Keefektifan fungsi mikoriza arbuskula dalam meningkatkan hasil dan adaptasi cabai pada tanah bercekaman alumunium

KEEFEKTIFAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
DALAM MENINGKATKAN HASIL DAN ADAPTASI
CABAI (Capsicum annuum L.) PADA TANAH
BERCEKAMAN ALUMINIUM

DWIANA WASGITO PURNOMO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “ Keefektifan Fungi
Mikoriza Arbuskula dalam Meningkatkan Hasil dan Adaptasi Cabai
(Capsicum annuum L.) pada Tanah Bercekaman Aluminium” adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

disertasi ini.

Bogor, Februari 2008

Dwiana Wasgito Purnomo
NIM : A361020161

ABSTRACT
Dwiana Wasgito Purnomo. The Effectiveness of Arbuscular Mycorrhizal
Fungus to Increase Yield and Adaptation of Chili (Capsicum annuum L.) in
Ultisol with Aluminum Stress. Under supervision of Bambang S. Purwoko,
Sudirman Yahya, Sriani Sujiprihati and Irdika Mansur.
The objectives of the research were: to identify genotypes of chili tolerant
and sensitive to Aluminum (Al) by root screening test, and agronomicalcharacters screening test, to obtain compatible, effective and efficient species of
Arbuscular Mycorrhizal Fungus (AMF) for yield improvement and adaptation of
chilli against Al-stress in Ultisol , and to explain adaptation and tolerancemechanisms of chili inoculated with AMF to Al stress in Ultisol. The research
was conducted in University Farm of IPB, Cikabayan, Bogor from September
2005 to March 2007. Screening was performed to 20 genotypes of chili using
Ultisol and various Al-saturation, 0.77, 15.92, 31.96, 60.85 and 83.48% using
limestone of 18.33, 13.75, 9.16, 4.58 and 0 g CaCO3/kg soil, respectively.

Genotypes were identified as tolerant and as sensitive to aluminum as assessed by
using developmental characters and yield under condition without Al stress and
Al stressed. Compatibility test was carried out for 4 indigenous AMF genotypes
in Ultisol, namely Glomus manihotis, Glomus etunicatum, Gigaspora margarita
and Acaulospora sp. They have been inoculated to tolerant and aluminum
sensitive chili genotypes. The compatible AMF species was tested further to 2
tolerant genotypes and 2 sensitive genotypes which were planted in media without
Al-stress and with Al-stress condition. The results showed that responses of chili
genotypes to Al-stress varied among genotypes in screening test and evaluation
process. There was positive correlation and consistency between responses of
relative root length in screening test and responses of fruit weight harvested in
evaluation test. Selection based on the root length and fruit weight harvested in
screening and evaluation methods produced tolerant genotypes: PBC 619, Jatilaba,
Cilibangi 5 and Jayapura, and sensitive genotypes: Cilibangi 3, Helm, PBC 549
and Tit Bulat. Based on its infectivity and effectivity, AMF species Gigaspora
margarita was the most compatible to chili. Inoculation of Gigaspora margarita
effectively decreased negative influence of Al-stress by increasing plant height,
shoot dry weight, number of fruit harvested, fruit length, weight per fruit and fruit
weight harvested. Inoculation of Gigaspora margarita to sensitive genotypes was
more advantageous than to tolerant genotypes. Sensitive genotypes adapted to Alstress if they had been inoculated with Gigaspora margarita. In Al-stress

condition, inoculation of Gigaspora margarita to sensitive genotypes increased
weight of harvested fruits up to 94.49% in Cilibangi 3 and 80.37% in Helm.
Adaptation ability of tolerant genotypes against Al-stress developed as external
ability by decreasing Aluminum absorption. Adaptation process in sensitive
genotypes to Al-stress was more likely by increasing of N and P contents using
Gigaspora margarita as symbion.
Key words :

Adaptation, aluminum stress, arbuscular mychorrizal fungus,
Capsicum annuum.

ABSTRAK
Dwiana Wasgito Purnomo. Keefektifan Fungi Mikoriza Arbuskula dalam
Meningkatkan Hasil dan Adaptasi Cabai (Capsicum annuum L.) pada
Tanah Bercekaman Aluminium. Dibawah Bimbingan : Bambang S.
Purwoko, Sudirman Yahya, Sriani Sujiprihati dan Irdika Mansur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi genotipe cabai yang
berpotensi toleran dan peka Al melalui metode penapisan panjang akar dan
evaluasi karakter agronomi, mendapatkan jenis fungi mikoriza arbuskula (FMA)
yang kompatibel dan efektif untuk perbaikan hasil dan adaptasi cabai terhadap

cekaman Al pada tanah ultisol, serta menguraikan mekanisme toleransi cabai yang
bermikoriza terhadap cekaman Al pada tanah tanah ultisol.
Penelitian
dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Bogor dan berlangsung dari
bulan September 2005 sampai Maret 2007.
Penapisan 20 genotipe cabai
menggunakan media tanah ultisol dengan berbagai tingkat kejenuhan Al, yaitu
0.77 , 15.92, 31.96, 60.85 dan 83.48%, yang diperoleh dengan pemberian kapur
masing-masing sebanyak: 18.33, 13.75, 9.16, 4.58 dan 0 g CaCO3/kg tanah.
Genotipe yang termasuk kriteria toleran dan peka Al masing-masing sebanyak 4
genotipe kemudian dievaluasi berdasarkan karakter pertumbuhan dan hasil pada
kondisi tanpa cekaman Al dan tercekam Al. Uji kompatibilitas dilakukan
terhadap 4 jenis FMA indigen tanah ultisol, yaitu Glomus manihotis, Glomus
etunicatum, Gigaspora margarita dan Acaulospora sp yang diinokulasi pada
genotipe cabai yang toleran dan peka Al. Jenis FMA yang kompatibel diuji
keefektifannya terhadap 2 genotipe toleran dan 2 peka yang ditanam pada kondisi
normal dan tercekam Al. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggap genotipe
cabai terhadap cekaman Al bervariasi antar genotipe baik pada percobaan
penapisan maupun evaluasi. Terdapat konsistensi dan korelasi positif antara
tanggap panjang akar relatif pada percobaan penapisan dan tanggap bobot buah

