Pemanfaatan onggok singkong ternitrasi dan terasetilasi sebagai fase diam kromatografi kolom

PEMANFAATAN ONGGOK SINGKONG
TERNITRASI DAN TERASETILASI
SEBAGAI FASE DIAM KROMATOGRAFI KOLOM

MARETTA RIA NETTY

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
MARETTA RIA NETTY. Pemanfaatan Onggok Singkong Ternitrasi dan Terasetilasi
sebagai Fae Diam Kromatografi Kolom. Dibimbing oleh ZAINAL ALIM MAS’UD dan
MUHAMAD FARID.
Onggok singkong merupakan hasil samping industri tapioka. Penelitian ini
memanfaatkan onggok singkong sebagai fase diam yang pembuatannya terlebih dahulu
dicuci dengan air hangat untuk menghasilkan OW (onggok water), kemudian dilakukan
aktivasi asam dengan asam nitrat yang menghasilkan NAO (nitric acid-onggok), dengan
asam fosfat yang menghasilkan PAO (phosphoric acid-onggok), dan modifikasi gugus

fungsi dengan cara nitrasi yang menghasilkan ON (onggok nitrate) dan asetilasi yang
menghasilkan OA (onggok acetate). Kemampuan onggok sebagai fase diam onggok
diujikan terhadap pemisahan komponen ekstrak etanol temulawak dengan teknik
kromatografi kolom (panjang 30 cm, diameter 1 cm, fase gerak kloroform:etil asetat =
85:15, dan laju alir 1 mL/menit).
Modifikasi onggok memperbesar rentang tabung eluat yang mengandung
kurkuminoid. Tabung eluat yang mengandung tiga bercak senyawa kurkuminoid adalah
tabung 18-29 hasil elusi kolom ON, tabung 6 hasil elusi kolom OW, dan tabung 10 hasil
elusi kolom PAO. Tabung 32-58 hasil elusi kolom OA dan tabung 30-68 hasil elusi
kolom ON mengandung dua bercak senyawa kurkuminoid. KLT dua dimensi
menunjukkan bahwa eluat yang mengandung bercak kurkuminoid tidak terpecah lagi
menjadi beberapa bercak. Hasil elusi kolom NAO menghasilkan lebih dari tiga bercak
senyawa. Analisis spektroskopi ultraviolet-visible membuktikan adanya senyawasenyawa yang tertahan pada fase diam onggok.

ABSTRACT
MARETTA RIA NETTY. Cassava Onggok as Stationary Phase of Column
Chromatography. Under the direction of ZAINAL ALIM MAS’UD and MUHAMAD
FARID.
Cassava onggok is the by-product of tapioca industry. This research used cassava
onggok as stationary phase which was washed with warm water to produce OW (onggok

water). Then, OW was activated, with nitric acid to produce NAO (nitric acid onggok)
and with phosphoric acid to produce PAO (phosphoric acid-onggok), and modified its
functional group, by nitration to produce ON (onggok nitrate) and acetylation to produce
OA (onggok acetate). The ability of onggok stationary phases were examined through
separation of temulawak ethanol extract compounds with column chromatography
technique (column length 30 cm, diameter 1 cm, mobile phase chloroform: ethyl acetate =
85:15, and flow rate of 1 ml/minute).
Onggok modifications increased the numbers of eluate flasks containing
curcuminoid. Eluate flasks which were containing three curcuminoid compound spots
were eluate flasks 18-29 from ON column elution, eluate flasks 6 from OW column
elution, and eluate flasks 10 from PAO column elution. Eluate flasks 32-58 from OA
column elution and eluate flasks 30-68 ON column elution contained two curcuminoid
spot. Two dimensional TLC of those eluates showed that those spots were not divided
into several spots. Ultraviolet-visible spectroscopy analyses proved that there were
compounds retained in onggok stationary phase.

PEMANFAATAN ONGGOK SINGKONG
TERNITRASI DAN TERASETILASI
SEBAGAI FASE DIAM KROMATOGRAFI KOLOM


MARETTA RIA NETTY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul

: Pemanfaatan Onggok Singkong Ternitrasi dan Terasetilasi sebagai Fase
Diam Kromatografi Kolom

Nama


: Maretta Ria Netty

NIM

: G44201062

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA
NIP 131 578 815

Drs. Muhamad Farid
NIP 132 002 064

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP 131 473 999

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tritunggal Maha Kudus atas segala
berkat, kasih, dan anugerah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya
ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai Juni 2005 sampai
Januari 2006 di Laboratorium Kimia Organik FMIPA IPB dan Laboratorium Terpadu
dengan judul Pemanfaatan Onggok Singkong Ternitrasi dan Terasetilasi sebagai Fase
Diam Kromatografi Kolom.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA dan
Drs. Muhamad Farid selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
ilmu kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih
yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta dan adik-adik tersayang atas segala
doa, dorongan semangat, bantuan, dan kasih sayang kepada penulis.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Irmanida Batubara, M.Si dan Budi
Arifin, S.Si yang telah memberi saran dan masukan. Disamping itu, terima kasih penulis
ucapkan kepada Mas Heri, Om Eman, Bapak Sabur, Ibu Yeni, Ibu Aah, Mas Toni, Mbak

Ani dan seluruh staf Laboratorium Terpadu atas seluruh fasilitas dan kemudahan yang
telah diberikan kepada penulis dalam pelaksanakan penelitian ini. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Keluarga Cinta, Keluarga Besar Cirahayu Enam, serta rekanrekan kimia 38 atas persahabatan yang telah terjalin dengan indah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2006

Maretta Ria Netty

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Maret 1984 dari ayah Sarton Marurat
Situmorang dan ibu Basa Mediana Sidabutar. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 101 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus
masuk IPB melalui ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN). Penulis memilih
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menjadi
mahasiswi, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta Ikatan Mahasiswa Kimia
(Imasika) IPB pada tahun 2002/2003. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum di
beberapa mata kuliah, seperti Kimia Organik I S1 Kimia dan Kimia Organik II S1

Biokimia pada tahun ajaran 2003/2004, Biokimia I S1 Kimia pada tahun ajaran
2004/2005, Kimia Organik I S1 Biokimia pada tahun ajaran 2005/2006, Teknik
Laboratorium Kimia Organik dan Kimia Bahan Alam D3 Analisis Kimia pada tahun
ajaran 2004/2005, dan Kimia Organik TPB pada tahun ajaran 2004/2005. Pada bulan Juli
sampai Agustus 2004, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Balai Pengujian
dan Identifikasi Barang Tipe A, Direktorat Jendral Bea dan Cukai, Jakarta.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. x
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................... xi
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA
Singkong ............................................................................................................. 1
Onggok Singkong ............................................................................................... 1
Polisakarida ......................................................................................................... 2
Modifikasi asam .................................................................................................. 2

Temulawak .......................................................................................................... 2
Kromatografi ....................................................................................................... 3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ..................................................................................................... 4
Metode ................................................................................................................ 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................... 6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan . ........................................................................................................... 14
Saran ......... ........................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 14
LAMPIRAN .................................................................................................................. 16

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Komposisi kimia onggok singkong .................................................................. 2

2


Komposisi rimpang temulawak ........................................................................ 3

