universitas Sumatera Utara
3. Penghambat enzim protease (PI). Mekanisme kerjanya adalah protease
inhibitor berikatan secara reversible dengan enzim protease yang
mengkatalisa pembentukan protein yang diperlukan untuk proses
pematangan virus yang mengakibatkan virus yang terbentuk tidak masuk
dan tidak mampu menginfeksi sel lain. PI adalah ARV yang potensial,
terdiri dari:
a.
Ritonavir (RTV)
b. Saquinavir (SQV)
c. Indinavir (IDV)
d. Nelfinavir (NFV)
e. Amprenavir (APV) 25
f. Lopinavir (LPV)
g. Atazanavir (TAZ)
h. Fosamprenavir (908)
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
VIRGIN COCONUT OIL
Indonesia merupakan negara produsen kelapa terbesar kedua setelah Filipina.7
Hal ini terjadi karena kelapa umumnya tumbuh di kawasan pantai. Hampir di seluruh
propinsi di Indonesia dapat dijumpai tanaman kelapa yang pengusahaannya berupa
perkebunan rakyat. 27
Sejak zaman dahulu, negara Indonesia telah dikenal sebagai negara agraris.
Berbagai jenis tanaman dapat tumbuh dengan subur di negara ini, mulai dari