Analisis daya saing dan strategi peningkatan produksi gula melalui program akselerasi di kabupaten lampung utara

(1)

1

(Magister Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian) 2

(Dosen Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian) Oleh

Hamartoni Ahadis1, Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim2, Ir. Eka Kasymir, M.S.2

Abstrak

Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis pendapatan petani tebu setelah adanya program akselerasi tebu di Kabupaten Lampung Utara. (2) Menganalisis daya saing usahatani tebu setelah adanya program akselerasi tebu di Kabupaten Lampung Utara. (3) Menganalisis strategi pengembangan usahatani tebu melalui program akselerasi tebu di Kabupaten Lampung Utara.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Mei - Juni 2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil dari hasil wawancara dengan petani responden dan data sekunder merupakan data yang diambil dari instansi-instansi terkait. Metode yang digunakan dalam menentukan sample dalam penelitian ini adalah metode random sampling. Analisis data yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini adalah analisis pendapatan, analisis PAM (Policy Analysis Matrix), dan analisis SWOT.

Hasil penelitian yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut: (1) Petani tebu di Kabupaten Lampung Utara setelah mengikuti program akselerasi tebu mendapatkan keuntungan berdasarkan biaya total mulai dari tahun pertama hingga tahun keempat usahatani tebu masing-masing sebesar sebesar Rp8.595.425,62, Rp16.147.983,33, Rp17.581.008,76 dan Rp18.991.626,67 dengan R/C ratio atas biaya total yang diperoleh dalam usahatani tebu mulai dari tahun pertama hingga tahun keempat di Kabupaten Lampung Utara adalah 1,72, 2,52, 2,37 dan 2,29. (2) Usahatani tebu di Kabupaten Lampung Utara setelah mengikuti program akselerasi tebu memiliki daya saing yang dapat dilihat dari nilai PCR sebesar 0,59 serta nilai DRC sebesar 0,82. (3) Berdasarkan analisis kualitatif yang telah dilakukan, maka didapatkan sepuluh strategi prioritas pengembangan usahatani tebu di Kabupaten Lampung Utara, lima strategi utamanya antara lain: (a) mengembangkan potensi lahan usahatani tebu yang ada, karena untuk mencapai swasembada masih butuh areal tanam tebu tambahan di luar pulau jawa.; (b) pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang mengatur tentang waktu yang tepat dalam mengimpor dan penjagaan yang ketat pemasaran gula impor ke industri; (c) melakukan penyuluhan mengenai proses pengolahan produk sampingan tebu agar optimal untuk tambahan pendapatan petani dan menambah jumlah lahan untuk budidaya tebu yang semakin terbatas; (d) pemerintah hendaknya lebih mengawasi kuota impor gula rafinasi


(2)

1

(Magister Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian) 2

(Dosen Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian)

pabrik gula.


(3)

1

(Magister of Agricultural Economy/Agribusiness of Agriculturure Faculty) 2

(Lecturer of Agricultural Economy/Agribusiness of Agriculturure Faculty) By

Hamartoni Ahadis1, Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim2, Ir. Eka Kasymir, M.S.2

Abtract

This research aims to: (1) Analyze the income of sugarcane farmers after the sugarcane accelerated program in Kabupaten Lampung Utara. (2) Analyze the competitiveness of the sugarcane farming after the sugarcane accelerated program in Kabupaten Lampung Utara. This research was conducted in Kabupaten Lampung Utara. The research was conducted on May-June 2012, data used in this study are primary data and secondary data. Primary data is data taken from interviews with respondents and secondary data is taken from the appropriate institutions. The method used in determining the sample in this study is a random sampling method. Analysis that used to process the data in this study is the analysis of income and PAM analysis (Policy Analysis Matrix).

The results of the research can be summarized as follows: (1) Profit of sugarcane farmers in Kabupaten Lampung Utara after sugarcane acceleration program based on total cost benefit from the first year of sugarcane farming untill fourth year respectively Rp8.595.425,62, Rp16.147.983,33, Rp17.581.008,76 dan Rp18.991.626,67 with the R / C ratio on the total cost obtained in sugarcane farming ranging from first year to fourth year in Kabupaten Lampung Utara is 1,72, 2,52, 2,37 dan 2,29. (2) The competitiveness of sugarcane farming in Kabupaten Lampung Utara after sugarcane accelerated program can be seen from the PCR value 0,59 and the DRC value 0.82. (3) Based on qualitative analysis that has been done, there are ten priority development strategy sugarcane farming in Kabupaten Lampung Utara, five main strategies include: (a) develop the potential of the existing sugarcane farming area, because they need to achieve self-sufficiency in sugarcane, additional planting area outside the island Java is needed; (b) the government needs to establish policies that governing the right time in import and more strict about importing sugar into the industry; (c) conduct outreach regarding the processing of sugarcane byproducts to be optimal for an additional income of farmers and increase the amount of land for the cultivation of sugarcane which is increasingly limited; (d) the government should further supervise the import quota for refined sugar and diciplined illegal sugar mills importirs; (e) establish a partnership with a sugar factory and establish programs that continue to support the improvement of the production of sugarcane such as a program to help farmers to get sugarcane inputs through the mill.


(4)

ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI GULA MELALUI PROGRAM AKSELERASI

DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh

HAMARTONI AHADIS

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Pascasarjana Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bumi, Lampung Utara pada Tanggal 09 Februari 1964, sebagai anak kedelapan dari delapan bersaudara, dari Bapak A. Hamid Isoen dan Ibu Hanim Hamid.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 9, Kotabumi pada Tahun 1976, sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 2 Kotabumi pada tahun 1979, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri Kotabumi pada tahun 1982.

Tahun 1982, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lampung. Tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Magister ekonomi Pertanian/ Agribisnis Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa tingkat S1 penulis aktif di Organisasi WATALA Fakultas Pertanian. Saat ini, Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Propinsi Lampung.


(9)

SANWACANA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis Daya Saing dan Strategi Peningkatan Produksi Gula Melalui Program Akselerasi Di Provinsi Lampung”.Penulis menyadari dalam tesis ini masih banyak kekurangan sehingga jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan yang bersifat membangun baik yang berupa saran maupun kritik dari berbagai pihak untuk kesempurnaan tesis ini.

Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S. selaku Ketua Program Studi Pasca

Sarjana Magister Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 2. Ir. Eka Kasymir, M. Si. selaku Dosen Pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis selama penyusunan tesis ini sehingga tesis ini terselesaikan.

3. Dr. Ir. Hanung Ismono, M.P, selaku penguji utama yang telah memberikan segala masukan dan saran dari awal penyusunan hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(10)

telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

6. Keluarga Besar Magister Ekonomi Pertanian angkatan 2009

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ...…..………...…..………. 1

B. Perumusan Masalah...………..….……... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Kegunaan Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA... 11

A. Tinjauan Pustaka...…....………...………... 11

1. Budidaya Tanaman Tebu... 11

2. Gula Nasional... 13

3. Akselerasi Peningkatan Produktivitas Tebu... 16

4. PAM (PolicyAnalysis Matrix)... 18

5. Strategi Pengembangan Proyek... 21

6. Kajian Penelitian Terdahulu... 23

B. Kerangka Pemikiran... 26

III. METODE PENELITIAN... 29


(12)

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 35

1. Analisis PAM... 36

2. Analisis Pengembangan Usahatani Tebu... 37

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN... 48

A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Utara... 48

1. Kondisi Geografis... 48

2. Topografi... 49

3. Iklim... 50

4. Perekonomian dan Mata Pencaharian... 50

5. Kependudukan dan Ketenagakerjaan... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 53

A. Keadaan Umum Petani Responden...…...………... 53

1. Umur Petani Responden... 53

2. Pendidikan Petani Responden... 54

3. Pengalaman Berusahatani Tebu... 55

4. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden... 56

5. Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan Petani Responden.. 57

B. Analisis Usahatani...…....………...………... 58

1. Pola Tanam... 58

2. Faktor-faktor Produksi... 59

3. Produksi Tebu... 61

C. Analisis Pendapatan Usahatani Tebu...…...………... 61

1. Analisis Pendapatan Usahatani Tebu Petani Responden Peserta PMUK... 61

2. Analisis Pendapatan Usahatani Tebu Petani Responden Non PMUK... 64

D. Penentuan Harga Privat dan Harga Sosial...………... 67


(13)

5. Harga Tenaga Kerja... 71

E. Analisis Daya Saing...…....………...………... 71

1. Analisis Input Tradeable dan Nontradeable... 71

2. Analisis Penerimaan dan Pendapatan... 74

3. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif... 75

F. Strategi Pengembangan...…....………...………... 78

1. Analisis Data Input... 79

a. Analisis Lingkungan Strategis... 79

(1) Matriks Faktor Internal... 80

(2) Analisis Lingkungan Eksternal... 91

G. Analisis SWOT...…....………...………... 97

1. Matrik Faktor Internal... 98

2. Matrik faktor eksternal... 102

3. Identifikasi strategi berdasarkan analisis SWOT... 110

4. Strategi Prioritas Analisis SWOT... 121

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 123

A. Kesimpulan... 123

B. Saran... 124

DAFTAR PUSTAKA... 125


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan luas areal, produksi, rendemen dan produktivitas gula

Indonesia tahun 1998-2008 ... 3

2. Luas Lahan, Produksi Gula, dan Kontribusi Tiap Propinsi terhadap Produksi Nasional Tahun 2007 dan 2008 ... 4

3. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Gula di Propinsi Lampung Tahun 2005-2009 ... 6

4. Nama Perusahaan, Luas Areal Produksi dan Lokasi Perusahaan Gula di Propinsi Lampung Tahun 2009 ... 6

5. Produksi GKP di Indonesia 2004-2008 ... 14

6. Perkembangan Impor Gula Indonesia, 2001-2008 ... 15

7. Policy AnalysisMatrix (PAM) ... 18

8. Policy AnalysisMatrix (PAM) ... 36

9. Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kekuatan (strength) . 40 10.Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kelemahan (Weakness) ... 41

11.Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk peluang ( opportunities) ... 44

12. Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk ancaman (threats) ... 45

13.Sebaran petani responden usahatani tebu berdasarkan kelompok umur di Kabupaten Lampung Utara Tahun 2012 ... 54

14.Sebaran petani responden usahatani tebu berdasarkan tingkat pendidikandi Kabupaten Lampung Utara Tahun 2012 ... 54


