Uji daya hasil pendahuluan galur-galur padi beras merah dan hitam hasil kultur antera

UJI DAYA HA
ASIL PEN
NDAHULU
UAN GAL
LUR-GA
ALUR PAD
DI
BERA
AS MERA
AH DAN HITAM HASIL KULTUR
K
R ANTERA
A

YUNIAR
R RIZKI NORYA
ANTI
0007
A24080

DE

EPARTEM
MEN AGR
RONOMII DAN HO
ORTIKU
ULTURA
FAKU
ULTAS PE
ERTANIA
AN
IN
NSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
2012
2

RINGKASAN

YUNIAR RIZKI NORYANTI. Uji Daya Hasil Pendahuluan Galur-Galur

Padi Beras Merah dan Hitam Hasil Kultur Antera. (Dibimbing oleh
BAMBANG S. PURWOKO).
Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan karakter-karakter
agronomi serta menguji daya hasil pendahuluan dari galur-galur padi beras merah
dan hitam. Penelitian dilaksanakan di University Farm Institut Pertanian Bogor,
Desa Babakan, Darmaga, Bogor pada bulan November 2011 hingga Maret 2012.
Percobaan dilakukan di lahan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
satu faktor yaitu genotipe padi beras merah. Genotipe yang digunakan adalah 12
genotipe padi yang terdiri atas dua varietas sebagai pembanding dan sepuluh galur
dihaploid yang masing-masing diulang tiga kali. Satuan percobaan yang
digunakan adalah petak percobaan dengan ukuran 2.5 m x 3 m dan jarak tanam
padi 25 cm x 25 cm. Jumlah satuan percobaan yaitu 36 petak percobaan. Jumlah
tanaman contoh yang diamati adalah lima tanaman contoh per petak yang dipilih
secara acak sehingga jumlah total tanaman contoh yang diamati adalah 180
tanaman contoh.
Berdasarkan hasil evaluasi keragaan, galur-galur yang diuji memiliki
tinggi tanaman pada saat vegetatif yang tidak berbeda nyata dengan dua varietas
pembanding, tinggi pada saat generatif yang tergolong lebih pendek dibandingkan
dua varietas pembanding, jumlah anakan total yang sedang, jumlah anakan
produktif yang terbentuk tidak berbeda untuk semua genotipe yang diuji,

persentase anakan yang menghasilkan malai lebih tinggi dibandingkan dua
pembanding, serta galur-galur yang diuji berumur genjah. Galur BM1 (BM6-6-23-1), BM2 (BM6-6-2-3-2), BM3 (BM6-12-1-2-1), BM4 (BM6-12-1-3-1), BM5
(BM6. 6-1-2-1), dan BM6 (BM6. 6-1-2-2) memiliki umur panen yang lebih cepat
dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong. Galur BM3 (BM6-12-1-2-1) dan
BM4 (BM6-12-1-3-1) memiliki umur panen yang lebih cepat dibandingkan kedua
varietas, yaitu varietas Aek Sibundong dan varietas Selegreng.
Galur BM3 (BM6-12-1-2-1) memiliki persen gabah isi yang tidak berbeda
dengan varietas Selegreng, namun lebih tinggi dibandingkan varietas Aek

Sibundong. Galur BM3 (BM6-12-1-2-1) juga memiliki persen gabah hampa yang
sama dengan varietas Selegreng, namun lebih rendah dibandingkan dengan
varietas Aek Sibundong.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa galur-galur yang diuji memiliki
produktivitas berkisar antara 1.60-3.34 ton/ha. Varietas Selegreng dan Aek
Sibundong memiliki produktivitas masing masing 3.02 dan 3.68 ton/ha. Galur
BM1 (BM6-6-2-3-1), BM2 (BM6-6-2-3-2), BM3 (BM6-12-1-2-1), BM4 (BM612-1-3-1), dan BM10 (M-2-2) memiliki produktivitas yang sama dengan varietas
Selegreng (3.02 ton/ha). Galur BM2 (BM6-6-2-3-2) (2.85 ton/ha), BM3 (BM6-121-2-1) (3.29 ton/ha), dan BM4 (BM6-12-1-3-1) (3.34 ton/ha) memiliki
produktivitas yang sama dengan dua varietas yang digunakan sebagai
pembanding, yaitu varietas Selegreng (3.02 ton/ha) dan Aek Sibundong (3.68
ton/ha). Galur-galur yang diuji memiliki hasil berdasarkan perhitungan berkisar

antara 2.8-4.5 ton/ha. Semua galur yang diuji memiliki hasil berdasarkan
perhitungan yang sama dengan dua pembanding yang digunakan kecuali BM6
(BM6. 6-1-2-2) dan BM11 (M-2-3). Hasil berdasarkan perhitungan yang
diperoleh galur BM4 (BM6-12-1-3-1) (4.5 ton/ha) lebih tinggi dibandingkan
galur-galur BM6 (BM6. 6-1-2-2), BM7 (BM6. 6-2-5-1), dan BM11 (M-2-3).

