Metode cepat kuantifikasi kuinina dalam sediaan farmasi dan kulit kina secara spektrofotometri derivatif ultraviolet

METODE CEPAT KUANTIFIKASI KUININA DALAM
SEDIAAN FARMASI DAN KULIT KINA SECARA
SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF ULTRAVIOLET

EGUN DARYADI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
EGUN DARYADI, Metode Cepat Kuantifikasi Kuinina dalam Sediaan Farmasi dan Kulit
Kina secara Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet. Dibimbing oleh ELLY
SURADIKUSUMAH dan IRMANIDA BATUBARA.
Kuinina adalah alkaloid yang diekstraksi dari kulit kina (Cinchona succirubra)
dan banyak digunakan untuk terapi malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum yang resisten. Metode cepat dan dapat dipercaya dibutuhkan untuk penentuan
kuinina baik dalam bentuk sediaan farmasi (obat) ataupun dalam kulit kina. Penentuan
kuinina dengan metode spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) dikembangkan dan

hasilnya dibandingkan dengan metode acuan, yaitu metode kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT). Penentuan kadar kuinina dengan metode SDUV dilakukan dengan
mengukur amplitudo puncak dari garis nol (Dz) pada panjang gelombang 245.2 nm untuk
obat dan pada 248.4 nm untuk kulit kina. Kadar kuinina yang didapatkan dengan metode
ini adalah 174.32±14.79 mg/tablet untuk obat dan 1.87±0.06% untuk kulit kina. Kadar
kuinina pada obat dan kulit kina yang dianalisis dengan metode KCKT berturut-turut
memberikan hasil 167.00±11.41 mg/tablet dan 3.17±0.61%. Uji statistika dengan
menggunakan uji t-Student dan uji F pada selang kepercayaan 95% memberikan hasil
bahwa untuk obat kedua metode tidak berbeda nyata, sedangkan untuk kulit kina berbeda
nyata. Uji linearitas untuk kedua contoh memberikan koefisien korelasi sebesar 0.9999
pada selang konsentrasi 2-10 ppm, simpangan baku relatif untuk obat adalah 6.13%,
sedangkan untuk kulit kina sebesar 4.68%, nilai perolehan kembali untuk obat 97.91%111.37%, sedangkan untuk kulit kina -64.80%-30.77%, limit deteksi untuk obat dan kulit
kina berturut-turut adalah 0.1261 ppm dan 0.3543 ppm, sedangkan limit kuantitasinya
adalah 0.3823 ppm untuk obat dan 1.0736 ppm untuk kulit kina. Metode SDUV dapat
digunakan untuk penentuan kuinina dalam obat, tetapi tidak untuk penentuan kuinina
dalam kulit kina tanpa pemisahan terlebih dahulu. Selain itu, metode SDUV merupakan
metode yang lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat, dibandingkan metode KCKT.

ABSTRACT
EGUN DARYADI, A Rapid Method for Quantification of Quinine in Pharmaceutical

Dosage Form and Cinchona Bark Using Ultraviolet Derivative Spectrophotometry.
Supervised by ELLY SURADIKUSUMAH and IRMANIDA BATUBARA.
Quinine is an alkaloid which extracted from the bark of the cinchona tree
(Cinchona succirubra) and widely used for malaria theraphy caused by resistant
Plasmodium falciparum. A fast and reliable method for the determination of quinine in
pharmaceutical dosage form and cinchona bark was highly desirable. Determination of
quinine by ultraviolet derivative spectrophotometry method (UVDS) was developed and
the results was compared with high performance liquid chromatography (HPLC) as
reference method. Determination of quinine by UVDS method is based on the
measurement of the peak and baseline amplitude (Dz) at 245.2 nm for pharmaceutical
dosage form (PDF) and 248.4 nm for cinchona bark. Contents of quinine by UVDS
method on PDF and cinchona bark were 174.32±14.79 mg/tablet and 1.87±0.06%,
respectively. Contents of quinine by HPLC method on PDF and cinchona bark were
167.00±11.41 mg/tablet and 3.17±0.61%, respectively. Statistical test using t-Student and
F-test at 95% confidence level showed no significant difference between the two methods
for PDF, but for cinchona bark the tests results were significantly different. The linearity
test for both samples presented a correlation coefficient (r) of 0.9999 in the range
concentration 2-10 ppm, relative standard deviation was 6.13% for PDF and 4.68% for
cinchona bark, recovery was 97.91%-111.37% for PDF and -64.80%-30.77% for
cinchona bark, the limit of detection on PDF and cinchona bark 0.1261 ppm and 0.3543

ppm respectively, and the limit of quantification 0.3823 ppm for PDF and 1.0736 ppm
for cinchona bark. Ultraviolet derivative spectrophotometry method can be used for
quantification of quinine on PDF, but can not be used on cinchona bark without
separation before. In otherwise, UVDS method is more easier, cheaper, and faster if
compared with HPLC method.

METODE CEPAT KUANTIFIKASI KUININA DALAM
SEDIAAN FARMASI DAN KULIT KINA SECARA
SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF ULTRAVIOLET

EGUN DARYADI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2006

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Metode Cepat Kuantifikasi Kuinina dalam Sediaan Farmasi dan Kulit
Kina secara Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet
: Egun Daryadi
: G44201034

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Ir. Elly Suradikusumah, MS
NIP 130350043


Irmanida Batubara, S.Si, M.Si
NIP 132312528

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP 131473999

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah yang berjudul Metode
Cepat Kuantifikasi Kuinina dalam Sediaan Farmasi dan Kulit Kina secara
Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet ini disusun berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh penulis di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, dan Pusat
Studi Biofarmaka, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Elly Suradikusumah, MS dan Irmanida
Batubara, S.Si, M.Si selaku pembimbing atas arahan dan saran selama penelitian dan
penulisan skripsi ini, Hibah Penelitian A2 dari Program Hibah Kompetisi A2 Departemen
Kimia, Institut Pertanian Bogor atas dana yang telah diberikan, Pusat Studi Biofarmaka
atas fasilitas yang diberikan, dan Mohamad Rafi, S.Si atas arahan dan dorongan semangat
yang telah diberikan. Terima kasih disampaikan pula kepada kedua orang tua atas kasih
sayang yang telah diberikan, adikku eneng, Palaskari 17 (Perhimpunan Alumni Asrama
Sukasari 17) atas bantuan dana selama penulis kuliah, Mas Heri, Kang Atep, Jaim, Om
Eman, dan semua staf di Laboratorium Kimia Analitik.
Terima kasih juga disampaikan kepada Tim Derivatif (Opie, Woro, Wiji, Ira, dan
Nersi), penghuni Asrama IPB Sukasari, Eka, sahabat D-Complex, dan teman-teman
Kimia 38 atas dorongan semangat yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2006

Egun Daryadi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 22 April 1984 dari ayah Dedi

Marmoyo dan Ibu Ade Maryati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cisaat dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis
memilih masuk Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Kimia Analitik I dan II pada tahun ajaran 2004/ 2005, dan Kimia Lingkungan
untuk program studi D3 Analisis Kimia pada tahun ajaran yang sama. Pada bulan Juni
2004 penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PT Pupuk Kujang dan menulis Laporan
Ilmiah dengan judul Analisis Larutan Benfield sebagai Penyerap CO2 di Pabrik Ammonia
PT Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.......................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................

x


PENDAHULUAN .........................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................
Sediaan Farmasi...................................................................................................
Kina .....................................................................................................................
Kuinina ................................................................................................................
Spektrofotometri .................................................................................................
Spektrofotometri Derivatif UV............................................................................
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .......................................................................
Validasi Metode Analisis.....................................................................................