(15)

15.Pengalaman berusahatani tebu di Kabupaten Lampung Utara,

tahun 2012 ... 56

16.Sebaran petani responden usahatani tebu berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Kabupaten Lampung Utara, 2012 ... 57

17.Sebaran petani responden usahatani tebu berdasarkan luas lahan petani responden di Kabupaten Lampung Utara, 2012 ... 58

18.Pendapatan usahatani tebu per hektar petani responden peserta PMUK di Kabupaten Lampung Utara ... 62

19.Pendapatan usahatani tebu per hektar etani responden peserta NON PMUK di Kabupaten Lampung Utara ... 65

20.Biaya input tradeable harga privat dan harga sosial per hektar ... 72

21.Biaya input non tradeable dalam harga privat dan harga sosial ... 73

22.Pendapatan Usahatani Tebu dalam Harga Privat dan Harga Sosial per hektar ... 74

23.Policy Analysis Matrix (PAM) usahatani tebu per hektar ... 75

24.Indikator daya saing usahatani tebu ... 77

25.Matrik faktor strategi internal untuk kekuatan (strengths) ... 98

26.Matrik faktor strategi internal untuk kelemahan (weakness) ... 101

27.Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk peluang (opportunities) ... 103

28.Kerangka matrik faktor strategi eksternal untuk ancaman (threats) ... 105

29.Pembobotan untuk diagram SWOT faktor internal dan eksternal ... 107

30.Strategi kekuatan vs peluang (SO) ... 110

31.Strategi kekuatan vs ancaman (ST) ... 112

32.Strategi kelemahan vs peluang (WO) ... 116

33.Strategi kelemahan vs ancaman (WT) ... 118


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram Analisis SWOT ... 22

2. Paradigma Kerangka Pemikiran Analisis Daya Saing dan Strategi Peningkatan Produksi Gula melalui Program Akselerasi di Propinsi Lampung ... 28

3. Bentuk Matrik SWOT ... 47

4. Diagram SWOT ... 107


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia bahan pangan, pembuka lapangan kerja, pemasok bahan baku industri, dan sebagai sumber devisa negara. Sektor pertanian memiliki cakupan yang sangat luas, dimana termasuk didalamnya adalah sub sektor perkebunan.

Perkebunan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang sangat menunjang dalam pembangunan industri pengolahan hasil pertanian. Beberapa komoditas perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kakao, teh, kopi, dan tebu memegang peranan penting dalam menunjang perkembangan industri pengolahan khususnya sebagai penyedia bahan baku.

Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menghasilkan produk akhir gula. Gula sebagai salah satu bahan pokok strategis, tidak hanya digunakan sebagai bahan makanan tetapi juga bahan baku industri makanan dan minuman. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan gula setiap tahunnya terus meningkat. Berangkat dari kondisi pergulaan Indonesia yang kurang menggembirakan pada


(18)

awal reformasi tahun 1998 sampai tahun 2001 serta potensi pengembangan dan pangsa pasar dalam negeri yang masih sangat luas, sedangkan produksi belum dapat sepenuhnya menutupi kebutuhan gula secara keseluruhan, maka pemerintah bersama stakeholders pergulaan nasional sepakat untuk meningkatkan

produktivitas dan produksi gula khususnya untuk memenuhi sasaran pencapaian swasembada gula (Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, 2009).

Sebagai komoditas utama penghasil gula, kondisi produksi dan usahatani tebu sangat menentukan ketersediaan gula nasional. Kinerja usahatani tebu

berkontribusi penting dalam mencapai tujuan swasembada gula nasional. Hingga situasi tahun 2008, upaya pencapaian swasembada gula masih belum mampu terwujud. Salah satu penyebabnya adalah kompleksitas persoalan yang dihadapi industri gula dari hulu dan hilir di Indonesia.

Posisi komoditas gula sebagai kebutuhan pangan pokok sangat strategis dalam perekonomian nasional, karena merupakan salah satu indikator pengukuran inflasi. Upaya mencapai swasembada gula dapat dilakukan apabila rekonstruksi basis produksi dalam sistem usahatani tebu dan peningkatan efisiensi teknis dan ekonomis pabrik-pabrik gula yang ada di Indonesia dilakukan (Arifin, 2005).

Kondisi diatas jika tidak ditangani akan membawa dampak ekonomi dan sosial cukup luas mengingat industri gula sampai saat ini masih tergolong industri dengan serapan tenaga kerja cukup besar Kondisi tersebut pada gilirannya dapat membuat Indonesia dengan jumlah penduduk nomor empat terbesar di dunia akan sangat tergantung pada negara produsen gula dunia, yang lebih lanjut dapat mempengaruhi kondisi ekonomi, sosial dan politik. Gambaran perkembangan


(19)

luas areal, produksi, rendemen dan produktivitas gula di Indonesia pada sepuluh tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan luas areal, produksi, rendemen dan produktivitas gula Indonesia tahun 1998-2008

Sumber : BPS Indonesia, 2009

Tabel 1 menunjukkan bahwa perkembangan luas areal tebu di Indonesia pada sepuluh tahun terakhir secara umum mengalami pertumbuhan walaupun relatif kecil yaitu sebesar 0,92% per tahun. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan produksi dan produktivitas yang masing-masing mengalami laju pertumbuhan sebesar 6,7% dan 5,82% per tahun.

Dengan posisinya yang penting dan sejalan dengan revitalisasi sektor pertanian, maka industri gula berbasis tebu juga perlu melakukan berbagai upaya sehingga sejalan dengan revitalisasi sektor pertanian. Hal ini menuntut industri gula berbasis tebu perlu melakukan berbagai perubahan dan penyesuaian guna meningkatkan produktivitas, dan efisiensi, sehingga menjadi industri yang kompetitif, mempunyai nilai tambah yang tinggi, dan memberi tingkat kesejahteraan yang memadai pada para pelakunya, khususnya petani.

Tahun Luas Areal Produksi Produktivitas Produksi Gula Rendemen Gula (ha) (ton hablur) (ton hablur/ha)(juta ton) (%)

1998 377.089 1.488.269 3,95 2.187,20 5,49

1999 342.211 1.493.933 4,37 1.928,70 7,01

2000 340.660 1.690.004 4,96 1.801,40 7,40

2001 344.441 1.725.467 5,01 1.780,10 7,02

2002 350.722 1.755.354 5,00 1.824,60 6,88

2003 336.257 1.634.560 4,86 1.901,30 7,21

2004 344.000 2.051.000 5,96 1.991,60 7,12

2005 381.800 2.241.742 5,87 2.051,60 7,12

2006 396.400 2.307.000 5,82 2.241,80 7,12

2007 404.700 2.587.600 6,39 2.400,00 7,20

2008 434.127 2.574.236 5,93 2.700,00 7,97

Rata-rata 361.828 1.897.492,9 5,22 2.010,83 6,96


(20)

Sentra produksi tebu di Indonesia terdapat di Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2008 produksi tebu di Indonesia mencapai 2.800.900 ton dengan kontribusi produksi tebu terbesar dihasilkan di Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur sendiri pada tahun 2008 menghasilkan produksi sebesar 1.379.900 atau

memberikan kontribusi 49,27%. Sentra produksi tebu kedua terdapat di Provinsi Lampung dengan produksi tahun 2008 sebesar 750.700 ton. Provinsi Lampung mampu memberikan kontribusi terhadap gula nasional sebesar 26.80 persen. Perkembangan luas lahan, produksi tanaman tebu, dan kontribusi tiap provinsi terhadap produksi nasional di Indonesia pada tahun 2007 dan 2008 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Lahan, Produksi Gula, dan Kontribusi Tiap Provinsi terhadap Produksi Nasional pada Tahun 2007 dan 2008.

No Provinsi Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Kontribusi (%)

2007 2008 2007 2008

1 Jawa Timur 204.100 204.400 1.340.900 1.379.900 49.27

2 Lampung 103.100 107.800 714.600 750.700 26.80

3 Jawa Tengah 46.500 50.100 249.500 268.200 9.57 4 Jawa Barat 23.600 23.500 127.300 147.000 5.25 5 Sumatera

Selatan

12.400 12.600 56.300 66.700 2.38 6 Gorontalo 10.000 10.600 51.500 51.500 1.84 7 Sumatera Utara 13.400 12.300 48.700 55.300 1.97 8 Sulawesi Selatan 10.900 13.300 19.100 46.500 1.66 9 DI Yogyakarta 3.800 7.500 15.800 35.300 1.26 Indonesia 427.800 442.400 2.623.800 2.800.900 100

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi tebu nasional yaitu sebesar 65.35 persen. Produksi gula di Jawa dalam kurun waktu 7 tahun terakhir cenderung menurun yang berdampak signifikan terhadap produksi gula nasional, mengingat peran Jawa dalam


(21)

menghasilkan gula masih 70 % dari kebutuhan nasional. Penurunan produksi tersebut merupakan resultante berkurangnya areal di lahan sawah dan bergeser ke lahan tegalan yang menjauh dari pabrik gula sehingga berdampak pula terhadap penurunan produktivitas dalam rentang waktu bersamaan. Penurunan luas areal tanam merefleksikan merosotnya minat petani, sebagai reaksi nasional terhadap rendahnya pendapatan riil dan nilai tukar (term of trade) secara konsisten selama satu dekade terakhir. (Direktorat Budidaya Tanaman Semusim, 2009).

Permasalahan tersebut mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan mengenai produksi tebu nasional. Salah satu kebijakan yang diambil adalah melalui program akselerasi produksi tebu nasional untuk mencapai swasembada gula tahun 2014. Akselerasi produksi tebu nasional dapat dicapai salah satunya adalah melalui perluasan areal tanam tebu di luar Pulau Jawa. Semakin luas areal tanam tebu menyebabkan produksi gula nasional akan semakin meningkat. Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula sehingga dapat menghemat anggaran negara. Provinsi Lampung sebagai penghasil gula terbesar kedua di Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk meningkatkan luas lahan dan produksi tanaman tebu.

Sebagai produsen gula nasional terbesar kedua, Lampung secara intensif melakukan berbagai upaya pengembangan perluasan areal dan produksi tebu. Perkebunan tebu di Provinsi Lampung terdiri dari tiga bentuk perkebunan yaitu Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan

Perkebunan Rakyat (PR). Peningkatan produksi gula nasional tidak hanya melibatkan Perusahaan Besar Nasional (PBN) tetapi juga melibatkan Perusahaan


(22)

Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR). Perkembangan Luas Areal dan Produksi Tebu di Provinsi Lampung Tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Gula di Propinsi Lampung Tahun 2005 – 2009.