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI
BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERA

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

YUNIAR RIZKI NORYANTI
A24080007

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012


Judul

: UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR
PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR
ANTERA

Nama : YUNIAR RIZKI NORYANTI
NIM

: A24080007

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc.
NIP. 19610218 198403 1 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara pada
tanggal 08 Oktober 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara
dari Bapak Muhammad Yusni Panjaitan S. H. dan Ibu Dra. Normah.
Penulis menyelesaikan pendidikan TK hingga SMA di Kota Tebing
Tinggi, Sumatera Utara. Tahun 1996 penulis lulus dari TK Yayasan R. A. Kartini
dan pada tahun 2002 penulis lulus dari SD Yayasan R. A. Kartini. Selanjutnya
pada tahun 2005 penulis lulus dari SMPN 1 Tebing Tinggi kemudian penulis
menyelesaikan pendidikan menengah pada tahun 2008 di SMAN 1 Tebing Tinggi.
Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor.

Penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas
Pertanian, IPB pada periode 2009-2010 dalam bidang internal. Penulis menjadi
Ketua Umum HMI Cabang Bogor Komisariat Fakultas Pertanian IPB periode
2012-2013. Pada tahun 2011 penulis terpilih dalam kegiatan Program Mahasiswa
Wirausaha (PMW) yang diadakan Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan
Alumni, Institut Pertanian Bogor (DPKHA IPB). Pada tahun 2012, penulis juga
menjadi asisten M. K. Metode Statistika, Departemen Agronomi dan Hortikultura.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas hidayah dan
kesehatan yang telah diberikan-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penelitian dengan menguji daya hasil pendahuluan sepuluh galur
padi beras merah dan hitam dilakukan dengan tujuan agar diperoleh galur yang
memiliki karakter agronomi baik berdaya hasil tinggi.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh pihak
yang membantu dalam pelaksanaan penelitian, terutama :
1. Orang tua penulis yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril
maupun materiil serta didikan yang telah ditanamkan sejak kecil yang
telah membantu penulis hingga saat ini serta saudara perempuan saya yang

telah membantu selama proses penelitian.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc. sebagai pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, saran, wawasan, dan pengarahan terhadap
penulis untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.
3. Teknisi di Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Tanaman
serta University Farm, Institut Pertanian Bogor yang telah membantu
selama proses penelitian.
4. Staf pengajar dan komisi pendidikan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian dan
penyelesaian skripsi.
Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat dan kontribusi terhadap
perkembangan dan kemajuan negara Indonesia terutama di bidang pertanian.

Bogor, Mei 2012
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………………………………………………………..

ix

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….

x

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….

xi

PENDAHULUAN……………………………………………………….

1

Latar Belakang……………………………………………………..
Tujuan………...…………………………………………………….
Hipotesis……………………………………………………………


1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………

3

Botani Tanaman Padi………………………………………………
Pemuliaan Tanaman Padi..…………………………………………
Pengujian Daya Hasil………………………………………………

3
4
6

BAHAN DAN METODE……………………………………………….
Tempat dan Waktu Penelitian…………….………………………..
Bahan Penelitian………………..………………………………….
Metode Penelitian…..……………………………………………...

Pelaksanaan….……………………………………………………..
Pengamatan.………………………………………………………..
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………
Keadaan Umum………………………………………………........
Keragaan Karakter Agronomi Padi………………………………..
Komponen Pertumbuhan Tanaman Padi…………………………..
Komponen Hasil Tanaman Padi…………………………………...
Hasil Pertanaman Padi……………………………………………..
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………...

8
8
8
8
9
9
11
11
11
13
17
22
24

Kesimpulan………………………………………………………..
Saran………………………………………………………………

24
24

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..

25

LAMPIRAN…………………………………………………………….

27

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Daftar Galur Padi Beras Merah yang Diuji ………………………..

8

2. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Komponen Keragaan Tanaman…..

12

3. Hasil Rataan Tinggi Tanaman Vegetatif dan Generatif…………...

13

4. Hasil Rataan Jumlah Anakan Total dan Produktif………………...

14

5. Hasil Rataan Umur Berbunga dan Panen…………………………..

16

6. Hasil Rataan Panjang Malai dan Kerapatan Malai………………...

18

7. Hasil Rataan Jumlah Gabah Total, Jumlah Gabah Bernas, dan
Jumlah Gabah Hampa… ………………………………………......

19

8. Hasil Rataan Persen Gabah Bernas, Persen Gabah Hampa, dan
Bobot 1000 Butir Gabah Bernas…………………………………...

20

9. Hasil Rataan Produktivitas dan Hasil Berdasarkan Perhitungan
pada Pertanaman Padi………………...……………………………

22

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Tanaman Padi (BM4) Siap Panen.………………………………….

