Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur Antera

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID PADI (Oryza sativa)
SAWAH HASIL KULTUR ANTERA

ROSITA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Daya Hasil Padi
(Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur Antera adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Rosita
NIM A24100152

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
Rosita. Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur
Antera. Dibimbing oleh BAMBANG S PURWOKO.
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, Bogor pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014. Tujuan
penelitian untuk menguji daya hasil galur-galur dihaploid padi sawah hasil kultur
antera dan 4 varietas pembanding. Rancangan yang digunakan adalah rancangan
acak kelompok lengkap teracak dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan
genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah yang diamati. Galur Bio-R68
(3.25 ton/ha), Bio-R69 (3.31 ton/ha), Bio-R71 (3.16 ton/ha), Bio-R81 (3.08
ton/ha), Bio-R82-1 (3.51 ton/ha), Bio-R82-2 (3.16 ton/ha), Bio-R84-1 (3.33
ton/ha), Bio-R84-2 (3.30 ton/ha), Bio-R85-1 (2.92 ton/ha), Bio-R85-2 (3.23
ton/ha), Bio-R88 (3.11 ton/ha), and Bio-R95 (3.42 ton/ha) memiliki produktivitas

yang sama dengan varietas pembanding Inpari 13 (3.68 ton/ha), Inpari 20 (3.59
ton/ha), dan Ciherang (3.38 ton/ha). Bio-R82-1 (3.51 ton/ha) dan Bio-R95 (3.42
ton/ha) memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding
Inpari 18 (2.56 ton/ha).
Kata kunci: dihaploid, kultur antera, padi berumur genjah, uji daya hasil

ABSTRACT
ROSITA. Yield Trial of Doubled Haploid Lines Obtained from Anther Culture.
Supervised by BAMBANG S PURWOKO.
The experiment was conducted at Kebun Percobaan Muara, Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi, Bogor in December 2013 until March 2014. The
objective of the research was to evaluate yield of doubled haploid lines obtained
from anther culture and 4 cultivars as checks. This study used a randomized
complete block design with 3 replications. The result showed that genotype gave
very significant effect on the observed variables. The lines Bio-R68 (3.25 ton/ha),
Bio-R69 (3.31 ton/ha), Bio-R71 (3.16 ton/ha), Bio-R81 (3.08 ton/ha), Bio-R82-1
(3.51 ton/ha), Bio-R82-2 (3.16 ton/ha), Bio-R84-1 (3.33 ton/ha), Bio-R84-2 (3.30
ton/ha), Bio-R85-1 (2.92 ton/ha), Bio-R85-2 (3.23 ton/ha), Bio-R88 (3.11 ton/ha),
and Bio-R95 (3.42 ton/ha) gave productivity equals to cultivars as control, i.e.
Inpari 13 (3.68 ton/ha), Inpari 20 (3.59 ton/ha), and Ciherang (3.38 ton/ha). BioR82-1 (3.51 ton/ha) and Bio-R95 (3.42 ton/ha) gave productivity higher than

Inpari 18 (2.56 ton/ha).
Key words: anther culture, doubled haploid, early mature rice, yield trial

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID PADI (Oryza sativa)
SAWAH HASIL KULTUR ANTERA

ROSITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Hasil
Kultur Antera
Nama
: Rosita
NIM
: A24100152

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini ialah Uji Daya Hasil
Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur Antera.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu dalam
pelaksanaan penelitian, yaitu:
1. Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama
penelitian dan penulisan skripsi.
2. Dr Ir Iswari S Dewi yang telah mempersiapkan dan memberikan bahan
penelitian.
3. Teknisi Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
yang telah membantu selama proses penelitian.
4. Bapak Abdul Haris dan Ibu Sukurmah, orang tua penulis dan saudarasaudara yang selalu mendo’akan dan memberikan dukungan serta kasih
sayang.
5. Staf pengajar dan staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
6. Teman-teman yang sudah membantu dalam pengamatan.
Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap kemajuan
pertanian Indonesia.


Bogor, Juni 2014
Rosita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN




Latar Belakang



Tujuan Penelitian



Hipotesis



TINJAUAN PUSTAKA



Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi




Pembentukan Varietas Unggul Padi di Indonesia



Uji Daya Hasil



METODE PENELITIAN



Lokasi dan Waktu Penelitian



Bahan Penelitian




Alat Penelitian



Prosedur Percobaan



Analisis Data



HASIL DAN PEMBAHASAN



Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid




Komponen Pertumbuhan Tanaman Padi



Komponen Hasil Tanaman Padi

14 

Kondisi Umum Pertanaman di Lapangan

18 

SIMPULAN DAN SARAN

19 

Simpulan

19 


Saran

19 

DAFTAR PUSTAKA

19 

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter agronomi
galur -galur dihaploid
2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatif
3 Rataan jumlah anakan total dan anakan produktif
4 Rataan umur berbunga, umur panen, dan lama pengisian
5 Hasil skoring rataan tingkat kerusakan dan tingkat ketahanan terhadap
penyakit hawar daun bakteri (HDB)
6 Rataan panjang malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, dan
jumlah gabah total per malai
7 Rataan persentase gabah bernas, persentase gabah hampa, bobot 1 000
butir, dan produktivitas

8
9
11
12
14
15
17

DAFTAR GAMBAR
1 Penampilan varietas Ciherang/RST20
R100/RST13 (kanan) umur 88 HSS

(kiri)

dan

galur

Bio13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Data curah hujan bulanan
Deskripsi varietas Inpari 13
Deskripsi varietas Inpari 18
Deskripsi varietas Inpari 20
Deskripsi varietas Ciherang

22
23
24
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia terus bertambah setiap tahun. Pertumbuhan ini
menjadi tantangan berat bagi sektor pertanian, terutama tanaman pangan karena
berkaitan dengan penyediaan pangan. Bahan pangan pokok yang sampai saat ini
terus dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah beras.
Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan permintaan pangan khususnya padi.
Peningkatan laju pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia terlihat dari
tahun 2000 sampai 2006 mencapai 1.36% per tahun dengan perkiraan konsumsi
beras 137 kg per kapita. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan pada tahun
2010, 2015, dan 2020 berturut-turut sebanyak 235 juta, 249 juta, dan 263 juta
jiwa. Konsumsi beras pada tahun 2010, 2015, dan 2020 diproyeksikan berturutturut sebesar 32.13 juta ton pada tahun 2010, 34.12 juta ton pada tahun 2015, dan
35.97 juta ton pada tahun 2020 (Puslitbangtan 2007).
Salah satu upaya meningkatkan produksi beras nasional yaitu dengan
mengoptimalkan produktivitas padi di lahan sawah melalui penggunaan benih
bermutu dan varietas yang adaptif (Makarim et al. 2000). Perakitan kultivar atau
varietas unggul melalui pendekatan pemuliaan tanaman dapat meningkatkan
produktivitas, kualitas, serta daya saing tanaman.
Berdasarkan metode yang digunakan, pemuliaan tanaman untuk
menghasilkan varietas unggul dapat dibedakan melalui pendekatan pemuliaan
konvensional dan nonkonvensional. Galur-galur murni secara konvensional
umumnya diperoleh dengan cara persilangan dan seleksi pada setiap generasi
yang dapat berlangsung selama 6 sampai 8 generasi. Dengan cara
nonkonvensional, galur-galur murni dapat diperoleh lebih cepat yaitu 1 sampai 2
generasi dengan menggunakan sistem haploid karena tanaman dihaploid dapat
diperoleh dari generasi pertama (Dewi dan Purwoko 2011).
Penggandaan kromosom melalui kultur antera digunakan untuk
mempercepat dalam menghasilkan galur-galur murni. Tanaman-tanaman
dihaploid yang dihasilkan melalui kultur antera bersifat homozigos penuh dan
breed true karena mempunyai dua set kromosom yang identik dengan haploidnya
(Dewi dan Purwoko 2001). Tanaman homozigos tersebut sangat diharapkan untuk
memudahkan seleksi fenotipe untuk karakter-karakter yang bersifat kuantitatif
(Dewi et al. 1996). Selain itu, tanaman dihaploid yang terseleksi juga dapat
digunakan sebagai tetua antera dan disilangkan kembali sebagai tetua pembentuk
hibrida F1 (Khush dan Virmani1996).
Setelah mendapatkan galur-galur murni, untuk memperoleh varietas baru
yang stabil dan dapat memperbaiki produktivitas dilakukan evaluasi potensi hasil
galur-galur terpilih pada berbagai kondisi lingkungan atau uji daya hasil. Terdapat
3 tahapan pengujian daya hasil, diantaranya uji daya hasil pendahuluan (UDHP),
uji daya hasil lanjut (UDHL), dan uji multilokasi yang digunakan untuk
mengetahui tingkat adaptasi, stabilitas, dan genotipe yang diuji di berbagai lokasi
(Handoyo et al. 2008). Pada penelitian ini, dilakukan uji daya hasil lanjutan

