Aplikasi Selulosa-g-Poliakrilamida sebagai Fase Diam Kromatografi Kolom dan Sintesisnya Melalui Reaksi Kopolimerisasi Cangkok dan Taut-Silang

APLIKASI SELULOSA-g-POLIAKRILAMIDA SEBAGAI
FASE DIAM KROMATOGRAFI KOLOM DAN SINTESISNYA
MELALUI REAKSI KOPOLIMERISASI CANGKOK DAN
TAUT-SILANG

TATI ROHAYATI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Selulosa-gPoliakrilamida sebagai Fase Diam Kromatografi Kolom dan Sintesisnya Melalui
Reaksi Kopolimerisasi Cangkok dan Taut-Silang adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Tati Rohayati
NIM G44090041

ABSTRAK
TATI ROHAYATI. Aplikasi Selulosa-g-Poliakrilamida sebagai Fase Diam

Kromatografi Kolom dan Sintesisnya Melalui Reaksi Kopolimerisasi Cangkok
dan Taut-Silang. Dibimbing oleh TUN TEDJA IRAWADI dan NOVRIYANDI HANIF.
Kopolimerisasi cangkok dan taut-silang akrilamida pada isolat selulosa
serabut ampas sagu telah dilakukan dengan N,N’-metilena-bis-akrilamida (MBA)
sebagai penaut-silang dan amonium peroksidisulfat sebagai inisiator. Jumlah
MBA yang ditambahkan sebanyak 1.0, 1.5, dan 2.0 g. Nisbah dan efisiensi
pencangkokan dengan 2.0 g MBA adalah paling tinggi, sedangkan kapasitas
penyerapan airnya adalah paling rendah. Spektrum inframerah menunjukkan
adanya gugus amida, hidroksil, dan eter. Distribusi ukuran pori produk tergolong
mesopori (diameter 3.6 nm). Mikrograf elektron pemayaran memperlihatkan
morfologi permukaan yang lebih rapat pada selulosa-g-poliakrilamida dengan

penambahan 2.0 g MBA. Kinerja produk dievaluasi menggunakan kromatografi
cair kinerja tinggi menggunakan ekstrak temu lawak (Curcuma xanthorrizha).
Nilai selektivitas dan resolusi pemisahan xantorizol dengan fase diam hasil
penambahan 2.0 g MBA berturut-turut sebesar 1.276 dan 1.870. Spektrum
resonans magnet inti dan nilai rotasi spesifik xantorizol hasil pemisahan
membuktikan bahwa fase diam yang digunakan tidak mengubah struktur dan
konfigurasi tiga dimensi xantorizol, sehingga dapat diajukan sebagai material
bernilai guna tinggi dalam pengembangan komersial.
Kata kunci: kopolimerisasi cangkok, kromatografi, penaut-silang, selulosa

ABSTRACT
TATI ROHAYATI. Application of Cellulose-g-Polyacrylamide as a Stationary
Phase Column Chromatography and Its Synthesis through Grafting and
Crosslinking Copolymerization Reaction. Supervised by TUN TEDJA IRAWADI
and NOVRIYANDI HANIF.
The graft and crosslink copolymerization of acrylamide to cellulose isolate
have been carried out using N,N’-methylene-bis-acrylamide (MBA) as crosslinker
and ammonium peroxydisulfate as initiator. The amount of MBA added were 1.0,
1.5, and 2.0 g. Grafting ratio and efficiency of cellulose-g-polyacrylamide using
MBA 2.0 g were the highest, while water absorption capacity was the lowest.

Infrared spectrum showed the presence of amide and hydroxyl as well as ether
functional groups. Pore size distribution of the product was classified as
mesoporous (3.6 nm in diameter). Scanning electron micrograph showed a more
tight surface morphology on cellulose-g-polyacrylamide with addition of 2.0 g
MBA. Performances of the product were evaluated by high performance liquid
chromatography using Curcuma xanthorrhiza extract. The selectivity and
resolution value of xanthorrhizol separation in the stationary phase synthesized
from 2.0 g MBA addition were 1.276 and 1.870, respectively. Nuclear magnetic
resonance spectrum and specific rotation value of the isolated xanthorrhizol
proved that the stationary phase did not change the structure and the threedimensional configuration of the xanthorrhizol, so that it can be proposed as a
highly useful value in commercial development.
Key words: cellulose, chromatography, crosslinker, graft copolymerization

APLIKASI SELULOSA-g-POLIAKRILAMIDA SEBAGAI
FASE DIAM KROMATOGRAFI KOLOM DAN SINTESISNYA
MELALUI REAKSI KOPOLIMERISASI CANGKOK DAN
TAUT-SILANG

TATI ROHAYATI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Aplikasi Selulosa-g-Poliakrilamida sebagai Fase Diam
Kromatografi Kolom dan Sintesisnya Melalui Reaksi
Kopolimerisasi Cangkok dan Taut-Silang
: Tati Rohayati

: G44090041

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Pembimbing I

Novriyandi Hanif, DSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi
Nama


Selulosa-g-Poliakrilamida sebagai Fase Diam
Kolom dan Sintesisnya Melalui Realesi
Kopolimerisasi Cangkok dan Taut-Silang
: Tati Rohayati
: Aplikasi

Kromatografi

: G44090041

NIM

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

Pembimbing I

Diketahui oleh


Prof Dr

Tanggal Lulus:

1 3 JAN 2Q'.

MS

PRAKATA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Yang Maha Kuasa Allah SWT
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Oktober 2013. Tema yang dipilih
adalah Aplikasi Selulosa-g-Poliakrilamida sebagai Fase Diam Kromatografi
Kolom dan Sintesisnya Melalui Reaksi Kopolimerisasi Cangkok dan Taut-Silang
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, dan
kerja sama yang telah diberikan oleh Ibu Tun Tedja Irawadi dan Bapak
Novriyandi Hanif selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan

kepada Ibu Henny Purwaningsih, Bapak Muhammad Farid, dan Bapak
Mohammad Khotib atas segala diskusi dan saran berkaitan dengan penelitian,
serta kepada Kepala Laboratorium Kimia Terpadu (LT IPB) atas fasilitas yang
diberikan selama penulis melakukan penelitian dan staf LT yang turut
memberikan motivasi dalam pembuatan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bogor, Desember 2013

Tati Rohayati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Alat dan Bahan

Preparasi Sampel dan Isolasi Selulosa Serabut Ampas Sagu
Pencirian Selulosa
Sintesis Fase Diam
Pencirian Fase Diam Selulosa-g-poliakrilamida
Kromatografi Kolom
Analisis Fraksi dengan Hasil Pemisahan Terbaik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kopolimer Cangkok dan Taut-Silang
Selulosa-g-poliakrilamida
Ciri-ciri Selulosa-g-Poliakrilamida
Hasil Aplikasi Selulosa-g-poliakrilamida sebagai Fase Diam
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii

vii
1
2
2
2
2
2
3
4
5
5
5
6
8
10
13
13
13
13
16

31

DAFTAR TABEL
1 Komponen kimia isolat selulosa serabut ampas sagu
2 Hasil analisis ukuran pori

5
9

DAFTAR GAMBAR
1 Nilai NP dan EP hasil sintesis selulosa-g-poliakrilamida dengan
berbagai bobot MBA
2 Nilai kapasitas penyerapan air hasil sintesis selulosa-g-poliakrilamida
dengan berbagai bobot MBA
3 Spektrum IR isolat selulosa dan selulosa-g-poliakrilamida dengan
penaut-silang MBA sebanyak 1.0 g, 1.5 g, dan 2.0 g
4 Mikrograf isolat selulosa dengan perbesaran 750× dan 1500×
5 Mikrograf hasil sintesis dengan 1.0 g MBA pada perbesaran 750× dan
1500×
6 Mikrograf hasil sintesis dengan 1.5 g MBA pada perbesaran 750× dan
1500×
7 Mikrograf hasil sintesis dengan 2.0 g MBA pada perbesaran 750× dan
1500×
8 Struktur R*-(‒)-xantorizol