Tahun

Luas Areal (Ha)

Produksi

(Ton) Produktivitas (Ton/Ha) PR PBS PBN Jumlah PR PBS PBN Jumlah

2005 8.028 85.345 6.214 99.587 43.005 615.747 34.861 693.613 6.96 2006 8.185 91.516 6.965 106.666 47.618 613.122 32.810 693.550 6.50 2007 8.285 93.671 6.990 108.946 37.400 641.511 35.730 711.941 6.53 2008 18.238 94.686 6.990 119.914 90.646 701.743 36.200 828.589 6.91 2009 19.539 92.515 8.000 120.054 99.473 654.891 44.521 798.885 6.65

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2009

Tabel 3 menunjukkan bahwa luas areal perkebunan tebu Provinsi Lampung dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan luas areal tanam menyebabkan terjadi peningkatan produksi gula pasir di Provinsi Lampung lima tahun terakhir. Produksi terbesar gula pasir di Provinsi Lampung dihasilkan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS), diikuti dengan Perkebunan rakyat (PR), dan Perusahaan Besar Nasional (PBN).

Tabel 4 Nama Perusahaan, Luas Areal, Produksi, dan Lokasi Perusahaan Gula di Provinsi Lampung Tahun 2009

No Nama Perusahaan Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

Lokasi Keterangan (PBN/PBS) 1 PTPN VII Bunga Mayang 14.243,10 73.908,30 5.19 L. Utara PBN 2 PT. Gunung Madu Plantations 26.958,74 201.216,10 7.46 T. Bawang PBS 3 PT. Gula Putih Mataram 22.235,37 152.286,10 6.85 T. Bawang PBS 4 PT. Sweet Indo Lampung 21.861,40 153.357,30 7.01 T.Bawang PBS 5 PT. Indo Lampung Perkasa 18.177,97 129.052,79 7.10 T. Bawang PBS 6 PT. Pemuka Sakti Manis Indah 7.000 40.000 5.71 Way Kanan PBS


(23)

Provinsi Lampung memiliki 6 perusahaan gula yang tersebar di beberapa Kabupaten. Luas areal dan produksi gula Perusahaan Gula (PG) di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada tahun 2009 tanaman tebu di Propinsi Lampung seluas 120.054 Ha dengan dengan produksi gula hablur 749.820,59 ton dan produktivitas hablur 6,79 ton/ha dengan rata-rata rendemen 8,67 % meliputi : PG Bunga Mayang (PTPN 7) seluas 14.243,10 Ha dengan produksi tebu giling 950.378,63 ton, hablur yang dihasilkan 73.908,30 ton dan produktivitas tebu 66,73 ton/ha, produktivitas gula 5,19 ton/ha dengan rendemen rata-rata 7,78 %. Kapasitas pabrik 6.000 TTH (ton tebu per hari) di Kabupaten Lampung Utara.

PT. Gunung Madu Plantation seluas 26.958,74 ha dengan produksi tebu giling 2.226.919,30, hablur yang dihasilkan 201.216,10 ton dan produktivitas tebu 82.60 ton/ha, produktivitas gula 7,46 ton/ha dengan rendemen rata-rata 9,04 %.

Kapasitas pabrik 12.000 TTH (ton tebu per hari) di Kabupaten Lampung Tengah.

PT. Gula Putih Mataram (GPM) seluas 22.235,37 ha dengan produksi gula tebu giling 1.730.578,85 ton, hablur yang dihasilkan 152.286,10 ton dengan

produktivitas tebu77,83 ton/ha produktivitas gula 6,85 ton/ha dengan rendemen rata-rata 8,80 %. Kapasitas pabrik 10.990 TTH (ton tebu per hari) di Kabupaten Lampung Tengah.

PT. Sweet Indo Lampung (SIL) seluas 21.861,40 ha dengan produksi tebu giling 1.712.481,15 ton, hablur yang dihasilkan 153.357,30 ton dan produktivitas tebu 78,33 ton/ha, produktivitas gula 7,01 ton/ha dengan rendemen rata-rata 8,96 %. Kapasitaas pabrik 10.500 TTH (ton tebu per hari), di Kabupaten Tulang Bawang.


(24)

PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) seluas 18.177,07 ha dengan produksi tebu giling 1495.683,30 ton, hablur yang dihasilkan 129.052,79 ton dan produksitivitas tebu 82,28 ton/ha, produktivitas gula 7,10 ton/ha dengan rendemen rata-rata 8,63 %. Kapasitas pabrik 10.000 TTH (ton tebu per hari) di Kabupaten Lampung Tengah dan Tulang Bawang.

PT. Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI) seluas 7.000 ha dengan produksi tebu giling 531.208,49 ton, hablur yang dihasilkan 40.000 ton dan produktivitas tebu 75,89 ton/ha, produktivitas gula 5,71 ton/ha denga rendemen rata-rata 7,53 % di Kabupaten Way Kanan.

Jika dilihat dari bahan baku yang ada sebagian besar pasokannya berasal dari tebu rakyat yang kalau dilihat jumlah dan mutunya dari waktu ke waktu cenderung menurun secara tajam, pabrik bekerja dibawah kapasitas sehingga tidak lagi efisien. Kondisi seperti ini manakala tidak ditangani dengan bijak akan

memberikan dampak sosial ekonomi tidak hanya bagi petani tebu tapi lebih luas lagi kepada kepentingan nasional mengingat jumlah penduduk Indonesia yang besar akan tergantung kepada produsen gula dunia.

Salah satu yang mempengaruhi turunnya produktivitas tebu pada pengembangan tebu rakyat adalah kondisi tanaman tebu yang sudah mencapai keprasan/ratoon VI, merosotnya kualitas teknis budidaya, merosotnya minat petani untuk menanam tebu/menurunya luas areal serta rendahnya pendapatan riil dan nilai tukar (term of trade) secara konsisten selama dekade terakhir. Untuk itu diperlukan adanya kegiatan bongkar ratoon dan pengembangan tebu rakyat


(25)

dengan modal kerja dari pemerintah dengan pola penguatan modal usaha kelompok (PMUK).

Dengan mempelajari secara cermat kondisi industri gula di Indonesia seperti ini maka pemerintah melalui Kementerian Pertanian bersama stakeholders pergulaan nasional menyusun Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula Nasional yang telah berjalan sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan konsumsi gula langsung rumah tangga serta persiapan untuk menghadapi pemenuhan gula nasional pada saatnya nanti.

Implementasi dari program ini berupa kegiatan perluasan areal , bongkar ratoon dan rawat ratoon, pembangunan kebun bibit berjenjang, penguatan kegiatan riset, pengembangan sumber daya manusia, integrasi ternak dan tebu serta berbagai kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mendukung keberhasilan program.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah penelitian ini meliputi:

1. Bagaimana kondisi pendapatan petani tebu setelah adanya program akselerasi tebu di Propinsi Lampung?

2. Bagaimana daya saing usahatani tebu setelah adanya program akselerasi tebu di Propinsi Lampung?

3. Bagaimana strategi pengembangan usahatani tebu melalui program akselerasi tebu di Propinsi Lampung?


(26)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan yang ada, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pendapatan petani tebu setelah adanya program akselerasi tebu di Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung.

2. Menganalisis daya saing usahatani tebu setelah adanya program akselerasi tebu di Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung.

3. Menganalisis strategi pengembangan usahatani tebu melalui program akselerasi tebu di Kabupaten Lampung Utara Propinsi Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Petani tebu, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan usahatani tebu. 2. Pemerintah dan instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam

merumuskan kebijakan untuk meningkatkan produksi tebu nasional.

3. Peneliti lain, sebagai sumber pustaka dan bahan pembanding pada waktu yang akan datang.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Budidaya Tanaman Tebu

Tanaman tebu tergolong tanaman rumput-rumputan dan tanaman C4 yang merupakan tanaman pengubah energi surya menjadi energi biokima yang

terefisien. Sifat khas tanaman tebu yang lain adalah efisien dalam menggunakan air, responsif terhadap pemupukan, sanggup hidup pada tanah marjinal, dan tahan dikepras (Supriadi, 1992).

Daerah penyebaran tebu berada di antara 35o garis LS dan 39o garis LU. Tebu dapat hidup pada berbagai ketinggian, mulai dari pantai sampai dataran tinggi (1400 mdpl). Namun, mulai ketinggian 1.200 mdpl, pertumbuhannya menjadi lambat. Bentuk lahan yang baik untuk tanaman tebu adalah tanah datar sampai berombak lemah dengan kemiringan kurang dari 8%, berstruktur sedang sampai berat, struktur baik dan mantap, tidak tergenang air, kadar garam kurang dari 1 milimush/cm3, kadar klor kurang dari 0,06%, serta kadar natrium kurang dari 12%.

Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah tanah yang dapat menjamin ketersediaan air secara optimal dengan derajat keasamaan (pH) berkisar antara 5,7 – 7. Apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH dibawah 5,5, maka


(28)

perakarannya tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik. Apabila pH tanah berada diatas 7,5, tanaman akan sering mengalami kekurangan unsur P, karena mengendap sebagai kapur pospat.

Faktor iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tebu yang curah hujan tahunan berkisar antara 1500 – 3000 mm, suhu optimal antara 24o– 30o C, dengan beda suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10o C dan kecepatan angin tidak lebih dari 10km/jam. Pertumbuhan tanaman tebu tidak banyak dipengaruhi oleh kelembapan udara, asalkan kadar air tanah cukup tersedia, sedangkan radiasi sinar matahari sangat besar peranannya, terutama untuk fotosintesis yang

selanjutnya akan mengatur pertunasan dan pemanjangan batang (Tim Penebar Swadaya, 2000).

Bibit yang baik adalah berasal dari kebun bibit dasar (KBD) dengan jumlah

sebanyak ± 45.000 mata tumbuh/hektar. Masa tanam yang optimal untuk tanaman tebu adalah bulan mei – juli, sedangkan tanaman keprasan batas akhir adalah 31 agustus. Tanaman tebu yang layak ditebang atau mencapai masak optimal umumnya berumur ± 12 bulan. Pada saat tebu ditebang harus diusahakan agar mutu tebangnya baik, kotoran minimal 3%.

