Seleksi Dan Analisis Interaksi Genotipe Dan Lingkungan Galur Galur Padi Dihaploid Hasil Kultur Antera

SELEKSI DAN ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE DAN
LINGKUNGAN GALUR-GALUR PADI DIHAPLOID
HASIL KULTUR ANTERA

GERLAND AKHMADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi dan Analisis
Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur Padi Dihaploid Hasil Kultur
Antera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016

Gerland Akhmadi
A253140396

RINGKASAN
GERLAND AKHMADI. Seleksi dan Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan
Galur-Galur Padi Dihaploid Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG
SAPTA PURWOKO sebagai ketua, ISWARI SARASWATI DEWI, dan DESTA
WIRNAS sebagai anggota komisi pembimbing.
Pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahun menyebabkan
konsumsi beras meningkat sehingga masih diperlukan usaha meningkatkan
produksi beras nasional. Penurunan luas tanam padi di Indonesia, perubahan
iklim, serta masalah lain yang spesifik lingkungan membuat produksi beras
nasional terancam menurun. Alternatif solusi adalah mengembangkan varietas
baru yang berproduktivitas tinggi dan agroekologi spesifik. Pengembangan
varietas secara non konvensional melalui teknik-teknik bioteknologi memiliki
keunggulan dibandingkan pemuliaan konvensional, yaitu pembentukan populasi
dasar berupa galur murni lebih cepat. Salah satu teknik pemuliaan non

konvensional adalah penggunaan teknik kultur antera. Kultur antera dapat
menghasilkan tanaman yang homozigos penuh dengan keragaman yang tinggi
dalam waktu lebih singkat. Galur-galur yang dihasilkan dari teknik ini perlu diuji
serta diseleksi untuk perakitan varietas unggul.
Penelitian ini menggunakan 65 galur padi dihaploid hasil kultur antera dari
8 persilangan padi gogo dan padi sawah. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan.
Percobaan pertama, yaitu studi keragaman genetik populasi galur dihaploid yang
dilakukan untuk mempelajari keragaman genetik populasi galur-galur dihaploid
dan keeratan hubungan antara karakter komponen hasil dengan hasil. Beberapa
karakter yang terpilih digunakan sebagai karakter seleksi sehingga diperoleh
galur-galur yang berdaya hasil tinggi. Percobaan pertama dilaksanakan di Rumah
Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya
Genetik Pertanian (BB BIOGEN), Cimanggu-Bogor pada bulan Januari - Juni
2014. Pemilihan karakter seleksi dilakukan berdasarkan nilai parameter genetik,
seperti heritabilitas dan koefisien korelasi. Hasil percobaan pertama menunjukkan
populasi galur-galur padi dihaploid memiliki keragaman yang tinggi untuk semua
karakter yang diamati, kecuali jumlah gabah hampa per malai. Karakter
komponen hasil yang memiliki keeratan hubungan dengan karakter hasil adalah
tinggi tanaman generatif, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah total per
malai, dan bobot 1 000 butir gabah bernas. Terdapat 23 galur-galur dihaploid hasil

seleksi yang memiliki karakter agronomi baik dengan kriteria tinggi tanaman
generatif antara 80-120 cm, jumlah gabah bernas per malai > 100 bulir, jumlah
gabah total per malai > 120 bulir, bobot 1 000 butir gabah bernas > 20 g, dan
bobot gabah per rumpun > 25 g. Galur-galur tersebut dilanjutkan pada percobaan
kedua.
Percobaan kedua dilakukan sebagai pengujian awal untuk mengetahui
interaksi antara genetik dengan lingkungan tumbuh 23 galur dihaploid padi
terpilih. Lingkungan tumbuh yang digunakan adalah lingkungan sawah dan
lingkungan kering atau gogo berdasarkan lingkungan tumbuh yang sesuai untuk
tetuanya. Hasil penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi interaksi

2
genotipe dan lingkungan. Percobaan ini juga dilakukan untuk mendapatkan galurgalur yang cocok dikembangkan sebagai varietas padi gogo, varietas padi sawah,
atau keduanya. Percobaan ini dilaksanakan di Rumah Kaca BB BIOGEN dan
Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor. Percobaan ini dilakukan
pada bulan Desember 2014 - Mei 2015. Analisis ragam gabungan 2 lokasi
digunakan untuk menentukan nilai interaksi genotipe dan lingkungan karakter
yang diamati. Hasil percobaan ini menunjukkan pengaruh interaksi genotipe dan
lingkungan terdapat pada karakter tinggi tanaman fase vegetatif, tinggi tanaman
fase generatif, jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, panjang malai,

panjang daun bendera, sudut daun bendera, jumlah gabah bernas per malai, jumlah
gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, bobot 1 000 butir gabah
bernas, kerapatan malai, periode pengisian biji dan produktivitas. Terdapat 5 galur
padi dihaploid yang sesuai dibudidayakan pada kondisi gogo, 9 galur sesuai
dibudidayakan pada kondisi sawah, dan 9 galur sesuai dibudidayakan pada
kondisi sawah dan gogo.
Kata kunci: sidik lintas, heritabilitas, korelasi genotipik, padi gogo, padi sawah.

SUMMARY
GERLAND AKHMADI. Selection and Analysis of Genotype by Environment
Interactions in Dihaploid Rice Lines Obtained from Anther Culture. Under
Supervision of BAMBANG SAPTA PURWOKO as chairman, ISWARI
SARASWATI DEWI, and DESTA WIRNAS as members of the advisory
committee.
Population increase in Indonesia causes increases in rice consumption.
National rice production is needed to fulfil the need. Decline of rice planting area
in Indonesia, climate change and environment-specific problems are some
constraints in national rice production. An alternative solution to these problems
is to form new rice varieties through plant breeding for specific agroecology.
Biotechnology techniques have advantages than conventional breeding population

in terms of generating the basic population. One of non conventional breeding
techniques is anther culture. Anther culture can produce homozygous plants in a
short time. Lines obtained from this technique need to be tested for breeding
program.
This research used 65 rice dihaploid lines from 8 crosses of upland and
lowland rice. This study consisted of two experiments. The first experiment was
a study of genetic variations of dihaploid line population. The objectives of first
experiment was to study the genetic variances of dihaploid line population and the
correlation between yield component and yield. Some characters were used to
select potential high yield dihaploid rice lines. The first experiment was conducted
in Greenhouse of Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic
Resources Research and Development (ICABIOGRAD) Bogor from January to
June 2014. Selection of characters was based on the value of genetic parameters,
such as heritability and coefficient of correlation. The results showed high
variability for all characters, except for number of empty grain per panicle in all
dihaploid lines. In all dihaploid lines, yield component which positively correlated
with yield were generative plant height, number of filled grain per panicle, the
total number of grains per panicle, and weight of 1 000 grains. There were 23
dihaploid lines selected with good agronomic characters, i.e generative plant
height between 80-120 cm, number of filled grains per panicle > 100, number of

grains per panicle > 120, weight of 1 000 grains > 20 g, and grain per hill > 25 g.
The objective of the second experiment was to analyze the interaction of
genetic by environment of those 23 selected dihaploid rice lines and to obtain lines
suitable to be developed as upland rice varieties, lowland rice varieties, or both.
Environments used were lowland and upland. These experiments were conducted
in Greenhouse of ICABIOGRAD and Sawah Baru Experimental Station, Bogor
Agricultural University from December 2014 to May 2015. Combined analysis of
variance for 2 locations was used to determine the value of genotype by
environment interaction of observed characters. The results showed that the
influence of genotype by environment interaction was found in vegetative plant
height, generative plant height, number of tillers, days to flowering, days to
harvesting, length of panicle, flag leaf length, flag leaf position, number of filled