7
7
8
9
10
10
10
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bagan alir penelitian
Reaksi kopolimerisasi
Hasil pembuatan kopolimer selulosa-g-poliakrilamida
Analisis kadar N kopolimer selulosa-g-poliakrilamida
Hasil perhitungan kapasitas penyerapan air
Pencirian pita FTIR
Hasil analisis distribusi ukuran pori silika gel komersial
Hasil analisis KCKT
Hasil analisis 1H-NMR
Hasil penentuan nilai rotasi spesifik xantorizol

16
17
19
20
21
21
21
22
29
30

17

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman sagu terbesar di
dunia. Sagu telah lama dibudidayakan secara luas di beberapa wilayah nusantara,
seperti Riau, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Di Maluku dan Papua,
tanaman ini menjadi sumber karbohidrat yang penting bagi penduduknya
sehingga dapat menjadi pangan alternatif yang meringankan atau bahkan
mengatasi masalah ketahanan pangan nasional (Jong dan Widjono 2007). Jumlah
industri pengolahan sagu semakin meningkat berdasarkan data ekspor tepung sagu
pada tahun 2010, 2011, dan 2012 (BPS 2012). Meningkatnya industri pengolahan
sagu diiringi dengan meningkatnya limbah yang dihasilkan. Industri pengolahan
sagu menghasilkan limbah berupa ampas sagu (ela dan serabut), air buangan, dan
kulit batang. Air buangan biasanya dialirkan ke sungai, sedangkan ampas sagu
digunakan untuk pakan ternak, sumber zat hara bagi tanah, dan herbisida
(Kumoro et al. 2008).
Serabut ampas sagu mengandung selulosa yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ela ampas sagu. Setyorini (2011) menyatakan bahwa serabut ampas sagu
mengandung 41.47% α-selulosa, sedangkan Segara (2011) menyatakan bahwa ela
ampas sagu mengandung 14.23% α-selulosa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
digunakan isolat selulosa dari serabut ampas sagu. Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis ampas sagu. Kumaran et al. (1997)
melaporkan bahwa serabut ampas sagu berpotensi sebagai solid substrate
fermentation. Kandungan utama serabut ampas sagu adalah selulosa dan lignin
yang berpotensi sebagai absorben ramah lingkungan (Vickineswary et al. 1994).
Selulosa telah lama dipelajari karena kelimpahannya, harganya murah, tidak
berbahaya, mudah terdegradasi, dan dapat diperbaharui (Lin et al. 2009). Selain
itu, selulosa dapat dimodifikasi dengan teknik kopolimerisasi. Selulosa
dikopolimerisasi melalui cangkok dan taut-silang dengan berbagai paduan sebagai
fase diam, superabsorben, dan berbagai keperluan industri lainnya (Israel et al.
2008).
Setyorini (2011) telah memodifikasi isolat selulosa yang berasal dari serabut
ampas sagu melalui kopolimerisasi cangkok dan taut-silang dengan nisbah
selulosa-akrilamida (AAm) 1:1 dengan penambahan N,N’-metilena-bis-akrilamida
(MBA) sebanyak 0.1, 0.5, dan 1.0 g sebagai penaut-silang. Produk yang
dihasilkan dapat memisahkan xantorizol dari ekstrak kasar temu lawak.
Penelitian ini menggunakan AAm yang dicangkokkan pada isolat selulosa
dari serabut ampas sagu dengan nisbah 3:1 dengan penaut-silang MBA sebanyak
1.0, 1.5, dan 2.0 g. Penggunaan komposisi selulosa yang lebih besar bertujuan
memanfaatkan lebih banyak limbah serabut ampas sagu agar dapat mengatasi
masalah lingkungan. Variasi MBA yang ditambahkan diharapkan dapat
meningkatkan kinerja kopolimer cangkok dan taut-silang selulosa-gpoliakrilamida sebagai fase diam dalam memisahkan xantorizol dari ekstrak kasar
temu lawak. Produk juga dicirikan dengan menggunakan spektrofotometer
inframerah transformasi Fourier (FTIR), analisis distribusi ukuran pori, dan
mikroskop elektron pemayaran (SEM).

2

METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah radas sintesis, motor
pengaduk, alat-alat kaca, shaker, mantel pemanas, kromatografi kolom, radas
Kjeldahl, radas refluks, mesin penggiling, neraca analitik, spektrofotometer FTIR
IRPrestige–21 Shimadzu, SEM Carl Zeiss EVO 50-50-87, NOVA-1000 American
Quantachrome, polarimeter Kruss Optronic Germany, kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT) LC-10AD VP Shimadzu, dan spektrofotometer resonans magnet
inti (1H NMR) JEOL Delta ECA 500.
Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat selulosa; akrilamida (AAm),
amonium peroksidisulfat (APS), dan N,N-metilena-bis-akrilamida (MBA) p.a.
(Merck); N2 (BOC); metanol, etanol, aseton, dan n-heksana p.a. (Smart); serta
bahan kimia untuk analisis kadar nitrogen.

Preparasi Sampel dan Isolasi Selulosa Serabut Ampas Sagu
Ampas sagu yang digunakan berasal dari Tanah Baru, Bogor. Serabut
ampas sagu diseleksi. Serabut yang masih dalam kondisi baik dikeringkan di
bawah sinar matahari hingga kering, kemudian digiling hingga berukuran 40 mesh.
Selulosa diisolasi dari serabut ampas sagu (modifikasi Sun et al. 2005; modifikasi
SNI 3729-2008) dan diperoleh isolat selulosa. Bagan alir selengkapnya diberikan
pada Lampiran 1.

Pencirian Selulosa
Pencirian selulosa meliputi penetapan kadar holoselulosa (ASTM 1104-56
1981), hemiselulosa, α-selulosa (ASTM 1103-60 1981), lignin (TAPPI T 13 m451961), analisis gugus fungsi dari spektrum FTIR, dan analisis morfologi
permukaan dari mikrograf SEM.

Sintesis Fase Diam
Sintesis Selulosa-g-Poliakrilamida (Maesaroh 2013)
Sintesis selulosa-g-poliakrilamida dilakukan dengan komposisi selulosaAAm 75:25 dalam skala 30 g. Isolat selulosa dimasukkan ke dalam labu leher tiga
sejumlah 22.5 g kemudian ditambahkan 150 mL akuades. Setelah itu, larutan
dipanaskan hingga mencapai suhu 90 °C sambil diaduk dengan kecepatan 200
rpm. Apabila telah mencapai suhu 90 °C, gas nitrogen dialirkan ke dalam labu
reaksi dan suhu dibiarkan konstan selama 30 menit. Setelah 30 menit, suhu
diturunkan sampai kira-kira 60–65 °C. Ke dalam labu reaksi ditambahkan larutan
APS (0.25 g APS dalam 12.5 mL akuades) dan suhu dijaga konstan pada 60–65
°C sampai 15 menit. Sejumlah 7.5 g AAm yang dilarutkan dalam 100 mL akuades
selanjutnya ditambahkan. Setelah 5 menit, MBA dimasukkan ke dalam radas

3

dengan kecepatan 2–3 tetes/detik. Jumlah MBA divariasikan dari 1.0, 1.5, dan 2.0
g yang dilarutkan dalam 100 mL akuades. Setelah semua pereaksi dimasukkan,
suhu pemanasan dinaikkan menjadi 70 °C dan dijaga konstan selama 3 jam
hingga terbentuk gel kopolimer.
Pencucian Gel (Liang et al. 2009)
Gel selulosa-g-poliakrilamida hasil cangkok dan taut-silang yang telah
didinginkan ditambahkan 150 mL metanol dan diaduk dengan kecepatan 200 rpm.
Setelah 30 menit, gel ditambahkan 150 mL etanol dan diaduk cepat dengan
kecepatan 300–400 rpm selama 5 menit, kemudian didiamkan selama 30 menit.
Gel dan cairan alkohol dipisahkan, lalu gel dipotong kecil-kecil dan direfluks
dengan 200 mL aseton pada suhu 70 °C selama 1 jam. Kemudian gel dipisahkan
dari aseton, dikeringkan dalam oven bersuhu 60 °C hingga mencapai bobot
konstan, dan dihaluskan dengan mesin penggiling.