3

Uji gula filtrat asetilasi dan nitrasi .................................................................... 6

4

Nilai Rf eluat tabung 5 dan 6 hasil elusi kolom onggok tanpa perlakuan
(OW) .................................................................................................................. 9

5

Nilai Rf eluat tabung 6 dan 7 hasil elusi kolom onggok teraktivasi asam nitrat
(NAO) ................................................................................................................ 9

6

Nilai Rf eluat tabung 9 dan 10 hasil elusi kolom onggok teraktivasi asam
fosfat (PAO) ...................................................................................................... 10


7

Nilai Rf eluat tabung 18 dan 29 hasil elusi kolom onggok ternitrasi (ON) ....... 10

8

Nilai Rf eluat tabung 30 dan 68 hasil elusi kolom onggok ternitrasi (ON) ....... 10

9

Nilai Rf eluat tabung 32 dan 58 hasil elusi kolom onggok terasetilasi (OA) .... 11

10 Nilai Rf eluat tabung 8, 10, dan 14 hasil elusi kolom gel silika ........................ 11
11 Nilai Rf eluat tabung 15 dan 17 hasil elusi kolom gel silika ............................. 11

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1


Umbi akar singkong ......................................................................................... 1

2

Onggok singkong awal .................................................................................... 2

3

Struktur amilosa ............................................................................................... 2

4

Struktur amilopektin ........................................................................................ 2

5

Struktur selulosa .............................................................................................. 2

6

Rimpang temulawak ......................................................................................... 3

7

Struktur kurkuminoid ....................................................................................... 3

8

Reaksi asetilasi onggok ..................................................................................... 6

9

Reaksi nitrasi onggok ........................................................................................ 6

10 Hasil uji molisch pada standar glukosa (kiri), filtrat asetilasi (tengah), dan
filtrat nitrasi (kanan) onggok singkong ............................................................. 6
11 Kromatogram KLT eluen kloroform:etil asetat (85:15) (a) dan toluena:etil
asetat (85:15) (b) ............................................................................................... 7
12 Fase diam ongggok sebelum elusi: onggok tanpa perlakuan (OW) (a),
teraktivasi asam fosfat (PAO) (b), teraktivasi asam nitrat (NAO) (c),
ternitrasi (ON) (d), dan terasetilasi (OA) (e) ..................................................... 7
13 Fase diam ongggok selama elusi: onggok tanpa perlakuan (OW) (a),
teraktivasi asam fosfat (PAO) (b), teraktivasi asam nitrat (NAO) (c),
ternitrasi (ON) (d), dan terasetilasi (OA) .......................................................... 8
14 Fase diam ongggok setelah elusi: onggok tanpa perlakuan (OW) (a),
teraktivasi asam fosfat (PAO) (b), teraktivasi asam nitrat (NAO) (c),
ternitrasi (ON) (d), dan terasetilasi (OA) (e) ..................................................... 8
15 Kromatogram KLT eluat-eluat hasil kolom onggok tanpa perlakuan
(OW) .................................................................................................................. 8
16 Kromatogram KLT eluat-eluat hasil kolom onggok teraktivasi asam nitrat
(NAO) ............................................................................................................... 9
17 Kromatogram KLT eluat-eluat hasil kolom onggok teraktivasi asam fosfat
(PAO) ................................................................................................................ 10
18 Kromatogram KLT eluat-eluat hasil kolom onggok ternitrasi (ON) ................ 10
19 Kromatogram KLT eluat-eluat hasil kolom onggok terasetilasi (OA) ............. 11
20 Kromatogram KLT eluat-eluat hasil kolom gel silika ...................................... 11
21 Kromatogram KLT dua dimensi eluat tabung 6 onggok tanpa perlakuan
(OW) (a) dan standar kurkumin (b) .................................................................. 12
22 Kromatogram KLT dua dimensi eluat tabung 33 kolom onggok terasetilasi
(OA) (a) dan eluat tabung 10 kolom onggok teraktivasi asam fosfat
(PAO) (b) ........................................................................................................... 12
23 Kromatogram KLT dua dimensi eluat tabung 25 (a) dan eluat tabung 31(b)
kolom onggok ternitrasi (ON) ........................................................................... 12

24 Spektrum UV-Vis ekstrak etanol temulawak (a) dan standar kurkumin (b) ..... 12
25 Spektrum UV-Vis filtrat etanol bekas kolom onggok tanpa perlakuan (OW)
(a) dan gel silika (b) .......................................................................................... 13
26 Spektrum UV-Vis filtrat etanol bekas kolom onggok teraktivasi asam nitrat
(NAO) (a) dan onggok teraktivasi asam fosfat (PAO) (b) ................................ 13
27 Spektrum UV-Vis filtrat etanol bekas kolom onggok terasetilasi (OA) (a)
dan onggok ternitrasi (ON) (b) ......................................................................... 13
28 Spektrum FTIR onggok tanpa perlakuan (OW) ................................................ 13
29 Spektrum FTIR onggok tanpa perlakuan (OW) (a), onggok teraktivasi asam
nitrat (NAO) (b), dan onggok teraktivasi asam fosfat (PAO) (c) ..................... 13
30 Spektrum FTIR onggok tanpa perlakuan (OW) (a), onggok ternitrasi (ON)
(b), dan onggok terasetilasi (OA) (c) ................................................................ 14

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram proses pembuatan tepung tapioka pada industri kecil ....................... 17

2

Nilai Rf eluat-eluat hasil elusi kolom OW, NAO, dan PAO.............................. 18

3

Nilai Rf eluat-eluat hasil elusi kolom ON dan OA............................................. 19

4

Nilai Rf eluat-eluat hasil elusi kolom gel silika . ............................................... 20

5

Nilai Rf ekstrak etanol temulawak (pemilihan eluen terbaik)............................ 21

DAFTAR ISTILAH
Istilah
forier tansform infrared
kromatografi cair kinerja tinggi
kromatografi lapis tipis
nitric acid-onggok
onggok water
onggok nitrate
onggok acetate
phosphoric acid-onggok
retardation factor
ultraviolet-visible