2
grain per panicle, number of empty grain per panicle, total number of grains per
panicle, weight of 1 000 filled grains, density of panicle, seed filling period and
productivity. There were dihaploid rice lines that could potentially be cultivated
as lowland rice (5 lines), upland rice (9 lines), and both lowland and upland rice
(9 lines).
Keywords: genotypic correlation, heritability, lowland rice, path analysis, upland

rice.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

2

SELEKSI DAN ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE DAN
LINGKUNGAN GALUR-GALUR PADI DIHAPLOID
HASIL KULTUR ANTERA

GERLAND AKHMADI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Yudiwanti Wahyu E K, MS

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
berjudul “Seleksi dan Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur
Padi Dihaploid Hasil Kultur Antera” dilaksanakan sejak bulan Januari 2014

sampai Mei 2015.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Bambang Sapta
Purwoko, MSc, Dr Ir Iswari Saraswati Dewi, dan Dr Desta Wirnas, SP MSi selaku
pembimbing tesis, dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu E K, MS sebagai dosen penguji
luar komisi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kakek, Nenek, Ibunda,
Ayahanda, dan Kakak atas doa, kasih sayang, nasehat, bimbingan moral maupun
material serta kesabaran yang tiada hentinya kepada penulis. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik (BB BIOGEN) yang telah mengizinkan
penelitian di rumah kaca Cimanggu, serta kepada teknisi BB BIOGEN dan teknisi
di Kebun Percobaan Sawah Baru IPB yang telah membantu selama proses
penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf dan pegawai
Pascasarjana khususnya Departemen Agronomi dan Hortikultura atas segala
bantuan dan bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman keluarga besar Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman 2013 dan
β014, keluarga besar AGH “Edelweiss” 47, teman-teman program fast track 2013
(Rima Margareta, Erin Puspita Rini, Sartika Widiowati, Listya Pramudita, Widya
Kusumowati, Nur Aini Alfiah), serta sahabat terbaikku (Alvianti Yaufa Desita,
Vallin Aulia, Nafi Utami, Deni Rahmat Hidayat, Didit Adyat Subaweh, Deni Yan
Koesyana, Abudi, Agung Mursito, Muhammad Takbir, Muhammad Fuad, Yogo

Ardhi Yohanes, Sandy Ramdhani) atas doa, bantuan, dan kebersamaannya selama
ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan kesempatan untuk
melanjutkan studi melalui program Beasiswa Fresh Graduate 2014. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Gerland Akhmadi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Fase Pertumbuhan Padi

Jenis Padi Berdasarkan Ekosistem
Seleksi
Interaksi Genotipe dan Lingkungan
3 BAHAN DAN METODE
Percobaan I. Pemilihan Karakter Agronomi untuk Seleksi pada GalurGalur Padi Dihaploid
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Prosedur Percobaan
Analisis Data
Percobaan II. Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur
Padi Dihaploid
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Prosedur Percobaan
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I. Pemilihan Karakter Agronomi untuk Seleksi pada GalurGalur Padi Dihaploid
Kondisi Umum Pertanaman di Rumah Kaca
Keragaan Karakter Agronomi Populasi Galur-Galur Padi Dihaploid
Komponen Ragam dan Nilai Duga Heritabilitas Populasi GalurGalur Padi Dihaploid
Koefisien Korelasi Genotipik dan Analisis Sidik Lintas Karakter
Agronomi Populasi Galur-Galur Padi Dihaploid
Seleksi Galur-Galur Padi Dihaploid
Percobaan II. Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur
Padi Dihaploid
Kondisi Umum Pertanaman di Lapangan
Uji Kehomogenan Ragam Galur-Galur Padi Dihaploid
Keragaan Karakter Galur-Galur Padi Dihaploid
Parameter Genetik Galur-Galur Padi Dihaploid
Keragaan Pertumbuhan Galur-Galur Padi Dihaploid
Keragaan Hasil Galur-Galur Padi Dihaploid

vi
vii
vii
1
1
2
4
5
5
6
7
8
9

9
9
9
11

13
13
13
16
18

18
19
22
23
27

27
28
29
30
31
38

2
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

45
45
45
46
55
62

DAFTAR TABEL
1 Sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL)
2 Sidik ragam gabungan satu musim di beberapa lokasi pengujian
3 Nilai tengah dan kisaran populasi karakter agronomi galur-galur
padi dihaploid dan varietas pembanding
4 Nilai ragam dalam galur dan antar galur pada beberapa karakter
agronomi galur-galur padi dihaploid dan varietas pembanding
5 Nilai komponen ragam dan nilai duga heritabilitas karakter
agronomi galur-galur padi dihaploid
6 Nilai koefisien korelasi genotipik karakter agronomi galur-galur
padi dihaploid
7 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung beberapa karakter
terhadap bobot gabah per rumpun pada galur-galur padi dihaploid
8 Galur-galur padi dihaploid hasil seleksi dan varietas pembanding
9 Hasil uji kehomogenan ragam 23 galur padi dihaploid dan varietas
pembanding
10 Hasil sidik ragam gabungan 23 galur padi dihaploid dan varietas
pembanding
11 Nilai komponen ragam dan nilai duga heritabilitas 23 galur padi
dihaploid
12 Nilai tengah tinggi tanaman dari 23 galur padi dihaploid dan varietas
pembanding pada kondisi sawah dan gogo
13 Nilai tengah jumlah anakan dari 23 galur padi dihaploid dan varietas
pembanding pada kondisi sawah dan gogo
14 Nilai tengah umur berbunga, umur panen, dan periode pengisian biji
dari 23 galur padi dihaploid dan varietas pembanding pada kondisi
sawah dan gogo
15 Nilai tengah karakter daun bendera dari 23 galur padi dihaploid dan
varietas pembanding pada kondisi sawah dan gogo
16 Nilai tengah bobot 1 000 butir gabah bernas dan panjang malai dari
23 galur padi dihaploid dan varietas pembanding pada kondisi sawah
dan gogo
17 Nilai tengah jumlah gabah per malai dari 23 galur padi dihaploid dan
varietas pembanding pada kondisi sawah dan gogo
18 Nilai tengah persentase gabah bernas dan kerapatan malai dari 23
galur padi dihaploid dan varietas pembanding pada kondisi sawah
dan gogo
19 Nilai tengah produktivitas dan kategori kesesuaian budidaya dari 23
galur padi dihaploid dan varietas pembanding pada kondisi sawah
dan gogo

