Pengaruh Penggunaan Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Kayu Manis (Cinnamomum sp.) sebagai Pengawet Alami terhadap Daya Simpan Roti Manis

1

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum)
DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET
ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA

PROGRAM STUDI
GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

2

RINGKASAN
RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA. A54103073. Pengaruh
Penggunaan Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Kayu Manis
(Cinnamomum Sp.) sebagai Pengawet Alami terhadap Daya Simpan Roti
Manis. (Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi.)

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh
penggunaan cengkeh dan kayu manis sebagai pengawet alami terhadap daya
simpan roti manis. Tujuan khususnya adalah 1) Menetapkan formula standar roti
manis, 2) Menetapkan kisaran konsentrasi pengawet alami yang digunakan, 3)
Mempelajari pengaruh penggunaan pengawet alami terhadap kandungan zat gizi
dan daya cerna protein roti manis selama penyimpanan, 4) Mempelajari
pengaruh penggunaan pengawet alami terhadap sifat organoleptik roti (rasa,
warna, aroma dan tekstur) dan penampakan remah roti selama penyimpanan,
dan 5) Mempelajari pengaruh penggunaan pengawet alami terhadap kerusakan
roti secara visual meliputi warna, aroma, dan tumbuhnya jamur, serta mengamati
total mikroba.
Tahapan penelitian meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian
lanjutan. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui formula atau resep
dari roti manis yang paling baik. Pada tahap ini juga dilakukan penetapan formula
penambahan pengawet yang akan digunakan pada penelitian lanjutan. Sebagai
perbandingan dibuat juga roti manis tanpa penambahan pengawet dan roti manis
dengan penambahan kalsium propionat. Penelitian lanjutan terdiri atas
pengamatan sifat organoleptik (warna, aroma, tekstur, rasa, dan remah roti), sifat
kimia roti manis (karbohidrat, protein, lemak, serat, air, abu, pH dan aW), daya
cerna protein roti manis, serta total mikroba yang terdapat pada roti manis.

Formula yang digunakan untuk membuat roti manis dalam penelitian ini
yaitu tepung terigu cap Cakra Kembar 350 gram, tepung terigu cap Segitiga Biru
150 gram, gula pasir 125 gram, kuning telur 50 gram, margarin 100 gram, susu
skim bubuk 50 gram, ragi instan 11 gram, garam 3 gram, bread improver 3 gram
dan air 250 ml.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dapat diketahui penambahan
kayu manis dan cengkeh yaitu sebesar 0,3%. Penambahan ini berdasarkan trial
and error. Roti manis dengan penambahan kayu manis 0,3% memiliki daya
simpan 7 hari, sedangkan roti manis dengan penambahan cengkeh 0,3%
memiliki daya simpan 8 hari.
Berdasarkan uji ragam, penambahan pengawet pada roti manis
berpengaruh nyata pada kadar abu roti manis (α=0,05). Penambahan pengawet
tidak berpengaruh nyata pada kadar air, protein, lemak, karbohidrat, serat
makanan, aw, pH, dan daya cerna protein roti manis (α=0,05). Lama
penyimpanan roti manis berpengaruh nyata pada kadar abu, protein, dan nilai aw
roti manis (α=0,05). Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata pada kadar air,
lemak, karbohidrat, serat makanan, pH dan daya cerna protein roti manis
(α=0,05). Interaksi antara penambahan pengawet dan lama penyimpanan tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar abu, air, protein, lemak, karbohidrat, serat
makanan, pH, aw, dan daya cerna protein roti manis (α=0,05).

Berdasarkan uji General Linear Model terhadap sifat organoleptik (warna,
aroma, tekstur, rasa, dan remah) roti manis, lama penyimpanan berpengaruh
nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur dan remah roti manis.
Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis
terhadap warna, aroma dan rasa roti manis. Penggunaan pengawet berpengaruh

3

nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma, tekstur, rasa,
dan remah roti manis. Interaksi antara penambahan pengawet dan lama
penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis
terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan remah roti manis. Berdasarkan uji
General Linear Model terhadap mutu warna dan aroma roti manis, penggunaan
pengawet berpengaruh nyata terhadap mutu warna dan mutu aroma roti manis.
Skor modus kesukaan panelis terhadap warna roti manis pada awal
maupun akhir penyimpanan berada pada rentang 2 sampai 4 atau berada pada
kisaran tidak suka hingga suka. Skor modus kesukaan panelis terhadap aroma
roti manis pada awal maupun akhir penyimpanan berada pada rentang 2 sampai
4 atau berada pada kisaran tidak suka sampai suka. Skor modus kesukaan
panelis terhadap tekstur roti manis pada awal penyimpanan berada pada rentang

3 sampai 4 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Skor modus kesukaan
panelis terhadap tekstur roti manis pada akhir penyimpanan berada pada rentang
2 sampai 4 atau berada pada kisaran tidak suka sampai suka. Skor modus
kesukaan panelis terhadap rasa roti manis pada awal maupun akhir
penyimpanan berada pada rentang 2 sampai 4 atau berada pada kisaran tidak
suka sampai suka. Skor modus kesukaan panelis terhadap remah roti manis
pada awal penyimpanan berada pada rentang 3 sampai 4 atau berada pada
kisaran biasa sampai suka. Skor modus kesukaan panelis terhadap remah roti
manis pada akhir penyimpanan berada pada rentang 2 sampai 4 atau berada
pada kisaran tidak suka sampai suka.
Persentase panelis yang dapat menerima warna roti manis pada awal
penyimpanan berada pada rentang 24% sampai 100%. Persentase penerimaan
panelis pada akhir penyimpanan berada pada rentang 32% sampai 100%.
Persentase panelis yang dapat menerima aroma roti manis pada awal
penyimpanan berada pada rentang 44% sampai 100%. Persentase penerimaan
panelis pada akhir penyimpanan berada pada rentang 40% sampai 96%.
Persentase panelis yang dapat menerima tekstur roti manis pada awal
penyimpanan berada pada rentang 64% sampai 92%. Persentase panelis yang
dapat menerima tekstur roti manis pada akhir penyimpanan berada pada rentang
32% sampai 92%. Persentase panelis yang dapat menerima rasa roti manis

pada awal penyimpanan berada pada rentang 48% sampai 92%. Persentase
panelis yang dapat menerima remah roti manis pada awal penyimpanan berada
pada kisaran 56% sampai 92%. Persentase panelis yang dapat menerima remah
roti manis pada akhir penyimpanan berada pada rentang 40% sampai 92%.
Skor modus mutu hedonik warna roti manis pada awal maupun akhir
penyimpanan berada pada rentang 2 sampai 4 atau berada pada kisaran tidak
cerah sampai cerah. Skor modus mutu hedonik aroma roti manis pada awal
maupun akhir penyimpanan berada pada rentang 3 sampai 4 atau berada pada
kisaran biasa sampai harum.
Berdasarkan uji mikrobiologi, jumlah mikroba roti manis selama
penyimpanan masih di bawah batas yang diijinkan SNI No. 01-3840-1995 yaitu di
bawah 1,0 x 106 CFU/g. Jumlah mikroba roti manis pada awal penyimpanan
berkisar antara 3,0 x 102 (CFU/g) hingga 3,1 x 103 (CFU/g). Pada akhir
penyimpanan jumlah mikroba berkisar antara 1,5 x 102 (CFU/g) hingga 5,0 x 102
(CFU/g). Hasil uji ragam menunjukkan bahwa penggunaan pengawet
berpengaruh nyata terhadap jumlah mikroba roti manis (α=0,05).