2
terhadap galur dihaploid padi sawah yang telah didapatkan dari penelitian
sebelumnya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi produksi galur-galur
dihaploid yang terpilih dibandingkan dengan varietas pembanding.

Hipotesis
Terdapat minimal satu galur dihaploid yang memberikan produktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding.

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi
Pemahaman tentang bentuk dan fungsi organ-organ tanaman diperlukan
untuk membedakan suatu spesies secara visual. Padi merupakan tanaman pangan
famili Gramineae atau rumput berumpun yang memiliki organ vegetatif batang,
akar, dan daun yang khas. Batang tanaman padi terdiri atas beberapa ruas yang
dibatasi oleh buku. Pada buku tersebut tumbuh daun dan tunas (anakan). Jika
dikaitkan dengan daun, jumlah buku sama dengan jumlah daun ditambah dua
sebagai tempat tumbuhnya koleoptil dan dasar malai (Makarim dan Suhartatik
2009).
Batang padi erat kaitannya dengan daun yaitu sebagai tempat melekatnya
daun. Satu daun tumbuh pada tiap buku batang dalam susunan yang berselangseling. Daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga
daun, dan lidah daun (IRRI 1970). Padi memiliki daun teratas yang disebut daun
bendera. Daun tersebut memiliki posisi dan ukuran berbeda dari daun yang lain.
Akar berfungsi sebagai penopang tanaman dan menyerap unsur hara dan air
dari tanah ke seluruh bagian tanaman. Tanaman padi memiliki akar yang
tergolong akar serabut. Akar ini mampu terkonsentrasi sampai kedalaman antara
10 - 20 cm. Di daerah perakaran terdapat saluran aerenchyma seperti pipa
memanjang sebagai penyedia oksigen, sehingga mampu beradaptasi pada
lingkungan tergenang dan sanggup beradaptasi pada lahan tidak tergenang atau
lahan kering berkondisi aerob (Purwono dan Purnamawati 2008).
Pertumbuhan tanaman padi dibagi dalam 3 fase yaitu fase vegetatif,
reproduktif, dan pematangan. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organorgan vegetatif seperti pertambahan jumlah daun atau anakan, luas daun, tinggi
tanaman, dan jumlah bobot (De Datta 1981). Fase ini terjadi pada awal
pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial. Fase reproduktif
ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman,
berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting, dan

3
pembungaan. Fase pematangan terjadi pada saat pembungaan sampai gabah
matang (Makarim dan Suhartatik 2009).

Pembentukan Varietas Unggul Padi di Indonesia
Padi termasuk famili rumput-rumputan (Gramineae) dari genus Oryza. Padi
liar (wild rice) dibedakan menjadi 4 kelompok kerabat dekat, yaitu O. ridleyi (2
spesies), O. meyeriana (2 spesies), O. officinalis (9 spesies) dan O. sativa (8
spesies). Masing-masing kelompok kerabat dekat mempunyai habitat dan ciri
khusus. Diantara 21 spesies tersebut, O. sativa dan O. glaberrima dari kerabat
dekat O. sativa telah menurunkan varietas padi yang dibudidayakan (Vaughan
1994). Budidaya tanaman padi O. sativa banyak dilakukan di seluruh dunia
dibandingkan O. glaberrima yang hanya dibudidayakan di Afrika. Terdapat 3 ras
padi yang dihasilkan oleh tanaman padi jenis O. sativa yaitu Javanica, Indica, dan
Japonica. Masing-masing ras tersebut tersebar di beberapa tempat, yaitu untuk ras
Javanica banyak dibudidayakan di pulau Jawa, ras Indica umumnya terdapat di
negara-negara tropis seperti India, Vietnam, Kamboja, dan Indonesia, sedangkan
ras Japonica lebih banyak ditemukan di Jepang (Soerjani et al. 1987).
Pada tahun 1950-an kondisi pangan dunia sangat mengkhawatirkan. Hal ini
melatarbelakangi didirikannya IRRI (International Rice Research Institute) di Los
Banos, Filipina pada tahun 1960. Selama 2 tahun dikumpulkan plasma nutfah padi
dari seluruh dunia. Empat tahun kemudian, secara periodik varietas padi IR8 dan
IR5 dengan daya hasil tinggi dilepas. Produksi padi Indonesia naik lebih dari 3
kali lipat. IRRI melakukan ribuan persilangan sejak dilepasnya IR8 dan IR5. Dari
persilangan, dihasilkan lebih dari 120 varietas lokal dan varietas unggul asal
Indonesia (Fagi et al. 2002).
Dalam dasawarsa terakhir, produksi beras dunia mengalami stagnasi karena
sebagian besar lahan produktif telah ditanami varietas unggul. Daya hasil varietas
unggul padi yang dilepas IRRI relatif sama dengan daya hasil IR8. Diperlukan
varietas padi unggul yang memiliki potensi hasil lebih tinggi dibandingkan IR8.
Oleh karena itu, pada tahun 1988, IRRI merancang varietas padi tipe baru (PTB).
Sejumlah galur-galur PTB menunjukkan keunggulan berupa batang kokoh, daun
tegak, tebal, berwarna hijau tua, malai panjang, dan gabah lebat. Akan tetapi,
galur-galur tersebut masih memiliki kelemahan (Fagi et al. 2002). Kehampaan
yang tinggi dan peka terhadap hama dan penyakit menjadi kelemahan dari galurgalur tersebut (Abdullah et al. 2002).
Pemuliaan tanaman merupakan serangkaian kegiatan penelitian dan
pengembangan genetika tanaman berupa modifikasi gen atau kromosom untuk
menghasilkan varietas unggul yang berguna bagi kehidupan manusia (Dewi dan
Purwoko 2001). Sumarno dan Zuraida (2008) juga menjelaskan arti pemuliaan
tanaman yaitu ilmu genetika terapan yang didukung oleh berbagai cabang ilmu
lain seperti ilmu kegenetikaan mengenai plasma nutfah, genetika klasik, genetika
molekuler, sitogenetika, dan genetika transformasi. Pemuliaan tanaman dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu secara konvensional dan non konvensional
(bioteknologi). Secara konvensional, perakitan tanaman dilakukan dengan
menyilangkan (hibridisasi) atau proses penggabungan antara gamet jantan dan
gamet betina yang masing-masing tetua menyumbangkan setengah genomnya

