Analysis on Ponyfish (Secutor insidiator) Behavior Response Toward Color Light Intensity

(1)

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU

IKAN PEPETEK (

Secutor insidiator

) TERHADAP INTENSITAS

CAHAYA BERWARNA

EVA UTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek

(Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna adalah karya saya sendiri dan

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam bentuk teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2006

Eva Utami NRPC551030131


(3)

ABSTRAK

EVA UTAMI. Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna: dibimbing oleh ARI PURBAYANTO sebagai ketua dan ZULKARNAIN sebagai anggota.

Cahaya merupakan alat bantu untuk menarik dan mengumpulkan ikan ke daerah penangkapan. Tiap spesies ikan mampu mengabsorbsi panjang gelombang cahaya tertentu oleh pigmen penglihatan (photo pigment). Respons ikan terhadap cahaya ditandai dengan naiknya sel kon yang terdapat pada retina mata. Faktor-faktor ya ng mempengaruhi adaptasi retina mata ikan adalah warna cahaya, intensitas cahaya dan lamanya waktu pencahayaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola reaksi pepetek terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda dan menganalisis proses adaptasi sel kon pepetek terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah.

Penelitian dilakukan dengan metode percobaan laboratorium di tangki percobaan milik CV. Mutiara Dua, Pelabuhan Ratu dan Laboratorium Budidaya Ikan IPB di Bogor, dari bulan November 2005 hingga Januari 2006 dengan menggunakan pepetek (Secutor insidiator) sebagai ikan percobaan. Hasil yang diperoleh adalah: jumlah pepetek yang berkumpul di bawah warna cahaya hijau lebih banyak bila dibandingkan dengan warna cahaya yang lain, adaptasi penuh sel kon pepetek tercepat terjadi pada pemaparan dengan cahaya warna hijau dan biru yaitu pada intensitas 13 lux dan adaptasi penuh sel kon untuk pemaparan cahaya warna kuning terjadi pada intensitas 15 lux dan untuk cahaya merah pada intensitas 19 lux. Berdasarkan hasil penelitian maka cahaya yang dapat diabsorbsi maksimum oleh pigmen sel kon pepetek adalah cahaya pada intensitas antara 450 sampai 550 nm.


(4)

ABSTRACT

EVA UTAMI. Analysis on Ponyfish (Secutor insidiator) Behavior Response Toward Color Light Intensity: Supervised by ARI PURBAYANTO and ZULKARNAIN.

Light is one of the artificial stimuli to attract and concentrate fish on the catchable area. Each fish species can perceive a particular wavelength by photo pigment in its retina. The influence factors to retinal adaptation are color light, light intensity and time of exposure. Fish retinal adaptation toward light is indicated by change of cone cell movement level. The objectives of this research were to revealed pattern of ponyfish reaction and to analyze the adaptation process of cone cell toward blue, green, yellow, and red color light. Experiment was carried out in experimental tank of CV. Mutiara Dua, Pelabuhan Ratu Bay and Fish Culture Laboratory at Bogor Agricultural University, November 2005 to January 2006. The results indicated that ponyfish more perceive green light than the other color light. Retinal adaptation of ponyfish showed that cone cell has fully adapted in 13 lux of green and blue light, 15 lux of yellow light and 19 lux of red light at 10 minutes exposure time. According to data, ponyfish can perceive these wavelengths of light since their cone pigments have maximum absorption peaks around 450 and 550 nm.


(5)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang mengutip & memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.


(6)

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU

IKAN PEPETEK (

Secutor insidiator

) TERHADAP INTENSITAS

CAHAYA BERWARNA

Oleh

EVA UTAMI

NRP C551030131

Tesis diajukan

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna

Nama : Eva Utami NRP : C551030131 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc Ir.Zulkarnain,M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Program Studi Tekno logi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarja Ketua,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S


(8)

Kata Pengantar

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ari Purbayanto M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Zulkarnain M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulis selama proses pengerjaan tesis ini. Tak lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. selaku dosen penguji luar komisi.

Terima kasih juga penulis haturkan pada Papa, Mama dan adik-adik (Dewi, Dina, Reza) yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa yang tiada henti. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Teman-teman TKL 2003 atas persahabatan yang sangat indah 2. Teman-teman TKL 2002 especially Mercy, Rini & Ika

2. Teman-teman baruku dari program studi yang lain yang telah banyak membantu (Wiwit, Ayun, Sam, Kak Jum)

3. SPMB Crew especially Bos Bakri, Maro, Angka, Vicky, Sanan & all my children

fruit

Terakhir, kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas doa serta dukungan selama ini. Semoga tesis dengan judul Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan alam pada khususnya dan bagi masyarakat luas pada umumnya.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 29 April 1974 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak R. Abas, BA. Dan Ibu Endang Rediningsih. Lulus Sekolah Dasar pada tahun 1986 dan Sekolah Lanjutan Pertama pada tahun 1989. Lulus Sekolah Menengah Atas pada tahun 1993. Selanjutnya meyelesaikan S1 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi di UI pada tahun 1999. Penulis bekerja sebagai pengajar di UMJ Ciputat.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Hipotesis ... 6

1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Biologi Pepetek (Secutor insidiator) ... 8

2.2 Cahaya ... 9

2.2.1 Intensitas Cahaya ... 9

2.2.2 Panjang Gelombang Cahaya ... 10

2.3 Tingkah Laku Ikan Terhadap Cahaya ... 10

2.4 Struktur Mata Ikan ... 11

2.5 Mekanisme Penglihatan Mata Ikan ... 13

2.6 Mekanisme Diskriminasi Warna ... 16

2.7 Perikanan Bagan ... 17

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.2.1 Bahan Penelitian ... 18

3.2.2 Alat ... 19

3.3 Desain Penelitian ... 19

3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.4.1 Persiapan ... 20

3.4.2 Pengambilan Ikan Sampel Percobaan ... 20

3.4.3 Desain Akuarium ... 22

3.4.4 Pelaksanaan Penelitian ... 22

3.4.4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya .... 22

3.4.4.2 Percobaan Adaptasi Retina Mata Ikan terhadap Warna Cahaya ... 24

3.4.4.3 Metode Histologi ... 26

3.5 Pengumpulan Data ... 27

3.5.1 Data Respons Pepetek terhadap Warna Cahaya ... 27

3.5.2 Data Adaptasi Retina Mata Ikan ... 27

3.6 Analisis Data ... 27

3.6.1 Analisis Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya ... 27


(11)

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU

IKAN PEPETEK (

Secutor insidiator

) TERHADAP INTENSITAS

CAHAYA BERWARNA

EVA UTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek

(Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna adalah karya saya sendiri dan

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam bentuk teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2006

Eva Utami NRPC551030131


(13)

ABSTRAK

EVA UTAMI. Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna: dibimbing oleh ARI PURBAYANTO sebagai ketua dan ZULKARNAIN sebagai anggota.

Cahaya merupakan alat bantu untuk menarik dan mengumpulkan ikan ke daerah penangkapan. Tiap spesies ikan mampu mengabsorbsi panjang gelombang cahaya tertentu oleh pigmen penglihatan (photo pigment). Respons ikan terhadap cahaya ditandai dengan naiknya sel kon yang terdapat pada retina mata. Faktor-faktor ya ng mempengaruhi adaptasi retina mata ikan adalah warna cahaya, intensitas cahaya dan lamanya waktu pencahayaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola reaksi pepetek terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda dan menganalisis proses adaptasi sel kon pepetek terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah.

Penelitian dilakukan dengan metode percobaan laboratorium di tangki percobaan milik CV. Mutiara Dua, Pelabuhan Ratu dan Laboratorium Budidaya Ikan IPB di Bogor, dari bulan November 2005 hingga Januari 2006 dengan menggunakan pepetek (Secutor insidiator) sebagai ikan percobaan. Hasil yang diperoleh adalah: jumlah pepetek yang berkumpul di bawah warna cahaya hijau lebih banyak bila dibandingkan dengan warna cahaya yang lain, adaptasi penuh sel kon pepetek tercepat terjadi pada pemaparan dengan cahaya warna hijau dan biru yaitu pada intensitas 13 lux dan adaptasi penuh sel kon untuk pemaparan cahaya warna kuning terjadi pada intensitas 15 lux dan untuk cahaya merah pada intensitas 19 lux. Berdasarkan hasil penelitian maka cahaya yang dapat diabsorbsi maksimum oleh pigmen sel kon pepetek adalah cahaya pada intensitas antara 450 sampai 550 nm.


(14)

ABSTRACT

EVA UTAMI. Analysis on Ponyfish (Secutor insidiator) Behavior Response Toward Color Light Intensity: Supervised by ARI PURBAYANTO and ZULKARNAIN.

Light is one of the artificial stimuli to attract and concentrate fish on the catchable area. Each fish species can perceive a particular wavelength by photo pigment in its retina. The influence factors to retinal adaptation are color light, light intensity and time of exposure. Fish retinal adaptation toward light is indicated by change of cone cell movement level. The objectives of this research were to revealed pattern of ponyfish reaction and to analyze the adaptation process of cone cell toward blue, green, yellow, and red color light. Experiment was carried out in experimental tank of CV. Mutiara Dua, Pelabuhan Ratu Bay and Fish Culture Laboratory at Bogor Agricultural University, November 2005 to January 2006. The results indicated that ponyfish more perceive green light than the other color light. Retinal adaptation of ponyfish showed that cone cell has fully adapted in 13 lux of green and blue light, 15 lux of yellow light and 19 lux of red light at 10 minutes exposure time. According to data, ponyfish can perceive these wavelengths of light since their cone pigments have maximum absorption peaks around 450 and 550 nm.


(15)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang mengutip & memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.


(16)

ANALISIS RESPONS TINGKAH LAKU

IKAN PEPETEK (

Secutor insidiator

) TERHADAP INTENSITAS

CAHAYA BERWARNA

Oleh

EVA UTAMI

NRP C551030131

Tesis diajukan

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(17)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna

Nama : Eva Utami NRP : C551030131 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc Ir.Zulkarnain,M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Program Studi Tekno logi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarja Ketua,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S


(18)

Kata Pengantar

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ari Purbayanto M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Zulkarnain M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulis selama proses pengerjaan tesis ini. Tak lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. selaku dosen penguji luar komisi.