1
1
2
2
2
3

4
4

BAHAN DAN METODE ..............................................................................................
Bahan dan Alat ....................................................................................................
Metode Penelitian ................................................................................................

5
5
5

HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................... 6
Spektrum Absorpsi Standar dan Contoh.............................................................. 6
Pencarian Kondisi Optimum................................................................................ 7
Pengukuran dengan Metode SDUV..................................................................... 9
Pengukuran dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)........... 10
Perbandingan antara Metode SDUV dan Metode KCKT.................................... 10
Validasi Metode................................................................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN........................................................................................... 12
Simpulan.............................................................................................................. 12

Saran .................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 12
LAMPIRAN................................................................................................................... 14

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Kulit kina (C. Succirubra) ........................................................................................

2

2 Struktur kuinina ........................................................................................................

2

3 Spektrum derivatif ....................................................................................................

4

4 Spektrum serapan standar kuinina (hitam) dan contoh obat (biru)...........................


7

5 Spektrum serapan standar kuinina (hitam) dan contoh kulit kina (biru)...................

7

6 Spektrum serapan standar kuinina dengan berbagai tingkat kecepatan penyapuan
pada turunan ke-0 .....................................................................................................

7

7 Spektrum serapan standar kuinina dengan berbagai tingkat kecepatan penyapuan
pada turunan ke-1......................................................................................................

7

8 Spektrum serapan standar kuinina ( ) dan obat ( ) pada turunan ke-0 (a) dan
ke-1 (b)......................................................................................................................

8

9 Spektrum serapan standar kuinina ( )dan kulit kina ( ) pada turunan ke-0 (a),
ke-1 (b), dan ke-2 (c) ................................................................................................

8

10 Kurva standar untuk analisis contoh obat pada panjang gelombang 245.2 nm ........

9

11 Kurva standar untuk analisis contoh kulit kina pada panjang gelombang 248.4 nm

9

12 Kurva standar dengan metode KCKT (detektor UV =280 nm) ............................. 10
13 Kurva standar kuinina untuk obat pada penentuan linearitas ................................... 11
14 Kurva standar kuinina untuk kulit kina pada penentuan linearitas ........................... 11

DAFTAR TABEL
Halaman

1 Kondisi optimum metode SDUV..............................................................................

9

2 Waktu retensi dan luas puncak pada analisis KCKT ................................................ 10
3 Hasil uji t-Student dan uji F ..................................................................................... 10
4 Kadar kuinina dalam contoh pada penentuan %SBR ............................................... 11
5 Data perolehan kembali pada penentuan akurasi...................................................... 12

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1 Diagram alir penelitian ............................................................................................. 15
2 Amplitudo standar pada analisis kuinina dengan metode SDUV ............................. 16
3 Penentuan kadar kuinina dengan metode SDUV...................................................... 18
4 Kromatogram standar kuinina konsentrasi a. 10 ppm; b. 20 ppm; c. 30 ppm .......... 19
5 Kromatogram obat Quinine Tablet Salut ® pada konsentrasi 24 ppm
a. ulangan 1; b. ulangan 2; c. ulangan 3.................................................................... 20
6 Kromatogram contoh kulit kina pada konsentrasi 12 ppm
a. ulangan 1; b. ulangan 2; c. ulangan 3.................................................................... 21
7 Penentuan kadar kuinina dengan metode KCKT...................................................... 22
8 Penentuan uji t-Student dan uji F ............................................................................. 23
9 Penentuan simpangan baku relatif ............................................................................ 25
10 Penentuan linearitas .................................................................................................. 26
11 Penentuan akurasi ..................................................................................................... 27
12 Penentuan limit detaksi (LoD) dan limit kuantitasi (LoQ) ....................................... 28

PENDAHULUAN
Penemuan obat-obat baru terus berkembang sehingga komponen aktif dari obat-obat
itu perlu diketahui kadarnya agar kualitas,
keamanan, dan khasiat dari suatu obat atau
sediaan farmasi terjamin. Secara tradisional
penentuan komponen kimia dalam sediaan
farmasi dilakukan dengan cara “kimia basah”
atau wet chemistry yang akan memakan
banyak waktu, tenaga, dan bahan kimia. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu metode analisis
baru yang lebih cepat, mudah, dan lebih
murah.
Saat ini telah banyak dikembangkan
metode-metode analisis yang cepat, mudah,
dan murah dari kombinasi teknik spektroskopi
seperti spektroskopi UV (analisis basah)
dengan metode kemometrik (analisis kering/
data kimia). Teknik gabungan ini telah banyak
digunakan untuk analisis, karakterisasi, dan
kontrol kualitas dalam bidang pertanian,
farmasi, dan biomedis (Wang & Asgharnejad
2000; Kazemipour et al. 2002). Salah satu
teknik yang berkembang ialah spektrofotometri derivatif.
Teknik spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) menawarkan beberapa
keuntungan dibandingkan dengan spektrofotometri UV konvensional seperti dapat memilih
puncak yang tajam di antara spektrum yang
lebar dan meningkatkan resolusi dari
spektrum yang tumpang tindih. Metode ini
juga dapat menghasilkan daerah sidik jari
yang lebih baik dibandingkan dengan
spektrum absorpsi yang umum (Hassan 2000;
El Gindy 2000; Surekha & Jain 2000; Raggi
et al. 2000; Karpinska et al. 1998, diacu
dalam Ansari et al. 2004). Spektrofotometri
derivatif UV yang dikombinasikan dengan
teknik zero crossing untuk teknik pemrosesan
data telah banyak digunakan untuk analisis
kuantitatif pada formulasi obat (Uslu & Ozkan
2002).
Salah satu komponen aktif dalam obat/
sediaan farmasi adalah alkaloid seperti
kuinina, yaitu alkaloid yang berasal dari
pohon Cinchona. Banyak teknik yang dapat
digunakan untuk menganalisis kuinina.
Sawyer et al. (1984) menggunakan teknik
spektrofluorometri, Babaloa et al. (1993)
menggunakan teknik kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT), dan Saad et al. (2001)
menggunakan teknik potensiometri. Teknik
KCKT membutuhkan peralatan yang cukup
mahal serta waktu analisis yang relatif lama,
sedangkan teknik potensiometri umumnya
membutuhkan waktu yang lama dan gangguan

