Rasionalitas petani hutan rakyat dalam penentuan daur optimal: studi kasus di Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi

c 2006 by IRINA VESTALIA


E. 14202023. All rights reserved.

RASIONALITAS PETANI HUTAN RAKYAT
DALAM PENENTUAN DAUR OPTIMAL
(Studi Kasus di Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi)

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
IRINA VESTALIA
E. 14202023

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

RASIONALITAS PETANI HUTAN RAKYAT
DALAM PENENTUAN DAUR OPTIMAL
(Studi Kasus di Desa Cidadap Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi)

Oleh :
Irina Vestalia
E.14202023

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Judul

Nama
NRP


: RASIONALITAS PETANI HUTAN RAKYAT
DALAM PENENTUAN DAUR OPTIMAL
(Studi kasus di Desa Cidadap Kecamatan Simpenan
Kabupaten Sukabumi)
: IRINA VESTALIA
: E.14202023

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MPPA)
NIP. 130813798

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS)
NIP. 131430799

Tanggal Lulus :


RINGKASAN
IRINA VESTALIA. Rasionalitas Petani Hutan Rakyat dalam Penentuan Daur
Optimal (Studi kasus di Desa Cidadap Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi). Dibimbing oleh Sudarsono Soedomo.
Kebanyakan orang awam mengenal fungsi hutan hanya sebagai penghasil
kayu. Tanpa disadari masih terdapat fungsi hutan yang lain, seperti yang dikemukakan oleh Nilsson (1996) dalam Gardner dan Engelman (1999) bahwa hutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan karbon (Carbon Storage). Namun
beberapa tahun belakangan ini, jasa hutan dalam menyimpan karbon sudah
mulai diperhatikan dan dihargai oleh beberapa negara. Hal ini terbukti dengan
dihasilkannya Konvensi Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on Climate Change , UNFCCC) dalam UNCED (1992) di Rio de Janeiro
(Brazilia). Selanjutnya, konvensi tersebut diatur lebih rinci dalam Kyoto Protocol mengenai perubahan iklim yang diadakan di Kyoto pada bulan Desember
1998 (Murdyarso, 1999).
Dalam ekosistem hutan global, penyerapan kelebihan emisi gas rumah kaca oleh tumbuhan hutan hanya dapat terjadi bilamana ada pertumbuhan pohon
pada hutan baru atau hutan yang masih muda. Oleh karena itu, jasa penyimpanan karbon sangat erat kaitannya dengan ada tidaknya suatu tegakan hutan,
serta lamanya tegakan hutan tumbuh diatas permukaan tanah (rotasi hutan).
Pasar jasa penyimpanan karbon ini mulai dikenal. Sayangnya, banyak pemilik
hutan rakyat yang tidak mengetahui mengenai pembayaran jasa penyimpanan
karbon, sehingga mereka tidak memperhitungkan jasa penyimpanan karbon ini
dalam pengambilan keputusan penentuan daur dalam pengelolaan hutan rakyat.
Pada umumnya, keragaman dalam pengelolaan hutan rakyat berasal dari
pengalaman individu secara turun temurun, begitu pula dalam pengambilan

keputusan. Bagaimana reaksi petani terhadap perubahan variabel harga kayu
dan biaya pembangunan hutan masih belum banyak dipelajari. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh harga kayu terhadap keputusan petani dalam penentuan daur tanaman kehutanan, menguraikan faktor
yang mempengaruhi para petani dalam menentukan daur optimal, serta mempelajari rasionalitas petani hutan rakyat dalam penentuan daur jika harga kayu
naik dan jika biaya pembangunan hutan naik.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara terhadap
patani hutan rakyat yang berada di Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi. Hasil wawancara tersebut dianalisis secara deskriptif. Alat
yang dipergunakan dalam penelitian ini diantaranya kuisioner, alat tulis, kalkulator, kamera, dan komputer. Hipotesis dalam penelitian ini diturunkan dari
Model Faustmann yang bertujuan memaksimumkan net present value dengan
memilih daur. Hipotesis yang hendak diuji adalah (1) Apabila harga kayu diasumsikan meningkat secara permanen, maka daur optimal yang dipilih akan
lebih pendek dan (2) Apabila biaya pembangunan hutan meningkat secara permanen, maka daur optimal yang dipilih akan lebih panjang.
Petani hutan rakyat di Desa Cidadap dalam mengelola hutan belum dapat dikatakan memiliki usaha dan prinsip kelestarian yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh sedikitnya pohon yang dimiliki serta penentuan daur yang tidak
menentu. Dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Cidadap ini sebenarnya
tidak dikenal sistem silvikultur tertentu, mereka mengelola hutannya secara
sederhana. Namun dengan melihat kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan hutan
yang mereka lakukan, sistem silvikultur pengelolaan hutan rakyat di Desa ini
dapat dikategorikan ke dalam sistem Tebang Pilih dengan Permudaan Alam
(TPPA). Beberapa teknik silvikultur yang dilakukan petani dalam mengelola
hutan miliknya dimulai dengan pengadaan benih, penanaman, pemeliharaan

dan pemanenan. Pengadaan benih dilaksanakan pada masa awal penanaman
hutan rakyat. Benih tanaman tersebut berupa biji maupun semai tanaman.
Untuk penentuan daur tanaman, Kenaikan harga kayu mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan daur hutan rakyat yang mereka miliki. Responden petani hutan rakyat di Desa Cidadap 60% memilih untuk memperpendek daur bila harga kayu di pasaran naik (sesuai dengan Model Faustmann), dan
sisanya (40%) memilih untuk tetap mempertahankan daur yang telah mereka
tetapkan sebelumnya, sedangkan jika biaya pembangunan hutan naik, 40% responden memilih untuk memperpanjang daur tanaman kehutanan mereka, dan
60% lebih memilih tetap dengan daur yang telah mereka tetapkan sebelumnya. Petani hutan rakyat dengan usia produktif, luas lahan hutan yang tinggi (
lebih dari 4 ha), pendapapatan lebih dari 20 juta, memiliki jumlah tanggungan
anggota keluarga lebih dari 6 orang, dan pengusahaan hutan murni cenderung
untuk memperpendek daur bila harga harga kayu di pasaran naik.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 20 Februari 1984 dari pasangan Bapak Odang Kemal Pasha dan ibu Erawati. Penulis merupakan putri
kedua dari empat bersaudara.
Pada tahun 1989 penulis masuk Taman Kanak-Kanak (TK) Al-Falah
Sukamantri dan pada tahun 1990 penulis masuk ke Sekolah Dasar Negeri (SDN)
Gadis dan lulus pada tahun 1996. Tahun 1996 Penulis melanjutkan sekolah ke
Madrasah Tsanawiyah Yasti, kemudian pada tahun 1999 penulis melanjutkan
sekolah ke SMUN 3 Sukabumi dan lulus pada tahun 2002, pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