17

2. Produktivitas dan Hasil Berdasarkan Perhitungan Padi…………....

23

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Deskripsi Varietas Aek Sibundong…………………………………. 28
2. Sidik Ragam Beberapa Karakter Galur-Galur Padi………………… 29
3. Lay Out Lahan………………………………………………………

32

4. Data Iklim Bulan Desember 2011 hingga Maret 2012……………...

33

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Beras merah telah lama dikenal sebagai pangan pokok di daerah tertentu di
Indonesia. Selain sebagai pangan pokok, beras merah juga memiliki manfaat bagi
kesehatan. Beras merah mempunyai kandungan gizi yang jauh lebih baik
dibanding beras putih. Beras merah mengandung banyak serat, vitamin B,
antosianin, dan sumber antioksidan. Menurut hasil penelitian, 100 g beras merah
tumbuk mengandung 7.5 g protein, 0.9 g lemak, 16 mg kalsium, 163 mg fosfor,
0.3 g zat besi, 77.6 g karbohidrat, dan 0.21 mg vitamin B1 (Santika dan
Rozakurniati, 2010). Perubahan dari beras merah menjadi beras yang lebih halus
akan membuang 10% protein, 85% lemak, 70% mineral, dan 30% pentose. Beras
merah mengandung vitamin B yang penting bagi kesehatan, yaitu thiamine,
riboflavin, dan niasin. Penggilingan akan menghilangkan sebagian besar vitamin
tersebut. Sebagian besar vitamin tersebut terdapat dalam aleuron padi (Leonard
and Martin, 1963). Di Jepang, beras merah telah menjadi makanan yang semakin
popular karena mengandung polifenol yang tinggi. Beras merah juga mengandung
protein yang lebih tinggi dan karbohidrat yang lebih rendah dibandingkan beras
biasa (Gealy and Bryant, 2009).
Potensi padi beras merah dapat dimanfaatkan untuk mengatasi semakin
meluasnya permasalahan kesehatan di masyarakat. Saat ini beras merah belum
banyak dikembangkan dan varietas yang sudah dilepas masih sedikit. Beras merah
masih terbatas di pasaran dan harganya relatif tinggi. Sementara itu, berdasarkan
data BPS (2008), produktivitas padi di Indonesia adalah 4.89 ton/ha. Dengan terus
meningkatnya populasi penduduk di Indonesia, dibutuhkan usaha-usaha untuk
menghasilkan varietas baru padi terutama beras merah yang berdaya hasil tinggi.
Pada pemuliaan padi, proses pembentukan suatu varietas unggul umumnya
berlangsung empat hingga lima tahun (Harahap et al., 1982). Dewi et al. (1996)
menyatakan bahwa pemuliaan konvensional membutuhkan enam sampai delapan
generasi dalam satu siklus pemuliaan untuk memperoleh galur murni. Untuk
mempercepat proses tersebut maka dapat dilakukan dengan teknik kultur antera.
Antera tanaman hasil persilangan dua tetua selanjutnya dikulturkan. Kultur yang

2
dapat membentuk kalus selanjutnya diregenerasikan sehingga membentuk
tanaman dihaploid. Tanaman homozigos yang dihasilkan pada keturunan pertama
akan memudahkan seleksi fenotipe bagi karakter-karakter yang bersifat kuantitatif
tanpa disukarkan oleh hubungan dominan resesif seperti pada tanaman
heterozigos (Dewi dan Purwoko, 2011). Kultur antera mempunyai kelebihan yaitu
dapat mempersingkat waktu dalam memperoleh galur yang homozigos (Hanarida
et al., 2002).
Pada tahapan pelepasan suatu varietas, galur-galur yang telah dihasilkan
dari proses pemuliaan harus melalui serangkaian proses atau tahapan pengujian
seperti karakterisasi atau observasi, uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil
lanjutan, dan uji multilokasi. Saat ini terdapat galur-galur harapan beras merah
gogo yang telah dihasilkan melalui tahapan kultur antera pada percobaan
sebelumnya dan telah ditanam di dalam rumah kaca untuk perbanyakan benih
(Dewi et al., 2010). Selanjutnya, galur-galur tersebut perlu untuk dikarakterisasi
dan diuji daya hasil pendahuluan agar selanjutnya dapat diuji lanjutan dan
multilokasi dan akhirnya dapat dilepas sebagai varietas tanaman padi beras merah
dan hitam.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan karakter-karakter
agronomi serta daya hasil pendahuluan dari galur-galur dihaploid beras merah dan
hitam.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah terdapat minimal satu
dari galur-galur tersebut memiliki daya hasil lebih tinggi atau sama dengan
varietas yang sudah dilepas.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili
Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai
lokasi dan iklim yang berbeda. Padi dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari 2000
m di atas permukaan laut, pada 53°LU-35°LS (Yoshida, 1981). Saat ini tanaman
padi berdasarkan ekogeografinya diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu indica,
japonica, dan javanica (tropical japonica). Tipe indica cocok ditanam pada daerah
kontinental seperti di daerah Cina Selatan, Taiwan, India, dan Ceylon (Sri Lanka).
Tipe japonica cocok ditanam pada daerah beriklim sedang, seperti Jepang, Korea,
dan China Utara. Tipe javanica cocok ditanam di daerah beriklim tropis seperti di
Indonesia (Katayama, 1993).
Organ vegetatif tanaman padi terdiri atas akar, batang, dan daun. Tanaman
padi memiliki sistem perakaran serabut yang terdiri atas akar seminal dan akar
serabut yang tumbuh dari pangkal batang muda yang akan menggantikan akar
seminal. Akar seminal tumbuh dari radikula dan bersifat sementara yang akan
digantikan fungsinya oleh akar serabut (Datta, 1981). Tanaman padi ditandai
dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas yang memiliki panjang yang
tidak sama (Siregar, 1981). Datta (1981) mengatakan bahwa batang tanaman
terdiri atas buku sebagai tempat daun dan tunas, serta ruas yang berongga dan
beralur halus. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh pelepah daun yang
membalut ruas sampai pada buku bagian atas. Pada bagian ujung pelepah daun
terdapat ligulae (lidah) daun, kelopak daun, dan aurikel. Ligulae dan aurikel dapat
digunakan sebagai identitas suatu varietas. Tanaman padi juga memiliki banyak
anakan sehingga berbentuk tumbuhan yang merumpun (Siregar, 1981).
Panikel (malai) adalah perkembangan dari pucuk dan spikelet adalah
bagian dari panikel yang terdiri dari dua lemma steril, rachilla, dan bunga padi
(Datta, 1981). Bunga tanaman padi terdiri atas tangkai, perhiasan, dan daun
mahkota bunga yang terdiri atas palea dan lemma yang akan menjadi sekam
butiran padi (Siregar, 1981). Bunga juga terdiri atas putik yang terdiri atas satu
ovul dan enam stamen (benang sari) (Datta, 1981).