4
kepada keturunannya (Harahap et al. 1982). Dibutuhkan waktu yang panjang atau
lebih dari 5 tahun untuk mencapai kemurnian genetik karena proses seleksi pada
generasi F2 dan generasi berikutnya (Herawati et al. 2009).
Bioteknologi adalah perpaduan ilmu pengetahuan biokimia, mikrobiologi,
dan rekayasa yang bertujuan untuk menghasilkan proses, produk, ataupun jasa
yang bermanfaat bagi manusia. Pemanfaatan bioteknologi di bidang pertanian
dapat dilihat dari banyaknya penemuan tanaman kultivar/varietas baru yang
mempunyai sifat tertentu (Pawiroharsono 2012).
Tanaman haploid secara alami dapat diperoleh melalui proses
partenogenesis, eliminasi kromosom, induksi in vitro melalui proses androgenesis
melalui kultur antera, kultur mikrospora, dan proses gynogenesis dengan kultur
ovul (Poehlman dan Sleeper 1995). Androgenesis menghasilkan embrio yang
akan tumbuh menjadi tanaman dari sel tunggal mikrospora. Prinsip androgenesis
menghentikan perkembangan mikrospora dan mengubah arah lintasannya ke
lintasan sporofitik yang sebelumnya terjadi dalam lintasan gametofitik, sehingga
membentuk sel somatik. Pengkulturan in vitro antera atau mikrospora akan
menghasilkan kalus atau embrio. Mikrospora bersifat haploid sehingga akan
menghasilkan tanaman haploid juga, baik melalui embriogenesis langsung,
maupun melalui pembentukan kalus. Tanaman dihaploid dapat diperoleh secara
spontan dan induksi melalui pemangkasan/ratooning, atau pemberian kolkisin
(Dewi dan Purwoko 2011).
Pemuliaan tanaman secara nonkonvensional yang saat ini dilakukan
khususnya untuk padi yaitu melalui kultur antera. Kultur antera merupakan
penanaman antera pada media in vitro yang menginduksi sel polen mengalami
embriogenesis sehingga menghasilkan tanaman haploid. Tanaman haploid adalah
tanaman yang memiliki jumlah kromosom sama dengan kromosom gametnya atau
½ jumlah kromosom somatiknya. Pada padi, selain tanaman haploid, diperoleh
tanaman dihaploid yang berasal dari penggandaan spontan saat pengkulturan.
Tanaman dihaploid memiliki dua set kromosom yang identik dan dapat
membentuk sel kelamin jantan dan sel kelamin betina (Dewi dan Purwoko 2011).
Kultur antera adalah salah satu teknik kultur jaringan untuk mempercepat
proses pembentukan galur murni. Secara in vitro, teknik ini dapat dilakukan
melalui 2 tahap, yaitu tahap induksi kalus dari polen yang terdapat dalam antera
dan tahap regenerasi tanaman dari kalus. Tanaman haploid diperoleh dari induksi
embriogenesis melalui pembelahan berulang-ulang spora monoploid yang berasal
dari mikrospora atau butir tepung sari yang masih muda. Kromosom tanaman
haploid digandakan untuk mendapatkan tanaman dihaploid yang fertil (Sasmita et
al. 2002). Dilaporkan teknik ini telah berhasil di berbagai negara (Chu 1982,
Chung 1992). Galur murni yang dihasilkan secara non konvensional lebih cepat
dibandingkan dengan cara konvensional sehingga dapat menghemat waktu dan
biaya (Hu 1985).

Uji Daya Hasil
Pembentukan varietas padi bertujuan untuk menghasilkan serta
menggabungkan sifat-sifat yang baik atau yang diinginkan ke dalam varietas baru.
Beberapa sifat tersebut diantaranya perbaikan potensi hasil, kemantapan, mutu

5
hasil, dan umur panen yang pendek. Untuk mendapatkan sifat tersebut, dilakukan
pengembangan galur-galur harapan melalui uji lapangan yang intensif, sehingga
dihasilkan galur yang memiliki potensi hasil tinggi dan mantap dengan adaptasi
luas maupun spesifik (Harahap dan Silitonga 1993).
Ada 2 pengujian yang dilakukan terhadap galur-galur harapan sebelum
dilepas menjadi varietas unggul, yaitu uji daya hasil dan uji adaptasi. Daya hasil
adalah karakter kuantitatif yang menjadi target pemuliaan tanaman (Roy 2000).
Uji daya hasil digunakan untuk menguji atau mengetahui potensi daya hasil atau
produktivitas dan memilih galur-galur harapan yang memiliki peluang menjadi
varietas unggul (Kuswanto 2007).
Terdapat 3 tahapan dalam pengujian daya hasil. Tahapan tersebut ialah uji
daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, dan uji multilokasi (uji adaptasi).
Uji daya hasil pendahuluan ialah pengujian yang jumlah galur-galur ujinya relatif
sangat banyak tetapi jumlah benih masih sedikit. Keterbatasan ini membuat
pengujian tersebut hanya dilakukan pada satu lokasi satu musim. Uji daya hasil
lanjutan ialah pengujian yang jumlah galurnya tidak terlalu banyak tetapi benih
dalam setiap galur sudah banyak. Pengujian dilakukan minimal dua musim di
beberapa lokasi untuk menekan tersingkirnya atau kehilangan galur-galur unggul
selama seleksi akibat interaksi genotipe dan lingkungan. Uji multilokasi ialah
pengujian yang jumlah galurnya hanya berkisar 10 sampai dengan 15 galur.
Tujuan pengujian ini untuk menilai stabilitas hasil galur-galur harapan dan
mengetahui daya adaptasinya (Nasir 2001).

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai April 2014 di Kebun
Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor, pada garis lintang
0634' 41.9'' LS dan garis bujur 10647'4.3'' BT, serta elevasi 261 m.

Bahan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berupa 16 galur
dihaploid hasil dari kultur antera persilangan IRBB7 yang memiliki gen xa7 untuk
ketahanan terhadap hawar daun bakteri (HDB) dengan Bio531F-KN-83-3 yang
memiliki gen restorer (Rf). Galur-galur tersebut ialah Bio-R68, Bio-R69, BioR71, Bio-R81, Bio-R82-1, Bio-R82-2, Bio-R84-1, Bio-R84-2, Bio-R85-1, BioR85-2, Bio-R88, Bio-R95, Bio-R100, Bio-R113, Bio-R120, Bio-R121, dan 4
varietas pembanding yaitu Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang. Deskripsi
masing-masing varietas pembanding dapat dilihat pada Lampiran 2 – 5.
Selain bahan tanam, input produksi yang digunakan yaitu pupuk Urea,
SP-36, dan KCl dengan masing-masing dosis pupuk anorganik 200 kg Urea/ha,
150 kg SP-36/ha, dan 100 kg KCl/ha. Bahan pengendalian hama dan penyakit
yang digunakan adalah pestisida berupa insektisida dan moluscisida.