Menurut Supriyadi (1992), tinggi rendahnya gula yang dihasilkan tergantung pada besar kecilnya rendemen tebu yang dihasilkan. Rendemen tebu dipengaruhi oleh varietas, teknik budidaya, cara tebang, dan pengangkutan tebu dari kebun ke pabrik gula. Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakrosa di dalam batang tebu. Pada tebu yang masih muda, kadar sakrosa tertinggi berada di dalam ruas-ruas bawah dan kadar


(29)

sakrosa di ruas - ruas di atasnya hampir sama tingginya. Adapun dalam proses kemasakan, ruas – ruas yang termuda, mengandung kadar glukosa yang tertua. Rendahnya kadar sakrosa di ruas – ruas atas berhubungan dengan belum

dewasanya ruas – ruas itu. Sakrosa adalah bahan baku yang terpenting. Gula ini diperlukan untuk pembentukan sel – sel dan semua keadaan yang dapat

menimbulkan pertumbuhan baru.

Tebu yang telah selesai ditebang harus segera diangkut ke pabrik gula untuk digiling. Waktu tunggu tebu dari tebang sampai giling tidak melebihi 36 jam karena rendemen dapat menguap (Supriyadi, 1992).

2. Gula Nasional

a. Gula Kristal Putih (GKP)

Gula kristal putih (GKP) lebih dikenal dengan istilah gula pasir. Gula ini banyak digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Adapun jumlah produksi dan konsumsi GKP dari tahun ke tahun ditampilkan pada Tabel 5.

Stok GKP dari tahun ke tahun hampir selalu bernilai negatif. Untuk menutupi defisit tersebut, pemerintah memberi ijin impor GKR yang diperuntukkan bagi industri pengguna gula. Namun demikian, terkadang pemerintah tidak konsisten dengan mengijinkan GKR masuk ke pasar konsumsi untuk mengendalikan harga. Hal ini yang membuka peluang adanya GKR ilegal yang beredar di pasar


(30)

Tabel 5. Produksi GKP di Indonesia, 2004 - 2008

Tahun Produksi

2000 1.780.130

2001 1.824.575

2002 1.901.326

2003 1.991.606

2004 2.051.642

2005 2.241.742

2006 2.307.000

2007 2.623.800

2008 2.668.428

2009 2.849.769

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

b. Gula Kristal Rafinasi (GKR)

Sesuai regulasi di Indonesia, Gula Kristal Rafinasi (GKR) adalah gula yang dihasilkan dari gula mentah (raw sugar). Gula ini memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan GKP, sehingga umumnya digunakan oleh industri makanan dan minuman. Keunggulan GKR adalah memiliki warna yang lebih putih dan bersih. Untuk mendapatkan raw sugar, industri GKR di Indonesia masih sepenuhnya menggantungkan kepada impor.

Saat ini setidaknya ada delapan industri GKR di Indonesia yang tergabung di dalam Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). Berdasarkan hasil audit tahun 2009, produksi GKR di Indonesia mencapai 2.178.645 ton per tahun. Kebutuhan GKR untuk industri pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2.257.500 ton (Korompis, 2010).


(31)

c. Impor Gula Indonesia

Gula diimpor ke Indonesia dalam tiga bentuk yaitu, raw sugar, GKP, dan GKR. Payung hukum yang menaunginya adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 19/M-DAG/PER/4/2006 tentang Ketentuan Impor Gula, Peraturan Menteri

Perdagangan No. 256/M-DAG/3/2008 tentang Impor GKP, dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 19/M-DAG/PER/5/2008 tentang Impor Gula.

Impor GKP hanya dapat dilakukan oleh Importir Terdaftar (IT) yang telah ditunjuk pemerintah. Importir-importir ini adalah PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT RNI. Sedangkan GKR boleh diimpor oleh industri pengguna gula

berdasarkan ijin pemerintah untuk dipakai sendiri sebagai bahan baku (Mediadata, 2009).

Volume impor gula Indonesia selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan fluktuasi permintaan pasar dan juga fluktuasi produksi gula yang dihasilkan pabrik-pabrik gula. Dalam rentang 2001 – 2008, impor gula tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan total jumlah impor 2.972.788 ton gula. Data impor gula 2001 – 2008 ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Perkembangan Impor Gula Indonesia, 2001 – 2008

Jenis 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

GKP 18.688 47.408 125.882 87.291 402.648 129.278 375.603 44.659 0 GKR 239.801 304.560 466.914 576.484 702.412 565.377 710.025 593.710 325.000 Raw Sugar 1.026.301 619.010 896.829 466.516 893.307 811.347 1.887.160 380.225 1.200.000 Total 1.284.790 970.978 1.489.625 1.130.291 1.998.367 1.506.002 2.972.788 1.018.594 1.525.000 Sumber: Biro Pusat Statistik (2009)


(32)

3. Akselerasi Peningkatan Produktivitas Tebu

Sesuai Undang-undang Nomor 17 tahun 2005 tentang Keuangan Negara

menyatakan mulai tahun 2005, anggaran pembangunan dana rutin diubah menjadi penganggaran terpadu dan berbasis kinerja, sehingga dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sudah mendasar pada indikator kinerja, sehingga program pembangunan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel.

Dalam rangka pembangunan ekonomi nasional, terlihat bahwa peran sektor pertanian sangat strategis dan memiliki kaitan yang kuat antara hulu dan hilir. Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dan swasta dihadapkan pada berbagai kendala, untuk itu dalam rangka pemberdayaan masyarakat tidak saja memerlukan pendekatan teknis tetapi juga pendekatan sosial budaya yang mampu merangsang perubahan sikap, perilaku dan pola kerja.

Pada pemberdayaan dilakukan guna mengatasi masalah utama ditingkat usahatani (modal petani) dan belum berkembangnya usaha di hulu-hilir dan jasa penunjang dalam pembangunan pertanian, rendahnya penguasaan teknologi, SDM dan kelembagaan petani. Salah satu perwujudan Pemberdayaan dilaksanakan melalui fasilitasi penguatan modal yang langsung ditransfer kerekening kelompok. Pemanfaatan dana penguatan modal kelompok dilakukan dalam format bergulir dalam rangka pemanfaatan kelembagaan kelompok, peningkatan kewirausahaan dan pembinaan usaha ekonomi produktif. Pola pemberdayaan seperti ini

diharapkan dapat merangsang tumbuhnya usaha kelompok usaha dan


(33)

embrio tumbuhnya inti kawasan pembangunan wilayah (Dinas Perkebunan, 2007).

Pedoman pengelolaan dana guliran Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula disusun guna dipakai sebagai

pedoman/panduan/acuan khususnya oleh para petugas dan penyelenggara kegiatan dilapangan, dengan tujuan agar dalam pelaksanaannya dapat lebih terarah sesuai sasaran yang diharapkan. Sedangkan untuk dukungan permodalan bagi usahatani tebu selain dana giliran PMUK, agar mengacu pada pedoman yang diterbitkan oleh masing-masing sumber pembiayaan.

Sasaran yang diharapkan dari pemanfaatan Dana Guliran melalui pola PMUK ini adalah :

a. Berkembangnya usaha petani tebu melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia petani dan dukungan penguatan modal, sehingga usaha tersebut mampu berkembang menjadi perusahaan petani tebu yang dikelola dengan manajemen usaha yang lebih professional.

b. Terbangunnya sistem dan usaha agribisnis berbasis tebu dikawasan pabrik gula secara lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan.

c. Meningkatnya daya saing produksi gula petani melalui peningkatan produksi dan produktivitas usaha yang didukung oleh usaha jasa lainnya serta

berkembangnya upaya pengembangan produk (product development). d. Tersosialisasinya pembangunan lembaga ekonomi mikro.

Untuk menilai keberhasilan Pengelolaan dana Guliran PMUK, maka ukuran keberhasilan yang akan dipantau secara intensif adalah :


(34)

a. Tumbuhnya usaha petani berbasis tebu yang mampu mengelola permodalan sesuai kaidah-kaidah bisnis.

b. Terjadinya peningkatan produktivitas tanaman tebu dan SDM.

c. Terjadinya pemupukan modal usaha sebagai ,modal dasar pengembangan usaha secara bertahap dalam bentuk Perusahaan Petani Tebu.

d. Terjadinya penguatan kelompok usaha dengan posisi tawar yang kuat. (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

4. PAM (Policy Analysis Matrix)

Menurut Pearson, Gotsch, dan Bahri (2005) metode PAM membantu pengambil kebijakan, baik di pusat maupun di daerah, untuk menelaah tiga isu sentral analisis kebijakan pertanian. Isu pertama berkaitan dengan daya saing sebuah sistem usahatani pada tingkat harga dan teknologi yang ada. Isu kedua ialah dampak investasi publik, dalam bentuk pembangunan infrastruktur baru, terhadap tingkat efisiensi sistem usahatani. Isu ketiga berkaitan erat dengan isu kedua, yaitu dampak investasi baru dalam bentuk riset atau teknologi pertanian terhadap tingkat efiensi sistem usahatani.

Tabel 7. Policy Analysis Matrix (PAM)

No Keterangan Penerimaan Keuntungan

Output Input Tredeable Input Nontredeable

1 Harga privat A B C D

2 Harga sosial E F G H

3 Dampak kebijakan I J K L

Biaya

Sumber : Monke dan Pearson , 1995

dimana:

Keuntungan Finansial (D) = A-(B+C)

Keuntungan Ekonomi (H) = E-(F+G)


(35)

Transfer Input Tradeable (IT) (J) = B-F

Transfer Input Nontradeable (FT) (K) = C-G

Transfer Bersih (NT) (L) = I-(K+J)

Rasio Biaya Privat (PCR) = C/(A-B)

Rasio BSD (DRC) = G/(E-F)

Koefisien Proteksi Output Nominal (NCPO) = A/E Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) = B/F

Tujuan utama dari metode PAM pada hakekatnya ialah memberikan informasi dan analisis untuk membantu pengambil kebijakan pertanian dalam tiga isu sentral di atas. Sebuah tabel PAM untuk suatu usahatani memungkinkan seseorang untuk menghitung tingkat keuntungan privat. Tujuan kedua dari analisis PAM adalah menghitung tingkat keuntungan sosial sebuah usahatani. Tujuan ketiga dari analisis PAM adalah menghitung transfer effects, sebagai dampak dari sebuah kebijakan.