4
Tahap pra tanam pada budidaya tanaman padi terdiri atas pemilihan benih
berkualitas, persiapan lahan, pengelolaan hama penyakit, serta pemberian bahan
organik. Tahap pertumbuhan tanaman padi dibedakan menjadi fase vegetatif,
reproduktif, dan fase pemasakan. Yoshida (1981) mengatakan bahwa fase
vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman sejak perkecambahan hingga proses
inisiasi primordial malai. Jumlah hari dalam tahap ini bervariasi tergantung dari
varietas yang digunakan, suhu, dan juga panjang hari. Suhu rendah atau panjang
hari yang panjang dapat meningkatkan lama fase vegetatif. Fase vegetatif akhir
dimulai pada tahap pertumbuhan anakan dari awal sampai tercapainya anakan
maksimum

(IRRI, 2009 a). Fase reproduksi padi dimulai dari saat inisiasi

primordial malai dan berakhir pada saat pembungaan (Yoshida, 1981). Pada tahap
reproduksi, tanaman lebih sensitif terhadap stres seperti suhu dan kekeringan
(IRRI, 2009 b). Fase pemasakan dimulai saat tanaman berbunga hingga mencapai
masak panen (Yoshida, 1981).

Pemuliaan Tanaman Padi
Pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri, seperti padi, gandum, barley,
dan tembakau, ditujukan untuk mendapatkan galur-galur murni dengan sifat-sifat
yang unggul. Umumnya galur-galur murni diperoleh dengan cara persilangan
yang diikuti oleh serangkaian proses seleksi pada tiap generasi, misalnya metode
pedigree (Dewi dan Purwoko, 2011). Persilangan dilakukan baik dengan
persilangan dua tetua maupun tiga atau empat tetua dengan kombinasi persilangan
(Brown dan Caligari, 2008). Pemuliaan secara konvensional adalah dengan
menyilangkan secara seksual dua tanaman padi yang berbeda sifatnya (Masyhudi,
1995). Ada banyak tipe pemuliaan konvensional yang digunakan oleh pemulia
tanaman menyerbuk sendiri. Terdapat tiga tipe dasar, yaitu metode bulk, pedigree,
dan bulk/pedigree (Brown dan Caligari, 2008).
Pemuliaan konvensional dengan metode pedigree dibagi menjadi tiga
proses, yaitu proses persilangan tetua tanaman, seleksi individu tanaman atau
garis-garis keturunan yang diinginkan, serta uji daya hasil, uji adaptasi lokal, dan
penetapan garis unggul dari F6 dan generasi berikutnya. Brown dan Caligari
(2008) menyatakan bahwa pada metode pedigree, seleksi tanaman dilakukan pada

5
generasi F2 hingga tanaman mendekati homozigositas pada generasi F6. Galurgalur yang baik hasil karakterisasi dan uji daya hasil dilanjutkan dengan pengujian
terhadap adaptasi galur di berbagai daerah selama dua sampai tiga tahun.
Selanjutnya, galur yang berdaya hasil tinggi dilepas sebagai varietas baru.
Kekurangan metode pedigree adalah seleksi yang dilakukan pada setiap generasi
dan relatif mahal. Selain itu, diperlukan lahan dan tenaga kerja yang lebih banyak
dibandingkan metode lain.
Pada metode bulk, seleksi individu tanaman dimulai pada generasi F7 atau
generasi lebih lanjut (Harahap et al., 1982). Harahap et al. (1982) menyatakan
bahwa pada generasi F7 sebagian besar individu tanaman sudah mendekati
homozigos dan tanaman-tanaman yang terpilih akan menghasilkan galur murni.
Brown dan Caligari (2008) menyatakan bahwa keuntungan utama dari metode
bulk adalah seleksi tidak dilakukan selama beberapa generasi hingga tanaman
mendekati homozigositas yang dilakukan untuk menghindari kesulitan dalam
seleksi diantara populasi yang bersegregasi dimana keragaman fenotipe akan
dipengaruhi gen heterozigos dominan, serta merupakan metode yang paling
murah untuk menghasilkan populasi hasil persilangan. Metode pedigree dan bulk
membutuhkan waktu yang lama sejak persilangan awal hingga pengujian daya
hasil.
Melalui cara konvensional, setiap tetua dalam proses penggabungan antara
gamet jantan dan betina akan menyumbangkan separuh genomnya kepada
individu keturunannya sehingga puluhan ribu dari gen kedua tetua akan
tercampur. Proses pembentukan suatu varietas unggul melalui pemuliaan tanaman
padi secara konvensional umumnya berlangsung empat hingga lima tahun
(Harahap et al., 1982). Dewi et al. (1996) menyatakan bahwa pemuliaan
konvensional membutuhkan enam sampai delapan generasi dalam satu siklus
pemuliaan untuk mendapatkan galur murni.
Produksi tanaman haploid androgenik in vitro merupakan salah satu
teknologi yang sangat menjanjikan dalam usaha perbaikan dan peningkatan hasil
bagi berbagai jenis tanaman (Dewi dan Purwoko, 2011). Kultur antera merupakan
teknik utama dalam menginduksi tanaman haploid dalam program perbaikan
tanaman (Datta, 2005).