IPB (USMI). Untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi penulis memilih
Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Penulis pernah aktif di keorganisasian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Kehutanan periode 2003/2004 sebagai Staff Biro Nasional Dept. Politik dan Advokasi. Penulis juga pernah menjadi panitia dalam kegiatan Polkad
Expo dan kegiatan Diskusi Dunia Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan,
penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ilmu Tanah Hutan pada tahun
ajaran 2004/2005.
Pada bulan Juni-Agustus 2005 penulis pernah mengikuti Praktek Pengenalan Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Barat dan
Banyumas Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, serta Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi Jawa Timur. Pada bulan Februari-April 2006
penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Dramaga Kecamatan Dramaga
Kabupaten Bogor.

Bogor, September 2006
Penulis

KATA PENGANTAR
Bismillaa hirahmaa nirrahiim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat,
kasih sayang serta karunianya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Rasionalitas Petani Hutan Rakyat dalam Penentuan Daur Optimal
(studi kasus di Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi)“

sebagai syarat kelulusan program Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih yang tiada terhingga penulis ucapkan kepada ayah dan mamah atas doa, motivasi, semangat, pengorbanan, kekuatan serta kasih sayang,
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, diantaranya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MPPA selaku dosen pembimbing
skripsi yang dengan sabar membimbing, memberikan arahan dan masukan
kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak.........selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Alam Hutan.
3. Bapak.........selaku dosen penguji dari Departemen Teknologi Hasil hutan.
4. Bapak Drs. Bambang Setiawan selaku Kepala Dinas Kehutanan Sukabumi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian di hutan rakyat yang berada di Desa Cidadap Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi.
5. Teh Mia Armadesima, S.T, Alvira Pasha, Azmi Hafizhuddin dan keluarga
tecinta yang selalu memberikan senyuman, keceriaan, kebahagiaan dan
semangat bagi penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini,
I love u all...
6. Fian Riadi terimakasih atas dorongan, motivasi dan kebersamaannya selama ini.
7. Sahabatku Radna, Nunung, terimakasih untuk tawa dan canda disetiap
pertemuan kita.

8. Engkos Koswara teman satu bimbingan dan teman seperjuangan.

9. Bapak Yoyo selaku staff Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) di Desa
Cidadap dan keluarga yang telah membantu penulis pada saat pengambilan data.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis cantumkan satu persatu yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan karena
kemampuan dan pengalaman penulis masih sangat terbatas. Namun penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, Amiin.

Bogor, September 2006
Penulis

Daftar Isi
Halaman
RINGKASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

i

RIWAYAT HIDUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

iii


KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

iv

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

vi

Daftar Tabel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

ix

Daftar Gambar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

xi

DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xii
1


2

PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1

1.1

Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1

1.2

Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2

TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


3

2.1

Hutan Rakyat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3

2.1.1

Definisi Hutan Rakyat . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3

2.1.2

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat . . . . . . . . . . . . .

4

2.1.3

Peranan Hutan Rakyat . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5

2.2

Karbon

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

6

2.3

Daur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

7

2.4

Model Faustmann . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

8

2.5

Biaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

10

3

4

5

METODOLOGI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.1

Kerangka Pemikiran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

11

3.2

Waktu dan Tempat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

11

3.3

Alat dan Sasaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

12

3.4

Jenis Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

12

3.4.1

Data Primer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

12

3.4.2

Data Penunjang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

13

3.5

Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

14

3.6

Hipotesa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

14

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN . . . . . . . . . 15
4.1

Keadaan Fisik Wilayah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

15

4.2

Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk . . . . . . . . . . . . . . . . .

16

4.3

Sarana dan Prasarana . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

17

HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .

18

5.1

5.2

6

7

11

Deskripsi Kondisi Hutan Rakyat Desa Cidadap . . . . . . . . .

18

5.1.1

Aspek Sosial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

18

5.1.2

Aspek Fisik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

20

5.1.2.1

Sistem Silvikultur . . . . . . . . . . . . . . . .

20

5.1.2.2

Teknik Silvikultur . . . . . . . . . . . . . . . .

21

Penentuan Daur Tanaman Kehutanan

. . . . . . . . . . . . . .

23

5.2.1

Tingkat Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

27

5.2.2

Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

29

5.2.3

Luasan Hutan Rakyat yang Digarap . . . . . . . . . . .

30

5.2.4

Pola Tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

32

5.2.5

Kisaran Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga . . . . .

34

5.2.6

Pendapatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

35

KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .

38

6.1

Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

38

6.2

Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

38

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39

Model Faustmann . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

42

A.1 Terhadap Harga Kayu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

42

A.2 Terhadap Biaya Pembangunan Hutan . . . . . . . . . . . . . . .

44

Lampiran A

Lampiran B

Kuisioner . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47

Lampiran C

Tabel Hasil Wawancara . . . . . . . . . . . . . . . . .

50

Daftar Tabel
Nomor

Teks

Halaman

4.1

Kelompok penduduk Desa Cidadap berdasarkan usia . . . . . .

5.1

Pengaruh tingkat pendidikan terhadap penentuan daur optimal

5.2
5.3

jika harga kayu naik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

28

Pengaruh tingkat pendidikan terhadap penentuan daur optimal
jika biaya pembangunan hutan naik . . . . . . . . . . . . . . . .

28

Pengaruh umur petani terhadap penentuan daur optimal jika
harga kayu naik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5.4

5.7
5.8
5.9

30

Pengaruh luasan hutan terhadap penentuan daur optimal jika
harga kayu naik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5.6

30

Pengaruh umur petani terhadap penentuan daur optimal jika biaya pembangunan hutan naik . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5.5

16

31

Pengaruh luasan hutan terhadap penentuan daur optimal jika
biaya pembangunan hutan naik . . . . . . . . . . . . . . . . . .

31

Pengaruh pola tanam terhadap penentuan daur optimal jika harga kayu naik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

33

Pengaruh pola tanam terhadap penentuan daur optimal jika biaya pembangunan hutan naik . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

34

Pengaruh jumlah tanggungan keluarga terhadap penentuan daur
optimal jika harga kayu naik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

35

5.10 Pengaruh jumlah tanggungan keluarga terhadap penentuan daur
optimal jika biaya pembangunan hutan naik . . . . . . . . . . .