panen pada percobaan evaluasi. Hasil seleksi berdasarkan panjang akar dan bobot
buah panen pada metode penapisan dan evaluasi diperoleh genotipe toleran, yaitu
genotipe PBC 619, Jatilaba, Cilibangi 5 dan Jayapura; serta genotipe peka, yaitu
Cilibangi 3, Helm, PBC 549 dan Tit Bulat. Berdasarkan infektivitas dan
efektivitasnya, jenis FMA Gigaspora margarita lebih kompatibel dengan tanaman
cabai. Inokulasi Gigaspora margarita efektif mengurangi pengaruh buruk akibat
cekaman Al melalui peningkatan tinggi tanaman, bobot kering tajuk, jumlah buah
panen, panjang buah, bobot per buah dan bobot buah panen. Genotipe peka lebih
diuntungkan dengan adanya inokulasi Gigaspora margarita dibandingkan
genotipe toleran. Genotipe peka dapat beradaptasi terhadap cekaman Al jika
bersimbiosis dengan Gigaspora margarita. Pada kondisi tercekam Al, inokulasi
Gigaspora margarita pada genotipe peka meningkatkan bobot buah panen sebesar
94.49% pada Cilibangi 3 dan 80.37% pada Helm. Kemampuan adaptasi terhadap
cekaman Al pada genotipe toleran dilakukan secara eksternal dengan mengurangi
penyerapan Al. Sementara itu, adaptasi genotipe peka terhadap cekaman Al lebih
melibatkan peningkatan kandungan N dan P melalui simbiosis dengan Gigaspora
margarita.
Kata kunci : adaptasi, cekaman aluminium, fungi mikoriza arbuskular, cabai

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang.
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

KEEFEKTIFAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
DALAM MENINGKATKAN HASIL DAN ADAPTASI
CABAI (Capsicum annuum L.) PADA TANAH
BERCEKAMAN ALUMINIUM

DWIANA WASGITO PURNOMO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Penguji Luar Komisi

:

Pada Ujian Tertutup

:

Dr. Ir. Anas D. Susila, MS
(Staf Pengajar pada Depertemen Agronomi dan
Hortikultura, Faperta IPB)

Pada Ujian Terbuka


:

Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS
(Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Departemen
Pertanian)
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc
(Staf Pengajar pada Depertemen Agronomi dan
Hortikultura, Faperta IPB)

Judul Disertasi

:

Keefektifan Fungi Mikoriza Arbuskula dalam
Meningkatkan Hasil dan Adaptasi
Cabai
(Capsicum annuum L.) pada Tanah Bercekaman
Aluminium.


Nama

:

Dwiana Wasgito Purnomo

NIM

:

A 361020161

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc
Ketua

Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc

Anggota

Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS
Anggota

Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Tanggal Ujian : 3 Januari 2008

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


Tanggal Lulus: .........................

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji bagi Allah SWT. Atas izin dan
petunjuk Allah yang maha rahman dan rahim, penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan disertasi dengan judul: “ Keefektifan Fungi Mikoriza
Arbuskula dalam Meningkatkan Hasil dan Adaptasi Cabai (Capsicum annuum L.)
pada Tanah Bercekaman Aluminium”.
Pemberdayaan lahan-lahan marginal perlu mendapat perhatian di masa
yang akan datang. Hal ini disebabkan kemajuan pembangunan sering
mengorbankan lahan-lahan pertanian yang produktif sehingga luasannya semakin
sempit.

Salah satu jenis tanah yang tergolong marginal dan cukup potensial

untuk pengembangan budidaya cabai adalah tanah Ultisol. Namun adanya
kelarutan aluminium yang tinggi pada tanah Ultisol merupakan kendala utama
yang sering membatasi pertumbuhan tanaman, disamping memang tingkat
kesuburan tanahnya sangat rendah.
Penggunaan genotipe toleran Al dan pemanfaatan simbiosis dengan fungi
mikoriza arbuskula (FMA) dapat dipertimbangkan untuk mengatasi kendala
cekaman Al pada tanah Ultisol.

Beberapa genotipe cabai toleran Al telah

diseleksi dalam penelitian ini, yaitu PBC 619, Jatilaba, Cilibangi 5, Jayapura dan
Marathon. Genotipe peka juga dapat digunakan, namun perlu aplikasi FMA yang
kompatibel dan efektif untuk meningkatkan hasil pada tanah Ultisol.
Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan karena peran dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis sampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak.
Pertama-tama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc
sebagai ketua komisi pembimbing dalam penyusunan disertasi ini. Bimbingan
beliau yang intensif, cermat dan terarah, memberikan tuntunan kepada penulis
cara berpikir analitis dan sistematis.

Selain itu beliau juga banyak memberikan

tuntunan tentang disiplin, tawakal dan kesabaran sehingga penulis termotivasi
dalam menyelesaikan disertasi ini.
Selanjutnya kepada anggota komisi pembimbing, yaitu : Bapak Prof. Dr. Ir.
Sudirman Yahya, M.Sc, Ibu Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS dan Bapak Dr. Ir.
Irdika Mansur, M.For.Sc, penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih yang

sebesar-besarnya karena telah memberikan bimbingan intensif, motivasi,
informasi dan kritik yang sangat berharga dalam penyelesaian disertasi ini.
Penulis sampaikan juga penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir.
Anas D. Susila, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian prakualifikasi dan
ujian tertutup serta Bapak Dr. Ir. Yusdar Hilman MS dan Ibu Dr. Ir.
Trikoesoemaningtyas, M.Sc keduanya sebagai penguji luar komisi pada ujian
terbuka. Pertanyaan dan saran yang disampaikan Bapak dan Ibu sangat berarti
dalam perbaikan penulisan disertasi ini.
Kepada Rektor Universitas Negeri Papua (Unipa) dan Dekan Fakultas
Pertanian dan Teknologi Pertanian Unipa, penulis sampaikan terima kasih karena
telah memberikan izin untuk melanjutkan studi di IPB.
Kepada Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Dekan Sekolah
Pascasarjana IPB, Staf Pengajar, Staf Administrasi dan Staf University Farm,
penulis sampaikan terima kasih karena telah memberikan kesempatan, bimbingan
ilmu dan pelayanan yang baik selama melaksanakan studi di IPB. Penulis bangga
bisa menjadi bagian dari keluarga besar IPB.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Departemen Pendidikan
Nasional yang telah memberikan beasiswa melalui dana DUE-Like batch 3.
Khususnya kepada orang tua penulis Ayah H. Saryono SW (Alm) dan Ibu
Hj. Mudjidjatin, serta istri tercinta Ir. Iva Purnomo, M.Si, Ibu mertua Ny. Sundari,
Ayah mertua Bpk. Amir Nanza (Alm) serta keluarga : Om Setyo, Mbak Yayuk,
Dik Anto, Dodo, Toto, Ita, Ikhlas, dan keluarga saudara ipar : Dik Mirna, Dik
Asrul, Alma, Nia, dan semua saudaraku terima kasih atas doa, cinta kasih dan
dukungannya.
Kepada keluarga rekan Charlie, Pak Takdir, Mas Anton, Mas Yulius, Pak
Irba, Pak Imam, rekan Jhon Marwa dan semua pihak yang telah membantu baik
berupa tenaga, saran atau kesediaannya meminjamkan literatur, penulis ucapkan
banyak terima kasih.