6
Tahapan kultur antera pada pemuliaan tanaman padi adalah persiapan dan
penanaman eksplan hasil persilangan tetua yang diinginkan, kultur in vitro, dan
aklimatisasi hasil kultur antera. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
kultur antera dan mikrospora yaitu genotipe, status fisiologi tanaman donor, tahap
perkembangan mikrospora, perlakuan sebelum eksplan dikulturkan, media kultur
(media dasar, zat organik, sumber karbon, ZPT, dan pemadat), lingkungan fisik
kultur, serta umur dan ukuran kalus yang dikulturkan (Dewi dan Purwoko, 2011).
Tanaman dihaploid (DH) dapat diperoleh secara spontan dan diinduksi
dengan ratun atau pemberian kolkisin (Dewi dan Purwoko, 2011). Tanamantanaman dihaploid yang dihasilkan melalui kultur antera bersifat homozigos
penuh dan breed true, karena kedua kopi informasi genetik pada tanamantanaman tersebut identik. Individu tanaman yang dihasilkan oleh mikrospora yang
sama tentu akan mempunyai karakter agromorfologi yang sama pada generasi
selanjutnya.
Tanaman homozigos yang dihasilkan pada keturunan pertama akan
memudahkan seleksi fenotipe bagi karakter-karakter yang bersifat kuantitatif
tanpa disukarkan oleh hubungan dominan resesif seperti pada tanaman
heterozigos. Galur murni dapat diseleksi dari populasi dihaploid yang homogen
dan homozigos tersebut. Dengan demikian, hasil rekombinasi dari persilangan
difiksasi sebagai galur-galur homozigos dan galur-galur harapan diseleksi
berdasarkan keunggulan sifat-sifat agronominya (Dewi dan Purwoko, 2011).
Dengan menggunakan sistem haploid, proses pemuliaan tanaman untuk
memperoleh galur-galur mumi yang lama tersebut dapat lebih singkat melalui satu
sampai dua generasi saja (Dewi dan Purwoko, 2001).

Pengujian Daya Hasil
Sebagai kelanjutan dari tahap seleksi dan sebelum dilakukan uji multi
lokasi harus dilakukan uji daya hasil pendahuluan terhadap galur-galur terpilih
untuk memperoleh informasi tentang daya hasil dari galur-galur padi tersebut.
Kelayakan galur-galur yang diperoleh dari proses pengujian dipertimbangkan
secara hati-hati untuk dievaluasi lebih lanjut dalam pengujian multi lokasi. Syarat
pelepasan varietas baru meliputi silsilah yang jelas, bersifat baru, unik, seragam

7
dan stabil, serta menunjukkan keunggulan terhadap varietas yang dijadikan
sebagai pembanding. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, maka harus
dilakukan pengujian daya hasil dan adaptasi pada lokasi-lokasi yang mewakili
agroklimat dan budidaya yang direkomendasikan terhadap galur-galur yang akan
dilepas tersebut (Sudarna, 2010).
Galur-galur yang memiliki potensi tinggi dipanen dan dilakukan
pengamatan serta evaluasi. Pengujian dilakukan dengan membandingkan galurgalur yang diuji dengan varietas yang digunakan sebagai kontrol. Jumlah
galur dalam setiap tahap pengujian bervariasi. Galur yang paling baik akan
menghasilkan malai yang dapat dipanen sehingga dapat diuji lebih lanjut lagi.
Banyak galur yang akan terbuang pada saat tahap pengujian (Mckenzie, 1987).
Keputusan untuk melepaskan suatu galur yang telah diuji sebagai suatu
varietas membutuhkan pendapat dari berbagai sumber untuk mengevaluasi galur
tersebut. Uji hasil dan multi lokasi yang dilakukan setidaknya selama dua tahun
pengujian biasanya merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi. Proses
yang dibutuhkan untuk pelepasan galur yang telah diuji akan dilakukan oleh
badan yang bertugas dalam komisi pelepas varietas. Jika data yang tersedia telah
cukup dan pelepasan galur sebagai varietas telah disetujui, maka pernyataan dan
tanggal pelepasan resmi terhadap varietas tersebut akan dikeluarkan (Mckenzie,
1987). Galur-galur yang berdaya hasil tinggi pada berbagai agroekologi dapat
diusulkan sebagai suatu varietas unggul dengan daya adaptasi luas, sedangkan
galur-galur yang hanya berdaya hasil tinggi di lokasi tertentu diusulkan sebagai
varietas unggul spesifik lokasi (Sudarna, 2010).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilakukan di University Farm, Institut Pertanian Bogor, Desa
Babakan, Darmaga, Bogor pada bulan November 2011 - Maret 2012.
Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas alat-alat pertanian,
jaring, timbangan, alat tulis, kantong kertas, dan karung. Bahan yang digunakan
untuk percobaan adalah varietas Aek Sibundong dan Selegreng, galur-galur F1
hasil tiga tahap persilangan (BP140F/Silugonggo//O. glaberrima///Silugonggo)
yang telah dikulturanterakan dan dibentuk menjadi galur-galur dihaploid (Tabel
1), serta tiga galur padi beras hitam yaitu BM9 (M-2-1), BM10 (M-2-2), dan
BM11 (M-2-3) yang berasal dari tetua BM6. 6-2-5-1/Aen Metan yang telah
dikulturanterakan. Deskripsi Aek Sibundong disajikan pada Lampiran 1. Pupuk
yang digunakan adalah Urea, SP36, dan KCl. Insektisida dan fungisida digunakan
untuk menanggulangi hama dan penyakit.
Tabel 1. Daftar Galur Padi Beras Merah yang Diuji
Kode Galur
BM1
BM2
BM3
BM4
BM5
BM6
BM7