11
17
19

20
22
23
24
26
28
29
30

32
34
35

37

39
41
42

43

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alur penelitian seleksi dan analisis interaksi genotipe dan
lingkungan galur-galur padi dihaploid hasil kultur antera
2 Sudut daun bendera
3 Persemaian galur-galur padi dihaploid di rumah kaca
4 Tanaman padi dihaploid yang terkena hama ulat penggulung daun
5 Diagram sidik lintas galur-galur padi dihaploid
6 Kondisi pertanaman padi dihaploid di lahan sawah (kiri) dan lahan gogo
(kanan) pada 97 hari setelah tanam (HST)

3
15
18
18
25
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Daftar galur-galur padi dihaploid yang digunakan dalam penelitian
Deskripsi varietas Inpari 13
Deskripsi varietas Ciherang
Deskripsi varietas Limboto
Deskripsi varietas Situ Bagendit

57
58
59
60
61

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi beras tertinggi di
dunia dengan data konsumsi mencapai 139.5 kg/kapita/tahun (Christianto 2013).
Pertambahan jumlah penduduk Indonesia membuat konsumsi beras meningkat
sehingga diperlukan usaha untuk memenuhi kebutuhan beras (Puslitbangtan
2007). Peningkatan produksi beras secara nasional merupakan fokus utama dalam
pemenuhan beras di Indonesia. Kementrian Pertanian menargetkan pada akhir
tahun 2015 produksi padi nasional mencapai 73.4 juta ton gabah kering giling
(GKG) (Ditjen Tanaman Pangan 2015). Penurunan luas tanam padi di Indonesia,
perubahan iklim, serta masalah lain yang spesifik lingkungan membuat produksi
beras nasional terancam menurun.
Peningkatan suhu bumi sebesar 20C saat ini menimbulkan masalah krisis air
pada beberapa sektor termasuk pertanian (Subramanian 2012). Masalah yang
terjadi pada padi sawah adalah kekeringan akibat curah hujan yang rendah serta
penurunan kualitas air membuat produksi beras dari padi sawah menurun
(Pujiharti et al. 2008). Kekeringan ini dapat menyebabkan kehilangan hasil padi
hingga 50% (Akram et al. 2013). Perubahan iklim juga menyebabkan masalah
lain pada padi seperti hama dan penyakit yang mengancam tanaman sehingga
produksi beras dari padi sawah dan padi lahan kering atau gogo juga menurun
(Wiyono 2009). Penggunaan lahan marjinal pada budidaya padi akibat
berkurangnya luas lahan optimum saat ini juga memiliki kendala utama yaitu
intensitas cahaya rendah pada penggunaan padi gogo sebagai tanaman sela dan
tanah masam yang menyebabkan toksisitas aluminium (Sopandie 2013). Badan
Pusat Statistik atau BPS (2015) mencatat berdasarkan angka sementara pada tahun
2014 produksi padi nasional turun 0.63% (70.83 juta ton GKG) dibandingkan
produksi tahun 2013 yang mencapai 71.29 juta ton GKG.
Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan adalah penggunaan varietas
padi baru yang berproduktivitas tinggi dan agroekologi spesifik. Varietas padi
juga harus memiliki sifat yang diharapkan petani, seperti tahan hama dan penyakit
utama serta berumur genjah (Suprihatno et al. 2009), namun pada padi tipe baru
potensi hasil yang tinggi dapat ditingkatkan melalui penundaan senesen kanopi,
memperpanjang periode pengisian biji, dan meningkatkan ketahanan rebah
(Susanto et al. 2003; Subantoro et al. 2008).
Pengembangan varietas padi dapat dilakukan secara konvensional atau non
konvensional (Wattimena 2011). Pemuliaan secara konvensional memiliki
kekurangan antara lain memerlukan waktu yang lama (Abdullah & Sularjo 2008;
Sudarmi 2013). Pembentukan varietas secara non konvensional melalui teknikteknik bioteknologi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pemuliaan
konvensional (Eckerstorfer et al. 2014). Salah satu teknik pemuliaan non
konvensional adalah penggunaan teknik kultur antera (Dewi & Purwoko 2012).
Kultur antera merupakan suatu teknik menumbuhkan antera secara in vitro yang
mengandung mikrospora atau butir polen yang belum masak dalam media yang
bernutrisi. Kultur antera dapat menghasilkan tanaman yang homozigos penuh
dengan keragaman yang tinggi dalam 1-2 generasi. Pemuliaan konvensional

2
membutuhkan waktu 6-7 generasi untuk mendapatkan tanaman mendekati
homozigos (Dewi & Purwoko 2011).
Prosedur pembentukan varietas diawali dengan pembentukan populasi dasar
menggunakan teknik non konvensional seperti kultur antera atau secara
konvensional. Setelah pembentukan populasi dasar diperlukan seleksi awal untuk
mengevaluasi karakter agronomi yang dimiliki oleh galur tersebut (Acquaah
2007; Hallauer 2011). Seleksi akan efektif bila digunakan karakter seleksi yang
tepat (Xu & Muir 1992). Pemilihan karakter seleksi dilakukan berdasarkan nilai
parameter genetik karakter seperti heritabilitas atau nilai koefisien korelasi
(Nasution 2010; Sutoro 2006). Seleksi dapat menggunakan satu karakter atau
beberapa karakter (Rachman 2010). Galur yang terseleksi memiliki keunggulan
agronomi seperti produktivitas yang tinggi, jumlah anakan sedang, bermalai lebat
dan umur yang genjah (Resende et al. 2011; Satoto et al. 2008).
Kegiatan selanjutnya dalam program pemuliaan tanaman adalah pengujian
(Wyss et al. 2001). Terdapat beberapa pengujian sebelum galur yang dihasilkan
dapat dilepas sebagai varietas. Salah satu pengujian lanjut yang dapat dilakukan
adalah studi interaksi genotipe dan lingkungan (Mohamed 2013). Ragam fenotipe
terdiri atas ragam genotipe, ragam lingkungan, dan ragam interaksi genotipe dan
lingkungan (Bueren et al. 1999) sehingga selain faktor genetik, faktor lingkungan
juga perlu diperhatikan dalam pembentukan varietas padi. Lingkungan tertentu
menghasilkan fenotipe tanaman yang berbeda-beda pada suatu karakter.
Penelitian ini menggunakan galur-galur dihaploid yang dihasilkan dari
kultur antera F1 hasil 8 persilangan padi gogo dan padi sawah pada penelitian
Putri (2014). Tetua-tetua yang digunakan dalam persilangan memiliki
keunggulan, yaitu hasil yang tinggi pada IR83821-99-2-2-2, IR85640-114-2-1-3
(Arman 2014), Bio-R81, dan Bio-R82-2 (Rosita 2014); tahan terhadap penyakit
hawar daun bakteri pada IR83821-99-2-2-2 dan IR85640-114-2-1-3 (Arman
2014); toleran intensitas cahaya rendah atau naungan pada I5-10-1-1 dan O18-b1 (Mara 2014); toleran kekeringan pada O18-b-1 (Mara 2014), dan toleran
aluminium pada O18-b-1 (Purwoko et al. 2010; Mara 2014). Galur-galur
dihaploid turunan dari persilangan ini diharapkan memiliki hasil yang tinggi serta
memiliki keunggulan lain, yaitu berupa toleran terhadap beberapa cekaman
lingkungan seperti tetuanya. Hasil penelitian ini diharapkan akan menghasilkan
informasi yang dapat digunakan dalam kegiatan pemuliaan berdasarkan populasi
galur-galur dihaploid padi. Galur-galur dihaploid yang memiliki potensi agronomi
baik pada lingkungan yang diuji dapat dikembangkan sebagai varietas padi gogo,
padi sawah, atau keduanya. Alur penelitian disajikan pada Gambar 1.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan informasi tentang keragaman genetik galur-galur padi dihaploid
agar dapat digunakan sebagai bahan seleksi pada pemuliaan padi.
2. Mendapatkan informasi tentang keeratan hubungan antar karakter komponen
hasil dengan hasil pada galur-galur padi dihaploid untuk memperoleh karakter
seleksi yang efektif.