35

5.11 Pengaruh pendapatan terhadap penentuan daur optimal jika harga kayu naik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

36

5.12 Pengaruh pendapatan terhadap penentuan daur optimal jika biaya pembangunan hutan naik . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

37

C-1 Data Keluarga Petani . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

50

C-2 Hasil Panen, Luas Hutan, Tahun Tanam, Luas Tanam

. . . . .

52

C-3 Jenis dan Pola Tanam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

54

C-4 Respon Pemilihan Daur terhadap Kenaikan Harga Kayu . . . .

56

C-5 Respon Pemilihan Daur terhadap Kenaikan Biaya Pembangunan
Tegakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

58

Daftar Gambar
Nomor
5.1
5.2

Teks

Halaman

Tunas digunakan petani hutan rakyat di Cidadap sebagai sistem
permudaan alam. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Persemaian yang dimiliki salah satu petani hutan rakyat yang
berada di Desa Cidadap. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5.3

20
21

Salah satu bentuk hutan rakyat sistem hutan jati murni dengan
jarak tanam 3mx3m. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

22

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Teks

Halaman

Lampiran A Model Faustmann . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

42

Lampiran B Kuisioner . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

47

Lampiran C Tabel Hasil Wawancara . . . . . . . . . . . . . . . . .

50

1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kebanyakan orang awam mengenal fungsi hutan hanya mampu menghasilkan kayu, tanpa kita sadari terdapat fungsi hutan yang lain, seperti yang dikemukakan oleh Nilsson (1996) dalam Gardner dan Engelman (1999) bahwa hutan
berfungsi sebagai tempat penyimpanan karbon (Carbon Storage). Diperkirakan,
sekitar 830 Milyar ton karbon tersimpan dalam hutan di seluruh dunia. Jumlah
ini sama dengan kandungan karbon dalam atmosfer yang terikat dalam CO2 .
Secara kasar, sekitar 40% atau 330 Milyar ton karbon tersimpan dalam bagian
pohon dan bagian tumbuhan hutan lainnya di atas permukaan tanah, sedangkan
sisanya, yaitu sekitar 60% atau 500 Milyar ton, tersimpan dalam tanah hutan
dan akar-akar tumbuhan di dalam hutan (Gardner dan Engelmen, 1999).
Namun beberapa tahun belakangan ini, jasa hutan dalam kemampuannya
menyimpan karbon, sudah mulai diperhatikan dan dihargai oleh beberapa negara. Hal ini terbukti dengan dihasilkannya Konvensi Perubahan Iklim (United
Nation Framework Convention on Climate Change , UNFCCC) dalam UNCED
(1992) di Rio de Janeiro (Brazilia). Selanjutnya konvensi tersebut diatur lebih
rinci dalam Kyoto Protocol mengenai perubahan iklim yang diadakan di Kyoto
pada bulan Desember 1998 (Murdyarso, 1999).
Salah satu pasal dalam Kyoto Protocol yang berkenaan dengan sektor
kehutanan dan tata guna lahan menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan : penghutanan kembali (reforestration), pengkonversian lahan (afforestration) dan
perusakan hutan (deforestration), termasuk kedalam kegiatan manusia yang
dapat meningkatkan penyerapan karbon dari udara (reforestration) dan emisi
(melepaskan ke udara) karbon (afforestration dan deforestration).
Dalam ekosistem hutan global, penyerapan kelebihan emisi gas rumah kaca oleh tumbuhan hutan hanya dapat terjadi bilamana ada pertumbuhan pohon
pada hutan baru atau hutan yang masih muda. Jadi yang diperjualbelikan dalam perdagangan karbon sebenarnya adalah jasa hutan atau tumbuhan lain dalam menyerap kelebihan emisi karbon di dunia terhadap emisi yang dibolehkan.
Mengingat hal di atas, jasa penyimpanan karbon sangat erat kaitannya dengan ada tidaknya suatu tegakan hutan serta lamanya tegakan hutan tumbuh

2
diatas permukaan tanah (rotasi hutan). Adanya suatu tegakan hutan merupakan dasar pembayaran jasa penyimpanan karbon. Diharapkan petani hutan
rakyat mampu memanfaatkan peluang meningkatkan pendapatannya melalui
penentuan daur optimal tanaman kehutanan mereka.
Pada kenyataannya di lapangan, banyak pemilik hutan rakyat yang tidak
mengetahui mengenai pembayaran jasa penyimpanan karbon. Sehingga mereka tidak memperhitungkan jasa penyimpanan karbon ini dalam pengambilan
keputusan penentuan daur dalam pengelolaan hutan rakyat. Pada umumnya,
keragaman dalam pengelolaan hutan rakyat berasal dari pengalaman individu
secara turun temurun, begitu pula dalam pengambilan keputusan. Ada beberapa petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya bergantung pada hutan
tersebut, sehingga memandang bahwa kebutuhannya akan terpenuhi dengan
menebang dan menjual kayunya. Ada juga yang beranggapan bahwa hutan ini
merupakan investasi masa depan. Jadi, petani akan menebang apabila ingin
memenuhi kebutuhan yang menelan biaya besar.
Pembayaran jasa penyimpanan karbon secara kasar setara dengan kenaikan harga kayu yang berpengaruh pada penentuan daur optimal. Biaya
pembangunan hutan juga akan berpengaruh pada penentuan daur optimal.
Bagaimana petani hutan rakyat menggunakan peubah-peubah tersebut dalam
membuat keputusan daur optimal akan dipelajari dalam penelitian ini. Model
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Faustmann yang bertujuan
untuk memaksimumkan Net Present Value (NPV) dengan memilih daur.

1.2

Tujuan

1. Mengetahui seberapa besar pengaruh harga kayu terhadap keputusan petani hutan rakyat dalam penentuan daur tanaman kehutanan.
2. Menguraikan faktor apa saja yang mempengaruhi petani hutan rakyat
dalam penentuan daur tanaman kehutanan.
3. Mengukur sejauhmana rasionalitas petani hutan rakyat dalam penentuan
daur jika harga kayu naik dan jika biaya pembangunan hutan naik.