Matriks PAM terdiri atas dua identitas, yaitu identitas tingkat keuntungan (profitability identity) dan identitas penyimpangan (divergences identity).

Identitas keuntungan pada sebuah tabel PAM adalah hubungan perhitungan lintas kolom dari matriks. Identitas penyimpangan (divergences identity) adalah

hubungan lintas baris dari matriks.

Identitas keuntungan (profitability identity) – keuntungan privat hanya

memperlihatkan angka-angka yang ada pada baris pertama dari tabel PAM, yang berisikan nilai-nilai yang dihitung berdasarkan harga privat (harga aktual yang terjadi di pasar). Huruf A adalah simbol untuk pendapatan pada tingkat harga privat, huruf B adalah simbol untuk biaya input tradabel (tradeable inputs) pada tingkat harga privat, huruf C adalah simbol biaya faktor domestik pada tingkat harga privat, dan huruf D adalah simbol keuntungan privat.


(36)

Identitas keuntungan (profitability identity) – keuntungan sosial hanya menyajikan angka-angka yang terdapat pada baris kedua, berisikan angka-angka budget yang dinilai dengan harga sosial (harga yang akan menghasilkan alokasi terbaik dari sumberdaya, dan dengan sendirinya menghasilkan pendapatan tertinggi). Huruf E adalah simbol pendapatan yang dihitung dengan harga sosial (pendapatan sosial), huruf F adalah simbol biaya input tradable sosial, huruf G adalah simbol biaya faktor domestik sosial, dan huruf H adalah simbol keuntungan sosial. Sebuah negara akan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan mengedepankan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan keuntungan sosial yang tinggi (H positif yang besar).

Identitas divergensi (divergentes identity) menampilkan seluruh entry untuk sebuah tabel PAM, yang menggunakan simbol huruf A sampai L. Sel dengan simbol I mengukur tingkat divergensi revenue (atau pendapatan) yang disebabkan oleh distorsi pada harga output. Simbol J mengukur tingkat divergensi biaya input tradeable yang disebabkan oleh distorsi pada harga input tradabel. Simbol K mengukur divergensi biaya faktor domestik yang disebabkan oleh distorsi pada harga faktor domestik, dan simbol L mengukur net transfer effects atau mengukur dampak total dari seluruh divergensi.

Barang dan jasa yang diperjualbelikan dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu tradeable goods (barang-barang yang diperdagangkan) dan nontradeable (barang-barang yang tidak diperdagangkan). Menurut Kadariah (2001), yang dimaksud dengan barang-barang yang diperdagangkan (tradeable goods) adalah:


(37)

(1) Pada barang ekspor

(a) Jika harga f.o.b. lebih tinggi daripada biaya produksi dalam negeri, atau (b) Barang ekspor dengan campur tangan pemerintah, dengan mendapat subsidi ekspor dan semacamnya.

(2) Pada barang impor

Jika biaya produksi dalam negeri lebih tinggi daripada harga c.i.f.

Barang-barang yang tidak diperdagangkan (non-tradeable goods) adalah barang: (1) dengan harga c.i.f. lebih tinggi daripada biaya produksi dalam negeri dan biaya produksi dalam negeri lebih tinggi daripada f.o.b.

(2) yang tidak diperdagangkan karena adanya campur tangan pemerintah berupa larangan impor, kuota, dan semacamnya.

5. Strategi Pengembangan Proyek

Pengembangan usaha adalah sebagian perluasan modal, baik perluasan modal kerja saja/modal kerja dan modal tetap yang digunakan secara tetap dan terus menerus di dalam perusahaan. Artinya perusahaan butuh modal untuk perluasan/penambahan aktiva berupa aktiva tetap untuk menambah peralatan produksi yang ada.

Menurut Rangkuti (2004), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan kepada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis


(38)

selalu berkaitan dengan pengambilan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada pada saat ini, hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT.

Kinerja perusahaan termasuk agroindustri dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strength dan Weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi dua bisnis. Kombinasi tersebut dapat diterangkan pada Gambar 1.

3. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi

turn around agresif

4. Mendukung strategi 2. Mendukung strategi

Defensive diversifikasi

Gambar 1. Diagram analisis SWOT

Keterangan gambar:

Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan, sehingga dapat

Berbagai Peluang

Kelemahan Internal

Kekuatan Internal


(39)

memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan hingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

6. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian pada jurnal ekonomi rakyat mengenai usahatani tebu pada lahan sawah dan tegalan telah dilakukan oleh Sri Nuryanti pada tahun 2010 dengan judul

penelitian ”Usahatani Tebu Pada Lahan Sawah dan Tegalan di Yogyakarta Jawa

Tengah”. Penelitian ini merupakan suatu usaha untuk mengkaji aspek finansial, yaitu biaya dan pendapatan usahatani dengan variasi jenis lahan, luas garapan, dan pola tanam. Analisa komparatif dilakukan terhadap biaya dan pendapatan

usahatani tebu antara sawah dan tegalan, luas garapan kurang dari satu dan lebih dari satu hektar pola tanam tanam awal dan keprasan. Disimpulkan bahwa


(40)

usahatani tebu di lahan sawah lebih menguntungkan pada lahan kurang dari satu hektar dengan pola keprasan. Implikasinya, acceleration program akan berhasil diterapkan secara luas dengan pola tanam awal pada lahan sawah.

Penelitian mengenai identifikasi potensi lahan untuk mendukung pengembangan agribisnis tebu telah dilakukan oleh Mohamad Mulyadi, Aris Toharisman dan

Mirzawan pada tahun 2009 dengan judul penelitian ”Identifikasi Potensi Lahan untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis Tebu di Wilayah Timur Indonesia”.

Indonesia bagian timur merupakan kawasan potensial pengembangan areal perkebunan tebu. Hasil telaah karakteristik fisik lingkungan pada tingkat tinjau mendalam dan semidetil dijumpai sekitar 141.279 ha lahan di kawasan ini sesuai untuk tebu yang tersebar di 6 propinsi. Hasil survei pada tingkat semidetil di kawasan ini yang dilakukan P3GI Pasuruan pada tahun 1992-2006 menunjukkan sekitar 113.200 ha lahan potensial yang siap untuk dikembangkan menjadi areal perkebunan tebu.

Urutan prioritas lahan untuk pengembangan tebu berdasarkan persyaratan sifat fisik lingkungan dan aksesibilitasnya adalah Kabupaten Tinanggae-Sulawesi Tenggara, Kabupaten Wajo-Sulawesi Selatan, Kabupaten Merauke-Papua, dan Kabupaten Sambas-Kalimantan Selatan. Untuk mendorong percepatan

pembangunan industri gula di indonesia bagian timur, perlu dilakukan perbaikan aksesibilitas dan infrastruktur, kemudahan akses informasi dan penempatan potensi lahan untuk tebu pada prioritas tinggi, dukungan kebijakan pemerintah yang kondusif dan konsisten untuk mendukung agribisnis gula.


(41)

Penelitian mengenai peteni tebu kemitraan telah dilakukan oleh Syafei pada tahun 2009 dengan judul penelitian “Analisis Finansial Usahatani Tebu (Kasus pada Petani Tebu Rakyat Kemitraan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bunga Mayang di Kecamatan Bunga Mayang Kabupaten Lampung Utara)”. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha perkebunan tebu rakyat di Kecamatan Bunga Mayang Kabupaten Lampung Utara layak diusahakan secara finansial. Pada tingkat suku bunga 12% kriteria dan investasi pada analisis finansial menunjukkan nilai NPV sebesar 13.960.569, IRR (%) sebesar 82,77%, Gross B/C sebesar 1,33, Net B/C sebesar 2,33, payback periode selama 1,99 tahun. Secara umum, NPV, IRR, dan Net B/C Ratio Sensitif terhadap penurunan produksi sebesar 8,87%, dan penurunan harga gula sebesar 10%, hanya pada perhitungan kriteria investasi Gross B/C ratio dan payback produksi sebesar 16,32% dan kenaikan biaya sebesar 8,87%. Pola hubungan kemitraan antara petani tebu dengan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bunga Mayang adalah perkebunan inti rakyat.

Penelitian mengenai perbandingan keuntungan usahatani tebu rakyat dengan usahatani ubi kayu telah dilakukan oleh Y Febriano Chrisxando Indiako pada

tahun 2011 dengan judul penelitian “Analisis Perbandingan Keuntungan

Usahatani Tebu Rakyat (Mitra PT. Gunung Madu Plantations) Dengan Usahatani Ubi Kayu”. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis perbandingan keuntungan usahatani tebu rakyat (Mitra PT. Gunung Madu Plantations) dengan usahatani ubi kayu. Keuntungan usahatani ubi kayu per


(42)

hektar adalah sebesar Rp 6.579.962. Keuntungan usahatani tebu per hektar adalah sebesar Rp 21.743.369. Usahatani yang paling menguntungkan diantara usahatani tebu dan ubikayu adalah usahatani tebu dengan perbedaan keuntungan sebesar Rp 15.163.407 atau sebesar 53%.

B. Kerangka Pemikiran

Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah. Karena merupakan kebutuhan pokok, maka dinamika harga gula akan mempunyai pengaruh langsung terhadap laju inflasi. Walaupun pada dua tahun terakhir kinerja industri gula nasional menunjukkan peningkatan, pada dekade terakhir secara umum kinerjanya mengalami penurunan, baik dari sisi areal, produksi maupun tingkat efisiensi. Sejalan dengan revitalisasi sektor pertanian, industri gula nasional, atau industri gula berbasis tebu secara umum, harus melakukan revitalisasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, peningkatan investasi merupakan suatu syarat keharusan.

Investasi pada industri gula berbasis tebu cukup prospektif. Dari aspek pasar, permintaan gula dalam negeri masih terbuka sekitar 1,4 juta ton per tahun. Pemerintah dengan berbagai kebijakan promotif dan protektifnya telah

menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk pengembangan industri gula berbasis tebu. Guna mewujudkan sasaran pembangunan industri gula berbasis tebu, maka diperlukan investasi baik pada usahatani, pabrik gula dan produk derivatnya, serta investasi pemerintah.