Pencirian Fase Diam Selulosa-g-poliakrilamida
Kopolimer selulosa-g-poliakrilamida hasil sintesis dicirikan untuk
mengetahui perubahan sifat fisik dan kimianya. Pencirian yang dilakukan meliputi
analisis kadar nitrogen, uji kapasitas penyerapan air, penentuan gugus fungsi dari
spektrum FTIR, analisis luas permukaan, volume pori, dan diameter pori dari
analisis distribusi ukuran pori, serta morfologi permukaan menggunakan SEM.
Analisis Kadar N (Metode Kjeldahl)
Sejumlah 0.1 g sampel selulosa-g-poliakrilamida, 2 g selen, dan 10 mL
H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl. Setelah itu, sampel didestruksi
dengan cara dipanaskan di atas pembakar bunsen sampai berwarna hijau bening
kekuningan dan tidak ada lagi asap putih yang terbentuk, lalu didinginkan. Radas
distilasi dirangkai dan sebagai penampung gas NH3 disiapkan 20 mL asam borat
2% yang ditambah indikator hijau bromkresol dan merah metil. Larutan hasil
destruksi dipindahkan ke dalam labu kjeldahl 500 mL, dibilas dengan 150 mL
akuades, lalu ditambahkan batu didih dan 50 mL NaOH 40%. Selanjutnya larutan
didistilasi dengan cara dipanaskan di atas pembakar bunsen. Apabila distilasi
selesai, distilat dititrasi dengan HCl 0.1 N hingga terbentuk warna merah. Kadar
nitrogen dihitung menggunakan persamaan
Nitrogen (%) =

(�1 − �0 ) × � HCl × BE N
× 100%


Keterangan
W
= bobot sampel (mg)
V1
= volume titrasi sampel (mL)
V0
= volume titrasi blangko (mL)
N HCl = normalitas HCl (N)
BE N
= bobot ekuivalen nitrogen (14 g/Ek)

4

Nisbah serta efisiensi cangkok dan taut-silang (NP dan EP) ditentukan dari
kadar nitrogen yang didapat. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan
(modifikasi Lanthong et al. 2006):
NP (%) =

100% [N(%) × (BM AAm/BA N)]
100% – [N(%) × (BM AAm/BA N)]

EP (%) =

% N percobaan
× 100%
% N teoretis

Uji Kapasitas Penyerapan Air (Modifikasi Liu et al. 2007)
Sejumlah 0.1 g sampel selulosa-g-poliakrilamida dimasukkan ke dalam
wadah bertutup yang berisi 200 mL akuades. Campuran didiamkan selama 24 jam
pada suhu ruang. Setelah 24 jam, sampel yang telah mengembang disaring
menggunakan saringan 400 mesh hingga tidak ada lagi air yang menetes.
Kapasitas penyerapan air dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Kapasitas penyerapan =
Keterangan
W0
= Bobot polimer awal (g)
W1
= Bobot polimer akhir (g)

�1 − �0
× 100%
�0

Analisis Spektrum FTIR
Sejumlah 0.005 g produk selulosa-g-poliakrilamida dicampur dengan 0.1 g
KBr. Campuran digerus sampai halus dan homogen kemudian dipanaskan dalam
oven 40 °C selama 24 jam. Campuran dianalisis dengan spektrofotometer FTIR
IR Prestige-21 Shimadzu.
Analisis Distribusi Ukuran Pori
Sejumlah 2 g sampel dimasukkan ke dalam alat NOVA-1000 American
Quantachrome. Analisis dilakukan dengan metode Brunauer-Emmett-Teller
(BET) dan Barrett-Joyner-Halenda (BJH) di Pusat Teknologi Akselerator dan
Proses Bahan, BATAN, Yogyakarta.
Analisis Morfologi Permukaan dari Fotograf SEM
Analisis morfologi permukaan dilakukan menggunakan SEM JEOL T330A
di Pusat Penelitian Fisika, LIPI, Bandung. Sebelum dianalisis, sampel terlebih
dahulu dilapisi dengan emas.

Kromatografi Kolom
Preparasi Ekstrak Temu Lawak (Modifikasi Segara 2011)
Serbuk kering rimpang temu lawak sejumlah 20 g ditambahkan ke dalam
labu erlenmeyer 250 mL, kemudian direndam dengan 200 mL n-heksana p.a
selama 3×24 jam sambil sesekali diaduk. Maserat dipisahkan dan dikumpulkan

6

Reaksi kopolimerisasi berlangsung melalui reaksi radikal bebas (Liu et al.
2007). APS digunakan sebagai inisiator dan MBA digunakan sebagai penautsilang. Inisiator lain yang lazim digunakan pada reaksi kopolimerisasi cangkok
ialah dibenzoil peroksida, azabisisobutironitril, atau bahan pengoksidasi seperti
garam serium (Lanthong et al. 2006). Selama reaksi ini berlangsung, gas nitrogen
terus dialirkan untuk mencegah adanya oksigen dan meminimumkan
pembentukan radikal peroksida yang dapat menghambat reaksi kopolimerisasi.
Mekanisme reaksi kopolimerisasi cangkok dan taut-silang melalui 3 tahap,
yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi (Lampiran 2). Pada tahap inisiasi, APS
menyerang atom H pada gugus OH di posisi C6 dari selulosa. Selanjutnya,
makroradikal tersebut akan berikatan dengan monomer AAm (Lampiran 2).
Tahap propagasi sering disebut tahap pemanjangan rantai: makroradikal polimer
tersebut terus berikatan dengan akrilamida lainnya. Pada tahap terminasi, di antara
makroradikal yang telah mengalami pemanjangan satu sama lain ditaut-silangkan
oleh MBA membentuk kopolimer selulosa-g-poliakrilamida. Data hasil sintesis
dapat dilihat pada Lampiran 3.

Selulosa-g-poliakrilamida
Faktor yang dapat memengaruhi reaksi kopolimerisasi cangkok adalah rantai
utama, monomer, pelarut, inisiator, zat tambahan, dan suhu (Bhattacharyaa dan
Misra 2004). Reaksi kopolimerisasi ini menggunakan pelarut air. Menurut
Bhattacharyaa dan Misra (2004), air adalah media yang tepat untuk
pencangkokan.
Analisis kadar N digunakan untuk menentukan nilai NP dan EP dari sintesis
selulosa-g-poliakrilamida yang telah dilakukan. NP menunjukkan persen
pencangkokan AAm terhadap jumlah selulosa awal, sedangkan EP menunjukkan
persentase jumlah monomer AAm yang tercangkok terhadap jumlah AAm yang
ditambahkan di awal reaksi (Lanthong et al. 2006). Pada penelitian ini, nilai NP
dan EP naik seiring dengan meningkatnya jumlah MBA yang ditambahkan
(Lampiran 4). Hal tersebut terjadi karena MBA mengandung atom N pada gugus
amida.
Hasil sintesis menunjukkan nilai NP berturut-turut 35.28, 38.27, dan
41.09%, serta nilai EP berturut-turut 92.89, 93.47, dan 93.51% untuk penambahan
1.0, 1.5, dan 2.0 g MBA. Nilai NP dan EP merupakan salah satu indikator
keberhasilan sintesis selulosa-g-poliakrilamida. Gambar 1 menunjukkan bahwa
nilai NP dan EP paling besar dihasilkan oleh sintesis dengan penambahan MBA
sebanyak 2.0 g.

5

dalam satu labu bulat, kemudian dipekatkan dengan penguap putar pada suhu
40 °C hingga diperoleh ekstrak pekat.
Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi diisi dengan 6–7 g produk fase diam hasil sintesis.
Tinggi fase diam di dalam setiap kolom dibuat seragam (20 cm) dan ekstrak yang
digunakan berjumlah 0.5 mL. Ekstrak dielusi dengan mengalirkan fase gerak
sampai semua fraksi keluar dari kolom. Fraksi yang keluar dari kolom ditampung
setiap 3 mL di dalam tabung gelap dan diuji dengan KCKT.