Singkatan
FTIR
KCKT
KLT
NAO
OW
ON
OA
PAO
Rf
UV-Vis

PENDAHULUAN
Pembuatan tepung tapioka pada industri
kecil meliputi tahapan pengupasan kulit,
pencucian,
pemarutan,
pengekstrakan
(pemerasan dan pengeringan), pengendapan
pati, dan pengeringan (Lampiran 1). Hasil
utama dalam industri tapioka adalah aci
tapioka, sedangkan hasil lainnya adalah sisa
pengolahan berupa onggok, limbah cair, dan
kulit singkong. Limbah industri tapioka
apabila tidak diolah dengan baik dan benar
dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti
penyakit (misalnya gatal-gatal) dan timbul bau
yang tidak sedap. Onggok, dalam keadaan
kering sekalipun, mengeluarkan bau tidak
sedap yang muncul akibat terjadinya proses
pembusukan onggok yang amat cepat.
Tingginya kandungan karbohidrat dan air
onggok mempermudah aktivitas mikrobe
pengurai (Pudjiastuti et al. 1999).
Beberapa cara telah dilakukan untuk
menanggulangi masalah pencemaran yang
disebabkan oleh onggok. Onggok dapat
digunakan sebagai bahan baku industri asam
sitrat, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar,
dan pakan ternak. Onggok dapat dihidrolisis
menjadi glukosa dan selanjutnya melalui
proses fermentasi menjadi etanol yang
mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi
(Rinaldy 1987).
Senyawa tunggal dan murni dari suatu
campuran dibutuhkan dalam jalur produksi
beberapa industri kimiawi. Kromatografi
kolom merupakan salah satu proses
pemisahan yang dapat memenuhi kebutuhan
tersebut.
Kromatografi
kolom
dapat
digunakan untuk memurnikan senyawa jika
adsorben (fase diam), fluida pembawa (fase
gerak), dan kondisi operasi yang digunakan
tepat. Campuran yang akan dianalisis dielusi
dalam kolom. Fase gerak dituangkan pada
bagian atas kolom dan mengalir ke bawah
kolom sehingga menyebabkan komponen dari
campuran menyebar diantara adsorben (fase
diam) dan eluen (fase gerak). Interaksi suatu
senyawa terhadap kedua fase yang digunakan
memisahkan senyawa dari campurannya.
Pencucian dengan asam encer terhadap
onggok singkong singkong mengarah pada
aktivasi gugus hidroksil. Gugus hidroksil
bebas pada onggok teresterifikasi dengan
asam nitrat dan asam asetat anhidrida
sehingga membentuk onggok ternitrasi dan
onggok terasetilasi. Esterifikasi gugus
hidroksil onggok dapat mengurangi kepolaran
onggok
sehingga
dapat
memperbesar

kemampuan onggok termodifikasi untuk
menjerap senyawa yang kurang polar. Sifat
inilah yang diasumsikan dapat menjadikan
onggok singkong sebagai fase diam yang
potensial.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengaktivasi dan memodifikasi onggok
singkong sehingga onggok dapat digunakan
sebagai fase diam kromatografi kolom dalam
pemisahan senyawa kurkuminoid dari ekstrak
etanol temulawak. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dimanfaatkan dalam
berbagai bidang, seperti di bidang farmasi dan
industri kimia.

TINJAUAN PUSTAKA
Singkong
Singkong memiliki nama ilmiah Manihot
esculenta Crantz. Tanaman ini memiliki akar
yang panjang dan lebar, berupa umbi akar
(Gambar 1). Singkong memiliki beberapa
nama lokal, yaitu Cassava (Inggris); Kasapen,
sampeu, kowi dangdeur (Sunda); Ubi kayu,
singkong, ketela pohon (Indonesia); Pohon,
bodin, ketela bodin, tela jendral, tela kaspo
(Jawa). Singkong dapat tumbuh subur di
daerah yang berketinggian 1200 meter di atas
permukaan air laut dan merupakan tumbuhan
yang produktif (Alves 2000). Singkong paling
banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan tepung tapioka .

Gambar 1 Umbi akar singkong.
Onggok Singkong
Onggok singkong (Gambar 2) adalah
limbah berupa ampas dari pembuatan tepung
tapioka. Pada industri tapioka yang sudah
maju, limbah padat kebanyakan hanya
mengandung serat kasar, sedangkan sisa pati
yang terikat sangat sedikit. Lain halnya
dengan limbah padatan yang dihasilkan oleh
pengrajin tapioka (industri kecil) pada
umumnya onggok masih mengandung pati
(Rinaldy 1987). Komposisi kimia onggok
singkong (Tabel 1) berbeda untuk setiap

daerah asal, jenis, mutu ubi kayu, dan
teknologi yang digunakan.
Tabel 1 Komposisi kimia onggok singkong
Komposisi
Air
Abu
Serat Kasar
Protein
Lemak
karbohidrat

Kadar (%)
12.7
9.1
8.1
2.5
1.0
65.9

Sumber: Rinaldy 1987

Gambar 4 Struktur amilopektin.
Selulosa merupakan komponen struktural
utama tanaman dan senyawa organik yang
melimpah di bumi. Selulosa terproses
(selulosa yang telah khusus diperlakukan)
memiliki kegunaan lain. Selulosa dapat
dijadikan serat (rayon) atau dibuat menjadi
pembungkus (selofan). Selulosa penting
sebagai sumber energi alternatif karena
sebagian besar biomassa adalah selulosa dan
selulosa merupakan glukosa terpolimerisasi
(Gambar 5).

Gambar 2 Onggok singkong awal.
Polisakarida
Kebanyakan polisakarida yang ditemukan
di alam terdapat sebagai polisakarida dengan
berat molekul tinggi. Beberapa polisakarida
berfungsi sebagai bentuk penyimpan bagi
monosakarida, sedangkan yang lain berfungsi
sebagai unsur struktural di dalam dinding sel
dan jaringan pengikat. Polisakarida berbeda
dalam kandungan unit monosakaridanya,
panjang rantainya, dan dalam tingkat
percabangan. Terdapat dua jenis polisakarida
yaitu homopolisakarida (mengandung hanya
satu
jenis
unit
monomer)
dan
heteropolisakarida (mengandung dua atau
lebih jenis unit monosakarida yang berbeda).
Contoh homopolisakarida adalah selulosa dan
pati (Lehninger 1982).
Polisakarida penyimpan yang paling
penting di alam adalah pati yang khas bagi
tanaman. Pati terdapat di dalam sel dalam
bentuk gumpalan besar atau granula
(Lehninger
1982). Pati merupakan
homopolimer glukosa dengan ikatan Lglikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi, yaitu
amilosa dan amilopektin. Struktur kedua
senyawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 3
dan 4.

Gambar 3 Struktur amilosa.

Gambar 5 Struktur selulosa.
Modifikasi Asam
Modifikasi dapat dilakukan dengan
memberi perlakuan kimia, seperti direaksikan
dengan asam dan basa juga dengan perlakuan
fisika, seperti pemanasan dan pencucian
(Marshall 1999). Modifikasi adsorben dengan
asam paling umum dan terbukti efektif dalam
meningkatkan
kapasitas
dan
efisiensi
adsorben.
Ester selulosa adalah turunan selulosa
yang dihasilkan dari esterifikasi gugus
hidroksil bebas selulosa dengan satu atau
lebih asam. Selulosa bereaksi sebagai alkohol
polimerik
trivalen.
Esterifikasi
dapat
dilakukan menggunakan asam mineral dan
asam organik atau anhidridanya dengan
bantuan senyawa dehidrasi. Esterifikasi
berada dalam kesetimbangan dengan reaksi
yang dapat balik; saponifikasi sebagian besar
dapat dicegah dengan mengikat air yang
dihasilkan (Balser et al. 1986).
Temulawak
Temulawak merupakan salah satu jenis
tanaman yang memiliki arti penting dalam
obat-obatan tradisional di Indonesia dan
beberapa negara lainnya. Temulawak

merupakan anggota keluarga Zingiberaceae.
Bagi sebagian rakyat Indonesia, rimpang
temulawak dikenal sebagai obat tradisional
untuk menjaga kesehatan. Selain itu, rimpang
temulawak (Gambar 6) juga dapat digunakan
untuk pengobatan beberapa penyakit, seperti
diare, sembelit, pegel linu, dan penambah
nafsu makan.
.