2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

2.1.1

Hutan Rakyat

Definisi Hutan Rakyat
Menurut UUPK No.5 tahun 1967 secara umum hutan rakyat merupakan

hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Sedangkan menurut
Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, pembagian hutan berdasarkan kepemilikannya tetap dibagi kedalam hutan negara dan hutan rakyat,
hanya terdapat perbedaan istilah dari “hutan rakyat” menjadi “hutan hak”.
Tetapi pada prinsipnya pengertian “hutan hak” yang dimaksud sama seperti
Undang-Undang terdahulu dimana “hutan hak” adalah hutan yang dibebani
hak milik baik perseorangan maupun kelompok.
Definisi hutan rakyat menurut SK. Menteri Kehutanan Nomor. 49/Kpts11/1997 adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luasan minimal 0.25
ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis lainnya lebih
dari 50% dan atau pada tanaman tahunan pertama dengan tanaman sebanyak
500 tanaman tiap hektar. Sedangkan menurut Hardjanto (1990) hutan rakyat
merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Walaupun hutan
rakyat di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total wilayah hutan di
Indonesia, namun keberadaannya tetap penting karena selain fungsinya untuk
perlindungan tata air pada lahan-lahan masyarakat, juga berperan sebagai sumber penghasilan bagi pemiliknya, dari hasil penjualan kayu, buah-buahan, daun,
kulit kayu, biji dan sebagainya.
Balai Informasi Pertanian (1982) menyebutkan bahwa hutan rakyat mempunyai beberapa ciri khas sebagai berikut:
1. Tidak merupakan kawasan yang kompak, tetapi terpencar-pencar diantara
lahan-lahan pedesaan lainnya.
2. Bentuk usahanya tidak selalu murni berupa kayu-kayuan tetapi terpadu
atau dikombinasikan dengan berbagai tanaman seperti tanaman pertanian, tanaman perkebunan, rumput makanan ternak dan tanaman pangan.
Usaha seperti ini sering disebut juga sistem wana tani (Agroforestry).

4
3. Terdiri dari tanaman yang mudah cepat tumbuh, cepat memberikan hasil
bagi pemiliknya.
Sedangkan Lembaga Penelitian IPB (1983) membagi hutan rakyat menjadi
dua, yaitu :
1. Hutan rakyat tradisional, yaitu hutan rakyat yang saat sekarang telah ada
dan diusahakan oleh masyarakat sendiri tanpa campur tangan pemerintah.
2. Hutan rakyat inpres, yaitu hutan rakyat yang dikembangkan melalui Program Bantuan Penghijauan. Berdasarkan Inpres No.7 tahun 1989/1981
dan Inpres No.8 tahun 1980/1981.
Berdasarkan jenis tanaman, Balai Informasi Pertanian (1982), membagi
bentuk hutan rakyat menjadi tiga, yaitu :
1. Hutan rakyat murni, yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis
tanaman pokok berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen
atau monokultur.
2. Hutan rakyat campuran, yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai
jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.
3. Hutan rakyat Agroforestry, yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk
usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan dan lain-lain secara terpadu.
2.1.2

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
Menurut Lembaga Penelitian IPB (1990), kerangka dasar sistem penge-

lolaan hutan rakyat melibatkan beberapa sub sistem yang satu sama lainnya
cenderung berkaitan. Sub sistem itu terdiri dari sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil, dan sub sistem pemasaran hasil. Tujuan yang ingin
dicapai dari tiap-tiap subsistem adalah sebagai berikut:
1. Sub Sistem Produksi, adalah tercapainya keseimbangan produksi dalam
jumlah jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari
para pemilik lahan hutan rakyat.

5
2. Sub Sistem Pengolahan Hasil, adalah tercapainya kombinasi bentuk hasil
yang memberikan keuntungan terbesar bagi pemilik lahan hutan rakyat.
3. Sub Sistem Pemasaran Hasil, adalah tercapainya tingkat penjualan yang
optimal, dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat terjual
di pasaran.
Selanjutnya Lembaga Penelitian IPB (1990) menjelaskan bahwa pada dasarnya pengelolaan hutan rakyat merupakan upaya menyeluruh dari kegiatankegiatan merencanakan, membina, mengembangkan dan menilai serta mengawasi pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara
terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir dari pengelolaan hutan rakyat
ini adalah peningkatan peran kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan
pemilik/pengusahanya secara terus-menerus selama daur.
2.1.3

Peranan Hutan Rakyat
Menurut Djajapertjunda (1995) hutan rakyat berperan penting dan mem-

punyai manfaat-manfaat yang cukup meyakinkan, yaitu :
1. Hutan rakyat dapat merupakan sumber pendapatan masyarakat yang
berkesinambungan dan berbentuk tabungan.
2. Keberadaan hutan rakyat dapat membuka lapangan kerja yang cukup
berarti.
3. Produksi hutan rakyat yang berupa kayu dan non kayu dapat mendorong
di bangunnya industri rakyat yang akan mempunyai peranan penting dalam ekonomi nasional.
4. Hutan rakyat yang dibangun pada lahan-lahan kritis dapat berperan melindungi bahaya erosi, sedangkan hutan rakyat yang memiliki jenis tanaman
tertentu dapat meningkatkan kesuburan tanah.
5. Hutan rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pendapatan negara melalui berbagai pajak dan pungutan.
Departemen Kehutanan (1995), menegaskan bahwa tujuan pokok dari pengembangan hutan rakyat adalah :
1. Memenuhi kebutuhan kayu.

6
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Memperluas kesempatan kerja penduduk.
4. Salah satu upaya pengentasan kemiskinan.
Lembaga Penelitian IPB (1990) mengemukakan bahwa dengan semakin
berkembangnya hutan rakyat diharapkan disamping akan menjaga tanah-tanah
kritis dari ancaman erosi juga akan meningkatkan perkembangan ekonomi suatu
daerah. Dari segi ekonomi, selain sebagai komoditi perdagangan untuk bahan
bangunan dan kayu bakar, juga sebagai tabungan untuk keperluan yang sifatnya
besar bagi petani kayu rakyat.