4

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum)

DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET
ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA
A54103073

PROGRAM STUDI
GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

5

JUDUL


:

PENGARUH

PENGGUNAAN

CENGKEH

(Syzygium

aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.)
SEBAGAI

PENGAWET

ALAMI

TERHADAP


SIMPAN ROTI MANIS
NAMA

:

RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA

NOMOR POKOK

:

A54103073

Menyetujui :
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi
NIP. 131 841 753

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.
NIP.131 124 019

Tanggal Lulus :

DAYA

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 4 Mei 1985.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara keluarga Bapak Heru
Anto, BA. dan Ibu Kusdiyatni, SH.
Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1991 sampai 1997 di SDN 3 Cilegon.
Penulis kemudian melanjutkan sekolah di SLTPN 2 Cilegon dari tahun 1997
sampai 2000, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Serang
dari tahun 2000 sampai 2003.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun
2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa
kuliah penulis aktif di kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Pertanian periode 2004-2005. Penulis juga menjadi anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa Gema Almamater periode 2004-2005 dan periode 2005-2006. Pada
tahun 2007 penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Percobaan
Makanan dan Analisis Zat Gizi Mikro, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

7

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga proses pembuatan skipsi ini
dapat

berjalan

dengan


baik.

Pada

kesempatan

kali

ini

penulis

ingin

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
selama masa perkuliahan dan juga selama proses penyelesaian skripsi ini,
antara lain :
1. Bapak Heru Anto, BA dan Ibu Kusdiyatni, SH selaku orang tua yang telah
memberikan kasih sayang, do’a, serta dukungan yang sangat berharga
kepada penulis. Kepada adik tercinta, Anggara Aldobrata Hernas
Saputra, yang telah memberikan dorongan semangat dan kasih sayang
kepada penulis.
2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi selaku Dosen Pembimbing yang dengan
sabar membimbing penulis selama melakukan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi selaku Dosen Pemandu Seminar dan Dosen
Penguji yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan
skripsi ini.
4. Bapak Mashudi, Ibu Risqi, Ibu Nina, Bapak Heri selaku petugas
laboratorium yang telah memberikan bantuan, saran dan masukan
selama penelitian.
5. Seluruh dosen dan staf Program Studi GMSK yang telah membantu
kelancaran perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.
6. Rekan-rekan penelitian : Yuditha, Kustiningrum, Meilia, Intan, Mulki,
Darmaning, Bapak Dian, Tintin dan Uthie yang telah membantu selama
penelitian.
7. Teman-teman seperjuangan GMSK 40; khususnya kepada Jowie, Ira,
Betsy, Asty, Mutia, Selly dan Gandung Amandani atas dukungan
semangat dan bantuan yang telah diberikan selama penyelesaian tugas
akhir ini.

Bogor, Januari 2008

Penulis

8

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Roti merupakan salah satu makanan sumber karbohidrat yang umum
dikonsumsi oleh masyarakat luas. Roti yang berbahan dasar terigu berasal dari
luar negeri, karena di Indonesia gandum yang merupakan asal terigu tidak dapat
dibudidayakan. Walaupun terigu sebagai salah satu bahan utama dalam
pembuatan roti masih diimpor dari luar negeri, tetapi roti tetap digemari
masyarakat Indonesia. Bahkan, akhir-akhir ini, konsumsi roti masyarakat
semakin meningkat. Roti merupakan makanan yang praktis untuk hidangan
sarapan, selain mudah dibuat rasanya pun enak dan bergizi padat. Sifat yang
praktis, membuat roti semakin sesuai dengan keadaan masyarakat modern
sekarang yang ingin semuanya tersaji dengan cepat dan mudah.
Secara umum roti dibedakan atas roti tawar dan roti manis. Menurut
Astawan (2005) roti tawar dapat dibedakan lagi atas roti putih (white bread) dan
roti gandum (whole wheat bread), sedangkan roti manis sendiri dibedakan atas
dasar bahan pengisinya, seperti roti isi pisang, nenas, kelapa, daging sapi,
daging ayam, sosis, cokelat, keju, jagung, dan lain-lain.
Tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan roti, mengandung pati
dalam jumlah yang relatif tinggi. Pati dapat dihidrolisis menjadi gula-gula
sederhana oleh mikroorganisme khususnya jamur, karena gula-gula sederhana
merupakan sumber nutrisi utama bagi mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Mudjajanto dan Yuliati (2004), bahwa kandungan pati dalam roti
dapat membuat pangan ini cepat berjamur, sehingga diperlukan adanya
penanganan yang tepat untuk memperpanjang daya simpan dan daya guna roti.
Oleh karena itu diperlukan penambahan pengawet ke dalam adonan roti untuk
mencegah aktivitas mikroorganisme sehingga mikroorganisme tidak tumbuh dan
berkembang di permukaan roti. Semakin awetnya suatu pangan maka kualitas
pangan akan senantiasa terjaga sesuai dengan harapan konsumen.
Menurut Winarno (2004), pengawet yang sering digunakan dalam pangan
berupa senyawa organik dan anorganik. Zat pengawet organik lebih sering
digunakan karena lebih mudah dibuat. Bahan pengawet organik misalnya asam
sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida. Zat pengawet
organik dan anorganik dapat ditemukan secara alami dalam bahan pangan,
selain itu ada yang berupa sintetis (buatan). Pengawet sintetis yang sering