Galur
BM6. 6-2-3-1
BM6. 6-2-3-2
BM6. 12-1-2-1
BM6. 12-1-3-1
BM6. 6-1-2-1
BM6. 6-1-2-2
BM6. 6-2-5-1
Metode Penelitian

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok satu faktor yaitu
genotipe tanaman padi beras merah dan hitam. Genotipe yang digunakan adalah
12 genotipe padi yang terdiri atas dua varietas sebagai pembanding dan sepuluh
galur dihaploid yang masing-masing diulang tiga kali. Satuan percobaan yang

9
digunakan adalah petak percobaan berukuran 3 m x 2.5 m yang berjumlah 36
petak percobaan. Jumlah tanaman contoh yang diamati adalah lima tanaman
contoh per petak sehingga jumlah total tanaman contoh yang diamati adalah 180
tanaman contoh. Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam (Uji F). Jika
uji F berbeda nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan.
Data sidik ragam disajikan pada Lampiran 2.
Pelaksanaan
Lahan seluas 270 m2 dibuat petakan berukuran 3 m x 2.5 m sebanyak 36
petak percobaan (Lampiran 3). Benih disemai dengan persemaian kering. Bibit
ditanam pada umur 21 hari. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 25 cm x 25
cm. Sebelum penanaman, tanah diolah terlebih dahulu. Pemeliharaan tanaman
yang dilakukan berupa penyiangan, pemupukan, dan pengendalian hama dan
penyakit tanaman. Tanaman dipupuk dengan 200 kg Urea /ha, 100 kg SP36 /ha,
dan 100 kg KCl /ha. Data iklim selama percobaan disajikan pada Lampiran 4.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh per petak dengan
komponen yang diamati meliputi:
a. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga ke ujung daun
tertinggi pada 45 HST (vegetatif) dan menjelang panen.
b. Jumlah anakan vegetatif pada 45 HST dan jumlah anakan produktif,
ditentukan dengan menghitung jumlah anakan (vegetatif) dan jumlah
anakan yang menghasilkan malai
c. Umur berbunga, dihitung dari saat semai sampai 50% malai (bunga) dalam
satu rumpun telah keluar.
d. Umur panen, dihitung dari saat semai sampai 80% malai telah matang.
e. Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai.
f. Kerapatan gabah yang dihitung dengan cara:
Kerapatan Malai =
g. Jumlah gabah total, isi, dan hampa per malai, dihitung jumlah gabah
bernas atau berisi penuh dan gabah yang hampa (tidak berisi) tiap malai

10
h. Bobot 1000 butir gabah bernas
i. Produktivitas tanaman
j. Hasil Berdasarkan Perhitungan =
Jumlah rumpun per hektar x jumlah malai per rumpun x jumlah gabah
total per malai x persen gabah isi x bobot 1000 butir x 10-6

Ket : Bobot 1000 butir dalam satuan gram

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum
Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan
untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan
berdasarkan ketersediaan air. Ulangan pertama adalah lahan dengan ketersediaan
air sedikit karena letaknya paling jauh dari sumber, ulangan kedua dengan
ketersediaan air sedang karena berada lebih dekat dengan sumber air, dan ulangan
ketiga dengan ketersediaan air banyak karena kondisi lahan yang menurun.
Penanaman bibit padi dilakukan dengan menggunakan satu hingga dua bibit per
lubang. Galur BM5, BM6, dan BM7 dengan ketersediaan bibit yang terbatas
ditanam dengan satu bibit per lubang, sedangkan yang lainnya ditanam dua bibit
per lubang.
Pada masa vegetatif, terdapat hama keong dan penggerek batang padi
yang menyerang pertanaman. Hama keong dikendalikan secara kimiawi dengan
penyemprotan pestisida, secara kultur teknis dengan pengeringan sawah, dan
secara manual dengan membuang keong dan telurnya dari areal pertanaman.
Penyulaman kembali beberapa genotipe tanaman yang terserang hama dan mati
dilakukan menggunakan bibit yang berasal dari ulangan lain. Hal ini disebabkan
karena kurangnya bibit tanaman yang dibutuhkan. Proses penyulaman tanaman
dilakukan hingga tanaman berumur 3 MST. Memasuki masa generatif, hama yang
menyerang pertanaman padi adalah hama penggerek batang padi, walang sangit,
dan burung. Pengendalian hama dilakukan dengan cara kimiawi dengan
penyemprotan pestisida. Di atas dan di sekeliling tempat percobaan dipasang
jaring berwarna putih untuk mengendalikan burung.