Gambar 6 Rimpang temulawak.
Komposisi rimpang temulawak menurut
Ketaren (1988) dapat terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi rimpang temulawak
Komposisi
Pati
Lemak
Miyak atsiri
Kurkumin
Protein
Serat kasar
Abu
Mineral (P, K, Na)

Kadar (%)**
54.24
12.10
4.90
1.55
2.90
4.20
4.92
4.29

**

) Berdasarkan rimpang kering dengan kadar air 10%

Fraksi kurkuminoid terdiri dari kurkumin,
desmetoksikurkumin,
dan
bisdesmetoksikurkumin
(Sinambela
1985).
Kurkuminoid rimpang temulawak menurut
Sidik et al. (1992) adalah sekitar 3% dari
bobot kering. Kadar kurkumin dalam
kurkuminoid rimpang temulawak sekitar
57−71%. Kadar desmetoksikurkumin berkisar
antara 29−42%.
OH

OH

R2

R1
O

Keterangan:
R1
R2
−OCH3
−OCH3
−OCH3
−H
−H
−H

OH

= kurkumin
= desmetoksikurkumin
= bis-desmetoksikurkumin

Gambar 7 Struktur kurkuminoid.
Kromatografi
Kromatografi merupakan metode untuk
memisahkan senyawa dari sebuah campuran

kompleks.
Dalam
pemisahan
dengan
kromatografi, sampel diangkut dalam fase
gerak yang dapat berupa gas, cairan, atau
fluida superkritis. Fase gerak ini kemudian
dialirkan melalui sebuah fase diam yang tidak
saling bercampur yang ditempatkan dalam
kolom atau penyangga. Kedua fase dipilih
sehingga
komponen-komponen
sampel
terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam
pada berbagai tingkat. Komponen yang
tertahan kuat dalam fase diam mengalir
dengan perlahan bersama aliran fase gerak.
Sebaliknya, komponen-komponen yang secara
lemah ditahan oleh fase diam bergerak dengan
cepat. Akibat dari perbedaan mobilitas ini,
komponen sampel terpisah menjadi pita-pita
yang khas, atau daerah, yang dapat dianalisis
secara kuantitatif dan atau kualitatif (Skoog et
al. 1998).
Kromatografi
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan bentuk penyangga kromatografi,
bentuk fisik fase gerak, dan mekanisme
pemisahan. Berdasarkan bentuk penyangga
kromatografi dibagi menjadi kromatografi
kolom dan kromatografi planar. Berdasarkan
bentuk fisik fase gerak kromatografi
dibedakan
menjadi
kromatografi
gas
(kromatografi gas-cair dan gas-padat),
kromatografi cair (kromatografi cair-cair dan
cair-padat),
dan
kromatografi
fluidasuperkritis.
Berdasarkan
mekanisme
pemisahan kromatografi dibedakan menjadi
kromatografi adsorpsi, partisi, penukaran ion,
eksklusi, dan afinitas (IUPAC 1993).
Campuran yang
dipisahkan dengan
kromatografi kolom diletakkan pada bagian
atas kolom penjerap. Eluen (fase gerak)
dibiarkan mengalir melalui kolom karena
aliran yang disebabkan oleh gaya berat
(gravitasi) atau didorong dengan tekanan. Pita
senyawa terlarut bergerak melalui kolom
dengan laju yang berbeda, memisah, dan
dikumpulkan berupa fraksi-fraksi ketika
keluar dari kolom (Gritter et al. 1991).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan
salah satu contoh kromatografi planar. KLT
merupakan metode kromatografi yang
sederhana yang digunakan dengan luas.
Pergerakan fase gerak melewati lapis tipis
disebabkan oleh gaya kapiler (Sherma & Fried
2001).
KLT dua dimensi dilakukan dengan
menotolkan sampel di bagian pojok lempeng
dan dikembangkan menggunakan dua fase
gerak memberikan mekanisme pemisahan
yang saling melengkapi, dengan pengeringan
diantara elusi-elusi. Seluruh daerah lempeng
yang digunakan untuk pemisahan dari sampel

tunggal meningkatkan kekuatan pemisahan
(Sherma & Fried 2001).
Kerugian dari metode KLT dua dimensi
ini meliputi kesulitan dengan interpretasi
hasil,
berkurangnya
reprodusibilitas
dibandingkan KLT satu dimensi, dan
ketidakmampuan
untuk
melakukan
penghitungan in situ yang dapat dipercaya
untuk
senyawa-senyawa
memiliki
karakteristik respons yang rentangnya luas
karena standar tidak dapat dikembangkan
bersama dengan sampel (Sherma & Fried
2001).
BAHAN DAN METODE

asam fosfat dengan konsentrasi 0.6 M.
Campuran dikocok selama 30 menit,
kemudian disaring. Sampel dikeringkan dalam
oven pada suhu 50 °C selama 24 jam, lalu
direndam
dalam
air
panas
untuk
menghilangkan
kelebihan
asam
dan
dikeringkan pada suhu 50 ºC selama 24 jam.
Sampel yang dihasilkan dari modifikasi asam
terhadap OW, selanjutnya disebut onggok
teraktivasi asam nitrat (NAO) dan onggok
teraktivasi asam fosfat (PAO) yang kemudian
dihancurkan
dengan
blender
sampai
berukuran 100-200 mesh.
Nitrasi Onggok Singkong
(Modifikasi dari Adam dan Johnson 1949)

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
onggok singkong yang berumur satu hari dari
daerah Tanah Baru, Bogor, H3PO4 pekat,
HNO3 pekat, H2SO4 pekat, asam asetat glasial,
anhidrida asam asetat, kertas saring, lempeng
KLT gel silika 60 F254, etanol 96%,
kloroform, etil asetat, metanol, toluena, gel
silika 60 untuk kromatografi kolom, dan
akuades.
Alat-alat yang dipakai adalah kolom
kromatografi (kaca, panjang = 30 cm,
diameter = 1 cm), neraca analitik, pengaduk
magnet, eksikator, oven, labu penguap putar,
blender, penangas air, fourier transform
infrared (FTIR) Bruker jenis Tentor 37,
spektrometer UV-Vis Shimadzu 1700, dan
alat-alat kaca.
Metode

Sebanyak 5 mL air, 34 mL asam sulfat
pekat, dan 15 mL asam nitrat pekat
dicampurkan dengan hati-hati ke dalam gelas
piala 250 mL. Larutan didinginkan pada 30
ºC dan ditambahkan 5 g OW. Campuran
diaduk selama 20 menit sambil suhu dijaga 30
ºC. Filtrat dipisahkan dan diuji dengan uji
Molisch, Fehling, dan Benedict. Onggok
ternitrasi dipindahkan dengan segera ke dalam
air dingin. Onggok tersebut dicuci dengan air
dingin, lalu dengan air hangat sampai air
cucian tidak mengandung asam (diuji dengan
kertas lakmus). Onggok dipisahkan dan
dikeringkan di dalam oven pada suhu 40 °C
selama 3 hari. Onggok yang diperoleh
selanjutnya disebut onggok ternitrasi (ON)
dan dihancurkan dengan blender sampai
berukuran 100-200 mesh.
Asetilasi Onggok Singkong
(Modifikasi dari Adam dan Johnson 1949)