9

digunakan dalam pembuatan roti yaitu kalsium propionat. Pengawet ini efektif
untuk menghambat pertumbuhan kapang yang tumbuh di permukaan roti.
Meskipun pengawet diperlukan dalam pengolahan pangan, namun
keamanannya harus tetap dipertimbangkan. Hingga kini, penggunaan pengawet
yang tidak sesuai masih sering terjadi tanpa mempertimbangkan dampak yang
ditimbulkan terhadap kesehatan konsumen. Pemakaian pengawet sintetis yang
berlebihan dibandingkan dengan pengawet alami yang terdapat dalam pangan,
berisiko terhadap kesehatan manusia. Masih banyak cara yang aman dan alami
untuk mengelola bahan pangan supaya awet dan tahan lama tanpa
mengesampingkan aspek keamanan bagi kesehatan manusia. Salah satu
caranya yaitu dengan menambahkan zat pengawet alami yang didapat dari
tanaman rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis. Keuntungan
penggunaan pengawet alami antara lain aman dikonsumsi, mudah didapat, dan
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Asam benzoat, yang dikemukakan
Winarno (2004), merupakan zat pengawet aktif yang terkandung dalam cengkeh
dan kayu manis. Asam benzoat dapat digunakan dalam pengolahan pangan
untuk menghambat aktivitas mikroba sehingga pangan dapat disimpan lebih
lama.
Tujuan
Tujuan Umum :
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan cengkeh
dan kayu manis sebagai pengawet alami terhadap daya simpan roti manis.
Tujuan Khusus :
1. Menetapkan formula standar roti manis.
2. Menetapkan kisaran konsentrasi pengawet alami yang digunakan.
3. Mempelajari

pengaruh

penggunaan

pengawet

alami

terhadap

kandungan zat gizi dan daya cerna protein roti manis selama
penyimpanan.
4. Mempelajari pengaruh penggunaan pengawet alami terhadap sifat
organoleptik roti (rasa, warna, aroma dan tekstur) dan penampakan
remah roti selama penyimpanan.
5. Mempelajari

pengaruh

penggunaan

pengawet

alami

terhadap

kerusakan roti secara visual meliputi warna, aroma, dan tumbuhnya
jamur, serta mengamati total mikroba.

10

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk
pengembangan produksi roti manis. Roti manis yang diberi pengawet alami
diharapkan dapat diterima setiap kalangan masyarakat, selain itu dengan
meningkatnya daya simpan roti manis maka bertambah pula daya guna dari
roti manis.

1

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum)
DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET
ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA

PROGRAM STUDI
GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

2

RINGKASAN
RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA. A54103073. Pengaruh
Penggunaan Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Kayu Manis
(Cinnamomum Sp.) sebagai Pengawet Alami terhadap Daya Simpan Roti
Manis. (Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi.)
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh
penggunaan cengkeh dan kayu manis sebagai pengawet alami terhadap daya
simpan roti manis. Tujuan khususnya adalah 1) Menetapkan formula standar roti
manis, 2) Menetapkan kisaran konsentrasi pengawet alami yang digunakan, 3)
Mempelajari pengaruh penggunaan pengawet alami terhadap kandungan zat gizi
dan daya cerna protein roti manis selama penyimpanan, 4) Mempelajari
pengaruh penggunaan pengawet alami terhadap sifat organoleptik roti (rasa,
warna, aroma dan tekstur) dan penampakan remah roti selama penyimpanan,
dan 5) Mempelajari pengaruh penggunaan pengawet alami terhadap kerusakan
roti secara visual meliputi warna, aroma, dan tumbuhnya jamur, serta mengamati
total mikroba.
Tahapan penelitian meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian
lanjutan. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui formula atau resep
dari roti manis yang paling baik. Pada tahap ini juga dilakukan penetapan formula
penambahan pengawet yang akan digunakan pada penelitian lanjutan. Sebagai
perbandingan dibuat juga roti manis tanpa penambahan pengawet dan roti manis
dengan penambahan kalsium propionat. Penelitian lanjutan terdiri atas
pengamatan sifat organoleptik (warna, aroma, tekstur, rasa, dan remah roti), sifat
kimia roti manis (karbohidrat, protein, lemak, serat, air, abu, pH dan aW), daya
cerna protein roti manis, serta total mikroba yang terdapat pada roti manis.
Formula yang digunakan untuk membuat roti manis dalam penelitian ini
yaitu tepung terigu cap Cakra Kembar 350 gram, tepung terigu cap Segitiga Biru
150 gram, gula pasir 125 gram, kuning telur 50 gram, margarin 100 gram, susu
skim bubuk 50 gram, ragi instan 11 gram, garam 3 gram, bread improver 3 gram
dan air 250 ml.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dapat diketahui penambahan
kayu manis dan cengkeh yaitu sebesar 0,3%. Penambahan ini berdasarkan trial
and error. Roti manis dengan penambahan kayu manis 0,3% memiliki daya
simpan 7 hari, sedangkan roti manis dengan penambahan cengkeh 0,3%
memiliki daya simpan 8 hari.
Berdasarkan uji ragam, penambahan pengawet pada roti manis
berpengaruh nyata pada kadar abu roti manis (α=0,05). Penambahan pengawet
tidak berpengaruh nyata pada kadar air, protein, lemak, karbohidrat, serat
makanan, aw, pH, dan daya cerna protein roti manis (α=0,05). Lama
penyimpanan roti manis berpengaruh nyata pada kadar abu, protein, dan nilai aw
roti manis (α=0,05). Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata pada kadar air,
lemak, karbohidrat, serat makanan, pH dan daya cerna protein roti manis
(α=0,05). Interaksi antara penambahan pengawet dan lama penyimpanan tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar abu, air, protein, lemak, karbohidrat, serat
makanan, pH, aw, dan daya cerna protein roti manis (α=0,05).
Berdasarkan uji General Linear Model terhadap sifat organoleptik (warna,
aroma, tekstur, rasa, dan remah) roti manis, lama penyimpanan berpengaruh
nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur dan remah roti manis.
Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis
terhadap warna, aroma dan rasa roti manis. Penggunaan pengawet berpengaruh

3

nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma, tekstur, rasa,
dan remah roti manis. Interaksi antara penambahan pengawet dan lama
penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis
terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan remah roti manis. Berdasarkan uji
General Linear Model terhadap mutu warna dan aroma roti manis, penggunaan
pengawet berpengaruh nyata terhadap mutu warna dan mutu aroma roti manis.
Skor modus kesukaan panelis terhadap warna roti manis pada awal
maupun akhir penyimpanan berada pada rentang 2 sampai 4 atau berada pada
kisaran tidak suka hingga suka. Skor modus kesukaan panelis terhadap aroma
roti manis pada awal maupun akhir penyimpanan berada pada rentang 2 sampai
4 atau berada pada kisaran tidak suka sampai suka. Skor modus kesukaan
panelis terhadap tekstur roti manis pada awal penyimpanan berada pada rentang
3 sampai 4 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Skor modus kesukaan
panelis terhadap tekstur roti manis pada akhir penyimpanan berada pada rentang
2 sampai 4 atau berada pada kisaran tidak suka sampai suka. Skor modus
kesukaan panelis terhadap rasa roti manis pada awal maupun akhir
penyimpanan berada pada rentang 2 sampai 4 atau berada pada kisaran tidak
suka sampai suka. Skor modus kesukaan panelis terhadap remah roti manis
pada awal penyimpanan berada pada rentang 3 sampai 4 atau berada pada
kisaran biasa sampai suka. Skor modus kesukaan panelis terhadap remah roti
manis pada akhir penyimpanan berada pada rentang 2 sampai 4 atau berada
pada kisaran tidak suka sampai suka.
Persentase panelis yang dapat menerima warna roti manis pada awal
penyimpanan berada pada rentang 24% sampai 100%. Persentase penerimaan
panelis pada akhir penyimpanan berada pada rentang 32% sampai 100%.
Persentase panelis yang dapat menerima aroma roti manis pada awal
penyimpanan berada pada rentang 44% sampai 100%. Persentase penerimaan
panelis pada akhir penyimpanan berada pada rentang 40% sampai 96%.
Persentase panelis yang dapat menerima tekstur roti manis pada awal
penyimpanan berada pada rentang 64% sampai 92%. Persentase panelis yang
dapat menerima tekstur roti manis pada akhir penyimpanan berada pada rentang
32% sampai 92%. Persentase panelis yang dapat menerima rasa roti manis
pada awal penyimpanan berada pada rentang 48% sampai 92%. Persentase
panelis yang dapat menerima remah roti manis pada awal penyimpanan berada
pada kisaran 56% sampai 92%. Persentase panelis yang dapat menerima remah
roti manis pada akhir penyimpanan berada pada rentang 40% sampai 92%.
Skor modus mutu hedonik warna roti manis pada awal maupun akhir
penyimpanan berada pada rentang 2 sampai 4 atau berada pada kisaran tidak
cerah sampai cerah. Skor modus mutu hedonik aroma roti manis pada awal
maupun akhir penyimpanan berada pada rentang 3 sampai 4 atau berada pada
kisaran biasa sampai harum.
Berdasarkan uji mikrobiologi, jumlah mikroba roti manis selama
penyimpanan masih di bawah batas yang diijinkan SNI No. 01-3840-1995 yaitu di
bawah 1,0 x 106 CFU/g. Jumlah mikroba roti manis pada awal penyimpanan
berkisar antara 3,0 x 102 (CFU/g) hingga 3,1 x 103 (CFU/g). Pada akhir
penyimpanan jumlah mikroba berkisar antara 1,5 x 102 (CFU/g) hingga 5,0 x 102
(CFU/g). Hasil uji ragam menunjukkan bahwa penggunaan pengawet
berpengaruh nyata terhadap jumlah mikroba roti manis (α=0,05).

4

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum)
DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET
ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA
A54103073

PROGRAM STUDI
GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

5

JUDUL

:

PENGARUH

PENGGUNAAN

CENGKEH

(Syzygium

aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.)
SEBAGAI

PENGAWET

ALAMI

TERHADAP

SIMPAN ROTI MANIS
NAMA

:

RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA

NOMOR POKOK

:

A54103073

Menyetujui :
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi
NIP. 131 841 753

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.
NIP.131 124 019

Tanggal Lulus :

DAYA

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 4 Mei 1985.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara keluarga Bapak Heru
Anto, BA. dan Ibu Kusdiyatni, SH.
Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1991 sampai 1997 di SDN 3 Cilegon.
Penulis kemudian melanjutkan sekolah di SLTPN 2 Cilegon dari tahun 1997
sampai 2000, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Serang
dari tahun 2000 sampai 2003.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun
2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa
kuliah penulis aktif di kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Pertanian periode 2004-2005. Penulis juga menjadi anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa Gema Almamater periode 2004-2005 dan periode 2005-2006. Pada
tahun 2007 penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Percobaan
Makanan dan Analisis Zat Gizi Mikro, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

7

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga proses pembuatan skipsi ini
dapat

berjalan

dengan

baik.

Pada

kesempatan

kali

ini

penulis

ingin

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
selama masa perkuliahan dan juga selama proses penyelesaian skripsi ini,
antara lain :
1. Bapak Heru Anto, BA dan Ibu Kusdiyatni, SH selaku orang tua yang telah
memberikan kasih sayang, do’a, serta dukungan yang sangat berharga
kepada penulis. Kepada adik tercinta, Anggara Aldobrata Hernas
Saputra, yang telah memberikan dorongan semangat dan kasih sayang
kepada penulis.
2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi selaku Dosen Pembimbing yang dengan
sabar membimbing penulis selama melakukan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi selaku Dosen Pemandu Seminar dan Dosen
Penguji yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan
skripsi ini.
4. Bapak Mashudi, Ibu Risqi, Ibu Nina, Bapak Heri selaku petugas
laboratorium yang telah memberikan bantuan, saran dan masukan
selama penelitian.
5. Seluruh dosen dan staf Program Studi GMSK yang telah membantu
kelancaran perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.
6. Rekan-rekan penelitian : Yuditha, Kustiningrum, Meilia, Intan, Mulki,
Darmaning, Bapak Dian, Tintin dan Uthie yang telah membantu selama
penelitian.
7. Teman-teman seperjuangan GMSK 40; khususnya kepada Jowie, Ira,
Betsy, Asty, Mutia, Selly dan Gandung Amandani atas dukungan
semangat dan bantuan yang telah diberikan selama penyelesaian tugas
akhir ini.

Bogor, Januari 2008

Penulis

8

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Roti merupakan salah satu makanan sumber karbohidrat yang umum
dikonsumsi oleh masyarakat luas. Roti yang berbahan dasar terigu berasal dari
luar negeri, karena di Indonesia gandum yang merupakan asal terigu tidak dapat
dibudidayakan. Walaupun terigu sebagai salah satu bahan utama dalam
pembuatan roti masih diimpor dari luar negeri, tetapi roti tetap digemari
masyarakat Indonesia. Bahkan, akhir-akhir ini, konsumsi roti masyarakat
semakin meningkat. Roti merupakan makanan yang praktis untuk hidangan
sarapan, selain mudah dibuat rasanya pun enak dan bergizi padat. Sifat yang
praktis, membuat roti semakin sesuai dengan keadaan masyarakat modern
sekarang yang ingin semuanya tersaji dengan cepat dan mudah.
Secara umum roti dibedakan atas roti tawar dan roti manis. Menurut
Astawan (2005) roti tawar dapat dibedakan lagi atas roti putih (white bread) dan
roti gandum (whole wheat bread), sedangkan roti manis sendiri dibedakan atas
dasar bahan pengisinya, seperti roti isi pisang, nenas, kelapa, daging sapi,
daging ayam, sosis, cokelat, keju, jagung, dan lain-lain.
Tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan roti, mengandung pati
dalam jumlah yang relatif tinggi. Pati dapat dihidrolisis menjadi gula-gula
sederhana oleh mikroorganisme khususnya jamur, karena gula-gula sederhana
merupakan sumber nutrisi utama bagi mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Mudjajanto dan Yuliati (2004), bahwa kandungan pati dalam roti
dapat membuat pangan ini cepat berjamur, sehingga diperlukan adanya
penanganan yang tepat untuk memperpanjang daya simpan dan daya guna roti.
Oleh karena itu diperlukan penambahan pengawet ke dalam adonan roti untuk
mencegah aktivitas mikroorganisme sehingga mikroorganisme tidak tumbuh dan
berkembang di permukaan roti. Semakin awetnya suatu pangan maka kualitas
pangan akan senantiasa terjaga sesuai dengan harapan konsumen.
Menurut Winarno (2004), pengawet yang sering digunakan dalam pangan
berupa senyawa organik dan anorganik. Zat pengawet organik lebih sering
digunakan karena lebih mudah dibuat. Bahan pengawet organik misalnya asam
sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida. Zat pengawet
organik dan anorganik dapat ditemukan secara alami dalam bahan pangan,
selain itu ada yang berupa sintetis (buatan). Pengawet sintetis yang sering

9

digunakan dalam pembuatan roti yaitu kalsium propionat. Pengawet ini efektif
untuk menghambat pertumbuhan kapang yang tumbuh di permukaan roti.
Meskipun pengawet diperlukan dalam pengolahan pangan, namun
keamanannya harus tetap dipertimbangkan. Hingga kini, penggunaan pengawet
yang tidak sesuai masih sering terjadi tanpa mempertimbangkan dampak yang
ditimbulkan terhadap kesehatan konsumen. Pemakaian pengawet sintetis yang
berlebihan dibandingkan dengan pengawet alami yang terdapat dalam pangan,
berisiko terhadap kesehatan manusia. Masih banyak cara yang aman dan alami
untuk mengelola bahan pangan supaya awet dan tahan lama tanpa
mengesampingkan aspek keamanan bagi kesehatan manusia. Salah satu
caranya yaitu dengan menambahkan zat pengawet alami yang didapat dari
tanaman rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis. Keuntungan
penggunaan pengawet alami antara lain aman dikonsumsi, mudah didapat, dan
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Asam benzoat, yang dikemukakan
Winarno (2004), merupakan zat pengawet aktif yang terkandung dalam cengkeh
dan kayu manis. Asam benzoat dapat digunakan dalam pengolahan pangan
untuk menghambat aktivitas mikroba sehingga pangan dapat disimpan lebih
lama.
Tujuan
Tujuan Umum :
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan cengkeh
dan kayu manis sebagai pengawet alami terhadap daya simpan roti manis.
Tujuan Khusus :
1. Menetapkan formula standar roti manis.
2. Menetapkan kisaran konsentrasi pengawet alami yang digunakan.
3. Mempelajari

pengaruh

penggunaan

pengawet

alami

terhadap

kandungan zat gizi dan daya cerna protein roti manis selama
penyimpanan.
4. Mempelajari pengaruh penggunaan pengawet alami terhadap sifat
organoleptik roti (rasa, warna, aroma dan tekstur) dan penampakan
remah roti selama penyimpanan.
5. Mempelajari

pengaruh

penggunaan

pengawet

alami

terhadap

kerusakan roti secara visual meliputi warna, aroma, dan tumbuhnya
jamur, serta mengamati total mikroba.

10

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk
pengembangan produksi roti manis. Roti manis yang diberi pengawet alami
diharapkan dapat diterima setiap kalangan masyarakat, selain itu dengan
meningkatnya daya simpan roti manis maka bertambah pula daya guna dari
roti manis.

11

TINJAUAN PUSTAKA
Roti
Roti adalah produk makanan yang terbuat dari terigu dengan ragi atau
bahan pengembang lainnya, kemudian dipanggang. Pada awalnya, roti dibuat
dari bahan yang sederhana dengan cara pembuatan yang sederhana pula. Roti
yang lebih bervariasi baik dari segi ukuran, penampilan, bentuk, tekstur, rasa,
dan bahan pengisinya tercipta karena adanya pengaruh terhadap perkembangan
pembuatan roti yang meliputi aspek bahan baku, proses pencampuran, dan
metode pengembangan adonan (Mudjajanto & Yuliati 2004).
Roti berdasarkan rasanya ada dua macam, yaitu roti manis dan roti tawar.
Roti manis adalah roti yang mempunyai cita rasa manis yang menonjol,
bertekstur empuk, dan diberi bermacam-macam isi. Selain rasa, daya tarik roti
manis terletak pada bentuk yang menarik. Roti manis pada umumnya disantap
sebagai kudapan, hidangan sarapan, teman minum teh, dan sebagai makanan
penutup. Sementara roti tawar adalah roti yang dibuat dari adonan dengan
sedikit gula atau tidak sama sekali (Mudjajanto & Yuliati 2004).
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan roti terdiri dari bahan
utama dan bahan tambahan. Menurut Pomeranz dan Shellenberger (1971),
bahan utama dalam pembuatan roti terdiri dari tepung, air ragi roti (yeast), dan
garam. Sedangkan yang termasuk bahan tambahan diantaranya yaitu gula, susu
skim, shortening, telur dan bread improver. Menurut Matz (1972), produk roti
merupakan makanan yang dihasilkan dari proses pengadonan, fermentasi dan
pemanggangan dari tepung terigu yang ditambah air, yeast, gula, garam dan
mentega/shortening. Ada beberapa faktor yang menentukan mutu roti,
diantaranya yaitu pengembangan volume, warna crust, rasa dan aroma,
penampakan roti, tekstur crumb pada saat dimakan (mouthfeel) serta ketahanan
roti terhadap proses staling pada saat roti disimpan. Sifat-sifat tersebut banyak
ditentukan

oleh

perlakuan

dalam

proses

pengadonan,

fermentasi

dan

pemanggangan. Standar Nasional Indonesia (SNI) telah menetapkan beberapa
syarat mutu yang harus dipenuhi dalam pembuatan roti manis, seperti yang
tercantum dalam Tabel 1.

12

Tabel 1 Syarat mutu roti manis (SNI 01-3840-1995)
Kriteria

Satuan

Syarat

Kadar air

%b/b

Maksimum 40

Kadar abu

%b/b

Maksimum 3

Kadar gula

%b/b

Minimum 8

Kadar garam (NaCl)

%b/b

Maksimum 2,5

Kadar lemak

%b/b

Maksimum 3

Logam-logam berbahaya

mg/kg

Maksimum Hg (0,05), Pb (1), Cu (10),
Zn (40) dan As (0,5)

Serangga/belatung

-

Negatif

Cemaran mikroba :
Kapang

Koloni/g

Maksimum 104

Angka lempeng total

Koloni/g

Maksimum 106

Bahan-bahan pengawet

-

Negatif

Bau dan rasa

-

Normal

Sumber : SNI (1995)
Kandungan Gizi Roti
Menurut Astawan (2005), 100 gram roti memberikan energi, karbohidrat,
protein, kalsium, fosfor dan besi yang lebih tinggi dibandingkan dengan 100 gram
nasi putih atau mi basah. Komposisi beberapa zat gizi pada roti dibandingkan
dengan nasi dan mi basah dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Komposisi gizi roti dibanding nasi dan mi basah per 100 gram bahan
Zat Gizi

Roti putih

Roti cokelat

Nasi

Mi basah

Energi (kkal)

248

249

178

86

Protein (g)

8,0

7,9

2,1

0,6

Lemak (g)

1,2

1,5

0,1

3,3

Karbohidrat (g)

50,0

49,7

40,6

14,0

Kalsium (mg)

10

20

5

14

Fosfor (mg)

95

140

22

13

Besi (g)

1,5

2,5

0,5

0,8

0

0

0

0

Vitamin B1 (mg)

0,10

0,15

0,02

0

Vitamin C (mg)

0

0

0

0

Air (g)

40

40

57

80

Vitamin A (SI)

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)

13

Bahan Dasar Roti
Tepung Terigu
Terigu merupakan satu-satunya tepung yang dapat dipakai untuk
membuat roti karena mengandung gluten sebagai kerangka dasar roti. Tepung
terigu dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu terigu protein rendah, terigu protein
tinggi, dan terigu protein sedang. Menurut Potter dan Hotchkiss (1995), terigu
dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu hard dan soft. Terigu jenis hard
dibandingkan dengan soft memiliki kandungan protein yang lebih tinggi,
menghasilkan terigu yang kuat yang membentuk adonan menjadi lebih elastis,
dan baik digunakan dalam pembuatan roti. Terigu protein tinggi dihasilkan dari
penggilingan gandum jenis hard atau keras. Terigu tersebut mempunyai sifat
gluten yang kuat, kandungan proteinnya 11-12%, sifat elastisitasnya baik, dan
tidak mudah putus. Terigu jenis hard biasanya digunakan untuk membuat mi dan
roti. Contoh terigu jenis ini yang beredar di pasaran adalah cap Cakra Kembar.
Tepung terigu yang mempunyai kadar protein tinggi akan memerlukan air
lebih banyak agar gluten yang terbentuk dapat menyimpan gas sebanyakbanyaknya. Umumnya, dalam pembuatan roti digunakan tepung terigu protein
tinggi untuk mendapatkan volume yang besar, tetapi ada kemungkinan roti
menjadi alot. Oleh karena itu, dalam pembuatan roti perlu penambahan bahanbahan lain yang berfungsi untuk mengempukkan roti seperti gula, margarin atau
mentega, dan kuning telur dengan komposisi tertentu. Pencampuran tepung
terigu protein tinggi dengan tepung terigu protein sedang juga dapat dilakukan,
tujuannya agar kadar protein terigu turun sehingga roti yang dihasilkan sesuai
dengan keinginan, seperti tekstur lebih lembut (Mudjajanto & Yuliati 2004).
Pengadukan adonan roti tidak hanya sekedar mengaduk saja, tetapi
kadar protein yang terkandung di dalam tepung terigu harus diperhatikan dan
pemberian energi saat pengadukan juga harus disesuaikan. Protein yang tinggi
menunjukkan kandungan gluten yang tinggi pula, sehingga memerlukan energi
yang besar untuk mengaduk adonannya. Jika protein tinggi diberikan energi kecil
maka roti yang dihasilkan kecil, keras, kasar, warna daging roti tidak putih, tidak
tahan lama, dan beraroma asam (Mudjajanto & Yuliati 2004).
Air
Air merupakan bahan yang berperan penting dalam pembuatan roti
karena berfungsi dalam proses pembentukan struktur gluten. Air sangat
menentukan konsistensi dan karakteristik adonan, sifat adonan selama proses

14

dan akhirnya menentukan mutu produk yang dihasilkan. Air juga sebagai pelarut
bahan seperti garam, gula, susu bubuk dan mineral sehingga bahan tersebut
terdispersi secara merata dalam adonan (Subarna 1992). Menurut Mudjajanto
dan Yuliati (2004), penambahan air dalam pembuatan roti selain berfungsi dalam
proses pembentukan struktur gluten juga untuk mengontrol kepadatan dan suhu
adonan. Selain itu, air berperan sebagai penahan dan penyebar bahan-bahan
bukan tepung secara seragam, dan memungkinkan adanya aktivitas enzim.
Menurut

Winarno

(2004),

air

berfungsi

sebagai

bahan

yang

dapat

mendispersikan berbagai zat yang ada dalam bahan makanan. Bagi beberapa
bahan, air berfungsi sebagai pelarut. Air dapat melarutkan bahan seperti garam,
vitamin larut air, mineral dan senyawa-senyawa citarasa.
Garam
Garam adalah bahan utama untuk mengatur rasa. Garam akan
membangkitkan rasa pada bahan-bahan lainnya dan membantu membangkitkan
harum dan meningkatkan sifat-sifat roti. Penggunaan garam pada adonan akan
membuat adonan lebih padat. Garam memperbaiki pori-pori roti dan tekstur roti
akibat

kuatnya

adonan

dan

secara

tidak

langsung

berarti

membantu

pembentukan warna adonan (US. Wheat associates 1983). Selain itu, garam
juga berfungsi sebagai pengontrol waktu fermentasi dari adonan beragi,
penambah kekuatan gluten, pengatur warna kulit, dan pencegah timbulnya
bakteri karena sifatnya yang higroskopis sehingga menurunkan aktivitas air
dalam adonan. Syarat garam yang baik dalam pembuatan roti adalah harus
100% larut dalam air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan, tidak tercampur
dengan senyawa lain, dan bebas dari rasa pahit (Frazier & Westhoff 1988;
Mudjajanto & Yuliati 2004). Menurut US Wheat Associates (1983), jumlah
pemakaian garam kurang dari 2% berat tepung maka rasa akan hambar,
sedangkan diatas 2,25% berat tepung akan menghambat aktivitas mikroba.
Gula
Gula sangat penting peranannya dalam pembuatan roti, diantaranya
sebagai nutrisi bagi ragi, memberi rasa, mengatur fermentasi, memperpanjang
umur roti, menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi lebih empuk,
memberikan daya pembasahan pada roti, dan memberikan warna cokelat yang
menarik pada kulit karena proses Maillard atau karamelisasi (Mudjajanto & Yuliati
2004). Menurut Astawan (2005), gula perlu ditambahkan ke dalam adonan roti.
Hal ini karena gula berperan dalam pertumbuhan ragi roti (Saccharomyces

15

cereviseae) untuk dapat menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah
yang cukup untuk mengembangkan adonan secara optimal. Menurut Owens
(2002), penambahan sedikit gula atau tanpa penambahan gula digunakan dalam
pembuatan adonan roti dasar di Inggris, sedangkan gula dengan berat sekitar
6% berat tepung ditambahkan dalam adonan roti di Amerika. Rolls dan produk
fermentasi kecil lainnya mengandung gula sampai 15% berat tepung. Gula
dengan

konsentrasi

tinggi

menghambat

aktivitas

ragi

walaupun

terjadi

fermentasi. Gula berperan dalam memberikan rasa manis dan warna crust pada
produk.
Ragi
Menurut Potter dan Hotchkiss (1995) ragi yang digunakan dalam
pembuatan

roti

berasal

dari

Saccharomyces

cereviseae.

Pada

proses

pembuatan roti, ragi memfermentasikan gula sederhana dan menghasilkan CO2
dan alkohol. Proses pemanasan mematikan ragi dan menginaktifkan enzim,
kemudian fermentasi dan pelepasan CO2 terhenti. Meningkatnya suhu pada roti
membuat pati tergelatinisasi dan gluten terkoagulasi, menghasilkan struktur yang
agak keras dan kurang rapuh.
Menurut Mudjajanto dan Yuliati (2004), volume roti yang terbentuk sangat
dipengaruhi oleh hasil CO2 selama pengembangan adonan dan karakteristik dari
protein untuk menahan gas. Sementara yang berfungsi sebagai pengembang
adonan dengan produksi gas CO2nya adalah ragi. Selain itu, ragi juga berfungsi
sebagai pelunak gluten dengan asam yang dihasilkan serta pemberi rasa dan
aroma. Pada pembuatan roti, sebagian besar ragi berasal dari mikroba jenis
Saccharomyces cereviseae. Mikroba dapat tumbuh dengan baik dan beraktivitas
optimal jika ada keseimbangan antara gula, garam, terigu, dan air; oksigen cukup
tersedia karena mikroba yang hidup bersifat aerob; suhu pengolahan diatur
sekitar 300C; dan pH diatur berkisar 2,0-4,5. Ragi yang dikehendaki harus dapat
menghasilkan CO2 pada saat pengadukan adonan sampai dimatikan dan harus
sehat dengan ciri berwarna bagus dan mudah larut dalam air.
Susu
Penambahan susu pada pembuatan roti sebaiknya berupa susu bubuk,
karena susu bubuk menambah absorbsi air dan memperkuat adonan. Bahan
padat bukan lemak (BPBL) pada susu bubuk berfungsi sebagai bahan penegar
protein tepung sehingga volume roti bertambah. Selain itu, toleransi waktu
pengadukan meningkat karena adonan susu bubuk lebih toleran pada

16

pengadukan yang berlebihan (over mixing). Proses fermentasi pun lebih lama
sehingga dapat membantu pembentukan roti yang lebih baik karena BPBL juga
akan menurunkan aktivitas enzim. Warna kerak pun akan lebih baik karena
laktosa, kasein, dan protein susu akan membantu menghasilkan kerak kekuningkuningan dan mempertinggi mutu pemanggangan. Susu padat juga menjadikan
remah roti lebih baik dan halus sehingga mudah dipotong, mempertinggi volume
roti, meningkatkan mutu simpan, mempertahankan keempukan roti pada saat
penyimpanan, serta menambah nilai gizi karena mengandung mineral, vitamin,
protein dan lemak (Mudjajanto & Yuliati 2004).
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil
sebagian/seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat gizi dari susu kecuali
lemak dan vitamin larut lemak (Buckle et al. 1987). Susu skim hanya
mengandung 55% dari seluruh energi susu sehingga dapat digunakan oleh orang
yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya. Keuntungan
lainnya adalah bahwa susu skim itu rendah lemak sehingga dapat disimpan lebih
lama daripada whole milk (Nurhasanah 1998).
Shortening
Lemak roti compound/shortening (campuran minyak dan lemak padat
pada suhu tertentu) digunakan untuk meningkatkan penyimpanan gas pada
adonan (Owens 2002). Oleh karena itu, shortening meningkatkan volume dan
kelembutan

roti.

Peningkatan

konsentrasi lemak yang digunakan akan

meningkatkan volume roti sampai batas tertentu dan setelah itu tidak ada
peningkatan volume roti yang berarti. Konsentrasi lemak bervariasi tergantung
jenis

tepung

yang

digunakan,

dengan

tepung

wholemeal

memerlukan

penambahan konsentrasi lemak yang tinggi dibandingkan tepung putih (Williams
& Pullen 1998, diacu dalam Owens 2002).
Lemak berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti,
mempermudah sifat pemotongan roti, menjadikan kulit roti lebih lunak, dan dapat
menahan air sehingga shelf life roti lebih lama. Selain itu, lemak juga bergizi,
memberikan rasa lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan
susunan fisik roti yang dibakar (Mudjajanto & Yuliati 2004). Penyimpanan
shortening harus ditutup rapat dan tidak boleh terkena sinar matahari karena
akan terjadi oksidasi sehingga roti akan berbau tengik.

17

Telur
Kegunaan dari penambahan telur pada proses pembuatan roti adalah
sebagai add-flavor dan berperan sebagai pengemulsi, karena protein telur
terkoagulasi, ketegaran dari dinding roti akan terpengaruh pada penambahan
telur. Adanya buih (udara yang terperangkap) yang terjadi ketika telur dikocok
akan menambah volume dari produk yang dihasilkan. Produk yang memiliki
volume yang besar biasanya memiliki dinding crust yang tipis dan lebih lembut
(US Wheat Associates 1983). Selain itu telur berfungsi sebagai pengembang,
pembentuk warna, perbaikan rasa, dan penambah nilai gizi. Roti yang lunak
dapat diperoleh dengan penggunaan kuning telur yang lebih banyak. Menurut
Marlon (1994) komposisi kuning telur dalam satu butir telur adalah 36%. Kuning
telur banyak mengandung lesitin (emulsifier) yang dapat memperlemas jaringan
zat gluten sehingga roti lebih lemas dan empuk. Bentuk kuning telur padat, tetapi
kadar airnya sekitar 50%. Sementara putih telur, kadar airnya 86%. Putih telur
mempunyai sifat creaming yang lebih baik dibandingkan kuning telur (Mudjajanto
& Yuliati 2004).
Bread Improver
Bread improver merupakan bahan yang ditambahkan pada adonan roti
yang terbuat dari tepung campuran/tepung non terigu. Hal ini berkaitan dengan
tidak tersedianya gluten dalam tepung non terigu tersebut. Gluten hanya terdapat
pada tepung terigu. Gluten berfungsi untuk mempertahankan udara yang masuk
ke dalam adonan pada saat proses pengadukan dan gas yang dihasilkan oleh
ragi pada waktu fermentasi sehingga adonan menjadi mengembang.
Menurut Tanudjaja (1990), pembuatan roti dari tepung non terigu
memerlukan adanya penambahan bahan-bahan pengikat butir pati. Bahan-bahan
tersebut akan meningkatkan daya tarik-menarik antara butir-butir pati sehingga
sebagian besar gas yang terdapat di dalam adonan dapat dipertahankan
sehingga akan dihasilkan adonan yang cukup mengembang dan pada akhirnya
akan diperoleh roti dengan volume yang relatif besar, remah yang halus dan
tekstur yang lembut.
Tahapan Pembuatan Roti
Tahapan

pembuatan

roti

meliputi

seleksi

bahan,

penimbangan,

pengadukan atau pencampuran, peragian, penimbangan adonan, pembulatan
adonan, pengembangan singkat, pembentukan adonan, peletakkan adonan
dalam cetakan, dan pembakaran. Adonan yang telah dicampur hingga kalis

18

dilanjutkan dengan proses peragian, yaitu adonan dibiarkan beberapa saat pada
suhu sekitar 350C. Tahap peragian sangat penting untuk pembentukan rasa dan
volume. Pada saat fermentasi berlangsung, pembuatan roti juga sangat
dipengaruhi oleh kelembaban udara. Suhu ruangan 350C dan kelembaban udara
75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti
(Mudjajanto & Yuliati 2004).
Menurut Potter dan Hotchkiss (1995), pembakaran merupakan proses
pemanasan yang disertai dengan terjadinya reaksi. Beberapa reaksi yang terjadi
diantaranya yaitu (1) pengembangan dan pemuaian gas, (2) koagulasi gluten dan
telur serta gelatinisasi pati, (3) pengeringan sebagian dari evaporasi air, (4)
pengembangan rasa, (5) perubahan warna karena reaksi pencokelatan Maillard
antara susu, gluten dan protein telur dengan penurunan gula, (6) pembentukan
kerak, dan (7) penggelapan kerak karena reaksi pencokelatan Maillard dan
karamelisasi gula.
Roti dipanggang dalam oven pada suhu kira-kira 2050C. Suhu
pemanggangan roti kecil sekitar 220-2300C selama 14-18 menit. Sebelum
pembakaran selesai, pintu oven dibuka sedikit sekitar 2-3 menit. Pembakaran
dengan suhu oven 220-2300C, lalu menurun hingga 2000C selama 5-10 menit
dilakukan untuk pemanggangan roti lainnya, dan sebelum selesai pintu oven
dibuka sedikit (Mudjajanto & Yuliati 2004).
Metode Pembuatan Adonan Roti
Menurut Mudjajanto dan Yuliati (2004), pembuatan adonan roti dapat
dibagi ke dalam tiga metode, yaitu metode tidak langsung (sponge dough),
metode langsung (straight dough), dan metode cepat (no time dough). Metode
tidak langsung merupakan suatu teknik pembuatan roti melalui dua tahap, yaitu
pembuatan

sponge/biang

dan

pembuatan

dough/adonan.

Pada

proses

pembuatannya, bahan dibagi dua kemudian dicampur kembali menjadi satu.
Pembuatan roti metode langsung dicirikan dengan pencampuran semua bahan,
lalu diaduk menjadi satu. Metode cepat hampir sama dengan straight dough,
perbedaannya terletak pada komposisi bahan, terutama ragi lebih banyak karena
waktu fermentasi lebih singkat.
Penyimpanan
Menurut Mudjajanto dan Yuliati (2004), roti termasuk jenis makanan yang
mudah busuk dengan masa simpan selama 3-4 hari setelah keluar dari
pemanggangan. Pembusukan roti disebabkan oleh rusaknya protein dan pati.

19

Secara langsung, pembusukan roti disebabkan oleh tumbuhnya mikroorganisme
pembusuk. Mikroorganisme tersebut tidak mati selama pemanggangan, tetapi
setelah roti disimpan tumbuh dan berkembang. Ciri-ciri roti yang busuk antara
lain sebagai berikut :
1. Bau dan rasa tidak menyenangkan pada roti yang mirip dengan nenas
busuk.
2. Remah semakin berwarna gelap, bahkan berwarna cokelat.
3. Remah menjadi lengket.
4. Kerak semakin berwarna kemerah-merahan atau merah.
Mudjajanto dan Yuliati (2004) mengemukakan bahwa pembusukan terjadi
pada waktu cuaca panas dan lembab serta kondisi pabrik kurang bersih. Proses
pembusukan sebenarnya dapat dicegah dengan penambahan asam, seperti
cuka, asam asetat, asam laktat atau asam organik lainnya. Selain itu, adonan
dapat pula ditambah garam. Asam dan garam tersebut memperlambat
pertumbuhan ragi. Penambahannya dilakukan saat adonan hampir mendekati
penyelesaian. Beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi
pembusukan adalah :
1. Meningkatkan jumlah asam cuka dan atau garam.
2. Mengurangi jumlah air supaya adonannya lebih kaku.
3. Mengurangi jumlah gula dalam adonan.
4. Menggunakan sedikit adonan tua yang keasamannya lebih banyak.
5. Menggunakan oven yang agak dingin dan pembakarannya agak lama.
6. Mendinginkan roti secepat mungkin sebelum dibungkus.
Mudjajanto dan Yuliati (2004) juga mengemukakan bahwa kerusakan roti
dapat pula disebabkan oleh jamur. Hal itu terjadi jika bahan makanan ditaruh di
tempat yang agak panas/lembab sehingga pada suatu saat akan timbul serabutserabut halus, itulah yang disebut jamur. Jamur biasanya berasal dari spora yang
dibawa oleh udara, lalat atau serangga. Oleh karena itu, pencegahan
pertumbuhan jamur dengan menjaga ruang pengolahan tetap bersih dan bebas
dari lalat dan serangga. Penambahan asam tidak sepenuhnya mencegah
pertumbuhan jamur, tetapi hanya menghambat pertumbuhannya. Asam yang
biasa ditambahkan adalah asam asetat dan kalsium propionat. Kedua asam ini
akan bekerja lebih optimal dalam adonan yang lebih asam. Asam asetat dan
kalsium propionat yang ditambahkan sejumlah 200 gram untuk 100 kg
tepung/2000 ppm.

20

Waktu Penyimpanan
Efek kerusakan bahan pangan oleh pertumbuhan mikroba, keaktifan
enzim, perkembangbiakan serangga, p