Terima kasih juga penulis haturkan pada Papa, Mama dan adik-adik (Dewi, Dina, Reza) yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa yang tiada henti. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Teman-teman TKL 2003 atas persahabatan yang sangat indah 2. Teman-teman TKL 2002 especially Mercy, Rini & Ika

2. Teman-teman baruku dari program studi yang lain yang telah banyak membantu (Wiwit, Ayun, Sam, Kak Jum)

3. SPMB Crew especially Bos Bakri, Maro, Angka, Vicky, Sanan & all my children

fruit

Terakhir, kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas doa serta dukungan selama ini. Semoga tesis dengan judul Analisis Respons Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) Terhadap Intensitas Cahaya Berwarna dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan alam pada khususnya dan bagi masyarakat luas pada umumnya.


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 29 April 1974 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak R. Abas, BA. Dan Ibu Endang Rediningsih. Lulus Sekolah Dasar pada tahun 1986 dan Sekolah Lanjutan Pertama pada tahun 1989. Lulus Sekolah Menengah Atas pada tahun 1993. Selanjutnya meyelesaikan S1 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi di UI pada tahun 1999. Penulis bekerja sebagai pengajar di UMJ Ciputat.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Hipotesis ... 6

1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Biologi Pepetek (Secutor insidiator) ... 8

2.2 Cahaya ... 9

2.2.1 Intensitas Cahaya ... 9

2.2.2 Panjang Gelombang Cahaya ... 10

2.3 Tingkah Laku Ikan Terhadap Cahaya ... 10

2.4 Struktur Mata Ikan ... 11

2.5 Mekanisme Penglihatan Mata Ikan ... 13

2.6 Mekanisme Diskriminasi Warna ... 16

2.7 Perikanan Bagan ... 17

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.2.1 Bahan Penelitian ... 18

3.2.2 Alat ... 19

3.3 Desain Penelitian ... 19

3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.4.1 Persiapan ... 20

3.4.2 Pengambilan Ikan Sampel Percobaan ... 20

3.4.3 Desain Akuarium ... 22

3.4.4 Pelaksanaan Penelitian ... 22

3.4.4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya .... 22

3.4.4.2 Percobaan Adaptasi Retina Mata Ikan terhadap Warna Cahaya ... 24

3.4.4.3 Metode Histologi ... 26

3.5 Pengumpulan Data ... 27

3.5.1 Data Respons Pepetek terhadap Warna Cahaya ... 27

3.5.2 Data Adaptasi Retina Mata Ikan ... 27

3.6 Analisis Data ... 27

3.6.1 Analisis Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya ... 27


(21)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda ... 30

4.2 Pengaruh Warna Cahaya dengan Intensitas yang Berbeda terhadap Adaptasi Retina ... 34

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Panjang gelombang dari masing- masing warna ... 11 2. Bahan penelitian dan kegunaannya ... 18 3. Peralatan penelitian dan kegunaannya ... 19


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir perumusan masalah ... 5 2. Diagram alir kerangka pemikiran ... 7 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator) ... 8 4. Struktur mata ikan ... 12 5. Sel rod (sel batang) dan sel kon (sel kerucut)... 15 6. Tahap pelaksanaan penelitian ... 21 7. Ilustrasi akuarium percobaan... 22 8. Under water luxmeter yang digunakan dalam penelitian... 23 9. Dimmer yang digunakan dalam penelitian... ... 24 10. Dissecting set yang digunakan dalam penelitian... 25 11. Skematik diagram prosedur histologi retina mata ikan ... 26 12. Rata-rata jumlah pepetek yang berkumpul untuk masing- masing

warna cahaya di setiap intensitas ... 32 13. Sel kon sebelum dipapar oleh cahaya ... 35 14. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya biru pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit... 36 15. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya hijau pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit... 37 16. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya kuning pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit... 38 17. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya merah pada iluminasi yang berbeda dalam waktu 10 menit... 39 18. Rasio kon indeks pepetek dengan cahaya berbeda dalam waktu

10 menit... 41 19. Grafik hub ungan antara nilai kon indeks, intensitas cahaya dan jumlah ikan yang berkumpul pada masing- masing warna cahaya... 44


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur histologi untuk analisis retina mata ikan ... 49 2 Prosedur pengeringan, penuangan parafin dan penanaman

spesimen retina ... 50 3 Prosedur pewarnaan dengan hematoxylene dan eosin... 51 4 Hubungan jumlah ikan pepetek terhadap warna cahaya... 52 5 Rata-rata jumlah ikan pepetek yang berkumpul pada warna cahaya dengan intensitas berbeda ... 53 6 Rasio kon indeks pepetek... 54 7 Analisis ragam jumlah ikan ... 55 8 Uji lanjut Duncan untuk jumlah ikan ... 56 9 Analisis ragam kenaikan sel kon ... 58 10 Uji lanjut Duncan untuk kenaikan sel kon ... 59 11 Pepetek (Secutor insidiator) sebagai ikan percobaan ………… 61 12 Lampu- lampu percobaan ……….. 61 13 Perhitungan statistik untuk interaksi warna cahaya dengan intensitas yang berbeda………. 62 14 Posisi lampu diatas akuarium percobaan ……….. 62 15 Posisi tengah dari akuarium percobaan ………. 63 16 Aerator ………. 63 17 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya biru ……… 64 18 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya hijau ……….. 64 19 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya kuning ……… 65 20 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya merah ………. 65 21 Set tempat lampu dengan dimmer ……….. 66 22 Pelet ………... 66 23 Contoh perhitungan kon indeks………..………... 67


(25)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan teknologi penangkapan ikan di dunia secara keseluruhan. Salah satu bentuk teknologi penangkapan ikan yang dianggap sukses dan berkembang dengan pesat pada industri penangkapan ikan sampai saat ini adalah penggunaan alat bantu cahaya untuk menarik perhatian ikan dalam proses penangkapan ikan (Nikonorov 1975).

Cahaya merupakan alat bantu untuk menarik dan mengumpulkan ikan ke daerah penangkapan (catchable area), dimana selanjutnya ikan dapat ditangkap. Akan tetapi selama ini sebagian besar nelayan hanya menggunakan cahaya warna putih dalam melakukan proses penangkapan ikan. Para nelayan tersebut umumnya hanya berpedoman pada pengalaman dan insting bahwa ikan tertarik oleh cahaya . Hal ini telah dilakukan selama bertahun-tahun tanpa didukung oleh kajian-kajian ilmiah.

Terdapat beberapa penelitian tentang sensitivitas spektrum maksimum terhadap retina mata ikan misalnya yellowfin tuna, bigeye tuna dan marlin yang sensitif pada panjang gelombang antara 458-492 nm (Kawamura et al. 1981). Selain itu, Zilanov (1968) mengemukakan bahwa Atlantic sauri sangat cepat tertarik dengan cahaya lampu dan mulai tertarik kepada cahaya sejak lampu dinyalakan antara 1 sampai 5 menit. Aktifitas makan Hoplosternum littorale

dipengaruhi oleh warna cahaya biru dan merah (Boujard et al. 1992).

Akan tetapi penelitian-penelitian yang disebutkan di atas merupakan penelitian yang dilakukan bukan di Indonesia. Belum banyak penelitian yang dilakukan di Indonesia untuk mengungkap tentang pengaruh cahaya terhadap fisiologi mata ikan sebagai dasar pengembangan teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya. Hal tersebut merupakan kendala dan kelemahan yang dihadapi Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Ayodhyoa (2001) hampir tidak ada penelitian mengenai intensitas cahaya optimum untuk menangkap satu jenis ikan tertentu, mekanisme ikan tertarik cahaya, pengaturan lama pencahayaan lampu dan penangkapan juvenil ikan menggunakan cahaya. Hal tersebutlah yang


(26)

mengakibatkan teknologi perikanan di Indonesia masih tertinggal karena masih sedikitnya penelitian ilmu- ilmu terapan (applied sciences) sebagai jembatan pengembangan teknologi perikanan. Padahal dalam masa mendatang penangkapan ikan menggunakan cahaya pada batas-batas yang diizinkan merupakan cara yang ramah lingkungan sesuai dengan paradigma baru penangkapan ikan.

Dari beberapa penelitian, tiap spesies ikan mampu mengabsorbsi panjang gelombang tertentu secara maksimal oleh pigmen penglihatan (photo pigment). Aktifitas ikan dipengaruhi oleh lingkungannya dan cahaya pada umumnya menjadi faktor utama (Boujard et al. 1992). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ikan dapat diarahkan atau dikumpulkan pada suatu area tertentu oleh cahaya, diantaranya adalah ikan tertarik oleh cahaya karena adanya sifat fototaxis. Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi retina mata ikan adalah warna cahaya, intensitas cahaya dan lama waktu pemaparan . Hal ini dapat dilihat dari tingkatan adaptasi mata ikan terhadap intensitas cahaya. Terjadinya tingkatan adaptasi mata ikan atau respon ikan terhadap cahaya ditandai dengan naiknya sel kon (cone cell) yang terdapat pada retina mata ikan (Gunarso 1985). Sel kon yang terdapat di dalam retina ikan bertanggung jawab pada penglihatan terhadap warna (color vision) (Tamura 1957). Menurut beberapa teori mata ikan mempunyai struktur yang sama seperti mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna. Artinya terdapat kemungkinan bahwa dari kemampuan ikan membedakan warna tersebut maka ikan pun cenderung akan menyukai warna -warna tertentu pada lingkungannya.

Oleh sebab itu, penelitian tentang mata ikan khususnya mengenai preferensi ikan tersebut terhadap warna cahaya tertentu dengan intensitas yang berbeda sangat penting untuk dilakukan. Dengan mengetahui pola tingkah laku ikan tersebut terhadap warna cahaya tertentu dan intensitas cahaya optimum, maka dengan sendirinya taktik serta metode penangkapan ikan dapat direncanakan untuk mengoptimalkan operasi penangkapan.


(27)

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu tingkah laku ikan adalah tertarik pada sumber cahaya atau disebut juga fototaksis positif. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ikan terhadap cahaya antara lain intensitas, komposisi spektrum warna cahaya dan lama penyinaran.

Sejauh ini kegiatan penangkapan lebih banyak memaksakan kehendak dari nelayan sendiri tanpa menyadari dan memahami apa yang dikehendaki oleh ikannya. Oleh sebab itu bila tingkah laku ikan serta faktor-faktor yang berkaitan dengannya dapat diketahui dan dipahami maka akan terbuka jalan untuk mengetahui cara-cara yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas suatu alat tangkap bahkan dapat memacu dan memodifikasi suatu jenis alat penangkapan yang baru dan lebih sesuai. Dengan sendirinya taktik serta metode penangkapan ikan dapat direncanakan untuk mengoptimalkan operasi penangkapan.

Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi saat ini juga menjadi dasar dan alasan penting bahwa pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang lebih dititikberatkan pada kepentingan sumberdaya dan perlindungan lingkungan (Purbayanto dan Baskoro 1999). Konsep pengembangan teknologi penangkapan ikan sekarang ini tidak hanya menekankan pada peningkatan jumlah hasil tangkapan tetapi juga harus memperhatikan dampak lingkungan. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan misalnya perubahan kelimpahan dan distribusi dari sumberdaya perikanan (Gislason 2003). Oleh sebab itu perlu percepatan penciptaan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (Gopakumar 2002). Bagan dinilai kurang ramah lingkungan karena dalam pengoperasianya menangkap semua jenis ikan baik yang berbeda umur maupun ukuran. Kondisi tersebut menyebabkan alat tangkap ini kurang selektif.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkah laku ikan pepetek (Secutor insidiator) hubungannya dengan color vision (penglihatan terhadap warna) ikan tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan akan dapat memperoleh informasi-informasi dasar tentang tingkah laku ikan pepetek (Secutor insidiator) dalam hubungannya dengan kesukaan (preferensi) ikan tersebut terhadap warna cahaya tertentu dengan intensitas yang berbeda. Dengan demikian diharapkan akan dapat


(28)

menunjang percepatan penciptaan teknologi yang ramah lingkungan dalam pengembangan perikanan dengan menggunakan cahaya.

Warna yang digunakan pada penelitian ini adalah warna biru, hijau, kuning dan merah. Menurut penelitian sebelumnya warna biru merupakan warna efektif untuk mengumpulkan pepetek berdasarkan banyaknya ikan yang terkumpul. Akan tetapi, terkumpulnya pepetek tersebut tanpa dilihat pada intensitas cahaya optimum dimana sel kon dari ikan tersebut dapat beradaptasi penuh. Pada penelitian ini akan dilihat absorbsi warna yang paling efektif dan intensitas cahaya yang optimum dari warna tersebut yang terabsobsi pada retina pepetek. Terdapat tiga warna primer yaitu biru, kuning dan merah. Menurut Herring et.al. (1990), di dalam retina terdapat tiga macam reseptor yaitu reseptor biru, reseptor hijau dan reseptor merah dimana masing masing reseptor menyerap satu dari 3 warna utama. Warna utama untuk cahaya adalah merah, biru dan hijau. Menur ut Herring pula bahwa retina hanya dapat menangkap cahaya saja. Oleh karena hal tersebut di atas maka penelitian ini menggunakan gabungan warna antara warna dasar dengan warna dasar dari cahaya yaitu warna cahaya biru, hijau, kuning dan merah untuk melihat reaksi pepetek.

Cahaya cukup mempengaruhi kehidupan manusia dan mungkin juga ikan, sehingga efek dari cahaya pada ikan perlu diuji. Akan tetapi penelitian ini lebih difokuskan pada pengaruh warna cahaya dengan intensitas yang berbeda terhadap pepetek (Secutor insidiator). Ikan pepetek merupakan ikan yang bersifat fototaksis positif berdasarkan penelitian sebelumnya, hidup sepanjang tahun dan mampu bertahan di dalam akuarium percobaan dalam waktu lama.

Untuk memperoleh data hubungan antara warna cahaya dengan pola reaksi dan tingkah laku ikan masih memerlukan kajian yang perlu didalami, termasuk perbedaan intensitas dari warna cahaya yang dapat bereaksi optimum terhadap pepetek (Secutor insidiator). Berdasarkan hal tersebut di atas maka muncul beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola reaksi pepetek (Secutor insidiator) terhadap warna cahaya dengan intensitas yang berbeda?

2. Bagaimana proses adaptasi retina pepetek (Secutor insidiator) yang diberi warna cahaya dengan intensitas yang berbeda?


(29)

3. Pada intensitas cahaya berapa yang dapat memberikan reaksi terhadap sel kon untuk beradaptasi penuh (fully adapted) pada masing- masing warna cahaya? 4. Warna cahaya apa yang menjadi preferensi dari pepetek berdasarkan hal tersebut di atas?

Adapun diagram alir perumusan masalah adalah sebagai berikut (Gambar 1):

Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah Faktor – faktor TLI Sumber daya + Lingkungan

Modifikasi alat tangkap yang lebih sesuai dengan TLI

Pengembangan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan

Taktik dan metode penangkapan ikan dapat direncanakan


(30)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui reaksi dan jumlah pepetek (Secutor insidiator) yang tertarik terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda.

2. Menganalisis proses adaptasi sel kon pepetek (Secutor insidiator) terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memperoleh suatu perbaikan terhadap metode dan taktik penangkapan sehubungan dengan penggunaan cahaya sebagai alat bantu untuk menarik dan mengonsentrasikan ikan. Selain itu sebagai salah satu bahan masukan dalam pengembangan proses penangkapan pada perikanan lampu di masa mendatang dan sebagai bahan informasi bagi penelitian-penelitian berikutnya.

1.5 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Ada perbedaan reaksi dan jumlah pepetek (Secutor insidiator) yang

berkumpul pada cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda.

2. Ada perbedaan proses adaptasi sel kon pepetek (Secutor insidiator) terhadap cahaya warna biru, hijau, kuning dan merah dengan intensitas cahaya yang berbeda.

1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian

Kerangka pemikiran penelitian ini adalah warna cahaya akan mempengaruhi tingkah laku ikan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis respons tingkah laku ikan dan analisis proses adaptasi retina mata ikan. Hasil analisis penelitian ini merupakan informasi dasar dalam usaha peningkatan produktivitas alat tangkap untuk pengembangan teknologi penangkapan ikan dengan cahaya yang berwawasan


(31)

lingkungan. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian adalah sebagai berikut (Gambar 2):

Gambar 2. Diagram alir kerangka pemikiran Biru

Cahaya

Pigmen penglihatan

v Warna cahaya tertentu untuk menarik ikan tertentu secara efektif

v Intensitas cahaya efektif

Taktik dan metode penangkapan optimal Kuning

Hijau

Sel kon

Warna Intensitas


(32)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Pepetek (Secutor insidiator)

Pepetek (Secutor insidiator) merupakan ikan demersal famili Leognathidae dengan panjang tubuh 6-20 cm, berbentuk pipih, tidak mengenal musim. Habitatnya berada di laut dan terdapat di daerah tropis dengan kisaran suhu 26 -29

o

C. Swimming layer pepetek berada di kedalaman 10 – 50 m. Daerah penyebarannya di Indonesia, Thailand, Philipina, Taiwan dan Papua New Guinea. Pada bagian atas tubuhnya berwarna hitam kebiru-biruan, bagian bawahnya berwarna putih mengkilat dan hidup bergerombol (schooling) (Gambar 3).

Schooling ikan ini biasanya berada didekat dasar perairan (Bloch 1787; Smith et al. 1999).

Duri punggung secara keseluruhan berjumlah 8, duri punggung lunak berjumlah 16, duri dubur berjumlah 3, sirip dubur lunak berjumlah 14. Hidung berada di atas mata dengan mulut menghadap ke atas. Makanan pepetek adalah zooplankton termasuk copepoda, mysid, larva ikan dan crustacea (Bloch 1787).

Sumber : Jones (1985)

Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator) 1 cm


(33)

Menurut Bloch (1787) klasifikasi pepetek (Secutor insidiator) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum: Chordata

Sub phylum : Vertebrata Superclass : Osteichtyes

Class : Actinopterygii Sub class: Neopterygii

Intraclass : Teleostei

Superoder : Acanthopterygii Ordo: Perciformes Suborder : Percoidei

Family Leognathidae Genus: Secutor

Spesies: Secutor insidiator

2.2 Cahaya

2.2.1 Intensitas Cahaya

Cahaya merupakan bagian yang fundamental dalam menentukan tingkah laku ikan di laut (Woodhead 1966). Faktor yang menentukan penetrasi cahaya masuk ke dalam perairan adalah absorbsi cahaya dari partikel-partikel air, kecerahan, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, musim dan lintang geografis (Nybakken 1988). Ben-Yami (1987) menyatakan bahwa nilai iluminasi (lux) suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut dan nilainya akan berkurang apabila cahaya tersebut masuk ke dalam air karena mengalami pemudaran. Besarnya iluminasi cahaya (E satuannya lx) ditentukan dari intensitas penyinaran (I satuannya cd) dan jarak dari sumber cahaya (r satuannya m) yang diformulasikan sebagai berikut :

E = I


(34)

Bentuk distribusi intensitas cahaya lampu di bawah air tergantung dari tipe lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya. Pengamatan distribusi intensitas cahaya di bawah air menunjukkan bahwa pada garis luar iso- lux dari 4 lampu kerosene (lampu petromaks), bentuknya oval, intensitas cahaya maksimum (250 lx) di permukaan air dan 0,1 lx di kedalaman 14 m (Baskoro et al. 1998). Choi et al. (1997) melaporkan bahwa lampu listrik jenis metal halide mempunyai bentuk sebaran intensitas cahaya seperti angka delapan yang diputar 90° ke kiri dan ke kanan.

2.2.2. Panjang Gelombang Cahaya

Stimuli cahaya terhadap tingkah laku ikan sangat kompleks antara lain intens itas, sudut penyebaran, polarisasi, komposisi spektralnya dan lama penyinarannya. Nicol (1963) telah melakukan suatu telaah mengenai penglihatan dan penerimaan cahaya oleh ikan dan menyimpulkan bahwa mayoritas mata ikan laut sangat tinggi sensitifitasnya terhadap cahaya. Tidak semua cahaya dapat diterima oleh mata ikan. Cahaya yang dapat diterima memiliki panjang gelombang pada interval 400 – 750 mµ (Mitsugi 1974; Nikonorov 1975).

Penetrasi cahaya dalam air sangat erat hubungannya dengan panjang gelomba ng yang dipancarkan oleh cahaya tersebut. Semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kecil daya tembusnya kedalam perairan. Panjang gelombang dari masing- masing warna cahaya dapat dilihat pada Tabel 1 (Ben-Yami 1987).

2.3 Tingkah Laku Ikan terhadap Cahaya

Tingkah laku ikan menurut He (1989) adalah adaptasi dari badan ikan terhadap lingkungan internal dan eksternal, sedangkan reaksi ikan merupakan respon yang berhubungan dengan tingkah laku ikan karena adanya rangsangan eksternal. Terdapat dua bentuk reaksi dari hewan terhadap cahaya yaitu fotokinesis dan fototaksis. Fotokinesis adalah respon dalam kecepatan perubahan arah gerakan terhadap suatu intensitas cahaya, sedangkan fototaksis adalah tindakan lokomotor


(35)

dari suatu organisme mendekat (positif) atau menjauhi (negatif) dari suatu sumber cahaya (Ben-Yami, 1987).