Akhirnya semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2008
Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Brebes pada tanggal 21 April
1968 sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara, dari pasangan
Ayah H. Saryono Siswowardoyo (Alm.) dan Ibu Hj.
Mudjidjatin. Pada tahun 1995 penulis menikah dengan Ir. Iva
Purnomo, M.Si.
Pendidikan dasar sampai menengah pertama di selesaikan di SD Negeri I
dan SMP Negeri I Nabire, Papua. Penulis melanjutkan ke pendidikan menengah
atas di SPMA Negeri Manokwari, Papua Barat. Pendidikan Sarjana diselesaikan
pada tahun 1992 di Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih Manokwari.
Pada tahun 1999, penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi Magister Sains
di Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dan lulus pada
tahun 2002.

Pada tahun 2002 di tempat yang sama penulis melanjutkan ke

Program Doktor pada Program Studi Agronomi.
Sejak tahun 1998, penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil sebagai
staf pengajar pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian dan Teknologi
Pertanian (Fapertek) Universitas Negeri Papua di Manokwari, Papua Barat.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR …………………………………...……………...

Halaman
xiii
xvi

PENDAHULUAN …………………………………………………......
Latar Belakang ………………………………………………….
Tujuan Penelitian ……………………………………………….
Hipotesis ......................................................................................

1
1
4
4

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….
Permasalahan pada Tanah Ultisol ................................................
Pengaruh Cekaman Aluminium pada Tanaman ..........................
Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Aluminium .....................
Struktur Umum Fungi Mikoriza Arbuskula .................................
Keragaman dan Manfaat FMA bagi Tanaman ............................
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ...................................................

6
6
7
9
12
14
17

PENAPISAN GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TOLERAN
ALUMINIUM BERDASARKAN PERBEDAAN PANJANG AKAR
PADA FASE VEGETATIF ....................................................................
Abstrak .........................................................................................
Abstract ........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode ........................................................................
Hasil dan Pembahasan ..................................................................
Simpulan .......................................................................................

19
19
19
20
21
25
32

EVALUASI GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.)
BERDASARKAN TANGGAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
UNTUK TOLERANSI TERHADAP ALUMINIUM ...........................
Abstrak .........................................................................................
Abstract ........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode ........................................................................
Hasil dan Pembahasan ..................................................................
Simpulan .......................................................................................

33
33
33
34
35
38
47

KOMPATIBILITAS JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
DENGAN CABAI (Capsicum annuum L.) ............................................
Abstrak .........................................................................................
Abstract ........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode ........................................................................
Hasil dan Pembahasan ..................................................................
Simpulan .......................................................................................

48
48
48
49
50
54
57

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TERHADAP INOKULASI
FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA CABAI (Capsicum annuum
L.) YANG MENGALAMI CEKAMAN ALUMINIUM .......................
Abstrak .........................................................................................
Abstract ........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode ........................................................................
Hasil dan Pembahasan ..................................................................
Simpulan .......................................................................................

58
58
58
59
60
63
75

TANGGAP FISIOLOGI TERHADAP INOKULASI FUNGI
MIKORIZA ARBUSKULA PADA CABAI (Capsicum annuum L.)
YANG MENGALAMI CEKAMAN ALUMINIUM .............................
Abstrak .........................................................................................
Abstract ........................................................................................
Pendahuluan .................................................................................
Bahan dan Metode ........................................................................
Hasil dan Pembahasan ..................................................................
Simpulan .......................................................................................

76
76
76
77
78
84
92

PEMBAHASAN UMUM

.......................................................................

93

SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
Simpulan ......................................................................................
Saran .............................................................................................

99
99
99

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN ............................................................................................

100
108

DAFTAR TABEL
Nomor
1

Teks

Halaman

Identifikasi FMA indigen tanah podsolik pada lahan pertanaman
padi gogo dan ubi kayu (Iriani 2003) ..........................................

14

Jumlah kebutuhan kapur CaCO3 untuk memperoleh kejenuhan
aluminium tanah ultisol yang berbeda ..........................................

24

Karasteristik sifat tanah ultisol asal Gajrug, Lebak Banten sebelum
dan sesudah pemberian kapur ......................................................

26

Nilai kuadrat tengah dari hasil analisis ragam pengaruh genotipe
cabai dan tingkat kejenuhan Al pada panjang akar, bobot kering
akar dan bobot kering tajuk .........................................................

27

Tanggap panjang akar, bobot kering akar dan bobot kering tajuk
terhadap tingkat kejenuhan Al pada tanah Ultisol .......................

28

Pengelompokan genotipe cabai untuk toleransi terhadap cekaman
Al berdasarkan nilai panjang akar relatif .....................................

29

Nama genotipe cabai hasil penapisan berdasarkan panjang akar
pada fase vegetatif yang dievaluasi untuk toleransi terhadap
cekaman Al ...................................................................................

35

Tanggap tinggi tanaman terhadap cekaman Al pada cabai yang
ditanam di tanah Ultisol ................................................................

39

Tanggap bobot kering tajuk terhadap cekaman Al pada cabai yang
ditanam di tanah Ultisol ...............................................................

39

Tanggap jumlah buah total terhadap cekaman Al pada cabai yang
ditanam di tanah Ultisol ...............................................................

41

Tanggap jumlah buah panen terhadap cekaman Al pada cabai
yang ditanam di tanah Ultisol .......................................................

41

Tanggap panjang buah terhadap cekaman Al pada cabai yang
ditanam di tanah Ultisol ................................................................

42

Tanggap bobot per buah terhadap perlakuan genotipe cabai dan
kondisi cekaman pada tanah Ultisol
............................................

43

Tanggap bobot buah panen terhadap cekaman Al pada cabai yang
ditanam di tanah Ultisol ...............................................................