elektrokimia dari senyawa lain yang terdapat
pada contoh yang dianalisis.
Dalam penelitian ini, dilakukan kuantifikasi kuinina dalam sediaan farmasi dan
kulit kina secara spektrofotometri derivatif
UV. Data yang diperoleh dibandingkan
dengan metode referensi yang umum
digunakan oleh perusahaan farmasi dalam
menganalisis
kuinina
untuk
melihat
keakuratan metode yang dikembangkan.
Menurut US Pharmacopeia (2003), kuinina
dianalisis dengan menggunakan metode
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Penelitian ini bertujuan mengembangkan
metode analisis yang cepat, mudah, dan
murah untuk kuantifikasi kuinina dalam
sediaan farmasi dan kulit kina secara
spektrofotometri derivatif UV. Metode yang
dikembangkan diharapkan dapat digunakan
sebagai metode alternatif bagi kalangan
industri farmasi dan jamu.
Pengembangan metode baru ini penting
karena dapat menghemat tenaga, biaya, dan
waktu. Dengan dikembangkannya metode ini,
analisis untuk mengetahui kadar komponen
aktif dalam sediaan farmasi dapat lebih mudah
dilakukan sehingga kualitas, keamanan, dan
khasiat dari sediaan farmasi dapat terjaga.

TINJAUAN PUSTAKA
Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi adalah salah satu cara
untuk membantu pemakaian obat melalui
jalur-jalur pilihan yang telah diformulasikan
seperti tablet, kapsul, injeksi, aerosol, supositoria, dan ointment. Obat didefinisikan
sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk
dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa
sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan (Ansel 1989). Proses
penemuan dan pengembangan obat cukup
rumit dan melibatkan kerja sama antara
berbagai ahli ilmu pengetahuan yaitu biologi,
kimia, fisika, biokimia, bakteriologi, dan
toksikologi. Setiap produk farmasi tertentu
merupakan formulasi yang unik tersendiri, di
samping ramuan yang aktif formulasi ini
masih mengandung sejumlah unsur-unsur
yang tidak aktif (Ansel 1989). Unsur-unsur
ini biasanya merupakan bahan tambahan
farmasetik, bahan pembantu atau bahan yang
dibutuhkan. Termasuk ke dalam bahan-bahan
tambahan ini adalah pengisi, pengental,
pembawa, surfaktan, zat pengawet, dan
penstabil.

2

Contoh sediaan farmasi yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah Quinine
Tablet Salut® yang mengandung kuinina
sulfat ((C20H24N2O2)2.H2SO4). Obat ini
termasuk dalam sediaan farmasi bentuk tablet
dan
diproduksi oleh PT Kimia Farma.
Kuinina sulfat biasanya digunakan sebagai
obat anti malaria yang disebabkan oleh
Plasmodium Falciparum yang resisten
(Bagian Farmakologi FKUI 1995).
Kina
Kina merupakan tanaman tropis yang
berasal dari Amerika Selatan. Terdapat sekitar
35 jenis alkaloid dalam tanaman kina, alkaloid
yang paling banyak adalah alkaloid kuinolina
(McCalley 2002; Verpoorte 1994; Wijnsma et
al. 1988, diacu dalam Gatti et al. 2004). Ada
empat jenis alkaloid kuinolina yang bermanfaat dalam bidang klinis, yaitu kuinina,
kuinidin, sinkonin, dan sinkonidin (Bagian
Farmakologi FKUI 1995).
Tanaman ini memiliki beberapa jenis
spesies. Di antara berbagai jenis tanaman
kina, jenis Cinchona succirubra merupakan
jenis kina yang paling tinggi kandungan
kuininanya, yaitu sekitar 4-14% (Taylor
2005). Bentuk fisik kulit kina dapat dilihat
pada Gambar 1.
Klasifikasi
tanaman
kina
menurut
Tjitrosoepomo (1994) adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dikotiledonae
Suku
: Rubiaceae
Genus
: Cinchona
Spesies
: Cinchona succirubra.

Gambar 1 Kulit kina (C. succirubra).
Kuinina
Kuinina termasuk dalam senyawa alkaloid,
yaitu senyawa bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
gabungan sebagai bagian dari sistem siklik
(Harborne 1987). Kuinina atau dikenal dengan
nama kina termasuk dalam golongan
kuinolina dan merupakan alkaloid penting
yang diperoleh dari pohon Cinchona. Alkaloid
ini telah berabad-abad digunakan oleh

penduduk asli di Amerika Selatan sebagai
obat tradisional (Bagian Farmakologi FKUI
1995). Sejak kuinina bisa disintesis, penggunaannya secara ilmiah berkembang dengan
pesat tetapi cara pembuatannya sulit dan
mahal sehingga sumber alam masih tetap
dipertahankan.
Senyawa ini mengandung gugus kuinolina
yang terikat pada cincin kuinuklidin melalui
ikatan alkohol sekunder, selain itu juga
mengandung rantai samping –metoksi dan
–vinil. Struktur kuinina sama dengan kuinidin
kecuali konfigurasi sterik alkohol sekundernya (Bagian Farmakologi FKUI 1995).
Struktur dari kuinina dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kuinina.
Kuinina digunakan untuk terapi malaria
yang disebabkan oleh P. falciparum yang
resisten, dan dianjurkan digunakan bersama
antimalaria lain karena obat ini kurang efektif
dan lebih toksik daripada antimalaria sintetik
(Bagian Farmakologi FKUI 1995). Efek
samping dari kuinina ini adalah dapat
menyebabkan sinkonisme dengan gejala sakit
kepala, gangguan pendengaran, pandangan
kabur, diare, dan mual.
Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah metode pengukuran yang didasarkan pada interaksi cahaya
dengan materi (Hendayana et al. 1994).
Metode ini dapat dianggap sebagai perluasan
suatu pemeriksaan visual yang lebih mendalam dari absorpsi energi radiasi oleh
macam-macam zat kimia sehingga dapat
dilakukan pengukuran kuantitatifnya dengan
ketelitian yang lebih besar (Day &
Underwood 2002). Penyerapan sinar tampak
dan ultraviolet oleh suatu molekul akan
menghasilkan transisi di antara tingkat energi
elektronik molekul tersebut. Transisi tersebut
pada umumnya antara orbital ikatan dan
orbital antiikatan (Sudjadi 1985).
Penyerapan energi pada daerah ultraviolet
dan tampak menghasilkan perubahan dalam
energi elektronik molekul yang merupakan
hasil transisi elektron valensi dalam molekul
itu (Sudjadi 1985). Hubungan antara energi