Preparasi Onggok Singkong
Onggok singkong dibersihkan dengan air
untuk menghilangkan bau dan kotoran yang
masih ada. Onggok singkong tersebut
kemudian dicuci menggunakan air hangat (5060 °C) dengan perbandingan onggok:air = 1:3
sambil diaduk selama 30 menit. Pencucian
dilakukan triplo. Onggok yang telah dicuci
dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 ºC
selama dua hari. Onggok yang diperoleh
selanjutnya disebut onggok tanpa perlakuan
(OW) dan dihancurkan dengan blender
sampai berukuran 100-200 mesh.
Aktivasi dengan Asam (Marshall et al. 1999)
Sampel OW sebanyak 5 g dimasukkan ke
dalam gelas piala dan ditambah 33 mL asam.
Asam yang digunakan adalah asam nitrat dan

Sebanyak 62.5 mL asam asetat glasial, 15
mL anhidrida asam asetat, dan 5 tetes asam
sulfat pekat ditempatkan dalam gelas piala.
OW sebanyak 5 g ditambahkan ke dalamnya
dan ditekan ke dalam larutan dengan
pengaduk
kaca
untuk
menghilangkan
gelembung-gelembung
yang
dihasilkan.
Campuran dibiarkan selama 24 jam. Filtrat
dipisahkan dan dilakukan uji Molisch, uji
Fehling, dan uji Benedict. Onggok terasetilasi
dicuci sampai air cucian tidak mengandung
asam (diuji dengan kertas lakmus). Onggok
dipisahkan dan dikeringkan di dalam oven
pada suhu 40 °C selama 3 hari. Onggok yang
diperoleh selanjutnya disebut onggok
terasetilasi (OA) dan dihancurkan dengan
blender sampai berukuran 100-200 mesh.

Analisis Spektroskopi FTIR
Ekstraksi Temulawak
Serbuk temulawak yang telah halus
kemudian diekstraksi secara maserasi
menggunakan
pelarut
etanol
dengan
perbandingan bahan:pelarut = 1:3 selama
3x21 jam, lalu filtrat disaring dengan kertas
saring. Setelah itu, ekstraksi dihentikan dan
selanjutnya filtrat etanol dipekatkan dengan
labu penguap putar pada suhu 40 °C. Residu
yang diperoleh merupakan ekstrak dari
senyawa kurkuminoid di dalam temulawak.
Kromatografi Kolom (KK) dan KLT
KK dilakukan dengan cara ekstrak yang
diperoleh dimasukkan ke dalam kolom kaca
yang telah diisi fase diam (gel silika, OW,
NAO, PAO, ON atau OA). Tinggi fase diam
yang digunakan adalah 20 cm dengan laju alir
1 mL/menit. Fase gerak yang digunakan
adalah
kloroform:etil
asetat
(85:15).
Selanjutnya
ekstrak
dielusi
dengan
mengalirkan pelarut sampai semua fraksi
kurkuminoid keluar dari kolom. Eluat yang
mengandung kurkuminoid ditampung di
dalam tabung gelap. Eluat-eluat yang
diperoleh diuji dengan KLT. Nilai Rf
ditentukan menggunakan persamaan:
Rf = JarakTempuhBercak
JarakTempuhEluen

Nilai Rf yang diperoleh dibandingkan dengan
nilai Rf standar kurkumin.
KLT dilakukan dengan menotolkan
ekstrak etanol temulawak, standar kurkumin,
eluat-eluat hasil kolom, dan hasil pengocokan
fase diam onggok (awal dan bekas elusi) pada
lempeng KLT gel silika 60 F 254 berukuran
20x10 cm menggunakan tabung kapiler.
Selanjutnya dielusi dengan fase gerak
kloroform:etil asetat (85:15). Setelah dielusi
lempeng
KLT
dikeringkan.
Pola
pemisahannya dideteksi di bawah sinar
ultraviolet (UV) pada panjang gelombang
254 dan 366 nm.
Beberapa eluat hasil kolom onggok
singkong selanjutnya diuji dengan KLT dua
dimensi. Fase gerak yang digunakan adalah
kloroform:etil
asetat
(85:15)
dan
kloroform:metanol (9:1). Pola pemisahannya
dideteksi dengan sinar UV pada panjang
gelombang 254 dan 366 nm.

Sebanyak 2 mg sampel yang halus
dicampurkan ke dalam 198 mg KBr.
Campuran ini digerus, kemudian campuran
yang telah halus dibentuk menjadi pelet.
Setelah terbentuk, pelet dianalisis dengan
FTIR.
Analisis Spektroskopi UV-Vis
Fase diam onggok (OW, NAO, PAO, ON,
OA) yang telah digunakan dalam elusi
masing-masing ditambahkan 20 mL etanol
dan diaduk dengan pengaduk magnet selama
10 menit. Setelah itu, campuran disaring
dengan kertas saring. Hal ini dilakukan triplo.
Filtrat dari ketiga ulangan dipekatkan dengan
labu penguap putar. Filtrat yang telah pekat
kemudian dilarutkan dalam 5 mL etanol dan
dianalisis dengan spektrometer UV-Vis.
Blangko yang digunakan adalah filtrat etanol
dari onggok awal yang belum digunakan
dalam kromatografi kolom.
Uji Molisch, Fehling, dan Benedict Filtrat
Nitrasi dan Asetilasi Onggok Singkong
Sebanyak 10 mL filtrat nitrasi dan asetilasi
onggok
singkong
masing-masing
ditambahkan NaOH 50% tetes demi tetes. Hal
ini dilakukan sampai kedua filtrat tersebut
netral (diuji dengan pH universal). Filtrat yang
sudah netral diuji dengan pereaksi Molisch,
Fehling, dan Benedict.
Uji
Molisch
dilakukan
dengan
menempatkan 5 mL filtrat netral ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 tetes
pereaksi Molisch. Tabung reaksi dimiringkan
dan ditambahkan 5 mL H2SO4 tetes demi tetes
melalui dinding tabung. Hasil positif
diperoleh jika terbentuk cincin merah atau
ungu pada batas pertemuan dua lapisan cairan
dalam tabung. Jika campuran dikocok dan
ditambahkan 5 mL air maka akan terbentuk
warna ungu tua.
Uji
Fehling
dilakukan
dengan
menempatkan 2 mL pereaksi Fehling A dan 2
mL Fehling B di dalam tabung reaksi.
Beberapa tetes filtrat netral ditambahkan ke
tabung reaksi sambil dikocok perlahan.
Setelah itu, tabung reaksi ditempatkan di
penangas air mendidih. Hasil positif diperoleh
jika terbentuk endapan merah bata.
Uji
Benedict
dilakukan
dengan
menempatkan 2 mL pereaksi Benedict dalam
tabung reaksi lalu ditambahkan beberapa tetes
filtrat netral sambil diaduk perlahan. Setelah

itu, tabung reaksi ditempatkan di penangas air
mendidih. Hasil positif diperoleh jika
terbentuk endapan merah bata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Modifikasi Asam
Gugus-gugus hidroksil penting untuk
pengubahan alkohol secara kimia, termasuk
polisakarida onggok. Adanya tiga gugus OH
pada setiap unit glukosa polisakarida onggok
singkong memungkinkan pembentukan mono, di-, atau triester. Pada dasarnya reaksinya
adalah penggantian satu, dua atau tiga gugus
hidroksil dari unit glukosa dengan adanya
katalisator asam. Saling pengikatan gugusgugus OH dengan ikatan hidrogen di dalam
struktur polisakarida dipecah sebagian atau
keseluruhan selama esterifikasi (Fengel &
Wegener 1995).
Gugus hidroksil pada polisakarida onggok
digantikan oleh gugus asetil dari asam asetat
anhidrida pada reaksi asetilasi. Reaksinya
dapat dilihat pada Gambar 8. Gugus hidroksil
pada polisakarida onggok digantikan oleh
gugus NO2 dari asam nitrat pada reaksi nitrasi.
Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 9.
H