44

Konsistensi tingkat toleransi Al antara hasil penapisan karakter
panjang akar dan evaluasi karakter agronomi
............................

45

16

Perbedaan jumlah propagul infektif pada beberapa inokulum FMA

54

17

Derajat infeksi berbagai jenis FMA pada akar cabai

...................

55

18

Nilai kuadrat tengah dari hasil analisis ragam pengaruh genotipe
cabai dan jenis FMA pada bobot kering akar, bobot kering tajuk
dan nisbah tajuk-akar ...................................................................

56

2
3
4

5
6
7

8
9
10
11
12
13
14
15

19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

29
30
31
32

33

34
35

Perbedaan bobot kering akar, bobot kering tajuk dan nisbah tajukakar pada genotipe cabai yang diinokulasi berbagai jenis FMA ....

57

Pengaruh cekaman Al terhadap derajat infeksi Gigaspora
margarita pada beberapa genotipe cabai .....................................

64

Perbedaan panjang akar akibat cekaman Al pada beberapa
genotipe cabai ...............................................................................

65

Perbedaan tinggi tanaman akibat cekaman Al pada beberapa
genotipe cabai ...............................................................................

66

Perbedaan bobot kering tajuk akibat cekaman Al pada beberapa
genotipe cabai ...............................................................................

67

Perbedaan jumlah buah panen akibat cekaman Al pada beberapa
genotipe cabai ...............................................................................

68

Perbedaan panjang buah akibat cekaman Al pada beberapa
genotipe cabai ..............................................................................

68

Perbedaan bobot per buah akibat cekaman Al pada beberapa
genotipe cabai ...............................................................................

69

Perbedaan bobot buah panen akibat cekaman Al pada beberapa
genotipe cabai ...............................................................................

69

Peningkatan tinggi tanaman, bobot kering tajuk, jumlah buah
panen, panjang buah, bobot per buah dan bobot buah panen oleh
inokulasi Gigaspora margarita pada kondisi cekaman Al yang
berbeda. ........................................................................................

70

Tanggap jumlah buah panen akibat inokulasi Gigaspora margarita
pada genotipe cabai yang tercekam Al .........................................

72

Tanggap bobot buah panen akibat inokulasi Gigaspora margarita
pada genotipe cabai yang tercekam Al .........................................

72

Pengaruh cekaman Al terhadap derajat infeksi Gigaspora
margarita pada genotipe toleran dan peka ...................................

84

Perbedaan kandungan asam malat, sitrat dan oksalat dalam akar
dan tajuk akibat cekaman Al pada genotipe toleran dan
peka ..............................................................................................

85

Kandungan asam malat, sitrat dan oksalat dalam akar dan tajuk
akibat inokulasi FMA pada kondisi tanpa cekaman Al dan
tercekam Al ..................................................................................

87

Perbedaan kandungan aluminium dalam akar dan tajuk akibat
cekaman Al pada genotipe toleran dan peka ................................

88

Pengaruh inokulasi FMA terhadap kandungan N dan P pada
genotipe cabai yang mengalami cekaman Al ...............................

90

Lampiran
1

2
3

4
5

Beberapa karakteristik genotipe cabai yang digunakan dalam
percobaan (koleksi Laboratorium Genetika dan Pemuliaan
Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB) ..

108

Rekapitulasi hasil analisis ragam pada percobaan evaluasi karakter
pertumbuhan dan hasil untuk toleransi terhadap cekaman Al……..

109

Rekapitulasi hasil analisis ragam pada percobaan tanggap
pertumbuhan dan hasil terhadap inokulasi FMA pada genotipe
cabai yang mengalami cekaman Al
…………………………….

109

Prosedur pengamatan koloni FMA dengan teknik pewarnaan akar
untuk menghitung derajat infeksi akar ........................................

110

Rekapitulasi hasil analisis ragam pada percobaan tanggap fisiologi
terhadap cekaman Al pada genotipe cabai yang bermikoriza .......

111

DAFTAR GAMBAR

Nomor
1
Bagan alur kegiatan penelitian
2

Halaman
.....................................................
5

Pengaruh Al terhadap effluks asam malat melalui saluran protein
(Delhaize & Ryan 1995) ..............................................................

9

Struktur miselium intraradikal pada FMA: (a) yang membentuk
struktur arbuskula dan vesikula, dan (b) hanya arbuskula
(Brundrett et al. 1996) ..................................................................

13

Grafik penurunan nilai kejenuhan Al tanah ultisol akibat
pemberian kapur CaCO3. ..............................................................

23

Perbedaan panjang akar cabai umur 6 MST antara genotipe PBC
619 (1) dan Cilibangi 3 (2) pada tanah ultisol dengan tingkat
kejenuhan Al berturut-turut 0.77%, 15.92%, 31.96%, 60.85% dan
83.48% .........................................................................................

31

6

Korelasi antara panjang akar relatif dan bobot buah panen

........

46

7

Pengaruh inokulasi Gigaspora margarita pada genotipe cabai
yang toleran Al (1=PBC 619) dan peka Al (2=Cilibangi 3). Kedua
genotipe cabai ditanam pada kondisi tercekam Al (kejenuhan Al=
60.85%) ........................................................................................

73

Peningkatan jumlah buah panen, bobot per buah dan bobot buah
panen karena inokulasi Gigaspora margarita pada genotipe cabai
yang mengalami cekaman Al ........................................................

74

Panjang akar beberapa genotipe cabai yang bersimbiosis dengan
Gigaspora margarita .....................................................................

75

Perubahan kandungan total asam organik dalam akar dan tajuk
pada kondisi tanpa cekaman Al dan tercekam Al. ......................

86

Kandungan Al dalam akar maupun tajuk akibat inokulasi FMA
pada kondisi tanpa cekaman Al dan tercekam Al ........................

89

3

4
5

8

9
10
11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas sayuran
yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini terlihat dari areal pertanaman cabai yang
menempati areal terluas diantara tanaman sayuran yang diusahakan di Indonesia.
Areal pertanaman cabai pada tahun 2005 seluas 103 531 ha dan pada tahun 2006
meningkat menjadi 113 079 ha atau menempati 18.27% dari total
pertanaman sayuran (Departemen Pertanian 2007).

luas

Bertambahnya luas areal

tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cabai dalam negeri.
Kebutuhan cabai terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah
penduduk dan berkembangnya industri makanan, kosmetik, serta farmasi yang
menggunakan cabai sebagai bahan baku.