Tabel 1. Panjang gelombang dari masing- masing warna

Warna Panjang gelombang (nm)

Violet 3.900-4.550

Biru 4.550-4.920

Hijau 4.920-5.770

Kuning 5.770-5.970

Orange 5.970-6.220

Merah 6.220-7.700

Sumber: Ben-Yami (1987)

Pandangan beberapa ahli tentang tertariknya ikan terhadap cahaya lampu berbeda-beda. Verheijen (1959) mengatakan bahwa ikan melihat sumber cahaya dalam keadaan gelap di malam hari, menjadi disorientasi secara optik dan bereaksi, dimana hanya satu mata yang dirangsang sehingga terjadi gerakan yang tidak beraturan dan tidak menentu dari ikan pada area iluminasi.

Menurut He (1989), terdapat teori tentang ikan berenang mendekati sumber cahaya (fototaksis) yaitu forced movement theory, adaptation theory dan feeding phototaxis theory, sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi fototaksis pada ikan adalah faktor internal seperti umur, jenis kelamin dan kepenuhan isi lambung serta faktor eksternal seperti temperatur air, level lingkungan cahaya (dini hari dan bulan purnama), intensitas dan warna dari sumber cahaya, ada tidaknya makanan dan kehadiran predator.

2.4 Struktur Mata Ikan

Struktur mata ikan tidak berbeda dengan vertebrata lainnya, meskipun sejumlah spesies bervariasi dalam ukuran, struktur dan posisinya. Variasi ini sebagai akibat dari adaptasi pada lingkungan hidupnya (habitat) yang bervariasi khususnya karena habitat ikan terdapat di air, dimana sensitivitas dan ketajaman mata ikan ini tergantung dari keadaan cahaya yang dirasakan oleh retinanya (Gambar 4) (Fernald 1992).


(36)

Gambar 4. Struktur mata ikan (Takashima & Hibiya, 1995)

Struktur mata ikan pada umumnya terdiri dari segmen bagian luar dan dalam dari bola mata. Bagian luar dari struktur mata terdiri dari sclera dan kornea. Sklera merupkan lapisan pelindung retina. Kornea merupakan bagian mata yang pertama kali menerima pancaran cahaya yang mempunyai kemampuan untuk merefraksikan cahaya. Kornea adalah sebuah selaput keras, tembus pandang pada bagian muka mata dan berfungsi juga untuk melindungi retina. Kornea berbentuk bulat seperti lensa cembung kamera (Leesson & Leesson 1992).

Bagian lain dari struktur mata termasuk ke dalam segmen dalam. Selaput pelangi atau iris dapat membuka dan menutup seperti diafragma kamera yang mengatur jatah cahaya yang memasuki mata. Iris berfungsi dalam memperlebar sudut lensa yakni meluruskan secara perlahan- lahan bentuk bola mata. Iris juga berperan dalam mengatur kuat-lemahnya gelombang cahaya yang diperlukan oleh lensa mata agar mampu melihat objek dengan baik (Razak et al. 2005).

Lensa bersama dengan kornea berfungsi untuk membentuk suatu bayangan yang terbalik, benar dan diperkecil dari suatu obyek pada lapisan sel batang dan sel kerucut yang fotosensitif (peka cahaya) pada retina. Vitreous humor merupakan

Cartilago Sclera Koroid Iris Ligamen annular Retina Kornea Saraf optik Vitreous humor Lensa Otot refraktor lentis Proses Fals iform


(37)

cairan yang pekat (kental/gel) dan transparan yang berfungsi untuk meneruskan cahaya yang telah diterima oleh lensa ke retina. Pada koroid terdapat banyak pembuluh darah sehingga fungsi dari lapisan koroid adalah untuk memberi nutrisi pada seluruh jaringan yang ada di mata (Leesson & Leesson 1992).

Salah satu bagian yang terpenting dari mata dalam hubungannya dengan cahaya adalah retina. Retina terdiri dari bagian anterior yang tak peka cahaya dan bagian posterior yaitu bagian yang fungsional yang merupakan organ fotoreseptor atau alat penerima cahaya.

Organ fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang merupakan bentuk modifikasi dari neuron. Sel batang merupakan sel khusus yang ramping dengan segmen luar berbentuk silindris sedangkan sel kerucut berbentuk hampir sama dengan sel batang tetapi pada segmen luar mengecil dan membesar ke arah segmen dalam (Leesson & Leesson 1992).

2.5 Mekanisme Penglihatan Mata Ikan

Mata merupakan penghubung antara ikan dengan dunia luar bekerja karena adanya cahaya. Cahaya masuk ke dalam air dan diterima oleh mata ikan dengan beberapa tahapan sampai akhirnya menjadi informasi yang dianalisis oleh otak untuk gerakan atau tingkah laku lainnya (Razak et al. 2005).

Setelah cahaya diterima maka mata mampu melihat objek yang ada disekitarnya. Kornea merupakan bagian mata yang pertama kali menerima pancaran cahaya yang mempunyai kemampuan untuk merefraksikan cahaya. Kornea adalah sebuah selaput keras, tembus pandang pada bagian muka mata. Kornea bentuknya bulat seperti lensa cembung kamera. Membelokkan sinar cahaya sehingga saling mendekati (Mueller 1983).

Kornea bekerja memperhitungkan seberapa besar fokus dari cahaya. Pada ikan yang hidup di perairan dangkal seperti ikan karang mepunyai kornea berwarna kuning dan terkadang lensa berwarna kuning. Pigmen berwarna kuning berguna sebagai filter optikal untuk mengurangi jumlah cahaya gelombang pendek yang tersebar sehingga mengurangi kandungan informasi bayangan (Fujaya 2002).

Di belakang kornea terdapat selaput pelangi atau iris yang membuka dan menutup seperti diafragma kamera yang mengatur jatah cahaya yang memasuki


(38)

mata. Iris berfungsi dalam memperlebar sudut lensa yakni meluruskan secara perlahan- lahan bentuk bola mata. Iris juga berperan dalam mengatur kuat-lemahnya gelombang cahaya yang diperlukan oleh lensa mata agar mampu melihat objek dengan baik (Razak et al. 2005).

Cahaya selanjutnya masuk ke lensa. Cahaya mengalami pembelokan dan kemudian dikumpulkan pada satu titik retina atau selaput jala setelah melewati cairan gel mata vitreous humor. Pada retina cahaya diserap oleh fotoreseptor-fotoreseptor tetapi sebelumnya cahaya diteruskan ke neuron yang signalnya terintegrasi dengan fotoreseptor (Razak et al. 2005).

Bayangan yang dibentuk lensa jatuh pada retina. Retina memiliki struktur berlapis-lapis dan transparan, yakni terdiri dari lapisan epitelium berpigmen, fotoreseptor, sel bipolar, sel interplexiform, sel horizontal, sel amakrin dan sel ganglion. Masing- masing komponen tersebut berperan dalam mekanisme penglihatan. Epitelium berpigmen mengelilingi ujung-ujung fotoreseptor yakni sel kerucut dan sel batang (Gambar 5). Sel ho rizontal tersusun dalam bentuk mozaik sebagai perantara interaksi kromatik diantara jenis-jenis sel kerucut yang berbeda (kerucut warna biru, hijau dan merah), menjadi penghubung ke sel-sel bipolar dan menyusun sebuah jalur tambahan menuju lapisan inti neuron. Informasi mengenai penangkapan foton oleh fotoreseptor dikirim ke otak sel bipolar dan selanjutnya ke sel ganglion (Razak et al. 2005).


(39)

Gambar 5. Sel rod (sel batang) dan sel kon (sel kerucut) (http://www.olympusmicro.com)

Fotoreseptor pada kebanyakan ikan terdiri dari sel kerucut dan sel batang. Sel kerucut bertanggung jawab terhadap penglihatan terang (adaptasi terang) dan pada diskriminasi warna. Perbedaan sensitivitas cahaya pada sel kerucut dan sel batang disebabkan oleh kandungan pigmen yang berbeda. Sel kerucut dan sel batang mampu menerima rangsangan cahaya karena adanya struktur fungsional yakni segmen luar dan segmen dalam (Razak et al. 2005).

Segmen luar mengandung zat fotokimia berupa pigmen rodopsin dan segmen dalam mengandung banyak mitokondria sebagai tempat menyimpan energi bagi fotoreseptor. Selain mitokondria pada bagian segmen dalam juga ditemukan inti sel dan material genetik untuk pergantian sel segmen luar. Ketika cahaya sampai ke retina dan diterima oleh sel kerucut yang mengandung rodopsin untuk penyerapan energi. Disini terjadi proses biofisika dan biokimia sekaligus (Razak et al. 2005).

Retina, yang merupakan vitamin A aldehid, bertanggung jawab untuk penyerapan cahaya. Vitamin A tersebut berhubungan dengan lisin suatu asam amino residu pada rantai opsin. Absorbsi cahaya oleh retina menyebabkan protein krusial pada sitoplasma fotoreseptor atau ruang intraselluler berkaitan dengan loop

Sel Rod

Sel Kon

Sel Kon di Fovea


(40)

region. Inisiasi perubahan kimia pada sel melibatkan proses amplifikasi (Razak et al. 2005).

2.6 Mekanisme Diskriminasi Warna

Menurut Cromer (1994), suatu objek yang dilihat oleh hewan tergantung dari sifat-sifat fisik khusus dari cahaya yang sensitif untuk matanya. Pada serangga hanya dapat mendeteksi warna dan polarisasi. Pada ikan yang matanya sangat mirip dengan mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna.

Ketika spektrum cahaya masuk ke mata diterima lensa dan diteruskan ke retina maka spektrum cahaya merah tersebut merangsang sel kerucut merah untuk aktif dan memberikan signal merah karena adanya eksitasi dari sel-sel ganglion merah hijau (red green ganglion cell). Ketika spektrum cahaya hijau sampai di retina maka cahaya hijau merangsang sel kerucut hijau dengan menghambat sel-sel ganglion merah hijau (red green ganglion cell). Ketika spektrum cahaya warna kuning sampai ke retina, maka cahaya kuning merangsang sel-sel kerucut merah dan hijau secara bersamaan yang menyebabkan eksitasi ganglion merah hijau (red green ganglion cell) tanpa mempengaruhi sel kerucut biru. Demikian pula untuk spektrum cahaya warna biru masuk ke retina, sel kerucut merah dan hijau dirangsang yang menyebabkan eksitasi sel ganglion kuning biru (yellow-blue ganglion) memberikan signal biru (Carlson, 1994).

Selanjutnya dari penelitian Mc Farland dan Munz (1975) dalam Sale (ed) (1991), menunjukkan bahwa pigmen visual pada sel batang dari beberapa jenis ikan karang Pasifik memiliki kemampuan menyerap gelombang warna berkisar 480-502 nm. Kisaran tersebut berbeda dan lebih sempit kisarannya dibandingkan dengan laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa kisaran spektrum gelombang untuk pigmen sel batang untuk ikan air tawar dan ikan air laut berkisar 467-551 nm. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lythgoe (1966) yang mendapatkan nilai yang hampir sama sekitar 490-503 nm pada tujuh sampel ikan dari Laut Mediterania. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa adaptasi absorbsi gelombang maksimal dari pigmen visual ikan karang adalah berkisar 493 nm.


(41)

2.7 Perikanan Bagan

Bagan telah digunakan nelayan tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil. Alat tangkap ini dalam perkembangannya telah banyak mengalami perubahan baik bentuk maupun ukuran yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan daerah penangkapan. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dikelompokkan ke dalam jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing. Di Indonesia bagan tersebut digolongkan ke dalam dua tipe dilihat dari posisinya di daerah penangkapan, bagan apung dan bagan tancap.

Dua tipe bagan di Indonesia yang pertama adalah bagan tancap yaitu bagan yang ditancapkan secara tetap di perairan dengan kedalaman 5-10 m. Jenis yang kedua adalah bagan apung yaitu bagan yang dapat berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya (Baskoro et. al 1998). Selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi bagan dengan satu perahu, bagan dengan dua perahu, bagan rakit dan bagan dengan menggunakan mesin.

Bagan termasuk ke dalam light fishing yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik perhatian ikan untuk berkumpul di bawah cahaya lampu, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Ayodhyoa 2001). Selanjutnya dikatakan bahwa ikan tersebut memberikan respon melalui rangsangan cahaya dan dimanfaatkan dalam penangkapan atau pemanfaatan salah satu tingkah laku ikan untuk menangkap ikan tersebut. Terdapat beberapa ikan yang tertarik dengan adanya cahaya dan berkumpul serta terdapat juga yang menjauhi cahaya dan menyebar. Perkembangan terakhir mengenai teknologi penangkapan ikan menggunakan bagan di Indonesia adalah menggunakan bagan besar yang umumnya disebut dengan nama bagan rambo (Tupamahu 2003).


(42)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat dan Laboratrium Kesehatan Ikan Institut Pertanian Bogor pada bulan November 2005 sampai Januari 2006. Pengambilan ikan sampel penelitian dilakukan melalui penangkapan menggunakan bagan yang beroperasi di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Pengamatan tingkah laku ikan dilakukan di akuarium percobaan milik CV Mutiara Dua, Pelabuhan Ratu, Jawa Barat dan analisis histologi adaptasi retina mata ikan dilakukan di Laboratorium Budidaya Perikanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Beberapa bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, selain untuk pegambilan data maupun untuk pengolahan data dijelaskan berikut ini:

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian dan kegunaannya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan penelitian dan kegunaannya

No. Bahan Kegunaan

1. Pepetek (Secutor insidiator) Sampel untuk percobaan

2. Pelet Pakan ik an percobaan

3. Formalin 10% Bahan pengawet

4. Larutan Bouin’s Larutan fiksasi

5. Parafin Menanam spesimen retina mata ikan

6. Alkohol Mengeringkan spesimen retina

7. Xylene Mengeringkan spesimen retina

8. Akuades Bahan pelarut


(43)

3.2.2 Alat

Alat penelitian dan kegunannya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Peralatan penelitian dan kegunaannya

No. Alat Kegunaan

1. Bagan (jaring angkat) Penangkap ikan 2. Lampu berwarna biru, hijau, kuning dan

merah

Sebagai sumber cahaya dalam percobaan color vision

3. Akuarium percobaan Tempat percobaan color vision

4. Kamera Merekam tingkah laku ikan

5. Botol sampel Tempat spesimen mata ikan

6. Gelas ukur Mengukur volume larutan

7. Gelas obyek Melekatkan spesimen dalam

proses penyiapan preparat

8. Kaca penutup Penutup spesimen pada gelas

obyek

9. Pipet tetes Mengambil/memindahkan

larutan dalam volume kecil 10. Dissecting set Membedah mata ikan 11.

12.

Counter

Mikrotom

Menghitung jumlah ikan Menyayat spesimen retina mata ikan

13. Mikroskop Menelaah preparat spesimen

retina mata ikan

14. Senter Penerangan

15. Jerigen Membawa ikan pepetek dari

bagan ke akuarium percobaan 16. Aerator Sirkulasi udara pada akuarium

percobaan

17. Digital luxmeter Mengukur intensitas cahaya di udara

18. Underwater Luxmeter type SA:LI-192SA

underwater quantum sensor 3308

Mengukur intensitas cahaya di dalam air

3.3 Desain Penelitian

Pepetek yang digunakan dalam penelitian ini ditangkap dengan bagan (jaring angkat) yang beroperasi di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Ikan- ikan pepetek hidup hasil tangkapan bagan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diaklimatisasi sebelum dilakukan percobaan. Percobaan respons pepetek terhadap warna cahaya dengan intensitas berbeda dilakukan di akuarium percobaan. Pengumpulan data berasal dari pengamatan di akuarium percobaan dan di laboratorium. Data yang diambil di akuarium percobaan adalah data jumlah terkumpulnya pepetek tiap intensitas cahaya tiap warna setelah pemaparan yang


(44)

dilakukan di dalam akuarium percobaan milik CV Mutiara Dua Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Selanjutnya sampel mata ikan setelah pemaparan dianalisis retinanya untuk mengetahui cone index dari retina tersebut di Laboratorium Budidaya Perikanan IPB. Desain penelitian disajikan pada Gambar 6.

3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian 3.4. 1. Persiapan

Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian antara lain persiapan akuarium percobaan yang akan digunakan sebagai tempat percobaan, pengumpulan pepetek dari alat tangkap bagan; persiapan lampu berwarna yaitu biru, hijau, kuning dan merah; dimmer yang digunakan untuk mengontrol intensitas cahaya yang diinginkan; serta persiapan zat- zat kimia yaitu larutan Bouin’s untuk fiksasi mata ikan setelah proses pemaparan dan persiapan zat-zat kimia lain untuk proses histologi.

3.4.2 Pengambilan Ikan Sampel Percobaan

Ikan sampel percobaan yaitu pepetek (Secutor insidiator) diambil dari hasil tangkapan bagan, kemudian ditampung pada jerigen yang telah diisi air laut dan diberi aerator. Ikan dari hasil tangkapan bagan tersebut selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk ditempatkan di akuarium percobaan. Penangkapan pepetek menggunakan bagan dilakukan beberapa kali sampai mendapatkan jumlah yang mencukupi untuk percobaan. Ikan pepetek diaklimatisasi selama 1 malam sebelum digunakan dalam percobaan. Aklimatisasi berguna untuk adaptasi ikan pepetek karena adanya perubahan lingkungan dimana lingkungan yang baru merupakan lingkungan yang berbeda dari lingkungan asal. Ikan yang digunakan pada percobaan ini berjumlah 88 ekor mempunyai panjang baku berkisar 8-10 cm. Saat percobaan dilakukan, pepetek tidak diberi makan (starvation process) agar reaksi pepetek merupakan respons terhadap cahaya dan bukan karena makanan.


(45)

Gambar 6. Tahap pelaksanaan penelitian Bagan di Pelabuhan Ratu

Laboratorium Kesehatan Ikan IPB

Prosedur histologi adaptasi retina mata ikan Pengamatan

color vision

Pengambilan sampel ikan

Laboratorium

Analisis histologi

Rasio

cone index

Kesimpulan

Akuarium Percobaan CV Mutiara Dua

Analisis data

Cahaya biru

Cahaya hijau

Cahaya kuning

Cahaya merah


(46)

3.4.3 Desain Akuarium

Akuarium percobaan yang digunakan berbentuk segi empat dengan panjang 1.5 m, lebar 0.8 m dan tinggi 1 m. Lampu percobaan dipasang 0.375 m dari ujung depan akuarium. Lampu diikat pada kayu dan dipasang tegak lurus dengan permukaan air pada jarak 0.5 m. Tinggi air dari dasar akuarium adalah 0.5 m (Gambar 7).

Gambar 7. Ilustrasi akuarium percobaan

3.4.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya

Percobaan dilakukan pada malam hari pada ruangan tertutup agar tidak ada cahaya lain yang berpengaruh selain cahaya lampu percobaan. Pepetek ditempatkan pada akuarium percobaan yang di atasnya telah dipasang lampu berwarna yang dihubungkan dengan dimmer. Dimmer berfungsi untuk mengatur intensitas cahaya yang diinginkan (Gambar 9). Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan under water luxmeter (Gambar 8). Pengukuran intensitas cahaya tepat di bawah permukaan air di bawah cahaya lampu. Sebagai sumber cahaya digunakan lampu yang berwarna biru, hijau, kuning dan merah (Lampiran 12).


(47)

Keterangan gambar: A = Cosine sensor C = Shaft B = Kabel penghubung D = Light meter/photo meter

Gambar 8. Underwater lux meter yang digunakan dalam penelitian

Untuk mengetahui respons pepetek terhadap warna cahaya maka dilakukan prosedur sebagai berikut:

(1) Sebelum dilakukan percobaan, ikan dibiarkan dalam keadaan gelap (2) Setelah itu, lampu dinyalakan

(3) Pemaparan lampu dilakukan selama 10 menit kemudian lampu dimatikan selama 15 menit

(4) Sesaat sebelum lampu dimatikan, jumlah pepetek yang mendekati sumber cahaya dihitung

(5) Kemudian lampu tersebut dinyalakan kembali setelah 15 menit dari percobaan sebelumnya untuk pengamatan pada intensitas yang lebih besar.

A

D B


(48)

Percobaan satu warna dilakukan dalam satu malam. Pemaparan cahaya lampu berwarna dilakukan pada intensitas cahaya antara 1 lux sampai 19 lux dengan interval 2 lux.

Gambar 9. Dimmer yang digunakan dalam penelitian

Apabila pepetek ”mendekati” lampu maka pepetek tersebut dianggap menyukai warna lampu yang dipaparkan. Kriteria ”mendekati” dari ikan percobaan terhadap lampu dalam penelitian ini adalah apabila setelah lampu dinyalakan maka ikan akan berenang mendekati dan berada di bawah lampu sekurang-kurangnya 10 menit dan tetap berenang hingga mencapai jarak setengah dari akuarium (0.75 m dari ujung akuarium) yang di atasnya terdapat lampu dengan warna cahaya pada intensitas tertentu.

3.4.4.2 Percobaan Adaptasi Retina Mata Ikan terhadap Warna Cahaya

Pepetek yang telah terpapar cahaya selanjutnya langsung difiksasi dengan larutan Bouin’s, sebagai sampel percobaan adaptasi retina. Larutan Bouin’s merupakan larutan fiksatif majemuk yaitu larutan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh mikroorganisme maupun perusakan oleh jenis enzim yang terkandung dalam jaringan itu sendiri (autolisis) agar sesuai dengan bentuk aslinya. Larutan Bouin’s merupakan campuran larutan antara asam pikrat, asam asetat dan formalin. Larutan Bouin’s juga mempunyai beberapa kelebihan yaitu antara lain mempunyai penetrasi yang cepat, mempunyai efek pewarnaan yang ba ik untuk nukleus dan jaringan penghubung.


(49)

Proses selanjutnya adalah proses histologi yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan di IPB untuk mengetahui adaptasi retina mata ikan. Sampel mata ikan dipisahkan dari bagian kepala dengan cara memotong secara perlahan- lahan menggunakan peralatan dissecting set (Gambar 10). Prosedur histologi yang digunakan merupakan metode standard pada Laboratorium Tingkah Laku Ikan Departemen PSP FPIK-IPB.

Gambar 10. Dissecting set yang digunakan dalam penelitian

Skematik diagram prosedur histologi retina mata ikan dapat dilihat pada Gambar 11. Sampel retina mata pepetek tersebut selanjutnya diobservasi sel konnya dibawah mikroskop untuk mengetahui adaptasi retina mata ikan tersebut terhadap warna biru, hijau, kuning dan merah.


(50)

Gambar 11. Skematik diagram prosedur histologi retina mata ikan

Mata ikan pepetek yang diambil untuk percobaan masing- masing sebanyak dua ekor untuk setiap perlakuan intensitas cahaya. Tiap mata diambil dua potongan spesimen retinanya.

3.4.4.3 Metode Histologi

Metode histologi adalah sebuah metode atau cara yang digunakan untuk dapat melihat atau mengamati jaringan tubuh mahluk hidup. Metode histologi terdiri dari beberapa tahap yakni fiksasi, dehidrasi, clearing, infiltrasi, penanaman jaringan dan pewarnaan yang selanjutnya diakhiri dengan pembuatan preparat agar dapat diobservasi dibawah mikroskop. Data yang diambil pada metode histologi adalah data pergerakan sel kon menuju membran pembatas luar (outer limiting


(51)

membran). Adapun tahapannya mulai dari pengambilan sampel mata ikan dimana di dalamnya terdapat sel kon, penguatan jaringan sampai proses pewarnaan dapat dilihat pada Lampiran 1, 2 dan 3.

3.5 Pengumpulan Data

3.5.1 Data Respons Pepetek terhadap Warna Cahaya

Data yang diambil adalah banyaknya ikan yang berada di bawah cahaya lampu yaitu setengah dari panjang akuarium yang diatasnya terdapat cahaya lampu. Jumlah ikan yang mendekati cahaya untuk setiap intensitas dari warna cahaya yang berbeda dicatat.

3.5.2 Data Adaptasi Retina Mata Ikan

Data yang diambil dari proses adaptasi retina adalah data perubahan sel kon tiap intensitas warna cahaya yaitu rasio/proporsi naiknya sel kon (cone index). Kemudian data perubahan rasio sel kon tiap warna dibandingka n untuk mengetahui proses adaptasi sel kon yang tercepat terhadap warna cahaya yang diujicobakan.

3.6 Analisis Data

3.6.1 Analisis Tingkah Laku Ikan terhadap Warna Cahaya

Data jumlah ikan yang mendekati cahaya dari tiap intensitas dianalisis secara statistik berdasarkan rancangan percobaan Faktorial RAL 2 faktor. Sebagai satuan percobaan adalah kombinasi antara variasi spektrum cahaya dan intensitas cahaya dan setiap kombinasi satuan percobaan diulang 3 (tiga) kali. Sampel ikan yang digunakan sebanyak 88 ekor. Proses analisis menggunakan software SPSS 1.3. Analisis yang digunakan adalah analisis variansi untuk mengetahui taraf kepercayaan (signifikansi) untuk kombinasi perlakuan antara warna cahaya dengan intensitas. Selanjutnya dilanjutkan dengan uji Duncan untuk membandingkan kombinasi antar perlakuan .


(52)

Yijk = µ + αi + βj + αβij + εijk, i=1,2,....,4; j=1,2,....10; k=1,2,3

Yijk = nilai pengamatan pada variasi spektrum cahaya ke-i yang dia mati pada intensitas ke-j ulangan ke-k

µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh aditif spektrum ke-i

βj = pengaruh intensitas ke-j

αβij = pengaruh interaksi spektrum ke-i dan intensitas ke-j

εijk, = pengaruh galat pada spektrum ke-i intensitas ke-j ulangan ke-k.

3.6.2 Analisis Rasio Adaptasi Retina

Data yang diambil pada penelitian ini adalah data tentang adaptasi retina mata ikan yang dilihat dari pola pergerakan sel kon menuju ke outer limiting membrane. Data pergerakan sel kon tiap iluminasi tiap warna cahaya dibandingkan. Rasio adaptasi retina diperoleh dengan cone index (C) yang didasarkan pada pola pergerakan dari sel kon pada photomicrograph dengan formula:

Cone Index (C) = C’/A x 100% dimana,

A = jarak dari Retinal Pigment Epithelium (RPE) ke outer limiting

membrane

C’ = jarak dari Retinal Pigment Epithelium (RPE) ke bagian tengah sel kon. Kemudian data cone index dari tiap intensitas dianalisis secara statistik berdasarkan rancangan percobaan faktorial RAL 2 faktor. Sebagai satuan percobaan adalah kombinasi antara variasi spektrum cahaya dan intensitas cahaya dimana setiap kombinasi satuan percobaan diulang 2 (dua) kali. Proses analisis menggunakan software SPSS 1.3. Analisis yang digunakan adalah analisis variansi untuk mengetahui taraf kepercayaan (signifikansi) untuk kombinasi perlakuan antara warna cahaya dengan intensitas. Selanjutnya dilanjutkan dengan uji Duncan untuk membandingkan sel kon indeks antar perlakuan .


(53)

Model statistik rancangan tersebut adalah:

Yijk = µ + αi + βj + αβij + εijk, i=1,2,....,4; j=1,2,....11; k=1,2

Yijk = nilai pengamatan pada variasi spektrum cahaya ke-i yang diamati pada intensitas ke-j ulangan ke-k

µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh aditif spektrum ke-i

βj = pengaruh intensitas ke-j

αβij = pengaruh interaksi spektrum ke-i dan intensitas ke-j


(54)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda

Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang tepat dan diharapkan akan dapat mempercepat penciptaan teknologi penangkapan ikan yang efektif dan efisien. Dalam penelitian ini, ikan yang digunakan sebagai sampel percobaan adalah pepetek (Secutor insidiator) yang merupakan ikan demersal yang hidup di laut tropis dengan kisaran suhu 26 - 29 oC dan bersifat fototaksis positif. Swimming layer ikan tersebut adalah di kedalaman 10 – 50 m (Bloch 1787; Smith et al. 1999; Wagiu 2003). Hasil pengamatan secara visual terhadap pepetek menunjukkan adanya perbedaan respon ikan terhadap warna cahaya yang berbeda dengan intensitas cahaya yang berbeda pula. Lama pemaparan cahaya terhadap pepetek tiap intensitas cahaya adalah selama 10 menit, dan kemudian dimatikan selama 15 menit. Setelah itu, dinyalakan kembali untuk proses pemaparan selanjutnya dengan intensitas yang berbeda. Penggunaan waktu 10 menit karena menurut Zilanov (1968), ikan mulai tertarik pada cahaya sejak lampu mulai dinyalakan antara 1 sampai 5 menit. Sel kon ikan mulai bergerak naik menuju outer limiting membran

sesaat setelah ada cahaya. Karena akuarium percobaan yang kecil dan jarak lampu dari atas permukaan air hanya 0.5 m maka pemaparan hanya dilakukan dalam waktu 10 menit. Apabila dilakukan lebih dari 10 menit maka dikhawatirkan sel kon ikan tersebut telah mengalami kejenuhan sehingga ikan akan menghindari cahaya. Reaksi ikan terhadap warna cahaya kemudian dihitung jumlah ikan yang terkonsentrasi pada kolom warna cahaya. Banyaknya ikan yang berkumpul pada setengah akuarium di bawah sumber cahaya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Berdasarkan rata-rata jumlah ikan yang terkumpul di bawah warna cahaya dengan intensitas yang berbeda (Lampiran 5) terlihat bahwa pepetek secara fisiologis kurang bereaksi terhadap warna cahaya merah bila dibandingkan warna cahaya biru dan hijau. Hal ini diketahui dari jumlah pepetek yang terkumpul di bawah warna cahaya merah lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah pepetek yang terkumpul di bawah warna cahaya yang lain. Dari keseluruhan jumlah sampel


(55)

pepetek yaitu sebanyak 88 ekor, ternyata ikan tersebut lebih banyak terkonsentrasi pada kolom warna cahaya hijau dengan rata-rata ikan yang berkumpul sebanyak 82 ekor pada intensitas 19 lux. Tidak demikian halnya bila dilihat pada tabel kolom warna cahaya merah. Terlihat hanya sebanyak 45 ekor ikan secara rata-rata yang terkumpul dari keseluruhan sampel ikan yang diujicobakan pada intensitas yang sama. Hal tersebut menyatakan bahwa jumlah pepetek yang terkumpul pada warna cahaya merah adalah yang terendah bila dibandingkan dengan ketiga warna cahaya yang diujicobakan pada intensitas yang sama.

Pada urutan kedua terbanyak jumlah pepetek yang terkumpul adalah pada kolom warna cahaya biru sebanyak 71 ekor dan selanjutnya kuning sebanyak 56 ekor. Apabila dilihat pada Gambar 12 rata-rata terkumpulnya jumlah ikan maka dapat disimpulkan bahwa pepetek lebih adaptif terhadap panjang gelombang cahaya pendek, yaitu warna cahaya hijau dan kurang adaptif terhadap panjang gelombang cahaya panjang yaitu warna cahaya merah.

Hasil kajian terhadap tingkah laku pepetek seperti terlihat pada Gambar 12 bahwa jumlah rata-rata pepetek yang berkumpul pada intensitas 19 lux lebih banyak pada kolom warna cahaya hijau. Sementara itu, pada kolom warna cahaya merah jumlah pepetek yang berkumpul paling sedikit bila dibandingkan dengan kolom warna cahaya yang lain.

Secara keseluruhan rata-rata banyaknya ikan yang berkumpul untuk masing-masing cahaya di setiap intensitas pada cahaya hijau adalah 45 ekor (33,3% dari total ikan sampel), kemudian cahaya biru dengan rata-rata 41 ekor (30,4% dari total ikan sampel), cahaya kuning dengan rata-rata 28 ekor (20,7% dari total ikan

sampel) dan cahaya merah dengan rata-rata 21 ekor (15,5% dari total ikan sampel) (Lampiran 7).

Dari Gambar 12 tersebut juga terlihat semakin meningkat intensitas cahaya, rata-rata jumlah ikan yang berkumpul pada masing- masing kolom warna cahaya juga mengalami peningkatan. Pada beberapa penelitian penggunaan intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan penurunan jumlah hasil tangkapan. Hal tersebut terjadi karena dengan intensitas cahaya yang besar, ikan aka n semakin menjauh dari sumber cahaya sehingga tidak terjangkau oleh alat tangkap yang dioperasikan.


(56)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Intensitas (Lux)

Jumlah ikan yang berkumpul ( ekor)

Biru Hijau Kuning Merah

Gambar 12. Rata-rata jumlah pepetek yang berkumpul untuk masing- masing warna cahaya di setiap intensitas

Akan tetapi, pada percobaan ini jumlah ikan yang berkumpul masih mengalami peningkatan untuk tiap warna meskipun intensitas yang diberikan semakin tinggi. Hal tersebut diduga karena proses pemaparan yang hanya dilakukan 10 menit, sehingga ikan tersebut belum mengalami kejenuhan. Meskipun pemaparan cahaya dilakukan hingga intensitas 19 lux tetapi jumlah ikan masih terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, untuk mengetahui titik jenuh pada proses penglihatan pepetek sebaiknya dilakukan pula percobaan dengan intensitas yang lebih tinggi dari 19 lux dan waktu pemaparan yang lebih lama dari 10 menit. Selain penambahan intensitas perlu juga disertai dengan penambahan lamanya waktu pemaparan karena terdapat tiga hal yang dapat mempengaruhi proses mendekatnya ikan pada sumber cahaya yaitu warna cahaya, intensitas cahaya dan lamanya waktu pemaparan. Apabila ikan tersebut telah mengalami titik jenuh dengan pemaparan yang lama maka ikan tersebut akan menghindari sumber cahaya berwarna tersebut.

Perhitungan analisis ragam terhadap jumlah ikan yang berkumpul menunjukkan bahwa hubungan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya


(57)

secara signifikan terdapat perbedaan (berbeda nyata). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pengumpulan pepetek pada kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya. Akan tetapi setelah kombinasi perlakuan tersebut diuji lebih lanjut dengan uji Duncan (Lampiran 8), hasil yang didapat berbeda tidak nyata untuk tiap subset. Hal ini berarti kombinasi perlakuan warna cahaya dengan intensitas memiliki nilai yang berbeda tetapi reaksi yang didapat tidak ada perbedaan secara nyata.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan itu pula menunjukkan bahwa kombinasi perlakukan warna cahaya dengan intensitas yang menghasilkan respons tertinggi terhadap jumlah ikan yang berkumpul yaitu pada warna cahaya hijau dengan intensitas 19 lux. Perlakuan tersebut berbeda tidak nyata dengan kombinasi perlakuan warna cahaya hijau dengan intensitas 17 lux.

Hal tersebut sangat erat berhubungan dengan lingkungan hidupnya karena pepetek termasuk ikan demersal. Selanjutnya Ben Yami (1976) mengemukakan bahwa cahaya biru dan hijau paling dalam menembus lapisan air, sementara cahaya merah akan terabsorbsi oleh air hanya beberapa meter (2-3 m) setelah menembus permukaan laut. Warna cahaya biru dan hijau dapat menembus perairan sampai kedalaman lebih dari 10 m. Berdasarkan habitatnya maka pepetek lebih terbiasa dengan warna cahaya biru dan hijau. Ikan tersebut akan cepat bereaksi (beradaptasi) terhadap warna biru dan hijau daripada warna kuning dan merah.

Apabila sel kon ikan sudah mengalami adaptasi penuh (full adapted) dan masih terpapar oleh cahaya maka ikan tersebut akan menghindari cahaya yang berakibat turunnya sel kon. Akan tetapi, pada percobaan ini jumlah rata-rata ikan yang berkumpul pada tiap intensitas untuk semua kolom warna cahaya masih meningkat sampai pada intensitas 19 lux. Hal ini kemungkinan karena sel kon pada mata ikan belum dalam keadaan jenuh. Faktor-faktor yang diduga menyebabkan hal tersebut adalah lamanya pemaparan yang hanya 10 menit dengan intensitas 19 lux.

Berdasarkan hasil perhitungan secara statistik diketahui bahwa nilai F-hitung untuk interaksi cahaya dengan intensitas 5.80 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi warna cahaya dengan intensitas berpengaruh nyata terhadap banyaknya ikan yang berkumpul.


(58)

Apabila pengaruh interaksi cahaya dengan intensitas nyata maka tidak bisa melihat pengaruh cahaya dan pengaruh intensitas secara terpisah. Dari nilai R-Sq sebesar 97.37 % menunjukkan ukuran kebaikan model, jadi 97.37 % keragaman data dapat dijelaskan oleh model faktorial RAL.

Tingkah laku pepetek sesaat setelah lampu dinyalakan adalah perlahan-lahan ikan tersebut mendekati cahaya dan berputar-putar pada bagian cahaya yang masih remang-remang di air. Ikan- ikan tersebut kemudian menuju ke tempat yang lebih terang dan berkumpul di daerah yang sangat terang yaitu daerah yang langsung diterangi oleh cahaya.

4.2 Pengaruh Warna Cahaya de ngan Intensitas yang Berbeda terhadap Adaptasi Retina

Adaptasi retina mata ikan terhadap cahaya dapat dilihat dari pergerakan sel kon. Apabila sel kon telah mencapai membran pembatas luar (outer limiting membran) maka sel kon dari ikan tersebut sudah mengalami adaptasi penuh terhadap cahaya yang dipaparkan ( fully adapted ). Adaptasi merupakan kemampuan mahluk hidup untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Semakin cepat sel kon mencapai outer limiting membrane maka semakin adaptif ikan tersebut terhadap cahaya yang dipaparkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pepetek merupakan jenis ikan yang bersifat fototaksis positif karena terdapat sel kon pada retinanya. Menurut Smith (1982), apabila secara histologis di dalam retina tidak terdapat sel kon maka ikan tersebut tidak bersifat fototaksis positif seperti pada ikan Evynnis japonica. Fototaksis positif merupakan gerakan seluruh tubuh ikan mendekati cahaya.

Mata ikan setidaknya mempunyai dua jenis fotoreseptor, yaitu sel kon dan sel rod. Distribusi dari kedua jenis fotoreseptor tersebut di dalam retina mata pada masing-masing hewan berbeda. Apabila di dalam retina terdapat sel kon maka ikan tersebut mampu melihat warna (color vision), sedangkan sel rod hanya dapat menyediakan informasi kecerahan suatu lingkungan (Smith 1982). Color vision

atau kemampuan melihat warna merupakan respon fisiologi retina mata terhadap cahaya dan proses syaraf di otak terhadap respon dari retina.


(59)

Hasil penelitian pengaruh intensitas warna cahaya terhadap adaptasi retina mata pepetek (Secutor insidiator), melalui proses adaptasi pada percobaan skala laboratorium dengan analisis histologi didapatkan bahwa pada warna cahaya biru dengan intensitas cahaya sebesar 1 lux sel kon mulai bergerak naik. Sel kon sebelum dipapar dengan cahaya terletak di dekat epitelium berpigmen (Gambar 13). Demikian juga yang terjadi pada pemaparan dengan warna cahaya hijau, kuning dan merah. Apabila ikan mempunyai sifat fototaksis positif maka sel kon akan bergerak naik menuju membran pembatas luar (outer limiting membrane) saat mata ikan tersebut terpapar cahaya.

Gambar 13. Sel kon sebelum dipapar oleh cahaya

Epitelium berpigmen Lapisan fotoreseptor Membran pembatas luar Lapisan inti luar

Lapisan flexiformluar Lapisan inti dalam Lapisan flexiform dalam


(60)

Pergerakan sel kon tetap terjadi seiring dengan peningkatan intensitas cahaya yang dipaparkan. Akan tetapi peningkatan pergerakan sel kon menuju membran pembatas luar untuk tiap warna cahaya berbeda. Pergerakan sel kon pada warna cahaya biru masih tetap berlangsung pada pemaparan 3 lux, 5 lux, 7 lux, 9 lux, sampai 11 lux, tetapi belum mencapai membran pembatas luar. Pada pemaparan 13 lux, sel kon telah mengalami adaptasi penuh (full adapted) ditandai dengan sel kon yang sudah mencapai membran pembatas luar (outer limiting membrane ) (dengan lama penyinaran selama 10 menit) seperti terlihat pada Gambar 14. Demikian juga pemaparan dengan intensitas 15 lux, 17 lux dan 19 lux.

Keterangan gambar :

a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) c. Epitelium berpigmen b. Lapisan fotoreseptor

Gambar 14. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya biru pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit

11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux

1 Lux 3 Lux 5 Lux 7 Lux 9 Lux

a

b


(61)

Demikian pula dengan warna cahaya hijau, sel kon pada retina pepetek mulai bergerak menuju membran pembatas luar saat pemaparan dengan intensitas 1 lux sampai 11 lux. Kemudian sel kon mengalami adaptasi penuh pada intensitas sebesar 13 lux sampai pemaparan 19 lux (Gambar 15).

Keterangan gambar :

a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) c. Epitelium berpigmen b. Lapisan fotoreseptor

Gambar 15. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya hijau pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit

Akan tetapi tidak demikian dengan warna cahaya kuning. Sel kon pepetek baru mulai mengalami adaptasi penuh pada pemaparan dengan intensitas 15 lux (Gambar 16). Kemudian diikuti dengan pemaparan dengan intensitas 17 lux dan 19 lux dimana pada kedua intensitas tersebut pepetek juga mengalami adaptasi penuh dengan lama pemaparan 10 menit.

11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux

9 Lux 7 Lux

1 Lux 3 Lux 5 Lux

a

b c


(62)

Pada percobaan dengan warna cahaya merah, sel kon belum mengalami adaptasi penuh pada pemaparan cahaya antara 1 lux sampai 15 lux. Sel kon baru mengalami adaptasi penuh (full adapted) pada pemaparan dengan intensitas 17 lux (Gambar 17). Demikian pula pemaparan dengan intensitas cahaya sebesar 19 lux, sel kon pepetek juga mengalami adaptasi penuh. Dengan demikian maka penjuluran sel kon lebih lambat pada pemaparan dengan warna cahaya merah bila dibandingkan dengan warna cahaya biru, hijau maupun kuning.

Keterangan gambar :

a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) b. Lapisan fotoreseptor

c. Epitelium berpigmen

Gambar 16. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya kuning pada intensitas cahaya yang berbeda dalam waktu 10 menit

1 Lux 3 Lux 5 Lux 7 Lux 9 Lux

11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux

a

b c


(63)

Kuantitas dan kualitas cahaya yang digunakan akan mempengaruhi tingkah laku ikan terhadap cahaya, dimana mata ikan bereaksi selektif terhadap perbedaan spektrum (Nikonorov 1975).

Keterangan gambar :

a. Membran pembatas luar (outer limiting membrane) b. Lapisan fotoreseptor

c. Epitelium berpigmen

Gambar 17. Pergerakan sel kon yang terpapar warna cahaya merah pada iluminasi yang berbeda dalam waktu 10 menit

Ikan dikatakan mempunyai penglihatan terhadap warna (color vision) apabila ikan tersebut mempunyai kemampuan untuk membedakan spektrum warna cahaya. Dalam hal ini adalalah cahaya tampak (visible light). Apabila di dalam retina ikan terdapat sel kon maka ikan tersebut dapat membedakan warna (Smith 1982).

Menurut Fujaya (2002), ikan memiliki kepekaan terhadap intensitas cahaya dan panjang gelombang tertentu. Pengenalan warna cahaya tersebut oleh ikan berlangsung sangat cepat yaitu sekitar 10-20 detik. Sensitivitas retina terhadap

1 Lux 3 Lux 5 Lux 7 Lux 9 Lux

11 Lux 13 Lux 15 Lux 17 Lux 19 Lux

a b


(64)

warna cahaya tergantung dari pigmen yang terdapat pada sel kon dan sel rod. Warna dari pigmen retina menentukan warna cahaya apa yang dapat diserap secara maksimal, misalnya pigmen merah (rhodopsin) dapat mengabsorbsi secara maksimal cahaya hijau (Smith 1982). Terdapat 2 kelompok besar fotopigmen yaitu rhodopsin dan parphyropsin. Bagian opsin dari pigmen adalah protein yang

berikatan dengan retinens (turunan dari vitamin A). Berdasarkan hasil penelitian pengaruh warna cahaya pada intensitas yang

berbeda didapatkan bahwa jenis ikan ini lebih sensitif terhadap warna cahaya hijau pada intensitas 13 lux dan warna cahaya biru dengan intensitas 13 lux. Hal tersebut terlihat dari pergerakan sel kon yang lebih cepat beradaptasi pada warna cahaya hijau dan biru, karena pepetek berdasarkan tempat hidup nya termasuk ikan demersal. Kedalaman merupakan variabel lingkungan yang berpengaruh terhadap komunitas ikan demersal (Smith et al. 1999). Swimming layer pepetek adalah di kedalaman 10-50 m dengan demikian sel kon pepetek sudah terbiasa mengabsorbsi warna biru dan hijau dari pada warna cahaya lain. Dengan demikian, preferensi dari ikan tersebut adalah warna biru dan hijau dimana kedua warna tersebut yang dapat menembus perairan lebih dari 10 m.

Hal tersebut juga diduga karena pepetek mempunyai fotopigmen rhodopsin. Adanya fotopigmen tersebut maka akan mengabsorbsi warna biru dan hijau secara maksimal (Smith 1982). Apabila terdapat fotopigmen rodhopsin maka puncak dari warna yang diabsorbsi terbesar oleh sel kon adalah warna biru dan hijau. Dengan hasil bahwa sel kon pepetek lebih adaptif terhadap warna hijau, maka dapat diduga bahwa fotopigmen yang terdapat di dalam mata pepetek adalah rhodopsin.

Menurut Fujaya (2002) seperti halnya pada semua hewan vertebrata, ukuran sel kon (sel kerucut) menunjukkan kesensitifitasan retina terhadap spektrum cahaya. Sel kerucut pendek sensitif terhadap gelombang cahaya pendek sedangkan sel kerucut panjang sensitif terhadap gelombang cahaya terpanjang. Ukuran sel kerucut adalah 20-200µm (Nicol 1963).

Sel kon tersebut selanjutnya dihitung kon indeksnya untuk mengetahui rasio atau perbandingan pergerakan panjang sel kon antar intensitas yang berbeda. Contoh perhitungan kon indeks terdapat pada Lampiran 24. Kenaikan indeks sel kon untuk masing- masing warna cahaya berdasarkan kenaikan intensitas cahaya


(65)

dapat dilihat pada gambar 18. Berdasarkan grafik tersebut, pepetek terlebih dahulu mengalami adaptasi penuh pada warna cahaya hijau dan biru pada intensitas 13 lux. Pada warna cahaya kuning baru mengalami adaptasi penuh pada intensitas 15 lux sedangkan pada warna cahaya merah sel kon baru mengalami adaptasi penuh pada intensitas 19 lux.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Intensitas Cahaya (Lux)

Kon indeks (%)

Hijau Biru Kuning Merah

Gambar 18. Rasio kon indeks pepetek dengan cahaya berbeda dalam waktu 10menit Dari Gambar 18 terlihat bahwa rasio kon indeks warna cahaya biru dan hijau lebih cepat mengalami adaptasi penuh bila dibandingkan dengan kedua warna cahaya yang lain yaitu warna cahaya kuning dan merah. Dengan demikian pepetek lebih cepat mengabsorbsi warna cahaya biru da n hijau. Batas adaptasi penuh (full adapted) dari sel kon adalah antara 90%-96%. Hal tersebut karena perhitungan penjuluran sel kon (rasio kon indeks) adalah mulai dari epithelium berpigmen sampai di tengah-tengah dari sel kon tersebut.

Dari Gambar 18 tersebut juga dapat disimpulkan bahwa sel kon pepetek lebih sensitif terhadap cahaya biru dan hijau yang memiliki panjang gelombang

Grafik sudah full adapted


(66)

pendek yaitu antara 450 sampai 550 nm. Puncak dari kesensitifitasan dari sel kon adalah pada warna cahaya hijau. Kesensitifitasan sel kon akan turun pada warna kuning dan merah yang memiliki panjang gelombang 575 sampai 750 nm.

Perhitungan analisis ragam kon indeks menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya secara signifikan berbeda nyata dengan nilai p=0.00. Artinya bahwa terdapat perbedaan signifikan pada kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan warna cahaya.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap kenaikan sel kon (Lampiran 10) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan warna cahaya dengan intensitas yang menghasilkan respons tertinggi terhadap kon indeks yaitu pada warna cahaya hijau dengan intensitas 19 lux. Namun demikian kombinasi perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan warna biru 15 lux, warna hijau 15 lux, warna biru 17 lux, warna biru 19 lux, warna kuning 17 lux, warna kuning 19 lux dan warna hijau 17 lux. Hasil perhitungan dengan uji lanjut Duncan tersebut diketahui pula tidak ada kombinasi perlakuan antara warna cahaya dengan intensitas cahaya yang berbeda nyata.

Berdasarkan hasil uji lanjut berkumpulnya jumlah ikan dan kenaikan sel kon maka kombinasi perlakuan cahaya hijau dengan intensitas 17 lux merupakan kombinasi perlakuan yang optimum terhadap jumlah ikan yang berkumpul dan kenaikan sel kon pada percobaan ini. Karena kombinasi perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan warna cahaya hijau pada intensitas 19 lux.

Dari hasil berkumpulnya jumlah ikan dan kon indeks dapat diketahui bahwa ikan mulai bereaksi terhadap cahaya lampu pada penyalaan dengan intensitas sebesar 1 lux untuk semua warna cahaya. Pada pemaparan dengan warna cahaya biru dengan intensitas 1 lux dimana jumlah ikan yang berkumpul sebanyak 12 ekor dengan kon indeks sebesar 23.75 %. Sel kon mulai mengalami masa transisi sampai pemaparan cahaya dengan intensitas sebesar 11 lux. Masa transisi adalah keadaan dimana penjuluran sel kon belum mencapai membran pembatas luar (outer limiting membrane). Sel kon mulai mengalami adaptasi penuh pada pemaparan dengan intensitas 13 lux. Pada intensitas tersebut kon indeks pepetek sebesar 90% dengan jumlah ikan yang berkumpul dibawah cahaya tersebut sebanyak 59 ekor.


(1)

Factor Type Levels Values

Cahaya fixed 4 Biru, Hijau, Kuning, Merah

Intensitas fixed 11 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100

Analysis of Variance

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

Cahaya 3 11831.5 11831.5 3943.8 185.46 0.000 Intensitas 10 53769.7 53769.7 5377.0 252.85 0.000 Cahaya*Intensitas 30 3701.4 3701.4 123.4 5.80 0.000

Error 88 1871.3 1871.3 21.3 Total 131 71173.9

S = 4.61142 R-Sq = 97.37% R -Sq(adj) = 96.09% Unusual Observations for Banyak Ikan

Obs Banyak Ikan Fit SE Fit Residual St Resid 13 46.0000 36.0000 2.6624 10.0000 2.66 R 14 27.0000 36.0000 2.6624 -9.0000 -2.39 R 17 32.0000 43.0000 2.6624 - 11.0000 -2.92 R 20 42.0000 50.6667 2.6624 -8.6667 -2.30 R 49 58.0000 46.6667 2.6624 11.3333 3.01 R 96 42.0000 52.0000 2.6624 - 10.0000 -2.66 R R denotes an observation with a large standardized residual.

Lampiran 13 Perhitungan statistik untuk interaksi warna cahaya dengan intensitas yang

berbeda


(2)

Lampiran 15 Posisi tengah dari akuarium percobaan


(3)

Lampiran 17 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya biru


(4)

Lampira n 19 Saat ikan dipapar dengan warna cahaya kuning


(5)

Lampiran 21 Set tempat lampu dengan dimmer


(6)

Lampiran 23 Contoh perhitungan kon indeks

A C’

Keterangan :

A = Jarak dari Retinal Pigment Epithelium (RPE) ke outer limiting

membrane

C’ = Jarak dari Retinal Pigment Epithelium (RPE) ke bagian tengah sel kon C = Kon Indeks

Perhitungan kon indeks untuk warna cahaya kuning dengan intensitas 7 lux C = C’/A x 100%

C = 0,6 X 100% 1,8