(43)

Memperhatikan posisi industri gula yang sedemikian strategis, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian bersama Stakeholders pergulaan nasional

menyusun Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula Nasioanal yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan konsumsi gula langsung rumah tangga sekaligus persiapan untuk menghadapi pemenuhan gula nasional pada saatnya nanti.

Upaya ini membutuhkan dukungan bibit bermutu dan insentif pembongkaran tanaman ratoon yang setiap hektar membutuhkan pembiayaan yang relatif mahal. Oleh karena itu, pemerintah harus turun tangan untuk membantu membiayai agar program bisa berjalan. Melalui dana APBN yang disalurkan dalam bentuk Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dengan model guliran diharapkan dapat membantu petani merehabilitasi tanamannya, serta pada waktunya

memupuk modal usaha dan membangun lembaga usaha milik petani yang lebih kokoh.

Propinsi Lampug, khususnya kabupaten Lampung Utara, merupakan daerah yang menerima dana PMUK untuk akselerasi peningkatan produktivitas tebu. Untuk mengetahui pencapaian sasaran peningkatan produksi gula nasional melalui program akselerasi tebu di Propinsi Lampung, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis keuntungan usahatani tebu, daya saing usahatani tebu, dan analisis strategi peningkatan produksi gula. Berdasarkan uraian di atas, maka diagram alir kerangka pemikiran dapat diringkas seperti Gambar 2.


(44)

Gambar 2. Paradigma Kerangka Pemikiran Analisis Daya Saing dan Strategi Peningkatan Produksi Gula melalui Program Akselerasi di Provinsi Lampung

Usahatani Tebu

Produksi Gula Nasional

Akselerasi Gula Nasional (di Lampung)

Koperasi

PMUK

(Penguatan Modal Usaha Kelompok)

1.PAM (Policy Analysis Matrix) 2.SWOT

Analisis Daya Saing dan Strategi Peningkatan Produksi Gula


(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

Akselerasi peningkatan produktivitas tebu adalah program percepatan peningkatan areal pertanaman dan produksi tebu dengan dukungan fasilitas baik pemerintah maupun publik

Kelompok tani tebu adalah sekumpulan petani tebu yang sepakat untuk membentuk kelompok dan atau bagian terkecil dari kelembagaan petani tebu berupa asosiasi petani tebu rakyat (APTR) atau yang sejenis, dengan tujuan mengusahakan dan mengembangkan usaha berbasis tanaman tebu secara profesional.

Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) dan kelembagaan koperasi lainnya yang mengelola tebu, yang selanjutnya diksebut koperasi, adalah koperasi yang dibentuk oleh dan berangotakan para petani tebu serta berbadan hukum.


(46)

Kelompok sasaran penerima penguatan modal usaha kelompok (PMUK) adalah kelopompok tani dan atau koperasi tani yang usahanya berbasis tanaman tebu di wilayah PG yang sudah berbadan hukum.

Koperasi primer adalah sekumpulan petani tebu atau kelompok petani tebu yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama dalam mengelola usaha petani tebu, yang berkedudukan di wilayah kerja pabrik gula.

Koperasi sekunder adalah sekumpulan koperasi primer yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama dalam pengembangan agribisnis berbasis komoditas tebu yang berkedudukan di propinsi.

Pemberdayaan kelompok sasaran adalah upaya fasilitas agar mampu

menggunakan potensi dan kemampuan dalam melakukan agribisnis tebu untuk mencapai tujuan mensejahterakan petani anggotanya. Pemberdayaan disini mencakup upaya pada aspek produksi, bisnis, manajemen dan aspek peningkatan sumberdaya manusia.

Usaha kelompok sasaran adalah segala jenis usaha yang dilakukan untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejateraan anggotanya. Jenis usaha tersebut pada dasarnya sangat luas mulai dari usaha agribisnis tebu sebagai inti usaha pokok hingga jenis usaha komersial lainnya yang berbasis tebu. Tetapi prioritas usaha diarahkan pada peningkatan efisiensi dan produktivitas perkebunan tebu melalui perbaikan mutu bibit, rehabilitasi tanaman serta sarana dan prasarana.


(47)

Penguatan Modal usaha Kelompok (PMUK) adalah dana APBN yang disalurkan dalam mendukung penguatan modal untuk usaha kelompok yang disalurkan langsung ke rekening koperasi yang selanjutnya dapat diusahakan sebagai penguatan modal dan dikelola secara terorganisasi dengan mekanisme, cara, bentuk ikatan dan pengambilan keputusan yang disepakati.

Produksi tebu rakyat adalah jumlah tebu yang dihasilkan, diukur dalam ton per tahun per hektar (Ton/Th/Ha).

.

Harga jual produk adalah harga jual gula petani tebu kemitraan mandiri, diukur dalam satuan rupiah per kg (Rp/Kg).

Harga sarana produksi adalah harga dari setiap faktor produksi yang digunakan dalam perkebunan tebu, diukur dalam rupiah (Rp).

Lahan adalah tempat yang digunakan oleh petani untuk mengusahakan tanaman tebu, diukur dalam satuan hektar (Ha).

Jumlah bibit adalah banyaknya bibit tebu yang dipergunakan pada usahatani tebu, diukur dalam satuan batang (Btg).

Jumlah pupuk adalah banyaknya pupuk yang digunakan dalam perkebunan tebu, diukur dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah pestisida adalah banyaknya pestisida yang digunakan dalam perkebunan tebu, diukur dalam satuan kilogram per hektar (Lt/Ha).


(48)

Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan baik tenaga dalam keluarga maupun tenaga luar keluarga dalam perkebunan tebu, diukur dalam satuan Hari Orang Kerja(HOK), satu HOK sama dengan 8 jam kerja efektif pria. Untuk tenaga kerja wanita dapat dikonversikan ke dalam HOK berdasarkan tingkat upah yang berlaku, diukur dalam satuan rupiah per HOK (Rp/HOK).

Penerimaan perkebunan adalah sejumlah uang yang diterima petani dari hasil penjualan tebu, dengan cara mengalikan produksi tebu per tahun dikalikan dengan harga output, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/Th).

Pendapatan perkebunan adalah balas jasa yang diterima oleh petani dari kerja dan pengelolaan perkebunan tebu dalam satu tahun, dengan cara mengurangkan penerimaan dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan, diukur dalam rupiah per tahun (Rp/Th).

Harga privat adalah harga yang didasarkan atas harga aktual atau harga pasar, dihitung dalam satuan rupiah (Rp).

Harga sosial untuk input/output tradeable adalah harga internasional untuk barang yang sejenis (comparable) atau harga impor untuk komoditas impor, dan harga ekspor untuk komoditas ekspor, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Harga sosial untuk faktor domestik (lahan, tenaga kerja, dan modal) adalah estimasi dengan prinsip opportunity cost melalui pengamatan lapangan atas pasar faktor domestik di pedesaan, karena tidak diperdagangkan secara internasional, diukur dalam satuan rupiah (Rp).


(49)

Keuntungan privat adalah selisih antara penerimaan privat dengan biaya privat, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Keuntungan sosial adalah selisih antara penerimaan sosial dengan biaya sosial, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Efek divergensi adalah selisih antara harga aktual atau harga privat dengan harga sosial, dihitung dengan menggunakan identitas divergensi (divergences identity). Menurut Pearson et.al (2005), semua nilai yang ada di baris ketiga tabel PAM (matriks PAM) merupakan selisih antara baris pertama (usahatani yang diukur dengan harga aktual atau harga privat) dengan baris kedua (usahatani yang diukur dengan harga sosial).

Analisis lingkungan eksternal perusahaan adalah suatu analisis untuk mencapai faktor-faktor strategis dari luar perusahaan yang mempengaruhi keberhasilan misi, tujuan, dan kebijakan perusahaan baik faktor yang menguntungkan

(peluang/opportunities) maupun faktor yang merugikan (ancaman/threats) dalam suatu perusahaaan.

Analisis lingkungan internal perusahaan adalah suatu analisa untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis dari dalam perusahaan yang

mempengaruhi keberhasilan misi, tujuan, dan kebijakan perusahaan baik faktor-faktor yang menguntungkan (kekuatan/strength) maupun faktor-faktor yang merugikan (kelemahan/weaknesses)


(50)

Strategi pengembangan perusahaan adalah serangkaian kegiatan dalam pengambilan keputusan dengan menganalisis faktor-faktor strategi dalam

perusahaan baik faktor-faktor dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sungkai Utara, Kabupaten Lampung Utara, Propinsi Lampung. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja, dengan

pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang menerima dana PMUK untuk akselerasi peningkatan produktivitas tebu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2012.

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara yang berpedoman pada kuesioner petani responden, sedangkan data sekunder didapat melalui lembaga-lembaga yang terkait dengan perkebunan tebu seperti : kantor desa, kecamatan, Dinas Perkebunan, Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Propinsi.

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel petani tebu rakyat yang

menerima dana PMUK untuk akselerasi peningkatan produktivitas tebu dan petani tebu rakyat yang tidak menerima dana PMUK. Metode pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana (Simple Random Sampling). Penentuan jumlah sampel mengacu pada jumlah Quota Sampling.


(51)

Petani tebu responden adalah petani tebu yang menerima dana PMUK untuk akselerasi peningkatan produktivitas tebu dan petani tebu yang tidak menerima dana PMUK di Provinsi Lampung masing-masing sebanyak 30 petani tebu. Sehingga total petani tebu yang menjadi responden adalah 60 petani tebu. Adapun responden untuk menyelesaikan metode SWOT terdiri dari :

a. Petani yang mengikuti PMUK 2 orang b. Petani yang tidak mengikuti PMUK 2 orang c. Pemerintah :

(Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung 1 orang, Kehutanan Kota Bandar Lampung 1 orang, Dinas Perkebunan Lampung Utara 1 orang dan Dinas Kehutanan Lampung Utara 1orang, Tenaga Pendamping Dinas

Perkebunan Lampung Utara 2 orang

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian adalah secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif dengan metode tabulasi berdasarkan spesifikasi variabel. Pendekatan metode analisis yang digunakan adalah pendekatan partial

equilibrium yang terbatas pada komoditas tebu yang diusahakan petani. Secara spesifik metode analisis yang digunakan adalah ;


(52)

1. Analisis PAM

Analisis daya saing dilakukan dengan menggunakan tabel analisis PAM (Policy Analysis Matrix) dan indikator yang digunakan terbatas hanya pada PCR dan DRC. Perhitungan model PAM dilakukan melalui matrik PAM seperti Tabel 8.