2.2

Karbon

Umumnya karbon menyusun 45-50% bahan kering dari tanaman (Brown,
1997). Sejak level karbon dioksida meningkat secara global di atmosfer dan
diketahui sebagai salah satu faktor penyebab kerusakan lingkungan, banyak
ekolog tertarik untuk menghitung jumlah karbon yang tersimpan di hutan. Hutan tropika mengandung biomassa dalam jumlah yang besar, dan oleh karena
itu hutan tropika dapat menyediakan simpanan penting karbon. Selain itu karbon tersimpan dalam material yang sudah mati dalam serasah, batang pohon
yang jatuh ke permukaan tanah, dan sebagai material sukar lapuk di dalam
tanah (Whitmore, 1985). Karbon dioksida (CO2 ) merupakan salah satu gas
rumah kaca dan karena berfungsi sebagai perangkap panas di atmosfer, menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Konsentrasi CO2 di
atmosfer meningkat dramatik sejak dimulainya revolusi industri, dimana berdasarkan pengukuran di Mauna Loa, CO2 di atmosfer meningkat sekitar 31% dari
288 ppm pada masa pra-revolusi industri menjadi 378 ppm pada tahun 2004
(Keeling dan Whorf, 2004). Penyebab utamanya adalah pembakaran batu bara
dan minyak bumi, dan diikuti dengan deforestasi yang akhir-akhir ini semakin
meningkat.
Untuk meminimumkan dampak dari perubahan iklim ini, diperlukan upaya menstabilkan konsentrasi CO2 di atmosfer dan konvensi kerangka kerja PBB
tentang perubahan iklim (UNFCCC), melalui Protokol Kyoto mewajibkan negaranegara industri untuk menurunkan emisinya sebesar 5% dari level tahun 1990.

7
Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang
tersimpan dalam biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan
pokok dari produktivitas hutan. Produktivitas hutan merupakan gambaran
kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfir melalui aktivitas
fisiologinya. Pengukuran produktivitas hutan dalam kontek studi ini relevan
dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting
dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur
tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan.

2.3

Daur

Daur adalah periode waktu yang diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan tegakan sampai masak tebang dalam kondisi tertentu (Davis, 1966).
Menurut Hardjosoediro (1973), daur adalah jangka waktu antara penanaman
berikutnya di tempat yang sama, yang ditentukan oleh jenis, hasil yang diinginkan, nilai tanah dan bunga usaha yang tersedia.
Osmaton (1968) menerangkan bahwa daur merupakan suatu faktor pengatur dalam pengusahaan hutan seumur. Daur akan dipakai pada waktu membuat
rancangan perusahaan tersebut, dan akan terdapat perbedaan yang besar dalam
penataan hutan apabila tegakan ditebang pada batas bawah dari umur tebang
atau dibiarkan tumbuh sampai tegakan berada di atas miskin riap. Lama daur
tidak selalu sama dengan tahun sebenarnya tegakan harus ditebang, karena
keadaan silvikultur dan atau pertimbangan lain dapat menyebabkan tegakan
harus ditebang lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang telah ditentukan.
Dari segi pasar, daur ditentukan oleh hasil tegakan, tipe tegakan, tempat
tumbuh, dan jenis tanaman. Dengan demikian, daur dari jenis yang sama
sedikit banyak dipengaruhi oleh tempat tumbuh (Chapman, 1931).
Hiley (1956) menyatakan bahwa ada beberapa macam daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan sifat tegakan sesuai dengan tujuan pengelolaan hutan
yang bersangkutan, yaitu :
1. Daur silvikultur, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan saat
tegakan dapat tumbuh mempertahankan kualitasnya atau mengadakan
permudaan dan reproduksi.

8
2. Daur teknis, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan dimana
tegakan telah mencapai ukuran yang telah ditetapkan untuk keperluan
produk yang akan dihasilkan.
3. Daur pendapatan tertinggi (daur produksi maksimal), yaitu daur yang
ditetapkan berdasarkan keadaan dimana tegakan dapat menghasilkan pendapatan atau volume tertinggi per satuan luas per tahun tanpa memperhitungkan jumlah modal untuk mendapatkannya.
4. Daur finansial, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan dimana
tegakan dapat menghasilkan keuntungan atau nilai finansial terbesar.
Menurut Osmaton (1968), faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya daur
adalah:
1. Tingkat kecepatan pertumbuhan tegakan, yang tergantung pada jenis pohon, lokasi tempat tumbuh serta intensitas penjarangan.
2. Karakteristik jenis, dimana harus diperhatikan umur maksimal secara
alami, umur menghasilkan benih, umur kecepatan tumbuh terbaik dan
umur kualitas kayu tebaik.
3. Pertimbangan ekonomi, dimana harus memperhatikan ukuran yang dapat
dipasarkan dan harga terbaik yang dapat diperoleh.
4. Respon tanah terhadap penggunaan pembukaan lahan yang berulangulang, hal ini erat hubungannya dengan batuan induk dan pelapukan
tanah.

2.4

Model Faustmann

Model didefinisikan sebagai abstraksi dari keadaan sebenarnya atau penyederhanaan realita sistem kompleks dimana hanya ada faktor-faktor dominan
atau komponen yang relevan dari masalah yang dianalisis diikutserakan yang
menunjukkan hubungan langsung atau tidak langsung dalam pengertian sebab
akibat (Mulyono, 1991). Pendekatan tradisional terhadap daur optimal hutan
tanaman adalah model Faustmann yang disampaikan pada tahun 1849. Model Faustmann ini yang dianggap sebagai model yang paling tepat, sedangkan

9
model lain yang dikembangkan baik oleh rimbawan maupun ekonom umumnya kurang tepat dalam memformulasikan masalah (Samuelson 1976). Model
Faustmann ini baru dikenali orang sangat lama setelah kemunculannya (Brazee
2001).
Inti dari model Faustmann adalah sebagai berikut, sebidang tanah ditanami dengan hutan secara berulang-ulang untuk waktu yang tidak terbatas.
Tegakan yang telah mencapai daur ditebang dan langsung dilakukan penanaman kembali. Demikian proses ini dilakukan berulang-ulang hinga waktu yang
tidak terbatas. Misalnya pertumbuhan suatu tegakan mengikuti fungsi V(t),
dimana t adalah umur tegakan. Selanjutnya, misalnya daurnya adalah T, maka
pada saat daur tercapai volume tegakan adalah V(T). Dengan harga jual sebesar p per satuan volume dan biaya pembangunan tegakan adalah c, maka net
present value dari tegakan putaran pertama ini adalah e−rT pV(T )- c. Dimana
r adalah tingkat suku bunga. Bila proses ini dilakukan secara berulang-ulang
secara tidak terbatas, maka nilai tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPV =


X

(pV (T )e−rT − c)e−riT

(2-1)

i=0

Dengan menggunakan teori deret geometrik tidak berhingga, persamaan
diatas dapat ditulis kembali sebagai:
NPV =

pV (T )e−rT − c
1 − e−rT

(2-2)