CH2OH
O

CH2OCOCH3
H
O

H

H

OH

O

+ 3n (CH3CO)2O

H
OH

O

H
OCOCH 3

n

H

+ 3n CH3COOH

H

n

OCOCH3

Polisakarida
(unit glukosa)

Gambar 8 Reaksi asetilasi onggok.
H

CH2OH
O
H
OH

CH2ONO2
O
H

H

OH

O

H

+ 3n HNO3

H

H
ONO2

O

+

H

3n H2O

Wegener 1995). Hal ini dapat terjadi selama
proses asetilasi dan nitrasi onggok singkong.
Reaksi hidrolisis terjadi dalam fase heterogen,
dengan onggok berada dalam keadaan padat
dalam suatu medium asam dalam keadaan
cair. Terjadinya reaksi hidrolisis ini diketahui
dengan menguji filtrat hasil asetilasi dan
nitrasi dengan uji Fehling, Benedict, dan
Molisch. Ketiga uji ini dapat menunjukkan
adanya gula pereduksi seperti yang terlihat
pada Tabel 3. Glukosa yang merupakan
monomer pembentuk polisakarida onggok
merupakan suatu gula pereduksi.
Tabel 3 Uji gula filtrat asetilasi dan nitrasi
Filtrat
Asetilasi
nitrasi

Uji
Fehling
+
+

Uji
Benedict
+
+

Uji
Molisch
+
-

Keterangan: + = hasil positif
- = hasil negatif

Hasil uji gula pada filtrat asam bekas
asetilasi dan nitrasi onggok singkong
menunjukkan hasil yang positif terhadap uji
Fehling dan Benedict yang ditandai dengan
terbentuknya endapan merah bata setelah
filtrat didiamkan beberapa saat. Hal ini sama
seperti yang terjadi pada larutan glukosa yang
juga diujikan. Pada uji Molisch, pada seluruh
sampel yang diujikan tidak terbentuk cincin di
daerah batas kedua larutan, tetapi pada filtrat
asetilasi terbentuk endapan coklat tua, seperti
terlihat pada Gambar 10. Hal ini sama seperti
yang terjadi pada larutan glukosa. Hasil uji
gula yang positif ini menunjukkan terjadinya
hidrolisis selama berlangsungnya proses
asetilasi dan nitrasi onggok singkong.

H

n
H

ONO2

n

Polisakarida
(unit glukosa)

Gambar 9 Reaksi nitrasi onggok.
Sistem asam nitrat-asam sulfat-air masih
merupakan agen penitrasi pilihan untuk tujuan
industri. Nitrasi polisakarida onggok singkong
dilakukan menggunakan 20.72% HNO3,
68.65% H2SO4, dan 10.63% H2O. Metode ini
masih terdapat dalam daerah nitrasi teknis,
yaitu 15–100% HNO3, 0–80% H2SO4, dan
0–20% H2O (Balser et al. 1986).
Hidrolisis secara kimia dalam suasana
asam merupakan reaksi degradasi yang paling
khas terhadap glikosida-glikosida yang terikat
secara glikosidik di-, oligo-, dan polisakarida.
Hidrolisis dalam suasana asam menghasilkan
pemecahan ikatan glikosida (Fengel dan

Gambar 10 Hasil uji Molisch pada standar
glukosa (kiri), filtrat asetilasi
(tengah), dan filtrat nitrasi
(kanan) onggok singkong.
Kromatografi Kolom
Pemisahan campuran dihasilkan dari
jerapan yang berbeda dari komponen atas
lapisan padatan. Zat terlarut yang terjerap

lemah melintas lebih cepat sementara solut
yang terjerap lebih kuat
melintas lebih
lambat. Interaksi molekuler yang dilibatkan
dalam jerapan dibagi menjadi beberapa tipe
bergantung pada sifat dasar (kepolaran)
permukaan, zat terlarut yang terjerap, dan
eluen yang digunakan.
Kromatografi kolom dilakukan dengan
alat yang sederhana. Elusi dilakukan dengan
laju gravitasi atau gaya berat dalam tabung.
Tabung kromatografi disumbat dengan glass
wool untuk menyangga padatan dan memiliki
cerat pemberhenti. Dengan adanya cerat
pemberhenti ini, laju alir selama elusi dapat
ditentukan.
Eluen
terbaik
ditentukan
sebelum
fraksinasi dilakukan dengan kromatografi
kolom. Berdasarkan hasil KLT (Gambar 11)
diperoleh eluen terbaik ialah campuran pelarut
kloroform:etil asetat dengan perbandingan
85:15. Eluen terbaik inilah yang digunakan
dalam elusi kromatografi kolom. Nilai Rf dari
bercak-bercak yang dihasilkan dapat dilihat
pada Lampiran 5.

a

b

Gambar 11 Kromatogram KLT eluen
kloroform:etil asetat (85:15) (a) dan
toluena:etil asetat (85:15) (b).
Kromatografi
kolom
dilakukan
menggunakan 5 fase diam yang berbeda dari
onggok singkong, yaitu onggok tanpa
perlakuan (OW), onggok teraktivasi asam
nitrat (NAO), onggok teraktivasi asam fosfat
(PAO), onggok ternitrasi (ON), dan onggok
terasetilasi (OA). Fraksinasi menggunakan
kromatografi
kolom
bertujuan
untuk
memperoleh senyawa kurkuminoid dari
ekstrak etanol temulawak. Hasil tampungan
eluat-eluat diuji menggunakan KLT dengan
eluen yang sama.
Hasil tampungan eluat tiap kolom
berbeda-beda. Kolom OW, PAO, dan NAO
berturut-turut memiliki 6, 10, dan 7 tabung
eluat. Kolom ON dan OA memiliki hasil
tampungan yang lebih banyak, yaitu berturut-

turut 68 dan 58 tabung eluat. Hal ini
menunjukkan bahwa modifikasi asam secara
nitrasi dan asetilasi terhadap onggok dapat
memperbesar rentang tabung hasil tampungan
eluat. KLT dilakukan pada beberapa eluat
untuk mengetahui ada atau tidaknya eluat
yang
hanya
mengandung
senyawa
kurkuminoid. Eluat yang hanya mengandung
senyawa kurkuminoid selanjutnya
diuji
dengan KLT dua dimensi.
Fase-fase diam onggok memiliki warna
yang berbeda-beda. Fase diam OW berwarna
putih (Gambar 12 a). Fase diam PAO
berwarna kecoklatan (Gambar 12 b),
sedangkan fase diam NAO berwarna
kekuningan (Gambar 12 c). Fase diam ON
berwarna kuning (Gambar 12 d), sedangkan
fase diam OA berwarna kuning muda
(Gambar 12 e).