Analisis Fraksi dengan Hasil Pemisahan Terbaik
Fraksi terbaik yang diperoleh dari hasil analisis dengan menggunakan
KCKT kemudian dianalisis strukturnya menggunakan 1H-NMR dan diukur rotasi
spesifiknya menggunakan polarimeter.
Analisis 1H-NMR dilakukan menggunakan spektrofotometer JEOL Delta
ECA 500 di Pusat Penelitian Kimia, LIPI, Serpong. Sebelum dianalisis, fraksi
dilarutkan terlebih dahulu dalam CDCl3.
Untuk analisis rotasi spesifik, fraksi tersebut dilarutkan terlebih dahulu
dalam 10 mL methanol, kemudian dimasukkan ke dalam tabung polarimeter
dengan panjang 10 cm. Larutan dianalisis menggunakan polarimeter Kruss
Optronic Germany.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kopolimer Cangkok dan Taut-Silang
Kopolimerisasi cangkok dan taut-silang dilakukan dengan cara
mencangkokkan AAm pada tulang punggung selulosa yang selanjutnya akan
ditaut-silangkan oleh MBA. Selulosa yang digunakan diisolasi dari serabut ampas
sagu. Kemurnian selulosa dapat dilihat dari kadar α-selulosa yang dihasilkan
(Tabel 1). Kadar α-selulosa dan lignin berturut-turut sebesar 78.61% dan 0.03%
menandakan bahwa mutu dari isolat serabut ampas sagu cukup baik. Kadar αselulosa dan kadar lignin tersebut dapat memengaruhi proses sintesis. Reaksi
kopolimerisasi cangkok dan taut-silang akan mendapatkan produk yang baik jika
isolat selulosa mengandung α-selulosa yang cukup tinggi dan kadar ligninnya
rendah.
Tabel 1 Komponen kimia isolat selulosa serabut ampas sagu
Analisis
Lignin
Holoselulosa
α-Selulosa
Hemiselulosa

Kadar (%)
0.03
93.96
78.61
15.35

7

93.51

93.47

92.89

100

(%)

80
60

35.28

38.27

41.09

NP
EP

40
20
0

MBA 1.0 g MBA 1.5 g MBA 2.0 g
Jumlah penaut silang
Gambar 1 Nilai NP dan EP hasil sintesis selulosa-g-poliakrilamida dengan
berbagai bobot MBA

kapasitas penyerapan
air
(g/g)

Selain dari kadar N, uji kapasitas penyerapan air pada selulosa-gpoliakrilamida juga perlu dilakukan karena dapat berpengaruh pada proses
pemisahan. Nilai kapasitas penyerapan air hasil sintesis menurun seiring dengan
meningkatnya jumlah MBA yang direaksikan (Gambar 2). Hal serupa juga terjadi
pada NaAlg-g-PAA/SH, kapasitas penyerapan air menurun seiring dengan
meningkatnya jumlah penaut-silang yang digunakan (Hua dan Wang 2009).
Penaut-silang berfungsi menghubungkan kopolimer satu dengan kopolimer
lainnya membentuk rongga 3 dimensi. Semakin tinggi konsentrasi penaut-silang,
rongga tersebut akan semakin rapat sehingga kemampuan dalam menyerap air
akan semakin menurun (Chauhan dan Lal 2003; Liu et al. 2007).
Hasil sintesis dengan penambahan 2.0 g MBA menunjukkan nilai kapasitas
penyerapan air paling kecil jika dibandingkan dengan penambahan 1.0 dan 1.5 g
MBA. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa kopolimer yang dihasilkan
dengan penambahan 2.0 g MBA baik untuk diaplikasikan sebagai fase diam
karena jika kapasitas penyerapan air yang besar akan mengganggu proses
pemisahan. Fase diam tersebut akan mengembang sehingga kinerjanya tidak
optimal. Data nilai kapasitas penyerapan air selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 5.
8.000

6.83

6.15

6.000

5.57

4.000
2.000
0.000

MBA 1.0 g

MBA 1.5 g

MBA 2.0 g
Jumlah penaut silang
Gambar 2 Nilai kapasitas penyerapan air hasil sintesis selulosa-g-poliakrilamida
dengan berbagai bobot MBA

8

Ciri-ciri Selulosa-g-Poliakrilamida
Spektrum FTIR
Spektrum FTIR selulosa-g-poliakrilamida menunjukkan adanya serapan
baru pada daerah bilangan gelombang sekitar 1663 cm-1 (Lampiran 6). Menurut
Lanthong et al. (2006), tambahan serapan di daerah 3400, 1650, dan 1600 cm-1
berturut-turut mengindikasikan ulur –N-H, ulur –C=O, dan tekuk –N-H yang
merupakan penanda dari gugus amida yang berasal dari akrilamida. Serapan baru
juga ditunjukkan pada daerah bilangan gelombang sekitar 1531 cm-1 karena
adanya vibrasi tekuk –N-H.
Keberhasilan sintesis selulosa-g-poliakrilamida juga ditandai dengan adanya
pergeseran bilangan gelombang 3000 cm-1 ke arah bilangan gelombang yang lebih
kecil. Hal tersebut disebabkan oleh adanya serapan tumpang-tindih antara –O-H
dan –N-H (Purwaningsih et al. 2012). Bilangan gelombang antara 3100 dan 3500
cm-1 merupakan daerah serapan untuk –O-H dan –N-H (Gambar 3). Selulosa-gpoliakrilamida hasil sintesis juga menunjukkan spektrum dengan serapan yang
lebih tajam daripada isolat selulosa.

Gambar 3 Spektrum IR isolat selulosa ( ) dan selulosa-g-poliakrilamida dengan
penaut-silang MBA sebanyak 1.0 g ( ), 1.5 g ( ), dan 2.0 g ( )
Distribusi Ukuran Pori
Ukuran pori yang diperoleh dari hasil analisis meliputi luas muka spesifik,
volume pori total, dan jejari pori rerata (Tabel 2). Hasil analisis menunjukkan
penurunan luas muka spesifik seiring dengan bertambahnya jumlah MBA. Luas
muka spesifik paling besar ditunjukkan oleh hasil sintesis dengan penambahan 1.0
g MBA, yaitu 4.041 m2/g. Volume pori total dan jejari pori rerata terbesar
ditunjukkan oleh hasil sintesis dengan penambahan 1.5 g MBA, yaitu berturutturut 3.622 × 10-3 cm3/g dan 19.865 Å. Walaupun nilai luas muka spesifik,
volume pori total, dan jejari pori rerata hasil sintesis dengan penambahan MBA
sebesar 2.0 g bukan yang paling besar, namun perbedaan nilai dari masing-masing
parameter tersebut tidak signifikan.
Jejari pori rerata dari semua hasil sintesis menunjukkan ukuran mesopori,
karena diameter pori sebesar 2–50 nm (Bell dan Dietz 2009). Mesopori
merupakan bentuk yang saat ini sedang dikembangkan. Menurut Jungbauer

9

(2005), mesopori baik digunakan untuk bioseparator. Monolit jenis mesopori juga
akan memberikan pilihan fase diam untuk persiapan contoh dan aplikasi
kromatografi (Wu et al. 2008). Luas muka spesifik yang dihasilkan berbeda nyata
dengan silika gel komersial (Lampiran 7). Perbedaan luas muka spesifik yang
terjadi dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran partikel antara silika gel
komersial dan hasil sintesis.
Tabel 2 Hasil analisis ukuran pori
Sampel
MBA 1.0 g
MBA 1.5 g
MBA 2.0 g