6
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu alat-alat umum budidaya
padi sawah untuk pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pengamatan, dan
panen.

Prosedur Percobaan
Penyemaian dilakukan di lahan kering yang berukuran 4% dari luas lahan
pertanaman. Lahan dibersihkan dari kotoran dan rumput yang tumbuh, kemudian
dibagi menjadi 20 bagian sebagai tempat tumbuh masing-masing galur dan
varietas pembanding. Benih yang digunakan pada masing-masing galur sebanyak
50 g. Lahan penyemaian dalam keadaan cukup air untuk mendorong pertumbuhan
benih.
Setelah berumur 20 hari, bibit padi dipindahtanam ke lahan pertanaman
padi. Sebelum tanam, tanah diolah dan diratakan terlebih dahulu. Luas lahan yang
digunakan 480 m2 yang dibagi dalam 3 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri
atas 20 satuan percobaan. Dalam satu satuan percobaan digunakan petakan
berukuran
4 m x 2 m. Bibit padi ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm.
Tiap lubang ditanam 2 bibit sedalam 5 cm.
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan berupa pemupukan, penyulaman, penyiangan, dan
pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan pada saat tanam untuk
pupuk SP-36 , KCl, dan 1/3 dosis Urea. Sisa dosis Urea diberikan saat 21 hari
setelah tanam (HST) dan 42 HST, masing-masing 1/3 dosis Urea. Penyulaman
dilakukan pada bibit padi yang mati. Dengan umur yang sama, bibit padi yang
mati digantikan dengan bibit siap tanam. Tumbuhan yang tidak diharapkan atau
gulma dicabut, kemudian dipendam dalam tanah sebagai kegiatan penyiangan.
Penyiangan dilakukan dua kali yaitu pada umur 3 minggu setelah tanam (MST)
dan 6 MST. Keong, belalang, dan walang sangit merupakan hama yang umum ada
pada pertanaman padi. Pengendalian keong dilakukan secara kimia dan kultur
teknis, sedangkan pengendalian hama belalang dan walang sangit dilakukan
dengan pestisida.
Panen
Panen dilakukan apabila 80% malai telah menguning. Sawah dikeringkan
selama satu minggu sebelum padi dipanen. Pemanenan dilakukan dengan potong
atas atau memotong bagian pangkal batang dengan menggunakan sabit.
Perontokan malai dilakukan dengan cara diirig. Kemudian dilakukan pengamatan
pada komponen produksi dan produksi.
Pengamatan
Komponen vegetatif dan produksi yang diamati pada 5 rumpun tanaman
contoh per petak meliputi:
1. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi pada
45 HST (vegetatif) dan menjelang panen (generatif) dari permukaan tanah
sampai ujung malai.

7
2. Jumlah anakan dihitung pada 45 HST (vegetatif) dan jumlah anakan yang
menghasilkan malai (produktif) pada saat menjelang panen.
3. Panjang malai diukur dari leher sampai ujung malai pada saat menjelang
panen.
4. Jumlah gabah bernas dihitung berdasarkan gabah yang berisi penuh atau lebih
dari 50%.
5. Jumlah gabah hampa dihitung berdasarkan gabah yang terisi kurang dari 50%.
6. Jumlah gabah total per malai dihitung dari jumlah gabah bernas dan jumlah
gabah hampa yang dihitung dari 5 malai dalam 1 rumpun.
7. Persentase gabah bernas (%) dihitung dengan membandingkan antara jumlah
gabah bernas per malai dengan jumlah gabah total per malai dikali 100.
8. Persentase gabah hampa (%) dihitung dengan membandingkan antara jumlah
gabah hampa per malai dengan jumlah gabah total per malai dikali 100.
9. Bobot 1000 butir gabah bernas dengan kadar air ±14% (dijemur selama 4 hari)
diukur dari tanaman contoh pada tiap petak galur.
1.
2.
3.

Komponen pengamatan pada setiap satuan percobaan:
Umur berbunga dihitung dari saat penyemaian sampai 50% malai keluar
dalam 1 rumpun.
Umur panen dihitung dari saat penyemaian sampai 80% malai menguning.
Skor kerusakan karena hawar daun bakteri.

Komponen pengamatan yang diamati pada petak bersih (tanpa tanaman
contoh dan tanaman pinggir):
1. Bobot gabah per petak bersih (gabah kering panen dan gabah kering giling).
Gabah kering panen dihitung dari bobot gabah bernas dan gabah hampa. Gabah
kering giling dihitung dari bobot gabah bernas kering setelah melalui
penampian terlebih dahulu. Masing-masing gabah berada pada kondisi kadar
air ±14% (dijemur selama 4 hari).
2. Produktivitas setiap galur dan varietas pembanding. Perhitungan produktivitas
dihitung berdasarkan petak bersih dengan mengkonversikan ke luasan 1 ha:

Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan perlakuan berupa 16 galur dihaploid
dan 4 varietas pembanding yang masing-masing diulang sebanyak 3 ulangan,
sehingga terdapat 60 satuan percobaan.
Berdasarkan rancangan percobaan yang digunakan, maka model umum
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT):

8
Yij = µ + αi + βj + εij, dimana:
= nilai pengamatan galur ke-i dan ulangan ke-j
Yij
µ
= nilai rataan umum
αi
= pengaruh galur ke-i
= pengaruh ulangan ke-j
βj
= pengaruh galat percobaan dari galur ke-i dan ulangan ke-j
εij
Data antar galur dan varietas yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji
F. Jika terdapat perbedaan, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple
Range Test (DMRT) untuk membandingkan nilai tengah semua perlakuan
(Gomez dan Gomez 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid
Keragaan karakter agronomi dari 20 galur dihaploid dan varietas padi sawah
diuji dengan sidik ragam sebanyak 14 karakter. Hasil analisis ragam pada karakter
agronomi (Tabel 1) menunjukkan bahwa galur atau varietas yang diuji
berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter kecuali tinggi tanaman fase
vegetatif. Koefisien keragaman (KK) yang didapat berkisar 0.29 – 12.90%. Nilai
KK menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan dalam satu percobaan dan
menunjukkan pengaruh lingkungan serta faktor lain yang tidak dapat dikendalikan
dalam percobaan (Gomez dan Gomez 1995).

Tabel 1 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter agronomi galur
galur dihaploid
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
**

Karakter
Tinggi tanaman fase vegetatif
Jumlah anakan total
Tinggi tanaman fase generatif
Jumlah anakan produktif
Umur berbunga
Umur panen
Panjang malai
Jumlah gabah bernas
Jumlah gabah hampa
Jumlah gabah total per malai
Persen gabah bernas
Persen gabah hampa
Bobot 1 000 butir
Produktivitas tanaman

Kuadrat tengah
44.07 *
24.98 **
153.38 **
9.31 **
55.74 **
49.07 **
5.32 **
569.75 **
270.06 **
844.17 **
80.54 **
80.55 **
22.33 **
0.39 **

Koefisien keragaman (%)
5.51
11.44
4.12
12.22
0.29
2.29
2.76
12.49
12.90
9.36
5.94
12.60
4.13
12.62

berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; *berpengaruh nyata pada taraf 5%