Rotasi optimal adalah nilai T yang memaksimumkan persamaan (2-1)
atau (2-2) tersebut. Daur optimal dari model Faustmann ini umumnya berbeda dengan daur optimal yang ditentukan dari pendekatan murni biologis yang
menyamakan Mean Annual Increment (MAI) dengan Current Annual Increment (CAI). Pendekatan MAI=CAI hanya memaksimumkan biomassa, bukan
memaksimumkan manfaat. Solusi terhadap persamaan (2-1) atau (2-2) adalah:
"

pV (T )e−rT − c
pV ′ (T ) = rpV (T ) + r
1 − e−rT

#

(2-3)

Kaidah ini memberi panduan bahwa penebangan harus terjadi pada saat
nilai dari membiarkan tegakan tumbuh satu tahun lebih panjang pV ′ (T ), sama
dengan jumlah dari biaya bunga pada panen pertama, rpV (T ), dan nilai tanah
hutan dalam keadaan kosong, r[pV (T )e−rT − c]/[1 − e−rT ]. Model Faustmann
sering dijadikan sebagai dasar untuk mengembangkan model yang lebih rumit

10
dengan memasukkan argumen baru dalam fungsi tujuan (Tahvonen 1999; Vukina, Hilmer dan Lueck 2000; Appels 2001)

2.5

Biaya

Menurut Lembaga Penelitian Ekonomi Kehutanan (1964), biaya didefinisikan sebagai semua pengorbanan tenaga dan material selama satu periode
dalam suatu perusahaan.
Menurut Juta (1954), secara garis besar, biaya dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu:
1. Biaya tetap, yaitu biaya yang sebenarnya secara keseluruhan jumlahnya
tetap, sedangkan penambahan hanya terjadi dalam biaya-biaya satuan
sesuai dengan perubahan volume produksi.
2. Biaya tidak tetap, yaitu biaya yang jumlah keseluruhannya dapat berubah
sesuai dengan perubahan volume produksi.
3. Biaya campuran, yaitu biaya-biaya yang merupakan kombinasi dari biaya
tetap dan biaya tidak tetap.

3
3.1

METODOLOGI
Kerangka Pemikiran

Seperti kita ketahui, hutan berfungsi sebagai penyimpan karbon. Hutan
mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi
organik dalam biomassa tanaman, sehingga hutan hanya mampu menyimpan
karbon untuk waktu yang terbatas (stock). Ketika terjadi penebangan hutan,
kebakaran atau perubahan tataguna lahan, karbon tersebut akan dilepaskan
kembali ke atmosfer (Rusmantoro, 2003). Hal ini berarti bahwa jasa hutan
dalam menyimpan karbon dinilai hanya pada saat tanaman kehutanan tumbuh
dan berkembang (sebelum masak tebang).
Menyadari keadaan diatas, jasa hutan terhadap lingkungan khususnya sebagai penyimpan karbon, erat kaitannya dengan tegakan sisa pada suatu daur
yang secara tidak langsung akan mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan daur tanaman kehutanan. Bagaimana daur optimal hutan tanaman
ditentukan jika jasa penyimpanan karbon mempunyai harga.
Secara teori, dalam kaitannya dengan penentuan daur optimal, diperkenalkan suatu Model Faustmann untuk menduga hubungan antara biaya pembangunan hutan dan harga kayu dengan daur optimal. Adanya pembayaran terhadap jasa hutan dalam kemampuannya menyimpan karbon dapat dipandang
sebagai meningkatnya harga kayu. Untuk menguji apakah Model Faustmann
ini berlaku di tingkat petani hutan, dalam penelitian ini akan dilakukan survey
terhadap petani hutan rakyat bagaimana mereka menentukan daur optimal.

3.2

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Desa Cidadap Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dalam bulan Mei
2006.

12

3.3

Alat dan Sasaran

Sasaran dari penelitian ini adalah para petani yang memiliki hutan rakyat
di daerah Sukabumi. Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini diantaranya
kuisioner, alat tulis, kalkulator, kamera, dan komputer.

3.4
3.4.1

Jenis Data

Data Primer
Data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari petani hutan

rakyat, adapun jenis data yang diperlukan adalah:
1. Data umum karakteristik rumah tangga
• nama
• umur
• pendidikan formal
• jumlah anggota keluarga
• mata pencaharian utama
2. Pendapatan rumah tangga
• Pendapatan dari sektor kehutanan
3. Data Sosial ekonomi rumah tangga
• Luas pemilikan hutan rakyat
4. Data usaha tani
• jenis tanaman
• komposisi jenis
• jarak tanam
• waktu pemanenan
• tahun tanam
• profil pola tanam
5. Gangguan yang dialami oleh para petani

13
• Kerusakan akibat penjarahan
• Kerusakan yang diakibatkan oleh hama
• Kerusakan yang diakibatkan oleh penyakit
6. Daur yang akan ditentukan bila harga kayu terus naik:
• memilih untuk memperpanjang daur
• memilih daur yang tetap
• memilih untuk memperpendek daur
7. Daur yang akan dipilih bila biaya pembangunan hutan semakin naik:
• memilih untuk memperpanjang daur
• memilih daur yang tetap
• memilih untuk memperpendek daur
8. Biaya yang dikeluarkan untuk usaha tani
9. Motivasi/alasan petani atas ketertarikan/ketidaktertarikan untuk mengelola hutan rakyat.
3.4.2

Data Penunjang
Data penunjang merupakan data yang diperlukan untuk mendukung kegi-

atan penelitian yang diperoleh dari instansi yang terkait seperti kantor desa dan
Dinas Kabupaten Sukabumi. Pada umumnya data sekunder ini berupa:
1. Keadaan umum lokasi penelitian (Keadaan fisik lingkungan dan keadaan
sosial ekonomi masyarakat serta sarana prasarana).
2. Keadaan penduduk (jumlah, umur, jenis kelamin, mata pencaharian dan
pendidikan).
3. Keadaan lahan (jenis tanah, topografi, kelerengan lahan dan luas lahan
berdasarkan penggunannya).

14

3.5

Metode Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data primer dalam memilih responden dilakukan dengan metode sampling secara random (acak). Kemudian dilakukan teknik observasi, yaitu data dikumpulkan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, dan teknik
wawancara yaitu data dikumpulkan dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap petani responden dengan menggunakan daftar
kuisioner.
2. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Data akan disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasarkan tabulasi kemudian dianalisis.