Luas muka spesifik
(m2/g)
4.041
3.647
3.507

Hasil uji
Volume pori total
(cm3/g)
3.108 × 10-3
3.622 × 10-3
3.255 × 10-3

Jari-jari pori rerata
(Å)
15.384
19.865
18.627

Mikrograf SEM
Gambar 4–7 memperlihatkan mikrograf isolat selulosa dan selulosa-gpoliakrilamida. Morfologi permukaan pada isolat selulosa (Gambar 4) berbentuk
fibril. Bentuk yang serupa juga teramati pada selulosa yang berasal dari
permukaan bahan katun, dengan perbesaran 100× (Zhao et al. 2007).
Keberhasilan sintesis juga dapat ditunjukkan dengan cara membandingkan
morfologi permukaan isolat selulosa dengan selulosa-g-poliakrilamida. Kopolimer
hasil sintesis sudah tidak berbentuk fibril lagi seperti pada selulosa, tetapi
berbentuk monolit mesopori.
Perbedaan jumlah MBA yang ditambahkan juga menghasilkan perbedaan
morfologi permukaan hasil sintesis. Pada penambahan 2.0 g MBA (Gambar 7),
permukaan yang dihasilkan lebih rapat dibandingkan dengan penambahan MBA
sejumlah 1.0 g (Gambar 5) dan 1.5 g (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan nilai
kapasitas penyerapan air yang paling rendah pada penambahan MBA sejumlah
2.0 g.

(a)

(b)

Gambar 4 Mikrograf isolat selulosa dengan perbesaran 750× (a) dan 1500× (b)

10

(a)

(b)

Gambar 5 Mikrograf hasil sintesis dengan 1.0 g MBA pada perbesaran 750× (a)
dan 1500× (b)

(a)

(b)

Gambar 6 Mikrograf hasil sintesis dengan 1.5 g MBA pada perbesaran 750× (a)
dan perbesaran 1500× (b)

(a)

(b)

Gambar 7 Mikrograf hasil sintesis dengan 2.0 g MBA pada perbesaran 750× (a)
dan perbesaran 1500× (b)
Hasil Aplikasi Selulosa-g-poliakrilamida sebagai Fase Diam
Selulosa-g-poliakrilamida hasil sintesis diaplikasikan sebagai fase diam
kromatografi kolom untuk memisahkan xantorizol dari ekstrak kasar temu lawak.
Xantorizol merupakan salah satu senyawa dalam fraksi minyak atsiri temu lawak
yang memiliki berbagai aktivitas seperti antikanker, antibakteri, antiradang, dan
antioksidan (Shafioul dan Chan 2012). Senyawa ini cenderung bersifat nonpolar
sebagaimana terlihat dari strukturnya (Gambar 8).
Sebelum dikemas dalam kolom kromatografi, selulosa-g-poliakrilamida
dihaluskan dan disaring hingga berukuran 100 mesh. Hal tersebut dilakukan untuk
menyeragamkan ukuran fase diam. Pengemasan dilakukan dengan metode basah.
Hal ini bertujuan mengurangi penyerapan uap air oleh fase diam serta
meminimumkan terbentuknya gelembung dalam kolom. Fase diam terlebih

11

dahulu dialiri dengan metanol dan n-heksana untuk mengeluarkan kotoran yang
dapat mengganggu proses pemisahan.
Pemisahan campuran xantorizol dilakukan dengan menggunakan selulosa-gpoliakrilamida hasil sintesis yang bersifat polar sebagai fase diam dan n-heksana
yang bersifat nonpolar sebagai fase gerak. Metode ini paling umum digunakan
untuk pemisahan senyawa yang relatif nonpolar dengan kromatografi kolom,
dengan menyerupai pemisahan dengan fase diam silika gel yang polar dan pelarut
dari nonpolar ke polar. Selulosa-g-poliakrilamida, seperti halnya silika gel juga
bersifat cenderung polar karena adanya gugus –N-H yang berasal dari akrilamida
dan MBA serta gugus –OH dari selulosa. Pelarut n-heksana, n-pentana, dan
sikloheksana telah dilaporkan tidak mengalami interaksi dengan fase diam hasil
sintesis ini berdasarkan pengukuran indeks bias pelarut sebelum dan sesudah
digunakan untuk elusi (Maesaroh 2013).
Analisis KCKT
Fraksi-fraksi hasil pemisahan dengan kromatografi kolom ditampung setiap
3 mL kemudian dianalisis dengan KCKT. Analisis KCKT ini menggunakan
kolom C18 dengan fase gerak asetonitril dan asam fosfat. Metode kromatografi
fase terbalik seperti ini, yaitu fase gerak yang digunakan lebih polar dibandingkan
dengan fase diamnya lazim digunakan pada KCKT. Detektor ultraviolet-tampak
(UV-Vis) dengan panjang gelombang 210–366 nm digunakan karena senyawa
yang ingin diidentifikasi, yaitu xantorizol memiliki λmaks sekitar 220 nm yang
berada dalam daerah UV dekat (200–380 nm) (Creswell et al. 2005).
Kromatogram yang berbeda ditunjukkan oleh hasil sintesis dengan
penambahan MBA sebesar 1.0, 1.5, dan 2.0 g (Lampiran 8). Menggunakan fase
diam hasil sintesis dengan penambahan 1.0 g MBA, puncak-puncak hasil
pemisahan ekstrak kasar temu lawak baru terlihat pada fraksi ke-2. Pada fraksi ke4, puncak xantorizol sudah mulai terpisah dari puncak lainnya dan terpisah secara
optimum pada fraksi ke-5 dengan nilai resolusi 1.750 dan selektivitas 1.209.
Pemisahan yang lebih cepat teramati menggunakan fase diam hasil sintesis
dengan penambahan 1.5 dan 2.0 g MBA. Puncak-puncak hasil pemisahan ekstrak
kasar temu lawak sudah terlihat pada fraksi ke-1. Puncak xantorizol mulai terpisah
pada fraksi ke-2 untuk hasil sintesis dengan penambahan 2.0 g MBA, sedangkan
pada hasil sintesis dengan penambahan 1.5 g MBA, puncak tersebut baru terpisah
pada fraksi ke-3. Hasil sintesis dengan penambahan 1.5 maupun 2.0 g MBA
menunjukkan puncak xantorizol yang terpisah secara optimum pada fraksi ke-3,
dengan nilai resolusi berturut-turut sebesar 1.577 dan 1.870 dan selektivitas
berturut-turut sebesar 1.243 dan 1.276.
Hasil analisis KCKT menunjukkan bahwa pemisahan terbaik diperoleh dari
selulosa-g-poliakrilamida hasil sintesis dengan penambahan 2.0 g MBA.
Pemilihan ini berdasarkan nilai resolusi dan selektivitas yang paling besar. Nilai
resolusi menunjukkan keterpisahan atau jarak antarpuncak. Nilai resolusi
dikatakan baik apabila >1.5, sedangkan kolom dikatakan selektif jika
selektivitasnya >1 (Gritter et al. 1991).
Analisis NMR dan Rotasi Spesifik
Analisis NMR dilakukan pada fraksi 3 hasil pemisahan dengan selulosa-gpoliakrilamida terbaik untuk membuktikan bahwa senyawa yang dipisahkan

12

merupakan (–)-xanthorrhizol berkonfigurasi relatif R* (Gambar 8) serta untuk
membuktikan bahwa fase diam dapat memisahkan xantorizol tanpa mengubah
strukturnya.
Analisis spektrum 1H-NMR (Lampiran 9) memperlihatkan sinyal-sinyal
sebagai berikut: δH 1.66 menunjukkan 3 proton pada C13, sinyal δH 1.53
menunjukkan 3 proton pada C12. Kedua nilai geseran kimia ini mungkin
dipertukarkan karena posisinya yang identik dalam struktur. Sinyal δH 5.08
menunjukkan 1 proton pada C10 dengan nilai tetapan kopling (J) 6.8 Hz. Sinyal
δH 1.87 menunjukkan 2 proton pada C9, sinyal δH 1.56 menunjukkan 2 proton
pada C8. Geseran kimia pada C9 lebih besar dibandingkan dengan C8 karena C9
lebih dekat dengan ikatan rangkap, sehingga mengalami efek anisotropi. Sinyal δH
2.61 menunjukkan 1 proton pada C7. Sinyal δH 1.20 menunjukkan 3 proton pada
C16 dengan nilai J 7.1 Hz. Hal yang mendekati juga diungkapkan oleh Hong dan
Sirat (2004) yang menyatakan bahwa nilai J pada posisi C16 berturut-turut
sebesar 6.8 dan 6.9 Hz. Oleh karena itu, konfigurasi relatif gugus metil C16 pada
C7 adalah R*. Sinyal δH 6.67 menunjukkan 1 proton pada C6 dengan nilai J 1.6
akibat kopling meta dengan C2, dan 7.6 akibat kopling orto dengan C5. Sinyal δH
7.8 menunjukkan 1 proton pada C5 dengan nilai J 7.8 Hz. Sinyal δH 2.21
menunjukkan 3 proton pada C14, sinyal δH 4.60 menunjukkan proton pada gugus
hidroksil, sinyal δH 6.61 menunjukkan 1 proton pada C2. Nilai perbedaan δH
antara isolat xantorizol dalam fraksi dengan literatur sebesar –0.09 hingga –0.02.
Hasil analisis 1H-NMR ini menunjukkan bahwa fraksi murni yang terpisahkan
oleh fase diam hasil sintesis merupakan (–)-xantorizol berkonfigurasi relatif R*.
14
15
4

OH

5
3
6

2
12

1
7

R*

9
11

16

8

10

13

Gambar 8 Struktur R*-(‒)-xantorizol (Hwang et al. 2000)
Selain analisis struktur menggunakan NMR, nilai rotasi spesifik juga
ditentukan untuk membuktikan bahwa senyawa yang dipisahkan adalah xantorizol
alami tanpa menimbulkan epimerisasi. Menurut Mayers dan Diana (1997) serta
Pyo et al. (2013), xantorizol memiliki 1 pusat kiral, sehingga memiliki isomer R(‒) dan S-(+). R-(‒)-xantorizol merupakan seskuiterpena alami yang banyak
terdapat pada temu lawak. Hasil analisis nilai [∝]27
� yang diperoleh sebesar –55.6°
[∝]
(Lampiran 10), tidak berbeda jauh dengan nilai
� yang dinyatakan oleh Hong
dan Sirat (2004) serta Hwang et al. (2000), yaitu berturut-turut sebesar –49.4° dan
–50.2°. Nilai [∝]� S-(+)-xantorizol adalah +52.8° (Mayers dan Diana 1997).
Berdasarkan hasil ini, fase diam dapat digunakan untuk memisahkan tanpa
mengubah struktur R-(‒)-xanthorrhizol.

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Selulosa-g-poliakrilamida hasil kopolimerisasi cangkok dan taut-silang telah
berhasil digunakan sebagai fase diam untuk memisahkan R-(‒)-xantorizol tanpa
mengubah struktur tiga dimensinya. Hal ini sesuai dengan nilai NP dan EP yang
tinggi serta nilai kapasitas penyerapan air yang rendah. Spektrum FTIR, distribusi
ukuran pori, dan morfologi permukaan dengan SEM juga mendukung bahwa hasil
sintesis ini dapat digunakan sebagai fase diam. Variasi penambahan jumlah
peanut-silang berpengaruh pada kinerja fase diam. Penambahan jumlah peanutsilang sebesar 2.0 g menunjukkan hasil terbaik pada pemisahan xantorizol dengan
nilai resolusi 1.870 dan nilai selektivitas 1.276 yang ditunjang dengan analisis 1HNMR dan rotasi spesifik.

Saran
Perlu dilakukan aplikasi fase diam dengan menggunakan senyawa lain
untuk mengetahui ketahanan dan kinerjanya pada pemisahan senyawa
berdasarkan kiralitasnya.

DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 1981. Annual Book of
ASTM Standards. Wood: Adhesives 22. Philadelphia (US): ASTM.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data Ekspor Impor. [internet]. [diunduh 2012
April 20]. Tersedia pada: www.bps.go.id.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Tepung Sagu. SNI 3729:2008. Jakarta
(ID): BSN.
Baggiani C, Patrizia B, Cristina G, Laura A, Cinzia P, Gianfranco G. 2011.
Binding behaviour of molecularly imprinted polymers prepared by a
hierarchical approach in mesoporous silica beads of varying porosity. J
Chromatogr. 1218:1828-1834. doi:10.1016/j.chroma.2011.02.003.
Bell W, Dietz S, penemu; TDA Research’ Inc. 2001 Okt 2. Mesoporous carbons
and polymers. US Patent US 6,297,293 B1.
Bhattacharya A, Misra BN. 2004. Grafting: a versatile means to modify polymers
techniques, factors and applications. Prog Polym Sci. 29:767-814.
Chauhan GS, Lal L. 2003. Novel grafted cellulose-based hydrogels for water
technologies. Desalination. 159:131-138.
Chen X, Chiyo Y, Yoshio O. 2007. Polysaccharide derivatives as useful chiral
stationary phases in high-performance liquid chromatography. Pure Appl
Chem. 79(9):1561-1573. doi:10.1351/pac200779091561.
Creswell CJ, Runquist OA, Campbell MM. 2005. Analisis Spektrum Senyawa
Organik. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan

14

dari: Spectrum Analysis of Organic Compound. An Introductory
Programmed Text.
Gritter RJ, Bobbitt JM, Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi.
Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Introduction to Chromatography.
Hong NM, Sirat H. 2004. Synthesis of several bisabolanesesquiterpenoids from
xanthorrhizol isolated from C. xanthorrhiza and their bioactivities. Di
dalam: The 4th Annual Seminar of National Science Fellowship; 2004;
Johor Bahru, Malaysia. Johor Bahru (MY): Universiti Teknologi Malaysia.
hlm 181-186.
Hua S, Wang A. 2009. Synthesis, characterization and swelling behaviors of
sodium alginate-g-poly(acrylic acid)/sodium humate superabsorbent.
Carbohydr Polym. 75:79-84. doi:10.1016/j.carbpol.2008.06.013.
Hwang JK, Shim JS, Baek NI, Pyun YR. 2000. Xanthorrhizol: a potential
antibacterial agent from Curcuma xanthorrhiza against Streptococcus
mutans. Planta Med. 66:196-197.
Israel AU, Obot IB, Umoren SA, Mkpenie V, Asuquo JB. 2008. Production of
cellulosic polymers from agricultural wastes. E-J Chem. 5(1):81-85.
Jong FS, Widjono A. 2007. Sagu: potensi besar pertanian indonesia. Iptek
Tanaman Pangan. 2(1):54-65.
Jungbauer A. 2005. Chromatographic media for bioseparation. J Chromatogr.
1035:3-12. doi: 10.1016/j.chroma.2004.08.162.
Kumaran S, Sastry CA, Vickineswary S. 1997. Laccase, cellulose and xylanase
activities during growth of Pleurotus sajor-caju on sago hampas. World J
Microbiol Biotech. 13:43-49.
Kumoro AC, Ngoh GC, Hasan M, Ong CH, Teoh EC. 2008. Conversion of
fibrous sago (Metroxylon sagu) waste into fermentable sugar via acid and
enzymatic hydrolysis. Asian J Scientific Res. 1(4):412-420.
Lanthong P, Nuisin R, Kiatkamjornwong S. 2006. Graft copolymerization,
characterization, and degradation of cassava starch-g-acrylamide/itaconic
acid
superabsorbents.
Carbohydr
Polym.
66:229-245.
doi:
10.1016/j.carbpol.2006.03.006.
Liang R, Yuan H, Xi G, Zhou Q. 2009. Synthesis of wheat straw-g-poly (acrylic
acid) superabsorbent composites and release of urea from it. Carbohydr
Polym. 77:181-187. doi:10.1016/j.carbpol.2008.12.018.
Lin C, Zhan H, Liu M, Fu S, Zhang J. 2009. Preparation of cellulose graft
poly(methyl methacrylate) copolymers by atom transfer radical
polymerization in an ionic liquid. Carbohydr Polym. 78:432-438.
doi:10.1016/j.carbpol.2009.04.032.
Liu J, Wang Q, Wang A. 2007. Synthesis and characterization of chitosan-gpoly(acrylic acid)/sodium humate superabsorbent. Carbohydr Polym.
70:166-173. doi:10.1016/j.carbpol.2007.03.015.
Maesaroh M. 2013. Modifikasi sintesis dan pencirian fase diam kromatografi
kolom selulosa berbasis serabut ampas sagu [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Mayers AI, Diana S. 1997. Short asymmetric synthesis of (+)-α-curcumene and
(+)-xanthorrhizol. J Org Chem. 62:5219-5221.

15

Purwaningsih H, Irawadi TT, Mas’ud ZA, Fauzi AM. 2012. Rekayasa biopolimer
jerami dengan teknik kopolimerisasi cangkok dan taut silang. Valensi.
2(4):489-500.
Pyo JI, Kim RW, Azam SMS, Song C, Cheong CS, Kim KS. 2013. Two-step
biocatalytic resolution of rac-primary alcohol for obtaining each isomeric
intermediate of xanthorrhizol. Bull Korean Chem Soc. 34(1):252-254.
Segara B. 2011. Modifikasi kopolimerisasi cangkok taut silang selulosa ampas
sagu sebagai media pemisahan xantorizol [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Setyorini A. 2011. Sintesis dan aplikasi selulosa-g-poliakrilamida sebagai fase
diam kromatografi kolom dari serabut ampas sagu [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Shafioul ASM, Chan SC. 2012. Lipase catalyzed kinetic resolution of rac-2-(3methoxy-4-methylphenyl)
propan-1-ol
and
rac-2-(3-hydroxy-4methylphenyl)propyl propanoate for S-(+)-xanthorrhizol. Bull Korean Chem
Soc. 33(2):409-414.
Sun JX, Xu F, Sun XF, Xiao B, Sun RC. 2005. Physico-chemical and thermal
characterization of cellulose from barley straw. Polym Degrad & Stability.
88:521-531.
[TAPPI] Technical Association of The Pulp and Paper Industry. 1961. TAPPI
Standards and Suggested Methods. New York (US): TAPPI.
Vickineswary S, Shim YL, Thambirajah JJ, Blakebrough N. 1994. Possible
microbial utilization of sago processing wastes. Resource Conserv Recycl.
11:289-296.
Wu R, Lianghai H, Fangjun W, Mingliang Y, Hanfa Z. 2008. Recent development
of monolithic stationary phases with emphasis on microscale
chromatographic separation. J Chromatogr. 1184:369-392. doi:10.
1016/j.chroma.2007.09.022.
Zhao H, Ja HK, Conrad Z, Heather MB, Bruce WA, Johnathan EH. 2007.
Studying cellulose fiber structure by SEM, XRD, NMR and acid hydrolysis.
Carbohydr Polym. 68:235-241. doi:10.1016/j.carbpol.2006.12.013.

17

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Pengujian kadar lignin,
α-selulosa,
hemiselulosa, dan
holoselulosa

Isolat selulosa
serabut ampas
sagu

Pencirian
dengan FTIR
dan SEM

Kopolimerisasi pencangkokan dan
penatautan-silang
Pengujian kadar
nitrogen (metode
Kjeldahl) dan kapasitas
penyerapan air

Polimer selulosag-poliakrilamida

Aplikasi kromatografi
kolom dan analisis
dengan KCKT
Analisis 1H NMR dan
rotasi spesifik dari
senyawa yang
dipisahkan

Pencirian
dengan FTIR
dan SEM

17

Lampiran 2 Reaksi kopolimerisasi
Inisiasi
OH
CH2
O
NH4 O

S

H
O

O

O

O
O

H
OH

H

CH2

O

H

H

O

OH

H

H

OH

O

O
NH4

O

S

H
O

H
OH
selulosa

APS

O

H

NH2
HC

CH2
H

O
O

H2C

O

H

O

O

CH2

O
CH

H2C
H

OH

H

H

OH

H

O

NH2

akrilamida

O
H
H

O
H

O
H

OH

Propagasi
NH2
HC
O

C

O

O

H2C
O

O

H
OH

H

H

OH

H2C

H

CH

H2C
NH2

O

H
O

H

H

OH

H

NH2
HC

O
NH2

H2C
C
H2C

O

O

H
OH

H

H

OH

CH2
H2C
n

O

O

O

OH

NH2

H

O

H

HC

H2C

O

O

O

O

NH2

HC

CH

O

H2C
NH2
HC

O

CH2

H

n

H

O
NH2

H2C

H2C
H2C

NH2

HC

NH2
O

O
H2C
H
O

O

H
OH

H

H

OH

O
H

OH

18

lanjutan Lampiran 2
Terminasi

H

H

H

H
CH2

O

O

O
H2C

H
O

O
O

H
OH

H

H

OH

O
H

O

H

OH

OH

H

H H
CH2

O

O OH

H H
O

OH

H

H

OH

H2C

O

CH2

H

HC

H

n

H2C

NH2
H2C

O

O

O

CH2

O

H
OH

H

O

O

H

H

OH

O

O

O
H2
C

C
C
H

N
H

MBA

CH2

C
N
H

C
H

OH
H

H
CH2

OH

NH2

H2C

O
NH2
O

O
H

H

HC
NH2

HC

O
H2C

O

NH2

H2C

NH2

CH2

O

HC

O

HC

HC
O

CH2

NH2

H2C

NH2

NH2

O

HC

O

CH2

O

HC

CH2

HC
NH2

NH2

HC

O

HC

H2C

H

O

NH2

H2C

n

OH

H2C

n

O

OH

n

O
H

O

H2C
H

H H

O

O

OH
H

O
H
OH

O

O

H

H

H

OH

OH

H

H
CH2
O

O

H
HO

19

lanjutan Lampiran 2
O
H

HO
H

H

O

OH
H

O

H

O

O
H

H2C

O

O

CH2
H

H
H

H
H

OH
O

OH

H

HO

OH
H

O

O

H

O

H

H

O

O

H2C
H

H
HO

H2C

OH

H

H

O

O

H2
C
N
H
H2
C

H2
C
N
H

N
H

C
H2

C
H2

H2
C

H2
C

n

n

H2
C

O

H
O
H2C

H

H

O

C

O

C

O

C
C
H2

O

O

C

O

C
N
H

H2
C
N
H

HO

OH

O

OH

H

CH

H2C

O

H2C
O

H2C
O

H

O

C
H2

C
H2

O

C
N
H

H

H

H

HO

OH

H2N

O

O

H

H

H

n

H2
C

H2
C
C
H2

n

H2C

H

H

CH

n

n

O

H

H

H2C

H2N

CH

OH

H

O

H2C

O

H2N
CH

H2C

O

O

H2N

H2N

O

H
O

H

CH

H2N

O

OH

O

H2C

H2C

O

CH

O

H

O

H2C

O

O

O
H

HO

HO

O
H
H
HO

OH

H

H

O

O

H

H

H
OH

O

H
O

O
H

CH2

O

H
H
HO

HO

H2C

OH

H

H

O

O

H

OH

O

H
O

H

H
CH2
O

O

O

H

Lampiran 3 Hasil pembuatan kopolimer selulosa-g-poliakrilamida
MBA
(g)
1.00
1.50
2.00

Ulangan
1
2
1
2
1
2

Selulosa
(g)
22.5003
22.5003
22.5000
22.5000
22.5007
22.5007

AAm
(g)
7.5000
7.5000
7.5004
7.5006
7.5005
7.5000

MBA (g)
1.0001
1.0003
1.5004
1.5003
2.0000
2.0002

APS
(g)
0.2500
0.2501
0.2501
0.2500
0.2503
0.2500

Polimer (g)
27.7499
29.7640
30.5107
29.3922
30.4650
30.0046

20

Lampiran 4 Analisis kadar N kopolimer selulosa-g-poliakrilamida
MBA
(g)

Ulangan

1.00

1
2

1.50

1
2

2.00

1
2

Bobot
sampel
(mg)
100.0
101.3
Rerata
100.1
100.7
Rerata
101.6
100.0
Rerata

3.70
3.72

N
Teori
(%)
5.54
5.54

3.95
3.90

5.84
5.84

4.17
4.15

6.14
6.14

Volume
HCl (mL)

N
Percobaan
(%)
5.16
5.12
5.14
5.51
5.41
5.46
5.71
5.77
5.74

NP
(%)

EP
(%)

35.45
35.10
35.28
38.77
37.77
38.27
40.77
41.41
41.09

93.23
92.54
92.89
94.35
92.58
93.47
92.99
94.02
93.51

Contoh perhitungan
• Kadar nitrogen percobaan
N (%) =
=

(V1 – V2 ) × NHCl × BEN

× 100%

W
(3.70 –0.05 ) mL ×0.1010mek�mL×14 mg/mek
100.00 mg

× 100% = 5.16%

• Kadar nitrogen teoretis (modifikasi Lanthong et al. 2006)
N (%) = N AAm (%) + N MBA (%)
W AAm × BA N

= ( W total sampel × BM AAm × 100%) + (2 ×
=�

g
mol
g
× 71
mol

7.5002 g × 14
27.7499 g

= 5.54%

×100%� +(2×

W MBA × BA N
W total sampel × BM MBA

1.0001g × 14 g/mol
27.7499 g × 154 g/mol

×100%)= 55.4

• Nisbah pencangkokan-penautan-silang (NP)
NP



100% [N (%) × (BM AAm/BA N)]
100% – [N (%) × (BM AAm/BA N)]
100% [5.16% × (71 g/mol/14 g/mol)]
= 35.45%
=
100% – [5.16% × (71 g/mol/14 g/mol)]

=

Efisiensi pencangkokan-penautan-silang (EP)
EP

=
=

% N percobaan
% N teoretis

× 100%

4.96 %
× 100% = 93.23%
5.54 %

× 100%)

21

Lampiran 5 Hasil perhitungan kapasitas penyerapan air
MBA
(g)

1.00
1.50
2.00

Bobot
Bobot polimer
Penyerapan
Ulangan polimer awal mengembang
air
(g)
(g)
1
0.1000
0.7985
6.9850
2
0.1000
0.7677
6.6770
0.1002
0.7323
6.2866
1
2
0.1005
0.7035
6.0210
1
0.1001
0.6545
5.5450
2
0.1000
0.6594
5.5874

Rerata
6.8310
6.1538
5.5662

Contoh perhitungan
Bobot polimer akhir – Bobot polimer awal
Bobot polimer awal
0.7985 – 0.1000
= 6.9850 g/g
=
0.1000

Kapasitas penyerapan air =

Lampiran 6 Pencirian pita FTIR
Selulosa
-1

Bilangan gelombang (cm )
3306
2893
1420

Gugus fungsi
Ulur O-H
Ulur C-H
Ulur C-O-C

Selulosa-g-poliakrilamida
Bilangan gelombang (cm-1)
3487
3198
2901
1531
1420
895

Gugus fungsi
Ulur N-H
Ulur O-H
Ulur C-H
Tekuk N-H
Ulur C-O-C
Ikatan β

Lampiran 7 Hasil analisis distribusi ukuran pori silika gel komersial
Sampel
Fluka cat. num. 95021
Fluka cat. num. 86981
Fluka cat. num. 89752
Baggiani et al. (2011)

Luas muka
spesifik (m2/g)
300
210
100

Volume pori
total (cm3/g)
0.85
0.80
0.80

Keterangan:
Silika gel komersial dari Sigma–Aldrich–Fluka (Milan, Italia)

Diameter pori
rerata (Å)
100
200
300

22

Lampiran 8 Hasil analisis KCKT
MBA
(g)

1.0

1.5

2.0

Waktu retensi
(tm)
2.184

Waktu retensi
(tr1)
4.037

Waktu retensi
(tr2)
5.164

2.475

4.522

5.074

0.814

4.533

5.059

1.961

4.518

5.151

1.492

4.532

5.168

0.797

4.045

5.158

0.798

4.492

5.165

1.958

4.429

4.997

2.473

4.554

5.068

1.965

4.532

5.156

0.805

4.046

5.143

1.960

4.496

5.139

1.467

4.507

5.146

1.792

4.516

5.152

0.795

4.459

5.021

1.019

4.442

5.105

2.282

4.609

5.251

1.956

4.549

5.151

1.955

4.582

5.174

1.464

3.779

5.159

Fraksi Selektivitas Resolusi
(α)
1
1.608
1.504
2
1.270
0.930
3
1.141
0.864
4
1.248
1.725
5
1.209
1.750
6
1.343
0.945
7
1.182
0.263
1
1.230
1.048
2
1.247
0.593
3
1.243
1.577
4
1.338
0.922
5
1.253
1.561
6
1.210
1.585
7
1.102
1.582
1
1.153
0.953
2
1.194
2.181
3
1.276
1.870
4
1.232
0.949
5
1.225
1.552
6
1.596
2.366

Contoh perhitungan selektivitas (α)
α=

�2
��2 − ��
=
�1
��1 − ��

Keterangan
α = selektivitas
k2 = koefisien partisi senyawa 2
k1 = koefisien partisi senyawa 1
tr2 = waktu retensi senyawa 2
tr1 = waktu retensi senyawa 1
tm = waktu retensi yang tidak tertahan (fase gerak)
α=

5.1668 − 1.492
= 1.2092
4.532 − 1.492

25

lanjutan Lampiran 8
Kromatogram hasil sintesis dengan penambahan 1.0 g MBA

fraksi 1

fraksi 2

fraksi 3

fraksi 4
23

25
24

lanjutan Lampiran 8

fraksi 5

fraksi 7

fraksi 6

25

lanjutan Lampiran 8
Kromatogram hasil sintesis dengan penambahan 1.5 g MBA

fraksi 1

fraksi 2

fraksi 3

fraksi 4
25

28
26

lanjutan Lampiran 8

fraksi 5

Fraksi 7

fraksi 6

29

lanjutan Lampiran 8
Kromatogram hasil sintesis dengan penambahan 2.0 g MBA

fraksi 1

fraksi 2

Fraksi 3

fraksi 4
27

29
28

lanjutan Lampiran 8
Kromatogram hasil sintesis dengan penambahan MBA 2.0 g

fraksi 5

fraksi 6

29

Lampiran 9 Hasil analisis 1H-NMR

29

30

32

lanjutan Lampiran 9
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Gugus
awal

Multiplisitas

-C-CH
doblet
-C-C-CH
doblet
-CH
doblet,doblet
-CHsekstet
-CH2multiplet
-CH2multiplet
-CH=Ctriplet
=C-CH3
singlet
-CH3
singlet
-CH3
singlet
-OH
singlet
-CH3
doblet
*Hong dan Sirat (2004)

δ
(ppm)
6.61
7.02
6.67
2.61
1.56
1.87
5.08
1.53
1.66
2.21
4.60
1.20

Tetapan
kopling
(Hz)
1.9
7.8
1.6 dan 7.6
6.8
7.1


(ppm)
6.63
7.05
6.70
2.63
1.62
1.89
5.11
1.55
1.69
2.24
4.69
1.22

*Tetapan
kopling
(Hz)
1.8
7.8
1.8 dan 7.8
4.6
6.9

Selisih nilai tertinggi = -0.02 ppm
Selisih nilai terendah = -0.09 ppm

Lampiran 10 Hasil penentuan nilai rotasi spesifik (R)*-xantorizol
Perhitungan rotasi spesifik

−0.20
=
= −55.600
g
� �
1 dm × 0.036 10 mL
Keterangan
[∝]27
� = rotasi spesifik

= sudut rotasi yang terbaca

= panjang tabung (dm)
g

= konsentrasi ( )
mL

[∝]27