3

yang diserap, frekuensi (v), dan panjang
gelombang ( ) adalah
h×c
E = h×v =

λ

Keterangan:
h : tetapan Planck (6,63 x 10-34 J detik)
v : frekuensi (detik)
c : kecepatan cahaya (3 x 108 m/detik).
λ : panjang gelombang (nm)
Daerah spektrum ultraviolet (UV) terletak
pada panjang gelombang 200-380 nm (Harris
& Bashford 1987). Hukum Lambert-Beer
merupakan hukum empiris yang merumuskan
tentang intensitas serapan. Hukum ini
menyatakan bahwa, fraksi penyerapan sinar
tidak tergantung dari intensitas sumber cahaya
tetapi sebanding dengan jumlah molekul yang
menyerap. Dari hukum Lambert-Beer dapat
diketahui hubungan antara absorbansi, tebal
cuplikan, dan konsentrasi. Hubungannya
dirumuskan sebagai berikut:
Io
Log
= ε cb = A
I
Keterangan:
Io : intensitas sinar awal
I : intensitas sinar yang diteruskan
ε : absorptivitas molar
c : konsentrasi
b : tebal cuplikan
A : serapan atau absorbansi
Spektrofotometri Derivatif UV
Spektrofotometri derivatif UV adalah
teknik yang berguna untuk mendapatkan
informasi kualitatif dan kuantitatif dari
spektrum yang memiliki pita yang tidak
terpisah/ tumpang tindih (Aydogmus et al.
2002). Spektrofotometri derivatif telah digunakan secara luas sebagai alat untuk
analisis kuantitatif, karakterisasi, dan kontrol
kualitas di bidang pertanian, farmasi, dan
biomedis (Wang & Asgharnejad 2000;
Kazemipour et al. 2002). Menurut O’Haver
(1979), spektrofotometri derivatif menawarkan pendekatan alternatif yang sederhana
untuk perbaikan sensitivitas dan spesifisitas
dalam kimia klinis.
Teknik spektrofotometri derivatif UV
menawarkan beberapa keuntungan dibandingkan
dengan
spektrofotometri
UV
konvensional seperti dapat memilih puncak
yang tajam di antara spektrum yang lebar dan
meningkatkan resolusi dari spektrum yang
tumpang tindih. Metode ini juga dapat

menghasilkan daerah sidik jari (fingerprint)
yang lebih baik dibandingkan dengan
spektrum absorpsi yang umum (Hassan 2000;
El Gindy 2000; Surekha & Jain 2000; Raggi
et al. 2000; Karpinska et al. 1998, diacu
dalam Ansari et al. 2004). Spektrofotometri
derivatif UV yang dikombinasikan dengan
teknik zero crossing untuk teknik pemrosesan
data telah banyak digunakan untuk analisis
kuantitatif pada formulasi obat (Uslu & Ozkan
2002).
Metode matematika, optik, dan elektronik
dapat digunakan untuk menghasilkan spektrum derivatif, akan tetapi yang lebih sering
digunakan untuk menurunkan spektrum
adalah metode matematika. Perubahan spektrum UV-tampak menjadi turunannya
seringkali menghasilkan profile yang lebih
kompleks daripada spektrum aslinya, informasi yang terkandung tidak bertambah akan
tetapi mungkin berkurang karena kehilangan
data (Owen 1996). Efek yang tidak diinginkan
dari proses derivatisasi adalah penurunan
signal to noise ratio (S/N) karena noise akan
selalu ada dalam spektrum (Owen 1996).
Teknik penghalusan spektrum dapat digunakan untuk mengurangi penurunan S/N akan
tetapi penggunaannya harus hati-hati karena
jika terlalu tinggi derajat smoothing/ penghalusan yang digunakan akan mendistorsi
spektrum derivatif.
Spektrum digambarkan sebagai absorbansi
dan merupakan fungsi dari panjang gelombang, spektrum turunannya adalah
Turunan Ke-0
: A = f (λ )

dA
= f ' (λ )

d2A
= f " (λ )
Turunan Ke-2
:
dλ 2
Sebagai contoh, untuk mendapatkan turunan
pertama dari spektrum aslinya dapat
digunakan persamaan sebagai berikut:
dA A2 − A1
=
dλ λ 2 − λ1
Dalam turunan pertama, nilainya dimulai dan
berakhir pada nilai nol, melewati nol pada
panjang gelombang yang sama sebagai λmax
dari pita absorbansi. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada pada Gambar 3.
Untuk tujuan analisis kuantitatif, hanya
perubahan amplitudo terhadap konsentrasi
yang diukur dan dampak yang dihasilkan
terjadi distorsi spektrum, tapi selama
perubahan S/N dijaga sekecil mungkin hal ini
masih bisa diterima (Skujins 1986).
Turunan Ke-1

:

4

Untuk keperluan analisis kuantitatif,
digunakan istilah respons puncak. Istilah ini
mencakup luas puncak, tinggi puncak serta
pengukuran elektronik lainnya. Tinggi puncak
mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi
perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh
variasi suhu dan komposisi pelarut. Parameter
yang lebih akurat dalam analisis kuantitatif
adalah luas puncak (USP 2003).
Validasi Metode Analisis

Gambar 3 Spektrum derivatif.
Konsentrasi analat sebanding dengan
absorbansi pada panjang gelombang yang
sesuai. Dalam spektrofotometri derivatif,
konsentrasi analat sebanding dengan amplitudo dari puncak turunan ke-n pada panjang
gelombang yang sesuai. Pengukuran amplitudo puncak derivatif dapat diukur dari garis
nol (Dz), dengan lintasan puncak yang lebih
panjang (DL) atau lebih pendek (Ds).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
merupakan pengembangan dari kromatografi
cair, dan banyak digunakan untuk teknik
pemisahan analitik. Sistem ini menggunakan
pompa bertekanan tinggi dan detektor yang
sensitif. Metode ini banyak digunakan karena
memiliki beberapa keuntungan seperti sensitif,
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif,
dapat digunakan untuk senyawa yang mudah
menguap (atsiri), dan hasil yang didapatkan
akurat (Skoog et al. 1998).
Komponen utama dalam KCKT ini adalah
sistem pompa, tempat penyuntikan analat,
kolom kromatografi, detektor, penguat sinyal,
dan perekam. Bentuk KCKT yang paling
banyak digunakan adalah penukar ion, partisi,
dan adsorpsi (USP 2003).
Dalam kromatografi partisi digunakan fase
gerak dan fase diam dengan polaritas yang
berbeda. Jika fase gerak bersifat polar, dan
fase diam bersifat nonpolar maka disebut
kromatografi fase balik (reverse phase). Jika
sebaliknya fase gerak bersifat nonpolar,
sedangkan fase diamnya polar disebut fase
normal (normal phase).