a
b
c
d
e
Gambar 12 Fase diam onggok sebelum elusi:
onggok tanpa perlakuan (OW)
(a), teraktivasi asam fosfat
(PAO) (b), teraktivasi asam
nitrat (NAO) (c), ternitrasi (ON)
(d), dan terasetilasi (OA) (e).
Pita-pita warna dari ekstrak etanol
temulawak tidak terbentuk selama elusi
berlangsung. Pada keseluruhan fase diam
onggok hanya terbentuk daerah berwarna
kuning selama elusi (Gambar 13).

a
b
c
d
e
Gambar 13 Fase diam onggok selama elusi:
onggok tanpa perlakuan (OW)
(a), teraktivasi asam fosfat
(PAO) (b), teraktivasi asam
nitrat (NAO) (c), ternitrasi (ON)
(d), dan terasetilasi (OA) (e).
Elusi dihentikan saat eluat tidak lagi
berwarna kuning. Fase-Fase diam onggok
setelah elusi memiliki warna yang hampir
sama dengan warna awalnya, tetapi pada fasefase diam tersebut terlihat warna kekuningan
pada bagian atasnya. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 14.

a
b
c
d
e
Gambar 14 Fase diam onggok setelah elusi:
onggok tanpa perlakuan (OW)
(a), teraktivasi asam fosfat
(PAO) (b), teraktivasi asam
nitrat (NAO) (c), ternitrasi (ON)
(d), dan terasetilasi (OA) (e).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT adalah suatu metode untuk
mengidentifikasi dan menguji kemurnian
senyawa. KLT merupakan teknik yang
berguna karena metode ini relatif cepat dan
hanya
membutuhkan
sedikit
sampel.
Pemisahan dalam KLT meliputi distribusi
campuran dua atau lebih senyawa diantara
fase diam dan fase gerak. Fase diam yang

digunakan kali ini adalah gel silika yang
dilapisi pada lempeng aluminium. Fase gerak
adalah cairan pengembang yang melalui fase
diam dan membawa senyawa sampel.
Senyawa-senyawa sampel terpisah menurut
banyaknya senyawa yang tejerap dalam fase
diam dan yang terbawa dalam fase gerak.
Hasil KLT ekstrak etanol temulawak dapat
dilihat pada Gambar 15. Ekstrak etanol
temulawak terdiri atas 10 bercak. Standar
kurkumin yang digunakan menghasilkan 3
bercak senyawa. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Batubara et al. (2004) yang
memperoleh 3 puncak pada kromatogram
hasil kromatografi cairan kinerja tinggi
(KCKT) standar kurkumin.
Senyawa
kurkumin
memiliki
dua
substituen metoksi (-OCH3) pada R1 dan R2.
Senyawa
desmetoksikurkumin
hanya
memiliki satu substituen metoksi pada R1,
sedangkan senyawa bis-desmetoksikurkumin
tidak memiliki gugus metoksi, tetapi gugus –
H pada R1 dan R2. Fase diam yang digunakan
pada KLT ini adalah gel silika yang bersifat
polar dengan eluen kloroform:etil asetat
(85:15) yang semi polar. Jika dilihat dari
kepolarannya, senyawa kurkumin akan lebih
lama tertahan dalam fase diam karena
senyawa ini merupakan senyawa yang paling
polar
dibandingkan
dengan
senyawa
kurkuminoid lainnya, kemudian diikuti
dengan senyawa desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin. Oleh karena itu, nilai Rf
yang paling besar merupakan senyawa bisdesmetoksikurkumin (bercak 3), yang kedua
adalah senyawa desmetoksikurkumin (bercak
2), dan yang paling kecil adalah senyawa
kurkumin (bercak 1).

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
E

FA 2

std 3

4

5

6 std 7

8

FK

Keterangan:
E
= ekstrak etanol temulawak
FA
= filtrat etanol fase diam OW awal
2, 3, ...
= nomor tabung tampungan eluat
std
= standar kurkumin
FK
= filtrat etanol fase diam OW bekas elusi

Gambar 15

Kromatogram KLT eluat-eluat
hasil kolom onggok tanpa
perlakuan (OW).

Beberapa eluat awal hasil elusi kolom
OW, sama halnya dengan beberapa eluat awal
hasil elusi kolom-kolom onggok lainnya,
menghasilkan eluat-eluat yang terdiri dari 8
bercak senyawa (Lampiran 2 dan 3). Dua
bercak senyawa lainnya masih tertahan di
dalam kolom OW, tetapi kedua bercak
senyawa tersebut tidak dapat teridentifikasi
dalam KLT. Oleh karena itu, dilakukan
analisis spektroskopi UV-Vis terhadap filtrat
etanol hasil pengocokan fase diam OW (dan
juga fase-fase diam onggok lainnya) yang
telah digunakan dalam elusi. Eluat tabung 6
hasil elusi kolom OW mengandung dua
senyawa dengan Rf yang identik dengan
standar kurkumin (bercak 1 dan 2), sedangkan
senyawa yang ketiga memiliki nilai Rf yang
mirip dengan nilai Rf bercak 3 standar
kurkumin (Tabel 4). Hal ini menunjukkan
bahwa pada eluat tabung 6 diperoleh senyawa
kurkuminoid yang sudah tidak bercampur
dengan senyawa-senyawa lain sehingga eluat
tabung ini ini dapat digunakan untuk analisis
menggunakan KLT dua dimensi. Eluat tabung
5 mengandung satu senyawa yang memiliki Rf
identik dengan standar (bercak 1), namun
masih mengandung senyawa-senyawa lain
yang belum terpisah dari kurkuminoid.
Tabel 4 Nilai Rf eluat tabung 5 dan 6 hasil
elusi
kolom
onggok
tanpa
perlakuan (OW)
Bercak
1
2
3
4
5

Rf
standar
0,31
0.41
0.52

Rf eluat tabung
5
6
0.31
0.3
0.36
0.41
0.43
0.51
0.53
0.78

Hasil elusi kolom NAO menunjukkan
bahwa senyawa kurkuminoid belum dapat
terpisahkan dari senyawa-senyawa lainnya
(Gambar 16). Eluat tabung 7 (Tabel 5)
mengandung satu senyawa yang memiliki Rf
identik dengan standar (bercak 4), tetapi
senyawa ini masih tercampur dengan senyawa
lainnya.

↓ ↓ ↓ ↓

E FA 3 std 4


5


6


7

↓ ↓
8 std

↓ ↓ ↓
9 10 FK

Keterangan:
E
= ekstrak etanol temulawak
FA
= filtrat etanol fase diam NAO awal
3, 4, ...
= nomor tabung tampungan eluat
std
= standar kurkumin
FK
= filtrat etanol fase diam NAO bekas elusi

Gambar 16

Kromatogram KLT eluat-eluat
hasil kolom onggok teraktivasi
asam nitrat (NAO).