3
3. Mendapatkan informasi tentang interaksi genotipe dan lingkungan pada galurgalur padi dihaploid untuk memperoleh daya adaptasi genotipe terhadap
lingkungan.
4. Mendapatkan galur-galur padi dihaploid yang berdaya hasil tinggi.
5. Mendapatkan galur-galur padi dihaploid yang sesuai dibudidayakan pada
kondisi sawah, kondisi gogo, atau kondisi sawah dan gogo.
Galur-galur padi dihaploid

-

Studi keragaman
Analisis korelasi

Nilai parameter genetik
Karakter seleksi

Percobaan I

-

Seleksi

Galur-galur berdaya hasil tinggi

- Informasi interaksi genotipe dan lingkungan
- Galur-galur adaptif gogo, sawah, serta gogo dan sawah
Gambar 1 Bagan alur penelitian seleksi dan analisis interaksi
genotipe dan lingkungan galur-galur padi dihaploid
hasil kultur antera

Percobaan II

Studi interaksi genotipe dan lingkungan

4
Hipotesis

1.
2.
3.
4.
5.

Hipotesis dari penelitian ini adalah:
Terdapat keragaman genetik yang tinggi pada populasi galur padi dihaploid.
Terdapat hubungan antara karakter hasil dan komponen hasil pada galur-galur
padi dihaploid.
Terdapat interaksi antara genotipe galur-galur padi dihaploid dengan
lingkungan.
Terdapat galur-galur padi dihaploid yang berdaya hasil tinggi.
Terdapat galur-galur padi dihaploid yang sesuai dibudidayakan pada kondisi
sawah, kondisi gogo, atau keduanya.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Fase Pertumbuhan Padi
Padi diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta dengan sub divisio
Angiospermae. Padi memiliki biji berkeping satu atau Monocotyledoneae dengan
ordo Poales dan famili Graminae (Poaceae) atau rumput-rumputan. Padi termasuk
genus Oryza dengan jumlah spesies sebanyak 25 spesies (Tjitrosoepomo 2002).
Genus Oryza saat ini memiliki 2 spesies tanaman yang dibudidayakan yaitu Oryza
glaberrima yang umumnya ditanam pada daerah-daerah di Afrika dan Oryza
sativa yang banyak digunakan di Asia. Oryza sativa terbagi ke dalam 3 sub spesies
berdasarkan ciri-ciri morfologinya, yaitu japonica, indica, dan javanica. Padi
japonica dapat hidup pada daerah-daerah beriklim sedang dan memiliki postur
tinggi sehingga mudah rebah. Padi indica hidup pada daerah-daerah beriklim
tropis dan memiliki postur pendek. Padi javanica memiliki ciri-ciri gabungan
antara japonica dan indica (Katayama 1993; Rutger 2001).
Fase pertumbuhan padi secara umum terbagi atas 3, yaitu fase vegetatif, fase
reproduktif, dan fase pematangan (Wang & Li 2005). Fase vegetatif adalah fase
pertumbuhan awal hingga pembentukan malai. Fase ini dimulai dengan
bertambahnya jumlah anakan, bobot, tinggi tanaman, dan luas daun. Secara
umum, fase ini berada dalam periode 45 hari pertama atau bahkan lebih. Fase
kedua adalah fase reproduktif yang dimulai dengan memanjangnya ruas batang
tanaman, berkurangnya pertambahan jumlah anakan, munculnya daun bendera,
dan terjadi pembungaan. Fase reproduktif berlangsung selama 35 hari. Fase
pematangan adalah fase yang dimulai dari pembungaan, pengisian gabah hingga
gabah matang. Fase ini berlangsung selama 30 hari (Makarim & Suhartatik 2009).
Apabila ketiga stadia dirinci lagi, maka akan diperoleh 9 stadia yang masingmasing mempunyai ciri tersendiri. Stadia tersebut menurut Deptan (2003) dan
Andreani et al. (2012) adalah:
1. Stadia 0 dari perkecambahan sampai munculnya daun pertama biasanya
memakan waktu sekitar 3 hari.
2. Stadia 1 merupakan stadia bibit dengan ciri terbentuknya daun pertama
sampai terbentuknya anakan pertama. Stadia ini berlangsung sekitar 3
minggu.
3. Stadia 2 atau stadia anakan. Stadia ini dimulai ketika jumlah anakan semakin
bertambah sampai batas maksimum. Stadia ini berlangsung sampai 2 minggu.
4. Stadia 3 atau stadia perpanjangan batang. Stadia ini berlangsung selama 10
hari sampai terbentuknya bulir padi.
5. Stadia 4 dimulai saat terbentuknya bulir. Stadia ini berlangsung sekitar 10
hari.
6. Stadia 5 atau stadia perkembangan bulir sampai terbentuk biji yang
berlangsung sekitar 2 minggu.
7. Stadia 6 atau stadia pembungaan. Stadia ini berlangsung sekitar 10 hari saat
mulai muncul bunga, polinasi, dan fertilisasi.

6
8.

Stadia 7 atau stadia matang susu. Stadia ini dimulai saat biji berisi cairan
menyerupai susu dan bulir masih kelihatan berwarna hijau. Stadia ini
berlangsung sekitar 2 minggu.
9. Stadia 8 terjadi ketika biji yang lembek mulai mengeras dan sekamnya
berwarna kuning sehingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan.
Lama stadia ini sekitar 2 minggu.
10. Stadia 9 atau stadia pemasakan biji. Akhir stadia ini biji akan berukuran
sempurna, keras, berwarna kuning, serta malai mulai merunduk. Lama stadia
ini adalah sekitar 2 minggu.