Validasi metode adalah proses penetapan
dan evaluasi unjuk kerja sebuah metode
analisis sesuai cara-cara yang ditentukan oleh
konsensus bersama organisasi internasional
seperti AOAC (Garfield 1992). Beberapa
parameter yang diukur pada validasi metode
adalah presisi, limit deteksi, limit kuantitasi,
linearitas, dan akurasi. Validasi metode
berguna untuk mengevaluasi unjuk kerja suatu
metode analisis.
Presisi
Presisi menurut ICH (International
Certified Harmonization) dalam Chan (2004)
adalah kedekatan antara seri pengukuran yang
berasal dari banyak sampel (multiple sample)
atau kedekatan nilai satu sama lain. Analisis
kimia mempunyai presisi tinggi bila nilai-nilai
yang diperoleh perbedaannya kecil satu sama
lain. Presisi dibagi dua, yaitu ketertiruan
(reproducibility) dan keterulangan (repeatibility). Ketertiruan adalah presisi yang
dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan
menggunakan metode yang sama, namun
dilakukan oleh operator, peralatan, laboratorium, dan waktu yang berbeda. Keterulangan adalah presisi yang diperoleh dari
hasil pengulangan dengan menggunakan
metode, operator, laboratorium, dan waktu
yang sama. Presisi dapat dinyatakan dengan
beberapa cara antara lain kisaran, simpangan
rata-rata, dan simpangan baku. Menurut SACSINGLAS (2002), presisi pada analisis kimia
biasanya dinyatakan dalam persen simpangan
baku relatif (%SBR).
i =n

_

( xi − x) /( n − 1)
% SBR =

i =1
_

x100%

x
Keterangan:
n = Banyaknya ulangan
xi
= Nilai hasil analisis
_
x = Nilai rata-rata hasil analisis

5

Kriteria %SBR menurut AOAC (Asociation
Official of Analytical Chemistry) adalah
sebagai berikut:
1. Sangat tepat : %SBR 5
Linearitas
Linearitas menurut ICH dalam Chan
(2004) adalah kemampuan untuk mendapatkan hasil dari variabel data (contohnya
absorbans) yang proporsional terhadap
konsentrasi dalam contoh. Menurut Owen
(1996), linearitas yaitu kemampuan suatu
metode untuk mendapatkan hasil yang
proporsional baik secara langsung maupun
dengan transformasi matematika dari konsentrasi analat pada interval konsentrasi
tertentu.
Akurasi
Akurasi menurut ICH adalah kedekatan
antara nilai yang didapatkan dengan nilai
sebenarnya atau nilai referensi (Chan 2004).
Suatu analisis disebut teliti bila nilai yang
diperoleh dekat dengan nilai teoritis. Akurasi
sering dituliskan dengan persen perolehan
kembali. Persen perolehan kembali menunjukkan besarnya penambahan standar yang
mampu diidentifikasi kembali dengan suatu
metode.
C − C2
% Perolehan kembali = 1
×100%
C3
Keterangan:
C1 = Konsentrasi analat dalam contoh yang
ditambahkan standar
C 2 = Konsentrasi analat dalam contoh
C 3 = Konsentrasi standar yang ditambahkan
Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi
Limit deteksi adalah konsentrasi terendah
dari analat dalam contoh yang dapat
ditentukan berbeda nyata secara statistika dari
pengukuran blanko (SAC-SINGLAS 2002).
Limit deteksi ini penting ditentukan karena
apabila contoh yang akan dianalisis
konsentrasinya berada di bawah limit deteksi
maka keberadaan analat menjadi tidak terukur
atau konsentrasi yang diperoleh berbeda
dengan kenyataan. Limit kuantitasi adalah
konsentrasi analat terendah yang dapat
ditentukan dengan presisi dan akurasi yang
dapat diterima (Owen 1996).
3.3 × σ
Limit Deteksi
=
s

Limit Kuantitasi =

10 × σ
s

Keterangan:
: Simpangan baku intersep dari kurva
standar
s : Kemiringan (slope) dari kurva standar

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
etanol, metanol, asam asetat, trietilamina, air
bebas ion, akuades, NaOH, standar kuinina
®
sulfat, sampel obat Quinine Tablet Salut , dan
kulit kina (Cinchona succirubra).
Peralatan
yang
digunakan
adalah
spektrofotometer UV-VIS Hitachi U-2800,
software UV-solutions versi 2 Hitachi,
microsoft excel, peralatan kromatografi cair
kinerja tinggi Hitachi L-2000 series, kolom
C18, neraca analitik, dan alat-alat kaca lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Juni 2005
sampai bulan Februari 2006. Penelitian
dilaksanakan dalam empat tahapan kerja,
yaitu preparasi standar dan contoh, penentuan
kondisi optimum, pembuatan kurva standar
dan pengukuran contoh, pengukuran dengan
metode referensi (KCKT), dan validasi
metode. Diagram alir penelitian dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Preparasi Standar dan Contoh
Larutan stok standar kuinina 100 ppm
disiapkan dengan melarutkan sebanyak 0.0115
gram standar kuinina dengan etanol panas
(80oC) lalu diencerkan dalam labu takar 100
ml. Selanjutnya dibuat larutan stok contoh
obat setara kuinina 100 ppm dan stok contoh
kulit kina setara kuinina 20 ppm. Larutan stok
obat dibuat dengan menggerus empat tablet
obat kemudian ditimbang sebanyak 0.0121
gram, setelah itu dilarutkan dalam etanol
panas kemudian ditera dalam labu takar 50
ml. Larutan stok kulit kina dibuat dengan
melarutkan sebanyak 0.0333 gram kulit kina
dalam etanol panas, setelah itu ditera dalam
labu takar 50 ml. Masing-masing contoh dan
standar
kemudian
diencerkan
dengan
konsentrasi setara kuinina yang sama, yaitu 6
ppm.