Tabel 8. Policy Analysis Matrix (PAM)

No Keterangan Penerimaan Keuntungan

Output Input Tredeable Input Nontredeable

1 Harga privat A B C D

2 Harga sosial E F G H

3 Dampak kebijakan I J K L

Biaya

Sumber : Monke dan Pearson , 1995 dimana:

Keuntungan Finansial (D) = A-(B+C)

Keuntungan Ekonomi (H) = E-(F+G)

Transfer Output (OT) (I) = A-E

Transfer Input Tradeable (IT) (J) = B-F

Transfer Input Nontradeable (FT) (K) = C-G

Transfer Bersih (NT) (L) = I-(K+J)

Rasio Biaya Privat (PCR) = C/(A-B)

Rasio BSD (DRC) = G/(E-F)

Koefisien Proteksi Output Nominal (NCPO) = A/E Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) = B/F

Koefisien Proteksi Efektif (EPC) = (A-B)/(E-F)

Koefisisen Keuntungan (PC) = D/H

Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) = L/E

Analisis lebih lanjut yang dapat dilakukan dari model PAM dalam penelitian ini adalah (dibatasi hanya):

a. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif, terdiri dari:

(1) Privat Cost Ratio: PCR = C/(A-B)

PCR adalah indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem komoditi untuk membayar biaya sumberdaya domestik dan tetap kompetitif. Jika nilai PCR < 1, berarti sistem komoditi yang diteliti memiliki keunggulan


(53)

kompetitif dan sebaliknya jika nilai PCR > 1, berarti sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif.

(2) Domestic Resource Cost Ratio: DRCR = G/(E-F)

DRCR yaitu indikator keunggulan komparatif yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa. Sistem mempunyai keunggulan komparatif jika DRCR < 1, dan sebaliknya jika DRCR > 1 tidak mempunyai keunggulan komparatif.

2. Analisis Pengembangan Usahatani Tebu

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah matrik SWOT. Matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi usahatani dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimilikinya. Analisis Matrik SWOT berfungsi untuk memperoleh berbagai alternatif strategi yang dapat dipilih oleh usahatani dalam

mengembangkan usahanya.

Faktor-faktor SWOT akan menganalisis tentang bagaimana memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan serta ancaman, dan merencanakan strategi yang sepatutnya diambil pada masa mendatang (Rangkuti, 2004).

Data internal dapat diperoleh di dalam usahatani manggis itu sendiri. Model yang dipakai pada tahap pengumpulan data yaitu matrik faktor strategi eksternal. Hasil analisis faktor eksternal dan internal ini selanjutnya dibuat sebagai suatu matrik, yaitu matrik faktor strategi eksternal (EFAS = Eksternal Factor Analysis


(54)

Strategic) dan matrik faktor strategi internal (IFAS = Internal Factor Analysis Strategic).

a). Matriks Faktor Internal

Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kendala/kelemahan yang dimiliki dalam usahatani manggis.

1) Analisis internal

Analisis internal dilakukan untuk memperoleh faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang harus diatasi. Faktor tersebut dievaluasi dengan langkah sebagai berikut (David, 2002) : a. Menentukan faktor kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness)

dengan responden terbatas.

b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian faktor-faktor internal diberikan dalam skala 100 (paling penting) sampai dengan 0, berdasarkan pengaruh komponen factor tersebut terhadap posisi strategi perusahaan ( semua bobot tersebut harus berjumlah 100 persen yang akan menjadi bobot bagi masing-masing faktor).

c. Menghitung skala rating (dalam kolom 4 ) untuk setiap faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 sampai dengan 1, berdasarkan

pengaruh factor tersebut terhadap kondisi usahatani yang

bersangkutan. Variabel yang positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai +1 sampai +4 sangat baik.


(55)

Pemberian nilai rating kelemahan adalah sebaliknya. Misalnya, jika kelemahan mudah dipecahkan nilai ratingnya 4. Sebaliknya, jika kelemahan sulit untuk dipecahkan nilai ratingnya 1.

d. Mengalikan bobot pada kolom 3 dengan rating pada kolom 4, untuk memperoleh total skor dalam kolom 5.

e. Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor tertimbang. f. Menjumlahkan skor pembobotan, untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi usahatani yang bersangkutan. Nilai total ini

menunjukkan bagaimana usahatani tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skornya dapat digunakan untuk membandingkan usahatani ini dengan usahatani lainnya. semua skor untuk mendapatkan skor total.

Besarnya persentase dalam komponen tergantung pada besarnya pengaruh tidak langsung komponen tersebut pada usahatani tebu, dan jumlah komponen harus 100 persen. Bobot 10 persen berarti

komponen ini mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap usahatani tebu, tetapi perubahan pada komponen ini menyebabkan kemajuan atau kemunduran bagi usahatani tebu dan dengan adanya komponen ini usahatani tidak mengalami kemunduran yang berarti. Bobot 15 persen dan 25 persen berarti komponen ini mempunyai pengaruh langsung terhadap usahatani tebu, perubahan pada komponen ini dapat berakibat kemajuan atau kemunduran usaha yang sangat besar, dan tanpa komponen ini usahatani akan mengalami kemunduran.


(56)

Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kekuatan (strength) disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kekuatan (strength).

Komponen (%) Kekuatan Bobot Rating Total

Skor

Rangking

Lahan (25) Potensi lahan untuk budidaya tebu masih cukup luas

Lahan usahatani dekat dengan pabrik gula

Saprodi (25) Sarana produksi untuk usahatani tebu tersedia

Modal (10) Modal bantuan untuk

usahatani tebu tersedia

Produksi (25) Produksi tebu tinggi karena termasuk produksi terbesar kedua di Indonesia

Produk

sampingan tebu (10)

Adanya produk sampingan tebu yang dapat

meningkatkan pendapatan petani

SDM (5) Adanya sistem kemitraan

dengan pabrik gula

Keterangan pemberian rating :

4 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 3 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 2 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 1 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat

Tabel 9, menunjukkan komponen yang mempengaruhi strategi internal untuk kekuatan (strenghts) meliputi potensi lahan untuk dikembangkan tebu masih cukup luas, lahan usahatani dekat dengan pabrik gula, lahan usahatani dekat dengan pabrik gula, modal untuk usahatani tebu tersedia, produksi tebu tinggi karena termasuk produksi terbesar kedua di Indonesia, adanya produk sampingan tebu yang dapat meningkatkan pendapatan petani, dan adanya sistem kemitraan dengan pabrik gula.


(57)

Tabel 10. Kerangka matriks faktor strategi internal untuk kelemahan (Weakness).

Komponen (%) Kelemahan Bobot Rating Total

Skor

Rangking

Lahan (25) Tidak adanya sistem irigasi pada lahan usatani tebu

Saprodi (25) Banyaknya saprodi yang dibutuhkan untuk usahatani tebu

Modal (10) Tingginya biaya produksi yang dibutuhkankan untuk usahatani tebu

Produksi (25)

Masih rendahnya produksi tebu dibanding dengan negara asing

Masih rendahnya persentase rendemen

Produk

sampingan tebu (10)

Proses pengolahan produk sampingan belum optimal

SDM (5) Rendahnya SDM petani dalam usahatani tebu

Sistem transparansi kemitraan yang tertutup

Keterangan pemberian rating :

4 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 3 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 2 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 1 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat

Tabel 10, menunjukkan komponen yang mempengaruhi strategi internal untuk kelemahan (weakness) meliputi sistem irigasi pada lahan usatani tebu masih terbatas, banyaknya saprodi yang dibutuhkan untuk usahatani tebu, tingginya modal yang dibutuhkankan untuk usahatani tebu, masih rendahnya produksi tebu dibanding dengan negara asing, masih rendahnya persentase rendemen, proses


(58)

pengolahan produk sampingan belum optimal, rendahnya SDM petani dalam usahatani tebu dan sistem transparansi kemitraan yang tertutup.

Analisis faktor eksternal

Analisis eksternal untuk mengetahui peluang dan tantangan yang dihadapi usahatani tebu. Analisis eksternal digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor yang menyangkut persoalan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi. Hasil analisis

eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada serta seberapa baik strategi yang telah dilakukan selama ini (Hunger dan Wheelen, 2003). Analisis eksternal ini menggunakan matrik EFAS (External Factor Analysis Strategic) dengan langkah-langkah, sebagai berikut (David, 2002):

a) Membuat faktor utama yang berpengaruh penting pada kesuksesan dan kegagalan usaha yang mencakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan melibatkan beberapa responden. b). Memberikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala

mulai dari 100 (paling penting) sampai 0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh komponen – komponen factor tersebut terhadap posisi strategi usahatani (semua bobot tersebut harus berjumlah 100 persen yang akan menjadi bobot bagi masing-masing faktor)

c). Menghitung rating (dalam kolom 4) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 sampai dengan 1,


(59)

berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi usahatani yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori peluang) diberi nilai mulai +1 sampai +4 sangat baik. Pemberian nilai rating ancaman adalah sebaliknya. Misalnya, jika ancaman mudah untuk dipecahkan nilai ratingnya 1. d). Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor

tertimbang. Menjumlahkan skor pembobotan, untuk memperoleh total skor pembobotan bagi usahatani yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana usahatani tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skornya dapat digunakan untuk membandingkan usahatani ini dengan usahatani lainnya. semua skor untuk mendapatkan skor total.

Besarnya komponen tergantung pada besarnya pengaruh komponen tersebut pada usaha ini, dan jumlah persentase dari komponen harus 100 persen. Bobot 10 persen berarti komponen ini kurang berpengaruh terhadap jalannya usahatani tebu. Bobot 15 persen berarti komponen berpengaruh tetapi kurang diperhatikan padahal perubahan komponen ini dapat menyebabkan kemajuan atau kemunduran usahatani. Bobot 20 persen berarti komponen ini akan berpengaruh cukup besar dalam usahatani terhadap kemajuan dan kemundurannya. Bobot 25 persen berarti komponen ini dominan dalam usaha, tanpa komponen ini usahatani tidak akan berkembang dan usaha tidak akan berjalan lancer.