Jenis Padi Berdasarkan Ekosistem
Berdasarkan lingkungan tumbuhnya maka padi dapat dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu jenis padi sawah dan padi gogo (Lyu et al. 2014). Padi sawah adalah
padi yang memerlukan penggenangan saat penanaman (Nwilene et al. 2008).
Penggenangan dapat dilakukan secara terus menerus sepanjang penanaman,
secara berselang sepanjang penanaman, saat 35 hari setelah semai (HSS) hingga
panen, atau saat 45 HSS hingga panen (Sauki et al. 2014). Padi gogo adalah padi
yang dibudidayakan di lahan kering (Suastika et al.1997). Padi sawah dapat
tumbuh pada daerah lahan dengan curah hujan lebih dari 1 600 mm/tahun,
sedangkan pada padi lahan kering (padi gogo) memerlukan minimal 4 bulan basah
berurutan sehingga arah pengembangan varietas untuk kedua jenis padi ini
berbeda (Pujiharti et al. 2008). Selain itu terdapat padi yang dapat ditanam pada
lahan sawah maupun lahan kering yang disebut padi amfibi (Suprihatno et al.
2009).
Varietas padi sawah memiliki sifat yang hampir sama dengan padi gogo
namun berbeda dalam hal jumlah anakan produktif (lebih banyak), umur tanaman
(lebih genjah), dan hasil produksi (lebih tinggi) (Bappenas 2000; Bobihoe 2007).
Pengembangan varietas padi sawah lebih maju karena produksi beras nasional
sebesar 95% diproduksi dari padi jenis ini (BPS 2015). Pembentukan varietas padi
sawah saat ini masih terus dilakukan untuk tujuan peningkatan produksi dan
pencegahan terjadinya penurunan produksi akibat perubahan lingkungan.
Penanaman varietas padi sawah yang paling banyak saat ini adalah varietas
Ciherang, IR64, Inpari 13, dan Cigeulis (Ishak & Sugandi 2012).
Varietas padi gogo tidak berkembang dengan baik bila dibandingkan
dengan varietas padi sawah. Tantangan yang dialami padi gogo saat pembentukan
varietas adalah keracunan dan kekahatan unsur hara, gangguan hama dan
penyakit, dan cekaman kekeringan (Partohardjono & Makmur 1993). Tantangan
ini harus diatasi karena pengembangan padi gogo di Indonesia memiliki potensi
yang cukup baik. Terdapat 5.1 juta ha lahan kering yang dapat digunakan untuk
menanam padi gogo (Toha 2005). Produktivitas padi gogo saat ini sekitar 2.5
ton/ha sedangkan varietas padi sawah 5-7 ton/ha (Balitbangtan 2008). Varietasvarietas padi gogo saat ini diharapkan memiliki kriteria potensi hasil yang sama
dengan padi sawah serta stabil, tinggi tanaman sekitar 1 m, fase vegetatif cepat,
anakan sedang, batang keras dan kaku, perakaran dalam, daun agak terkulai, malai
panjang dan lebat, tahan hama dan penyakit, toleran kekeringan, toleran pH
rendah, dan berumur genjah (Harahap & Silitonga 1993). Varietas padi gogo yang

7
sering digunakan oleh petani saat ini adalah Situ Bagendit, Situ Patenggang,
Limboto, Towuti, dan Batu Tegi (Korlina et al. 2012). Varietas padi Situ Bagendit
dan Situ Patenggang merupakan varietas padi amfibi (Suprihatno et al. 2009).

Seleksi
Seleksi adalah kegiatan pemilihan individu-individu tanaman terbaik atau
populasi berdasarkan karakter yang diinginkan untuk dijadikan tetua-tetua dalam
menghasilkan rekombinan atau dilepas menjadi varietas baru (Chahal & Gosal
2003). Seleksi menghasilkan perubahan frekuensi gen yang berdampak pada
perubahan frekuensi genotipe populasi (Falconer & Mackay 1996). Tujuan dari
seleksi adalah untuk meningkatkan proporsi tanaman sesuai karakter yang
dinginkan dalam populasi (Chahal & Gosal 2003). Karakter yang digunakan pada
tanaman pangan untuk seleksi adalah karakter hasil atau karakter yang berkorelasi
dengan hasil (Harten 1998).
Seleksi dapat dikelompokkan menjadi seleksi alam dan seleksi buatan.
Seleksi alam merupakan seleksi yang dipengaruhi oleh faktor alam dalam
mengarahkan seleksi tersebut yang umumnya bersifat acak, sedangkan seleksi
buatan merupakan seleksi yang sengaja dilakukan oleh manusia untuk
meningkatkan proporsi karakter yang diinginkan berada pada populasi tanaman
yang dikembangkan (Rachmadi 2000). Seleksi pada pemuliaan tanaman
menyerbuk sendiri seperti padi akan efektif bila fenotipe karakter yang digunakan
merupakan hasil dari susunan genetik tanaman bukan hasil dari lingkungan
tumbuh. Seleksi untuk tanaman menyerbuk sendiri dapat menggunakan metode
seleksi massa atau seleksi galur murni (Chahal & Gosal 2003). Seleksi massa
dilakukan dengan menyeleksi tanaman menggunakan fenotipe tanaman
berdasarkan karakter yang diinginkan. Tanaman yang memiliki fenotipe yang
diinginkan dipanen kemudian digabung (bulk). Seleksi massa dilakukan untuk
menyeragamkan varietas agar menghasilkan populasi yang lebih baik dibanding
populasi asal. Seleksi galur murni dilakukan dengan menyeleksi individu tanaman
yang memiliki karakter yang diinginkan pada populasi dasar. Tanaman yang
terpilih kemudian ditanam dan dilakukan uji progeni.
Seleksi dapat dilakukan berdasarkan pada satu karakter atau beberapa
karakter. Seleksi pada satu karakter dapat dengan mudah dilakukan karena tidak
melihat pengaruh dari karakter lain. Seleksi pada beberapa karakter perlu
dilakukan perhitungan nilai parameter genetik untuk menentukan karakter yang
dipilih sebagai karakter seleksi (Sutoro 2006). Nilai parameter genetik yang dapat
digunakan seperti heritabilitas, koefisien keragaman genetik, koefisien korelasi
genetik, dan sidik lintas (Rachmadi 2000; Rachman 2010).
Nilai heritabilitas adalah perbandingan besaran ragam genotipe dengan
besaran ragam total fenotipe dari suatu karakter (Syukur et al. 2012). Heritabilitas
digunakan untuk menentukan seberapa jauh fenotipe atau karakter yang diamati
merefleksikan genotipe tanaman. Karakter yang dapat diwariskan ke generasi
selanjutnya adalah karakter yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Nilai
heritabilitas yang rendah menandakan fenotipe atau karakter yang diamati kurang
menggambarkan genotipe atau dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Falconer &
Mackay 1996). Pendugaan koefisien keragaman genetik (KKG) dihitung untuk