6

Penentuan Kondisi Optimum
Standar dan contoh yang telah disiapkan
kemudian diukur dengan spektrofotometer
menggunakan kecepatan penyapuan 100
nm/menit, 200 nm/menit, 400 nm/menit, 800
nm/menit, dan 1200 nm/menit untuk mencari
kecepatan penyapuan (scan speed) yang tepat.
Pada spektrum yang didapatkan kemudian
dilakukan pencarian orde turunan, orde
penghalusan, dan jumlah jendela yang tepat
untuk mendapatkan kondisi optimum metode.
Pembuatan Kurva Standar dan
Pengukuran Contoh
Dibuat seri larutan standar dengan
konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan
10 ppm dari larutan stok standar yang telah
disiapkan. Setelah itu standar diukur dengan
spektrofotometer. Pada spektrum UV yang
didapatkan kemudian dilakukan teknik pengukuran amplitudo Ds, Dz, dan DL dan dipilih
yang mempunyai linearitas terbaik yang
sesuai dengan kondisi optimum yang telah
didapatkan. Setelah dibuat kurva standar, dilakukan pengukuran contoh dengan kondisi
yang sama sehingga konsentrasi dari contoh
dapat diketahui dengan memasukkan amplitudo yang didapatkan pada persamaan kurva
standar. Analisis contoh dilakukan sebanyak
sembilan kali ulangan.
Pengukuran dengan Metode Referensi
(KCKT)
Untuk preparasi contoh, sebanyak 0.0484
gram contoh obat ditimbang lalu dilarutkan
dengan 80 ml metanol dan dikocok selama 30
menit. Setelah larut, kemudian ditera dalam
labu takar 100 ml dan dilakukan penyaringan.
Sebanyak 3 ml contoh obat hasil penyaringan
diencerkan dengan fase gerak dalam labu
takar 25 ml. Untuk contoh kulit kina
ditimbang sebanyak 0.0200 gram kina lalu
ditambahkan metanol 40 ml dan NaOH 0.5
ml. Dilakukan ultrasonikasi terhadap contoh
selama 20 menit. Setelah itu contoh ditera
dalam labu takar 50 ml, kemudian disaring
(0.45µm nylon, 25 mm) dan sebanyak 5 ml
hasil saringan dilarutkan dengan fase gerak
dalam labu takar 10 ml.
Untuk preparasi larutan stok standar,
ditimbang sebanyak 0.0115 gram standar
kuinina dan dilarutkan dengan menggunakan
fase gerak, setelah itu ditera dalam labu takar
100 ml. Dari larutan stok ini, dibuat larutan
standar dengan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm,
dan 30 ppm.
Fase gerak yang digunakan adalah
campuran metanol:asam asetat:trietilamin:air

(800:30:10:1160), sedangkan fase diamnya
adalah kolom C18. Laju alir yang digunakan 1
ml/menit, volume injeksi 20 µl, dan detektor
yang digunakan adalah UV 280 nm.
Validasi Metode
Presisi
Disiapkan contoh obat dan kulit kina
dengan konsentrasi setara kuinina 6 ppm, lalu
diukur dengan spektrofotometer sebanyak
sembilan kali ulangan. Persentase simpangan
baku relatif (%SBR) ditentukan untuk melihat
presisi metode yang digunakan.
Linearitas
Disiapkan tiga seri kurva standar dengan
konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan
10 ppm. Setelah itu dilakukan pengukuran
menggunakan spektrofotometer. Linearitas
diperoleh dengan metode regresi linear (least
square regression method).
Akurasi
Akurasi ditentukan dengan uji persen
perolehan kembali. Dibuat larutan stok contoh
obat dan kulit kina berturut-turut 100 ppm
dan 50 ppm. Sebanyak 0.75 ml stok obat
dimasukkan dalam labu takar 25 ml,
kemudian dimasukkan masing-masing 0.25
ml, 0.75 ml, dan 1.25 ml stok standar dalam
labu tersebut. Penambahan larutan stok
standar dilakukan masing-masing tiga kali
ulangan. Setelah itu contoh diukur dengan
menggunakan spektrofotometer. Untuk contoh
kulit kina dilakukan seperti contoh obat, akan
tetapi larutan stok kulit kina yang
ditambahkan sebanyak 1.5 ml.
Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi
Sebanyak tiga seri deret standar dengan
konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan
10 ppm diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Limit deteksi dan limit kuantitasi
dihitung dari simpangan baku intersep dan
rataan kemiringan dari kurva standar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Spektrum Absorpsi Standar dan Contoh
Penentuan kadar kuinina dalam contoh
tidak dapat dilakukan secara langsung. Hal ini
disebabkan oleh gangguan dari senyawa lain
penyusun contoh atau disebut juga matriks
contoh. Senyawa lain dalam contoh akan

7

memberikan serapan pada spektrum yang
dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari spektrum
yang dihasilkan (Gambar 4 dan 5). Dengan
menggunakan konsentrasi setara kuinina yang
sama antara standar dan contoh, yaitu 6 ppm,
terlihat bahwa spektrum contoh memiliki
serapan lebih besar dibandingkan serapan
standar. Efek serapan dari senyawa lain
penyusun contoh ini merupakan kelemahan
dari spektrofotometri konvensional.
0.7

Pencarian Kondisi Optimum
Kondisi optimum metode perlu dicari
sebelum menentukan kadar kuinina dalam
contoh. Pencarian kondisi optimum metode
meliputi pencarian kecepatan penyapuan
(scan speed), orde turunan (derivative order),
orde penghalusan (smoothing order), dan
jumlah jendela (number of point).
0.6
0.5

0.6
0.4

0.5

0.3

0.4
0.3

0.2

0.2

0.1

0.1

0.0

0.0

nm

nm
200

250

300

350

Gambar 4 Spektrum serapan standar kuinina
(hitam) dan contoh obat (biru).

250

300

350

Gambar 6 Spektrum serapan standar kuinina
dengan berbagai tingkat kecepatan
penyapuan pada turunan ke-0.
0.010
0.005
0.000
-0.005
-0.010
-0.015
-0.020
-0.025
-0.030
-0.035
-0.040

1.5
1.0
0.5
0.0
nm
200

200

250

300

350

Gambar 5 Spektrum serapan standar kuinina
(hitam) dan contoh kulit kina (biru).
Kelemahan spektrofotometri konvensional
ini dapat diatasi dengan cara melakukan
derivatisasi spektrum. Dengan menggunakan
metode spektrofotometri derivatif ultraviolet
(SDUV), spektrum akan diderivatisasi
sehingga dapat memilih puncak yang tajam
diantara
spektrum
yang
lebar
dan
meningkatkan resolusi dari spektrum yang
tumpang tindih. Metode ini juga dapat
menghasilkan daerah sidik jari (fingerprint)
yang lebih baik dibandingkan dengan
spektrum absorpsi yang umum (Hassan 2000;
El Gindy 2000; Surekha & Jain 2000; Raggi
et al 2000; Karpinska et al 1998, diacu dalam
Ansari et al. 2004).