Keragaan Karakter Agronomi Padi
Pengujian sidik ragam dilakukan terhadap genotipe-genotipe tanaman padi
yang diuji dan beberapa karakter tanaman padi yang diamati (Lampiran 2). Hasil
uji F yang dilakukan terhadap beberapa karakter tanaman padi menunjukkan
respon yang berbeda-beda (Tabel 2).

12

Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa genotipe galur-galur yang diuji
berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman generatif, jumlah anakan total,
panjang malai, kerapatan malai, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah total
per malai, persen gabah bernas, jumlah gabah hampa per malai, persen gabah
hampa, bobot 1000 butir gabah bernas, dan produktivitas tanaman, dan
berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah bernas per malai dan hasil berdasarkan
perhitungan, tetapi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman vegetatif dan
jumlah anakan produktif tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
keragaman antara genotipe galur-galur yang diuji terhadap beberapa karakteristik
tanaman padi yang diamati.
Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Komponen Keragaan Tanaman

Karakteristik Tanaman
Tinggi Tanaman Vegetatif
Tinggi Tanaman Generatif
Jumlah Anakan Total
Jumlah Anakan Produktif
Panjang Malai
Kerapatan Malai
Umur Berbunga
Umur Panen
Jumlah Gabah Total per Malai
Jumlah Gabah Bernas per Malai
Persen Gabah Bernas
Jumlah Gabah Hampa per Malai
Persen Gabah Hampa
Bobot 1000 Butir Gabah Bernas
Hasil Berdasarkan Perhitungan
Produktivitas

F hitung
1.7 tn
21.9 **
3.9 **
1.6 tn
4.3 **
5.4 **
7.3 **
32.9 **
4.6 **
2.5 *
6.3 **
6.9 **
6.3 **
28.5 **
1.3 *
5.2 **

KK
7.1
3.9
14.4
12.9
2.9
8.3
3.0
1.9
9.5
10.8
6.2
5.7z)
16.5
3.9
17.3z)
12.0y)

Keterangan: * = berpengaruh nyata pada taraf 5%
** = berpengaruh sangan nyata pada taraf 1%
tn = tidak berpengaruh nyata
y) = hasil trasformasi √
z) = hasil trasformasi log x

Koefisien keragaman (KK) yang diperoleh dari karakter jumlah gabah
hampa per malai, hasil berdasarkan perhitungan, dan produktivitas galur tinggi
yaitu masing-masing 19.8, 20.5, dan 23.6 sehingga ditrasformasikan untuk

13

memperoleh nilai koefisien keragaman (KK) yang lebih kecil dan tingkat
kehomogenan yang lebih tinggi.
Komponen Pertumbuhan Tanaman
Genotipe-genotipe tanaman padi tidak berpengaruh terhadap tinggi
tanaman vegetatif, namun berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada
masa generatif setelah tanaman menghasilkan malai. Hal ini diduga disebabkan
karena genotipe-genotipe tanaman mengalami pemanjangan batang yang berbeda
secara signifikan setelah memasuki tahap reproduktif. Makarim et al. (2009) juga
menyatakan bahwa fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas
teratas batang tanaman.
Genotipe-genotipe yang diuji memiliki rata-rata tinggi vegetatif berkisar
68-80 cm dan generatif 82-96 cm (tergolong pendek). Tinggi tanaman antara 8090 cm merupakan kriteria tinggi tanaman yang ideal untuk pembentukan varietas
padi tipe baru (Makarim et al., 2009). Varietas pembanding Selegreng dan Aek
Sibundong memiliki rata-rata tinggi tanaman berkisar 107-113 cm (tergolong
sedang) (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Rataan Tinggi Tanaman Vegetatif dan Generatif
Genotipe
Tanaman
BM1
BM2
BM3
BM4
BM5
BM6
BM7
BM9
BM10
BM11
Aek Sibundong
Selegreng

Tinggi Tanaman
Vegetatif (cm)
77.8
72.2
76.9
80.4
73.4
74.8
69.8
79.8
79.4
68.3
72.9
79.4

Tinggi Tanaman
Generatif (cm)
85.7 d
86.0 d
85.8 d
88.8 cd
84.3 d
82.3 d
87.4 cd
95.7 b
92.8 bc
87.9 cd
107.3 a
112.9 a

Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT

14

Pada masa generatif, varietas Selegreng memiliki rata-rata tinggi tanaman
112.9 cm yang tidak berbeda nyata dengan Aek Sibundong. Semua galur yang
diuji memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan dua
varietas pembanding yang digunakan pada saat generatif (Tabel 3).
Sudut daun yang terbentuk serta tinggi rendahnya tanaman akan
mempengaruhi daya hasil tanaman. Siregar (1981) menyatakan bahwa tinggi
rendahnya tanaman berhubungan dengan proses fotosintesis yang berlangsung.
Tanaman yang rendah akan lebih banyak menyerap sinar matahari dibandingkan
dengan tanaman yang tinggi. Semakin tinggi tanaman, maka intensitas sinar
matahari yang menembus tajuk pertanaman ke bagian bawah pertanaman di atas
permukaan tanah akan jauh berkurang. Tinggi tanaman juga merupakan karakter
yang sangat menentukan tingkat kerebahan tanaman. Batang tanaman berfungsi
sebagai penopang tanaman serta penyalur senyawa-senyawa kimia dan air dalam
tanaman, sehingga harus kokoh agar tidak terjadi kerebahan terutama di daerah
dengan angin kencang. Kerebahan tanaman dapat menurunkan hasil tanaman
secara drastis. Kush et al. (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi tanaman
maka tanaman akan semakin mudah rebah seiring penyerapan N oleh tanaman.
Tabel 4. Hasil Rataan Jumlah Anakan Total dan Produktif
Genotipe
Tanaman

Jumlah Anakan
Total

Jumlah Anakan
Produktif

BM1
BM2
BM3
BM4
BM5
BM6
BM7
BM9
BM10
BM11
Aek Sibundong
Selegreng

14.3 cd
16.7 bc
19.2 ab
17.7 bc
16.4 bcd
12.1 d
13.8 cd
17.1 bc
16.8 bc
17.5 bc
22.5 a
19.4 ab

12.6
13.2
15.7
14.7
14.1
11.0
12.5
13.4
13.7
12.8
15.2
13.9

Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT

15

Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak beranak) dan akan
mulai tumbuh setelah tanaman padi memiliki 4 atau 5 daun (Makarim et al.,
2009). Berdasarkan jumlah anakan yang dimiliki, tanaman padi dibedakan
menjadi tanaman dengan anakan sedikit (18 anakan). Galur-galur yang diuji memiliki
jumlah anakan rata-rata berkisar 12-19 anakan per rumpun (anakan sedang)
dengan rata-rata jumlah anakan produktif berkisar 11-16 anakan per rumpun.
Varietas pembanding yang digunakan memiliki jumlah anakan rata-rata 19-23
anakan per rumpun (anakan banyak) dengan rata-rata jumlah anakan produktif 1415 anakan per rumpun.
Aek Sibundong memiliki rata-rata jumlah anakan total 22.5 anakan dan
tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng dan galur BM3. Semua galur yang
diuji memiliki jumlah anakan total yang lebih rendah dibandingkan dengan
varietas Aek Sibundong kecuali BM3, namun BM2, BM4, BM5, BM9, BM10,
dan BM11 memiliki jumlah anakan yang tidak berbeda dengan varietas Selegreng
(Tabel 4). Abdullah (2009) menyatakan bahwa jumlah anakan per rumpun yang
terlalu banyak akan mengakibatkan tidak semua anakan menghasilkan malai dan
atau masa masak yang tidak serempak, sehingga akan menurunkan produktivitas
dan atau mutu beras. Namun, jumlah anakan yang sedikit juga merupakan kendala
dalam meningkatkan produksi terutama di daerah tropis, karena serangan hama
dan penyakit akan mengakibatkan kehilangan hasil.
Banyaknya anakan yang terbentuk pada satu rumpun tanaman ditentukan
oleh genetik tanaman serta pengaruh lingkungan seperti jarak tanam, radiasi, hara
mineral, dan teknik budidaya (Makarim et al., 2009). Persentase anakan yang
menghasilkan malai dari galur-galur yang diuji lebih tinggi dibandingkan dengan
dua varietas pembanding yang digunakan. Genotipe tanaman tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah anakan produktif yang dihasilkan tanaman.
Umur berbunga tanaman ditentukan dengan mengamati jumlah bunga
yang telah keluar. Apabila 50% bunga telah keluar, maka pertanaman tersebut
dianggap sudah dalam fase pembungaan (Yoshida, 1981). Genotipe setiap galur
dan varietas yang diuji memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap
umur berbunga. Galur-galur BM1, BM2, BM3, BM4, BM5, BM6, dan BM7

16

memiliki umur berbunga yang tidak berbeda dengan varietas Selegreng, tetapi
lebih cepat bila dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong (Tabel 5). Galur
BM9, BM10, dan BM11 memiliki umur berbunga yang tidak berbeda dengan
varietas Aek Sibundong.
Saat yang tepat untuk pemanenan hasil ditetapkan dengan memperhatikan
kadar air yang dikandung oleh butir-butir gabah. Untuk mempermudah pekerjaan
di lapangan, dapat dilakukan dengan memperhatikan bahwa butir gabah telah
menguning dari pangkal malai hingga ujungnya. Pemanenan yang kurang tepat
akan menurunkan mutu gabah dan beras yang dihasilkan. Berdasarkan umur
panennya tanaman padi dibedakan menjadi berumur ultra genjah (