3.6

Hipotesa

Hipotesa pada penelitian ini didapat dari turunan Model Faustmann, model ini mampu memaksimumkan Net Present Value (NPV) dengan menentukan
daur. Dimana daur ini dilambangkan dengan (t), harga jual (p) , dan biaya
pembangunan hutan (c), sehingga didapat hipotesa yang hendak dibuktikan
dalam penelitian ini antara lain :
1. Apabila harga kayu lebih tinggi, maka petani hutan rakyat akan mengambil keputusan untuk memperpendek daur tanaman kehutanan
2. Apabila biaya pembangunan hutan lebih tinggi, maka petani hutan rakyat akan mengambil keputusan untuk memperpanjang daur tanaman kehutanan.

4

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1

Keadaan Fisik Wilayah

Desa Cidadap yang menjadi lokasi penelitian merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa
Barat. Desa ini terletak 2 km dari ibu kota Kecamatan Simpenan, 6 km dari ibu
kota Kabupaten Sukabuni (Palabuhanratu) dan 146 km dari ibu kota propinsi (Bandung). Batas wilayah Desa Simpenan di sebelah utara adalah Desa
Cimandiri, sebelah timur dibatasi Desa Cibuntu, sebelah selatan dengan Desa
Loji dan sebelah barat berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Luas keseluruhan Desa Simpenan adalah 1.547,665 ha, terletak pada ketinggian
20-100 m dari permukaan laut.
Topografi wilayah Desa Cidadap 50% datar, 20% bergelombang dan 30%
bergunung. Kurang lebih 619,066 ha berupa dataran dan 928,599 ha berupa
perbukitan/ pegunungan, dengan jenis tanah latosol. Berdasarkan penggolongan tipe musim menurut Oldeman, Desa Simpenan termasuk ke dalam tipe C3
dengan 6 bulan kering dan 6 bulan basah, dengan curah hujan ratarata pertahun 15002000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata adalah 37 hari, dengan
suhu rata-rata 20 - 250 C/ hari.
Kesuburan tanah di Desa Cidadap terdiri dari empat tipe, yakni kesuburan tanah yang sangat subur seluas 297,80 ha, subur 446,70 ha, sedang 295,60
ha, dan tidak subur/kritis seluas 507,565 ha. Untuk kedalaman solum tanah di
Desa Cidadap, lebih dari 200 cm seluas 290,80 ha, antara 100-200 cm 453,70
ha, antara 50-99 cm 295,60 ha, dan kedalaman solum kurang dari 50 cm seluas
507,565 ha.
Untuk tingkat erosi di Desa Cidadap terdiri dari 4 kategori, yaitu tidak
ada erosi, erosi ringan, erosi sedang, dan erosi berat. Adapun rinciannya adalah
sebagai berikut: tidak ada erosi 200 ha, erosi ringan 545 ha, erosi sedang 295,6
ha dan erosi berat seluas 5980,065 ha.
Tata guna lahan di Desa Cidadap didominasi oleh tanah ladang/tegalan,
dan sisanya terdiri dari pertanian (sawah) setengah teknis seluas 115 ha, pertanian tadah hujan 130 ha, perkebunan rakyat seluas 81 ha, hutan rakyat seluas
500 ha, serta adanya hutan milik negara.

16

4.2

Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk

Jumlah penduduk Desa Cidadap berdasarkan Monografi Wilayah Kerja Penyuluhan Dinas Kehutanan Sukabumi Tahun 2006, adalalah sebanyak
14.357 orang, mencakup 3.329 kepala keluarga, terdiri dari 7.373 (51.37%)
laki-laki dan 6.981 (48.63%) perempuan. Untuk jumlah penduduk berdasarkan
usia dikelompokkan menjadi empat kelompok terdiri dari kelompok pendidikan,
kelompok angkatan kerja produktif, kelompok angkatan kerja kurang produktif, dan kelompok angkatan kerja tidak produktif. Dengan rincian ditampilkan
pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Kelompok penduduk Desa Cidadap
berdasarkan usia
No
1

2

3

4

Kelompok
Pendidikan

Kisaran Usia
0-4
5 -9
10 - 14
15 - 19
20 - 24
Angkatan Kerja
20 - 24
Produktif
25 - 29
30 - 34
35 - 35
40 - 44
Angkatan Kerja
45 - 49
Kurang Produktif
50 - 54
55 - 59
60 - 64
Angkatan Kerja
60 - 64
Tidak Produktif
65 - 69
70 ke atas

L
673
774
691
708
680
680
710
480
442
700
353
285
217
260
260
392
300

P Jumlah
671
1345
727
1501
674
1368
681
1389
680
1360
680
1360
705
1415
474
954
420
862
529
1229
370
723
276
561
204
421
351
611
351
611
337
729
200
500

Mata pencaharian penduduk Desa Cidadap bervariasi, antara lain sebagai
petani 6573 orang, Pegawai Negeri Sipil (PNS) 64 orang, ABRI 5 orang, swasta
41 orang, pensiunan 31 orang, dagang/wiraswasta 114 orang, tukang/pengrajin
19 orang, nelayan 217 orang dan jasa lainnya 5578 orang.

17

4.3

Sarana dan Prasarana

Beberapa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Desa Cidadap antara
lain adalah prasarana perhubungan berupa jalan aspal sepanjang 7 km, jalan
batu 2 km, dan jalan tanah 1 km. Untuk sarana pendidikan, terdapat satu buah
Taman Kanak–Kanak (TK), 11 Sekolah Dasar (SD), dua buah SLTP, dan dua
buah SLTA. Sarana ibadah yang dimiliki Desa Cidadap ialah 38 mesjid dan
empat buah mushola. Desa Cidadap memiliki satu buah jembatan dan satu
buah terminal.