nm
200

250

300

350

Gambar 7 Spektrum serapan standar kuinina
dengan berbagai tingkat kecepatan
penyapuan pada turunan ke-1.
Keterangan: ( ) 100 nm/ menit
( ) 200 nm/ menit
( ) 400 nm/ menit
( ) 800 nm/ menit
( ) 1200 nm/ menit
Parameter pertama yang dicari dalam
penentuan kondisi optimum metode adalah
kecepatan penyapuan (scan speed). Contoh
dan standar dengan konsentrasi setara kuinina
yang sama, yaitu 6 ppm diukur menggunakan
spektrofotometer dengan kecepatan penyapuan 100 nm/menit, 200 nm/menit, 400
nm/menit, 800 nm/menit, dan 1200 nm/menit.
Pengukuran dilakukan pada kisaran panjang
gelombang 200-370 nm.
Dalam spektrum turunan ke-0 tidak
terlihat perbedaan yang nyata dari tiap
kecepatan penyapuan, akan tetapi bila

8

kulit kina adalah 200 nm/menit. Pemilihan ini
berdasarkan pada sensitivitas dari spektrum
yang dihasilkan. Spektrum yang dihasilkan
dengan kecepatan penyapuan 400 nm/menit,
800 nm/menit,dan 1200 nm/menit terlalu
halus, hal ini tidak diinginkan karena dengan
spektrum yang terlalu halus data yang ada
akan berkurang. Kecepatan penyapuan 100
nm/menit tidak digunakan karena memiliki
sensitivitas yang sama dengan kecepatan
penyapuan 200 nm/ menit, tetapi waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan pengukuran
lebih lama.

spektrum diderivatisasi maka akan terlihat
perbedaannya (Gambar 6 dan 7). Semakin
tinggi tingkat kecepatan penyapuan yang
dilakukan maka puncak yang dihasilkan akan
semakin lebar. Hal ini tidak diinginkan karena
hasil analisis menjadi tidak akurat. Pelebaran
puncak ini terjadi karena semakin tinggi
tingkat kecepatan penyapuan maka kisaran
jumlah data yang harus diolah semakin
banyak, sehingga bentuk puncak setelah
diturunkan akan semakin lebar.
Kecepatan penyapuan yang dipilih untuk
pengukuran kadar kuinina dalam obat dan
0.7

0.005

(a)

0.6

(b)

0.5

0.000

0.4
0.3

245.2 nm

-0.005

0.2
0.1

-0.010

0.0
nm
200

250

300

nm

350

200

Gambar 8 Spektrum serapan standar kuinina (

) dan obat (

250

300

350

)pada turunan ke-0 (a) dan ke-1 (b).

0.04

1.5

(a)

(b)

0.03

1.0

0.02
0.01

0.5

0.00
-0.01

0.0
nm
200

250

300

nm

350

200

250

300

350

0.0015
0.0010

(c)

248.4 nm

0.0005
0.0000
-0.0005
-0.0010
-0.0015
nm
200

250

300

350

Gambar 9 Spektrum serapan standar kuinina ( ) dan kulit kina (
(b), dan ke-2 (c).

) pada turunan ke-0 (a), ke-1

9

membedakan serapan kuinina dari serapan
matriks contoh. Akan tetapi, jika spektrum
terlalu halus maka akan ada data yang hilang
akibat distorsi spektrum. Kondisi optimum
untuk tiap contoh akan berbeda, hal ini terjadi
karena perbedaan matriks atau senyawa
penyusun dari contoh. Kondisi optimum yang
dipilih dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kondisi optimum metode SDUV
Parameter
Kecepatan penyapuan
Orde turunan
Orde penghalusan
Jumlah jendela
Panjang gelombang ( )

Obat
200
1
2
19
245.2 nm

Kulit Kina
200
2
3
31
248.4 nm

Pengukuran dengan Metode SDUV
Dengan melakukan derivatisasi pada spektrum standar sesuai dengan kondisi optimum,
maka didapat persamaan kurva standar untuk
obat adalah Y=3.33x10-4 + 1.75x10-3X dengan
koefisien korelasi sebesar 0.9999, sedangkan
untuk kulit kina Y=-3x10-6 + 6.15x10-5X
dengan koefisien korelasi 0.9999, kurva standar yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar
10 dan 11.
Am plitudo

0.020
0.015
0.010

Y=3.33x10-4 + 1.75x10-3X
r = 0.9999

0.005
0.000
0

2

4

6

8

10

12

Konsentrasi (ppm)

Gambar 10 Kurva standar untuk analisis
contoh obat pada panjang
gelombang 245.2 nm.

Amplitudo

Orde turunan berpengaruh terhadap
sensitivitas dan linearitas spektrum. Semakin
tinggi orde turunan yang digunakan, maka
sensitivitas dan linearitas dari spektrum akan
semakin rendah (Ansari et al. 2004). Selain
penurunan sensitivitas dan linearitas, semakin
tinggi orde turunan yang dilakukan maka
gangguan dari noise alat akan semakin tinggi.
Spektrum dengan orde turunan ke-0 atau
spektrum asli hasil pengukuran obat dan kulit
kina memiliki puncak yang bertumpang
tindih. Dengan melakukan derivatisasi, puncak yang bertumpang tindih dapat dipisahkan
(Gambar 8 dan 9).
Orde turunan yang dipilih untuk contoh
obat adalah orde turunan ke-1, sedangkan
untuk contoh kulit kina orde turunan ke-2.
Orde turunan itu dipilih karena terdapat
puncak yang berimpit antara spektrum standar
dengan spektrum contoh. Hal ini menandakan
bahwa, efek matriks dari contoh pada
konsentrasi zat aktif (kuinina) yang sama
telah hilang dan diduga itu adalah serapan dari
kuinina.
Persamaan regresi linier diperoleh dari
larutan standar dengan konsentrasi 2 ppm, 4
ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm. Kisaran
konsentrasi ini memberikan linearitas yang
baik untuk pengukuran kuinina. Pada panjang
gelombang 245.2 nm (obat) dan panjang
gelombang 248.4 (kulit kina) terlihat puncak
yang berimpit antara standar dan contoh, pada
panjang gelombang inilah akan dihitung
amplitudo dari standar dan contoh. Amplitudo
merupakan respon yang terukur, amplitudo
yang digunakan adalah Dz, yaitu amplitudo
yang diukur dari garis nol.
Semakin tinggi tingkat orde turunan yang
dilakukan maka akan terjadi penurunan signal
to noise ratio (S/N). Untuk mengatasi hal ini
maka diperlukan suatu teknik untuk mempertahankan signal to noise ratio (S/N). Teknik
yang dilakukan adalah dengan melakukan
proses penghalusan. Teknik ini meliputi orde
penghalusan dan jumlah jendela, keduanya
mempengaruhi besarnya amplitudo dari spektrum. Semakin tinggi orde penghalusan yang
digunakan maka amplitudo akan semakin
besar, sedangkan semakin besar jumlah jendela yang digunakan maka amplitudo akan
semakin kecil, hal ini terjadi karena semakin
banyak data yang harus diolah untuk
menghaluskan spektrum. Besarnya amplitudo
dari standar dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kondisi optimum yang dipilih diharapkan
dapat menghasilkan spektrum yang tidak
terlalu halus dan juga tidak terlalu kasar. Jika
spektrum terlalu kasar maka sulit sekali untuk