9
Komponen Pertumbuhan Tanaman Padi
Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam memperlihatkan adanya pengaruh genotipe yang nyata
terhadap tinggi tanaman fase vegetatif. Rata-rata tinggi tanaman fase vegetatif
berkisar 68 – 83 cm. Tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh varietas Inpari 18,
sedangkan tinggi tanaman terendah dimiliki oleh galur Bio-R88.
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 2), rataan tinggi tanaman
vegetatif galur Bio-R88 berbeda nyata lebih pendek dibandingkan dengan semua
varietas pembanding. Semua varietas pembanding yaitu Inpari 13, Inpari 18,
Inpari 20, dan Ciherang menunjukkan tinggi tanaman yang berbeda nyata lebih
tinggi dibanding galur Bio-R88, tetapi tidak berbeda nyata dengan 15 galur
lainnya.
Tabel 2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatifa
Tinggi tanaman vegetatif
Tinggi Tanaman Generatif
Galur/Varietas
(cm)
(cm)
Bio-R68
80.48 ab
81.39 ef
Bio-R69
74.83 bcd
76.25 f
Bio-R71
76.16 abcd
82.70 ef
Bio-R81
80.53 ab
81.85 ef
Bio-R82-1
77.52 abc
86.67 cde
Bio-R82-2
81.47 ab
89.81 cd
Bio-R84-1
77.51 abc
81.07 ef
Bio-R84-2
76.84 abc
82.91 ef
Bio-R85-1
81.39 ab
83.92 de
Bio-R85-2
76.07 abcd
85.49 de
Bio-R88
68.43 d
86.74 cde
Bio-R95
76.45 abcd
84.64 de
Bio-R100
80.89 ab
97.62 ab
Bio-R113
71.67 cd
80.74 ef
Bio-R120
78.17 abc
92.68 bc
Bio-R121
80.45 ab
92.30 bc
Inpari 13
83.39 ab
97.87 ab
Inpari 18
83.92 a
85.18 de
Inpari 20
77.63 abc
96.81 b
Ciherang
81.58 ab
103.65 a
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji DMRT 5%.

Setelah fase vegetatif, tanaman memasuki fase generatif. Pada fase
generatif, terjadi pemanjangan beberapa ruas teratas batang tanaman (Makarim
dan Suhartatik 2009). Hal ini dapat dilihat dari adanya pertambahan tinggi

10
tanaman dari fase vegetatif ke fase generatif. Genotipe-genotipe tanaman padi
berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman fase generatif. Rata-rata tinggi
tanaman fase generatif berkisar 76 – 103 cm. Tinggi tanaman tertinggi dimiliki
oleh varietas Ciherang, sedangkan tinggi tanaman terendah dimiliki oleh galur
Bio-R69.
Siregar (1981) membagi tinggi tanaman fase generatif pada tanaman padi
menjadi 3 kelompok, yaitu tanaman pendek yang memiliki tinggi < 115 cm,
tanaman sedang berkisar antara 115 – 125 cm, dan tanaman tinggi dengan ukuran
> 125 cm. Berdasarkan pengelompokan tersebut, semua galur dan varietas yang
diuji termasuk ke dalam kelompok tinggi tanaman pendek.
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 2), rataan tinggi tanaman
generatif galur Bio-R100 tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding
Ciherang, Inpari 13, Inpari 20, galur Bio-R120, dan galur Bio-R121, tetapi
berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Inpari 18 dan 13
galur uji lainnya. Tinggi tanaman generatif varietas Ciherang tidak berbeda nyata
dengan galur Bio-R100 dan varietas Inpari 13, tetapi berbeda nyata lebih tinggi
dibanding 15 galur lain dan 2 varietas pembanding, yaitu Inpari 18 dan Inpari 20.
Galur Bio-R69 yang merupakan galur yang memiliki rata-rata tinggi tanaman
terpendek berbeda nyata dengan varietas Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan
Ciherang, tetapi tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R68, Bio-R71, Bio-R81,
Bio-R84-1, Bio-R84-2, dan Bio-R113.
Tinggi tanaman merupakan karakter yang menentukan tingkat kerebahan
tanaman, sehingga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas hasil produksi
(Kush et al. 2001). Selain kerebahan, efisiensi dalam pemanenan juga ditentukan
oleh tinggi tanaman yang juga dapat mempengaruhi petani dalam pemilihan
varietas.
Jumlah Anakan
Jumlah anakan total yang dihasilkan oleh galur dan varietas pembanding
rata-rata berkisar 15 – 29 anakan per rumpun. Rata-rata jumlah anakan total
terbanyak dimiliki oleh varietas Inpari 20, sedangkan terendah dimiliki oleh galur
Bio-R81 dan Bio-R84-1. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 3), rataaan
jumlah anakan varietas pembanding Inpari 20 berbeda nyata lebih banyak
dibandingkan dengan semua galur dan 3 varietas pembanding lain (Inpari 13,
Inpari 18, dan Ciherang). Galur Bio-R100 berbeda nyata lebih sedikit dibanding
Inpari 13, tetapi tidak berbeda nyata dengan pembanding Inpari 18 dan Ciherang.
Anakan total Galur Bio-R81, dan Bio-R84-1 berbeda nyata lebih sedikit
dibandingkan dengan Inpari 13 dan Ciherang, tetapi tidak berbeda nyata dengan
Inpari 18.
Anakan produktif pada tanaman padi merupakan anakan yang menghasilkan
malai. Rata-rata jumlah anakan produktif berkurang dari rata-rata jumlah anakan
total pada setiap galur dan varietas. Jika dilihat dari pengamatan di lapangan,
penurunan tersebut terjadi karena beberapa anakan sebelumnya mati untuk
mendorong pertumbuhan atau pengisian malai pada anakan lainnya. Jumlah
anakan yang dihasilkan oleh galur dan varietas pembanding rata-rata berkisar 11 –
19 anakan per rumpun. Rata-rata jumlah anakan terbanyak dimiliki oleh galur
Bio-R88, sedangkan terendah dimiliki oleh varietas Inpari 18.

11
Tabel 3 Rataan jumlah anakan total dan anakan produktifa
Galur/Varietas
Bio-R68
Bio-R69
Bio-R71
Bio-R81
Bio-R82-1
Bio-R82-2
Bio-R84-1
Bio-R84-2
Bio-R85-1
Bio-R85-2
Bio-R88
Bio-R95
Bio-R100
Bio-R113
Bio-R120
Bio-R121
Inpari 13
Inpari 18
Inpari 20
Ciherang

Jumlah Anakan Total
18.9 bcde
22.5 b
21.7 bc
15.8 e
19.3 bcde
20.5 bcd
15.7 e
18.5 bcde
17.8 cde
17.3 cde
20.3 bcd
19.2 bcde
17.0 de
20.4 bcd
19.4 bcde
19.7 bcde
21.5 bc
17.7 bcde
29.0 a
20.3 bcd

Jumlah Anakan Produktif
15.2 bcde
17.2 abc
15.9 bcd
12.7 de
16.1 bcd
15.9 bcd
13.2 de
14.7 bcde
15.9 bcd
15.0 bcde
19.7 a
17.7 ab
13.8 cde
14.7 bcde
14.9 bcde
15.8 bcd
15.1 bcde
11.7 e
16.2 bcd
15.0 bcde

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji DMRT 5%.

Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 3), rataan jumlah anakan
produktif galur Bio-R88 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R69 dan Bio-R95,
tetapi berbeda nyata lebih banyak dibandingkan 13 galur lainnya dan 4 varietas
pembanding (Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang). Varietas pembanding
Inpari 18 yang memiliki rataan jumlah anakan produktif terendah tidak berbeda
dengan galur/varietas Bio-R68, Bio-R81, Bio-R84-1, Bio-R84-2, Bio-R85-2, BioR100, Bio-R113, Bio-R120, Inpari 13, dan Ciherang, tetapi berbeda nyata lebih
sedikit dibandingkan 8 galur lain dan varietas Inpari 20.
Jumlah anakan menjadi faktor utama dalam meningkatkan total luas daun.
(Sheehy et al. 2000). Pertambahan jumlah total luas daun berhubungan dengan
produksi padi karena pada saat pembungaan akan mempengaruhi jumlah
fotosintat yang tersedia untuk malai (De Datta 1981).
Umur Berbunga, Umur Panen, dan Lama Pengisian
Umur berbunga tanaman padi ditentukan saat 50% tanaman telah berbunga
atau muncul malai dalam satuan petak percobaan (Yoshida 1981). Rata-rata umur
berbunga galur/varietas yang diuji berkisar 77 – 92 Hari Setelah Semai (HSS).
Galur/varietas yang memiliki umur berbunga paling cepat dimiliki oleh galur BioR84-1 dan Bio-R84-2, sedangkan paling lambat dimiliki oleh varietas Ciherang.

12
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 4) galur-galur Bio-R69, Bio-R81,
Bio-R82-1, Bio-R84-1, Bio-R84-2, Bio-R85-2, Bio-R95, dan Bio-R100 berbeda
nyata lebih cepat berbunga dibandingkan varietas pembanding Inpari 13, Inpari
18, Inpari 20, Ciherang, dan 8 galur lainnya. Varietas Ciherang yang memiliki
umur berbunga paling lambat berbeda nyata dengan semua galur dan varietas
pembanding Inpari 13, Inpari 18, dan Inpari 20.
Tabel 4 Rataan umur berbunga, umur panen, dan lama pengisiana
Umur Panen
Lama Pengisian
Umur berbunga
Galur/Varietas
(HSS)
(Hari)
(HSS)b
30.0 b
Bio-R68
81.0 e
111.0 e
31.0 a
Bio-R69
78.0 g
109.0 f
30.0 b
Bio-R71
82.0 d
112.0 d
30.7 a
Bio-R81
78.3 g
109.0 f
31.0 a
Bio-R82-1
78.0 g
109.0 f
30.0
b
Bio-R82-2
81.0 e
111.0 e
31.0 a
Bio-R84-1
77.0 h
108.0 g
31.0 a
Bio-R84-2
77.0 h
108.0 g
30.0
b
Bio-R85-1
81.0 e
111.0 e
30.7 a
Bio-R85-2
78.3 g
109.0 f
30.0 b
Bio-R88
81.0 e
111.0 e
30.7 a
Bio-R95
78.3 g
109.0 f
30.7
a
Bio-R100
78.3 g
109.0 f
30.0 b
Bio-R113
79.0 f
109.0 f
30.0 b
Bio-R120
89.0 b
119.0 b
30.0 b
Bio-R121
84.0 c
114.0 c
30.0 b
Inpari 13
84.0 c
114.0 c
30.0 b
Inpari 18
79.0 f
109.0 f
30.0 b
Inpari 20
89.0 b
119.0 b
30.0 b
Ciherang
92.0 a
122.0 a
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji DMRT 5%; bHSS: hari setelah semai.

Bunga padi atau malai akan menunjukkan 80% malai menguning yang
mengindikasikan tanaman padi memasuki umur panen. Kisaran umur panen
galur/varietas yang diuji sekitar 108 – 122 HSS. Galur/varietas yang memiliki
umur panen tercepat dimiliki oleh galur Bio-R84-1 dan Bio-R84-2, sedangkan
paling lama dimiliki oleh varietas Ciherang. Umur panen tanaman padi
dikelompokkan menjadi ultra genjah (< 85 hari), super genjah (85 – 94 hari),
sangat genjah (95 – 104 hari), genjah (105 – 124 hari), sedang (125 – 164 hari),
dan dalam (> 165 hari) (BB Padi 2010). Jika dilihat dari pengelompokan, semua
galur dan varietas uji tergolong tanaman padi berumur genjah.

13
Berdasarkan uji lanjut DMRT (Tabel 4) galur Bio-R84-1 dan Bio-R84-2
berbeda nyata lebih cepat panen dibandingkan 14 galur lain, varietas pembanding
Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang. Varietas pembanding Ciherang yang
memiliki rataan umur panen paling lama berbeda nyata dengan semua galur,
varietas Inpari 13, Inpari 18, dan Inpari 20.
Pada fase vegetatif, lama pertumbuhan pada tiap-tiap galur/varietas berbedabeda, tetapi lamanya tahap pada fase generatif dan pemasakan relatif sama. Hal ini
terlihat dari lamanya pengisian malai masing-masing galur/varietas yang diuji
sekitar 30 – 31 hari (Tabel 4). Menurut BB2TP (2008) pengisian malai atau bulir
di daerah tropis sekitar 30 – 35 hari.

Gambar 1 Penampilan varietas Ciherang/RST20 (kiri) dan galur Bio-R100/RST13
(kanan) umur 88 HSS
Penampilan perbedaan umur berbunga antara varietas Ciherang (kode
lapangan RST20) dan galur Bio-R100 (kode lapangan RST13) pada umur 88 hari
setelah semai (HSS) dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Varietas Ciherang belum
terlihat malai yang muncul pada setiap anakannya, tetapi pada galur Bio-R100
malai per petakan telah muncul 100%.
Hawar Daun Bakteri (HDB)
Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae
pv oryzae. Patogen menginfeksi daun tanaman padi melalui luka atau lubang
alami berupa stomata dan merusak klorofil. Hal ini menyebabkan penurunan
kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis. Bila serangan terjadi pada
saat berbunga, proses pengisian gabah menjadi tidak sempurna. Kondisi ini dapat
menyebabkan kehilangan hasil 50 – 70% (BB Padi 2011).
Berdasarkan pengamatan secara kualitatif di lapangan, tingkat kerusakan
terendah terjadi pada varietas Inpari 13, Inpari 18, dan Ciherang yang termasuk
agak tahan. Galur Bio-R68, Bio-R69, Bio-R71, Bio-R82-1, Bio-R82-2,
Bio-R84-1, Bio-R84-2, Bio-R85-1, Bio-R85-2, Bio-R88, Bio-R95, Bio-R100,
Bio-R113, dan Bio-R120 memiliki tingkat ketahanan yang sama yaitu agak rentan
dengan skala tingkat kerusakan 5 – 6. Tingkat kerusakan mencapai skala 7 dengan
tingkat ketahanan rentan terjadi pada galur Bio-R81 dan Bio-R121. Serangan
HDB didukung oleh kondisi curah hujan yang tinggi selama periode penanaman
(Lampiran 1).

14
Tabel 5 Hasil skoring rataan tingkat kerusakan dan tingkat ketahanan terhadap
penyakit hawar daun bakteri (HDB)
Galur/Varietas
Bio-R68
Bio-R69
Bio-R71
Bio-R81
Bio-R82-1
Bio-R82-2
Bio-R84-1
Bio-R84-2
Bio-R85-1
Bio-R85-2
Bio-R88
Bio-R95
Bio-R100
Bio-R113
Bio-R120
Bio-R121
Inpari 13
Inpari 18
Inpari 20
Ciherang

Tingkat kerusakan
(skor 0-9)a

Tingkat ketahananb

5
6
6
7
6
5
6
5
5
5
5
5
6
5
5
7
4
5
4
4

AR
AR
AR
R
AR
AR
AR
AR
AR
AR
AR
AR
AR
AR
AR
R
AT
AR
AT
AT

a

Skor kerusakan berdasarkan lesi yang terjadi: 1 = 0 – 3%; 2 = 4 – 6%; 3 = 7 – 12%; 4 = 13 –
b
25%; 5 = 26 – 50%; 6 = 51 – 75%; 7 = 76 – 87%; 8 = 88 – 94%; 9 = 95-100%; Berdasarkan
SES (IRRI 1996): T = Tahan (skala 1 - 2); AT = Agak Tahan (skala 3 - 4); AR = Agak
Rentan (skala 5 - 6) , R= Rentan (skala 7 - 9).

Komponen Hasil Tanaman Padi
Panjang Malai, Jumlah Gabah Bernas, Jumlah Gabah Hampa, dan Jumlah
Gabah Total
Percobaan yang telah dilakukan menghasilkan (Tabel 6) panjang malai ratarata sekitar 21 – 26 cm. Panjang malai terpendek dimiliki oleh galur Bio-R69 dan
Bio-R95, sedangkan malai terpanjang varietas Inpari 13. Deptan (1983)
mengelompokkan panjang malai manjadi 3 kelompok, yaitu pendek (< 20 cm),
sedang (20 – 30 cm), dan panjang (> 30 cm). Semua galur dan varietas yang diuji
termasuk kelompok panjang malai berukuran sedang.
Malai yang ada pada setiap tanaman padi akan menghasilkan butir-butir
gabah yang terdiri atas gabah bernas dan gabah hampa. Gabah bernas per malai
diharapkan lebih banyak dibandingkan gabah hampa. Jumlah gabah bernas per
malai yang dihasilkan oleh galur dan varietas pembanding rata-rata berkisar 82 –

15
140 butir. Rata-rata jumlah gabah bernas paling sedikit dimiliki oleh galur BioR85-1, sedangkan terbanyak varietas Inpari 13.

Tabel 6 Rataan panjang malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, dan
jumlah gabah total per malaia
Jumlah
Jumlah
Jumlah
gabah total
gabah hampa
Panjang malai
gabah bernas
Galur/Varietas
per malai
per malai
(cm)
per malai
(butir)
(butir)
(butir)
Bio-R68
24.09 cde
114.5 bcd
53.1 bcde
169.6 b
Bio-R69
21.79 h
118.9 abc
43.3 efg
164.2 bc
Bio-R71
22.14 gh
122.6 ab
37.8 fgh
162.4 bc
Bio-R81
22.38 gh
94.8 cdef
46.6 cdefg
143.4 bcde
Bio-R82-1
22.82 fgh
98.3 bcdef
49.2 cdef
149.5 bcde
Bio-R82-2
22.83 fgh
94.2 cdef
57.1 abc
153.4 bcde
Bio-R84-1
22.92 efgh
96.7 cdef
52.2 bcde
150.9 bcde
Bio-R84-2
22.15 gh
94.3 cdef
45.4 cdefg
141.6 bcde
Bio-R85-1
22.54 fgh
82.9 f
66.0 a
150.9 bcde
Bio-R85-2
22.81 fgh
96.1 cdef
53.2 bcde
151.3 bcde
Bio-R88
22.32 gh
114.6 bcd
44.5 defg
161.2 bcd
Bio-R95
21.69 h
87.3 ef
37.9 fgh
127.2 e
Bio-R100
25.03 bc
92.2 def
38.9 fgh
133.0 de
Bio-R113
22.25 gh
94.4 cdef
36.8 gh
133.2 de
Bio-R120
25.25 b
101.5 bcdef
62.7 ab
166.1 bc
Bio-R121
23.64 def
97.9 bcdef
49.8 cdef
149.6 bcde
Inpari 13
26.91 a
140.6 a
61.6 ab
204.2 a
Inpari 18
23.27 defg
103.5 bcdef
56.1 abcd
161.6 bc
Inpari 20
24.38 bcd
107.6 bcdef
30.4 h
140.1 cde
Ciherang
23.63 def
111.1 bcde
46.8 cdefg
159.9 bcd
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji DMRT 5%.

Berdasarkan uji lanjut DMRT (Tabel 6) diketahui bahwa jumlah gabah
bernas per malai galur Bio-R85-1 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R81, BioR82-1, Bio-R82-2, Bio-R84-1, Bio-R84-2, Bio-R85-2, Bio-R95, Bio-R100, BioR113, Bio-R120, Bio-R121, Inpari 18, dan Inpari 20, tetapi berbeda nyata lebih
sedikit dibandingkan dengan, Inpari 13, Ciherang, dan 4 galur lainnya. Inpari 13
yang memiliki rata-rata jumlah gabah bernas per malai terbanyak tidak berbeda
nyata dengan galur Bio-R69 dan Bio-R71, tetapi berbeda nyata lebih banyak
dibandingkan 14 galur lain, varietas pembanding Inpari 18, Inpari 20, dan
Ciherang.
Galur diharapkan memiliki jumlah gabah hampa per malai sedikit. Pada
percobaan ini, rata-rata gabah hampa berkisar antara 30 – 66 butir. Rata-rata

16
jumlah gabah hampa per malai paling sedikit dimiliki oleh varietas Inpari 20,
sedangkan terbanyak galur Bio-R85-1. Berdasarkan uji lanjut DMRT (Tabel 6)
varietas Inpari 20 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R71, Bio-R95, Bio-R100,
dan Bio-R113, tetapi berbeda nyata lebih sedikit dibandingkan 12 galur lain,
varietas pembanding Inpari 13, Inpari 18, dan Ciherang. Galur Bio-R85-1 tidak
berbeda nyata dengan galur Bio-R82-2, Bio-R120, Inpari 13, dan Inpari 18, tetapi
berbeda nyata lebih banyak dibanding 13 galur lain, varietas pembanding Inpari
20, dan Ciherang.
Rata-rata gabah total per malai (penjumlahan rata-rata gabah bernas dan
rata-rata gabah hampa) berkisar antara 127 – 204 butir. Rata-rata gabah total
paling sedikit dimiliki oleh galur Bio-R95, sedangkan terbanyak varietas Inpari
13. Uji lanjut DMRT (tabel 6) menunjukkan galur Bio-R95 tidak berbeda nyata
dengan galur Bio-R81, Bio-R82-1, Bio-R82-2, Bio-R84-1, Bio-R84-2, Bio-R85-1,
Bio-R85-2, Bio-R100, Bio-R113, Bio-R121, dan Inpari 20, tetapi berbeda nyata
lebih sedikit dibandingkan 5 galur lain, Inpari 13, Inpari 18, dan Ciherang.
Varietas Inpari 13 berbeda nyata lebih banyak dibandingkan semua galur, varietas
pembanding Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang.
Persentase Gabah Bernas, Persentase Gabah Hampa, Bobot 1000 Butir, dan
Produktivitas
Tabel 7 menunjukkan persentase gabah bernas rata-rata sekitar 55 – 78%.
Persentase terendah dimiliki oleh galur Bio-R85-1, sedangkan tertinggi varietas
Inpari 20. Rata-rata persentase gabah bernas galur Bio-R85-1 tidak berbeda nyata
dengan galur Bio-R120, tetapi berbeda nyata lebih rendah dibandingkan 14 galur
lain dan 4 varietas pembanding. Persentase gabah hampa Inpari 20 tidak berbeda
nyata dengan galur Bio-R69, Bio-R71, Bio-R88, Bio-R95, Bio-R100, dan varietas
Ciherang, tetapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan 11 galur lain dan 2
varietas pembanding lainnya.
Persentase gabah hampa rata-rata galur dan varietas uji berkisar antara 22 –
44%. Persentase gabah hampa terendah dimiliki oleh galur Inpari 20, sedangkan
tertinggi galur Bio-R85-1. Berdasarkan uji lanjut DMRT (Tabel 7) rata-rata
persentase gabah hampa Inpari 20 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R69,
Bio-R71, Bio-R88, Bio-R100, Bio-R113, dan varietas Ciherang, tetapi berbeda
nyata lebih rendah dibandingkan 11 galur lain, varietas Inpari 13, dan Inpari 18.
Galur Bio-R85-1 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R120, tetapi berbeda nyata
lebih tinggi dibandingkan 14 galur lain, Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan
Ciherang.
Persentase gabah isi diharapkan sekitar 85% (Yoshida 1983). Persentase
gabah hampa normal menurut Jennings et al (1979) yaitu sekitar 10 – 15%.
Rendahnya persentase gabah bernas yang didapat yaitu < 85% dan tingginya
persentase gabah hampa yaitu > 15% dikarenakan kondisi cuaca yang tidak sesuai
untuk pengisian bulir padi. Intensitas cahaya matahari yang rendah mempengaruhi
hasil fotosintat dan pengalokasian hasil dari source ke sink. Selain itu, serangan
penyakit yang cukup tinggi dapat menyebabkan kurangnya pengisian bulir padi.
Penyakit hawar daun bakteri menyebabkan penurunan kemampuan tanaman untuk
melakukan fotosintesis. Bila serangan terjadi pada saat berbunga, proses pengisian
gabah menjadi tidak sempurna. Kondisi ini dapat menyebabkan kehilangan hasil
50 – 70% (BB Padi 2011).

17
Tabel 7 Rataan persen gabah bernas, persen gabah hampa, bobot 1 000 butir, dan
produktivitasa
Persen gabah
Persen gabah Bobot 1 000 Produktivitas
Galur/Varietas
bernas
hampa
butir (g)
(ton/ha)
Bio-R68
67.8 cdef
32.2 bcde
23.00 fg
3.25 abcde
Bio-R69
73.2 abc
26.8 efg
22.33 g
3.31 abcd
Bio-R71
76.5 ab
23.5 fg
23.33 fg
3.16 abcdef
Bio-R81
66.8 cdef
33.2 bcde
28.67 a
3.08 abcdef
Bio-R82-1
66.6 cdef
33.4 bcde
29.33 a
3.51 ab
Bio-R82-2
62.6 ef
37.5 bc
26.33 bcd
3.16 abcdef
Bio-R84-1
64.4 def
35.6 bcd
28.00 ab
3.33 abcd
Bio-R84-2
67.3 cdef
32.7 bcde
29.00 a
3.30 abcd
Bio-R85-1
55.5 g
44.5 a
29.33 a
2.92 abcdef
Bio-R85-2
64.4 def
35.6 bcd
28.67 a
3.23 abcde
Bio-R88
71.6 abcd
28.4 defg
22.33 g
3.11 abcdef
Bio-R95
69.9 bcde
30.1 cdef
29.67 a
3.42 abc
Bio-R100
70.5 abcd
29.5 defg
26.67 cd
2.50 ef
Bio-R113
71.7 abcd
28.3 defg
24.00 efg
2.70 bcdef
Bio-R120
61.9f g
38.1 ab
24.00 efg
2.74 bcdef
Bio-R121
66.4 cdef
33.6 bcde
23.67 efg
2.45 f
Inpari 13
69.3 bcdef
30.7 bcdef
25.67 cde
3.68 a
Inpari 18
64.7 def
35.3 bcd
30.00 a
2.56 def
Inpari 20
78.0 a
22.0 g
24.00 efg
3.59 a
Ciherang
70.4 abcde
29.6 cdefg
24.67 def
3.38 abc
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji DMRT 5%.

Bobot 1 000 butir galur dan varietas uji yang didapat rata-rata sekitar 22 –
30 g. Rata-rata bobot terendah dimiliki oleh galur Bio-R69 dan Bio-R88,
sedangkan tertinggi Inpari 18. Galur Bio-R69 dan Bio-R88 tidak berbeda nyata
dengan galur Bio-R68, Bio-R71, Bio-R113, Bio-R120, Bio-R121, dan varietas
Inpari 20, tetapi berbeda nyata lebih rendah dibandingkan 9 galur lain dan 3
varietas pembanding lainnya. Galur Bio-R81, Bio-R82-1, Bio-R84-2, Bio-R85-1,
Bio-R85-2, Bio-R95, dan Inpari 18 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R84-1,
tetapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan 9 galur lain, varietas pembanding
Inpari 13, Inpari 20, dan Ciherang.
Berdasarkan deskripsi varietas pembanding, bobot 1 000 butir varietas
Inpari 13 (25.2 g), Inpari 18 (29.2 g), Inpari 20 (25.6 g) tidak berbeda jauh dengan
bobot 1 000 butir yang dihasilkan dari penelitian yaitu Inpari 13 (25.67 g),
Inpari 18 (30 g), dan Inpari 20 (24 g), tetapi bobot 1 000 butir varietas Ciherang
(28 g) berbeda dengan hasil penelitian yaitu 24.67 g (Lampiran 2-5). Perbedaan
ini dapat terjadi karena karbohidrat yang dihasilkan untuk pengisian bulir rendah.

18
Data produktivitas (Tabel 7) masing-masing galur dan varietas uji didapat
dari hasil petak bersih (3 m2) bobot gabah kering giling (GKG) yang dikonversi
ke luasan 1 ha. Bobot GKG didapat dari gabah yang dirontok dan dibersihkan dari
tanaman padi, kemudian gabah dijemur hingga mencapai kadar air 14%, lalu
gabah ditampi untuk menghilangkan gabah hampa dan kotoran lainnya.
Produktivitas GKG yang didapat rata-rata berkisar antara 2.45 – 3.68 ton/ha. Ratarata produktivitas terendah dimiliki oleh galur Bio-R121, sedangkan tertinggi
varietas Inpari 13.
Produktivitas galur Bio-R100 dan Bio-R121 tidak berbeda nyata dengan
varietas pembanding Inpari 18, tetapi berbeda nyata lebih rendah dibandingkan
varietas pembanding Inpari 13, Inpari 20, dan Ciherang. Produktivitas galur BioR68, Bio-R69, Bio-R71, Bio-R81, Bio-R82-1, Bio-R82-2, Bio-R84-1, Bio-R84-2,
Bio-R85-1, Bio-R85-2, Bio-R88, Bio-R95 tidak berbeda nyata dengan varietas
pembanding Inpari 13, Inpari 20, dan Ciherang, tetapi galur Bio-R82-1 dan BioR95 berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Inpari 18.
Kondisi Umum Pertanaman di Lapangan
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi yang hanya merupakan tempat pertanaman berbagai galur atau
varietas padi. Pada awal pertanaman telah memasuki musim penghujan. Curah
hujan yang terjadi tinggi (Lampiran 1). Genangan air berpengaruh pada serangan
hama keong yang menyebabkan beberapa tanaman padi harus disulam.
Penyulaman dil