Data statistik menunjukkan bahwa

konsumsi cabai mencapai 4.65 kg per kapita per tahun,

jika diasumsikan

penduduk yang mengkonsumsi cabai berumur 15 tahun ke atas sebanyak 170 juta
maka diperkirakan kebutuhan cabai dalam negeri sebesar 790 500 ton per tahun.
Di lain pihak, produksi cabai secara nasional baru mencapai 736 019 ton dengan
produktivitas sebesar 6.51 ton/ha (Departemen Pertanian 2007), sehingga
produksi cabai perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Sentra produksi cabai di Indonesia sekitar 80% masih berada di Pulau
Jawa, namun ketersediaannya pada masa yang akan datang tidak lagi dapat
diandalkan dari Pulau Jawa. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya lahanlahan pertanian di Pulau Jawa akibat dikonversi menjadi lahan-lahan non
pertanian, sehingga perluasan areal pertanaman cabai di luar Pulau Jawa perlu
mendapat perhatian.. Lahan kering di luar Pulau Jawa yang potensial untuk lahan
pertanian luasnya mencapai 132.88 juta hektar atau 92.31% dari total luas lahan
kering di Indonesia (Hidayat & Mulyani 2002). Namun, 33.58% dari luas lahan
tersebut atau seluas 44.62 juta ha merupakan jenis tanah Ultisol yang tersebar di
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, serta Papua.
Adanya kelarutan aluminium yang tinggi pada tanah Ultisol merupakan
kendala utama yang sering membatasi pertumbuhan tanaman pada tanah tersebut
(Matsumoto et al. 1996; Vitorello et al. 2005). Pada tanah Ultisol dengan pH
kurang dari 5.0, oksida-oksida aluminium akan memfiksasi ion-ion fosfat (P)

2
sehingga menurunkan ketersediaan hara P (Ralalage et al. 1995; Baligar et al.
1997). Selain itu, kelarutan Al pada pH kurang dari 4.5 didominasi bentuk Al

3+

yang dapat menghambat pertumbuhan akar sehingga menurunkan kemampuan
akar dalam menyerap hara mineral dan air (Marschner 1995; Rout et al. 2001).
Masalah cekaman Al pada tanah Ultisol dapat diatasi dengan memperbaiki
kondisi tanah melalui pengapuran (Naidu et al. 1990; Idris 1995; Nurlaeny et al.
1998), namun pendekatan ini tidak ekonomis karena dibutuhkan dalam jumlah
yang banyak dalam aplikasinya. Pada daerah-daerah dengan sarana transportasi
terbatas dan jauh dari sumber industri kapur akan terkendala dengan tingginya
biaya pengadaan. Penggunaan genotipe yang adaptif terhadap cekaman Al dapat
dijadikan alternatif karena lebih praktis (Samac & Tesfaye 2003; Bakhtiar et al.
2007).

Genotipe adaptif Al dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada

tanah Ultisol karena adanya peningkatan sintesis asam-asam organik untuk
mendetoksifikasi Al (Ma 2000; Watanabe et al. 2006; Enggarini & Marwani
2006).

Asam-asam organik akan membentuk kompleks Al-asam organik,

sehingga mengurangi toksisitas Al pada tanaman (Jones & Brassington 1998; Ma
et al. 2001).
Keragaman genotipe cabai di Indonesia cukup banyak, namun selama ini
baru dimanfaatkan untuk perbaikan daya adaptasi terhadap cekaman biotik seperti
penyakit antraknosa dan virus mosaik, sedangkan untuk daya adaptasi terhadap
cekaman abiotik seperti cekaman Al belum banyak dilakukan. Genotipe cabai
yang adaptif terhadap Al dapat diperoleh melalui seleksi terhadap plasma nutfah
yang ada. Seleksi tanaman untuk daya adaptasi terhadap cekaman Al dapat
dilakukan berdasarkan perbedaan karakter pertumbuhan akar, fisiologi maupun
agronomi antara tanaman yang mengalami cekaman Al dan yang tidak
(Matsumoto et al. 1996; Kasim et al. 2001). Pada beberapa tanaman, untuk
mengidentifikasi daya adaptasi terhadap cekaman Al secara cepat dapat dilakukan
penapisan dengan mengamati perbedaan panjang akar pada fase vegetatif (Sasaki
et al.1994; Samuel et al. 1997; Hanum 2004; Bakhtiar et al. 2007). Metode
penapisan dapat menghemat waktu dan tenaga terutama bila genotipe yang
diseleksi cukup banyak. Namun demikian, hasil penapisan karakter panjang akar
tidak selalu konsisten dengan respon hasil karena tekanan cekaman yang dialami

3
hanya sampai fase vegetatif. Oleh karena itu hasil penapisan berdasarkan panjang
akar perlu dievaluasi lebih lanjut sampai periode panen.
Perbaikan daya adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik juga dapat
dilakukan dengan memanfaatkan simbiosis antara tanaman dan fungi mikoriza
arbuskula

(FMA).

Pemanfaatan

FMA

telah

banyak

diketahui

mampu

meningkatkan adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik, seperti pada cabai
terhadap cekaman hara P maupun kekeringan (Haryantini & Santoso 2001;
Rahayu et al. 2002), serta jagung, kedelai, dan kacang tunggak terhadap cekaman
Al pada tanah ultisol (Nurlaeni et al. 1996; Hanum 2004; Rohyadi et al. 2004).
Fungi mikoriza arbuskula memberikan keuntungan pada tanaman melalui
ekspansi hifa eksternalnya sampai ke lapisan subsoil sehingga meningkatkan
kapasitas penyerapan hara dan air (Cruz et al. 2004).
Fosfat adalah unsur hara utama yang diserap tanaman dengan bantuan
mikoriza (Joner & Johansen 2000; Rohyadi et al. 2003). Inokulasi FMA pada
cabai dapat meningkatkan penyerapan P sebesar 30.95% di tanah andisol
(Haryantini & Santoso 2001). Selain itu, koloni FMA dapat menginduksi aktivitas
fosfatase asam dan sintesis asam organik sehingga dapat memperbaiki kondisi
rizosfir (Joner et al. 1995; Joner & Johansen 2000).
Kemampuan kolonisasi setiap jenis FMA, selain tergantung pada jenis
FMA, juga sangat tergantung pada genotipe tanaman, dan kondisi tanah serta
interaksi ketiganya (Brundrett et al. 1996).

Pada kondisi tanah marginal,

ketergantungan tanaman pada mikoriza akan meningkat. Fungi mikoriza akan
mengenal inangnya melalui sinyal kimia dalam bentuk eksudat akar yang
terinduksi oleh kondisi tanah yang kurang menguntungkan (Clark 1997). Dengan
demikian, kemampuan kolonisasi jenis FMA diduga berkaitan dengan tingkat
toleransi genotipe cabai terhadap cekaman Al. Pendugaan ini dapat diketahui
berdasarkan pengamatan intensitas akar terinfeksi melalui uji kompatibilitas FMA
dengan genotipe cabai yang mempunyai tingkat toleransi Al yang berbeda.
Keefektivan penggunaan FMA tidak cukup dinilai dengan kemampuan kolonisasi
yang tinggi, tetapi juga dinilai dari besarnya manfaat yang diberikan untuk
peningkatan pertumbuhan dan hasil cabai. Pengujian tanggap agronomi dan
fisiologi terhadap inokulasi FMA perlu dilakukan untuk menilai keefektifannya.

4
Potensi pemanfaatan tanah Ultisol untuk budidaya cabai dapat diketahui
melalui serangkaian penelitian untuk mendapatkan genotipe yang adaptif terhadap
cekaman Al serta jenis FMA yang kompatibel dan efektif dalam perbaikan hasil
dan adaptasi cabai pada tanah Ultisol. Penanaman genotipe yang adaptif terhadap
cekaman Al dan pemanfaatan jenis FMA yang efektif diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas tanaman cabai pada tanah Ultisol. Adapun alur
penelitian secara lengkap disajikan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.

Mengidentifikasi genotipe cabai yang toleran dan peka Al secara cepat
melalui pengamatan perbedaan panjang akar pada fase vegetatif.

2. Mengevaluasi genotipe hasil penapisan uji hayati akar berdasarkan karakter
pertumbuhan dan hasil sehingga diperoleh genotipe yang diindikasikan
adaptif terhadap cekaman Al.
3. Mendapatkan FMA yang kompatibel dengan tanaman cabai.
4. Menguji keefektifan FMA dalam meningkatkan hasil dan kemampuan
adaptasi cabai pada tanah masam berkadar Al tinggi.
5. Menguraikan mekanisme adaptasi terhadap cekaman Al pada tanaman cabai
yang bermikoriza.
Hipotesis
1. Melalui penapisan panjang akar pada fase vegetatif dan evaluasi pertumbuhan
dan hasil, dapat diperoleh genotipe yang adaptif terhadap cekaman Al.
2. Terdapat perbedaan kemampuan kolonisasi akar antar jenis FMA dengan
cabai.
3. Inokulasi FMA yang kompatibel, efektif meningkatkan hasil dan kemampuan
adaptasi cabai terhadap cekaman Al.

5

KEEFEKTIFAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DALAM
MENINGKATKAN HASIL DAN ADAPTASI CABAI
PADA TANAH BERCEKAMAN ALUMINIUM

Tahap 1: Identifikasi kemampuan
adaptasi genotipe cabai
terhadap cekaman Al.
1a. Penentuan tingkat kejenuhan Al
tanah ultisol dengan pengapuran
1b. Penapisan pada fase vegetatif
1c. Evaluasi karakter pertumbuhan
dan komponen hasil

Tahap 2. Pengujian kompatibilitas
fungi mikoriza arbuskula
(FMA) dan cabai.
2a. Penafsiran jumlah propagul
infektif
2b. Pengujian daya infeksi FMA

Tahap 3. Pengujian efektifitas FMA
untuk perbaikan hasil dan
kemampuan adaptasi cabai
pada tanah ultisol.
3a. Pengujian terhadap tanggap
pertumbuhan dan hasil
3b. Pengujian terhadap tanggap
fisiologi

- Informasi karakter
pertumbuhan akar dan tajuk,
serta komponen hasil untuk
seleksi terhadap cekaman Al
- Diperoleh genotipe toleran
dan peka Al

Jenis FMA yang kompatibel
dengan cabai

- Peningkatan kemampuan
adaptasi melalui perbaikan
pertumbuhan dan hasil oleh
FMA
- Informasi karakter fisiologi
yang berkaitan dengan
mekanisme adaptasi
terhadap cekaman Al

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
CABAI PADA TANAH ULTISOL
Keterangan :
= garis pemanfaatan data
= garis target/hasil yang diharapkan

Gambar 1. Bagan alur kegiatan penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Permasalahan pada Tanah Ultisol
Jenis tanah yang berordo Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang
cukup potensial digunakan sebagai lahan pertanian, namun karena tingkat
kesuburan tanahnya rendah menyebabkan tanah tersebut masih termarjinalkan.
Luas tanah ultisol mencapai 45.794 juta ha atau 24.3% dari total luas lahan kering
di Indonesia (Hidayat & Mulyani 2002). Sebaran tanah Ultisol tersebut terdapat
di Kalimantan (47.91%), Sumatra (20.68%), Papua (16.63%), Sulawesi (9.39%),
Maluku (2.71%) dan Jawa+Bali+Nusa Tenggara (2.68%). Konsepsi pokok dari
tanah Ultisol adalah tanah yang telah mengalami proses hancuran lanjut (ultimate)
dan pencucian berat oleh curah hujan yang tinggi, berwarna merah kuning,
berpenampang > 2m, dan terdapat lapisan argilik dari akumulasi liat (Subagyo et
al. 2000). Basa-basa akan tercuci dari kompleks jerapan sehingga tinggal Al dan
H sebagai kation dominan yang menyebabkan tanah bereaksi masam. Oleh
karenanya tanah Ultisol banyak tersebar luas di wilayah tropis basah.
Pada tanah ultisol terdapat beberapa kendala kimia yang sering ditemukan
secara serempak dan saling berinteraksi dalam menghambat pertumbuhan
tanaman.

Data analisis tanah Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia

menunjukkan bahwa reaksi tanahnya sangat masam sampai masam (pH 4.1- 4.8),
kandungan bahan organik sangat rendah sampai sedang dengan rasio C/N
tergolong rendah. Kandungan P potensial maupun P tersedia sangat rendah, K
potensial sangat rendah sampai rendah dan KTK termasuk rendah . Jumlah basabasa dapat ditukarkan dan kejenuhan basa tergolong sangat rendah (Hidayat &
Mulyani 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa pada reaksi tanah sangat masam
(pH < 4.5) kelarutan Al dapat ditukarkan meningkat sehingga menaikkan
kejenuhan Al. Tanah Ultisol dengan kejenuhan Al lebih dari 30% dan pH kurang
dari 4.5 akan menimbulkan cekaman Al bagi tanaman (Subagyo et al. 2000).
Bentuk-bentuk Al dalam larutan tanah tergantung tingkat kemasamannya. Pada
keadaan reaksi tanah sangat masam (pH < 4.5), Al menjadi sangat larut terutama
dalam bentuk Al3+ yang beracun bagi tanaman (Marschner 1995; Rout et al. 2001;
Vitorello et al. 2005). Bentuk lain Al dapat ditemukan pada pH yang lebih tinggi

7
misalnya AlOH2+ pada pH 4.5-5.0, Al(OH)2+ pada pH 5.5-6.0, dan Al(OH)4- atau
Al(OH)3 pada pH di atas 6.0 (Marschner 1995).
Adanya kelarutan Al yang tinggi dapat menyebabkan keracunan pada akar
sehingga pertumbuhan akar menjadi terhambat dan akhirnya menurunkan
kemampuan akar dalam menyerap hara mineral dan air (Matsumoto et al. 1996;
Samuel et al. 1997). Selain itu kelarutan Al yang tinggi pada tanah Ultisol dapat
juga menyebabkan ketersediaan hara P menurun. Pada reaksi tanah yang masam,
ion-ion Al bebas akan memfiksasi ion fosfat membentuk hidroksi fosfat yang
tidak larut, akibatnya sering terjadi defisiensi hara tersebut (Ralalage et al. 1995;
Rout et al. 2001).
Pengaruh Cekaman Aluminium pada Tanaman
Cekaman Al yang sering terjadi pada tanah Ultisol merupakan
penghambat utama bagi pertumbuhan tanaman. Gejala umum yang paling nyata
terlihat bila keracunan Al adalah terhambatnya pertumbuhan dan perpanjangan
akar, baik akar primer, akar lateral, maupun bulu akar. Tanaman yang keracunan
Al mempunyai akar yang pendek, percabangan sedikit, akar adventif lebih banyak
tumbuh pada pangkal akar, serta akar primer berkembang melebar ke arah apikal
meristem sehingga terlihat gemuk (Rout et al. 2001). Pertumbuhan akar yang
demikian sulit melakukan penetrasi ke lapisan sub soil menyebabkan penyerapan
hara dan air menjadi lebih rendah (Marschner 1995).
Kelarutan Al sebagai Al3+ merupakan bentuk yang sangat beracun dan
dapat merusak akar serta menghambat penyerapan hara mineral (Delhaize & Ryan
1995; Samuel et al. 1997). Bentuk lain seperti Al(OH)2+ juga beracun bagi
tanaman terutama kedelai, disamping itu bentuk monomer secara bersamaan dapat
lebih menghambat pertumbuhan akar dibandingkan secara individual (Alva et al.
1986; Bushamuka & Zobel 1998). Kerusakan akar akibat keracunan Al juga
dilaporkan pada beberapa tanaman, seperti

padi (Sivaguru & Paliwal 1993;

Bakhtiar et al. 2007), sorgum (Tan et al. 1993), barley (Matsumoto et al. 1996),
gandum (Samuel et al. 1997) dan jagung (Bushamuka & Zobel 1998).
Penghambatan pertumbuhan akar oleh cekaman Al terjadi karena pembelahan dan pemanjangan sel pada meristem akar terhambat. Aluminium yang
masuk ke dalam sel akan merusak membran plasma dan protein di dalam

8
membran plasma, selanjutnya Al akan berikatan dengan gugus P pada DNA
sehingga menghambat pembelahan sel (Delhaize & Ryan 1995; Matsumoto 1988;
Matsumoto et al. 1996). Selain itu, Al dapat juga menggantikan Ca pada ikatan
Ca-pektat serta menstimulir sintesis lignin di dalam dinding sel, akibatnya terjadi
kekakuan dinding sel dan pemanjangan sel-sel akar menjadi terhambat (Blamey et
al. 1993; Watanabe & Okada. 2005). Kalsium sangat dibutuhkan untuk menjaga
stabilitas membran dan perkembangan sel. Penggantian Ca oleh Al akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma dan terjadi kebocoran sel (Matsumoto et
al. 1996; Rengel 1997).
Akumulasi Al pada jaringan akar akan menentukan tingkat toleransi
genotipe tanaman terhadap cekaman Al dan berkorelasi dengan tingkat kerusakan
akar. Pada genotipe toleran, kandungan Al yang terakumulasi pada jaringan akar
umumnya lebih rendah dibandingkan genotipe peka (Delhaize & Ryan 1995; Ma
2000). Hasil deteksi visual penetrasi Al dengan metode pewarnaan hematoksilin
pada akar kedelai dari genotipe Yellow (toleran Al ) menunjukkan bahwa
akumulasi Al terdapat pada permukaan ujung akar sehingga kerusakan yang
terlihat hanya pada bagian tersebut. Sementara itu, pada genotipe Lumut (peka Al)
terlihat adanya akumulasi Al sampai ke bagian akar yang lebih tua sehingga
kerusakan akar tampak pada jaringan yang lebih dalam dan ke arah jaringan yang
lebih tua (Sopandie et al. 2003). Sementara itu, pada tanaman yang sangat peka
seperti barley, kerusakan dapat mencapai korteks maupun epidermis dan tidak
terbatas pada jaringan meristematik saja (Matsumoto et al. 1996).
Gejala kerusakan akar dapat terlihat dalam waktu yang relatif singkat
setelah Al diserap oleh akar. Aluminium dapat menyebabkan kerusakan akar saat
masih berada di dinding sel tanpa menunggu masuk ke dalam sel (Delhaize &
Ryan 1995). Pada tanaman ercis, perpanjangan akar mulai terhambat setelah 24
jam terkena cekaman Al (Matsumoto et al. 1996). Akar tanaman gandum yang
mengalami cekaman Al selama 6 jam memperlihatkan gejala kerusakan akar yang
tidak dapat balik (Sasaki et al. 1994).
Adanya cekaman Al dapat juga menurunkan efisiensi pemupukan pada
tanah ultisol. Penambahan unsur-unsur hara melalui pemupukan sering tidak
bermanfaat pada tanah Ultisol, bila kelebihan Al tidak diatasi (Idris 1995). Pada

9
reaksi tanah yang masam, ion-ion Al bebas akan mengfiksasi ion fosfat
membentuk hidroksi fosfat yang tidak larut, akibatnya sering terjadi defisiensi
hara tersebut (Naidu et al. 1990; Ralalage et al. 1995).
Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Aluminium
Adanya sifat toleransi terhadap kelebihan Al merupakan faktor utama
untuk adaptasi tanaman pada tanah masam. Secara umum, kemampuan adaptasi
tanaman terhadap cekaman Al dilakukan

melalui 2

mekanisme, yaitu : (1)

mekanisme eksternal, yaitu sistem adaptasi dengan cara mencegah Al agar tidak
masuk ke dalam sel (Pineros et al. 2002), dan (2) mekanisme internal, yaitu
sistem adaptasi dengan cara mengurangi toksisitas Al di dalam sel tanaman (Ma
2000; Watanabe et al. 2006). Pada mekanisme eksternal, detoksifikasi Al terjadi
di apoplas, sedangkan mekanisme internal terjadi di simplas (Rout et al. 2001).
Tanaman dengan sistem mekanisme toleransi eksternal memiliki kemampuan untuk melakukan penolakan terhadap Al (eksklusi Al) dari tempat peka di
akar. Permeabilitas membran plasma yang selektif terhadap Al dan kapasitas
tukar kation (KTK) apoplas yang rendah merupakan bentuk toleransi dengan cara
mengeksklusi Al (Taylor 1988).

KTK apoplas tinggi akan meningkatkan

pertukaran kation-kation polivalen sehingga kemungkinan terjadinya akumu-lasi
Al menjadi lebih besar (Matsumoto et al. 1996).
Luar
pH 4.0 – 5.0

Sitoplasma
pH 7.0

Al3+

3
2
1
Malat

2-

Malat-Al
Saluran
Protein
K+
Keseimbangan

Gambar 2. Pengaruh Al terhadap effluks asam malat melalui saluran protein
(Delhaize & Ryan 1995)

10
Selain itu, sistem toleransi eksternal dapat juga dilakukan tanaman melalui
eksudasi asam-asam organik yang mampu mengkelat Al, sehingga terjadi
immobilisasi Al di apoplas dan menurunkan kelarutan Al di daerah rizosfir (Ma
2000). Proses efluks asam organik dari dalam sel akar dapat dilakukan dengan
tiga cara, yaitu efluks secara pasif melalui membran bilayer, efluks melalui
saluran protein pada membran plasma, dan efluks secara aktif karena adanya
gradien potensial elektro-kimia yang diatur oleh H+-ATPase (Jones & Brassington
1998). Pada beberapa tanaman, eksudasi asam-asam organik sebagai respon
terhadap cekaman Al sebagian besar diefluks melalui saluran protein (Gambar 2).
Menurut Delhaize & Ryan 1995, pengaruh Al terhadap efluks asam malat melalui
saluran protein melibatkan tiga mekanisme, yaitu (1) Al berinteraksi langsung
dengan saluran protein, sehingga meningkatkan masa waktu pembukaan saluran
protein, (2) Al berinteraksi dengan reseptor spesifik pada permukaan membran
atau dengan membran yang selanjutnya melalui serangkaian kurir sekunder di
sitoplasma akan mengubah aktivitas saluran protein, dan (3) Al masuk ke
sitoplasma, kemudian dapat secara langsung mengubah aktivitas saluran protein
dengan cara menempel saluran dari dalam, atau secara tidak langsung melalui
suatu transduksi sinyal. Di daerah rizosfir, asam-asam organik yang diketahui
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap logam bervalensi tiga seperti Al3+ dan
Fe3+ akan membentuk kompleks Al-asam organik atau Fe-asam organik sehingga
mengurangi kelarutan logam-logam tersebut (Jones & Brassington 1998).
Keterlibatan asam-asam organik dalam sistem toleransi eksternal telah
banyak dilaporkan. Pada genotipe gandum yang toleran Al, asam malat banyak
dieksudasi melalui ujung akar, yaitu 5 sampai 10 kali lebih banyak dibandingkan
genotipe peka (Delhaize et al. 1993).

Selain asam malat, toleransi tanaman

gandum juga terjadi karena terikatnya Al pada mucillage akar dan melibatkan
eksudasi fosfat (Archambaut et al. 1996; Pellet et al. 1997).

Genotipe kedelai

yang toleran Al banyak mengakumulasi dan mengeksudasi asam sitrat dan malat
untuk merespon adanya cekaman Al (Kasim et al. 2001). Sementara itu, genotipe
toleran pada tanaman wortel, buncis, dan jagung banyak mengeksudasi asam sitrat
sebagai respon terhadap cekaman Al (Ojima & Ohira 1988; Miyasaka et al. 1991;
Pellet et al. 1995).

11
Peningkatan pH rizosfir pada tanah masam juga merupakan salah satu
bentuk mekanisme toleransi eksternal terhadap cekaman Al.

Kemampuan

tanaman untuk menaikkan pH dapat mengurangi pengaruh buruk Al melalui
proses hidrolisis dan polimerasi Al menjadi bentuk yang kurang beracun (Taylor,
1988). Keseimbangan penyerapan kation-anion, terutama amonium (NH4+) dan
nitrat (NO3-),

merupakan salah satu parameter yang penting dalam sistem

pengaturan pH rizosfir. Pada tanaman kedelai, naiknya pH berkaitan dengan
kemampuan genotipe toleran untuk menyerap nitrat lebih banyak dibandingkan
amonium. Hal ini juga disertai dengan tingginya aktivitas spesifik NR (nitrat
reduktase) pada akar genotipe toleran (Sopandie 1999).

Nitrat yang diserap

tanaman akan direduksi menjadi asam-asam organik dan menyebabkan ekskresi
OH- sehingga pH rizosfir meningkat (Haynes 1990).
Kemampuan tanaman untuk mendetoksifikasi Al dalam sitosol merupakan
ciri spesies tanaman yang mempunyai sistem mekanisme toleransi internal.
Tanaman mampu mempertahankan proses metabolismenya, walaupun Al telah
masuk ke dalam sitosol. Mekanisme ini dapat berupa pengkelatan Al di sitosol,
kompartementasi Al ke dalam vakuola, sintesis protein pengikat Al dan evolusi
enzim yang toleran Al (Taylor 1988).
Peningkatan akumulasi asam-asam organik pada tanaman yang toleran Al
mengindikasikan adanya peranan asam-asam organik dalam mendetoksifikasi Al
dalam jaringan tanaman. Detoksifikasi Al oleh asam organik dapat dilakukan
den