0.0007
0.0006
0.0005
0.0004
0.0003
0.0002
0.0001
0

Y=-3x10-6 + 6.15x10-5X
r = 0.9999

0

2

4

6

8
10
12
Konsentrasi (ppm)

Gambar 11 Kurva standar untuk analisis
contoh kulit kina pada panjang
gelombang 248.4 nm.
Kadar kuinina pada contoh didapatkan
dengan cara memasukkan amplitudo dari
contoh yang sudah diderivatisasi sesuai
kondisi optimum pada persamaan masingmasing di atas (Lampiran 3). Kadar kuinina
yang diperoleh dengan metode SDUV adalah
sebesar 174.32±14.79 mg/tablet untuk obat

dan 1.87±0.06% untuk kulit kina, hasil
tersebut merupakan rerata dari sembilan kali
ulangan.
Pengukuran dengan Metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
KCKT merupakan metode referensi yang
digunakan dalam penelitian ini. Metode ini
dapat digunakan untuk analisis kualitatif
maupun kuantitatif. Untuk analisis kualitatif
dilakukan dengan cara membandingkan waktu
retensi contoh dengan standar, sedangkan
untuk analisis kuantitatif dilakukan dengan
menghitung konsentrasi contoh berdasarkan
kurva standar yang diperoleh dari hasil plot
antara luas puncak dengan konsentrasi
standar. Sistem KCKT yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sistem fase terbalik, yang
berarti fase diam yang digunakan bersifat nonpolar, sedangkan fase geraknya bersifat polar.
Kolom C18 digunakan sebagai fase diam, dan
fase geraknya adalah campuran metanol:asam
asetat:trietilamin:air (800:30:10:1160). Sistem
elusi yang digunakan isokratik dengan laju
alir 1 ml/menit, volume injeksi 20 µl, dan
detektor UV 280 nm.
Standar dibuat dengan konsentrasi 10 ppm,
20 ppm, dan 30 ppm, sedangkan contoh dibuat
dengan konsentrasi setara kuinina 24 ppm
untuk obat dan 12 ppm untuk kulit kina
dengan melarutkannya dalam fase gerak.
Setelah itu masing-masing contoh dianalisis
sebanyak tiga kali ulangan. Waktu retensi dan
luas puncak standar dan contoh dapat di lihat
pada Tabel 2, sedangkan kromatogramnya
pada Lampiran 4, 5, dan 6.
Tabel 2 Waktu retensi dan luas puncak pada
analisis KCKT
Contoh
Standar 10 ppm
Standar 20 ppm
Standar 30 ppm
Obat
ulangan 1
ulangan 2
ulangan 3
Kulit kina ulangan 1
ulangan 2
ulangan 3

Waktu
retensi (mnt)
5.447
5.440
5.437
5.447
5.453
5.457
5.443
5.453
5.460

Luas puncak
397711
807911
1198343
989434
946207
992613
241401
250858
280891

Setelah dilakukan analisis, dapat diketahui
bahwa waktu retensi kuinina adalah 5.4 menit.
Hal ini diperoleh dengan membandingkan
puncak yang diperoleh antara standar dan
contoh.

Luas area

10

1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0

Y=689.67 + 40031.60X
r = 0.9999

0

10

20

30
40
Konsentrasi (ppm)

Gambar 12 Kurva standar dengan metode
KCKT (detektor UV =280 nm).
Dengan menggunakan metode regresi
linier antara luas puncak dan konsentrasi
didapat persamaan kurva standar Y = 689.67 +
40031.60X dengan koefisien korelasi sebesar
0.9999. Kurva standar yang diperoleh dapat
dilihat pada Gambar 12. Kadar kuinina contoh
dapat diperoleh dengan memasukkan luas
puncak yang didapat pada persamaan di atas
(Lampiran 7). Kadar kuinina yang diperoleh
sebesar 167.00±11.41 mg/tablet untuk obat
dan 3.17±0.61% untuk kulit kina, hasil ini
merupakan rata-rata dari tiga kali ulangan.
Perbandingan antara Metode SDUV dan
Metode KCKT
Metode SDUV merupakan metode yang
cepat, murah, dan mudah bila dibandingkan
dengan metode KCKT. Dalam metode SDUV
tidak perlu dilakukan proses ekstraksi contoh
terlebih dahulu, sehingga waktu analisis tidak
terlalu lama. Selain itu, dalam metode SDUV
tidak terlalu banyak menggunakan bahan
kimia dan tahapan kerjanya tidak rumit,
sehingga metode ini lebih murah dan mudah.
Teknik KCKT membutuhkan peralatan yang
cukup mahal, waktu analisis yang relatif lama,
dan biasanya prosedur yang digunakan relatif
rumit.
Hasil Pengukuran kadar kuinina metode
SDUV dibandingkan dengan metode KCKT
menggunakan uji statistika yaitu uji t-Student
dan uji F. Hasil yang didapatkan untuk contoh
obat dengan metode SDUV tidak berbeda
nyata dengan hasil metode KCKT, sedangkan
untuk contoh kulit kina hasil yang didapatkan
berbeda nyata. Hal itu terlihat dari hasil uji tStudent dan uji F (Tabel 3).
Tabel 3 Hasil uji t-Student dan uji F
Parameter
t-hitung
t-tabel
F-hitung
F-tabel

Obat
1.056
1.812
17.577
19.371

Kulit Kina
9.028
2.920
9.145
4.459

11

Validasi
metode
dilakukan
untuk
mengevaluasi unjuk kerja metode analisis
yang digunakan, yaitu metode SDUV. Validasi metode ini perlu dilakukan karena metode
SDUV merupakan metode baru yang dikembangkan untuk analisis kuantitatif kuinina.
Beberapa parameter yang dilakukan adalah
pengukuran presisi, linearitas, akurasi, limit
deteksi, dan limit kuantitasi.
Penentuan presisi yang dilakukan adalah
keterulangan (intraday repeatibility), yaitu
presisi yang diperoleh dari hasil pengulangan
dengan menggunakan metode, operator, laboratorium dan waktu yang sama. Presisi dilakukan dengan menghitung nilai simpangan
baku relatif (%SBR). Pengukuran contoh
dilakukan sebanyak sembilan kali ulangan.
Hasil yang didapatkan bisa dilihat dalam
Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 maka %SBR yang
didapatkan untuk obat adalah 6.13%, sedangkan untuk kulit kina 4.68%. Penentuan %SBR
dapat dilihat dalam Lampiran 9. Hasil yang
didapatkan untuk