8
mengetahui keragaman genotipik pada karakter tertentu (Suwelo 1983). Nilai
KKG yang tinggi menandakan faktor genotipe berpengaruh besar terhadap
fenotipe atau karakter yang diamati sehingga karakter tersebut berpeluang
diperbaiki melalui seleksi (Zen 2012). Analisis koefisien korelasi genotipik
dihitung untuk mendeteksi hubungan antara 2 karakter pada tanaman (Singh &
Chaudhary 1979). Nilai koefisien korelasi genotipik yang positif menunjukkan
peningkatan keragaan kedua karakter yang diamati secara bersama-sama
sedangkan koefisien korelasi genotipik yang negatif menunjukkan hal sebaliknya
(Steel et al. 1977). Nilai koefisien korelasi genotipik dapat dijabarkan untuk
melihat pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung melalui karakter lain
antara kedua karakter menggunakan sidik lintas. Nilai pengaruh langsung dan
tidak langsung yang besar menandakan bahwa karakter tersebut berpeluang untuk
dilakukan perbaikan melalui seleksi dengan memperhatikan metode seleksi yang
digunakan (Singh & Chaudhary 1979).

Interaksi Genotipe dan Lingkungan
Fenotipe tanaman pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Lingkungan tumbuh padi yang beragam dapat menimbulkan interaksi
antara pengaruh genotipe dengan lingkungan (Were & Omari 2014). Interaksi
genotipe dan lingkungan terjadi bila respon genotipe berubah pada lingkungan
yang berbeda. Genotipe yang menghasilkan nilai tinggi pada lingkungan tertentu
belum tentu dapat menghasilkan nilai yang sama tinggi pada lingkungan yang
berbeda sehingga informasi interaksi genotipe dan lingkungan diperlukan untuk
melihat sejauh mana pengaruh lokasi terhadap keragaan karakter suatu tanaman
(Falconer & Mackay 1996).
Berdasarkan respon terhadap lingkungan, genotipe tanaman dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian. Pertama adalah kelompok yang menunjukkan
kemampuan beradaptasi pada lingkungan yang luas, berarti nilai interaksi
genotipe dengan lingkungan kecil. Kelompok kedua yaitu kelompok yang
memiliki kemampuan untuk beradaptasi sempit dengan nilai interaksi genotipe
dan lingkungan besar. Tanaman yang memiliki peragaan baik pada suatu
lingkungan tertentu dan memiliki peragaan buruk pada lingkungan yang berbeda
menunjukkan interaksi genotipe lingkungan yang besar (Nasrullah 1981).
Interaksi genotipe dan lingkungan tidak dapat diperkirakan sehingga
dibutuhkan adanya pengujian terhadap lingkungan target (Ungerer et al. 2003).
Pengukuran interaksi genotipe dan lingkungan penting dalam bidang pemuliaan
tanaman terutama pada tanaman padi. Interaksi genotipe dan lingkungan dapat
diatasi dengan mengidentifikasi lingkungan yang homogen untuk varietas padi
tersebut atau memilih varietas yang cocok untuk setiap lingkungan tanaman padi
(Maji et al. 2011). Target lingkungan tumbuh yang berbeda menyebabkan
interaksi genotipe dan lingkungan yang mempengaruhi fenotipe besar sehingga
arah pengembangan pemuliaan tanaman padi dapat dilakukan berdasarkan
lingkungan tumbuh tanaman padi, seperti pada kondisi sawah dan atau kondisi
gogo (Suastika et al. 1997).

9

3 BAHAN DAN METODE

Percobaan I. Pemilihan Karater Agronomi untuk Seleksi pada Galur-Galur
Padi Dihaploid

Lokasi dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB BIOGEN),
Cimanggu-Bogor. Percobaan dilakukan pada bulan Januari-Juni 2014.

Alat dan Bahan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan adalah 65 galur padi dihaploid DH1 dari
F1: (1) HR-1: IR83821-99-2-2-2/I5-10-1-1, (2) HR-2: IR85640-114-2-1-3/I5-101-1, (3) HR-3: IR83821-99-2-2-2/O18-b-1, (4) HR-4: IR85640-114-2-1-3/O18-b1, (5) HR-5: Bio-R81/I5-10-1-1, (6) HR-6: Bio-R82-2/I5-10-1-1, (7) HR-7: BioR81/O18b-1, (8) HR-8: Bio-R82-2/O18b-1. Galur yang digunakan dalam
percobaan I disajikan pada Lampiran 1. Genotipe lain yang digunakan adalah
varietas Ciherang dan Inpari 13 sebagai pembanding. Deskripsi varietas Ciherang
dan Inpari 13 tersedia pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Selain bahan tanaman,
input produksi yang digunakan yaitu pupuk NPK 20:20:20 dengan dosis 6 g/pot
dan pupuk Urea dengan dosis 3 g/pot (Munawar 2011). Peralatan yang digunakan
adalah seperangkat alat budidaya tanaman, alat tulis, timbangan, dan meteran.

Prosedur Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan
acak lengkap (RAL) dengan perlakuan berupa genotipe. Genotipe yang digunakan
terdiri dari 65 galur dihaploid dan 2 varietas pembanding diulang sebanyak 3
ulangan sehingga terdapat 201 satuan percobaan. Model umum RAL (Gomez &
Gomez 1995) adalah:
Yij = µ + αi + εij
keterangan:
Yi = nilai pengamatan genotipe ke-i, ulangan ke-j
µ
= nilai rataan umum
αi
= pengaruh genotipe ke-i
εi
= pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i, ulangan ke-j
Benih disemai kering pada bak persemaian yang ditempatkan di rumah kaca
dengan media berupa tanah. Setiap galur dan varietas pembanding disemai