(60)

Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk peluang ( opportunities) disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 menunjukkan bahwa faktor strategi eksternal untuk peluang adalah agroklimat untuk usahatani tebu sesuai, masih tingginya permintaan gula dalam negeri, program pemerintah terus mendukung, adanya program swasembada gula, kapasitas giling masih dapat ditingkatkan, dan produksi gula dapat ditingkatkan.

Tabel 11. Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk peluang ( opportunities)

Komponen (%) Peluang Bobot Rating Total

Skor

Rangking

Agroklimat (25)

Tebu tanaman yg cocok dikembangkan di daerah tropis

Harga dan Pemasaran (25)

Masih tingginya permintaan gula dalam negeri

Adanya jaminan pemasaran produk

Program Pemerintah (25)

Program pemerintah terus mendukung Adanya program swasembada gula Produksi (25)

Produksi gula dapat ditingkatkan

Keterangan pemberian rating :

4 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 3 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 2 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 1 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat

Pada Tabel 12, menunjukkan bahwa komponen yang mempengaruhi faktor strategi eksternal untuk ancaman (threats) meliputi tingginya harga gula lokal, rendahnya harga gula impor, adanya kebijakan impor


(61)

gula yang masuk pasar lokal, produksi gula negara pesaing lebih tinggi, Opportunity cost tanaman lain lebih tinggi.

Tabel 12. Kerangka matriks faktor strategi eksternal untuk ancaman (threats)

Komponen (%) Ancaman Bobot Rating Total

Skor

Rangking

Agroklimat (25) Iklim yang tidak menentu

Harga dan Pemasaran (25)

Belum efisien harga gula lokal

Rendahnya harga gula impor

Program Pemerintah (25)

Adanya kebijakan impor gula industri yang masuk pasar lokal

Produksi (25)

Produksi gula negara

pesaing lebih tinggi

Opportunity cost tanaman

lain lebih tinggi

Keterangan pemberian rating :

4 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 3 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 2 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 1 = Kekuatan yang dimiliki usahatani sangat kuat 2. Tahap analisis

Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan usahatani, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Model yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah matriks SWOT atau matriks TOWS.


(62)

a. Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas empat kuadran. Masing-masing kuadran

merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Menurut David (2002), langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut :

1.Mendaftar peluang eksternal. 2.Mendaftar ancaman eksternal. 3.Mendaftar kekuatan internal. 4.Mendaftar kelemahan internal.

5. Memadukan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel S-O.

6. Memadukan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya ke dalam sel W-O.

7. Memadukan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel S-T.

8. Memadukan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel W-T.


(63)

Penentuan matrik SWOT dapat dilihat pada Gambar 3. Strengths (S) Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan Weaknesses (W) Tentukan faktor-faktor yang menjadi kelemahan Opportunities (O) Tentukan faktor-faktor yang menjadi peluang Strategi (SO) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi (WO) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Threats (T) Tentukan faktor-faktor yang menjadi ancaman Strategi (ST) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi (WT) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman


(1)

mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010 kecuali tebu pada tahun 2011 produksinya mencapai 23.328 ton.

Populasi ternak, baik ternak besar maupun ternak kecil dan unggas meningkat dibandingkan tahun 2010, kecuali itik populasinya menurun cukup tajam. Produksi telur ayam ras juga menurun dari 877.253 kg pada tahun 2010 menjadi 870.680 kg pada tahun 2011, sebaliknya produksi daging meningkat cukup tinggi. Produksi Ikan darat di Lampung Utara pada tahun 2011 mencapai 5.233 Ton baik dari hasil penangkapan di perairan umum maupun pemeliharaan.

5. Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Jumlah Penduduk Lampung Utara pada tahun 2011 sebesar 590.620 jiwa. Jumlah Penduduk Laki-laki sebesar 301.820 jiwa dan perempuan sebesar 288.800 jiwa dengan rasio jenis kelamin 104,51. Dengan luas wilayah 2725.63 Km2 kepadatan penduduk Lampung Utara mencapai 217 jiwa per Km2.

Berdasarkan data dari dinas sosial dan tenaga Kerja Kabupaten Lampung Utara Jumlah Perusahaan yang terdaftar sebanyak 72 perusahaan, 35 perusahaan bergerak disektor perdagangan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 867 orang dan 18 perusahaan industri dengan tenaga kerja sebanyak 1584 orang. Jumlah pengawai negeri sipil di lingkungan pemda tercatat 10.304 orang.

Fasilitas yang terdapat pada Kabupaten Almpung Utara antara lain adalah sekolah dasar terdapat 411 SD negeri, dan 12 SD swasta. Pada tingkat SMP terdapat 61 SMP negeri dan 43 SMP swasta , untuk tingkat SMU sederajat terdapat 24 SMU negeri dan 34 SMU swasta. Banyaknya murid SD mencapai 76.925 orang, SLTP


(2)

52

28.891 siswa dan SMU sederajat sebanyak 19.207 siswa. Di bidang kesehatan, jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Lampung Utara sebanyak 105 puskesmas dan tenaga kesehatan yang ada berjumlah 1.398 orang.


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Petani tebu di Kabupaten Lampung Utara setelah mengikuti program akselerasi tebu

mendapatkan keuntungan berdasarkan biaya total mulai dari tahun pertama hingga tahun keempat usahatani tebu masing-masing sebesar Rp8.595.425,62,

Rp16.147.983,33, Rp17.581.008,76 dan Rp18.991.626,67 dengan R/C ratio atas biaya total yang diperoleh dalam usahatani tebu mulai dari tahun pertama hingga tahun keempat di Kabupaten Lampung Utara adalah 1,72, 2,52, 2,37 dan 2,29. 2. Usahatani tebu di Kabupaten Lampung Utara setelah mengikuti program akselerasi

tebu memiliki daya saing yang dapat dilihat dari nilai PCR sebesar 0,59 serta nilai DRC sebesar 0,82.

3. Berdasarkan analisis kualitatif yang telah dilakukan, maka didapatkan sepuluh strategi prioritas pengembangan usahatani tebu di Kabupaten Lampung Utara, lima strategi utamanya antara lain: (a) mengembangkan potensi lahan usahatani tebu yang ada, karena untuk mencapai swasembada masih butuh areal tanam tebu tambahan di luar pulau jawa.; (b) pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang mengatur tentang waktu tepat dalam mengimpor dan penjagaan yang ketat pemasaran gula impor ke industri.;(c) melakukan penyuluhan mengenai proses pengolahan produk sampingan tebu agar optimal untuk tambahan pendapatan petani dan menambah jumlah lahan untuk budidaya tebu yang semakin terbatas; (d) pemerintah hendaknya lebih


(4)

124

mengawasi kuota impor gula rafinasi dan menertibkan pabrik gula impor yang belum jelas status hukumnya.; (e) membangun kemitraan dengan pabrik gula dan

menetapkan program yang terus mendukung dalam peningkatkan produksi tebu seperti program bantuan petani untuk saprodi tebu melalui pabrik gula.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kepada petani tebu agar dapat mengefisienkan penggunaan input produksi usahatani tebunya, seperti penggunaan pupuk urea.

2. Kepada pemerintah, hendaknya pemerintah lebih mempermudah penyaluran dana PMUK kepada petani tebu. Selain itu, pemerintah hendaknya dapat mengawasi lebih ketat mengenai pemasaran gula impor yang masuk ke pasar lokal.

3. Kepada peneliti lain, dapat meneliti mengenai efisiensi produksi dan pemasaran gula di Kabupaten Lampung Utara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bustanul. 2005. Kebijakan Pertanian. Buku Ajar. Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

. 2008. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. www.bps.go.id

Badan Pusat Statistik. 2009. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung

Biro Pusat Statistik. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman. Biro Pusat Statistik. www.bps.go.id

Dinas Perkebunan. 2007. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK). Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar Lampung

Dinas Perkebunan. 2009. Statistika Perkebunan. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar Lampung

Direktorat Budidaya Tanaman Semusim. 2009. Pedoman Akselerasi Peningkatan Produksi Tebu. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Pedoman Umum Pengelolaan Dana PMUK Akselerasi Peningkatan Produktivitas Tebu. Departemen Pertanian. Jakarta.

Haryono, Dwi; Fembriati E.Prasmatiwi; Dyah Aring H. Lestari; dan Wan Abbas Zakaria. 2007. Teori Ekonomi Mikro Bahan Ajar. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hernanto, F. 1994. Ilmu Usahatani. PT Penebar Swadaya. Yakarta

Indiako, Y FebrianoChrisxando. 2011. Analisis Perbandingan Keuntungan Usahatani Tebu Rakyat (Mitra PT. Gunung Madu Plantations) dengan Usahatani Ubi Kayu. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Uiversitas Lampung


(6)

Korompis, M. 2010. Agribisnis Gula Rafinasi Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Presentasi disampaikan pada Roundtable Gula 8 Juni 2010.

Mediadata. 2009. Industri Gula dan Pemasarannya di Indonesia. Mediadata. Jakarta.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta

Mulyadi, Mohamad, Aris Toharisman dan Mirzawan. 2009. Identifikasi Potensi Lahan untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis Tebu di Wilayah Timur Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. www.sugarresearch.org.

Nuryanti, Sri. 2010. Usahatani Tebu Pada Lahan Sawah dan Tegalan di Yogyakarta Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Rakyat.

www.ekonomirakyat.org.

Pearson, Scott, dkk. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix pada Pertanian

Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 396 Hlm.

Rahim, Abdul dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori, dan Kasus). Penebar Swadaya. Depok.

Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT Teknik Mekanisme Konsep Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Soedarsono. 1986. Pengantar Ekonomi Mikro. LP3ES. Jakarta

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglass. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sugiarto, dkk. 2003. Teknik Sampling. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sumodiningrat, Gunawan, Dr, dan I Gst Lanang Agung Iswara S.U, Drs. 1993.

Materi Pokok Ekonomi Produksi. Penerbit Karunika Universitas Terbuka. Jakarta

Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu : Lika – Liku Permasalahannya. Kanisius. Yogyakarta.

Syafei. 2009. Analisis Finansial Usahatani Tebu (Kasus pada Petani Tebu Rakyat Kemitraan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bunga Mayang di Kecamatan Bunga Mayang Kabupaten Lampung Utara. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Uiversitas Lampung

Tim Penebar Swadaya. 2000. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta.