Strategi menggalang partisipasi publik dalam peningkatan mutu pendidikan melalui Komite Sekolah pada SMA Negri I Liwa lampung Barat:
DAMAN NASIR. Strategi Menggalang Partisipstsi Publik dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Melalui bmite Sekolah Pada SMA Negei-i 1 Liwa Lampung
Barat. Dibhbing oleh HAMANTO dan LUKMAN M BAGA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan mutu pendidikan
yang ada di SMAN 1 Liwa. Secara mum penelitian ini bntujuan untuk
mengetahui sejauhmana peran Komite SekoIah yang ada di SMAN 1 Liwa untuk
berpartisipasi dalam peningkabn rnultu pendidikan di SMAN 1 Liwa, haiisis
partisipasi yang diukur dalam penelitian ini meliputi partisipasi masyarakat (orang
tua siswa), gum, d m Komite Sekolah. Bidang partispasi yang menjadi
pengukuran dalam analisis ini meliputi: partisipasi ddam perencanam, par~isipasi
dalam pelaksanaan, dan partisipasi dalam pengawasan; Adapun pengumpulan data
dilakukan dengan teknik wawancitfa, yang kemudian hasil wawancara tersebut
sebagai b&an untuk melaladcan Focus Group Discussion VGD) yang bertujuan
untuk meriganalisis dan sekaligus rnenghasilkan strategi d m rancangan program
untuk peningkatan partisipasi masyaraka~guru, dan Komite Sekolah yang Eelah di
sepakati secara bersama.
Dari hasil penelitian di peroleh bahwa 1) Masalah-masdah dalam
peningkatkan mutu pendidikan di SMAN I Liwa adalah kurang optimdnya
peranan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa dm rendabnya partisipmi masyardcat
dalam penyusunan kebijakan sekolah, pelaksanaan dm evaluasi kegiatan di
sekolah*;2) Secxa umum partisipasi masyarakat daIam perenemaan, pelaksanaan
dm pengawasan mas& rendah. Masyarakat (orang tua siswa) juga cendermg pasif
dalam mengemukakanpendapat atau usulan dalam rapat, Sementara itu partisipasi
masyarakat ddarn pelaksanaan kegiatm pendidikan di SMAN 1 Liwa, dalam
bentuk pemberian sumbangan uang dan tenaga mas& rendah. Paxtisipasi
masyarakat dalam pengawasan kegiatan pendidikan di SMAN 1 Liwa juga masih
rendah; 3) Program yang dilakukan mtuk meningkatkan paftisipasi orang tua
siswa dalam rneningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa antara lain: a)
pe1atiha.n tentang tugas dm kedudukan Komite Sekolah agar masyarakat
rnengetahui hak dm kewajiban dalam meningkatkan mutu pendidikan, b)
penerapan subsidi silang, orang tua siswa yang mampu secara ekonomi
DAMAN NASIR. Strategi Menggalang Partisipstsi Publik dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Melalui bmite Sekolah Pada SMA Negei-i 1 Liwa Lampung
Barat. Dibhbing oleh HAMANTO dan LUKMAN M BAGA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan mutu pendidikan
yang ada di SMAN 1 Liwa. Secara mum penelitian ini bntujuan untuk
mengetahui sejauhmana peran Komite SekoIah yang ada di SMAN 1 Liwa untuk
berpartisipasi dalam peningkabn rnultu pendidikan di SMAN 1 Liwa, haiisis
partisipasi yang diukur dalam penelitian ini meliputi partisipasi masyarakat (orang
tua siswa), gum, d m Komite Sekolah. Bidang partispasi yang menjadi
pengukuran dalam analisis ini meliputi: partisipasi ddam perencanam, par~isipasi
dalam pelaksanaan, dan partisipasi dalam pengawasan; Adapun pengumpulan data
dilakukan dengan teknik wawancitfa, yang kemudian hasil wawancara tersebut
sebagai b&an untuk melaladcan Focus Group Discussion VGD) yang bertujuan
untuk meriganalisis dan sekaligus rnenghasilkan strategi d m rancangan program
untuk peningkatan partisipasi masyaraka~guru, dan Komite Sekolah yang Eelah di
sepakati secara bersama.
Dari hasil penelitian di peroleh bahwa 1) Masalah-masdah dalam
peningkatkan mutu pendidikan di SMAN I Liwa adalah kurang optimdnya
peranan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa dm rendabnya partisipmi masyardcat
dalam penyusunan kebijakan sekolah, pelaksanaan dm evaluasi kegiatan di
sekolah*;2) Secxa umum partisipasi masyarakat daIam perenemaan, pelaksanaan
dm pengawasan mas& rendah. Masyarakat (orang tua siswa) juga cendermg pasif
dalam mengemukakanpendapat atau usulan dalam rapat, Sementara itu partisipasi
masyarakat ddarn pelaksanaan kegiatm pendidikan di SMAN 1 Liwa, dalam
bentuk pemberian sumbangan uang dan tenaga mas& rendah. Paxtisipasi
masyarakat dalam pengawasan kegiatan pendidikan di SMAN 1 Liwa juga masih
rendah; 3) Program yang dilakukan mtuk meningkatkan paftisipasi orang tua
siswa dalam rneningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa antara lain: a)
pe1atiha.n tentang tugas dm kedudukan Komite Sekolah agar masyarakat
rnengetahui hak dm kewajiban dalam meningkatkan mutu pendidikan, b)
penerapan subsidi silang, orang tua siswa yang mampu secara ekonomi
1.1.
Latar Belakang
Kebijakan otwiloini daemh berdsarlian Uadmg-UIlrlaag No. 22 taRtiii
1999 telah perbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004,
memposisikan
kabupatenfkota
sebagai
pemegang
kewenangan
dalam
tanggungjawab pembangunan berbagai sektor, termasuk penyelenggaraan bidang
pendidikan, Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada
kabupatenlkota, melainkan juga diberikan kepada satuan pendidikan, baik jalur
pendidikan sekolah maupun luar sekolah, Dengan demikian, keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
pusat, melainkan juga pemerintah provinsij kabupatenkota, pihak sekolah, dan
masyarakat atau stakeholders pendidikan. Hal ini relevan dengan konsep
partisipasi berbasis masyarakat (community based development participation) dan
manajemen berbasis sekolah (school based management) (Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002);
Salah satu masalah mendasar dalam bidang pendidikan Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah (Direktorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan
Menengah, 2001); Mutu pendidikan di Indonesia selama ini masih belum
mengalami peningkatan yang signifikan dan merata. Sebagian sekolah, terutarna
di
kota,
menunjukkan
peningkatan
mutu
pendidikan
yang
cukup
menggembiian, namun sebagian besar laimya masih memprihatinkan. Menurut
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasx dan Menengah (2001) terdapat sedikitnya
tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan
secara merata, yaitu:
I. Pendekatan education production function atau input & ouput analisis yang
digunakan dalam kebijakan pendidikan di Indonesia tidak dilaksanakan secara
konsekuen.
2, Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratiksentralistik
3. Peranserta masyarakat, khususnya orangtua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan selama ini sangat minim;
Partisipasi masyarakat diperlukan dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan, Partisipasi masyarakat yang selama ini umumnya lebih banyak
bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan
keputusan, monitoring,
evaluasi, dan akuntabilitas),
Berkaitan dengan
akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan
hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa,
sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan
Pirektorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan Menengah, 2001).
Untuk menampung dan menyalurkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, maka dibentuktah suatu wadah yang diberi nama
Komite Sekolah. Komite sekolah adalah suatu badan mandiri yang mewadahi
peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mu@ pemerataan, dan
efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra
satuan pendidikan, jalur pendidikan satuan p e n d i d i i maupun jalur pendidikan
luar satuan pendidikan. Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non
profit clan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokrasi oleh
para stakeholders pendidikan pada tingkat satuan pendidiian sebagai representasi
dan berbagai unsur yang beitanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses
dari hasil pendidikan (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001)
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasiona No. 044NI 2002,
tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dikatakan
bahwa Komite Sekolah merupakan dampak wujud dari otonomi pendidiian,
melalui demokratisasi pendidikan. Wujud dari kebijaksanaan ini adalah
kesempatan masyarakat untuk berperan aktif dalam menumbuhkembangkan
pendidikan. Hal ini, sejalan dengan apa yang disebut dengan communify based
education, dan secara tidak langsung imbas dari school based management.
Dibentuknya Komite Sekolah d i s u d k a n agar suatu organisasi
masyarakat satuan pendidiian mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli
terhadap peningkatan kualitas satuan pendidikan. Adapun tujuan dibentuknya
Komite Sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat satuan pendidikan sebagai
berikut:
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam
melahirkan satuan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.
b. Meningkatkan
tanggungjawab
peranserta
clan
masyarakat
dalarn
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c, Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidiian yang bermutu di satuan
pendidiian,
1.2.
Perurnusan Masalah
Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi juga
membuka peluang masyarakat untuk meningkatkan peranserta dalam pengelolaan
pendidikan. Salah satu upaya untuk mewujudkan peluang tersebut adalah melalui
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Lembaga ini dibentuk berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002
tentang Dewan P e n d i d i i dan Komite Sekolah (Direktorat Jendera P e n d i d i i
Dasar dan Menengah, 2002). SMAN 1 Liwa sebagai salah satu lembaga
pendidikan mengalami pennasalahan dalam mutu pendidiian. Perolehan NEM
rata-rata SMAN 1 Liwa mulai tahun 2000 sampai 2002 statis dan cenderung
mengalami p e n m a n . Berdasarkan kondisi tersebut maka pertanyaan yang
muncul dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah peranan Komite Sekolah
dalam kegiatan meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa?"
Partisipasi atau keterlibatan masyarakat (tennasuk orang tua siswa) sangat
penting perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Terdapat
korelasi positif yang signifikan antara keterlibatan, kewibawaan orang tua didalam
kegiatan sekolah dan keberhasilan peserta didik (Hobson, seperti dikutip oleh
Wahjosumidjo,
2002).
Oleh
karena
itu
maka
pertanyaannya
adalah
"Bagaimanakah tingkat partisipasi orang tua siswa (masyarakat) dalam
meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa?"
Diharapkan keberadaan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa memberikan
kontribusi yang signifikan bagi peningkatan NEM rata-rata SMAN 1 Liwa pada
tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu perlu pengoptimalan peranan Komite
Sekolah dan partisipasi dari masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidian di
SMAN 1 Liwa. Berdasarkan uraian tersebut maka pertanyaan berikutnya adalah
"Bagaimana strategi dan program Komite Sekolah dalam peningkatan partisipasi
masyarakat untuk peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa?"
Permasalahan-permasalahan yang telah d i i u s k a n diatas pada dasarnya
akan saling terkait dan dapat mempengaruhi kinerja pendidiian di SMAN 1 Liwa.
Untuk memperoleh jawaban dalam pernasalahan, maka dilakukan penelitian yang
mendalam mengenai partisipasi publik dalam pendidikan.
1.3.
Tujuan Penolitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dimmuskan, maka penelitian ini
secara mum ditujukan untuk merumuskan strategi menggalang partisipasi publik
dalarn peningkatan mutu pendidiian melalui Komite Sekolah pada SMAN 1 Liwa
Kabupaten Lampung Barat. Untuk mencapai tujuan umum penelitian, maka
ditetapkan tujuan kajian sebagai berikut:
1. Mengevaluasi peranan Komite Sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan
di SMAN 1 Liwa.
2. Mengetahui tingkat partisipasi orang tua siswa (masyarakat) dalam
meningkatkan mum p e n d i d i i di SMAN 1 Liwa.
Menyusun strategi dan program kerja Komite sekolah dalam peningkatan
partisipasi masyarakat (orang tua siswa) untuk peningkatan mutu pendidikan di
SMAN 1 Liwa.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Partisipasi
Pengertian pattisipasi adalah ikut sertanya suatu kesatilm mtuk
mengambil bagian dalarn aktivitas yang dilaksanakan oleh susunan kesatuan yang
lebih besar (Poerbakawatja, 1980). Kelompok kajian Bank Dunia menjelaskan
bahwa partisipasi adalah sebagai suatu proses para pemilik kepentingan
(stakeholders) mempengaruhi dari berbagai pengawasan atas insiatif dan
keputusan pembangunan serta sumber daya yang berdarnpak pada mereka (Lewis
dan Waker, 2001). Berdasarkan sudut pandang tersebut, dapat dilihat dari tataran
konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua siklus tahapan proyek, dan
evaluasi kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi
(Lewis dan Waker, 2001).
M i e l s e n (2001) memaparkan pengertian partisipasi adalah sebagai
berikut:
1. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang
tahu kelompok yang terkait, mengambil inisiatif clan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu.
2. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditemukannya sendiri.
3. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan dan lingkungan mereka,
Beberapa kriteria yang dijadikan acuan dalam penggunaan istilah
partisipasi menurut Pamuji (1997) adalah sebaga berikut:
a. Partisipasi mengacu kepada adanya beberapa subjek yang berinteraksi, ialah
individu @erorangan) yang berada dalam suatu unit masyarakat (kelompok),
organisasi, perekonomian, pemerintahan, bangsa, dmana masing-masing
mempunyai keleluasaan untuk mengambil keputusannya sendiri-sendiri, tetapi
terikat dalam suatu ikatan solidaritas tertentu untuk mewujudkan kepentingan
atau rencana bersama.
b. Terdapat kerelaan dan kesadaran dari individu untuk menjalankan peranan
yang diberikan oleh kelompoknya secara ikhlas, Keikutsertaan anggota tidak
ditimbulkan oleh kekuasaan yang dipunyai oleh pemimpin. Dengan demikian,
mobilisasi bukan masuk kategori partisipasi.
c. Partisipasi berkonotasi kepada keterlibatan anggota perorangan dalam proses
pengelolaan sesuatu kegiatan (pengambilan keputusan bersama, pengerahan
sumber daya, pengawasan, dan penyesuaian).
a. Kelompok sasaran dan partisipasi adalah rakyat banyak,
Berdasarkan pengertian partisipasi clan berbagai pendapat, maka apabila
dihubungkan dengan pendidikan, yang dimaksud partisipasi adalah peran aktif
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari tahap penyusunan
program pendidikan sekolah, pelaksanaan sampai tahap pengawasan pelaksanaan
kegiatan sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Jenis-Jenis Partisipasi Masyarakat
2.2.
Menurut Madrie (1986) jenis-jenis partisipasi berdasatkan proses
pembangunan suatu program dapat dielompokkan dalam bentuk kesediaan
(1) menerima dan memberi, (2) menyumbangkan pemikiran, (3) merencanakan
suatu kegiatan, (4) pelaksanaan pekerjaan. (5) menerima hasil pembangunan, dan
(6) menilai pembangunan.
Jenis-jenis partisipasi apabila dikaitkan dengan pendidikan, terdapat jenis
partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat, ~LU-U,pengurus komite sekolah
dan pihak lainnya, yaitu : partisipasi perencanaan dalam penyusunan program,
pelaksanaan dan pengawasan pendidian.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidian Dasar dan Menengah (2001) jenis
partisipasi orang tua (masyamkat) dalam peningkatan mutu pendidian, terdii
atas:
1. Partisipasi dalam Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu.
Unsur-unsur sekolah, guni orang tua (masyarakat), komite sekolah dan pihak
lainnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah dan panjang
beserta
program-programnya untuk
merealisasikan rencana
(Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001).
tersebut
2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Peningkatan Mutu.
Rencana dan program peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui
bersama-sama oleh sekolah, orang tua siswa (masyarakat), diambil langkah
proaktif untuk mewujudkan sasaran yang telah ditetapkani
3. Partisipasi dalam Evaluasi Pelaksanaan
Program peningkatan mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan di evaluasi
untuk melihat keberhasilannya. Dalam evaluasi, Komite Sekolah, guru
benama-sama orang tua bersama-sama mengevaluasi dan mengawasi
pelaksanaan peningkatan mutu pendidiian. Orang tua siswa sebagai
stahholders hams dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah
dilaksanakan. Dengan demikian sekolah mengetahui bagaimana sudut
pandang pihak luar bila dibandingkan dengan pihak internal, suatu ha1 yang
bisa tejadi bahwa orang tua siswa menilai suatu program gagal atau kurang
berhasil, walaupun pihak sekolah menanggapinya cukup berhasil, Yang perlu
disepakati adalah indikator yang perlu ditetapkan sebelum melakukan evaluasi
(Direktorat Jenderal Pendidiian Dasar dan Menengah, 2001). Berdasarkan
arahan Ditjen P e n d i d i i Dasar dan Menengah tersebut tampak bahwa
partisipasi masyarakat dilaksanakan sejak tahapan perencanaan sampai dengan
evaluasi.
2.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi.
Beal (1979) seperti dikutip 01th Sahidu (1998) mengatakan bahwa
partisipasi merupakan suatu bentuk perilaku. Kegiatan berpartisipasi akan
dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian tertentu misalnya sikap, kemauan,
keterampilan, ambisi dan lain sebagainya. Seperti dikemukakan sebagai berikut:
.... There are many strbtler behaviour patterns intern ofgesrures, attitudes, or
"
manner that constitute participation" (Beal, seperti d i i t i p oleh Sahidu, 1998).
Untuk dapat berperilaku tertentu ada dua hal yang mendukungnya (Oppenheim,
yang d i i t i p oleh Sahidu, 1998):
a. Ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu itu pada d i i seseorang
berson inner determinant).
b. Terdapat iklim atau lingkungan (environmenial factors) yang memungkinkan
terjadinya perilaku tertentu itu,
Pasaribu dan Simanjuntak dikutip oleh Madrie (1986) mengemukakan
bahwa untuk menumbuhkan partisipasi diperlukan adanya iklirn tertentu, Iklirn ini
ada hubungannya dengan kesempatan untuk berpartisipasi. Pada anggota
kelompok ada jaminan d i n g menghormati, ada rasa keadilan, masing-masing
anggota mempunyai tenggang rasa, dapat menghargai hak dan kewajiban, bahwa
keikutsertaannya terasa mempunyai arti.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi seperti yang dikemukakan
Slamet dalam Sahidu (1998) adalah : (1) kemauan, (2) kemampuan, dan (3)
kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Apabila dikaitkan dengan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan sekolah maka partisipasi masyarakat dalam
kegiatan penyelengaraan p e n d i d i i di sekolah dipengaruhi oleh faktor-faktor,
antara lain; kemauanj kesempatan dan kemampuan masyarakat,
2.4.
Konscp Mutu Pendidiksn.
Secara m u , mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan
yang diharapkan. Menurut Suryadi (2001) seperti d i i t i p oleh Witaputra (2003)
mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga pendidikan membangun
kemampuan siswa untuk belajar (building capacity of students to learn). Dalam
konteks pendidikan; pengertian mutu menurut Direktorat Jenderal pendidikan
D m dan Menengah (2001), mencakup input, proses dan output pendidikan.
Input pendidikan adalah sebagai sesuatu yang h a s tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses, Sesuatu yang dimaksud adalah
sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-hampan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses. Input sumber daya manusia (kepala sekolah, g q
karyawan, siswa). Input perangkat lunak meliputi: struktur organisasi di sekolah,
rencana
kegiataddeskripsi
kegiatan,
program
dan
sebagainya.
Input
harapan-harapan berupa visi dan misi tujuan dan sasaran yang in-& dicapai oleh
sekolah Pirektorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001).
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input,
sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam skala pendidikan berskala
mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengelolaan
kelembagaan, proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan program, proses
belajar-mengajar, dan proses belajar-mengajar memiliki tingkat kepentingan
tertinggi dibandingkan proses-proses lainnya.
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah, Kinerja sekolah
adalah prestasi sekolah yang dihasilkan. Kinerja sekolah dapat diukur dari
kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas
kerjanya dan moral kerjanya (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, 2001)
2.5.
Partisipasi Masyarakat dalarn Usaha Peningkatan Mutu Psndidikan
Peningkatan
mum pendidikan sadgat dipengaruhi oleh kualitas smber
daya manusia. Unsur-unsur yang harus terlibat dalam peningkatan mutu
pendidikan antara lain: kepemimpinan kepala sekolah, kualitas guru, sarana
prasarana, peranan orang tua, peranan masyarakat setempat, peranan pemerintah
daerah dan pihak-pihak swasta (Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah,
2001). Adanya anggapan bahwa peningkatan kualitas surnber daya manusia
merupakan wewenang lembaga pendidikan saja adalah pandangan yang keliru.
Peningkatan kualitas tersebut memerlukan partisipasi masyarakat.
Partisipasi atau keterlibatan masyarakat sangat penting perannya dalam
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Terdapat korelasi positif yang
signifikan antara keterlibatan, kewibawaaan orang tua dalam kegiatan sekolah dan
keberhasilan peserta didik (Hobson dalarn Wahjosumidjo, 2002).
Oleh karena i t - dalam usaha peningkatan mutu pendid-
maka seluruh
unsur yang terlibat dapat difbgsikan sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Dengan demikian, peningkatan mutu pendidikan tidak diserahkan kepada sekolah
saja. Sekolah merupakan bagian integral dari masyarakat sekitarnya. Tugas dan
tanggung jawab pendidikan anak-anak di sekolah adalah tanggungjawab
masyarakat disamping sekolah dan pemerintah (Pmanto. 1987)
Adanya UU No 2211999 yang telah perbaharui dengan Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyebabkan daerah-daerah
berusaha sernaksimal rnungkin rnemenuhi kebutuhan hidup rnasyarakat lokal
melalui pembangunan fisik dan nonfisik. Sebelum adanya UU tersebut,
pernbangunan bersifat sentralistik sehingga tidak sesuai dengan kepentingan
masyarakat lokal,
Pernberdayaan masyarakat dan partisipasi rnerupakan strategi dalam
perundingan pembangunan yang berpusat pada rakyat @eople central
developmeni). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas rnasyarakat untuk
rneningkatkan kemandirian dan kekuatan intemal, melalui kesanggupan untuk
rnelakukan kontrol intemal atas surnberdaya rnateri dan maksirnal rnelalui
redistribusi modal atau kepemilikan (Kocten dalam Sahiby 1998).
2.6.
Konscp Komite Sckolah
2.6.1. Pengertian Komite Sekolah
Kornite sekolah adalah suatu badan rnandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan rnutu, pernerataan, dan efesiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah,
jalur pendidikan sekolah rnaupun jalur pendidikan luar sekolah (Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).
Komite sekolah merupakan badan atau lembaga nonproJil dan nonpolitis,
dibentuk berdasarkan musyawarah yang dernokratis oleh para stakeholders
pendid'ian pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai
unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil
pendidikan (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).
Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan
pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan
pendidikan yang sama di satu kornpleks yang sama. Nama Komite Sekolah
rnerupakan nama generik, artinya, adalah nama badan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah,
Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis
Sekolah, Majelis Madrasah, Kornite TK, atau nama lainnya yang disepakati.
Dengan demikian, organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran,
dan keanggotaannya sesuai dengan panduan ini atau melebur menjadi organisasi
baru, yang bemama Komite Sekoah (Direktorat Jenderal Pendidian Dasar dan
Menengah, 2002). Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di
sekolah, kewenangannya akan berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah
Komite Sekolah.
2.6.2. Kodudukan dan Sifat
1) Kedudukan
Menurut Direktorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan Menengah,
Departetnen Pendidikan Nasional(2002) Komite Sekolah berkedudukan di satuan
pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah. Satuan pendidikan dalam berbagai
jenjang, jenis, dan jalur pendidikan, dan mempunyai penyebaran lokasi yang amat
beragam.
2) Sifaat
Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai
hubungan yang heararkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya
Komite Sekolah dan sekolah memiliki kemandirian masing-masing, tetapi tetap
sebagai mitra yang harus saling bekejasama sejalan dengan konsep Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS).
2.6.3. Peran dan Fungsi Komite Sekolah
1) Perm Komite Sekolah
Menurut Direktorat P e n d i d i i Dasar dan Menengah (2001), peran yang
dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai berikut:
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung (supporting agency), baik dalanl wujud finansial, pemikiran,
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c. Pengontrol (confrolling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelengaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan sekolah di satuan pendidikan.
2 ) Fungsi Komite Sokolah
Menurut DireMorat Pendidikan Dasar dan Menengah (2001), Komite
sekolah memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidiian yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangadorganisasi/dunia
usahaldunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan
pendidiian yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai:
a) Kebijakan dan program pendidiian
b) Rencana Anggaran Pendidiian dan Belanja Sekolah (RAPBS)
c) Kriteria kinerja satuan pendidikan
d) Kriteria tenaga kependidikan
e) Kriteria fasilitas pendidikan
e, Mendorong orang tua dan masyarakat dan berpartisipasi dalam pendidikan
guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidian di satuan pendidikan
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Komite sekolah sesuai dengan peran dan hgsinya, melakukan
akuntabilitas sebagai berikut:
a. Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah
kepada stakeholders secara periodii, baik yang berupa keberhasilan maupun
kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.
b. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa
materi (dana, barang talc bergerak maupun bergerak), maupun non materi
(tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah setempat.
2.6.4. Perbandingan antara Komite Sekolah dan BP3
Pada tahun 2002, Departemen Pendidiian Nasional Republik Indonesia
membuat kebijakan pembentukan wadah Komite Sekolah sebagai pengganti
Badan Pembantu Penyelenggara Pendidian (BP3). Keberadaan Komite Sekolah
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 0441UJ2002
tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka
Komite Sekolah diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berperan aktif meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Menucut Prishardoyo (2002) terdapat perbedaan mendasar antara Komite
sekolah dengan BP3. Secara garis besar BP3 cenderung top down dari proses
pembentukan sampai pada pelaksanaan peranannya, sedangkan Komite Sekolah
lebih aspiratif dan melibatkan berbagai stakeholders pendidikan di sekolah.
Perbedaan antara Kornite Sekolah dengan BP3 dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan antara BP 3 dengan Komite Sekolah
NO
I
3
I
Indikator,
I Kepengwusan
-
I . ..
.. HP3
.
I
Komite Sckolah
I Hanya mclibalkan I Melibatkan bcrbagai stakeholderssekolah,
,
,
,
yaitu: p e w M a n orang tua siswa, tokoh
masyafakat, alumni, dunia usaha, pakar
pendidiian, organisasi profesi pendidikao,
penvakilan sisha
Hanya berperan
Komite b e m a n sebami pemberi
dalam keterkaitan
pertimbangan dalam Gneituan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan dan
sarana dan
pendukung, baik yang bcrwujud finansial,
prasarana sekolah
pemikirm, meslpun tenagk &latam
penyelenggaraan p e n d i d i i . Selain ihl,
dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyclengarw dan keluaran pendidiian dan
mediator antara pemerintah (eksekutif) dan
I masyarakat.
1 Peranan Keoala 1 Kepala sekolah
1 Menumt prinsip transparan, akuntabilitas,
dan dembkmt'is, kepala sekolah tidak
be$m bcsar dan
Sekolah
memlli! pemn besar d m tori it as kuat, tidak
memi!iki otoritas
ada pembina, kepala sekolah tidak
kuat karena Secara
diperbolehkan meqiabat
keina
atau
otomatis meniadi
pembina B P ~
mcmimpin komite
Masvankat kurane I Komire lnerupskan wadah flanisi~asiselumh
Partisipasi
diiibatkan
dalam
pemn masyamkat daGm pendidikan.
Masyamkat
BP3, peranan
F
y
a
n
g
dib"
adalahl
dominan dilakukan masyarakatlah yang menjadi pengelola,
oleh pihak sekolah
penyelenggara, sampai pengontrol sistem
endidikan sekolah
r: Prishardoyo (200 ) dan Direktorat Jenderal P e n d i d ' i Dasar dan Menengah (2002)
om& tua siswa dan
pihak sekolah
I
111. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Kajian
Fenelitian ini untuk menggali partisipasi masyarakat dalam usaha
peningkatan mutu pendidikan dilakukan di Kabupaten Lampung Barat. Penentuan
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (jurposive) dengan pertimbangan,
lokasi yang ditentukan dapat mewakili kondisi pendidikan yang ada di Kabupaten
Lampung Barat.
Kajian partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan di
SMAN 1 Liwa dilakukan dalam empat tahap, yaitu:
1. Tahap pertama atau penelitian I, dengan melakukan penelitian terhadap data
sekunder yang ada di SMAN 1 Liwa dan di Dinas Pendidikan Kabupaten
Lampung Barat. Penelitian ini dilakukan pada minggu pertama bulan
November 2008.
2. Tahap kedua atau penelitian 11, yang dilaksanakan pada minggu pertama bulan
November 2008, dengan fokus evaluasi pelaksanaan peranan Komite Sekolah
di SMAN 1 Liwa.
3. Tahap ketiga atau penelitian 111, kajian partisipasi masyarakat dalam bentuk
pengumpulan data primer dan sekunder, dilakukan minggu kedua bulan
November 2008,
4. Pembuatan Laporan hingga selesai, dilakukan sampai minggu ke empat bulan
Desember 2008.
3.2.
Prosedur Pengambilan Sampel
Penelitan ini termasuk metode survei adalah penelitian yang datanya
mengambil sampel dan satu populasi serta menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok, dikurnpulkan untuk mewakili seluruh populasi
(Singarimbun dan Effendi, 1989).
Teknik
pengambilan
sampel
adalah
mengambil
secara
acak
masing-masing stakeholders, yaitu guru sebanyak 45 orang, orang tua sebanyak
50 orang dan pengurus Komite Sekolah sebanyak lima orang.
3.3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan terbagi dua, yaitu:
a. Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan dari data statistik instansillembaga yang ada
yaitu SMAN 1 Liwa, Dinas Pendidkan Kabupaten Lampung Barat dan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Larnpung Barat,
b. Data Primer
Fengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan
responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan didukung
oleh observasi, yaitu melakukan pengamatan secara Iangsung pada objek kajian di
lapangan. Penggunaan kuesioner mengarahkan penulis pada informasi yang
relevan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian partisipasi, Kuesioner
kajian partisipasi terdii dan tiga bagian, yaitu partisipasi responden dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawassui kegiatan penyelenggaraan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
3.4.
Tsknik Pengolahan dan Analisis Data
Fengolahan d m analisis data dengan menggunakan data lamtitatif
disajikan dengan menggunakan tabulasi silang. Analisis data kualitatif disajikan
secara deskriptif untuk memperkuat argumentasi analisis kuantitatif dan
menjelaskan fenomena sosial yang terkait dengan partisipasi dan kinej a peran
serta h g s i komite sekolah;
3.5
Metode Analisis Masalah dan Analisis Proritas
Permusan d m pemecahan masalah kajian partisipasi masyarakat dalam
peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa, mengunakan metode partisipatif
@articipatoryl, yaitu Focus Group Disczission (FGD), FGD adalah wawancara
kelompok dari sejumlah individu dengan status sosial yang relatif sama, yang
memfokuskan interaksi dalam kelompok berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan oleh penulis yang berperan sebagai moderator dalam kelompok
diskusi (Morgan dalam Tonny, 2002).
3.6.
Metode Pcnyusunan Program
Metode penyusunan program meningkatan partisipasi masyarakat ( o m g
tua siswa) dalam kegiatan pendidikan di S M A N 1 Liwa dilakukan dengan
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan partisipasi masyarakat (orang tua
siswa) dalam kegiatan pendidikan di SMAN 1 Liwa, sebagai upaya
meningkatkan mutu pendidikan, melalui kondisi sosial yang mendukung
penyelenggaraan pendidikan di SMAN 1 Liwa, selanjutnya melakukan
observasi lapangan untuk memperoleh data partisipasi masyarakat (orang tua
siswa) yang dibandingkan dengan partisipasi guru, clan pengurus komite
sekolah di SMAN 1 Liwa.
2, Menyusun program kerja meningkatkan partisipasi masyarakat (orang tua
siswa) dalam kegiatan di SMAN 1 Liwa, dengan melibatkan partisipasi semua
pihak yang terkait (stakeholders), aitara lain: kepala sekolah, guru,
masyarakat (orang tua siswa), pengurus komite sekolah dan himpunan alumni
SMAN 1 Liwa. Penyusunan program mengutamakan partisipasi semua
stakeholders untuk mewujudkan m a memiliki dan tanggungjawab dalam
kegiatan di SMAN 1 Liwa, sehingga akhirnya mampu meningkatkan mutu
pendidikan SMAN 1 Liwa.
3. Evaluasi penerapan program partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu
pendidikan di SMAN 1 Liwa, dengan menentukan indikator-indikator
evaluasi, waktu pelaksanaan monitoring d m evaluasi serta penetapan
pelaksana evaluasi.
Partisipasi masyarakat dalam penyusunan program, diharapkan mampu
menghasilkan program yang sesuai dengan keinginan masyxakat, dan sekaligus
melakukan pengawasan terhadap jalannya proses pendidikaa yang bermutu baik.
3.7.
Kerangka Pemikiran
Salah satu masalah mendasar dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiapjenjang dan satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah (Departemen pendidikan Nasional, 2002). Usaha
untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui partisipasi dari masyarakat dan
seluruh stakeholders pendidikan di sekolah.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002)
sebagai
konsekuensi
perluasan
makna
partisipasi
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka perlu dibentuk
satu wadah untuk menampung dan menyalurkannya yang di sebut Komite
Sekolah. Komite Sekolah adalah suatu badan mandiri yang mewadahi peranserta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah,
jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah (Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).
Pelaksanaan Komite Sekolah sebagai gambaran realitas peran dan fungsi
ddam kegiatan pendidikan di sekolah yang pada a
y
a dapat meningkatkan
mutu pendidikan, Selain itu penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah
membutuhkan partisipbi masyarakat (dalam ha1 ini adalah orang tua siswa) dan
dibandingkan dengan h g k a t partisipasi guru d m anggota Komite Sekolah baik
partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan
di sekolah.
Komite Sekolah merupakan wadah penghirnpun aspirasi dan memberikan
pertimbangan kebijakan kepada sekolah dalam penyelenggraan pendidikan.
Pengurus Komite Sekolah terdiri atas gury orang tua siswa, dan tokoh
masyarakat, pakar pendidikan dan siswa.
Pelaksanaan peranan Komite Sekolah serta partisipasi masyarakat (orang
tua siswa), masih perlu di analisis yaitu mengenai peningkatan partisipasi
masyarakat (orang tua siswa) dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Pada bahasan
akhir akan dikaji mengenai strategi dan program kerja untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga mampu untuk
memberikan kontribusi dalam peningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Kerangka pemikiran kajian ini disajikan dalam Gambm 1.
Partisipasi Masyarakat:
Dalam Perencanaan,
Pelaksanaan, Pengawasan
Saranadan
Keterangan :
--------,
: Mempengaruhi, dan dikaji dalam penelitian
----------- : Mempengaruhi tetapi tidak dikaji dalarn penelitian
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian
3.8.
Definisi Operasional
Penelitim ini menggunakan berbagai variabel dan konsep untuk dapat
menjawab permasalahan penelitian. Pada bagian di bawah ini secara ringkas
dijelaskan definisi oprasional dari variabel atau konsep yang di maksud.
1. Mutu pendidikan adalah input, proses dan output penyelengaraan pendidikan
di SMAN 1 Liwa.
2. Pelaksanaan peranan Komite Sekolah adalah pelaksanaan peranan Komite
Sekolah SMAN 1 Liwa sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu
pendidikan.
3, Partisipmi orang tua siswa (masyarakat) adalah keterlibatan orang tua siswa
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan progmdkegiatan dalam
rangka meningkatkan mutu di SMAN 1 Liwa.
4. Partisipasi dalam perencanam adalah partisipasi guru, pengurus Komite
Sekolah dan orang tua dalam perencanaan kegiatan sekolah ddam bentuk
menghadiri pertemuan dengan komite, terlibat dalam menyusun rencana
kegiatan sekolah dan menyampaikan usul dalam rapat rencana kegiatan
sekolah. Pengukuran partisipasi responden dalam perencanaan dibagi ke
dalam empat kategori, dengan membagi 0%-100% kedalam empat bagian
yang sama, yaitu:
a. Tinggi, apabila total skor jawaban partisipasi responden 275 %.
b. Sedang apabia total skor jawaban partisipasi responden 50%-75%.
c. Rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden 25%-49 %.
d. Sangat rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden < 25%
5. Partisipasi dalam pelaksanaan adalah pengukuran partisipasi responden dalam
pelaksanaan kegiatan di SMAN 1 Liwa, Indikator partisipasi stakeholders
SMAN 1 Liwa (guru, pengurus Komite Sekolah dan orang tua) dalam
pelaksanaan, yaitu: (1) Terlibat dalam pelaksanaan kegiatan sekolah;
(2)
Memberikan
(3) Memberikan ban-
sumbangan
uang
dalam
kegiatan
sekolah,
dan
tenaga dalam kegiatan sekolah, (4) Mendorong siswa
dalam pembimbingan belajar, (5) Mendorong siswa untuk aktif dalam
kegiatan sekolah, pengukuran partisipasi responden dalam perencanaan dibagi
ke dalam empat kategori, dengan membagi 0%-100% ke dalam empat bagian
yang sama, yaitu:
a. Tinggi, apabila total skor jawaban partisipasi responden >75 %.
b. Sedang apabia total skor jawaban partisipasi responden 50%-75%.
c. Rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden 25%-49 %.
d. Sangat rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden < 25%
6. Partisipasi dalam pengawasan adalah partisipasi m u r SMAN 1 Liwa (guru,
orang tua dan pengurus komite sekolah) dalam pengawasan terdiiri atas dua
indiikator, yaitu (1) ikut serta dalam pengawasan kegiatan sekolah,(2) menegur
apabila ada yang menyimpang dalam kegiatan sekolah. Pengukuran partisipasi
responden dalam perencanaan dibagi ke dalam empat kategori, dengan
membagi 0%-100% kedalam empat bagian yang sama, yaitu:
a. Tinggi, apabila total skor jawaban partisipasi responden 275 %.
" 75%.
b. Sedang apabia total skor jawaban partisipasi responden 50mc. Rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden 25%-49 %.
d. Sangat rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden < 25%
7. Indentifikasi Masalah adalah upaya analisis permasalahan yang terkait
partisipasi masyarakat (orang tua) dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan, serta menyangkut kinerja peran dan fungsi komite sekolah dalam
kegiatan di sekolah.
Program kej a adalah rangkaian programlkegiatan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat (orang tua) dan kinej a komite sekolah dalam peningkatan
mutu pendidiian di SMAN 1 Liwa.
IV. KEADAAN UMUM PENELITIAN DAN SMAN 1 LIWA
LAMPUNG BARAT
Gambaran Kabupaten Lampung Barat
4.1
Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa adalah salah satii drsi
sepuluh kabupatedkoti di wilayah Provinsi Lampung. Kabupaten ini dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Noi 6 Tahun 1991 tertanggal 16 Juli 1991 dan
diundangkan pada tanggal 16 Agustus 1991, dengan batas :
ai Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengblu Selatan (Propinsi
Bengkulu) dan Kabupaten OKU Selatan (Propinsi Sumatera Selatan);
b, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten
Way Kanan, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Lampung Tengah;
ci
Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda dan Kabupaten
Tanggamus;
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Adapun penibagian wilayah Kabupaten Lampung Barat disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Luas Wilayah Kabupaien Lampung Barat per Kecamatan
Sumber :Lampung Barat dalam Angka Tahun 2007
Wilayah Kabupaten Lampung Barat memiliki luas sebesar 4.950,40 ICm2
atau 13,99% dari Luas Wilayah Provlnsi Lampung, dengan rnata pencaharian
pokok sebagian besar penduduknya sebagai petani. Wilayah Kabupaten Lampung
Barat secara Administratif meliputi 17 (tujuh belas) Kecamatan dan terdii dari
enam Kelurahan dan 195 Desa (Pekon) dan m e ~ p a k a nsatu bagian dari
pernekaran Kabupaten Lampung Utafa. Secara geogafis wilayah Kabupaten
Lampung Barat berada pada koordinat 4'47'16"
- 5'56'42"
Lintang Selatan dan
103°335'8" - 104e33'51" Bujur T i u r ,
4.2.
Pcnduduk
Dari hasil pengumpulan data Diaas Kepeadudukan Kabupatea Lampiung
Barat didapatkan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2007 bejumlah 410.723
orang dengan kepadatan per km2 sebesar 82,97 orang/km2. Terjadi p e n m a n
jumlah penduduk pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006, namun
dernikian secara keseluruhan dari tahun 2003 sampai 2007 di dapatkan
kesimpulan bahwa perhunbuhan penduduk di Kabupaten Lampung Barat
mengalami kenaikan. Adapun untuk mengetahui perkembangan jumlah penduduk
di Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa jumlah pendprduk rerbesar terdapat di
Kecamatan Suoh yaitu sebanyak 44.113 jiwa dan di posisi kedua berpenduduk
terbanyak terdapat pada Kecamatan Way Tenong sebanyak 39,194 jiwa.
Sedangkan kecamatan yang memilii penduduk sediit berada pada Kecamatan
Bengkunat sebanyak 8.049 jiwa dan Kecamatan Pesisir Utara sebanyak
9.024 jiwa.
Kepadatan penduduk di Kabupaten Lampung Barat terbesar berada pada
Kecamatan Pesisir Tengah yaitu sebesar 284,73 jiwaikm2, kepadatan ini tejadi
karena wilayah Kecamatan Pesisir Tengah yang kecil, kecamatan ini memiliki
luas 110,Ol km2. Sehingga walaupun jumlah penduduk kecamatan ini menempati
unttan ke enam, namun dari segi kepadatan kecamatan ini menempati posisi
teratas. Di urutan kedua kecamatan berpenduduk terpadat yaitu Kecamatan
Gedung Surian d i i a kepadatannya sebesar 221,06 jiwallan2.
Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan
Berdasarkan struktur umur penduduk menggambarkan struktur penduduk
berdasarkan usia balita (0-4), usia sekolah (5-19), usia produktif (20-64) dan usia
lanjut diatas 65 tahun. Pada tahun 2007 jumlah kelompok usia terbanyak adalah
5-9 tahun 43.824 jiwa, disusul oleh kelompok usia 10-14 tahun dengan jumlah
43.044 jiwa, sedangkan jumlah terkecil pada kelompok usia 65-69 tahun yaitu
berjumlah 7.804 jiwa Struktur umur penduduk di Kabupaten Lampung Barat
disajikan pada Tabel 4.
Tabol4. Jurnlah Ponduduk Msnurut Umur
Sumber: Lampung Barat dalam Angka Tahun 2009
Berdasarkan letak geografis dan sumberdaya alam yang di miliki oleh
Kabupaten Lampung Barat, dapat juga d'ietahui mata pencaharian penduduk
Kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan SUSNAS 2006 didapatkan mata
pencaharian penduduk Kabupaten Lampung Barat sebagian besar berprofesi
sebagai petani, swasta dan Pegawai Negeri Sipil (Tabel 5).
Tabel 5. Maia Pencaharian Penduduk Kabupaten Lampung Barat
Dari Tabel 5 didapatkan bahwa mata pencaharian penduduk Kabupaten
Lampung Barat adalah di sektor pertanian yang sebesar 79,79 persen atau
sebanyak 140.512 orang. Di posisi kedua mata pencaharian penduduk adalah di
sektor perdagangan, restoran dan hotel yang sebesar 8,09 persen atau sebanyak
14.247 orang. Besarnya penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian
menggambarkan bahwa kondisi perekonomian Kabupaten Lampung Barat banyak
di sumbang dari sektor pertanian dan sektor perdagangan, restoran dan hotel.
4.3.
Mata Pencaharian Orang Tua Siswa
Seperti mata pencaharian penduduk pada umumnya di Kabiipaten
Lampung Barat yang bekeja di sektor pertanian dan sektor perdagangan, restoran
dan hotel. Mata pencaharian orang tua siswa di SMAN 1 Liwa adalah seperti pada
Tabel 6.
Tabel 6. Mata Pencaharian Orang Tua Siswa SMAN 1 Liwa
No
Mata Pencaharian
Jumlah Orang Tua V i a
Persentase
1
Pertanian
527
65,O
2
Pegawai Negeri Sipil
162
20,O
3
Pengusahdwiraswasta
110
13,5
4
Tentara Nasional Indonesia
12
1,s
Sumber: Data Sekunder SMAN 1 Liwa.
Dari Tabel 6, didapatkan bahwa rata-rata mata pencaharian orang tua
siswa SMAN 1 Liwa bekerja di pertanian, ada sebanyak 527 orang atau sebanyak
65 persen dan orang tua siswa yang bermata pencaharian sebagai PNS sebanyak
162 orang atau sebanyak 20 persen. Sedangkan orang tua siswa yang bermata
pencaharian sebagai pengusahdwirausaha sebanyak 110 orang atau sebesar
13,s persen, kemudian untuk mata pencaharian orang tua yang bekeja sebagai
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebanyak 12 orang atau sebesar 1,5 persen.
4.4. Perekonomian Kabupaten Lampung Barat
Berdasarkan dan kontribusi masing-masing sektor (lapangan usaha) dalam
pembentukan PDRB, tarnpak bahwa perekonomian daerah Kabupaten Lampung
Barat masih didominasi oleh sektor primer, dimana sektor peaanian mmih
m e ~ p a k a nsektor unggulan (leading sector). Dua sektor utama penyumbang
PDRB Kabupaten Lampung Barat adalah sektor PerZanian dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran, dengan masing-masing menyumbang sebesar
60,64% dari PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2007, sedangkan sektor
perdagangan, hotel dan restoran menyumbang PDRB sebesar 16,07% dari PDRB
atas dasar harga berlaku pada tahun 2007. Adapun sektor-sektor lainnya masih
relatif kecil, yaitu hanya 8% atau kurang.
Tabel 7. PDRB Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007
Lapangan Usaha
Sumber: Lampung Barat dalam Angka Tahun 2007
Berdasarkan data bebempa tahun terakhir, terlihat bahwa sektor-sektor
(lapangan usaha) utarna penyumbang PDRB Kabupaten Lampung Barat, meliputi
sektor primer (pertanian) dan sektor sekunder (perdagangan, hotel dan restauran).
Sampai dengan tahun 2007, sektor perdagangan, hotel dan r e s t a m menunjukkan
kontribusi sebesar 19,84% sebagai sektor kedua terbesar berdasarkan harga
konstan tahun 2000, sedangkan selaor industri menunjukkan pertumbuhan yang
relatif stagnan. Adapun sektor pertanian pada tahun 2007 tetap memegang peran
terpenting, dengan sumbangan sebesar 62,26% berdasarkan harga konsbn tahun
2000. Dengan demikian setelali sektor primer, maka penyumbang PDRB terbesar
hanyalah sektor perdagangan, hotel dan restauran, dengan demikian penggiatan
sektor pariwisata yang baik di harapkan sektor tersebut dapat meningkatkan
kontribusinya kepada PDRB Kabupaten Lampung Barat Data mengenai PDRB
Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 disajikan pada Tabel 7.
4.5. Jumlah Sekolah
Fembang~fiandi bidang pendidikan merupakan salah satu jalur utama
dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia bagi
pembangunan. Sesuai dengan Pola Dasar Pembangunan Daerah, titik berat
pembangunan pendidikan Kabupaten Lampung Barat diletakkan pada peningkatan
mutu pada setiap jenjang dan jenis pendidian, Titik berat juga dilakukan pada
perluasan pada pada jenjang pendidikan menengah dalam rangka ikut
mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun. Adapun jumlah sekolah dan
pembagian berdasarkan tingkat pendidikan dapat di lihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Sekolah Menurut Tingkatan Pendidikan Per Kecamatan
Tahun 2007
2
9
2
1
0
0
ZW7RW8
89
357
20W007
200~t~006
62
SO
294
261
44
43
30
52
12
14
18
14
6
8
9
Gcdung Surian
Lampung Usrat
Sumher: Lampung Barat dalam Angka Tahun 2aQ7
11
Sumber daya manusia berkaitan erat dengan kualitas manusia, baik
keadaan fisik, mental, intelektual, dan sifat sosial serta kondisi sprituahya yang
baik. Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2007
berjurnlah 566 unit yang terdiri dari sekolah TK sebanyak 89 sekolah, sekolah SD
sebanyak 357 sekolah , sekolah SMP Negeri sebanyak 44 sekolah, sekolah SMP
Swasta sebanyak 52 sekolah, sekolah SMA Negeri sebanyak 18 sekolah dan
sekolah SMA Swasta sebanyak enam sekolah. Pembangunan di bidang
pendidikan sangat dipengaruhi oleh penyebaran dan pemerataan fasilitas
pendidikan yang ditunjang dengan tenaga pengajar pada semua jenjang d m jenis
pendidikan. Berdasarkan data yang di peroleh dari Kabupaten Lampung dalam
Angka tahun 2007 di dapatkan bahwa penyebaran sekolah di Kabupaten Lampung
Barat dapat diiatakan cukup merata, narnun masih ada salah satu kecamatan yang
tidak memiliki sekolah untuk tingkat pendidikan SMA yaitu Kecamatan Gedung
Surian. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Pendidikan Kabupaten
Lampung Barat saat ini di kecamatan terse
Mutu Pendidikan Melalui bmite Sekolah Pada SMA Negei-i 1 Liwa Lampung
Barat. Dibhbing oleh HAMANTO dan LUKMAN M BAGA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan mutu pendidikan
yang ada di SMAN 1 Liwa. Secara mum penelitian ini bntujuan untuk
mengetahui sejauhmana peran Komite SekoIah yang ada di SMAN 1 Liwa untuk
berpartisipasi dalam peningkabn rnultu pendidikan di SMAN 1 Liwa, haiisis
partisipasi yang diukur dalam penelitian ini meliputi partisipasi masyarakat (orang
tua siswa), gum, d m Komite Sekolah. Bidang partispasi yang menjadi
pengukuran dalam analisis ini meliputi: partisipasi ddam perencanam, par~isipasi
dalam pelaksanaan, dan partisipasi dalam pengawasan; Adapun pengumpulan data
dilakukan dengan teknik wawancitfa, yang kemudian hasil wawancara tersebut
sebagai b&an untuk melaladcan Focus Group Discussion VGD) yang bertujuan
untuk meriganalisis dan sekaligus rnenghasilkan strategi d m rancangan program
untuk peningkatan partisipasi masyaraka~guru, dan Komite Sekolah yang Eelah di
sepakati secara bersama.
Dari hasil penelitian di peroleh bahwa 1) Masalah-masdah dalam
peningkatkan mutu pendidikan di SMAN I Liwa adalah kurang optimdnya
peranan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa dm rendabnya partisipmi masyardcat
dalam penyusunan kebijakan sekolah, pelaksanaan dm evaluasi kegiatan di
sekolah*;2) Secxa umum partisipasi masyarakat daIam perenemaan, pelaksanaan
dm pengawasan mas& rendah. Masyarakat (orang tua siswa) juga cendermg pasif
dalam mengemukakanpendapat atau usulan dalam rapat, Sementara itu partisipasi
masyarakat ddarn pelaksanaan kegiatm pendidikan di SMAN 1 Liwa, dalam
bentuk pemberian sumbangan uang dan tenaga mas& rendah. Paxtisipasi
masyarakat dalam pengawasan kegiatan pendidikan di SMAN 1 Liwa juga masih
rendah; 3) Program yang dilakukan mtuk meningkatkan paftisipasi orang tua
siswa dalam rneningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa antara lain: a)
pe1atiha.n tentang tugas dm kedudukan Komite Sekolah agar masyarakat
rnengetahui hak dm kewajiban dalam meningkatkan mutu pendidikan, b)
penerapan subsidi silang, orang tua siswa yang mampu secara ekonomi
DAMAN NASIR. Strategi Menggalang Partisipstsi Publik dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Melalui bmite Sekolah Pada SMA Negei-i 1 Liwa Lampung
Barat. Dibhbing oleh HAMANTO dan LUKMAN M BAGA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan mutu pendidikan
yang ada di SMAN 1 Liwa. Secara mum penelitian ini bntujuan untuk
mengetahui sejauhmana peran Komite SekoIah yang ada di SMAN 1 Liwa untuk
berpartisipasi dalam peningkabn rnultu pendidikan di SMAN 1 Liwa, haiisis
partisipasi yang diukur dalam penelitian ini meliputi partisipasi masyarakat (orang
tua siswa), gum, d m Komite Sekolah. Bidang partispasi yang menjadi
pengukuran dalam analisis ini meliputi: partisipasi ddam perencanam, par~isipasi
dalam pelaksanaan, dan partisipasi dalam pengawasan; Adapun pengumpulan data
dilakukan dengan teknik wawancitfa, yang kemudian hasil wawancara tersebut
sebagai b&an untuk melaladcan Focus Group Discussion VGD) yang bertujuan
untuk meriganalisis dan sekaligus rnenghasilkan strategi d m rancangan program
untuk peningkatan partisipasi masyaraka~guru, dan Komite Sekolah yang Eelah di
sepakati secara bersama.
Dari hasil penelitian di peroleh bahwa 1) Masalah-masdah dalam
peningkatkan mutu pendidikan di SMAN I Liwa adalah kurang optimdnya
peranan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa dm rendabnya partisipmi masyardcat
dalam penyusunan kebijakan sekolah, pelaksanaan dm evaluasi kegiatan di
sekolah*;2) Secxa umum partisipasi masyarakat daIam perenemaan, pelaksanaan
dm pengawasan mas& rendah. Masyarakat (orang tua siswa) juga cendermg pasif
dalam mengemukakanpendapat atau usulan dalam rapat, Sementara itu partisipasi
masyarakat ddarn pelaksanaan kegiatm pendidikan di SMAN 1 Liwa, dalam
bentuk pemberian sumbangan uang dan tenaga mas& rendah. Paxtisipasi
masyarakat dalam pengawasan kegiatan pendidikan di SMAN 1 Liwa juga masih
rendah; 3) Program yang dilakukan mtuk meningkatkan paftisipasi orang tua
siswa dalam rneningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa antara lain: a)
pe1atiha.n tentang tugas dm kedudukan Komite Sekolah agar masyarakat
rnengetahui hak dm kewajiban dalam meningkatkan mutu pendidikan, b)
penerapan subsidi silang, orang tua siswa yang mampu secara ekonomi
1.1.
Latar Belakang
Kebijakan otwiloini daemh berdsarlian Uadmg-UIlrlaag No. 22 taRtiii
1999 telah perbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004,
memposisikan
kabupatenfkota
sebagai
pemegang
kewenangan
dalam
tanggungjawab pembangunan berbagai sektor, termasuk penyelenggaraan bidang
pendidikan, Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada
kabupatenlkota, melainkan juga diberikan kepada satuan pendidikan, baik jalur
pendidikan sekolah maupun luar sekolah, Dengan demikian, keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
pusat, melainkan juga pemerintah provinsij kabupatenkota, pihak sekolah, dan
masyarakat atau stakeholders pendidikan. Hal ini relevan dengan konsep
partisipasi berbasis masyarakat (community based development participation) dan
manajemen berbasis sekolah (school based management) (Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002);
Salah satu masalah mendasar dalam bidang pendidikan Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah (Direktorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan
Menengah, 2001); Mutu pendidikan di Indonesia selama ini masih belum
mengalami peningkatan yang signifikan dan merata. Sebagian sekolah, terutarna
di
kota,
menunjukkan
peningkatan
mutu
pendidikan
yang
cukup
menggembiian, namun sebagian besar laimya masih memprihatinkan. Menurut
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasx dan Menengah (2001) terdapat sedikitnya
tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan
secara merata, yaitu:
I. Pendekatan education production function atau input & ouput analisis yang
digunakan dalam kebijakan pendidikan di Indonesia tidak dilaksanakan secara
konsekuen.
2, Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratiksentralistik
3. Peranserta masyarakat, khususnya orangtua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan selama ini sangat minim;
Partisipasi masyarakat diperlukan dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan, Partisipasi masyarakat yang selama ini umumnya lebih banyak
bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan
keputusan, monitoring,
evaluasi, dan akuntabilitas),
Berkaitan dengan
akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan
hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa,
sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan
Pirektorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan Menengah, 2001).
Untuk menampung dan menyalurkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, maka dibentuktah suatu wadah yang diberi nama
Komite Sekolah. Komite sekolah adalah suatu badan mandiri yang mewadahi
peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mu@ pemerataan, dan
efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra
satuan pendidikan, jalur pendidikan satuan p e n d i d i i maupun jalur pendidikan
luar satuan pendidikan. Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non
profit clan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokrasi oleh
para stakeholders pendidikan pada tingkat satuan pendidiian sebagai representasi
dan berbagai unsur yang beitanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses
dari hasil pendidikan (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001)
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasiona No. 044NI 2002,
tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dikatakan
bahwa Komite Sekolah merupakan dampak wujud dari otonomi pendidiian,
melalui demokratisasi pendidikan. Wujud dari kebijaksanaan ini adalah
kesempatan masyarakat untuk berperan aktif dalam menumbuhkembangkan
pendidikan. Hal ini, sejalan dengan apa yang disebut dengan communify based
education, dan secara tidak langsung imbas dari school based management.
Dibentuknya Komite Sekolah d i s u d k a n agar suatu organisasi
masyarakat satuan pendidiian mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli
terhadap peningkatan kualitas satuan pendidikan. Adapun tujuan dibentuknya
Komite Sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat satuan pendidikan sebagai
berikut:
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam
melahirkan satuan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.
b. Meningkatkan
tanggungjawab
peranserta
clan
masyarakat
dalarn
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c, Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidiian yang bermutu di satuan
pendidiian,
1.2.
Perurnusan Masalah
Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi juga
membuka peluang masyarakat untuk meningkatkan peranserta dalam pengelolaan
pendidikan. Salah satu upaya untuk mewujudkan peluang tersebut adalah melalui
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Lembaga ini dibentuk berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002
tentang Dewan P e n d i d i i dan Komite Sekolah (Direktorat Jendera P e n d i d i i
Dasar dan Menengah, 2002). SMAN 1 Liwa sebagai salah satu lembaga
pendidikan mengalami pennasalahan dalam mutu pendidiian. Perolehan NEM
rata-rata SMAN 1 Liwa mulai tahun 2000 sampai 2002 statis dan cenderung
mengalami p e n m a n . Berdasarkan kondisi tersebut maka pertanyaan yang
muncul dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah peranan Komite Sekolah
dalam kegiatan meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa?"
Partisipasi atau keterlibatan masyarakat (tennasuk orang tua siswa) sangat
penting perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Terdapat
korelasi positif yang signifikan antara keterlibatan, kewibawaan orang tua didalam
kegiatan sekolah dan keberhasilan peserta didik (Hobson, seperti dikutip oleh
Wahjosumidjo,
2002).
Oleh
karena
itu
maka
pertanyaannya
adalah
"Bagaimanakah tingkat partisipasi orang tua siswa (masyarakat) dalam
meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa?"
Diharapkan keberadaan Komite Sekolah SMAN 1 Liwa memberikan
kontribusi yang signifikan bagi peningkatan NEM rata-rata SMAN 1 Liwa pada
tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu perlu pengoptimalan peranan Komite
Sekolah dan partisipasi dari masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidian di
SMAN 1 Liwa. Berdasarkan uraian tersebut maka pertanyaan berikutnya adalah
"Bagaimana strategi dan program Komite Sekolah dalam peningkatan partisipasi
masyarakat untuk peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa?"
Permasalahan-permasalahan yang telah d i i u s k a n diatas pada dasarnya
akan saling terkait dan dapat mempengaruhi kinerja pendidiian di SMAN 1 Liwa.
Untuk memperoleh jawaban dalam pernasalahan, maka dilakukan penelitian yang
mendalam mengenai partisipasi publik dalam pendidikan.
1.3.
Tujuan Penolitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dimmuskan, maka penelitian ini
secara mum ditujukan untuk merumuskan strategi menggalang partisipasi publik
dalarn peningkatan mutu pendidiian melalui Komite Sekolah pada SMAN 1 Liwa
Kabupaten Lampung Barat. Untuk mencapai tujuan umum penelitian, maka
ditetapkan tujuan kajian sebagai berikut:
1. Mengevaluasi peranan Komite Sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan
di SMAN 1 Liwa.
2. Mengetahui tingkat partisipasi orang tua siswa (masyarakat) dalam
meningkatkan mum p e n d i d i i di SMAN 1 Liwa.
Menyusun strategi dan program kerja Komite sekolah dalam peningkatan
partisipasi masyarakat (orang tua siswa) untuk peningkatan mutu pendidikan di
SMAN 1 Liwa.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Partisipasi
Pengertian pattisipasi adalah ikut sertanya suatu kesatilm mtuk
mengambil bagian dalarn aktivitas yang dilaksanakan oleh susunan kesatuan yang
lebih besar (Poerbakawatja, 1980). Kelompok kajian Bank Dunia menjelaskan
bahwa partisipasi adalah sebagai suatu proses para pemilik kepentingan
(stakeholders) mempengaruhi dari berbagai pengawasan atas insiatif dan
keputusan pembangunan serta sumber daya yang berdarnpak pada mereka (Lewis
dan Waker, 2001). Berdasarkan sudut pandang tersebut, dapat dilihat dari tataran
konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua siklus tahapan proyek, dan
evaluasi kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi
(Lewis dan Waker, 2001).
M i e l s e n (2001) memaparkan pengertian partisipasi adalah sebagai
berikut:
1. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang
tahu kelompok yang terkait, mengambil inisiatif clan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu.
2. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditemukannya sendiri.
3. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan dan lingkungan mereka,
Beberapa kriteria yang dijadikan acuan dalam penggunaan istilah
partisipasi menurut Pamuji (1997) adalah sebaga berikut:
a. Partisipasi mengacu kepada adanya beberapa subjek yang berinteraksi, ialah
individu @erorangan) yang berada dalam suatu unit masyarakat (kelompok),
organisasi, perekonomian, pemerintahan, bangsa, dmana masing-masing
mempunyai keleluasaan untuk mengambil keputusannya sendiri-sendiri, tetapi
terikat dalam suatu ikatan solidaritas tertentu untuk mewujudkan kepentingan
atau rencana bersama.
b. Terdapat kerelaan dan kesadaran dari individu untuk menjalankan peranan
yang diberikan oleh kelompoknya secara ikhlas, Keikutsertaan anggota tidak
ditimbulkan oleh kekuasaan yang dipunyai oleh pemimpin. Dengan demikian,
mobilisasi bukan masuk kategori partisipasi.
c. Partisipasi berkonotasi kepada keterlibatan anggota perorangan dalam proses
pengelolaan sesuatu kegiatan (pengambilan keputusan bersama, pengerahan
sumber daya, pengawasan, dan penyesuaian).
a. Kelompok sasaran dan partisipasi adalah rakyat banyak,
Berdasarkan pengertian partisipasi clan berbagai pendapat, maka apabila
dihubungkan dengan pendidikan, yang dimaksud partisipasi adalah peran aktif
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari tahap penyusunan
program pendidikan sekolah, pelaksanaan sampai tahap pengawasan pelaksanaan
kegiatan sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Jenis-Jenis Partisipasi Masyarakat
2.2.
Menurut Madrie (1986) jenis-jenis partisipasi berdasatkan proses
pembangunan suatu program dapat dielompokkan dalam bentuk kesediaan
(1) menerima dan memberi, (2) menyumbangkan pemikiran, (3) merencanakan
suatu kegiatan, (4) pelaksanaan pekerjaan. (5) menerima hasil pembangunan, dan
(6) menilai pembangunan.
Jenis-jenis partisipasi apabila dikaitkan dengan pendidikan, terdapat jenis
partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat, ~LU-U,pengurus komite sekolah
dan pihak lainnya, yaitu : partisipasi perencanaan dalam penyusunan program,
pelaksanaan dan pengawasan pendidian.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidian Dasar dan Menengah (2001) jenis
partisipasi orang tua (masyamkat) dalam peningkatan mutu pendidian, terdii
atas:
1. Partisipasi dalam Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu.
Unsur-unsur sekolah, guni orang tua (masyarakat), komite sekolah dan pihak
lainnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah dan panjang
beserta
program-programnya untuk
merealisasikan rencana
(Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001).
tersebut
2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Peningkatan Mutu.
Rencana dan program peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui
bersama-sama oleh sekolah, orang tua siswa (masyarakat), diambil langkah
proaktif untuk mewujudkan sasaran yang telah ditetapkani
3. Partisipasi dalam Evaluasi Pelaksanaan
Program peningkatan mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan di evaluasi
untuk melihat keberhasilannya. Dalam evaluasi, Komite Sekolah, guru
benama-sama orang tua bersama-sama mengevaluasi dan mengawasi
pelaksanaan peningkatan mutu pendidiian. Orang tua siswa sebagai
stahholders hams dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah
dilaksanakan. Dengan demikian sekolah mengetahui bagaimana sudut
pandang pihak luar bila dibandingkan dengan pihak internal, suatu ha1 yang
bisa tejadi bahwa orang tua siswa menilai suatu program gagal atau kurang
berhasil, walaupun pihak sekolah menanggapinya cukup berhasil, Yang perlu
disepakati adalah indikator yang perlu ditetapkan sebelum melakukan evaluasi
(Direktorat Jenderal Pendidiian Dasar dan Menengah, 2001). Berdasarkan
arahan Ditjen P e n d i d i i Dasar dan Menengah tersebut tampak bahwa
partisipasi masyarakat dilaksanakan sejak tahapan perencanaan sampai dengan
evaluasi.
2.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi.
Beal (1979) seperti dikutip 01th Sahidu (1998) mengatakan bahwa
partisipasi merupakan suatu bentuk perilaku. Kegiatan berpartisipasi akan
dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian tertentu misalnya sikap, kemauan,
keterampilan, ambisi dan lain sebagainya. Seperti dikemukakan sebagai berikut:
.... There are many strbtler behaviour patterns intern ofgesrures, attitudes, or
"
manner that constitute participation" (Beal, seperti d i i t i p oleh Sahidu, 1998).
Untuk dapat berperilaku tertentu ada dua hal yang mendukungnya (Oppenheim,
yang d i i t i p oleh Sahidu, 1998):
a. Ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu itu pada d i i seseorang
berson inner determinant).
b. Terdapat iklim atau lingkungan (environmenial factors) yang memungkinkan
terjadinya perilaku tertentu itu,
Pasaribu dan Simanjuntak dikutip oleh Madrie (1986) mengemukakan
bahwa untuk menumbuhkan partisipasi diperlukan adanya iklirn tertentu, Iklirn ini
ada hubungannya dengan kesempatan untuk berpartisipasi. Pada anggota
kelompok ada jaminan d i n g menghormati, ada rasa keadilan, masing-masing
anggota mempunyai tenggang rasa, dapat menghargai hak dan kewajiban, bahwa
keikutsertaannya terasa mempunyai arti.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi seperti yang dikemukakan
Slamet dalam Sahidu (1998) adalah : (1) kemauan, (2) kemampuan, dan (3)
kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Apabila dikaitkan dengan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan sekolah maka partisipasi masyarakat dalam
kegiatan penyelengaraan p e n d i d i i di sekolah dipengaruhi oleh faktor-faktor,
antara lain; kemauanj kesempatan dan kemampuan masyarakat,
2.4.
Konscp Mutu Pendidiksn.
Secara m u , mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan
yang diharapkan. Menurut Suryadi (2001) seperti d i i t i p oleh Witaputra (2003)
mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga pendidikan membangun
kemampuan siswa untuk belajar (building capacity of students to learn). Dalam
konteks pendidikan; pengertian mutu menurut Direktorat Jenderal pendidikan
D m dan Menengah (2001), mencakup input, proses dan output pendidikan.
Input pendidikan adalah sebagai sesuatu yang h a s tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses, Sesuatu yang dimaksud adalah
sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-hampan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses. Input sumber daya manusia (kepala sekolah, g q
karyawan, siswa). Input perangkat lunak meliputi: struktur organisasi di sekolah,
rencana
kegiataddeskripsi
kegiatan,
program
dan
sebagainya.
Input
harapan-harapan berupa visi dan misi tujuan dan sasaran yang in-& dicapai oleh
sekolah Pirektorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001).
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input,
sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam skala pendidikan berskala
mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengelolaan
kelembagaan, proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan program, proses
belajar-mengajar, dan proses belajar-mengajar memiliki tingkat kepentingan
tertinggi dibandingkan proses-proses lainnya.
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah, Kinerja sekolah
adalah prestasi sekolah yang dihasilkan. Kinerja sekolah dapat diukur dari
kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas
kerjanya dan moral kerjanya (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, 2001)
2.5.
Partisipasi Masyarakat dalarn Usaha Peningkatan Mutu Psndidikan
Peningkatan
mum pendidikan sadgat dipengaruhi oleh kualitas smber
daya manusia. Unsur-unsur yang harus terlibat dalam peningkatan mutu
pendidikan antara lain: kepemimpinan kepala sekolah, kualitas guru, sarana
prasarana, peranan orang tua, peranan masyarakat setempat, peranan pemerintah
daerah dan pihak-pihak swasta (Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah,
2001). Adanya anggapan bahwa peningkatan kualitas surnber daya manusia
merupakan wewenang lembaga pendidikan saja adalah pandangan yang keliru.
Peningkatan kualitas tersebut memerlukan partisipasi masyarakat.
Partisipasi atau keterlibatan masyarakat sangat penting perannya dalam
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Terdapat korelasi positif yang
signifikan antara keterlibatan, kewibawaaan orang tua dalam kegiatan sekolah dan
keberhasilan peserta didik (Hobson dalarn Wahjosumidjo, 2002).
Oleh karena i t - dalam usaha peningkatan mutu pendid-
maka seluruh
unsur yang terlibat dapat difbgsikan sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Dengan demikian, peningkatan mutu pendidikan tidak diserahkan kepada sekolah
saja. Sekolah merupakan bagian integral dari masyarakat sekitarnya. Tugas dan
tanggung jawab pendidikan anak-anak di sekolah adalah tanggungjawab
masyarakat disamping sekolah dan pemerintah (Pmanto. 1987)
Adanya UU No 2211999 yang telah perbaharui dengan Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyebabkan daerah-daerah
berusaha sernaksimal rnungkin rnemenuhi kebutuhan hidup rnasyarakat lokal
melalui pembangunan fisik dan nonfisik. Sebelum adanya UU tersebut,
pernbangunan bersifat sentralistik sehingga tidak sesuai dengan kepentingan
masyarakat lokal,
Pernberdayaan masyarakat dan partisipasi rnerupakan strategi dalam
perundingan pembangunan yang berpusat pada rakyat @eople central
developmeni). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas rnasyarakat untuk
rneningkatkan kemandirian dan kekuatan intemal, melalui kesanggupan untuk
rnelakukan kontrol intemal atas surnberdaya rnateri dan maksirnal rnelalui
redistribusi modal atau kepemilikan (Kocten dalam Sahiby 1998).
2.6.
Konscp Komite Sckolah
2.6.1. Pengertian Komite Sekolah
Kornite sekolah adalah suatu badan rnandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan rnutu, pernerataan, dan efesiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah,
jalur pendidikan sekolah rnaupun jalur pendidikan luar sekolah (Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).
Komite sekolah merupakan badan atau lembaga nonproJil dan nonpolitis,
dibentuk berdasarkan musyawarah yang dernokratis oleh para stakeholders
pendid'ian pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai
unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil
pendidikan (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).
Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan
pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan
pendidikan yang sama di satu kornpleks yang sama. Nama Komite Sekolah
rnerupakan nama generik, artinya, adalah nama badan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah,
Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis
Sekolah, Majelis Madrasah, Kornite TK, atau nama lainnya yang disepakati.
Dengan demikian, organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran,
dan keanggotaannya sesuai dengan panduan ini atau melebur menjadi organisasi
baru, yang bemama Komite Sekoah (Direktorat Jenderal Pendidian Dasar dan
Menengah, 2002). Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di
sekolah, kewenangannya akan berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah
Komite Sekolah.
2.6.2. Kodudukan dan Sifat
1) Kedudukan
Menurut Direktorat Jenderal P e n d i d i i Dasar dan Menengah,
Departetnen Pendidikan Nasional(2002) Komite Sekolah berkedudukan di satuan
pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah. Satuan pendidikan dalam berbagai
jenjang, jenis, dan jalur pendidikan, dan mempunyai penyebaran lokasi yang amat
beragam.
2) Sifaat
Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai
hubungan yang heararkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya
Komite Sekolah dan sekolah memiliki kemandirian masing-masing, tetapi tetap
sebagai mitra yang harus saling bekejasama sejalan dengan konsep Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS).
2.6.3. Peran dan Fungsi Komite Sekolah
1) Perm Komite Sekolah
Menurut Direktorat P e n d i d i i Dasar dan Menengah (2001), peran yang
dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai berikut:
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung (supporting agency), baik dalanl wujud finansial, pemikiran,
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c. Pengontrol (confrolling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelengaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan sekolah di satuan pendidikan.
2 ) Fungsi Komite Sokolah
Menurut DireMorat Pendidikan Dasar dan Menengah (2001), Komite
sekolah memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidiian yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangadorganisasi/dunia
usahaldunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan
pendidiian yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai:
a) Kebijakan dan program pendidiian
b) Rencana Anggaran Pendidiian dan Belanja Sekolah (RAPBS)
c) Kriteria kinerja satuan pendidikan
d) Kriteria tenaga kependidikan
e) Kriteria fasilitas pendidikan
e, Mendorong orang tua dan masyarakat dan berpartisipasi dalam pendidikan
guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidian di satuan pendidikan
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Komite sekolah sesuai dengan peran dan hgsinya, melakukan
akuntabilitas sebagai berikut:
a. Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah
kepada stakeholders secara periodii, baik yang berupa keberhasilan maupun
kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.
b. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa
materi (dana, barang talc bergerak maupun bergerak), maupun non materi
(tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah setempat.
2.6.4. Perbandingan antara Komite Sekolah dan BP3
Pada tahun 2002, Departemen Pendidiian Nasional Republik Indonesia
membuat kebijakan pembentukan wadah Komite Sekolah sebagai pengganti
Badan Pembantu Penyelenggara Pendidian (BP3). Keberadaan Komite Sekolah
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 0441UJ2002
tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka
Komite Sekolah diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berperan aktif meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Menucut Prishardoyo (2002) terdapat perbedaan mendasar antara Komite
sekolah dengan BP3. Secara garis besar BP3 cenderung top down dari proses
pembentukan sampai pada pelaksanaan peranannya, sedangkan Komite Sekolah
lebih aspiratif dan melibatkan berbagai stakeholders pendidikan di sekolah.
Perbedaan antara Kornite Sekolah dengan BP3 dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan antara BP 3 dengan Komite Sekolah
NO
I
3
I
Indikator,
I Kepengwusan
-
I . ..
.. HP3
.
I
Komite Sckolah
I Hanya mclibalkan I Melibatkan bcrbagai stakeholderssekolah,
,
,
,
yaitu: p e w M a n orang tua siswa, tokoh
masyafakat, alumni, dunia usaha, pakar
pendidiian, organisasi profesi pendidikao,
penvakilan sisha
Hanya berperan
Komite b e m a n sebami pemberi
dalam keterkaitan
pertimbangan dalam Gneituan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan dan
sarana dan
pendukung, baik yang bcrwujud finansial,
prasarana sekolah
pemikirm, meslpun tenagk &latam
penyelenggaraan p e n d i d i i . Selain ihl,
dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyclengarw dan keluaran pendidiian dan
mediator antara pemerintah (eksekutif) dan
I masyarakat.
1 Peranan Keoala 1 Kepala sekolah
1 Menumt prinsip transparan, akuntabilitas,
dan dembkmt'is, kepala sekolah tidak
be$m bcsar dan
Sekolah
memlli! pemn besar d m tori it as kuat, tidak
memi!iki otoritas
ada pembina, kepala sekolah tidak
kuat karena Secara
diperbolehkan meqiabat
keina
atau
otomatis meniadi
pembina B P ~
mcmimpin komite
Masvankat kurane I Komire lnerupskan wadah flanisi~asiselumh
Partisipasi
diiibatkan
dalam
pemn masyamkat daGm pendidikan.
Masyamkat
BP3, peranan
F
y
a
n
g
dib"
adalahl
dominan dilakukan masyarakatlah yang menjadi pengelola,
oleh pihak sekolah
penyelenggara, sampai pengontrol sistem
endidikan sekolah
r: Prishardoyo (200 ) dan Direktorat Jenderal P e n d i d ' i Dasar dan Menengah (2002)
om& tua siswa dan
pihak sekolah
I
111. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Kajian
Fenelitian ini untuk menggali partisipasi masyarakat dalam usaha
peningkatan mutu pendidikan dilakukan di Kabupaten Lampung Barat. Penentuan
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (jurposive) dengan pertimbangan,
lokasi yang ditentukan dapat mewakili kondisi pendidikan yang ada di Kabupaten
Lampung Barat.
Kajian partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan di
SMAN 1 Liwa dilakukan dalam empat tahap, yaitu:
1. Tahap pertama atau penelitian I, dengan melakukan penelitian terhadap data
sekunder yang ada di SMAN 1 Liwa dan di Dinas Pendidikan Kabupaten
Lampung Barat. Penelitian ini dilakukan pada minggu pertama bulan
November 2008.
2. Tahap kedua atau penelitian 11, yang dilaksanakan pada minggu pertama bulan
November 2008, dengan fokus evaluasi pelaksanaan peranan Komite Sekolah
di SMAN 1 Liwa.
3. Tahap ketiga atau penelitian 111, kajian partisipasi masyarakat dalam bentuk
pengumpulan data primer dan sekunder, dilakukan minggu kedua bulan
November 2008,
4. Pembuatan Laporan hingga selesai, dilakukan sampai minggu ke empat bulan
Desember 2008.
3.2.
Prosedur Pengambilan Sampel
Penelitan ini termasuk metode survei adalah penelitian yang datanya
mengambil sampel dan satu populasi serta menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok, dikurnpulkan untuk mewakili seluruh populasi
(Singarimbun dan Effendi, 1989).
Teknik
pengambilan
sampel
adalah
mengambil
secara
acak
masing-masing stakeholders, yaitu guru sebanyak 45 orang, orang tua sebanyak
50 orang dan pengurus Komite Sekolah sebanyak lima orang.
3.3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan terbagi dua, yaitu:
a. Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan dari data statistik instansillembaga yang ada
yaitu SMAN 1 Liwa, Dinas Pendidkan Kabupaten Lampung Barat dan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Larnpung Barat,
b. Data Primer
Fengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan
responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan didukung
oleh observasi, yaitu melakukan pengamatan secara Iangsung pada objek kajian di
lapangan. Penggunaan kuesioner mengarahkan penulis pada informasi yang
relevan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian partisipasi, Kuesioner
kajian partisipasi terdii dan tiga bagian, yaitu partisipasi responden dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawassui kegiatan penyelenggaraan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
3.4.
Tsknik Pengolahan dan Analisis Data
Fengolahan d m analisis data dengan menggunakan data lamtitatif
disajikan dengan menggunakan tabulasi silang. Analisis data kualitatif disajikan
secara deskriptif untuk memperkuat argumentasi analisis kuantitatif dan
menjelaskan fenomena sosial yang terkait dengan partisipasi dan kinej a peran
serta h g s i komite sekolah;
3.5
Metode Analisis Masalah dan Analisis Proritas
Permusan d m pemecahan masalah kajian partisipasi masyarakat dalam
peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 Liwa, mengunakan metode partisipatif
@articipatoryl, yaitu Focus Group Disczission (FGD), FGD adalah wawancara
kelompok dari sejumlah individu dengan status sosial yang relatif sama, yang
memfokuskan interaksi dalam kelompok berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan oleh penulis yang berperan sebagai moderator dalam kelompok
diskusi (Morgan dalam Tonny, 2002).
3.6.
Metode Pcnyusunan Program
Metode penyusunan program meningkatan partisipasi masyarakat ( o m g
tua siswa) dalam kegiatan pendidikan di S M A N 1 Liwa dilakukan dengan
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan partisipasi masyarakat (orang tua
siswa) dalam kegiatan pendidikan di SMAN 1 Liwa, sebagai upaya
meningkatkan mutu pendidikan, melalui kondisi sosial yang mendukung
penyelenggaraan pendidikan di SMAN 1 Liwa, selanjutnya melakukan
observasi lapangan untuk memperoleh data partisipasi masyarakat (orang tua
siswa) yang dibandingkan dengan partisipasi guru, clan pengurus komite
sekolah di SMAN 1 Liwa.
2, Menyusun program kerja meningkatkan partisipasi masyarakat (orang tua
siswa) dalam kegiatan di SMAN 1 Liwa, dengan melibatkan partisipasi semua
pihak yang terkait (stakeholders), aitara lain: kepala sekolah, guru,
masyarakat (orang tua siswa), pengurus komite sekolah dan himpunan alumni
SMAN 1 Liwa. Penyusunan program mengutamakan partisipasi semua
stakeholders untuk mewujudkan m a memiliki dan tanggungjawab dalam
kegiatan di SMAN 1 Liwa, sehingga akhirnya mampu meningkatkan mutu
pendidikan SMAN 1 Liwa.
3. Evaluasi penerapan program partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu
pendidikan di SMAN 1 Liwa, dengan menentukan indikator-indikator
evaluasi, waktu pelaksanaan monitoring d m evaluasi serta penetapan
pelaksana evaluasi.
Partisipasi masyarakat dalam penyusunan program, diharapkan mampu
menghasilkan program yang sesuai dengan keinginan masyxakat, dan sekaligus
melakukan pengawasan terhadap jalannya proses pendidikaa yang bermutu baik.
3.7.
Kerangka Pemikiran
Salah satu masalah mendasar dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiapjenjang dan satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah (Departemen pendidikan Nasional, 2002). Usaha
untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui partisipasi dari masyarakat dan
seluruh stakeholders pendidikan di sekolah.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002)
sebagai
konsekuensi
perluasan
makna
partisipasi
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka perlu dibentuk
satu wadah untuk menampung dan menyalurkannya yang di sebut Komite
Sekolah. Komite Sekolah adalah suatu badan mandiri yang mewadahi peranserta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah,
jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah (Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).
Pelaksanaan Komite Sekolah sebagai gambaran realitas peran dan fungsi
ddam kegiatan pendidikan di sekolah yang pada a
y
a dapat meningkatkan
mutu pendidikan, Selain itu penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah
membutuhkan partisipbi masyarakat (dalam ha1 ini adalah orang tua siswa) dan
dibandingkan dengan h g k a t partisipasi guru d m anggota Komite Sekolah baik
partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan
di sekolah.
Komite Sekolah merupakan wadah penghirnpun aspirasi dan memberikan
pertimbangan kebijakan kepada sekolah dalam penyelenggraan pendidikan.
Pengurus Komite Sekolah terdiri atas gury orang tua siswa, dan tokoh
masyarakat, pakar pendidikan dan siswa.
Pelaksanaan peranan Komite Sekolah serta partisipasi masyarakat (orang
tua siswa), masih perlu di analisis yaitu mengenai peningkatan partisipasi
masyarakat (orang tua siswa) dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Pada bahasan
akhir akan dikaji mengenai strategi dan program kerja untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga mampu untuk
memberikan kontribusi dalam peningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Kerangka pemikiran kajian ini disajikan dalam Gambm 1.
Partisipasi Masyarakat:
Dalam Perencanaan,
Pelaksanaan, Pengawasan
Saranadan
Keterangan :
--------,
: Mempengaruhi, dan dikaji dalam penelitian
----------- : Mempengaruhi tetapi tidak dikaji dalarn penelitian
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian
3.8.
Definisi Operasional
Penelitim ini menggunakan berbagai variabel dan konsep untuk dapat
menjawab permasalahan penelitian. Pada bagian di bawah ini secara ringkas
dijelaskan definisi oprasional dari variabel atau konsep yang di maksud.
1. Mutu pendidikan adalah input, proses dan output penyelengaraan pendidikan
di SMAN 1 Liwa.
2. Pelaksanaan peranan Komite Sekolah adalah pelaksanaan peranan Komite
Sekolah SMAN 1 Liwa sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu
pendidikan.
3, Partisipmi orang tua siswa (masyarakat) adalah keterlibatan orang tua siswa
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan progmdkegiatan dalam
rangka meningkatkan mutu di SMAN 1 Liwa.
4. Partisipasi dalam perencanam adalah partisipasi guru, pengurus Komite
Sekolah dan orang tua dalam perencanaan kegiatan sekolah ddam bentuk
menghadiri pertemuan dengan komite, terlibat dalam menyusun rencana
kegiatan sekolah dan menyampaikan usul dalam rapat rencana kegiatan
sekolah. Pengukuran partisipasi responden dalam perencanaan dibagi ke
dalam empat kategori, dengan membagi 0%-100% kedalam empat bagian
yang sama, yaitu:
a. Tinggi, apabila total skor jawaban partisipasi responden 275 %.
b. Sedang apabia total skor jawaban partisipasi responden 50%-75%.
c. Rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden 25%-49 %.
d. Sangat rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden < 25%
5. Partisipasi dalam pelaksanaan adalah pengukuran partisipasi responden dalam
pelaksanaan kegiatan di SMAN 1 Liwa, Indikator partisipasi stakeholders
SMAN 1 Liwa (guru, pengurus Komite Sekolah dan orang tua) dalam
pelaksanaan, yaitu: (1) Terlibat dalam pelaksanaan kegiatan sekolah;
(2)
Memberikan
(3) Memberikan ban-
sumbangan
uang
dalam
kegiatan
sekolah,
dan
tenaga dalam kegiatan sekolah, (4) Mendorong siswa
dalam pembimbingan belajar, (5) Mendorong siswa untuk aktif dalam
kegiatan sekolah, pengukuran partisipasi responden dalam perencanaan dibagi
ke dalam empat kategori, dengan membagi 0%-100% ke dalam empat bagian
yang sama, yaitu:
a. Tinggi, apabila total skor jawaban partisipasi responden >75 %.
b. Sedang apabia total skor jawaban partisipasi responden 50%-75%.
c. Rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden 25%-49 %.
d. Sangat rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden < 25%
6. Partisipasi dalam pengawasan adalah partisipasi m u r SMAN 1 Liwa (guru,
orang tua dan pengurus komite sekolah) dalam pengawasan terdiiri atas dua
indiikator, yaitu (1) ikut serta dalam pengawasan kegiatan sekolah,(2) menegur
apabila ada yang menyimpang dalam kegiatan sekolah. Pengukuran partisipasi
responden dalam perencanaan dibagi ke dalam empat kategori, dengan
membagi 0%-100% kedalam empat bagian yang sama, yaitu:
a. Tinggi, apabila total skor jawaban partisipasi responden 275 %.
" 75%.
b. Sedang apabia total skor jawaban partisipasi responden 50mc. Rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden 25%-49 %.
d. Sangat rendah apabila total skor jawaban partisipasi responden < 25%
7. Indentifikasi Masalah adalah upaya analisis permasalahan yang terkait
partisipasi masyarakat (orang tua) dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan, serta menyangkut kinerja peran dan fungsi komite sekolah dalam
kegiatan di sekolah.
Program kej a adalah rangkaian programlkegiatan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat (orang tua) dan kinej a komite sekolah dalam peningkatan
mutu pendidiian di SMAN 1 Liwa.
IV. KEADAAN UMUM PENELITIAN DAN SMAN 1 LIWA
LAMPUNG BARAT
Gambaran Kabupaten Lampung Barat
4.1
Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa adalah salah satii drsi
sepuluh kabupatedkoti di wilayah Provinsi Lampung. Kabupaten ini dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Noi 6 Tahun 1991 tertanggal 16 Juli 1991 dan
diundangkan pada tanggal 16 Agustus 1991, dengan batas :
ai Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengblu Selatan (Propinsi
Bengkulu) dan Kabupaten OKU Selatan (Propinsi Sumatera Selatan);
b, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten
Way Kanan, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Lampung Tengah;
ci
Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda dan Kabupaten
Tanggamus;
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Adapun penibagian wilayah Kabupaten Lampung Barat disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Luas Wilayah Kabupaien Lampung Barat per Kecamatan
Sumber :Lampung Barat dalam Angka Tahun 2007
Wilayah Kabupaten Lampung Barat memiliki luas sebesar 4.950,40 ICm2
atau 13,99% dari Luas Wilayah Provlnsi Lampung, dengan rnata pencaharian
pokok sebagian besar penduduknya sebagai petani. Wilayah Kabupaten Lampung
Barat secara Administratif meliputi 17 (tujuh belas) Kecamatan dan terdii dari
enam Kelurahan dan 195 Desa (Pekon) dan m e ~ p a k a nsatu bagian dari
pernekaran Kabupaten Lampung Utafa. Secara geogafis wilayah Kabupaten
Lampung Barat berada pada koordinat 4'47'16"
- 5'56'42"
Lintang Selatan dan
103°335'8" - 104e33'51" Bujur T i u r ,
4.2.
Pcnduduk
Dari hasil pengumpulan data Diaas Kepeadudukan Kabupatea Lampiung
Barat didapatkan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2007 bejumlah 410.723
orang dengan kepadatan per km2 sebesar 82,97 orang/km2. Terjadi p e n m a n
jumlah penduduk pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006, namun
dernikian secara keseluruhan dari tahun 2003 sampai 2007 di dapatkan
kesimpulan bahwa perhunbuhan penduduk di Kabupaten Lampung Barat
mengalami kenaikan. Adapun untuk mengetahui perkembangan jumlah penduduk
di Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa jumlah pendprduk rerbesar terdapat di
Kecamatan Suoh yaitu sebanyak 44.113 jiwa dan di posisi kedua berpenduduk
terbanyak terdapat pada Kecamatan Way Tenong sebanyak 39,194 jiwa.
Sedangkan kecamatan yang memilii penduduk sediit berada pada Kecamatan
Bengkunat sebanyak 8.049 jiwa dan Kecamatan Pesisir Utara sebanyak
9.024 jiwa.
Kepadatan penduduk di Kabupaten Lampung Barat terbesar berada pada
Kecamatan Pesisir Tengah yaitu sebesar 284,73 jiwaikm2, kepadatan ini tejadi
karena wilayah Kecamatan Pesisir Tengah yang kecil, kecamatan ini memiliki
luas 110,Ol km2. Sehingga walaupun jumlah penduduk kecamatan ini menempati
unttan ke enam, namun dari segi kepadatan kecamatan ini menempati posisi
teratas. Di urutan kedua kecamatan berpenduduk terpadat yaitu Kecamatan
Gedung Surian d i i a kepadatannya sebesar 221,06 jiwallan2.
Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan
Berdasarkan struktur umur penduduk menggambarkan struktur penduduk
berdasarkan usia balita (0-4), usia sekolah (5-19), usia produktif (20-64) dan usia
lanjut diatas 65 tahun. Pada tahun 2007 jumlah kelompok usia terbanyak adalah
5-9 tahun 43.824 jiwa, disusul oleh kelompok usia 10-14 tahun dengan jumlah
43.044 jiwa, sedangkan jumlah terkecil pada kelompok usia 65-69 tahun yaitu
berjumlah 7.804 jiwa Struktur umur penduduk di Kabupaten Lampung Barat
disajikan pada Tabel 4.
Tabol4. Jurnlah Ponduduk Msnurut Umur
Sumber: Lampung Barat dalam Angka Tahun 2009
Berdasarkan letak geografis dan sumberdaya alam yang di miliki oleh
Kabupaten Lampung Barat, dapat juga d'ietahui mata pencaharian penduduk
Kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan SUSNAS 2006 didapatkan mata
pencaharian penduduk Kabupaten Lampung Barat sebagian besar berprofesi
sebagai petani, swasta dan Pegawai Negeri Sipil (Tabel 5).
Tabel 5. Maia Pencaharian Penduduk Kabupaten Lampung Barat
Dari Tabel 5 didapatkan bahwa mata pencaharian penduduk Kabupaten
Lampung Barat adalah di sektor pertanian yang sebesar 79,79 persen atau
sebanyak 140.512 orang. Di posisi kedua mata pencaharian penduduk adalah di
sektor perdagangan, restoran dan hotel yang sebesar 8,09 persen atau sebanyak
14.247 orang. Besarnya penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian
menggambarkan bahwa kondisi perekonomian Kabupaten Lampung Barat banyak
di sumbang dari sektor pertanian dan sektor perdagangan, restoran dan hotel.
4.3.
Mata Pencaharian Orang Tua Siswa
Seperti mata pencaharian penduduk pada umumnya di Kabiipaten
Lampung Barat yang bekeja di sektor pertanian dan sektor perdagangan, restoran
dan hotel. Mata pencaharian orang tua siswa di SMAN 1 Liwa adalah seperti pada
Tabel 6.
Tabel 6. Mata Pencaharian Orang Tua Siswa SMAN 1 Liwa
No
Mata Pencaharian
Jumlah Orang Tua V i a
Persentase
1
Pertanian
527
65,O
2
Pegawai Negeri Sipil
162
20,O
3
Pengusahdwiraswasta
110
13,5
4
Tentara Nasional Indonesia
12
1,s
Sumber: Data Sekunder SMAN 1 Liwa.
Dari Tabel 6, didapatkan bahwa rata-rata mata pencaharian orang tua
siswa SMAN 1 Liwa bekerja di pertanian, ada sebanyak 527 orang atau sebanyak
65 persen dan orang tua siswa yang bermata pencaharian sebagai PNS sebanyak
162 orang atau sebanyak 20 persen. Sedangkan orang tua siswa yang bermata
pencaharian sebagai pengusahdwirausaha sebanyak 110 orang atau sebesar
13,s persen, kemudian untuk mata pencaharian orang tua yang bekeja sebagai
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebanyak 12 orang atau sebesar 1,5 persen.
4.4. Perekonomian Kabupaten Lampung Barat
Berdasarkan dan kontribusi masing-masing sektor (lapangan usaha) dalam
pembentukan PDRB, tarnpak bahwa perekonomian daerah Kabupaten Lampung
Barat masih didominasi oleh sektor primer, dimana sektor peaanian mmih
m e ~ p a k a nsektor unggulan (leading sector). Dua sektor utama penyumbang
PDRB Kabupaten Lampung Barat adalah sektor PerZanian dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran, dengan masing-masing menyumbang sebesar
60,64% dari PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2007, sedangkan sektor
perdagangan, hotel dan restoran menyumbang PDRB sebesar 16,07% dari PDRB
atas dasar harga berlaku pada tahun 2007. Adapun sektor-sektor lainnya masih
relatif kecil, yaitu hanya 8% atau kurang.
Tabel 7. PDRB Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007
Lapangan Usaha
Sumber: Lampung Barat dalam Angka Tahun 2007
Berdasarkan data bebempa tahun terakhir, terlihat bahwa sektor-sektor
(lapangan usaha) utarna penyumbang PDRB Kabupaten Lampung Barat, meliputi
sektor primer (pertanian) dan sektor sekunder (perdagangan, hotel dan restauran).
Sampai dengan tahun 2007, sektor perdagangan, hotel dan r e s t a m menunjukkan
kontribusi sebesar 19,84% sebagai sektor kedua terbesar berdasarkan harga
konstan tahun 2000, sedangkan selaor industri menunjukkan pertumbuhan yang
relatif stagnan. Adapun sektor pertanian pada tahun 2007 tetap memegang peran
terpenting, dengan sumbangan sebesar 62,26% berdasarkan harga konsbn tahun
2000. Dengan demikian setelali sektor primer, maka penyumbang PDRB terbesar
hanyalah sektor perdagangan, hotel dan restauran, dengan demikian penggiatan
sektor pariwisata yang baik di harapkan sektor tersebut dapat meningkatkan
kontribusinya kepada PDRB Kabupaten Lampung Barat Data mengenai PDRB
Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 disajikan pada Tabel 7.
4.5. Jumlah Sekolah
Fembang~fiandi bidang pendidikan merupakan salah satu jalur utama
dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia bagi
pembangunan. Sesuai dengan Pola Dasar Pembangunan Daerah, titik berat
pembangunan pendidikan Kabupaten Lampung Barat diletakkan pada peningkatan
mutu pada setiap jenjang dan jenis pendidian, Titik berat juga dilakukan pada
perluasan pada pada jenjang pendidikan menengah dalam rangka ikut
mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun. Adapun jumlah sekolah dan
pembagian berdasarkan tingkat pendidikan dapat di lihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Sekolah Menurut Tingkatan Pendidikan Per Kecamatan
Tahun 2007
2
9
2
1
0
0
ZW7RW8
89
357
20W007
200~t~006
62
SO
294
261
44
43
30
52
12
14
18
14
6
8
9
Gcdung Surian
Lampung Usrat
Sumher: Lampung Barat dalam Angka Tahun 2aQ7
11
Sumber daya manusia berkaitan erat dengan kualitas manusia, baik
keadaan fisik, mental, intelektual, dan sifat sosial serta kondisi sprituahya yang
baik. Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2007
berjurnlah 566 unit yang terdiri dari sekolah TK sebanyak 89 sekolah, sekolah SD
sebanyak 357 sekolah , sekolah SMP Negeri sebanyak 44 sekolah, sekolah SMP
Swasta sebanyak 52 sekolah, sekolah SMA Negeri sebanyak 18 sekolah dan
sekolah SMA Swasta sebanyak enam sekolah. Pembangunan di bidang
pendidikan sangat dipengaruhi oleh penyebaran dan pemerataan fasilitas
pendidikan yang ditunjang dengan tenaga pengajar pada semua jenjang d m jenis
pendidikan. Berdasarkan data yang di peroleh dari Kabupaten Lampung dalam
Angka tahun 2007 di dapatkan bahwa penyebaran sekolah di Kabupaten Lampung
Barat dapat diiatakan cukup merata, narnun masih ada salah satu kecamatan yang
tidak memiliki sekolah untuk tingkat pendidikan SMA yaitu Kecamatan Gedung
Surian. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Pendidikan Kabupaten
Lampung Barat saat ini di kecamatan terse