10
sebanyak 25 benih. Penyiraman pada persemaian dilakukan minimal sekali dalam
sehari. Bibit dipindah tanam (transplanting) ke pot saat 17 hari setelah semai
(HSS) di dalam rumah kaca. Pot yang akan ditanami sebelumnya diisi dengan
media berupa tanah dan dalam kondisi disawahkan. Setiap pot berisi 1 bibit padi.
Tanaman dipupuk NPK 20:20:20 dengan dosis 6 g/pot.
Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan, dan penyiangan.
Penyiraman dilakukan minimal sehari sekali. Pemupukan urea dilakukan pada
saat tanaman berumur 3 dan 9 minggu setelah tanam (MST) dengan masingmasing dosis 1.5 g/pot. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut
gulma yang tumbuh di dalam pot.
Panen
Panen dilakukan apabila 80% malai pada setiap pot telah menguning.
Pemanenan dilakukan dengan potong bawah. Perontokan malai dilakukan dengan
cara diirig.
Pengamatan
Peubah yang diamati dan cara mengukurnya sebagai berikut:
1. Tinggi tanaman fase vegetatif: diukur pada saat tanaman berumur 45 hari
setelah semai (HSS) dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi.
2. Tinggi tanaman fase generatif: diukur pada saat tanaman menjelang panen
dari permukaan tanah hingga ujung malai tertinggi.
3. Jumlah anakan produktif: diukur pada saat tanaman berbunga diamati dengan
menghitung jumlah anakan yang bermalai.
4. Umur berbunga tanaman: dihitung dari benih disemai hingga terbentuknya
50% malai (bunga) pada tanaman.
5. Umur panen tanaman: dihitung dari benih disemai hingga 80% malai tanaman
menguning.
6. Periode pengisian biji tanaman: dihitung selisih antara umur panen dan umur
berbunga tanaman.
7. Panjang malai: diukur dari leher malai hingga ujung malai.
8. Jumlah gabah bernas dan gabah hampa per malai: dihitung secara terpisah
jumlah gabah bernas dan jumlah gabah hampa (tidak berisi dan berisi
sebagian) dari 5 malai tiap rumpun tanaman.
9. Jumlah gabah per malai: dihitung jumlah total gabah (gabah bernas + gabah
hampa) dari 5 malai tiap rumpun tanaman.
10. Kerapatan malai tanaman: dibandingkan antara panjang malai dengan
produksi gabah per rumpun dikalikan 100.
11. Bobot 1 000 butir gabah bernas dengan kadar air +14%: ditimbang 1 000 butir
gabah pada tiap rumpun tanaman.
12. Bobot gabah per rumpun: ditimbang gabah total dengan kadar air +14% pada
tiap rumpun tanaman.

11
Analisis Data
Respon genotipe diuji menggunakan analisis ragam pada tingkat
kepercayaan 95% berdasarkan Gomez dan Gomez (1995). Analisis selanjutnya
yang digunakan adalah menduga besaran nilai heritabilitas arti luas (hb )
berdasarkan pemisahan nilai kuadrat tengah harapan (Tabel 1). Nilai heritabilitas
arti luas dihitung dengan rumus Zen (2012):
Tabel 1 Sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL)
Sumber
keragaman

Derajat
bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat tengah

Nilai harapan

Fhitung

Genotipe

(g-1)

JKp

KTp = JKp/(g-1)

KTp/KTg

Galat
Total terkoreksi

r(g-1)
rg-1

JKg
JKt

KTg = JKg/r(g-1)

σe + r σg

σg
σe
σ

hb

σe

KT −KTg

=
= KTg
= σg + σe
=

keterangan:
KTp = kuadrat tengah genotipe
KTg = kuadrat tengah galat
σg = ragam genetik
σe = ragam lingkungan
σ
= ragam fenotipe

σ2g

σ2p

x 100%

Pengelompokan nilai heritabilitas menurut Stanfield (1983) adalah tinggi
(50% < h2 < 100%), sedang (20% ≤ h2 ≤ 50%), dan rendah (h2 < 20%). Analisis
selanjutnya yang dilakukan adalah pendugaan koefisien keragaman genetik
(KKG). Pendugaan KKG dihitung menggunakan rumus berdasarkan penelitian
Rachmawati et al. (2014):

KKG =

√σ2g


×

keterangan:
σg
= nilai ragam genetik peubah x

= rataan umum

%

12
Luas sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter dihitung berdasarkan
ragam genetik dan standar deviasi ragam genetik menurut rumus berikut (Pinaria et
al. 1995):

M
σσ2g = √ [
r dbg +

+

M
]
dbe +

keterangan:
σσ2g
= standar deviasi ragam genetik
r
= jumlah ulangan yang digunakan pada percobaan
M
= kuadrat tengah genotipe
M
= kuadrat tengah galat
dbg
= derajat bebas genotipe
dbe
= derajat bebas galat

Apabila σg > σσ2g maka keragaman genetik peubah tersebut luas,
sedangkan σg < σσ2g menandakan keragaman genetik sempit (Pinaria et al. 1995).
Selain itu, karakter agronomi dihitung nilai koefisien korelasi genotipiknya
menggunakan rumus berikut (Singh & Chaudhary 1979):
rg(X1X2)

keterangan:
rg(X1X2)
Covg X1,X2
σg (X1)
σg (X2)

=

C vg X ,X

√σ2g X

σ2g X

= nilai koefisien korelasi genotipik antara peubah X1 dan X2
= nilai peragam genetik antara peubah X1 dan X2
= nilai ragam genetik peubah X1
= nilai ragam genetik peubah X2

Nilai koefisien korelasi yang didapatkan diuji Z pada tingkat kepercayaan
95% (Boer 2011). Nilai koefisien korelasi hasil perhitungan sebelumnya
digunakan dalam perhitungan koefisien sidik lintas dengan menggunakan rumus
menurut Singh dan Chaudhary (1979):


13
Berdasarkan persamaan di atas, nilai Ci (pengaruh langsung) dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
Ci

= Rx-1Ry

keterangan:
Ci
= vektor koefisien lintasan yang menunjukkan pengaruh langsung setiap
peubah bebas yang telah dibakukan terhadap peubah tak bebas
Rx = matriks korelasi antar peubah bebas
Rx-1 = invers matriks Rx
Ry = vektor koefisien korelasi antara peubah bebas Xi (i=1,β, ….p) dengan
peubah tak bebas Y
Percobaan II.

Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur
Padi Dihaploid

Lokasi dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca BB BIOGEN dan Kebun
Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor. Percobaan dilakukan pada bulan
Desember 2014 - Mei 2015.

Alat dan Bahan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan adalah 23 galur padi dihaploid generasi
kedua (DH2) (Lampiran 1). Padi varietas Inpari 13, Situ Bagendit, dan Limboto
digunakan sebagai pembanding. Deskripsi varietas Inpari 13, Situ Bagendit, dan
Limboto disajikan pada Lampiran 2, 4, dan 5. Selain bahan tanaman, input
produksi yang digunakan yaitu pupuk urea, SP36, dan KCl serta insektisida dan
fungisida untuk pengendalian hama dan penyakit. Dosis urea, SP36, dan KCl
berturut-turut adalah 250 kg/ha, 150 kg/ha, dan 100 kg/ha (Munawar 2011).
Peralatan yang digunakan adalah seperangkat alat budidaya tanaman, alat tulis,
timbangan, meteran, knapscak, dan kamera.