Tabel 5 Nilai Rf eluat tabung 6 dan 7 hasil
elusi kolom onggok teraktivasi asam
nitrat (NAO)
Bercak
1
2
3
4
5
6
7
8

Rf
standar
0,23
0.31
0.40

Rf eluat tabung
6
7
0.17
0.21
0.20
0.24
0.23
0.26
0.30
0.40
0.39
0.69
0.67
0.74
0.70
0.77

Hasil elusi kolom PAO (Gambar 17)
menyerupai hasil elusi kolom OW. Eluat
tabung 7 (Tabel 6) mengandung dua senyawa
yang memiliki Rf identik dengan standar,
yaitu bercak 2 dan 3. Bercak 1 pada eluat
tabung 7 memiliki Rf yang mendekati Rf
standar. Hal ini menunjukkan bahwa pada
eluat tabung 7 dapat diperoleh senyawa
kurkuminoid yang telah terpisah dari senyawa
lainnya.

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
E

FA

4 std 5

6

7

8

9 std 10 11 FK

↓ ↓ ↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓
E FA 6 std 7 8 12 16 17 std 18 29 30 67 68 std 69 FK

Keterangan:
E
= ekstrak etanol temulawak
FA
= filtrat etanol fase diam PAO awal
4, 5, ...
= nomor tabung tampungan eluat
std
= standar kurkumin
FK
= filtrat etanol fase diam PAO bekas elusi

Keterangan:
E
= ekstrak etanol temulawak
FA
= filtrat etanol fase diam ON awal
6, 7, ...
= nomor tabung tampungan eluat
std
= standar kurkumin
FK
= filtrat etanol fase diam ON bekas elusi

Gambar 17

Gambar 18

Kromatogram KLT eluat-eluat
hasil kolom onggok teraktivasi
asam fosfat (PAO).

Tabel 6 Nilai Rf eluat tabung 9 dan 10 hasil
elusi kolom onggok teraktivasi asam
fosfat (PAO)
Bercak
1
2
3
4
5
6

Rf standar
0.32
0.45
0.58

Rf eluat tabung
9
10
0.31
0.31
0.36
0.45
0.45
0.58
0.58
0.80
0.82

Tabel 7 Nilai Rf eluat tabung 18 dan 29 hasil
elusi kolom onggok ternitrasi (ON)
Bercak
1
2
3

Rf
standar
0.28
0.40
0.50

Rf eluat tabung
18
28
0.29
0.29
0.40
0.38
0.50
0.50

Tabel 8 Nilai Rf eluat tabung 30 dan 68 hasil
elusi kolom onggok ternitrasi (ON)
Bercak

Hasil KLT eluat hasil kolom ON (Gambar
18) menunjukkan bahwa eluat tabung 18
sampai eluat tabung 29 mengandung tiga
bercak senyawa yang memiliki nilai Rf
menyerupai Rf standar kurkumin. Eluat
tabung 18 (Tabel 7) mengandung dua bercak
senyawa yang memiliki nilai Rf identik
dengan standar (bercak 2 dan 3). Eluat tabung
29 hanya mengandung satu bercak senyawa
yang identik dengan standar (bercak 3). Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa eluat
tabung 18 sampai 29 mengandung senyawa
kurkuminoid yang telah terpisah dari senyawa
lainnya. Eluat tabung 30 sampai 68 hasil elusi
kolom ON memiliki dua bercak senyawa yang
menyerupai bercak senyawa standar kurkumin
(Tabel 8).

Kromatogram KLT eluat-eluat
hasil kolom onggok ternitrasi
(ON).

1
2
3

Rf
standar
0.25
0.35
0.46

Rf eluat tabung
30
68
0.38
0.35
0.47
0.45

Tabel 9 menunjukkan bahwa eluat tabung
32 sampai 58 hasil elusi kolom onggok
singkong terasetilasi mengandung satu bercak
yang memiliki Rf identik dengan standar
(bercak 1) dan bercak yang lain mendekati
nilai Rf standar. Hal ini berbeda dengan hasil
elusi kolom ON. Pada kolom ON, masih
mengandung eluat yang terdiri atas tiga
bercak, sedangkan pada eluat hasil kolom OA
hanya diperoleh eluat yang memiliki dua
bercak (Gambar 19).

Tabel 9 Nilai Rf eluat tabung 32 dan 58 hasil
elusi kolom onggok terasetilasi (OA)
Bercak
1
2
3

Rf
standar
0.28
0.39
0.50

Rf eluat tabung
32
58
0.39
0.39
0.51
0.51
↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓
E FA std 1 2 3 4 5 std 6 7 8 9 10 11 std 12 FK

↓ ↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓ ↓
E

FA std 2 3 4 5 6 7 std 29 30 31 32 58 std 59 FK

Keterangan:
E
= ekstrak etanol temulawak
FA
= filtrat etanol fase diam OA awal
2, 3, ...
= nomor tabung tampungan eluat
std
= standar kurkumin
FK
= filtrat etanol fase diam OA bekas elusi

Gambar 19 Kromatogram KLT eluat-eluat
hasil kolom onggok terasetilasi (OA).
Eluat tabung 3 sampai 7 hasil elusi kolom
gel silika masih mengandung senyawasenyawa selain kurkuminoid (Lampiran 4).
Eluat tabung 8 sampai 14 pada hasil
tampungan kolom gel silika terdiri atas tiga
bercak senyawa (Gambar 20) yang memiliki
Rf menyerupai standar kurkumin (Tabel 10).
Pengecualian terhadap eluat tabung 10 yang
terdiri dari empat bercak senyawa.

↓ ↓ ↓↓ ↓ ↓

↓ ↓ ↓ ↓↓ ↓

13 14 15 std 16 17

18 20 std 21 22 23

Keterangan:
E
= ekstrak etanol temulawak
FA
= filtrat etanol fase diam gel silika awal
2, 3,...
= nomor tabung tampungan eluat
std
= standar kurkumin
FK
= filtrat etanol fase diam gel silika bekas elusi

Gambar 20

Kromatogram KLT eluat-eluat
hasil kolom gel silika.

Tabel 10 Nilai Rf eluat tabung 8, 10, dan 14
hasil elusi kolom gel silika
Bercak
1
2
3
4

Rf
standar
0.31
0.44
0.57

Rf eluat tabung
8
10
14
0.31
0.32
0.35
0.43
0.44
0.49
0.56
0.57
0.62
0.96

Eluat tabung 15 sampai 17 pada hasil
tampungan kolom gel silika (Tabel 11) terdiri
atas dua bercak senyawa yang memiliki Rf
mirip dengan standar kurkumin.
Tabel 11 Nilai Rf eluat tabung 15 dan 17 hasil
elusi kolom gel silika
Bercak
1
2
3

Rf
standar
0.37
0.48
0.61

Rf eluat tabung
15
17
0.47
0.47
0.62
0.61

KLT Dua Dimensi
Hasil KLT dua dimensi dilakukan
terhadap eluat yang hanya mengandung
kurkuminoid. Elusi pertama menggunakan
eluen kloroform:etil asetat (85:15) dan elusi
kedua menggunakan eluen kloroform:metanol
(9:1).
Eluat tabung