5
5.1
5.1.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Hutan Rakyat Desa Cidadap
Aspek Sosial

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 50 orang responden petani hutan rakyat di Desa Cidadap Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Desa Cidadap pada umumnya dilakukan oleh petani berusia 40-60 tahun (58%), dimana usia ini merupakan
kelompok kerja kurang produktif (Monografi Wilayah Kerja Penyuluhan Kehutanan Dinas Kehutanan Sukabumi, 2006). Sementara itu, kelompok kerja
yang tergolong produktif dengan usia 20-40 tahun yang mengelola hutan rakyat
hanya sekitar 14%. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini kepedulian generasi
muda untuk mengelola dan melestarikan hutan semakin berkurang. Mereka
lebih memilih mencari pekerjaan ke kota yang menurut mereka lebih menguntungkan, seperti menjadi buruh pabrik, teknisi atau montir, tukang ojek, dan
lain sebagainya. Keterbatasan tenaga kerja yang tidak memadai menyebabkan
sebagian besar hutan rakyat di Desa Cidadap dibiarkan tumbuh sendiri tanpa
pemeliharaan yang intensif.
Pada umumnya, tingkat pendidikan petani hutan rakyat masih tergolong
rendah. Dari lima puluh responden yang diwawancara, 39 responden (78%)
merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Rakyat (SR) dan sisanya
(22%) merupakan lulusan SLTP dan SLTA. Meskipun tingkat pendidikan formal
petani hutan rakyat di Desa Cidadap masih rendah, namun secara garis besar
dapat dikatakan bahwa mereka telah memiliki kemampuan dan pengetahuan
yang cukup dalam membangun hutan. Kemampuan mereka itu muncul dari
pengalaman sehari-hari mereka dalam mengelola hutan, ajaran nenek moyang,
dan penyuluhan yang diberikan oleh PKL dari Dinas Kehutanan setempat.
Berdasarkan hasil wawancara, pemikiran petani hutan rakyat di desa Cidadap dalam mengelola hutan tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, namun sebagian besar dari mereka dalam mengelola hutan rakyat bertujuan
untuk tetap melestarikan fungsi hutan, antara lain sebagai penahan longsor,
pencegah banjir, sumber mata air, dan lain-lain.
Pemilikan luas hutan rakyat berkisar antara 0.1-4.0 ha dengan status milik
sendiri sebagai status kepemilikan lahan tertinggi. Responden yang memiliki

19
lahan kurang dari 2 ha sebanyak 32 orang (64%), responden yang memiliki
luas lahan hutan antara 2-4 ha sebanyak 14 orang (28%), dan responden yang
memiliki luas lahan hutan lebih dari 4 ha sebanyak 4 orang (8%).
Terdapat dua bentuk pengusahaan hutan rakyat di Desa Cidadap, yakni
hutan rakyat murni dan hutan rakyat dengan sistem Agroforestry tumpangsari.
Persentase pengusahaan hutan rakyat murni dan hutan rakyat dengan sistem
Agroforestry seimbang, yakni masing-masing 50%. Pengusahaan hutan rakyat
murni dilakukan petani terhadap lahan-lahan yang dipandang kurang subur dan
sebelumnya merupakan lahan kosong, serta merupakan lahan yang sulit untuk
dijangkau. Sedangkan pada lahan yang lebih subur dilakukan pengusahaan hutan rakyat dengan sistem Agroforestry. Tanaman yang biasa ditanam dalam
sistem Agroforestry adalah tanaman jagung, singkong, ubi, kacang tanah, kedelai, dan pisang. Tanaman pertanian tersebut dipilih karena mudah tumbuh
serta tidak terlalu banyak menuntut perawatan, dan mudah dalam pemasarannya. Pada umumnya, alasan petani dalam menerapkan sistem tumpangsari
adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, dengan menjual atau
mengkonsumsi sendiri hasil dari tanaman pertanian mereka.
Jumlah tanggungan keluarga pada umumnya berkisar 1-6 orang (82%),
dan sisanya lebih dari 6 orang (18%). Jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi keputusan petani hutan rakyat dalam pemilihan usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, baik dalam hal pengusahaan hutan rakyat dalam
hal ini memilih pengusahaan hutan rakyat murni atau hutan rakyat dengan
menggunakan sistem Agroforestry, ataupun pengambilan keputusan dalam menentukan daur.
Pendapatan dari sektor kehutanan bervariasi bagi setiap petani hutan rakyat. Mulai dari pendapatan kurang dari lima juta sampai ada yang lebih dari
20 juta. Pendapatan ini berasal dari hasil penjualan kayu yang dilakukan oleh
para petani kepada tengkulak kayu. Biasanya, pendapatan dari hasil penjualan
kayu sudah dikurangi biaya pemanenan oleh tengkulak kayu. Semakin sulit keberadaan hutan untuk dijangkau, maka semakin tinggi pula biaya pemanenan
yang dikeluarkan.
Data kondisi hutan rakyat di Desa Cidadap Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung terhadap 50
petani hutan rakyat dan pengamatan langsung ke lapangan. Dalam penelitian
ini, teknik pengumpulan data primer dalam memilih respoden dilakukan dengan
metode sampling secara random (acak). Teknik wawancara dilakukan dengan

20
melakukan tanya jawab secara langsung terhadap responden (petani) dengan
menggunakan daftar kuisioner.
5.1.2

Aspek Fisik

5.1.2.1 Sistem Silvikultur.
Dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Cidadap ini sebenarnya tidak
dikenal sistem silvikultur tertentu, mereka mengelola hutannya secara sederhana. Namun dengan melihat kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan hutan yang
mereka lakukan, sistem silvikultur pengelolaan hutan rakyat di Desa ini dapat
dikategorikan ke dalam sistem Tebang Pilih dengan Permudaan Alam (TPPA)
(Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Tunas digunakan petani hutan rakyat di Cidadap
sebagai sistem permudaan alam.
Petani hutan rakyat hanya akan menebang tanaman di lahan hutannya
bila tanaman benar-benar telah siap tebang atau bila benar-benar ada kebutuhan yang mendesak saja. Setelah menebang pohon, biasanya mereka tidak
lagi menanami areal bekas tebangan, namun cukup mengandalkan permudaan
alam (tunas) yang jumlahnya memang cukup berlimpah, sehingga tidak perlu
lagi menyediakan bibit tanaman.

21

5.1.2.2 Teknik Silvikultur.
Beberapa teknik silvikultur yang dilakukan petani dalam mengelola hutan miliknya dimulai dengan pengadaan benih, pembuatan persemaian (Gambar 5.2), penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Pengadaan benih dilaksanakan pada masa awal penanaman hutan rakyat. Benih tanaman tersebut
berupa biji maupun semai tanaman. Para petani di Desa Cidadap memilih
jenis jati dan sengon untuk menanami lahannya, karena jenis ini mudah perawatannya dan merupakan kayu yang menjadi primadona masyarakat (laku di
pasar dengan harga tinggi).

Gambar 5.2 Persemaian yang dimiliki sala