Prosedur Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dengan perlakuan berupa 23 galur dihaploid dan 3
varietas pembanding yang masing-masing diulang sebanyak 3 ulangan pada 2
lingkungan yaitu padi sawah dan padi gogo. Model umum RKLT analisis ragam
gabungan (Mattjik & Sumertajaya 2013):
Yijk = µ + αi +

j

+

kj +

α

kj + εijk

14

keterangan:
Yijk = nilai pengamatan galur ke-i, lokasi ke-j, dan ulangan(lingkungan) ke-k
µ
= nilai rataan umum
αi
= pengaruh genotipe ke-i
= pengaruh lingkungan ke-j
j
= pengaruh ulangan ke-k pada lingkungan ke-j
kj
α kj = interaksi genotipe ke-i dengan lingkungan ke-j
εijk = pengaruh galat percobaan dari galur ke-i, lingkungan ke-j, dan
ulangan(lingkungan) ke-k
Penanaman Padi Gogo
Lahan kering untuk penanaman dibagi dalam 3 kelompok. Satuan percobaan
digunakan petakan berukuran 3 m x 1.2 m. Benih ditanam sebanyak 3 benih per
lubang dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm. Setiap lubang tanam diberi insektisida
untuk mencegah serangan hama benih.
Penanaman Padi Sawah
Persemaian dilakukan di rumah kaca BB BIOGEN. Benih disemai pada bak
persemaian dengan media berupa tanah. Jumlah benih yang digunakan setiap
galur sebanyak 12 g. Penyiraman dilakukan minimal sekali dalam sehari. Bibit
dipindah tanam (transplanting) pada umur 22 hari setelah tanam (HST) ke lahan
pertanaman padi sawah kebun percobaan Sawah Baru. Sebelum dilakukan
penanaman, tanah diolah dan diratakan terlebih dahulu. Lahan untuk penanaman
dibagi dalam 3 kelompok. Setiap satuan percobaan terdiri dari 1 petakan
berukuran 3.5 m x 1 m. Bibit padi ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm.
Tiap lubang ditanam 2 bibit dengan kedalaman + 5 cm. Pemberian insektisida
dilakukan setelah penanaman untuk mencegah kerusakan tanaman pada awal
pertumbuhan akibat hama.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan berupa pemupukan, penyulaman, penyiangan,
dan pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan pada saat 1 minggu
setelah tanam (MST) untuk pupuk SP-36 , KCl, dan 1/3 dosis Urea. Sisa dosis
Urea diberikan saat 3 MST dan 5 MST, masing-masing 1/3 dosis Urea.
Penyulaman dilakukan pada bibit padi yang mati. Dengan umur yang sama, bibit
padi yang mati digantikan dengan bibit siap tanam. Tumbuhan yang tidak
diharapkan atau gulma dicabut, kemudian dipendam dalam tanah sebagai kegiatan
penyiangan untuk lahan sawah dan dibersihkan menggunakan kored untuk lahan
kering atau gogo. Penyiangan dilakukan 3 kali yaitu pada umur 1 MST, 4 MST
dan 6 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi
menggunakan insektisida dan fungisida.

15
Panen
Panen dilakukan apabila 80% malai pada setiap petakan telah menguning.
Pemanenan dilakukan dengan cara potong bawah. Perontokan malai dilakukan
dengan cara diirig.
Pengamatan Morfologi
Keragaan pertumbuhan yang diamati pada 5 rumpun tanaman contoh per
petak meliputi:
1.
Panjang daun bendera: diukur dari pangkal daun hingga ujung daun tiap
rumpun tanaman.
2.
Sudut daun bendera: diukur dekat leher daun. Skor yang diberikan
berdasarkan buku panduan karakterisasi Deptan (2003) dengan skor sebagai
berikut: 1 (tegak); 3 (sedang atau membentuk sudut 45o); 5 (mendatar); 7
(terkulai). Gambar sudut daun bendera disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Sudut daun bendera
Pengamatan Agronomi
Keragaan pertumbuhan yang diamati pada 5 rumpun tanaman contoh per
petak meliputi:
1.
Tinggi tanaman fase vegetatif: diukur pada saat tanaman berumur 45 HST
diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi.
2.
Tinggi tanaman fase generatif: diukur pada saat tanaman menjelang panen
dari permukaan tanah hingga ujung malai tertinggi.
3.
Jumlah anakan tanaman padi pada saat tanaman berumur 45 HST: dihitung
jumlah anakan pada tiap rumpun tanaman.
4.
Jumlah anakan produktif pada saat tanaman berbunga: dihitung jumlah
anakan yang bermalai pada tiap rumpun tanaman.
Keragaan produksi yang diamati pada 5 rumpun tanaman contoh per petak
meliputi:
1.
Panjang malai: diukur dari leher malai hingga ujung malai.
2.
Jumlah gabah bernas dan gabah hampa per malai: dihitung secara terpisah
jumlah gabah bernas dan jumlah gabah hampa (tidak berisi dan berisi
sebagian) dari 5 malai tiap rumpun tanaman.
3.
Persentase gabah bernas (%): dihitung dengan membandingkan antara
jumlah gabah bernas per malai dengan jumlah gabah total per malai
dikalikan 100.
4.
Jumlah gabah per malai: dihitung jumlah total gabah (gabah bernas + gabah
hampa) dari 5 malai tiap rumpun tanaman.

16
5.
6.

1.
2.
3.

Kerapatan malai tanaman: dibandingkan antara panjang malai dengan gabah
total per malai.
Bobot 1 000 butir gabah bernas: ditimbang 1 000 butir gabah bernas dengan
kadar air +14% pada tiap rumpun tanaman.
Keragaan pertumbuhan pada setiap satuan percobaan:
Umur berbunga tanaman: dihitung dari benih disebar atau ditanam hingga
terbentuknya 50% malai (bunga) pada tanaman.
Umur panen tanaman: dihitung dari benih disebar atau ditanam hingga 80%
malai tanaman menguning.
Periode pengisian biji tanaman: dihitung selisih antara umur panen dan
umur berbunga tanaman.

Keragaan pertumbuhan yang diamati pada petak bersih (tanpa tanaman
contoh dan tanaman pinggir):
1.
Bobot gabah per petak bersih (gabah kering panen dan gabah kering giling).
Gabah kering panen dihitung dari bobot gabah bernas dan gabah hampa
sesaat setelah panen. Gabah kering giling dihitung dari bobot gabah bernas
kering setelah melalui penampian dan penjemuran terlebih dahulu sehingga
mencapai kadar air ±14%. Penjemuran selama 4 hari.
2.
Produktivitas setiap galur dan varietas pembanding. Perhitungan
produktivitas dihitung berdasarkan petak bersih dengan mengkonversikan
ke luasan 1 ha:

luas petak bersih

× hasil gabah per petak ton. ha−

Analisis Data
Data diuji kehomogenan ragamnya dengan uji F (Allingham & Rayner 2011).
Respon genotipe diuji menggunakan analisis ragam gabungan 2 lingkungan pada
tingkat kepercayaan 95%. Analisis ragam gabungan dapat dilihat pada Tabel 2
menurut Syukur et al. (2012). Jika interaksi genotipe dan lokasi berpengaruh
nyata, maka akan diuji lanjut per lingkungan menggunakan uji beda nyata terkecil
(BNT) dengan tingkat kepercayaan 95% un